BAB 2 KAJIAN PUSTAKA , KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Pengertian Kewirausahaan Menurut pendapat Zimmerer dan Scarborough (2004, p3) “wirausahawan adalah orang yang menciptakan sebuah bisnis baru dengan mengambil resiko dan ketidakpastian demi mencapai keuntungan dan pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi peluang dan menggabungkan sumber daya yang diperlukan untuk mendirikannya.” Menurut pendapat Kasmir (2006, p16) “wirausaha adalah orang yang berjiwa berani mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan.” Berjiwa berani mengambil resiko artinya bermental mandiri dan berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam kondisi tidak pasti. Menurut pendapat Drucker yang dikutip oleh Kasmir (2006, p17) “kewirausahaan merupakan kemampuan dalam menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda.” Pengertian ini mengandung maksud bahwa seorang wirausahawan adalah orang yang memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, berbeda dari yang lain. Menurut pendapat Hendro (2006, p21) “entrepreneur adalah suatu kemampuan untuk mengelola sesuatu yang ada dalam diri anda untuk dimanfaatkan dan ditingkatkan agar lebih optimal (baik) sehingga bisa meningkatkan taraf hidup anda di masa mendatang. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan adalah orang yang memiliki kemauan dan kemampuan untuk mewujudkan gagasan yang inovatif, kreatif yang baru, berbeda dari yang lainnya, dan dapat menangkap peluang, serta berani mengambil resiko dan ketidakpastian untuk membuka usaha demi mencapai keuntungan dengan cara mengidentifikasi peluang dan menggabungkan sumber daya yang diperlukan untuk mendirikannya. 7 2.1.2. Pengertian Kepemimpinan Menurut Samsudin (2006,p287), kepemimpinan adalah kemampuan meyakinkan dan menggerakan orang lain agar mau bekerja sama di bawah kepemimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Menurut Hasibuan (2007,p170), kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Rivai (2004,p2), kepemimpinan (leadership) adalah proses mempengaruhi anggota lewat proses komunikasi dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Menurut Arep dan Tanjung (2003,p93), kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk menguasai atau mempengaruhi orang lain atau masyarakat yang berbeda-beda menuju pencapaian tertentu. Menurut Robbins dan Judge (2007,p3560), mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok guna mencapai sebuah visi atau serangkaian tujuan yang ditetapkan. 2.1.2.1. Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan menurut Thoha (2007,p64) adalah cara yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi bawahan agar hendak melaksanakan tugas dan kewajiban sesuai dengan yang diharapkan agar tercapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Menurut Robbins & Coulter (2010: 149 - 150) terdapat empat studi perilaku utama dalam teori perilaku. Salah satunya adalah penelitian di Universitas Lowa. Studi di Universitas Lowa, yang diselenggarakan di Amerika Serikat meneliti tiga gaya kepemimpinan untuk menemukan gaya kepemimpinan yang paling efektif : a) Gaya Otokratis Pada umumnya pemimpin memberikan perintah dan mengharapkan mereka dipatuhi tanpa ragu – ragu (Ricky W. Griffin & Ronald J. Ebert, 2007 : 264), melibatkan pengambilan keputusan manajerial tanpa berkonsultasi dengan orang lain (William G. Nickels 8 et al., 2009: 250) dimana peran karyawan sangat lemah dalam proses pengambilan keputusan (Widiyono & Mukhaer Pakkanna, 2011: 70) b) Gaya Demokratis Kepemimpinan yang memberikan ruang kepada karyawan untuk menyampaikan sikap dan keluhan yang mereka hadapai (Widiyono dan Mukhaer Pakkanna, 2011: 70) dan bekerja sama untuk mengambil keputusan (William G. Nickels et al., 2009: 250), akan tetapi pemimpin tetap memegang kekuatan akhir dalam pembuatan keputusan (Ricky W. Griffin & Ronald J. Ebert, 2007: 264). c) Gaya Pemimpin Laissez-Faire Pada umumnya pemimpin berperan sebagai penasihat bagi bawahan yang diperbolehkan membuat keputusan (Ricky W. Griffin & Ronald J. Ebert, 2007: 264), dimana melibatkan pemimpin yang menetapkan sasaran – sasaran dan karyawan relatif mempunyai kebebasan untuk melakukan apapun yang diperlukan untuk mencapai sasaran–sasaran tersebut (William G. Nickels et al., 2009: 251). Dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya kepemimpinan yang paling efektif, walaupun studi lain menunjukkan bermacam–macam hasil (Stephen P. Robbins & Mary Coulter, 2010: 149). 2.1.2.2. Kriteria Pemimpin Menurut Samsudin (2006,p293), seorang pemimpin harus mampu memimpin bawahan untuk mencapai tujuan organisasi, mampu menangani hubungan antar karyawan, mempunyai interaksi antarpersonel yang baik, mempunyai kemampuan untuk bisa menyesuaikan diri dengan keadaan. Menurut Samsudin (2006,p293), beberapa sifat pemimpin yang berguna dan dapat dipertimbangkan adalah sebagai berikut: 1. Keinginan untuk menerima tanggung jawab 9 Seorang pemimpin yang menerima kewajiban untuk mencapai suatu tujuan berarti siap bertanggung jawab atas segala yang dilakukan bawahannya. 2. Kemampuan “Perceptive” Perceptive menunjukkan kemampuan untuk mengamati atau menemukan kenyataan dari suatu lingkungan. Setiap pimpinan harus mengenal tujuan organisasi sehingga dapat bekerja untuk membantu mencapai tujuan tersebut. 3. Kemampuan bersikap objektif Objektif adalah kemampuan untuk melihat suatu peristiwa atau merupakan perluasan dari kemampuan perceptive. 4. Kemampuan untuk menentukan prioritas Seorang pemimpin yang pintar adalah pemimpin yang mampu untuk menentukan hal yang penting dan yang tidak penting. 5. Kemampuan untuk berkomunikasi Kemampuan untuk memberikan dan menerima informasi merupakan keharusan bagi seorang pemimpin. 2.1.2.3. Fungsi Kepemimpinan Fungsi kepemimpinan berhubungan dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok/ organisasi dimana fungsi kepemimpinan harus diwujudkan dalam interaksi antar individu. Menurut Rivai (2005:53) secara operasional fungsi pokok kepemimpinan dapat dibedakan sebagai berikut : 1. Fungsi Instruktif Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yang menentukan apa, bagaimana, bilamana, dan dimana perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat dilaksanakan secara efektif. Kepemimpinan yang efektif memerlukan kemampuan untuk menggerakkan dan memotivasi orang lain agar mau melaksanakan perintah. 2. Fungsi Konsultatif Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Pada tahap pertama dalam usaha menetapkan keputusan, pemimpin kerapkali memerlukan bahan pertimbangan yang mengharuskannya berkonsultasi dengan orang-orang 10 yang dipimpinnya yang dinilai mempunyai berbagai bahan informasi yang diperlukan dalam menetapkan keputusan. Tahap berikutnya konsultasi dari pimpinan pada orang-orang yang dipimpin dapat dilakukan setelah keputusan ditetapkan dan sedang dalam pelaksanaan. Konsultasi itu dimaksudkan untuk memperoleh masukan berupa umpan balik (feedback) untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan. Dengan menjalankan fungsi konsultatif dapat diharapkan keputusan-keputusan pimpinan, akan mendapat dukungan dan lebih mudah menginstruksikannya sehingga kepemimpinan berlangsung efektif. 3. Fungsi Partisipasi Dalam menjalankan fungsi ini pemimpin berusaha mengaktifkan orangorang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya. Partisipasi tidak berarti bebas berbuat semaunya, tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah berupa kerjasama dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain. Keikutsertaan pemimpin harus tetap dalam fungsi sebagai pemimpin dan bukan pelaksana. 4. Fungsi Delegasi Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang membuat atau menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pimpinan. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan. Orang-orang penerima delegasi itu harus diyakini merupakan pembantu pemimpin yang memiliki kesamaan prinsip, persepsi dan aspirasi. 5. Fungsi Pengendalian Fungsi pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses/ efektif mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Fungsi pengendalian ini dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan. 2.1.2.4 Efektivitas Kepemimpinan 11 Menurut Gary Yukl (2010: 10 – 13) kriteria yang dipilih untuk mengevaluasi efektivitas kepemimpinan mencerminkan bagaimana peneliti menentukan konsep kepemimpinan secara eksplisit maupun implisit. Sebagian besar peneliti mengevaluasi efektifitas kepemimpinan berdasarkan konsekuensi dari tindakan pemimpin bagi pengikut dan komponen lain dalam organisasi. Berbagai jenis hasil yang digunakan itu mencakup kinerja dan pertumbuhan kelompok atau organisasi pemimpin tersebut, kesiapan untuk menghadapi tantangan atau krisis, kepuasan para pengikut terhadap pemimpin, komitmen pengikut terhadap tujuan kelompok, kesejahteraan dan perkembangan psikologis para pengikutnya, bertambahnya status pemimpin dalam kelompok, dan kemajuan pemimpin ke posisi wewenang yang lebih tinggi dalam organisasi. Terdapat tujuh karateristik pemimpin yang efektif yakni (1) ciri (motivasi, kepribadian, nilai) (2) keyakinan dan optimisme (3) ketrampilan dan keahlian (4) Perilaku (5) integritas dan etika (6) Taktik Pengaruh dan (7) Sifat Pengikut 2.1.3. Inovasi Inovasi adalah proses mengubah ide – ide kreatif menjadi produk atau metode kerja yang berguna. Oleh karena itu, organisasi yang inovatif dicirikan dengan kemampuan menyalurkan kreativitasnya menjadi hasil yang berguna. Ketika manajer berbicara tentang perubahan organisasi agar lebih kreatif, hal ini biasanya berarti manajer ingin mendorong dan memelihara inovasi (Stephen P. Robbins dan Mary Coulter, 2010: 21). 2.1.3.1. Mendorong dan Memelihara Produk 12 Dengan memanfaatkan model sistem (gambar 2.2) kita dapat memahami dengan lebih baik cara organisasi menjadi lebih inovatif. Dari model itu kita dapat melihat bahwa untuk mencapai output yang diinginkan (produk dan metode kerja yang inovatif) melibatkan pengubahan input. Input – input ini meliputi orang – orang dan kelompok yang kreatif dalam suatu organisasi. Tetapi memiliki orang – orang yang kreatif saja tidak cukup karena lingkungan yang tepat juga diperlukan untuk mengubah input menjadi produk atau metode kerja yang inovatif. Ada tiga rangkaian variabel yang ternyata merangsang inovasi: struktur, budaya, dan praktik sumber daya manusia organisasi itu (gambar 2.3). Penelitian terhadap dampak variabel struktur pada inovasi menunjukkan lima hal. Pertama struktur bertipe organis secara positif mempengaruhi inovasi. karena jenis organisasi itu rendah formalisasi, sentralisasi, dan spesialisasi kerjanya, hal ini memfasilitasi fleksibilitas dan pembagian ide yang amat penting bagi berkembangnya inovasi. Kedua ketersediaan sumber daya yang kaya memberikan pondasi utama bagi inovasi. Ketiga, komunikasi yang sering antara unit – unit membantu menghancurkan penghambat – penghambat inovasi. Tim – tim lintas fungsi, satuan tugas, dan desain – desain organisasi lain semacam itu memperlancar interaksi yang melintasi lini – lini departemen dan digunakan secara luas dalam organisasi – organisasi yang inovatif. Keempat, organisasi inovatif berupaya meminimalisasi tekanan waktu yang ekstrem terhadap kegiatan kreatif. Kelima, kinerja kreatif seorang karyawan diperkaya ketika suatu struktur organisasi secara eksplisit mendukung kreativitas. Pada variabel budaya, organisasi yang inovatif cenderung memiliki budaya yang serupa sehingga mendorong eksperimentasi, menghargai keberhasilan dan kegagalan, dan menoleransi kesalahan. Organisasi yang inovatif memiliki hal – hal berikut ini: (1) menerima ambiguitas, (2) monoleransi ketidakpraktisan, (3) menjaga kendali eksternal seminimal mungkin, (4) menoleransi resiko, (5) menoleransi konflik, (6) berfokus pada hasil bukan cara, dan (7) berfokus pada sistem terbuka, (8) menyediakan umpan balik positif. Pada variabel sumber daya manusia, ditemukan bahwa organisasi – organisasi yang inovatif 13 itu secara aktif memajukan pelatihan dan pengembangan anggota – anggota mereka agar pengetahuan mereka sejalan dengan perkembangan terkini; memberikan keamanan kerja yang tinggi kepada karyawan untuk mengurangi kecemasan akan dipecat akibat melakukan kesalahan, dan mendorong individu menjadi pejuang ide. Penelitian menemukan bahwa pejuang ide memiliki karakteristik kepribadian yang sama: rasa percaya diri yang amat tinggi, gigih, energetik, dan suka mengambil resiko. Mereka juga menunjukkan karakteristik yang berkaitan dengan kepemimpinan yang dinamis. Mereka juga pandai mendapat persetujuan orang lain untuk mendukung misi mereka (Stephen P. Robbins dan Mary Coulter, 2010: 21 – 24). Gambar 2.1 Pandangan Sistem Terhadap Inovasi Input Transformasi Output Individu, kelompok, Lingkungan,proses, Produk,metode Organisasi yang efektif Situasi yang kreatif kerja yang inovatif Sumber: R.W.Woodman, J.E.Sawyer, dan R.W. Griffin (1993) dalam Stephen P. Robbins dan Mary Coulter (2010). 14 Gambar 2.2 Variabel – Variabel Inovasi Variabel Struktur • Struktur organik • Sumber daya berlimpah • Komunikasi antarunit yang tinggi • Tekanan waktu yang minimal • Dukungan kerja dan nonkerja Variabel Budaya • Penerimaan ambiguitas • Toleransi MENDORONG TERCIPTANYA INOVASI terhadap ketidakpraktisan • Kendali eksternal yang rendah • Toleransi terhadap risiko • Toleransi terhadap konflik • Fokus pada hasil • Fokus terhadap sistem yang terbuka • Umpan balik positif Variabel Sumber Daya • Komitmen yang tinggi pada pelatihan dan pengembangan • Keamanan kerja yang tinggi • Orang – orang yang kreatif Sumber: Stephen P. Robbins dan Mary Coulter (2010) 15 2.1.3.2. Proses Pengembangan Produk Baru Menurut Kotler & Armstrong (2008: 310 – 320) banyak perusahaan menghadapi sebuah masalah. Mereka harus menciptakan produk baru, tetapi kemungkinan sukses sangat kecil. Secara keseluruhan, untuk menciptakan produk baru yang berhasil, perusahaan harus memahami pelanggannya, pasar, dan pesaing serta mengembangkan produk yang memberikan nilai yang unggul bagi pelanggan. Perusahaan harus mempunyai rencana produk baru yang kuat dan mempersiapkan proses pengembangan produk baru yang sistematis untuk menemukan dan mengembangkan produk – produk baru. Ada delapan tahap utama dalam proses pengembangan produk baru (gambar 2.3) : 1. Penciptaan Ide. - Sumber ide internal - Sumber ide eksternal 2. Penyaringan Ide 3. Pengembangan dan Pengujian Konsep 4. Pengembangan Strategi Pemasaran 5. Analisis Bisnis 6. Pengembangan Produk 7. Pemasaran Uji 8. - Pengujian pasar standar - Pengujian pasar yang terkendali - Pengujian pasar yang disimulasikan Komersialisasi. 16 Gambar 2.3 Tahap Utama Dalam Pengembangan Produk Baru Penciptaan ide Penyaringan ide Pengembangan dan pengujian konsep Analisis data Pengembangan produk Pemasaran uji Pengembangan strategi pemasaran Komersialisasi Sumber: Philip Kotler & Gary Armstorng (2008) 2.1.4. Kinerja Karyawan Pengertian kinerja dikemukakan oleh Payaman Simanjuntak (2005) yang mengemukakan kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Kinerja perusahaan adalah tingkat pencapaian hasil dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan. Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut. Menurut Dessler (2009) berpendapat: Kinerja (prestasi kerja) karyawan adalah prestasi aktual karyawan dibandingkan dengan prestasi yang diharapkan dari karyawan. Prestasi kerja yang diharapkan adalah prestasi standar yang disusun sebagai acuan sehingga dapat melihat kinerja karyawan sesuai dengan posisinya dibandingkan dengan standar yang dibuat. Selain itu dapat juga dilihat kinerja dari karyawan tersebut terhadap karyawan lainnya. Berdasarkan beberapa pendapat tentang kinerja dan prestasi kerja dapat disimpulkan bahwa pengertian kinerja maupun prestasi kerja 17 mengandung substansi pencapaian hasil kerja oleh seseorang. Dengan demikian bahwa kinerja maupun prestasi kerja merupakan cerminan hasil yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang. Kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja lembaga (institutional performance) atau kinerja perusahaan (corporate performance) terdapat hubungan yang erat. Dengan perkataan lain bila kinerja karyawan (individual performance) baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan (corporate performance) juga baik. 2.1.4.1 Penilaian Kinerja Dharma, (2001) menyatakan bahwa hampir seluruh cara penilaian kinerja mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut. 1) Kuantitas yaitu jumlah yang harus diselesaikan 2) Kualitas yaitu mutu yang dihasilkan 3) Ketepatan waktu yaitu sesuai atau tidaknya dengan waktu yang telah direncanakan. Menurut William G. Nickels, et al. (2010: 22) penilaian kinerja (performance Appraisal) adalah evaluasi yang mengukur tingkat kinerja karyawan terhadap standar yang sudah ada untuk mengambil keputusan tentang promosi, kompensasi, pelatihan tambahan, atau pemecatan. Penilaian kinerja terdiri atas enam langkah yakni : 1) menentukan standar kinerja. Ini merupakan langkah yang krusial. Standar harus dapat dimengerti, bergantung pada ukuran, dan masuk akal. Standar tersebut harus diterima oleh manajer dan bawahan. 2) Mengkomunikasikan standar tersebut. Sering kali, manajer berasumsi bahwa karyawan mengetahui apa yang diharapkan dari mereka, tetapi asumsi yang seperti ini sangatlah berbahaya. Karyawan harus diberitahu dengan jelas dan dengan tepat apa saja standar dan harapannya serta bagaimana standar dan harapan tersebut dapat dicapai. 3) Mengevaluasi kinerja. Apabila dua langkah pertama dilakukan dengan benar, evaluasi kinerja relatif mudah dilakukan. Hal ini adalah perkara 18 mengevaluasi perilaku karyawan untuk melihat apakah perilakunya sesuai dengan standar. 4) Mendiskusikan hasil dengan karyawan. Pada awalnya, sebagian besar orang akan melakukan kesalahan dan gagal memenuhi harapan. Dibutuhkan waktu untuk mempelajari pekerjaan baru dan melakukannya dengan baik. Mendiskusikan keberhasilan karyawan dan area – area yang membutuhkan perbaikan dapat memberi para manajer peluang untuk bersikap pengertian dan membantu dan untuk mengarahkan karyawan menuju kinerja yang lebih baik. Selain itu, penilaian kinerja dapat menjadi sumber saran karyawan yang baik tentang bagaimana tugas tertentu dapat dilakukan dengan lebih baik. 5) Mengambil tindakan korektif. Sebagai bagian yang tepat dari penilaian kinerja seorang manajer dapat mengambil tindakan korektif atau memberikan umpan balik korektif untuk membantu karyawan melakukan pekerjaannya dengan lebih baik. Ingat, kata kuncinya adalah kinerja. Tujuan utama dari mengadakan jenis penilaian ini adalah untuk meningkatkan kinerja karyawan, bila mungkin. 6) Menggunakan hasilnya untuk mengambil keputusan. Keputusan tentang promosi, kompensasi, pelatihan tambahan, atau pemecatan semuanya didasarkan pada evaluasi kinerja. Sebuah sistem penilaian kinerja yang efektif juga merupakan sebuah cara untuk memenuhi kondisi hukum tertentu yang berkaitan dengan keputusan yang seperti itu. 2.1.4.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja Menurut Simanjuntak (2005,p10), menjelaskan bahwa kinerja setiap orang dipengaruhi oleh banyak faktor yang dapat digolongkan pada tiga kelompok, yaitu: a. Kompetensi individu 19 Kompetensi inndividu adalah kemampuan dan keterampilan melakukan kerja. Kompetensi setiap orang dipengaruhi oleh beberpa factor yang dapat dikelompokkan dalam dua golongan, yaitu : • Kemampuan dan keterampilan kerja • Motivasi dan etos kerja b. Dukungan organisasi Kinerja setiap orang juga bergantung pada dukungan organisasi dalam bentuk pengorganisasian, penyediaan sarana dan prasarana kerja, pemilihan teknologi, kenyamanan motivasi kerja, serta kondisi dan syarat kerja. c. Dukungan manajemen Kinerja perusahaan dan kinerja setiap orang juga sangat tergantung pada kemampuan manajerial para manajemen atau pimpinan, baik dengan membangun sistem kerja dan hubungan industrial yang aman dan harmonis, maupun dengan mengembangkan kompetensi pekerja, demikian juga dengan menumbuhkan motivasi dan memobilisasi seluruh karyawan untuk bekerja secara optimal. 2.1.4.3 Hambatan Penilaian Kinerja Penilaian yang dilakukan dengan baik sesuai fungsinya akan sangat menguntungkan organisasi, yaitu akan dapat meningkatkan kinerja. Akan tetapi, dalam proses melakukan penilaian kinerja yang baik terdapat beberapa penyebab kesalahan dalam penilaian kinerja (Sedarmayanti, 2009) sebagai berikut : 1) Efek halo. Terjadi bila pendapat pribadi penilai tentang karyawan mempengaruhi pengumuman kinerja. 2) Kesalahan kecenderungan terpusat. Disebabkan oleh penilai yang menghindari penilaian sangat baik atau sangat buruk. Penilaian kinerja cenderung dibuat rata-rata. 3) Bisa terlalu lemah dan bisa terlalu keras. Bisa terlalu lemah disebabkan oleh kecenderungan penilai untuk terlalu mudah memberikan nilai baik 20 dalam evaluasi. Bisa terlalu keras adalah penilai cenderung terlalu kental dalam evaluasi. Kedua kesalahan ini pada umumnya terjadi bila standar kinerja tidak jelas. 4) Prasangka pribadi. Faktor yang membentuk prasangka pribadi (seperti faktor senioritas, suku, agama, kesamaan kelompok dan status social) dapat mengubah penilaian. 5) Pengaruh kesan terakhir. Penilaian dipengaruhi oleh kegiatan yang paling akhir. Kegiatan terakhir baik/buruk cenderung lebih diingat oleh penilai. 2.1.4.4 Manfaat Penilaian Kinerja Mengenai manfaat penilaian kinerja, Sedarmayanti (2009) mengemukakan adalah sebagai berikut. 1) Meningkatkan prestasi kerja. Dengan adanya memperoleh penilaian, umpan baik pimpinan dan mereka balik maupun dapat karyawan memperbaiki pekerjaan/prestasinya. 2) Memberikan kesempatan kerja yang adil. Penilaian akurat dapat menjamin karyawan memperoleh kesempatan menempati posisi pekerjaan sesuai kemampuannya. 3) Kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Melalui penilaian kinerja, terdeteksi karyawan yang kemampuannya rendah sehingga memungkinkan adanya program pelatihan untuk meningkatkan kemampuan mereka. 4) Penyesuaian kompensasi. Melalui penilaian, pimpinan dapat mengambil keputusan dalam menentukan perbaikan pemberian kompensasi, dan sebagainya. 5) Keputusan promosi dan demosi Hasil penilaian kinerja dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk mempromosikan atau mendemosikan karyawan. 6) Mendiagnosis kesalahan desain pekerjaan. 21 Kinerja yang buruk mungkin merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilaian kinerja dapat membantu mendiagnosis kesalahan tersebut. 7) Menilai proses rekrutmen dan seleksi. Kinerja karyawan baru yang rendah dapat mencerminkan adanya penyimpangan proses rekruitmen dan seleksi. 2.1.5 Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Judul Sumber Hasil Penelitian Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Pegawai Jurnal Manajemen Sumber Daya Manusia Vol 1. No 1; Amin Wahyudi & Jarot Suryono (2006) Secara parsial variabel gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. Pengaruh Bimbingan, Kedisiplinan, Budaya Organisasi dan Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai pada Kantor Departemen Agama Jurnal Manajemen Sumber Daya Manusia Vol 3. No 1; Tri Waspodo & Sutarno (2009) Variabel kepemimpinan didapatkan t hitung (3,267) dengan p value sebesar 0,002 < 0,05 yang berarti bahwa faktor kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Kantor Departemen Agama Kabupaten Karanganyar. Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi, dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Pegawai Kecamatan Laweyan Kota Surakarta Jurnal Manajemen Sumber Daya Manusia Vol 4. No 1; Alwi Suddin & Sudarman (2010) Kepemimpinan, motivasi, dan lingkungan kerja secara parsial dan simultan mempunyai pengaruh terhadap kinerja pegawai. Pengaruh Strategi Bersaing Jurnal Aplikasi dan Inovasi terhadap Kinerja Manajemen Vol 8. No 2; Perusahaan Perhotelan di Bernhard Tewal (2010) Sulawesi Utara Inovasi yang dilakukan perusahaan perhotelan di Sulawesi Utara berpengaruh signifikan terhadap kinerja 22 perusahaan. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional, Budaya Organisasi dan Inovasi terhadap Kinerja (Studi pada Panti Asuhan di Kota Tomohon dan Kabupaten Minahasa) Jurnal Aplikasi Manajemen Vol 8. No 2; Bhikkhu Dharma Suryo (2010) Inovasi memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja pengelola, yang berarti menyatakan bahwa tingginya kinerja pengelola disebabkan oleh tingginya inovasi yang dimiliki. Sumber: Jurnal 2.2. Kerangka Pemikiran Kepemimpinan (X1) - Gaya Otokratis Gaya Demokratis Gaya Pemimpin Laissez-Faire Kinerja (Y) - Inovasi (X2) - - Struktur Sumber daya Budaya 23 Kompetensi individu Dukungan organisasi Dukungan manajemen 2.3. Hipotesis Hipotesis yang dirancang oleh penulis dalam penelitian ini ialah sebagai berikut: T-1 : Ada pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan dalam wirausaha (X1) terhadap kinerja karyawan (Y). T-2 : Ada pengaruh yang signifikan antara inovasi (X2) terhadap kinerja karyawan (Y). T-3 : Ada pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan dalam wirausaha (X1) dan inovasi (X2) terhadap kinerja karyawan (Y). 24