PERANAN KEMITRAAN TERHADAP PENGELOLAAN RISIKO

advertisement
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian
Indonesia. Peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional dapat dilihat
dari kontribusi sektor pertanian terhadap produk domestik bruto (PDB). Pada
tahun 2008, pertanian Indonesia menjadi sektor usaha kedua terbesar dalam
memberikan kontribusi terhadap PDB nasional yaitu sebesar 14,5 persen,
sedangkan sektor yang memberikan kontribusi terbesar merupakan sektor industri
yaitu sebesar 27,9 persen dari total PDB1 nasional. Hal ini menunjukan bahwa
sektor pertanian memiliki kontribusi yang masih relatif kecil terhadap
pertumbuhan perekonomian nasional. Menurut mantan Menteri Pertanian Bapak
Anton Apriyantono (2008) sektor pertanian harus terus dituntut berperan dalam
perekonomian nasional melalui pembentukan PDB, penerimaan devisa/ekspor,
penyediaan pangan, dan penyediaan bahan baku industri2.
Selain memberikan kontribusi terhadap PDB nasional, sektor pertanian
merupakan penyerap tenaga kerja paling besar. Dari tahun 2004 sampai dengan
2009. Sektor pertanian selalu berada di urutan pertama dalam jumlah penduduk
di atas 15 tahun, yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama3. Pada tahun
2009, jumlah penduduk di atas 15 tahun yang berkerja di sektor pertanian
mencapai 43.029.493 orang atau 41,2 persen dari seluruh angkatan kerja. Hal ini
menunjukan bahwa sektor pertanian berperan dalam pemerataan pembangunan,
pengentasan kemiskinan, penyediaan lapangan kerja, dan perbaikan pendapatan
masyarakat. Dalam rangka meningkatkan peran serta pertanian terhadap
perkonomian Nasional, maka pemerintah Indonesia membuat sebuah program
yang dinamakan revitalisasi pertanian.
Revitalisasi pertanian merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh
pemerintah Indonesia, sebagai upaya mewujudkan pembangunan masyarakat
Indonesia, dengan sasaran pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, penyediaan
1
2
3
http://diperta.jabarprov.go.id . 2008. PDB Pertanian Tahun 2008.
Loc.cit
www.BPS.go.id . 2010. Jumlah penduduk diatas 15 tahun yang berkerja menurut lapangan
pekerjaan utama.
109
lapangan pekerjaan dan pengentasan kemiskinan. Revitalisasi pertanian adalah
sebuah program untuk menempatkan kembali arti penting sektor pertanian secara
proporsional, melalui peningkatan kinerja sektor pertanian dalam pembangunan
nasional.
Sejalan dengan program revitalisasi pertanian yang telah dicanangkan oleh
Bapak Presiden Republik Indonesia tanggal 11 Juni 2005 di Jatiluhur, Jawa Barat.
Bahwa pembangunan sektor pertanian memiliki fokus, salah satunya adalah
peningkatan produktivitas nasional untuk tiga komoditas tanaman pangan strategis
yaitu padi, jagung, dan kedelai. Sebagai gambaran umum akan ditunjukan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Produktivitas Pangan Strategis Nasional Tahun 2004-2008
2004
2005
2006
2007
2008
Komoditi Satuan
4,17
4,78
4,82
4,91
5,08
Padi
ton/ha
3,34
3,45
3,47
3,66
4,08
Jagung
ton/ha
1,28
1,30
1,29
1,29
1,31
Kedelai
ton/ha
Sumber: Departemen Pertanian 2010
2009
5,18
4,23
1,35
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa padi sebagai bahan makanan
pokok sebagian besar masyarakat Indonesia, memiliki jumlah produktivitas yang
paling tinggi dibandingkan bahan pangan lainnya. Dilihat dari jumlah
produktivitas dari tahun ke tahun komoditi padi cenderung stabil. Sejak tahun
2004, Indonesia mengurangi impor beras karena produksi padi Indonesia sudah
memenuhi kebutuhan dalam negeri. Akan tetapi, untuk komoditas lainnya sampai
saat ini Indonesia masih mengimpor, terutama kedelai sebagai komoditi yang
memiliki produktivitas paling kecil dibandingkan dengan keempat komoditi
lainnya. Oleh karena itu, ketergantungan Indonesia terhadap kedelai impor masih
cukup tinggi.
Kedelai merupakan salah satu komoditas pertanian yang sudah cukup lama
ditanam di Indonesia. Komoditas ini kaya akan protein nabati yang diperlukan
untuk meningkatkan gizi masyarakat, aman dikonsumsi, dan harganya murah.
Sampai saat ini, kebutuhan kedelai terus meningkat (dapat dilihat pada
Lampiran 1) seiring dengan meningkatnya perkembangan industri pangan
berbahan baku kedelai seperti tahu, tempe, kecap, susu kedelai, tauco dan
makanan ringan. Namun, pemenuhan kebutuhan kedelai di Indonesia masih harus
110
dicukupi melalui impor. Apabila nilai rupiah terdepresiasi atau harga kedelai di
pasar international meningkat. Maka industri pangan berbahan baku kedelai yang
rata-rata merupakan indutri rumahan akan mengalami kesulitan bahan baku.
Dampaknya industri pangan akan mengalami kebangkrutan karena tak mampu
membeli bahan baku.
(000 Ton)
4500
4000
3500
3000
2500
impor
2000
produksi
1500
1000
500
0
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Gambar 1. Impor dan Produksi Kedelai Indonesia Tahun 2003-2008
Sumber: Badan Pusat Statistik (2010) (diolah)
Gambar 1 memperlihatkan selisih yang cukup besar antara produksi
kedelai domestik dan kedelai impor. Hal ini menunjukan ketergantungan
Indonesia terhadap kedelai impor merupakan salah satu hal yang dapat
mengancam ketahanan pangan, karena akan menghabiskan banyak devisa negara.
Akibat harga kedelai yang terus meningkat, lonjakan harga impor kedelai telah
menyebabkan munculnya krisis kedelai di Indonesia. Peningkatan harga pangan
baik pada tingkat nasional maupun tingkat rumah tangga, memberi amanat kepada
kekuatan ekonomi domestik agar mampu menyediakan pangan khususnya
kedelai, secara berkelanjutan dengan mengutamakan produksi dan penyediaan
dalam negeri.
Pemerintah telah mencanangkan program pengembangan kedelai sebagai
upaya untuk mengurangi beban impor dan mengantisipasi permintaan. Pemerintah
mencanangkan program GEMA PALAGUNG (Gerakan Mandiri Padi, Kedelai,
dan Jagung) pada tahun 2001 dan lebih dikhususkan dengan program bangkit
111
kedelai. Program bangkit kedelai bertujuan untuk meningkatkan produksi serta
mendampingi petani agar mampu menerapkan teknologi baru, mengelola usaha
tani, memanfaatkan kredit dari pemerintah, mengembangkan kemitraan,
mengupayakan perbaikan pasar dan strategi kebijakan. Program ini diarahkan
tidak hanya pada subsistem on farm namun juga memberi perhatian pada
pendampingan petani dalam mengatasi permasalahan pada subsistem off farm.
Dalam rangka mendukung program pemerintah untuk swasembada kedelai. Maka
sejak tahun 1993 telah dilakukan pengenalan terhadap petani mengenai
pengembangan kedelai edamame.
Kedelai edamame adalah makanan tradisional khas Jepang. Di Jepang
kedelai edamame dihidangkan sebagai makanan pelengkap. Keunggulan kedelai
edamame memiliki biji yang lebih besar, rasa yang lebih manis, tekstur yang lebih
halus dan daya cerna yang lebih baik dari kacang kedelai biasa. Selain itu, kacang
edamame merupakan makanan bergizi yang mengandung protein sekitar 38
persen, kaya akan kalsium, vitamin A, vitamin B1, vitamin B12, lipid,
karbohidrat, serat, dan caroten (Samsu, 2001).
Setiap pengusahaan kedelai edamame dalam proses pengusahaannya
memiliki kendala yang harus dihadapi. Kendala yang dimaksud adalah tingginya
tingkat risiko yang dihadapi petani karena budidaya edamame memerlukan
pengetahuan teknis dan teknologi penunjang yang berbeda dengan budidaya
kedelai lokal. Risiko usaha kedelai edamame meliputi risiko produksi, dan risiko
harga. Risiko produksi terkait cuaca, hama dan penyakit, bencana alam, serta
teknologi. Adapun risiko harga berupa fluktuasi harga input dan output. Risiko
harga dan risiko produksi merupakan faktor utama terhadap variabilitas
pendapatan (Sutawi, 2009).
Salah satu sumber risiko produksi yang memiliki kontribusi paling besar
adalah alam. Keadaan bahwa alam sulit untuk diprediksi, mudah berubah, dan
tidak dapat dikendalikan merupakan kendala utama dalam pengusahaan kedelai
edmame (Samsu, 2001). Sedangkan risiko harga dipengaruhi oleh harga input dan
harga output yang diterima petani. Risiko harga dan risiko produksi yang harus
dihadapi petani kedelai edamame membuat para petani tersebut mencari solusi
112
untuk menekan risiko. Salah satu upaya yang banyak dijalankan dalam upaya
menekan risiko yaitu menjalin hubungan kemitraan.
Hubungan kemitraan merupakan salah satu upaya menekan risiko harga
dan risiko produksi. Hal ini dapat terwujud karena perusahaan maupun petani
dapat saling mendukung untuk mengoptimalkan keuntungan. Dengan adanya pola
kemitraan dapat memberikan kesempatan kepada para petani untuk menambah
wawasan, mempermudah akses teknologi dan informasi, dalam rangka menekan
risiko dan meningkatkan pendapatan usahatani kedelai edamame.
Tujuan kemitraan usaha agribisnis adalah untuk membantu petani kedelai
edamame dalam mengadakan kerjasama yang saling menguntungkan dan
bertanggung jawab. Petani yang mengikuti pola kemitraan dengan perusahaan
swasta dapat menggunakan benih dengan mutu yang lebih baik, pupuk, pola
tanam yang terprogram, dan teknis produksi secara intensif karena adanya
bimbingan dan penyuluhan yang lebih baik. Kredit sarana produksi bermanfaat
bagi petani yang tidak cukup modal. Adopsi teknologi oleh petani menjadi relatif
lebih cepat karena kendala modal dan teknis produksi dapat diatasi, sehingga
produktivitas dan pendapatan petani diharapkan dapat meningkat.
Untuk mendukung kemajuan program kemitraan, diperlukan dukungan
kerjasama
dari
seluruh
pihak
yang
terkait.
Peranan
perusahaan
dan
lembaga–lembaga kemitraan kepada petani mitra adalah memberikan dan
meningkatkan kualitas sumber daya manusia petani mitra melalui pelatihan,
pembinaan, keterampilan teknis produksi, dan menyusun rencana usaha dengan
petani mitra untuk disepakati bersama. Selain itu perusahaan mitra juga
memberikan pelayanan dan penyediaan sarana produksi untuk keperluan usaha
bersama, menjamin pembelian hasil produksi petani mitra sesuai dengan
kesepakatan, promosi hasil produksi untuk mendapatkan pasar yang baik, serta
pengembangan
teknologi
yang
mendukung
pengembangan
usaha
dan
keberhasilan kemitraan. Oleh karena itu pentingnya mempelajari kemitraan dari
aspek risiko.
113
1.2
Perumusan Masalah
PT Saung Mirwan sebagai salah satu produsen kedelai edamame,
menyadari keterbatasan sumber daya yang mereka miliki dalam hal luas lahan dan
sumber daya manusia. Untuk menjaga konsistensi dan kontinuitas kedelai
edamame, PT Saung Mirwan menjalin sebuah hubungan kemitraan bersama
masyarakat petani di sekitar lingkungan perusahaan. Program kemitraan yang
dibangun PT Saung Mirwan sudah berjalan semenjak tahun 1987. Sedangkan
untuk kemitraan kedelai edamame dimulai pada tahun 1994. Kemitraan ini
merupakan salah satu strategi PT Saung Mirwan untuk mengelola risiko produksi
kedelai edamame.
Kedelai edamame merupakan tanaman sub-tropis. Tanaman sub-tropis
biasanya memerlukan panjang hari 14-16 jam untuk tumbuh dan berkembang.
Apabila ditanam di daerah tropik dengan rata-rata panjang hari 12 jam, maka
tanaman tersebut akan mengalami penurunan produksi, karena masa bunganya
menjadi pendek, yaitu dari umur 50-60 hari menjadi 35-40 hari setelah tanam.
Selain itu batang tanaman pun menjadi lebih pendek dengan ukuran buku subur
menjadi lebih pendek, sehingga bila dikembangkan di Indonesia, akan sulit sekali
mencapai produktivitas maksimal (Atman,2009).
PT Saung Mirwan merupakan pelopor keberhasilan kedelai edamame di
Indonesia. Diharapkan dengan jalinan kemitraan bersama PT Saung Mirwan dapat
terjadi transfer
teknologi dan
informasi sehingga dapat
meningkatkan
produktivtitas dan pendapatan petani kedelai. Hal ini penting mendapat perhatian,
sehingga pertanyaan yang perlu dijawab adalah:
1. Bagaimana penilaian petani terhadap sumber-sumber risiko pada usahatani
kedelai edamame?
2. Seberapa besar tingkat risiko pada usahatani kedelai edamame?
3. Bagaimana peranan kemitraan dalam upaya menekan risiko usahatani kedelai
edamame?
114
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian secara umum
adalah bertujuan untuk mempelajari Risiko yang dihadapi petani mitra PT Saung
Mirwan dalam menekan risiko baik risiko harga maupun risiko produksi yang
didalamnya terdapat tujuan khusus yaitu:
1.
Menganalisis penilaian petani terhadap sumber-sumber risiko pada usahtani
kedelai edamame
2.
Menganalisis tingkat risiko usahatani kedelai edamame.
3.
Menganalisis peranan kemitraan dalam upaya menekan risiko usahatani
kedelai edamame.
1.4
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi informasi bagi pihak-pihak
terkait, seperti :
1.
Melatih kemampuan penulis dalam menganalisa masalah berdasarkan fakta
dan data yang disesuaikan dengan pengetahuan yang diperoleh selama kuliah.
2.
Sebagai bahan masukan bagi yang membutuhkan serta sebagai literatur bagi
penelitian selanjutnya
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
1.
Produk yang dikaji pada penelitian ini adalah kedelai edamame yang
dibudidayakan oleh mitra tani PT Saung Mirwan dan petani non mitra yang
berdomisili di kecamatan Megamendung.
2.
Penelitian ini menggunakan data primer berupa hasil wawancara dan diskusi
langsung di lokasi penelitian dan data sekunder berupa data penunjang dari
literatur dan instansi terkait.
3.
Penelitian ini difokuskan pada peranan kemitraan dalam pengelolaan risiko
usaha pada kegiatan usahatani kedelai edamame di tingkat petani, dengan
mengukur tingkat risiko dan sumber-sumber risiko.
115
Download