gambaran pola konsumsi pangan dan status gizi pada pecandu

advertisement
GAMBARAN POLA KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI PADA
PECANDU NARKOBA DI PANTI SOSIAL PAMARDI PUTRA
INSYAF SUMATERA UTARA TAHUN 2014
Agustia Niranda Dalimunthe 1), Etti Sudaryati2), Mhd. Arifin Siregar2)
1)
Alumni Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, USU
2)
Staf Pengajar Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan
Masyarakat USU
Email : [email protected]
ABSTRACT
Drug addicts are generally prone to nutritional problems. Nutritional
problems experienced by drug addicts due to a decrease in appetite during the
period when the influence of drugs and drug withdrawal. Low food intake and
takes place in a relatively long period of time will cause a drug addict nutrient
deficiency resulted in a decrease in nutritional status.
This study aims to determine the pattern of food consumption and
nutritional status of drug addicts in Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf. This study
used a cross sectional design. The study population are drug addicts undergoing
rehabilitation in PSPP Insyaf. Samples taken as many as 71 people with
purposive sampling technique. Data was collected through interviews using
questionnaires, forms of food records, a food frequency form and the form of food
history.
Drug addicts undergoing rehabilitation in PSPP Insyaf mostly aged 16-19
(57.7%) and undergo the most rehab for 5 months (38%). Frequency of drug
addicts eat 3x / day with white rice consumed every day. For side dishes
consumed 1-5x / week. Consumption of vegetables 1-5x / week. Unlike the long
beans were consumed ≤2x / month. Fruits like banana, papaya, watermelon and
cucumber consumed with 1-5x frequency / week. Energy consumption drug
addicts mostly in the medium category (54.5%). Consumption of protein drug
addicts mostly in the category of either 94.4%). Nutritional status of drug addicts
in the vast majority is in the normal category (83.1%).
Based on these results it is suggested to head the kitchen PSPP Insyaf
more unwelcome attention of food or foods that cause allergies that are not often
included in the diet or by replacing it with other foods. The energy consumption
should be increased in order to meet the needs of drug addicts should be. There
needs to be a nutritionist to set up the necessary nutritional needs of drug addicts.
Keywords: Food Consumption, Nutritional Status, Drug Addicts
PENDAHULUAN
Penyalahgunaan
narkoba
merupakan penyakit kronik yang
berulang kali kambuh, yang hingga
sekarang belum ditemukan upaya
penanggulangan yang memuaskan
secara universal, baik dari sudut
prevensi, terapi, maupun rehabilitasi.
Narkoba di satu sisi merupakan obat
atau bahan yang bermanfaat di
bidang pelayanan kesehatan dan
pengembangan ilmu pengetahuan.
Disisi lain, apabila disalahgunakan
narkoba
dapat
menimbulkan
ketergantungan dan akibat yang
sangat merugikan bagi perseorangan
atau masyarakat khususnya generasi
muda (UU RI Nomor 35 Tahun
2009).
Menurut
United
Nation
Office on Drugs and Crime (2006)
pemakai narkotika di dunia sebanyak
162,4 juta orang, pada tahun 2008
diperkirakan terjadi peningkatan 4%
penyalahgunaan narkotika di seluruh
dunia. Jumlah pengguna
terus
meningkat sampai dengan 2013, dari
24% pengguna ditahun 2004 menjadi
28% ditahun 2013. Sasaran utama
peredaran narkotika yang sangat
potensial bagi bandar atau pengedar
narkotika adalah pelajar dan
mahasiswa, dengan populasi yang
cukup besar di dunia yaitu sekitar
16,9 juta orang pada tahun 2008 dan
diperkirakan meningkat menjadi 22,3
juta orang pada tahun 2013 (BNN
dan Pusat Penelitian Universitas
Indonesia, 2008).
Prevalensi penyalahgunaan
narkotika di Indonesia mengalami
peningkatan mulai 1,5% penduduk
Indonesia pada 2004 menjadi 2,8%
atau setara 5,6 juta jiwa. Pada tahun
2008 sebanyak 2 juta orang,
mayoritas berumur 20-25 tahun
dengan pengguna laki-laki yaitu
90%, usia 20-29 tahun sebanyak
68% terdiri dari perempuan sebanyak
9%, laki-laki 59%, sebagian besar
telah
menyelesaikan
jenjang
pendidikan tinggi sebanyak 80%.
Sementara itu, jumlah kerawanan
penyalahgunaan narkotika pada
tahun 2008 hingga 2010 (Laporan
Survei Penyalahgunaan Narkotika di
Indonesia, 2008).
Prevalensi penyalahgunaan
narkoba di lingkungan pelajar
Sumatera Utara pada tahun 2009
mencapai 4,7 persen dari jumlah
pelajar dan mahasiswa atau sekitar
921.695 orang. Dari jumlah tersebut,
61 persen di antaranya menggunakan
narkoba jenis analgesik dan 39
persen jenis ganja, amphetamine,
ekstasi dan lem (Badan Narkotika
Nasional, 2010).
Para pengguna narkoba pada
umumnya rawan terhadap masalah
gizi. Menurut Damayanti (2002)
dalam penelitian Ekawati (2009),
tingkat keparahan ketergantungan
narkoba berhubungan erat dengan
tingkat keparahan malnutrisi. Energi
dan protein dibutuhkan untuk
meningkatkan
ataupun
mempertahankan status gizi pasien
rehabilitasi narkoba. Status gizi yang
optimal sangat dibutuhkan untuk
mempercepat proses rehabilitasi dan
untuk
meningkatkan
sistem
kekebalan tubuh. Masalah gizi yang
dialami
pasien
ketergantungan
narkoba disebabkan oleh penurunan
nafsu makan selama masa pengaruh
obat dan ketika pecandu mengalami
gejala putus obat (withdrawal
symptoms) yang berupa kecemasan,
kegelisahan, depresi, dan gejala psikis
lainnya (Tjay, 2007;Hawari, 2001).
Bagian
penting
dari
mengobati kecanduan adalah untuk
melengkapi gizi yang hilang melalui
makanan dan suplemen (Gant 2002
dalam Miller 2010). Pengaturan diet
dalam perawatan pecandu narkoba
adalah suatu keharusan. Selain
kerusakan oleh obat secara langsung
pada tubuh, pecandu cenderung
memiliki kebiasaan makan yang
buruk, sehingga gizi yang baik
sangat penting bagi kesehatan.
Kementrian Sosial Republik
Indonesia
telah
mengadakan
beberapa tempat rehabilitasi dan
Rumah Sakit Ketergantungan Obat
(RSJO) bagi para pecandu narkoba
untuk membantu mengurangi dan
menghilangkan
ketergantungan
narkoba.
Dalam Undang-Undang
No.35 Tahun 2009 tentang narkotika
dan
psikotropika,
rehabilitasi
terhadap penyalahgunaan narkoba
dibagi menjadi dua jenis yaitu
rehabilitasi medis dan rehabilitasi
sosial. Rehabilitasi medis adalah
suatu proses kegiatan pengobatan
secara terpadu untuk membebaskan
pecandu
dari
ketergantungan
narkotika. Rehabilitasi sosial adalah
suatu proses kegiatan pemulihan
yang dilakukan secara terpadu baik
fisik, mental maupun sosial agar
mantan penyalahguna narkoba dapat
kembali melaksanakan fungsi sosial
dalam kehidupan masyarakat (Badan
Narkotika Nasional, 2010).
Di Sumatera Utara terdapat
Pusat Rehabilitasi Sosial Korban
Penyalahgunaan Narkoba PSPP
“Insyaf” yang menampung para
pengguna
narkoba.
Pengguna
narkoba atau kelayan di PSPP Insyaf
direhabilitasi paling cepat 9 bulan
dan paling lama 12 bulan. Para
kelayan dibedakan
berdasarkan
ketergantungannya
yaitu
detoksifikasi, entri unit, primary, reentri A dan re-entri B. Para kelayan
tidak dikenakan biaya apapun selama
direhabilitasi di panti tersebut.
Semua dana yang berkaitan dengan
panti berasal dari pemerintah. PSPP
Insyaf
bertanggung
jawab
sepenuhnya terhadap kelayannya.
Panti rehabilitasi narkoba
harus memberikan pengaturan diet
dan pola konsumsi makan yang baik
pada pasien rehabilitasi narkoba
yang bertujuan untuk menjaga dan
mempertahankan status gizi dalam
keadaan baik, sehingga daya tahan
tubuh menjadi lebih baik. asupan
makanan rendah dan berlangsung
dalam jangka waktu yang relatif
panjang, seseorang akan mengalami
defisiensi zat gizi yang berakibat
pada penurunan status gizi. Pada
pecandu narkoba hal ini akan
berdampak
pada
proses
pemulihannya dari ketergantungan
narkoba.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
desain cross sectional. Penelitian ini
dilakukan pada bulan Juli 2013
hingga Juli 2014 di Panti Sosial
Pamardi Putra Insyaf Sumatera
Utara. Populasi adalah seluruh
pecandu narkoba yang menjalani
rehabilitasi
di
PSPP
Insyaf.
Sebanyak 71 pecandu narkoba
terpilih sebagai sampel penelitian.
Pemilihan sampel dilakukan dengan
metode purposive sampling.
Data primer yaitu data
konsumsi makanan yang ambil untuk
mengetahui jumlah energi, protein
dan
jumlah
makanan
yang
dikonsumsi dengan menggunakan
formulir food records dan riwayat
makanan. formulir food frequency
untuk mengetahui jenis dan frekuensi
makanan
yang
dikonsumsi.
Sedangkan status gizi dilihat dari
pengukuran berat badan dan tinggi
badan pecandu narkoba di Panti
Sosial Pamardi Putra Insyaf.
Jenis makanan dan frekuensi makan
diperoleh melalui food frekuensi.
Jumlah makanan diperoleh dengan
menggunakan formulir food records
untuk pecandu narkoba yang hanya
menerima asupan makanan dari panti
dan formulir metode riwayat
makanan untuk pecandu narkoba
yang sudah bisa mengonsumsi
makanan dari luar. Jumlah zat gizi
diukur dengan menggunakan food
record dan riwayat makanan dan
hasilnya ditampilkan dalam bentuk
persen. Tingkat kecukupan gizi
diukur dengan melihat tingkat
konsumsi Energi dan Protein dengan
menggunakan rumus (Supariasa,
2001):
Hasil analisis bahan makanan
akan dihitung rata-rata konsumsi
energi dan proteinnya, kemudian
dibandingkan
dengan
angka
kecukupan energi dan protein.
Tingkat energi dan protein dapat
digolongkan atas (Supariasa, 2001) :
Baik : ≥ 100% AKG, Sedang: 80%99% AKG, Rendah:70%-79% AKG,
Defisit : < 70% AKG.
Penilaian status gizi pecandu
narkoba
menggunakan
metode
antropometri dengan mengukur berat
badan dan tinggi badan berdasarkan
Indeks Massa Tubuh (IMT).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
PSPP insyaf terletak di Desa
Lau Bakeri, Kecamatan Kutalimbaru,
Kabupaten Deli Serdang. PSPP
Insyaf saat ini memiliki 55 orang
pegawai. Tahapan rehabilitasi di
panti ini dibedakan dalam beberapa
tahap yaitu entry unit, primary dan
re-entry.
Umur
pecandu
narkoba
sebagian besar berada pada usia 1619 tahun sebanyak 41 orang (57,7%).
pecandu narkoba saat dilakukan
penelitian sebagian besar menjalani
rehabilitasi selama 5 bulan (38%).
Jenis narkoba yang digunakan
pecandu narkoba yaitu ganja, shabu,
inex, lem, dan miras. Ganja
merupakan jenis narkoba yang paling
banyak
dikonsumsi
(70,4%).
Sebagian besar pecandu narkoba
memakai narkoba selama 13-60
bulan sebesar (57,7%).
Pola Makan Pecandu Narkoba
Menurut Jenis dan Frekuensi
Makanan
Jenis
makanan
yang
dikonsumsi pecandu narkoba di
PSPP Insyaf beragam jenisnya terdiri
dari makanan pokok, lauk pauk,
sayur-sayuran, buah-buahan dan
lain-lain. Frekuensi makan pecandu
tersebut adalah 3xsehari. Dengan
menu yang disajikan bervariasi
setiap harinya. Berdasarkan hasil
penelitian dengan menggunakan food
record dan food frequency makanan
pokok yang dikonsumsi pecandu
narkoba adalah nasi putih ≥1x/hari
(100%). Dibandingkan dengan mie,
roti, kentang atau sumber makanan
pokok lainnya, para pecandu narkoba
lebih memilih nasi putih untuk
makanan pokok mereka. Bahkan
untuk
sarapan
pagi
juga
mengonsumsi nasi putih atau
terkadang nasi uduk.
Penyelenggara makanan di
Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf
menyediakan jenis makanan yang
beragam untuk lauk pauk. Lauk pauk
memiliki protein yang tinggi.
Sumber protein ada dua yaitu sumber
protein hewani dan nabati. Protein
hewani
yang
paling
banyak
dikonsumsi adalah ayam (97,2%)
mengonsumsinya. Sedangkan untuk
protein nabati yang paling banyak
dikonsumsi adalah tahu (100%).
Frekuensi makan pecandu
narkoba sudah baik bila dilihat dari
pola makan yang terdiri dari 3 kali
makan utama. Frekuensi makan yang
baik disebabkan para pecandu
narkoba semua tinggal di dalam panti
yang jadwal makannya sudah diatur
dengan baik oleh pengurus panti.
Begitu pula dengan jenis makanan
yang dikonsumsi pecandu narkoba.
makin beragam jenis makanan yang
dikonsumsi akan semakin baik,
karena tidak ada satu makanan yang
menyediakan semua unsur yang
dibutuhkan (Wirakusumah, 1994).
Tingkat Konsumsi Energi Pecandu
Narkoba
Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa sebagian besar
pecandu narkoba memiliki tingkat
konsumsi energi
(53,3%). Hasil
penelitian ini sama halnya dengan
penelitian yang dilakukan oleh
Syahputra
(2011)
di
Pusat
Rehabilitasi Sibolangit Center, yang
menyatakan bahwa tingkat konsumsi
energi pecandu narkoba sebagian
besar berada pada kategori sedang
(77,5%). Penelitian yang sama
dilakukan oleh Putri (2012) di UPT
Terapi dan Rehabilitasi BNN, yang
menyatakan bahwa tingkat konsumsi
energi berada pada kategori normal
(56,4%). Hal yang menyebabkan
konsumsi energi belum mencapai
kategori baik dikarenakan keinginan
mereka untuk memakan jenis
makanan
tertentu
terhambat
dikarenakan penetapan menu yang
telah di buat oleh panti sehingga jika
ada makanan yang tidak mereka
suka,
mereka
tidak
akan
memakannya,.
Jika
hal
ini
berlangsung terus menerus akan
berakibat pada jumlah konsusmsi
energi mereka.
Tabel
1.Distribusi Pecandu Narkoba
Berdasarkan Tingkat Konsumsi
Energi di PSPP Insyaf Sumatera
Utara Tahun 2014
Tingkat Konsumsi
Persen
Jlh
Energi
(%)
Sedang (80%-99%)
38
53,5
Rendah (70%-79%)
33
46,5
71
100
Jumlah
Tingkat
Konsumsi
Protein
Pecandu Narkoba
Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa sebagian besar
pecandu narkoba memiliki tingkat
konsumsi protein kategori baik
dengan jumlah (94,4%). Konsumsi
protein pecandu narkoba di Panti
Sosial Pamardi Putra Insyaf hampir
seluruhnya dalam kategori baik
dengan kriteria ≥ 100. Ini
menunjukkan bahwa penyelenggara
makanan dipanti memerhatikan
kebutuhan protein pecandu narkoba
agar
terpenuhi
protein
yang
seharusnya. Konsumsi protein yang
baik diperlukan bagi pecandu
narkoba, tetapi tidak dianjurkan jika
terlalu
berlebih
.
Sebaiknya
konsumsi protein tidak melebihi 120
persen. Menurut Depkes (1996)
tingkat konsumsi protein ≥ 120
persen AKG termasuk ke dalam
kategori kelebihan.
Tabel
2.Distribusi Pecandu Narkoba
Berdasarkan Tingkat Konsumsi
Protein di PSPP Insyaf Sumatera
Utara Tahun 2014
Tingkat Konsumsi
Jlh
Persen
Protein
(%)
Baik (≥100%)
67
94,4
Sedang (80%-99%)
3
4,2
Rendah (70%-79%)
1
1,2
71
100
Jumlah
Status Gizi Pecandu Narkoba
Status gizi merupakan hasil
akhir dari keseimbangan antara
makanan yang masuk kedalam tubuh
dengan kebutuhan tubuh akan zat
gizi tersebut (Supariasa, 2001).
Berdasarkan
hasil
penelitian
diketahui bahwa sebagian besar
pecandu narkoba memiliki status gizi
normal (83,1%). Sedangkan untuk
status gizi kurus ada sebanyak 7
orang (9,9%) dan status gizi gemuk
sebanyak 5 orang (7%). Hal ini
sedikit berbeda dengan status gizi
saat awal pecandu narkoba menjalani
rehabilitasi di Panti Sosial Pamardi
Putra Insyaf Sumatera Utara. Status
gizi kurus pada awal masuk
sebanyak 16 orang (22,5%), status
gizi normal sebanyak 50 orang
(70,4%) dan status gizi gemuk
sebanyak 5 orang (7%). Terjadi
perubahan dibeberapa kategori status
gizi
pada saat penelitian, ada
pecandu narkoba yang turun berat
badannya ada pula yang naik berat
badannya, untuk tinggi badan tidak
banyak berubah dari awal masuk.
Perubahan berat badan ini dapat
dipicu oleh selera makan, kondisi
fisik dan psikologis pecandu narkoba
tersebut. Ada saat mereka merasa
tidak memiliki selera untuk makan
dan ada saat mereka selera untuk
makan. Kondisi fisik dan psikologi
pecandu narkoba pun naik turun
sehingga memengaruhi berat badan
mereka yang nantinya berdampak
pada status gizinya.
Tabel
3.Distribusi Pecandu Narkoba
Berdasarkan Status Gizi di PSPP
Insyaf Sumatera Utara Tahun
2014
Awal
Penelitian
Status Gizi
n
%
n
%
Kurus
16 22,5 7
9,9
Normal
50
70,4
59
83,1
Gemuk
5
7,0
5
7,0
Jumlah
71
100
71
100
Status Gizi Berdasarkan Tingkat
Konsumsi
Energi
Pecandu
Narkoba
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan didapat hasil bahwa
untuk status gizi kurus paling banyak
terdapat pada pecandu narkoba
dengan tingkat konsumsi energi
rendah sebanyak 4 orang (12,1%),
untuk status gizi normal paling
banyak terdapat pada pecandu
narkoba dengan tingkat konsumsi
energi sedang sebanyak 34 orang
(89,5%). Sedangkan untuk status gizi
gemuk terdapat pada pecandu
narkoba dengan tingkat konsumsi
energi rendah sebanyak 4 orang
(12,1%).Hal ini disebabkan pecandu
narkoba memilah-milih makanan
yang disajikan dan ada pecandu
narkoba yang tidak menghabiskan
makanan nya. Menu yang telah
disiapkan
oleh
penyelenggara
makanan Panti Sosial Pamardi Putra
Insyaf Sumatera Utara ada yang
tidak disukai oleh pecandu narkoba
sehingga makanan yang disajikan
tidak dimakan atau tidak dihabiskan.
Pengaruh
dari
narkoba
yang
dikonsumsi juga masih berperan
terhadap nafsu makan pecandu
narkoba.
Tabel
4.Distribusi
Status
Gizi
Berdasarkan Tingkat Konsumsi
Energi di PSPP Insyaf Sumatera
Utara Tahun 2014
Tingkat
Konsumsi
Energi
Sedang
Kurus
n
%
3
7,9
Status Gizi
Normal
n
%
34
89,5
Gemuk
n %
1 2,6
n
38
%
100
Rendah
4
25
4 12,1
33
100
12,1
75,8
Jlh
Status Gizi Berdasarkan Tingkat
Konsumsi Protein
Berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan didapat hasil
bahwa status gizi kurus terdapat pada
pecandu narkoba dengan tingkat
konsumsi protein baik sebanyak 6
orang (9%) dan sedang sebanyak 1
orang (33,3%). Untuk status gizi
normal paling banyak terdapat pada
pecandu narkoba dengan tingkat
konsumsi protein baik sebanyak 56
orang (83,6%). Sedangkan status gizi
gemuk paling banyak terdapat pada
pecandu narkoba dengan tingkat
konsumsi protein baik sebanyak 5
orang (7,5%). Tingkat konsumsi
protein pecandu narkoba di Panti
Sosial Pamardi Putra Insyaf lebih
tinggi
dibandingkan
tingkat
konsumsi
energi.
Tingginya
konsumsi protein pecandu narkoba
tidak ada berarti jika konsumsi
energi masih rendah, karena protein
makanan akan diubah menjadi energi
untuk memenuhi kekurangan energi
tubuh (Hardinsyah & Martianto
1992). Tapi, jika konsumsi protein
terus meningkat dan melebihi batas
maka akan tidak baik pengaruhnya
terhadap tubuh. Kelebihan protein
dalam makanan yang dikonsumsi
dirusak
dan
sebagian
besar
nitrogennya
dikeluarkan
dalam
bentuk urea. Beban yang harus
dikerjakan dalam menyaring dan
membuang hasil metabolisme oleh
ginjal, meningkat bila konsumsi
protein meningkat (Winarno 1993).
Tabel
Tingkat
Konsumsi
Protein
5.
Distribusi
Status
Gizi
Berdasarkan Tingkat Konsumsi
Protein di PSPP Insyaf Sumatera
Utara Tahun 2014
Kurus
Status Gizi
Normal
Baik
n
6
%
9
n
56
%
83,6
Sedang
Rendah
1
0
33.3
0
2
1
66,7
100
Gem
uk
n %
5 7,
5
0 0
0 0
Jlh
n
6
7
3
1
%
100
100
100
KESIMPULAN
1. Pecandu
narkoba
yang
menjalani rehabilitasi di Panti
Sosial Pamardi Putra Insyaf
sebanyak 71 orang. Sebagian
besar berusia 15-19 tahun
dengan jumlah 41 orang dan
menjalani masa rehabilitasi
sebagian besar selama 5 bulan
yaitu sebanyak 27 orang.
2. Pecandu narkoba mengonsumsi
makanan beragam jenisnya
terdiri dari makanan pokok,
lauk pauk, sayur-sayuran,
buah-buahan dan lain-lain.
Frekuensi makan pecandu
narkoba
tersebut
adalah
3xsehari dengan nasi putih
dikonsumsi setiap hari dan nasi
uduk dikonsumsi ≤2x/bulan).
Untuk lauk pauk seperti Ayam,
telur, ikan
dikonsumsi 15x/minggu. Begitu pula dengan
konsumsi
sayuran,
tauge,
bayam, kentang, wortel dan
lainnya di konsumsi 15x/minggu. Berbeda dengan
kacang
panjang
yang
dikonsumsi ≤2x/bulan. Untuk
buah-buahan
yang
biasa
dikonsumsi adalah pisang,
pepaya, semangka dan timun.
Dikonsumsi dengan frekuensi
1-5x/minggu.
3. Konsumsi energi pecandu
narkoba sebagian besar ada
pada kategori sedang (80%99%) yaitu sebanyak 38 orang
dan sebagian lagi masuk
kedalam kategori rendah (70%79%) yaitu sebanyak 33 orang.
4. Konsumsi protein pecandu
narkoba dengan kategori baik
(≥100%) yaitu sebanyak 67
orang, dengan kategori sedang
(80%-99%) yaitu sebanyak
37orang dan dengan kategori
rendah
(70%-79%)
yaitu
sebanyak 1 orang.
5. Status gizi pecandu narkoba
yang menjalani rehabiltiasi di
Panti Sosial Pamardi Putra
Insyaf paling banyak terdapat
pada status gizi normal
sebanyak 59 orang.
SARAN
1. Perlu
perhatian
dari
penyelenggara makanan Panti
Sosial Pamardi Putra Insyaf
Sumatera Utara terhadap
makanan yang tidak disukai
ataupun
makanan
yang
menyebabkan alergi kepada
pecandu narkoba agar tidak
sering dimasukkan kedalam
menu makanan atau dengan
cara menggantinya dengan
makanan lain.
2. Perlu ditingkatkan konsumsi
energi para pecandu narkoba
agar memenuhi kebutuhan
yang seharusnya.
3. Perlu adanya ahli gizi untuk
mengatur kebutuhan gizi
yang diperlukan pecandu
narkoba.
4. Pihak Panti Sosial Pamardi
Putra
Insyaf
baiknya
bekerjasama dengan dinas
kesehatan untuk kepentingan
pecandu
narkoba
yang
menjalani rehabilitasi dipanti
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Narkotika Nasional. 2010.
Permasalahan
Narkotika.
Diakses tanggal 2 Februari
2014. http://www.bnn.go.id.
Badan Narkotika Nasional dan Pusat
Penelitian
Universitas
Indonesia, 2008. Pemakai
Narkotika Dunia. Diakses
tanggal 14 februari 2014.
http://www.bnn.go.id.
Depkes RI. 1996. Buku Pedoman
Petugas Gizi dan Puskesmas.
Jakarta : Depkes.
Ekawati, Francisca Indah. 2009.
Hubungan Antara Keadaan
Depresi Dengan Status Gizi
Pada Pengguna Opiat di
Pusat Rehabilitasi Narkoba.
[Skripsi]. Semarang : Program
Studi Ilmu Gizi Fakultas
Kedokteran
Universitas
Diponegoro
Hardinsyah, Martianto D. 1992. Gizi
Terapan. Bogor : Kerjasama
Depdikbud
Dirjen
Dikti
dengan PAU Pangan dan Gizi
IPB.
Hawari, Dadang. 2001. Manajemen
Stress, Cemas, dan Depresi.
Jakarta : Fakultas Kedokteran
UI.
Indonesia.
Undang-undang
Tentang Narkotika. UU No
35 Tahun 2009, LN No 143
tahun 2009, TLN No 562.
Laporan Survei Penyalahgunaan
Narkotika di Indonesia. 2008.
Studi Kerugian Ekonomi,
Sosial Akibat Narkotika.
Diakses tanggal 2 februari
2014.
Miller, R. 2010. Nutrition in
Addiction Recovery. Diakses
tanggal 14 Maret 2014.
http://www.mhof.net.
Putri, Ayuningtyas Nur Husna. 2012.
Penyelenggaraan Makanan,
Konsumsi
Pangan,
dan
Status Gizi Residen di Unit
Pelaksana Teknis Terapi dan
Rehabilitasi
Badan
Narkotika Nasional. [Skripsi].
Bogor : Departemen Gizi
Masyarakat Fakultas Ekologi
Manusia Intstitut Pertanian
Bogor.
Supariasa DN, Bakri Bachyar, Fajar
Ibnu. 2001. Penilaian Status
Gizi. Jakarta : EGC.
Syahputra, Irfan. 2011. Pola Makan.
Aktifitas Fisik, dan Status
Gizi Penderita Narkoba di
Pusat Rehabilitasi Sibolangit
Center
Kabupaten
Deli
Serdang. [Skripsi]. Medan :
Fakultas
Kesehatan
Masyarakat
Sumatera Utara.
Universitas
Tjay TH, Rahardja. 2007. Obat-obat
Penting,
Khasiat,
Penggunaan dan Efek-efek
Sampingnya.
Jakarta
:
Gramedia.
Winarno, FG. 1993. Pangan, Gizi,
Teknologi dan Konsumen.
Jakarta : Gramedia Pustaka.
Wirakusumah, E. 1994. Cara Aman
dan Efektif Menurunkan
Berat Badan. PT. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Download