BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Massa 2.1.1

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Komunikasi Massa
2.1.1 Pengertian Komunikasi Massa
Banyak defini komunikasi massa yang telah di kemukakan para ahli
komunikasi. Banyak ragam dan titik tekan yang dikemukakan. Namun, dari
sekian banyak definisi itu ada benang merah kesamaan definisi satu sama lain.
Komunikasi massa merupakan suatu tipe komunikasi manusia (human
communication). Definis komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan
oleh Bittner, menurutnya komunikasi massa adalah pesan yang di komunikasikan
melalui media massa pada sejumlah orang. Dari definisi tersebut dapat di ketahui
bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media massa.
Ahli komunikasi massa lainnya Joseph A devito merupakan definisi
komunikasi massa yang pada intinya merupakan penjelasan tentang massa serta
tentang media yang di gunakannya. Devito mengemukakan definisinya dalam dua
item yakni yang pertama adalah komunikasi massa adalah komunikasi yang
ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Kedua,
8
9
komunikasi massa adalah komunikasi yang di salurkan oleh pemancar-pemancar
yang audio atau visual. 1
Dari sekian banyak defini yang bisa dikatakan media massa bentuknya
anatara lain media elektronik (televisi, radio) media cetak (surat kabar, majalah,
tabloid), buku, dan film. Dalam perkembangan media massa yang sudah sangat
modern dewasa ini, ada satu perkembangan tentang media massa yaitu internet.
Dalam komunikasi massa kita membutuhkan gatekeeper (penapis
informasi palang pintu) yakni beberapa individu atau kelompok yang bertugas
menyampaikan atau mengirimkan informasi dalam individu yang lain melalui
media massa (Surat kabar, majalah, televisi, radio, video tape, compact disk,
buku, dan film).2
2.2
Pengertian Film
2.2.1
Film Sebagai Media Massa
Film sebagai media massa merupakan suatu kekuatan yang dapat
mempengaruhi, sikap, dan tingkah laku. Film adalah suatu karya cipta seni dan
budaya yang merupakan media komunikasi pandang dengar yang dibuat
berdasarkan atas sinetografi dengan di rekam pita seluloid, pita video, dan atau
bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis dan ukuran
melalui proses kimiawi, proses elektronik atau proses lainnya.
Secara sederhana film dapat diartikan sebagai rangkaian gambar hidup
(citra bergerak) yang membentuk suatu cerita. Sedangkan menurut Victor, C
8
9
Wiryanto.Pengantar Ilmu Komunikasi, Grasindo. Jakarta:2004, hlm 67
Nurudin.Pengantar Komunikasi Massa, Raja Grafindo Persada,2007, hlm 3-7
10
Mambo, “Film adalah dokumen kehidupan sosial sebuah kelompok”. Tiap film
mewakili realitas kelompok pendukungnya baik dalam bentuk imajinasi ataupun
realitas dalam arti sebenarnya.
2.2.2
Fungsi Film
Fungsi film yang terutama adalah ingin memperoleh hiburan. Di dalam
film juga terkandung fungsi sebagai informatif maupun edukatif, bahkan persuasif.
Fungsi film adalah salah satu nilai yang dapat memuasan kita sebagai manusia.
Khususnya sebagai pemenuhan kebutuhan psikologi dan spriritual dalam
kehidupannya. Kumpulan gambar yang artistik dan bercerita, sering menghibur
melalui pesan – pesan yang di sampaikan oleh sebuah film. Terdapat tiga fungsi
pokok yang ada di dalam sebuah film, yaitu
a.
Hiburan
Sebagai sarana untuk melepas penat, film merupakan salah satu
media paling efektif. Dengan berbagai rangkaian cerita yang di
iringi dengan musik dan kata – kata yang tepat, film mampu
memainkan emosi seperti membuat penonton tertawa, meneteskan
air mata, hingga merasa takut.
11
b.
Pendidikan
Film jelas mampu menyampaikan pesan yang mendidik dengan
efektif kepada penonton. Cerita mengenai malin kundang dapat
meberikan pesan moral untuk kita patuh dan menghormati orang
tua.1
c.
Penerangan
Segala macam informasi dapat dengan mudah disampaikan kepada
penonton dalam film. Melalui gambar cerita, penonton akan lebih
cepat memahami informasi yang di berikan.
2.2.3 Genre – Genre Film
Jenis – jenis film yang dapat dikatakan terkenal dan sukses dipasaran,
yakni :
a.
Laga
Genre film laga ini termasuk genre yang jarang di produksi dari
tahun 1990-20001n, genre ini sempat trend di perfilman Indonesia
1980an yang memunculkan aktor laga kawakan Robi sugara.
Terlepas apapun penyebab politis mengapa film ini tidak banyak di
produksi, namun yang jelas film laga sering kali menghabiskan
biaya produksi yang besar karena menggunakan bintang – bintang
yang memiliki kemampuan adu fisik yang piawai dan adegan aksi
yang spektakuler.
10
Undang-undang Replublik Indonesia No.8 tahun 1992 tentang perfilman BAB I pasal I ayat I
Ardianto, Elvinarto. Komunikasi Massa, suatu pengantar, simbiosa. rekatama media,bandung: 2007, hlm 145
12
b.
Horror
Film bergenre horror paling populer karena di tahun 2000-2007
hampir 40% dari produksi film Indonesia adalah horror. Bukan
hanya menjual “hantu” tapi juga kemolekan tubuh para artis. Dan
rupa nya trik itu bisa mendongkrak antusias penonton, terbukti
dengan seringnya film horror berbau seks ini masuk dalam daftar
sepuluh besar film indonesia dalam perolehan jumlah penonton.
c.
Drama
Salah satu Film drama yang sukses adalah The Karate kid tahun
2010. Film ini menceritakan tentang seorang anak amerika berkulit
hitam yang pindah ke china, dimana ia mengalami beberapa
konflik dan pandangan buruk di lingkungan sekitarnya. Film drama
bisa jadi merupakan genre film yang paling banyak di produksi
karena jangkauan ceritanya yang sangat luas. Film – film drama
umumnya berhubungan dengan tema, cerita, setting, karakter, serta
suasana yang memotret kehidupan nyata. Kisahnya seing kali
menggugah emosi, dramatis, dan mampu menguras air mata
penontonnya. Kisah film drama sering kali di adabtasi dari
pertunjukan, karya satra, novel, puisi, catatan harian, dan
sebagainya.
13
d.
Komedi
Genre film komedi merupakan genre yang paling populer
dibanding dengan yang lainnya. Jenis film yang biasanya berupa
drama ringan yang melebih – lebihkan aksi, situasi, hingga
karaternya. Film komedi indonesia rata- rata menekankan pada
bentuk aksi konyol dan komedi verbal.
2.2.4
Elemen – elemen dalam bahasa gambar
Dalam pembuatan sebuah film terdapat banyak faktor salah satunya adalah
teknik pengambilan gambar. Sebuah film akan terlihat sangat nyata apabila
pengambilan gambarnya dilakukan dengan benar dan sesuai. Banyak jenis – jenis
teknik pengambilan gambar adalah sebagai berikut:
Elemen – elemen dalam bahasa gambar (sumber Keith Selby dan Ron
Cowdery)1
Penanda (Signifier)
Petanda (Signified)
Pengambilan Gambar :
Big close up
Emosi, dramatic, moment penting
Close up
Intim, dekat
Medium Shot
Hubungan pribadi dengan subject
Long shot
Konteks, perbedaan pandangan
1
Finy. F. Basarah. Poligami Dalam Media Film Indonesia.(Analisis Semiotika Roland Barthes
Film Berbagi Suami) Tesis Pasca Sarjana Universitas Pajajaran Bandung 2006.
14
Sudut Pandang (angle) Pengambilan Gambar :
High
Dominasi, kekuasaan, otoritas
Eye level
Kesejateraan, Kesamaan, Sederajat
Low
Didominasi, Dikuasai, kurang otoritas
Focus :
Selective focus
Minta perhatian (lihat yang ini saja)
Soft focus
Romantis, nostalgia
Deep focus
Semua umur adalah penting (lihat
semuanya)
Pencahayaan :
High key
Riang, cerah
Low key
Emosi, intim
High contrast
Dramatic
Low contrast
Realistic, documenter
Pewarnaan :
Warm ( kuning, oranye, merah, abu- Optimis, harapan, hasrat, agitasi
abu)
Cool (biru & hijau)
Pesimis, tidak ada harapan
Black and white
Realism, akualitas, factual
15
2.3
Pesan (Kode Verbal dan NonVerbal)
Membicarakan pesan (message) dalam proses komunikasi, kita tidak bisa
melepaskan diri dari apa yang disebut simbol dan kode, karena pesan yang di
kirim komunikator kepada penerima terdiri atas rangkaian simbol dan kode.
Sebagai mahkluk sosial dan juga sebagai mahkluk komunikasi, manusia dalam
hidupnya diliputi oleh berbagai macam simbol, baik yang di ciptakan oleh
manusia itu sendiri maupun yang bersifat alami. Manusia dalam keberadaannya
memang memiliki keistimewaan dibanding dengan mahkluk lainnya. Selain
kemampuan daya pikirnya, manusia juga memiliki keterampilan berkomunikasi
yang lebih indah dan lebih canggih, sehingga dalam berkomunikasi mereka bisa
mengatasi rintangan jarak dan waktu.
2.3.1 Kode Verbal
Kode verbal dalam pemakaianya menggunakan bahasa. Bahasa dapat di
defenisikan seperangkat kata yang telah di susun secara berstruktur sehingga
menjadi himpunan kalimat yang mengandung arti.
Bahasa memiliki banyak fungsi, namun sekurang – kurangnya ada tiga
fungsi yang erat hubungannya dalam menciptakan komunikasi yang efektif.
Ketiga fungsi itu adalah :
a. untuk mempelajari dunia sekeliling kita
b. untuk membina hubungan yang baik di antara sesama manusia
c. untuk menciptakan ikatan – ikatan dalam kehidupan manusia
16
untuk mempelajari dunia sekeliling kita, bahasa menjadi peralatan yang sangat
penting dalam memahami lingkungan. Melalui bahasa, kita dapat mengetahui
sikap, perilaku dan pandangan suatu bangsa, meski kita belum pernah berkunjung
ke negaranya.
2.3.2 Kode NonVerbal
Manusia dalam berkomunikasi selain memakai kode verbal (bahasa) juga
memakai kode nonverbal. Kode nonverbal biasa disebut dengan bahasa isyarat
atau bahasa diam (silent language).
Mark Knapp (1978) menyebut bahwa penggunaan kode nonverbal dalam
berkomunikasi memiliki fungsi untuk:
a. meyakinkan apa yang di ucapkannya (repetition)
b. menunjukan perasaan dan emosi yang tidak bisa di utarakan dengan
kata – kata (substitution)
c. menunjukan jati diri sehingga orang lain bisa mengenalnya (identity)
d. menambah atau melengkapi ucapan – ucapan yang di rasakan belum
sempurna
pemberian arti terhadap kode nonverbal sangat di pengaruhi oleh sistem budaya
masyarakat yang menggunakannya.
17
2.4
Stereotipe
2.4.1
Definisi Stereotipe
Stereotipe adalah penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi
terhadap kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan.Dalam lingkup
komunikasi global, kita sering menghakimi bahwa orang Barat, Bule, baik dari
negara Eropa maupun Amerika, sebagai manusia yang kurang sopan hanya
karena, misalnya ada perbedaan nilai kesopanan dalam penggunaan tangan kiri
dan kanan. Karena dalam budaya indonesia, hanya tangan kanan yang boleh
digunakan dalam memberikan atau menunjukan sesuatu. Tangan kiri bisa saja
digunakan asalkan diikuti oleh ungkapan penanda kesopanan, seperti maaf.
Ini semua membawa kita terjebak dalam Stereotipe, overgeneralisasi, dan
prasangka budaya, yang sering kali menghambat komunikasi dan bisa saja
membawa konsekuensi yang lebih parah, yaitu ketersinggungan. Karena orang
tidak serta-merta atau begitu saja menerima, saat budaya atau gaya hidupnya
dikatakan tidak santun atau kurang patut. Sangat sering sekali kita memberikan 1
penilaian yang salah tentang orang lain.
Padahal dalam memberikan
penilaian2tersebut seringkali kita memberikan penilaian yang salah tentang orang
lain. Padahal dalam memberikan penilaian tersebut seringkali kita hanya
melibatkan kesan, perasaan, dan intuisi subyektifitas semata. Dengan kata lain,
12
Mufid, Muhamad.Etika dan Filsafat Komunikasi. Kencana.Jakarta: 2010, hlm 258
Cangara, Hafied, Pengantar ilmu komunikasi. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta: 2009, hlm 97
18
penilaian itu seringkali hanya dengan memakai kacamata budaya atau perilaku
kita sendiri, untuk mengukur dan menilai budaya atau perilaku orang lain.
Sehingga dapat di pastikan penilaian yang kita berikan tersebut tidaklah obyektif,
karena parameter kebenaran yang kita gunakan adalah budaya kita sendiri.
Sehingga apabila kita berbicara mengenai nilai-nilai kesopanan, norma-norma,
patut tidak patut, hal tersebut akan menjadi sangat relatif dalam wacana
kebudayaan
Perbedaan-perbedaan cara memahami bentuk-bentuk komunikasi, baik
verbal maupun non verbal, bisa menimbulkan kesalah pahaman dalam komunikasi
lintas budaya. Sehingga tidak jarang pendapat atau opini kita terhadap suatu
budaya atau komunitas tertentu bergerak menjadi suatu identitas yang
menyebabkan terjadinya Stereotipe. Dengan demikian, definisi Stereotipe adalah
sebuah pandangan atau cara pandang terhadap suatu kelompok sosial dimana cara
pandang tersebut lalu digunakan pada setiap anggota kelompok tersebut.
Stereotipe bisa berkaitan dengan hal positif atau negatif, stereotipe bisa benar atau
salah, stereotipe bisa berkaitan dengan individu atau subkelompok
Stereotipe dapat membawa ketidakadilan sosial bagi mereka yang menjadi
korban, dan jika hal ini terjadi, maka akan memunculkan pertanyaan terkait
etnisitas. Stereotipe kadangkala bahkan melebihi pertanyaan seputar keadilan
sosial. Hal ini terkait dengan tendesi yang mengaitkan antara stereotipe dengan
persoalan yang bersifat visibel seperti prejudice tentang kelamin, ras, dan etnis
19
2.4.2
Peran Stereotipe Dalam Komunikasi
Perkembangan media massa bagi manusia sempat menumbuhkan
perdebatan panjang tentang makna dan dampak media massa pada perkembangan
masyarakat. Pemahaman tentang masyarakat massa sempat mengguncang
persepsi anggota masyarakat mengenai dampak media massa yang cukup
signifikan dalam mengubah tata sosial masyarakat. Dalam perkembangan teori
komunikasi massa, konsep masyarakat massa mendapat relasi kuat dengan produk
budaya massa yang pada akhirnya akan mempengaruhi bagaimana proses
komunikasi dalam konteks masyarakat massa membentuk dan di bentuk oleh
budaya massa yang ada.
Media massa sendiri dalam masyarakat mempunyai beberapa fungsi
sosial, yakni fungsi pengawasan media, interprestasi, transmisi nilai dan hiburan,
dengan penjelasan sebagai berikut :
a.
Fungsi pengawasan media adalah fungsi yang khusus menyediakan
informasi dan peringatan kepada masyarakat tentang apa saja di
likungan mereka. Media massa memperbarui pengetahuan dan
pemahaman manusia tentang lingkungan sekitarnya.
b.
Fungsi interprestasi adalah fungsi media yang menjadi sarana
memproses, menginterprestasikan , dan mengorelasikan seluruh
pengetahuan atau hal yang diketahui oleh manusia.
c.
Fungsi transmisi nilai adalah fungsi media untuk menyebarkan
nilai, ide dari generasi satu ke generasi yang lain.
20
d.
Fungsi hiburan adalah fungsi media untuk menghibur manusia.
Manusia cenderung untuk melihat dan memahami peristiwa
atau pengalaman manusia sebagai hiburan
Beberapa kajian sosial mengenai dampak media massa dalam sebuah masyarakat
membuat persepsi baru bahwa media massa, masyarakat, budaya massa, dan
budaya tinggi secara simultan saling berhubungan satu sama lain. 1
Stereotipe menurut beberapa ahli yaitu :
a. Menurut komblum stereotipe merupakan citra yang kaku mengenai suatu
kelompok rasatau budaya yang dianut tanpa memperhatikan kebenaran
citra tersebut.
b. Menurut banton stereotipe mengacu pada kecenderungan bahwa sesuatu
yang dipercayai orang bersifat terlalu menyederhanakan dan tidak peka
terhadap fakta obyektif.
c. Menurut matsumoto stereotipe sebagai generalisasi kesan yang kita miliki
mengenai seseorang terutama karakter psikologis atau sifat kepribadian.
d. Menurut soekanto stereotipe adalah kombinasi dan ciri – ciri yang paling
sering diterapkan oleh suatu kelompok terhadap kelompok lain, atau oleh
seseorang kepada orang lain.
13
Mufid, Muhamad. Etika dan Filsafat Komunikasi. Kencana.Jakarta: 2010, hlm 266
21
2.5
Ras dan Rasisme
apakah yang di maksud dengan konsep ras ? Banton mengemukakan
bahwa kelompok rasdapat didefenisikan secara fisik maupin secara sosial.namun
menurutnya kedua definisi tersebut tidak pernah dapat identik, karena
pendefinisian secara fisik selalu mengalami distorsi demi kepentingan definisi
sosial sehingga antara definisi fisik dan definisi sosial terjadi kesenjangan. Bagi
banton ras merpakan suatu tanda peranan, perbedaan fisik dijadikan dasar untuk
menentapkan peranan yang berbeda. Redfield pun melihat bahwa konsep ras
merupakan suatu gejala sosial yang berkaitan dengan konsep ras sebagai suatu
gejala biologis.
Apakah yang dimaksud dengan istilah rasisme ? menurut Komblum
rasisme didefenisikan sebagai suatu ideologi, ideologi ini di dasarkan pada
kenyakinan bahwa ciri tertentu yang
dibawa sejak lahir menandakan bahwa
pemilik ciri tersebut lebih rendah sehingga mereka dapat didiskriminasi
2.6
Stereotipe Ras Minoritas
Di Amerika Serikat, ras minoritas terkait dengan masyarakat kulit hitam
dan suku india, yang sering digambarkan sebagai masyarakat kelas dua, kriminalis
dan terbelakang. Di indonesia, stereotipe sering terkait dengan suku Tiong Hoa
sebagai kelompok yang tidak memiliki nasionalisme, licik, dan menghalalkan
segala cara untuk mencapai tujuan. Warga Tiong Hoa masih belum lepas dari
stereotipe tertentu yang dilekatkan kepada mereka. Pemberitaan pers yang
diskriminatif semakinmemperkuat pencitraan buruk terhadap warga Tiong Hoa.
22
Masyarakat Tiong Hoa lekat dengan stereotipe licik, pelit, tidak mau membaur,
dan sifat-sifat negatif lainnya.
Untuk stereotipe minoritas ini, Stuart Hall menganggap ada yang salah
dengan representasi kelompok minoritas dalam media, bahkan ia menyakini
bahwa imaji-imaji yang di munculkan oleh media semakin memburuk.
Ungkapnya,“There is something radically wrong with the way black imigrantswest indian,asian, africans are handled by and presented on the mass media”.
2.7
Stereotipe Antarbudaya
Meskipun berbagai kelompok budaya (ras,suku,agama) semakin sering
berinteraksi, bahkan dengan bahasa yang sama (misalnya, bahasa inggris,
perancis, indonesia), tidak sering saling pengertian terjalin di antara mereka,
karena terdapat prasangka timbal balik antara berbagai kelompok budaya itu. Bila
tidak dikelola dengan baik, kesalah pahaman antar budaya ini akan terus terjadi,
dan menimbulkan kerusuhan. Komunikasi ditandai dengan retorika “kami yang
benar“ dan “mereka yang salah”. Dengan kata lain, setiap kelompok budaya
cenderung etnosentrik. Ketika kita berkomunikasi dengan orang dari suku, agama,
atau ras lain, kita dihadapka dengan sistem nilai dan aturan yang berbeda. Sulit
memahami komunikasi mereka bila kita sangat etnosentrik. Melekat dalam
etnosentrisme ini adalah stereotipe, yaitu generalisasi (biasanya bersifat negatif)
atas sekelompok orang (suku, agama, ras) dengan mengabaikan perbedaanperbedaan individual. 1
14
Sihabudin, Ahmad. Komunikasi Antar Budaya.Bumi Aksara,Jakarta: 2011, hlm120
23
2.8
Melawan Stereotipe
Produksi pesan yang ditujukan bagi pelanggengan diskriminasi dan
Prejudice tidak dapat di benarkan atas pertimbangan etika. Setidaknya ada tiga
pendektan terhadap hal ini, yakni:
1. Deontologis
Aliran yang di gagas oleh Immanuel Kants ini menekankan pada
pelaksanaan tugas (Duty-based) dari tiap individu, sehingga rasisme dan
prejudice bukan lagi sebagai pertimbangan universalitas standar sikap.
Deontologis selanjutnya memeriksa motif yang ada pada agen moral,
tanpa melihat konsekuensi yang spesifik digariskan oleh stereotip.
2. Teleologis
Aliran ini disebut juga konsekuensialis, yakni menekankan pada
konsekuensi dari sebuah putusan. Teleogis tidak melihat
motif
penyampaian pesan, karna bagi aliran ini belum tentu pesan yang di
sampaikan adalah berasal dari kemurnian moral. Bagi aliran ini, stereotipe
adalah tindakan yang tidak adil sekaligus menyerang segmentasi sosial,
karenanya stereotip mesti di tolak. Yang diperlukan adalah pertimbangan
sisi positif dan sisi negatif dari penyampaian gambaran suatu kelompok.
3. Golden Mean
Pendekatan golden mean sangat berguna ketika karakter yang di
stereotipkan justru merepresentasikan beberapa individu dalam suatu
kelompok (seperti sosok gay yang flamboyan atau gambaran ibu rumah
24
tangga yang traditional). Dalam kondisi seperti ini,praktisi komunikasi
harus berhati – hati, yakni tidak menggunakan gambaran yang ada untuk
menilai keseluruhan kelompok, namun juga tetap mengapresiasi diversitas
individu. Praktisi komunikasi harus berusaha menjaga keseimbangan
antara individu dan kelompok dimana individu tersebut berada.
2.7
Semiotika
2.7.1 Pengertian Semiotika
secara etimologis, semiotika berasal dari bahasa yunani “semeion” yang
berarti “tanda” atau “seme” yang berarti “penafsir tanda”. Semiotika merupakan
sebuah studi tentang tanda atau makna dan cara tanda –tanda makna itu bekerja.
Semiotika adalah ilmu mengenai tanda-tanda studi tentang tanda dan segala yang 1
berhubungan dengannya, cara berfungsinya ,hubungan tanda-tanda lain,
pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang menggunakannya.
Secara etimologis menurut eco, semiotika dapat didefenisikan sebagai
ilmu yang mempelajari sederatan luas objek - objek peristiwa – peristiwa seluruh
kebudayaan sebagai tanda. Van zoest mengartikan semiotika sebagai ilmu tanda
dan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungannya
dengan kata lain, pengirimanya, dan penerimaannya oleh mereka yang
menggunakannya.
Dalam kaitannya dengan seniotika, Preminger memberi batasan yang jelas
semiotika adalah ilmu tentang tanda – tanda ilmu ini menganggap bahwa
14
Sobur, Alex .Analisis Teks Media:Suatu pengantar untuk Analisis Wacana,Analisis semiotik dan Analisis
Framing,PT.Remaja Rosdakarya,2011, hlm 95
25
fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan ini merupakan tanda –tanda
semiotika itu mempelajari sistem – sistem, aturan –aturan , konvensi – konvensi
yang memungkinkan tanda – tanda tersebut mempunyai arti. 12
2.7.2 Semiotika Roland Barthes
Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure. Saussure tertarik pada
cara kompleks pembentukan kalimat dengan cara pembentukan kalimat dan cara
bentuk – bentuk kalimat menentukan makna, tetapi kurang tertarik pada
kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja menyampaikan makna yang
berbeda pada orang yang berbebda situasinya Semiotika Roland Barthes
merupakan, bagian dari liguistik karna tanda – tanda dalam bidang lain tersebut
dapat dipandang sebagai bahasa yang mengungkapkan gagasan (artinya
bermakna) merupakan unsur yang terbentuk dari penanda – penanda dan terdapat
dalam sebuah struktur.
Barthes menggunakan konsep sintagmatik dan paradigmatic untuk
menjelaskan segala budaya, seperti sistem busana, menu makanan, arsitektur,
lukisan, film, iklan, dan oposisi. Beberapa kreasi Barthes yang merupakan warisan
untuk dunia intelektual adalah
a. Konsep konotasi, yaitu konsep yang merupakan kunci semiotik dalam
menganalisis budaya
b. Konsep mitos, yaitu konsep yang merupakan penerapan konotasi dalam
berbagai bidang dalam kehidupan sehari – hari.
15
Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi. Remaja Rosda Karya. Bandung: 2006.hlm12
Pawito.Penelitian Komunikasi Kualitatif,LKIS Pelangi Aksara. Yogyakarta:2007, Hlm 155-156
16
26
Teori semiotika yang di kemukakan oleh Roland Barthes (1915-1980)
dalam teorinya tersebut Barthes mengembangkan semiotika menjadi dua tingkatan
petanda , yaitu tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan
yang menjelaskan hubungan penanda dan pertanda pada realitas, menghasilkan
makna eksplisit , langsung dan pasti. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang
menjelaskan hubungan penanda dan pertanda yang di dalam nya beroperasi
makna yang tidak eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti (Yusita Kusumarini
,2006).
Gambar: Peta Tanda Roland Barthes
Sumber: Paul Cobley & Litza Jansz. 1999. Introducing Semiotics. NY:
Totem Books, hal. 51
1. Signifier
(Penanda)
2. signified
(petanda)
3. Denotative sign (tanda
denotatif)
4. CONNOTATIVE SIGNIFIER
5. CONNOTATIVE SIGNIED
(PENANDA KONOTATIF)
(PETANDA KONOTATIF)
6. CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)
27
.Roland Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan
interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunaannya,
interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan di
harapkan oleh penggunanya. Gagasan Barthes ini di kenal dengan “order of
signification” mencakup denotasi (makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi
(makna ganda yang lahir dari pengalaman kultural dan personal). Tatanan
pertandaan (Order of Signification) terdiri dari :
a. Denotasi
Makna kamus dari sebuah kata atau terminology atau objek (literal
meaning of a term or object). Ini adalah deskripsi dasar. Makna
denotative dari Big Mac adalah sandwich yang dibuat oleh
McDonalds yang di makan dengan saus
b. Konotasi
Makna – makna kultural yang melekat pada sebuah terminology
(the curtural menaings that become attached to a term). Big Mac
dari McDonalds diatas dapat mengandungmakna konotatif bahwa
orang
Amerika
itu
identic
dengan
makanan
cepat
saji,
keseragaman, mekanisasi makanan, kekurangan waktu, tidak
tertarik memasak.
Download