AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN EFEK ANTIDIABETES PROBIOTIK Lactobacillus plantarum SK(5) ASAL BEKASAM NUR SYAFIQOH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa disertas berjudul Aktivitas Antioksidan dan Efek Antidiabetes Probiotik Lactobacillus plantarum SK(5) Asal Bekasam adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2016 Nur Syafiqoh NIM G351140221 RINGKASAN NUR SYAFIQOH. Aktivitas Antioksidan dan Efek Antidiabetes Probiotik Lactobacillus plantarum SK(5) Asal Bekasam. Dibimbing oleh SRI BUDIARTI dan DESNIAR Lactobacillus plantarum SK(5) adalah bakteri asam laktat (BAL) yang diisolasi dari produk fermentasi ikan Indonesia (bekasam). L. plantarum SK(5) telah dievaluasi memiliki potensi sebagai probiotik, yaitu toleran terhadap asam dan garam empedu, serta memiliki senyawa antimikrob. Berdasarkan aktivitas antimikrob, kemampuan menurunkan kadar glukosa darah, dan kemampuan antioksidan, probiotik diharapkan membuktikan tujuannya untuk membantu pengendalian diabetes mellitus tipe 2 pada manusia di masa depan. Ada banyak studi tentang BAL sebagai pengobatan untuk diabetes dan bukti-bukti menunjukkan bahwa BAL memiliki potensi mengurangi insiden diabetes. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan informasi adanya aktivitas antioksidan dan efek antidiabetes dari L. plantarum SK(5) asal bekasam. Ekstrak kasar supernatan pada penelitian ini diperoleh dari hasil ekstraksi menggunakan etil asetat. Pengujian aktivitas antioksidan menggunakan metode 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) menunjukkan bahwa ekstrak kasar L. plantarum SK(5) memiliki aktivitas antioksidan sebesar 34,1% (cukup baik) pada konsentrasi 350 ppm dan memiliki potensi dalam menghambat enzim alfagukosidase. Pengujian efek antidiabetes dari liofilisasi sel L. plantarum SK(5) dilakukan menggunakan hewan uji. Hewan uji dibagi menjadi dua grup utama, yaitu yang diinduksi dengan streptozotocin (STZ) (tikus diabetes) dan kelompok tikus normal tanpa induksi STZ. Kelompok tikus diabetes (4 kelompok) masingmasing diberikan intervensi acarbose, phosphate buffer saline (PBS), L. plantarum (SK5) (30 mg/Kg bb), dan L. plantarum (SK5) (15 mg/Kg bb) secara oral setiap hari selama 14 hari. Berat badan pada semua tikus diabetes mengalami penurunan. Kadar glukosa darah diperoleh lebih rendah pada semua kelompok tikus diabetes dan tidak berbeda nyata pada semua kelompok perlakuan maupun dengan tikus normal. Penurunan paling tinggi setelah 14 hari perlakuan diperoleh pada kelompok tikus diabetes dengan pemberian L. plantarum SK(5) (30 mg/Kg bb) (86,22%). L. plantarum SK(5) ditemukan aman selama pemberian 14 hari dengan dosis yang sama berdasarkan analisis profil biokimia darah menggunakan protokol kit Analytical Medical System-Spanyol. Profil imunohistokimia pankreas menggunakan protokol kit Biocare Medical-USA menunjukkan bahwa terjadi regenerasi sel beta pankreas pada pemberian L. plantarum SK(5) berdasarkan jumlah sel beta pankreas menggunakan software imageJ. L. plantarum SK(5) memiliki aktivitas antioksidan dan berhubungan dengan efek antidiabetes pada penurunan kadar glukosa darah dan perbaikan efek atidiabetes pada tikus. Aktivitas antioksidan dan penurunan kadar glukosa darah berbasis bakteri asam laktat diharapkan dapat bermanfaat sebagai terapi untuk membantu pengendalian diabetes tipe 2 pada manusia sebagai pangan fungsional. Kata kunci: Aktivitas antioksidan, antidiabetes, inhibitor alfa-glukosidase, Lactobacillus plantarum SK(5), probiotik. SUMMARY NUR SYAFIQOH. Antioxidant Activity and Antidiabetic Effect of Probiotic Lactobacillus plantarum SK(5) of Bekasam. Supervised by SRI BUDIARTI and DESNIAR. Lactobacillus plantarum SK(5) is lactic acid bacteria (LAB) that isolated from traditional Indonesian fermented fish product (bekasam). L. plantarum SK(5) was previously isolated from bekasam and evaluated for its probiotic properties, including acid and bile tolerance, and production of antimicrobial compounds. Based on their antimicrobial activity, blood-glucose-lowering, and antioxidative capabilities, probiotics are expected to prove its purpose to treat the type 2 diabetes mellitus on human in the future. There have been many studies on LAB as a treatment for diabetes and the evidences showed that they have potentially been able to reduce the incidence of diabetes. The aim of this study was to get informations about antioxidant activity and antidiabetic effect of L. plantarum SK(5) of bekasam. Cell free-supernatant of L. plantarum (SK5) was extracted with ethyl acetate as solvent. Determination of antioxidant activity was conducted by using 1,1diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) method showed that the crude extract of L. plantarum SK(5) had antioxidant activity with percentage of inhibition of 34,1% (moderately good) at 350 ppm concentration and had potential of alphaglucosidase inhibitory activity. Investigation of antidiabetic effect of lyophilization of L. plantarum SK(5) cells was conducted by using rats. Rats were divided into 2 main groups that STZ-induced diabetes (treated group) and one group as normal rats without STZ-induced diabetes. Treated group (4 groups) received acarbose, PBS, L. plantarum (SK5) (30 mg/Kg b.wt), and L. plantarum (SK5) (15 mg/Kg b.wt) orally once a day for 14 days, respectively. Body weight loss showed in all treated groups. Blood glucose level were lower in all groups and not significant neither with all treated group nor with normal group after 14 days treatments. The highest lowering blood glucose level was L. plantarum SK(5) (30 mg/Kg b.wt) treatment (86,22%). L. plantarum SK(5) was found safe in 14 day repeated dose toxicity studies based on blood chemistry analysis were conducted by using kit protocol of Analytical Medical System-Spain. Immunohistochemistry showed that regenerative changes of pancreatic islet cells at L. plantarum SK(5) treatment based on number of beta cells were conducted by using kit protocol of Biocare Medical-USA and the number of pancreatic beta cells is calculated from a brown color formed on the islets of Langerhans using ImageJ software. L. plantarum SK(5) has an antioxidant activity and has a relating to effect on blood glucose levels and improved diabetic effect in rats. Antioxidant activity and blood glucose-lowering lactic acid bacteria are expected to be useful as a therapeutic for treating type 2 diabetes in human as a functional food. Keywords: Antidiabetic, antioxidant activity, inhibitor Lactobacillus plantarum SK(5), probiotic alpha-glocosidase, © Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN EFEK ANTIDIABETES PROBIOTIK Lactobacillus plantarum SK(5) ASAL BEKASAM NUR SYAFIQOH Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Mikrobiologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 Penguji Luar komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Lilis Nuraida, MSc PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Aktivitas Antioksidan dan Efek Antidiabetes Probiotik Lactobacillus plantarum SK(5) Asal Bekasam. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Mikrobiologi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan hingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini, yaitu Dr dr Sri Budiarti dan Dr Desniar, SPi, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dalam penyusunan tesis ini; Prof Dr Lilis Nuraida, MSc selaku dosen penguji luar komisi yang telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan tesis ini; Prof Dr Anja Meryandini, MS selaku ketua program studi yang telah memberikan saran perbaikan pada penyusunan tesis; Dr Rika Indri Astuti, MSi selaku penjamin mutu yang telah memberikan saran perbaikan pada saat ujian; Kemenristek Dikti atas dana yang diberikan untuk berlangsungnya proyek Penelitian Institusi tahun 2015 dengan judul Pengembangan Produk Biomedis Antidiabetes sesuai kontrak nomor 083/SP2H/PL/Dit. Litbabmas/II/2015 melalui Dr Desniar, SPi, MSi; Ema Masruroh, SSi, Dini Indriani, Amd, Saeful Bahri, Amd, drh Ines Maulidiyah, drh Okta Wismandanu, Mepid, Mulyadi, Himawan Prasetiyo, MSi, dan drh Vivi Arin yang telah membantu penulis selama penelitian di Laboratorium; Ayah, Ibu, dan Adik, serta seluruh keluarga yang telah memberikan motivasi kepada penulis; Teman seperjuangan Mikrobiologi 2014 (khususnya yang sering direpotkan: Ukhin, Siska, Lia, Nisa, Dini, Dika, Mbak Adit, Mila, Risa, dan Wiwid) atas kebersamaan dan suka duka selama penelitian serta penyusunan tesis ini; Risky Hadiwibowo, MSi dan Marisky Nur Adnin, SPi yang telah membantu dalam penyusunan jurnal; serta teman-teman Mikrobiologi 2013, THP 46, dan GGC atas segala doa dan kerja samanya. Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat diharapkan. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Bogor, September 2016 Nur Syafiqoh DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ............................................................................................ DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... 1 PENDAHULUAN ........................................................................................ Latar Belakang ............................................................................................ Perumusan Masalah ..................................................................................... Tujuan Penelitian ......................................................................................... Manfaat Penelitian ....................................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ Probiotik ...................................................................................................... Bakteri Asam Laktat .................................................................................... Aktivitas Antioksidan .................................................................................. Mekanisme Probiotik sebagai Antidiabetes ................................................ 3 METODE ...................................................................................................... Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................... Bahan dan Alat ............................................................................................ Prosedur ....................................................................................................... Analisis data ................................................................................................ 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... Hasil............................................................................................................. Aktivitas Antioksidan ............................................................................. Penghambatan Enzim Alfa-glukosidase ................................................. Berat Badan Hewan Uji .......................................................................... Kadar Glukosa Darah ............................................................................. Profil Biokimia Darah............................................................................. Profil Imunohistokimia Pankreas ........................................................... Pembahasan ................................................................................................. 5 SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... Simpulan...................................................................................................... Saran ............................................................................................................ DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... LAMPIRAN ..................................................................................................... RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... vi vi vi 1 1 2 2 2 3 3 3 4 6 9 9 9 9 14 15 15 15 16 16 17 19 20 21 28 28 28 28 33 40 DAFTAR TABEL 1 Reaksi inhibisi enzim α-glukosidase ......................................................... 11 2 Profil biokimia darah ................................................................................. 19 DAFTAR GAMBAR 1 Multifaktor penyebab diabetes tipe 2 (Panwar et al. 2013)....................... 2 Analogi keadaan normal dan diabetes di dalam sel (IDF 2013) ............... 3 Peran mikrobiota usus dalam pengembangan dan pengendalian diabetes (Panwar et al. 2013) .................................................................... 4 Perkiraan mekanisme aksi probiotik dalam manajemen diabetes tipe 2 (Panwar et al. 2013) ............................................................................... 5 Jalur metabolik yang dipengaruhi oleh mikrobiota usus (Tilg dan Moschen 2014) .......................................................................................... 6 Aktivitas antioksidan L. plantarum SK(5) dengan metode DPPH ............ 7 Penghambatan alfa-glukosidase L. plantarum SK(5)................................ 8 Hasil pengukuran berat badan hewan uji selama 14 hari perlakuan ......... 9 Persentase perubahan berat badan selama perlakuan 14 hari .................... 10 Hasil pengukuran kadar glukosa darah hewan uji selama 14 hari perlakuan ................................................................................................... 11 Hasil pengukuran kadar glukosa darah hewan uji selama 14 hari perlakuan ................................................................................................... 12 Persentase perubahan kadar glukosa darah hewan uji setalah 14 hari perlakuan ................................................................................................... 13 Pulau Langerhans dan sel beta pankreas ................................................... 14 Rata-rata jumlah sel beta pankreas hewan uji ........................................... 5 6 7 7 8 15 16 17 17 18 18 19 20 21 DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Hasil ekstrak supernatan L. plantarum SK(5) ........................................... Perhitungan TPC L. plantarum SK(5) yang digunakan ............................ Kultur kering L. plantarum SK(5) ............................................................. STZ ............................................................................................................ Pakan BRAVO-512 ................................................................................... Pengukuran kadar glukosa darah dari ujung ekor tikus ............................ Hasil gula darah hiperglikemik ................................................................. Tikus umur 8 minggu ................................................................................ Kandungan nutrisi BRAVO-512 ............................................................... Air minum ad libitum ................................................................................ Pemberian intervensi perlakuan peroral .................................................... Eutanasi dengan exanguination ................................................................. Anestesi dengan ketamine dan xylazine .................................................... 34 34 35 35 35 36 36 36 36 37 37 37 37 14 15 16 17 18 Serum darah berwarna bening................................................................... Pengambilan sampel jaringan pankreas .................................................... Pemfiksasian dalam paraformaldehid 4% ................................................. Perhitungan aktivitas antioksidan ............................................................. Perhitungan inhibisi alfa-glukosidase ....................................................... 38 38 38 38 39 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Lactobacillus plantarum merupakan bakteri asam laktat (BAL) heterofermentatif fakultatif, Gram positif, tidak berspora, katalase negatif, anaerob fakultatif, tidak motil, dan toleran terhadap asam. Bakteri ini memiliki aplikasi yang luas, misalnya sebagai kultur starter dalam fermentasi sayuran dan daging, sebagai probiotik untuk manusia dan hewan, dan dewasa ini digunakan sebagai agen terapeutik (Plumed-Ferrer 2007). L. plantarum SK(5) ditemukan berkontribusi pada fermentasi bekasam. Bekasam adalah produk fermentasi ikan Indonesia yang memiliki rasa asam dan banyak dikenal di daerah Jawa Tengah, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Selatan. Produk ini dibuat dengan fermentasi menggunakan bahan baku ikan air tawar, garam, dan sumber karbohidrat seperti nasi atau tape dengan lama fermentasi sekitar 4-10 hari (Desniar 2012). Isolat L. plantarum SK(5) menunjukkan ketahanan yang baik terhadap asam dan garam empedu (Syafiqoh 2014). Ketahanan terhadap asam dan garam empedu merupakan prasyarat suatu mikroorganisme dapat digunakan sebagai probiotik. Hal ini mengindikasikan kemampuannya bertahan hidup dalam saluran pencernaan. Probiotik didefinisikan sebagai mikroorganisme hidup yang apabila dikonsumsi oleh manusia atau hewan dalam jumlah cukup, mampu memberikan manfaat kesehatan bagi inangnya (FAO dan WHO 2006). Fungsi probiotik dari bakteri asam laktat dewasa ini telah menerima banyak perhatian dunia (Honda et al. 2012). Beberapa spesies BAL diaplikasikan sebagai suplemen mikroba hidup, yang secara positif mempengaruhi kesehatan, terutama dengan meningkatkan komposisi mikrobiota usus (Grajek et al. 2005). Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa probiotik dapat mengurangi intoleransi laktosa, meningkatkan kesehatan usus, memperkuat sistem kekebalan tubuh (Galdeano et al. 2007), memiliki efek antihipertensi (Zhang dan Zhang 2013), memiliki efek antioksidan (Yadav et al. 2007), memiliki efek penurun kolesterol (Bosch et al. 2014), dan memiliki efek antidiabetes (Gomes et al. 2014). Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan hiperglikemia yang disebabkan oleh resistensi insulin dan atau penurunan sekresi insulin akibat adanya kegagalan sel beta pankreas (Damasceno et al. 2014). Insulin bertindak sebagai kunci yang memungkinkan sel-sel tubuh untuk menggunakan glukosa sebagai energi. Jumlah penderita diabetes di dunia pada tahun 2013 mencapai 382 juta jiwa dan diprediksi akan meningkat 55% menjadi 592 juta jiwa pada tahun 2035. Sebanyak 5,1 juta jiwa kematian akibat diabetes terjadi pada tahun 2013 atau terjadi satu kematian setiap enam detik. Indonesia merupakan negara dengan penderita diabetes peringkat tujuh di dunia dengan penderita sebanyak 8,5 juta jiwa pada tahun 2013 (IDF 2013). Terdapat beberapa mekanisme terkait sifat fungsional probiotik sebagai antidiabetes. Beberapa strain probiotik mampu mengurangi stres oksidatif pankreas yang menyebabkan peradangan kronis dan apoptosis sel beta pankreas (Zhang Dan Zhang 2013). Hal ini berhubungan dengan aktivitas antioksidan yang dimiliki oleh probiotik. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa bakteri probiotik secara signifikan dapat mengurangi stres oksidatif pada tikus diabetes 2 yang diinduksi pakan tinggi fruktosa dan diberi perlakuan L. acidophilus dan L. casei pada dahi (Yadav et al. 2007). Penelitian lainnya melaporkan bahwa beberapa bakteri asam laktat memiliki aktivitas antioksidan dan kemampuan antidiabetes secara in vitro (Chen et al. 2014). Mekanisme lainnya dari probiotik sebagai antidiabetes adalah kemampuan penghambatan terhadap enzim alfa-glukosidase (Ramchandran dan Shah 2008). L. casei 2W dan L. rhamnosus Z7 memiliki aktivitas penghambatan alfaglukosidase secara in vitro (Chen et al. 2014). Beberapa ekstrak Lactobacillus yang diisolasi dari feses bayi secara efektif menghambat aktivitas alfa-glukosidase (Panwar et al. 2014). Berdasarkan beberapa penelitian mengenai sifat fungsional yang dimiliki strain probiotik dari bakteri asam laktat, maka isolat L. plantarum SK(5) juga diduga memiliki beberapa sifat fungsional tersebut. Untuk mengetahui sifat fungsional dari probiotik isolat L. plantarum SK(5) asal bekasam, maka pada penelitian ini dilakukan analisis aktivitas antioksidan dan efek antidiabetes. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi informasi mengenai potensi pangan fungsional berbasis pangan lokal sehingga dapat meningkatkan kedaulatan pangan Indonesia. Perumusan Masalah Penggunaan obat antidiabetes masih memiliki efek samping. Banyak upaya telah difokuskan pada pengembangan produk alami sebagai pengobatan diabetes. Probiotik telah banyak diteliti memiliki beberapa manfaat bagi kesehatan inangnya, tetapi potensi kemampuan antioksidan dan efek antidiabetes pada probiotik L. plantarum SK(5) asal bekasam belum diteliti sehingga diharapkan dapat dihasilkan probiotik dari produk perikanan Indonesia yang memiliki efek antidiabetes dan dapat dikembangkan sebagai pangan fungsional. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi adanya aktivitas antioksidan dan efek antidiabetes dari L. plantarum SK(5) asal bekasam. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini yaitu diperolehnya informasi mengenai kemampuan antioksidan dan efek antidiabetes dari Lactobacillus plantarum SK(5) asal bekasam secara in vitro, serta pengaruh pemberian probiotik tersebut secara in vivo terhadap berat badan, kadar gula darah, jumlah sel beta pankreas, dan profil biokimia darah tikus. Hasil tersebut diharapkan dapat menjadi dasar untuk penelitian lainnya, penerapan aplikasi, dan peningkatan konsumsi pangan lokal dari potensi yang dimiliki. 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Probiotik Probiotik didefinisikan sebagai mikroorganisme yang dalam jumlah cukup dapat memberikan efek kesehatan bagi inang (Servin dan Coccoiner 2003). Persyaratan BAL dapat digunakan sebagai probiotik adalah sebagai berikut: 1) tahan terhadap asam, terutama asam lambung yang memiliki pH antar 1,5-2,0 sewaktu tidak makan dan pH 4,0-5,0 sehabis makan, sehingga mampu bertahan dan hidup lama ketika melalui lambung dan usus; 2) stabil terhadap garam empedu dan mampu bertahan hidup selama berada pada bagian usus kecil. Empedu disekresikan ke dalam usus untuk membantu absorbsi lemak dan asam empedu yang terkonjugasi dan diserap dari usus kecil; 3) memproduksi senyawa antimikrob seperti asam laktat, hidrogen peroksida dan bakteriosin; 4) mampu menempel pada sel usus manusia. Faktor penempelan oleh probiotik merupakan syarat untuk pengkolonisasian, aktivitas antagonis terhadap patogen, pengaturan sistem daya tahan tubuh dan mempercepat penyembuhan infeksi; 5) tumbuh baik dan berkembang dalam saluran pencernaan; 6) koagregasi membentuk lingkungan mikroflora normal dan seimbang. Koagregasi juga mencerminkan kemampuan interaksi antar kultur untuk saling menempel; dan 7) aman digunakan oleh manusia (FAO dan WHO 2006). Mikroba-mikroba yang umum digunakan dalam pembuatan minuman dan makanan probiotik utamanya berasal dari kelompok bakteri asam laktat (BAL). Bakteri ini sering digunakan sebagai probiotik karena kebanyakan strainnya tidak patogen, bahkan beberapa strain telah mendapatkan status generally recognized as safe (GRAS) dari food & drugs administration (FDA). Selain itu, kemampuannya untuk hidup di dalam saluran pencernaan dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen sehingga dapat dimanfaatkan untuk menjaga kesehatan tubuh dan potensi ini yang menyebabkan BAL digunakan sebagai probiotik (Grajek et al. 2005). Beberapa strain BAL yang berpotensi sebagai probiotik antara lain Lactobacillus dan Bifidobacterium (Shen et al. 2012). Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat (BAL) dianggap sebagai kelompok utama dari bakteri probiotik. Bakteri ini umumnya merupakan kelompok mikroorganisme Grampositif, tidak memiliki sitokrom, hidup dalam kondisi anaerob, tetapi sebagian aerotolerant, toleran kondisi asam, dan umumnya melakukan fermentasi dengan asam laktat sebagai produk utamanya. Genus yang utama adalah: Lactobacillus, Lactococcus, Enterocococcus, Streptococcus, Pediococcus, Leuconostoc, dan Bifidobacterium. Anggota BAL dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan metabolisme karbohidratnya, yaitu homofermentatif yang terdiri dari Lactococcus, Pediococcus, Enterococcus, Streptococcus, dan beberapa Lactobacillus yang memanfaatkan jalur Embden-Meyerhof (glikolitik). Jalur ini mengubah sumber karbon menjadi asam laktat. Kelompok yang kedua adalah heterofermentatif. Kelompok ini adalah kelompok bakteri yang menghasilkan sejumlah laktat, CO2, etanol, atau asetat dari glukosa melalui jalur fosfoketolase. Anggota 4 kelompok ini termasuk Leuconostoc, Weissellia, dan beberapa Lactobacillus (Vasiljevic dan Shah 2008). Lactobacillus spp. merupakan genus terbesar dari kelompok BAL. Genus Lactobacillus bersifat Gram positif dan tidak membentuk spora, serta bersifat anaerob fakultatif. Lactobacillus spp. banyak terdapat pada produk makanan fermentasi seperti produk-produk susu fermentasi (yoghurt, keju, kefir) produk fermentasi daging seperti sosis fermentasi, serta produk fermentasi sayuran seperti pikel, kimchi, dan sauerkraut. Lactobacillus spp. berkontribusi untuk pengawetan, ketersediaan nutrisi, dan flavour pada produk fermentasi tersebut (Salminen dan Wright 2004). Beberapa strain Lactobacillus dan Bifidobacterium telah terbukti memperbaiki obesitas, peradangan, dan komplikasi metabolik yang berhubungan dengan beberapa mekanisme, termasuk penghambatan adesi patogen pada mukosa usus, stabilisasi struktur komunitas mikroba, dan melalui peningkatan integritas mukosa serta fungsi penghalang terhadap penyakit, cedera, atau stres (Shen et al. 2012). Mayoritas bakteri dari strain Lactobacillus dan Bifidobacterium diakui aman. BAL jarang patogen untuk manusia dan hewan, kecuali Streptococcus dan Enteroccci. Namun, daftar strain probiotik masih sedikit. Strain dari jenis Lactobacillus dan Bifidobacterium termasuk strain yang ditawarkan oleh industri susu dan beberapa kelompok ilmiah (Grajek et al. 2005). Aktivitas Antioksidan Stres oksidatif merupakan penyebab dari berbagai macam penyakit kronis pada manusia. Stres oksidatif disebabkan oleh aktivitas dari reactive oxidative species (ROS) melalui proses oksidasi. Oksidasi adalah reaksi kimia yang mentransfer elektron dari substansi ke agen pengoksidasi. Reaksi oksidasi dapat memproduksi radikal bebas yang memiliki elektron tidak berpasangan (Mishra et al. 2015). Stres oksidatif didefinisikan sebagai ketidakseimbangan antara pro-oksidan dan sistem pertahanan antioksidan tubuh sebagai hasil dari ROS yang steady state. Stres oksidatif baru-baru ini ditemukan bertanggung jawab pada kerusakan sel beta pankreas pada hiperglikemia (Gambar 1). Beberapa mekanisme reaksi yang dianggap terlibat dalam genesis dari stres oksidatif pada pasien diabetes dan hewan diabetes diantaranya adalah autooksidasi glukosa, glikasi protein, pembentukan turunan produk glikasi, dan jalur poliol. Selama proses-proses tersebut, ROS diproduksi dan menyebabkan kerusakan jaringan. Pemberian STZ menyebabkan peningkatan malonaldehida (MDA) secara signifikan dan menurunkan antioksidan enzim, seperti katalase, glutathione peroxidase, dan superoksida dismutase dibandingkan dengan kontrol hewan dalam percobaan. Penurunan aktivitas antioksidan dan peningkatan aktivitas MDA secara simultan menunjukkan kerentanan pankreas terhadap induksi STZ yang menyebabkan stres oksidatif (Eleazu et al. 2013). Radikal bebas merupakan molekul yang mengandung elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya. Radikal bebas memiliki sifat sebagai penerima elektron yang tidak stabil. Senyawa ini memiliki kecenderungan berikatan dengan elektron molekul disekitarnya untuk melengkapi kekurangan elektron dan 5 menghasilkan radikal baru berupa senyawa yang bersifat toksik terhadap sel. Radikal baru akan berikatan dengan molekul lain dan membentuk kembali molekul radikal, sehingga terbentuk rantai reaksi radikal dan menginduksi stres oksidatif. Aktivitas ini mengakibatkan kerusakan sel, jaringan maupun fungsi genetik yang bermuara pada oksidasi protein, lemak, dan asam nukleat. Aktivitas radikal bebas akan memicu timbulnya berbagai penyakit degeneratif, seperti jantung koroner, hepatitis, alzheimer, proses penuaan, diabetes, kanker, dan katarak (Mishra et al. 2005). Gambar 1 Multifaktor penyebab diabetes tipe 2 (Panwar et al. 2013) Antioksidan merupakan suatu inhibitor bagi radikal bebas. Radikal bebas adalah spesies yang tidak stabil karena memiliki elektron yang tidak berpasangan dan mencari pasangan elektron dalam makromolekul biologi. Protein, lipida, dan DNA dari sel manusia yang sehat merupakan sumber pasangan elektron yang baik. Sumber radikal bebas diantaranya hasil metabolisme, neutrofil, radiasi uv, polusi air dan udara, lemak makanan, bahan kimia berbahaya, dan asap rokok. Antioksidan yang terdapat dalam tubuh dapat berupa enzim seperti fosfolipase, protease, serta enzim yang dapat memperbaiki susunan DNA (Ozyurt et al. 2006). Antioksidan yang tersedia dalam tubuh tidak sebanding dengan banyaknya radikal bebas yang mungkin masuk ke dalam tubuh. Oleh karena itu, untuk menangkap dan mencegah radikal bebas tersebut merusak sel-sel tubuh, diperlukan tambahan antioksidan dari luar tubuh (Mishra et al. 2015). Bakteri asam laktat memiliki kemampuan antioksidan. Berdasarkan pengujian menggunakan strain L. plantarum diperoleh bahwa bakteri tersebut dapat menghambat radikal bebas DPPH. Identifikasi lebih lanjut menggunakan high-performance liquid chromatographic (HPLC) terhadap hasil ektrak etil asetat dari kultur media L. plantarum (supernatan) tersebut dalam media MRSB (pH 4,0) diperoleh bahwa senyawa metabolit yang berperan terhadap penghambatan DPPH adalah L-3-(4-hydroxyphenyl) lactic acid (HPLA) dan Lindole-3-lactic acid (ILA). Identifikasi dengan HPLC juga dilakukan pada larutan media MRSB yang tidak ditumbuhi bakteri dan ditambahkan 1% asam laktat agar pH menjadi 4,0 sebagai pembanding. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya puncak yang sama dengan ektrak etil asetat supernatan L. plantarum saat diuji terhadap DPPH dengan HPLC (Suzuki et al. 2013). 6 Mekanisme antioksidan dari probiotik dapat terjadi melalui pengikatan ROS, pengkelatan ion logam, penghambatan enzim, dan mengurangi serta menghambat aktivitas autooksidasi askorbat. Mekanisme lain juga bisa menjadi dasar efek antioksidan dari pemberian probiotik, yaitu tikus stres yang diberikan suplemen probiotik memiliki kadar GSH yang stabil (Amaretti et al. 2013). Terdapat berbagai metode pengukuran aktivitas antioksidan, salah satunya ialah dengan menggunakan radikal DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl). Radikal DPPH merupakan suatu senyawa organik berupa serbuk berwarna ungu tua yang mengandung nitrogen yang tidak stabil. DPPH akan bereaksi dengan komponen senyawa aktif tertentu pada ekstrak uji yang memiliki kemampuan untuk mendonorkan atom hidrogen. Semakin banyak gugus hidroksil dari suatu senyawa maka aktivitasnya dalam menghambat radikal DPPH semakin tinggi (Zhang et al. 2011). Pengujian dilakukan dengan penambahan etanol. DPPH merupakan radikal bebas yang stabil dalam etanol. Penambahan larutan etanol dalam uji berperan dalam mempertahankan kestabilan DPPH. Aktivitas antioksidan DPPH dapat diukur dengan menghitung besarnya persentase inhibisi, yaitu besarnya aktivitas senyawa antioksidan yang dapat meredam radikal bebas DPPH (Salazar-Aranda et al. 2011). Mekanisme Probiotik sebagai Antidiabetes Diabetes terjadi ketika tubuh tidak dapat memproduksi cukup hormon insulin atau tidak dapat menggunakan insulin secara efektif. Insulin bertindak sebagai kunci yang memungkinkan sel-sel tubuh menggunakan glukosa dan menggunakannya sebagai energi (Gambar 2). Diabetes dapat menyebabkan komplikasi kesehatan serius termasuk penyakit jantung, kebutaan, gagal ginjal, dan lain-lain. Ada dua jenis utama diabetes mellitus. Tipe 1 atau insulin dependent diabetes mellitus (IDDM) melibatkan autoimun. Tipe 2 atau non-insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM) disebabkan karena berkurangnya sekresi insulin atau terjadinya resistensi insulin (Hwang dan Yun 2010). Gambar 2 Analogi keadaan normal dan diabetes di dalam sel (IDF 2013) Obesitas yang menginduksi resistensi insulin merupakan faktor patofisiologi yang paling dominan. Resistensi insulin dan peradangan metabolik merupakan hal pararel yang sering ditemukan dan telah dilakukan penelitian dalam dekade terakhir untuk menghubungkan dua fenomena tersebut. Hal ini diterima secara 7 luas bahwa etiologi resistensi insulin adalah kompleks dan melibatkan berbagai jalur. Jalur inflamasi secara kritis terlibat dalam evolusi resistensi insulin (Tilg dan Moschen 2014). Peradangan diamati pada penderita diabetes tipe 2 dan tikus diabetes serta manusia yang mengalami kenaikan level plasma lipopolisakarida (LPS), sebuah komponen membran dari bakteri Gram negatif yang telah terbukti merusak metabolisme glukosa pada tikus (Karlsson et al. 2013) (Gambar 3). Gambar 3 Peran mikrobiota usus dalam pengembangan dan pengendalian diabetes (Panwar et al. 2013) Metabolit bakteri yang paling banyak dipelajari dan berhubungan dengan metabolisme host adalah short chain fatty acid (SCFA) (Gambar 4). Short chain fatty acid merupakan produk dari hasil fermentasi polisakarida oleh mikroba di colon. Produk tersebut memodulasi kadar beberapa hormon usus yang terlibat dalam homeostasis glukosa dan energi, termasuk glucagon-like peptide (GLP)-1 (Cani et al. 2014). Glucagon-like peptide (GLP-1) menurunkan kadar glukosa darah selama hiperglikemia dengan merangsang sekresi insulin dan mengurangi ketergantungan glukosa. Hormon ini merangsang rasa kenyang dan menunda pengosongan lambung melalui mekanisme pusat, sehingga mengurangi kadar glukosa postprandial (Wang et al. 2015). Gambar 4 Perkiraan mekanisme aksi probiotik dalam manajemen diabetes tipe 2 (Panwar et al. 2013) 8 Short chain fatty acid beredar dalam darah dan dengan demikian dapat bertindak pada target perifer untuk memodulasi sensitivitas insulin dan seluruh metabolisme energi dari host (Cani et al. 2014). Modulasi mikrobiota usus dengan probiotik dapat memfasilitasi pengelolaan sejumlah kondisi klinis. Probiotik dapat terlibat dalam pemeliharaan dari mikrobiota usus yang lebih sehat, dan juga telah diidentifikasi sebagai adjuvant efektif dalam terapi resistensi insulin (Gomes et al. 2014). Aktivasi SCFA-mediated dari G-protein coupled receptor (Gpr43) mengakibatkan supresi sinyal insulin dalam jaringan adiposa kemudian mencegah akumulasi lemak. Diet tinggi lemak menginduksi resistensi insulin, sebagaimana dibuktikan pada pengujian toleransi insulin dan toleransi glukosa, diperoleh bahwa resistensi insulin dan kadar glukosa darah meningkat pada tikus yang kekurangan Gpr43 dibandingkan dengan tikus galur liar dan yang mendapat perlakuan antibiotik. Aktivasi Gpr43 juga meningkatkan sensitivitas insulin dengan meningkatkan sekresi GLP-1 di usus. G-protein coupled receptor (Gpr43) tidak diekspresikan di hati maupun diotot dan oleh karena itu adipose tissuederived Gpr43 mampu memodulasi semua efek metabolik setelah adanya keterlibatan dengan produk yang dihasilkan mikroba seperti SCFA. Short chain fatty acid (butirat, propionat, dan asetat) dengan demikian merupakan sumber energi penting untuk host dan bertindak sebagai molekul sinyal, terutama di jaringan adiposa sehingga menjaga keseimbangan energi (Gambar 5) (Tilg dan Moschen 2014). Gambar 5 Jalur metabolik yang dipengaruhi oleh mikrobiota usus (Tilg dan Moschen 2014) 9 3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2015 hingga Maret 2016. Pembuatan kultur kering dan ekstraksi BAL dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor; Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor; Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor; dan Laboratorium Mikrobiologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Cibinong. Pengujian antioksidan dan inhibisi alfa-glukosidase dilakukan di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor. Pengujian aktivitas antihiperglikemik kultur kering L. plantarum SK(5) secara in vivo dilakukan di kandang percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor. Analisis biokimia darah dilakukan di laboratorium klinik Mandapa, Bogor. Analisis imunohistokimia pankreas dilakukan di Laboratorium Patologi, Pusat Studi Satwa Primata, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat L. plantarum SK(5) asal bekasam Palembang hasil isolasi Desniar (2012). Alat – alat yang digunakan antara lain adalah spektrofotometer, glucometer (GlucoDr), dan peralatan laboratorium lainnya. Prosedur Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu tahapan pertama adalah uji efek antidiabet BAL secara in vitro, meliputi ekstraksi, uji antioksidan, dan penentuan aktivitas daya hambat BAL terhadap enzim α-glukosidase; lalu tahapan kedua adalah uji efek antidiabet BAL secara in vivo meliputi pembuatan kultur kering BAL dan pengujian pada hewan uji tikus putih jantan galur Sprague Dawley (SD). Uji In Vitro Efek Antidiabetes L. plantarum SK(5) Ekstraksi Media Kultur L. plantarum SK(5) dalam MRSB (modifkasi Rapsang et al. 2011) Produksi senyawa aktif dari supernatan BAL (media kultur) diperoleh dengan proses ekstraksi. Produksi dilakukan dengan memperbanyak biomasa basah bakteri asam laktat terlebih dahulu. Pertama dilakukan penyegaran L. plantarum (SK5) pada MRSA miring. Setelah itu, satu ose bakteri dari MRSA diinokulasikan pada MRSB dengan volume kerja 10 mL dan diinkubasi pada wadah tertutup (anaerob). Kultur diinokulasi sebanyak 10% (b/v) ke dalam MRSB steril dengan volume kerja 500 mL, kemudian diinkubasi 20 jam pada suhu 37°C 10 dalam kondisi anaerob (fase awal stasioner berdasarkan Desniar (2012)). Setelah itu dilakukan pemisahan antara biomassa basah dan supernatan dari kultur menggunakan sentrifuge suhu 4°C dengan kecepatan 6000 rpm selama 30 menit. Supernatan bebas sel selanjutnya diekstraksi meggunakan pelarut etil asetat. Ekstraksi dilakukan dengan mencampur supernatan bebas sel dan pelarut etil asetat dengan perbandingan 1:1 kemudian dilakukan pengocokkan atau pengadukan selama 3x24 jam tanpa proses pemanasan dengan shaker. Pemisahan media kultur dan hasil ekstrak etil asetat dilakukan dengan corong pisah dan didiamkan beberapa saat sampai fase antara media kultur dan ekstrak etil asetat memisah dengan jelas. Ekstrak yang diperoleh selanjutnya dipekatkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 40oC. Ekstrak media kultur yang diperoleh (Lampiran 1) merupakan sampel yang akan digunakan pada uji antioksidan dan uji inhibisi enzim α-glukosidase. Uji Aktivitas Antioksidan (Salazar-Aranda et al. 2011) Analisis aktivitas antioksidan dilakukan menggunakan 1,1-diphenyl-2picrylhydrazyl (DPPH) dengan melihat kemampuan sampel yang digunakan dalam mereduksi radikal bebas (DPPH). Sebanyak 10 mg ekstrak kasar ditimbang, kemudian ditambahkan 1 mL dimetil sufoksida (DMSO) untuk pembuatan stok larutan 10000 ppm, dan diencerkan dengan etanol dalam beberapa konsentrasi (25, 50, 100, 200, dan 350 ppm). Sebanyak 2,5 mg DPPH diencerkan dalam 50 mL etanol. Lalu sebanyak 100 µL etanol dimasukkan ke dalam microwell plate yang telah disiapkan. Pengisian ekstrak sebanyak 100 µL dilakukan dengan beberapa konsentrasi dan penambahan 100 µL larutan DPPH. Campuran dihomogenkan dan diinkubasi pada 37°C selama 30 menit dalam ruang gelap. Serapan yang dihasilkan diukur dengan spektrofotometer UV-visible pada panjang gelombang 517 nm. Kontrol positif yang digunakan adalah vitamin C. Persentase penghambatan aktivitas radikal bebas dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: Aktivitas antioksidan (%) = [(A – B)/A] x 100% Keterangan: A = Absorbansi blanko terkoreksi B = Absorbansi sampel terkoreksi Uji Daya Hambat Aktivitas Enzim Alfa-glukosidase (Sancheti et al. 2009) Campuran reaksi dalam uji ini meliputi larutan kontrol blanko (B0), larutan blanko (B1), larutan kontrol sampel (S0) dan larutan sampel (S1). Persiapan larutan kontrol blanko (B0) dan blanko (B1) dilakukan dengan pembuatan substrat dengan cara melarutkan p-nitrofenil α-D-glukopiranosida dalam bufer fosfat 0,1 M pH 7,0 dan pembuatan larutan enzim α-glukosidase dengan cara melarutkan 1 mg αglukosidase dalam 100 mL bufer fosfat (pH 7,0) yang mengandung 200 mg BSA. Enzim diencerkan 25 kali dengan bufer fosfat sebelum digunakan. Campuran reaksi blanko terdiri dari 10 μL larutan dimetil sulfoksida (DMSO), 50 μL bufer fosfat 0,1 M (pH 7,0), 25 μL p-nitrofenil α-D-glukopiranosida sebagai substrat, dan 25 μL larutan enzim α-glukosidase. Perbedaan antara blanko dan kontrol blanko, pada kontrol blanko tidak menggunakan enzim α-glukosidase. Campuran reaksi kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 30 menit. Reaksi dihentikan 11 oleh penambahan 100 μL larutan natrium karbonat 0,2 M, kemudian diukur pada panjang gelombang 410 nm dengan Microplate reader. Persiapan larutan kontrol sampel (S0) dan sampel (S1) dilakukan dengan melarutkan ekstrak supernatan BAL dalam DMSO. Sebanyak 10 mg ekstrak kasar ditimbang, kemudian ditambahkan 1 mL dimetil sufoksida (DMSO) untuk pembuatan stok larutan 10000 ppm dan diencerkan dengan DMSO dalam beberapa konsentrasi (5000, 20000, dan 60000 ppm). Campuran reaksi sampel terdiri dari 10 μL ekstrak supernatan BAL, 50 μL bufer fosfat 0,1 M (pH 7,0), 25 μL p-nitrofenil α-D-glukopiranosida 10 mM sebagai substrat, dan 25 μL larutan enzim α-glukosidase. Perbedaan antara sampel dan kontrol sampel, pada kontrol sampel tidak menggunakan enzim α-glukosidase. Campuran reaksi kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 30 menit. Reaksi dihentikan oleh penambahan 100 μL larutan natrium karbonat 0,2 M. Absorban dari p-nitrofenol diukur pada panjang gelombang 410 nm dengan Microplate reader. Sampel dilakukan dalam tiga ulangan. Kontrol positif yang digunakan pada pengujian ini adalah acarbose. Konsentrasi larutan acarbose 1% sebagai pembanding yang digunakan dibuat dari tablet Glucobay yang dilarutkan dalam akuades dan HCl 2N (1:1) dengan konsentrasi 1% (b/v) digunakan sebagai standar, kemudian disentrifugasi dan supernatan diambil sebanyak 10 μL dan dimasukkan ke dalam campuran reaksi seperti dalam sampel dan absorban dari p-nitrofenol diukur pada panjang gelombang 410 nm dengan Microplate reader. Reaksi enzim selengkapnya untuk satu sampel dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Reaksi inhibisi enzim α-glukosidase B0 (μL) Ekstrak supernatan BAL DMSO 10 Buffer 50 Substrat 25 Enzim Inkubasi 37°C selama 30 menit Na2CO3 100 B1 (μL) 10 50 25 25 S0 (μL) 10 50 25 - S1 (μL) 10 50 25 25 100 100 100 Pengujian daya hambat ekstrak terhadap aktivitas α -glukosidase dihitung dalam % inhibisi dengan rumus : Inhibisi (%) = [(K – (S1-S0)/K] x 100 % Keterangan : K = Absorbansi blanko (B1) dikurangi kontrol blanko (B0) S0 = Absorbansi kontrol sampel S1 = Absorbansi sampel Uji In Vivo Efek Antidiabetes L. plantarum SK(5) Pembuatan Kultur Kering dengan Metode Pengeringan Beku (modifikasi Yun et al. 2009) Produksi kultur kering dilakukan dengan memperbanyak biomasa basah bakteri asam laktat terkebih dahulu. Pertama dilakukan penyegaran L. plantarum 12 (SK5) pada MRSA miring. Setelah itu, satu ose bakteri dari MRSA diinokulasikan pada MRSB dengan volume kerja 10 mL dan diinkubasi pada wadah tertutup (anaerob). Kultur diinokulasi sebanyak 10% (b/v) ke dalam MRSB steril dengan volume kerja 150 mL, kemudian diinkubasi 20 jam pada suhu 37°C dalam kondisi anaerob. Sel BAL kemudian dihitung dengan menggunakan metode total plate count (TPC) sebelum dilakukan pemanenan (Lampiran 2) dan diperoleh jumlah sel sebanyak 2,50 x 109 CFU/mL. Pemanenan biomasa basah dilakukan menggunakan sentrifuse pada kecepatan 6000 rpm selama 30 menit dalam kondisi suhu 4°C. Setelah itu biomasa basah dikeringbekukan. Sebelum dilakukan proses pengeringan beku, dilakukan penambahan bahan pelindung (kariogenik) yaitu susu skim dengan konsentrasi larutan 10% (b/v). Perbandingan antara biomasa basah dengan bahan pelindung adalah 1:10. Biomasa basah (3 gram) yang telah ditambahkan bahan pelindung (30 mL susu skim) disimpan pada suhu dingin selama 1 jam untuk memungkinkan difusi bahan pelindung. Kultur selanjutnya dilakukan pengeringan beku pada suhu -49°C, 0,01 Mpa selama 18 jam dengan menggunakan freeze dryer eyela. Kultur kering BAL (Lampiran 3) selanjutnya digunakaan dalam pengujian efek antidiabetes secara in vivo. Setelah pengeringbekuan diperoleh biomasa kering BAL sebanyak 2,7 g dan diperkirakan memiliki jumlah sel sebanyak 3,36 x 1011 CFU dalam 2,7 g kultur kering tersebut (Lampiran 2) sesuai hasil penelitian Saskia (2014). Penginduksian Diabetes (modifikasi Duan et al. 2015) Pendinduksian diabetes pada penelitian ini dilakukan menggunakan streptozotocin (STZ) (Santa Cruz, California) (Lampiran 4) dengan dosis 40 mg/Kg bb yang dilarutkan dalam 50 mM bufer sodium sitrat pH 4,5. STZ diinduksikan secara intraperitonial menggunakan syringe 27-G. Penginduksian hanya dilakukan sekali, setelah itu tikus diberikan larutan sukrosa 5% (b/v) selama tiga hari sebagai air minum dan pakan standard (BRAVO-512) (Lampiran 5) dengan nutrisi yang ditampilkan pada Lampiran 9. Selanjutnya kadar glukosa tikus diamati setelah tiga hari pasca penginduksian STZ dan pembelian larutan gula dengan menggunakan glucometer (GlucoDr) (dalam satuan mg/dL) dengan menggunakan darah dari ujung ekor tikus (Lampiran 6). Tikus ditetapkan pada kondisi hiperglikemik jika kadar glukosa darah lebih dari 200 mg/dL berdasarkan Damasceno et al. (2014) (Lampiran 7). Ketika kadar glukosa tikus mengalami diabetes atau >200 mg/dL setelah penginduksian STZ dan pemberial larutan sukrosa, maka waktu tersebut ditetapkan sebagai hari ke-0 perlakuan. Tikus dipuasakan selama 6 jam terlebih dahulu sebelum dilakukan pengukuran kadar glukosa darah. Sel β pankreas akan rusak oleh STZ sehingga fungsi pankreas menjadi abnormal dan pankreas tidak mampu untuk menghasilkan insulin, sehingga timbul gangguan metabolik berupa diabetes mellitus. Analisis Hewan Uji dan Desain Eksperimen Sebanyak 15 tikus jantan galur Sprague-Dawley (SD) umur 8 minggu diperoleh dari Laboratorium Ruminansia, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dengan berat ±125 gram (Lampiran 8). Selanjutnya tikus diadaptasikan dengan kondisi laboratorium (pencahayaan buatan menggunakan lampu dengan fotoperiode yang diatur 12 jam terang dan 12 jam gelap) sebelum percobaan dimulai selama 4 minggu hingga tikus mencapai berat ±250 g. Tikus ditempatkan 13 dalam kandang plastik dan dipelihara di kandang hewan Pusat Studi Biofarmaka, IPB dengan diberikan ransum berupa pakan standar 15 g/hari (BRAVO-512) dengan kandungan nutrisi dapat dilihat pada Lampiran 9 dan air minum ad libitum (Lampiran 10). Selama adaptasi dan perlakuan, tikus diberikan ransum berpa pakan standard BRAVO-512. Tikus (n = 3 ekor/kelompok) dibagi kedalam 5 kelompok dan mendapatkan perlakuan selama 14 hari, yaitu 4 kelompok yang diinduksi dengan STZ (A-D) dan satu kelompok yang tidak diinduksi dengan STZ (E). Empat kelompok yang diinduksi STZ sesuai Duan et al. (2015) masing-masing diberikan intervensi acarbose 1 mg/Kg bb (kontrol positif) (A) (Sugiwati 2005), PBS 1 mL (kontrol negatif) (B), L. plantarum (SK5) (30 mg/Kg bb atau setara dengan jumlah sel sebesar ±3,76 x 109 CFU/hari) (C) (Stancu et al. 2008), dan Lactobacillus plantarum (SK5) (15 mg/Kg bb atau setara dengan jumlah sel sebesar ±1,88x109 CFU/hari) (D) (modidikasi Stancu et al. 2008). Bahan untuk intervensi dilarutkan dalam 1 mL PBS dan diberikan secara oral setiap hari sekali selama 14 hari perlakuan (Lampiran 11). Pembagian kelompok hewan uji pada penelitian ini adalah sebagai berikut: A : Tikus diabetes (diinduksi STZ) dan diberikan intervensi acarbose 1 mg/Kg bb (kontrol positif); B : Tikus diabetes (diinduksi STZ) dan diberikan intervensi PBS 1 mL (kontrol negatif); C : Tikus diabetes (diinduksi STZ) dan diberikan intervensi L. plantarum SK(5) (30 mg/Kg bb); D : Tikus diabetes (diinduksi STZ) dan diberikan intervensi L. plantarum SK(5) (15 mg/Kg bb); E : Tikus normal tanpa induksi STZ. Berat badan ditimbang dengan timbangan digital dan kadar glukosa darah diukur setiap dua hari sekali selama 14 hari. Tikus dipuasakan selama 6 jam terlebih dahulu sebelum dilakukan pengukuran. Semua tikus dilakukan eutanasi pada akhir masa percobaan. Eutanasi dilakukan dengan cara exsanguination (Lampiran 12) yang sebelumnya dianestesi menggunakan ketamine 80 mg/Kg bb dan xylazine 10 mg/Kg bb setelah 14 hari perlakuan (Lampiran 13), untuk mendapatkan organ pankreas, serta dilakukan pengambilan sampel darah dari jantung untuk mendapatkan serum darah. Serum darah digunakan untuk mengukur serum glutamat oksaloasetat transaminase (SGOT), serum glutamat piruvat transaminase (SGPT), blood urea nitrogen (BUN), dan kreatinin. Pengukuran kadar SGOT, SGPT, BUN, dan kreatinin dilakukan menggunakan protokol kit dari Analytical Medical System, Spanyol. Analisis profil biokimia darah Sampel darah diambil dari jantung. Sampel darah yang diperoleh kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10-15 menit untuk mendapatkan serum darah (Lampiran 14). Serum tersebut kemudian dipisahkan ke dalam tabung ependorf. Serum darah digunakan untuk pengujian kadar SGOT, SGPT, BUN, dan kreatinin dengan menggunakan spektrofotometri. Serum darah yang digunakan pada uji SGOT, SGPT, dan kreatinin dipipet masing-masing sebanyak 50 μL dengan reagen masing-masing sebanyak 500 μL. Serum darah dan reagen yang digunakan pada uji kadar BUN masing-masing sebanyak 10 μL 14 dan 1 mL. Serum darah dan reagen diukur dalam spektrofotometri pada suhu 25ºC, dengan panjang gelombang 340 nm untuk uji SGOT dan SGPT, 510 nm pada uji kreatinin, dan 570 nm pada uji BUN. Analisis profil imunohistokimia pankreas (modifikasi Abunasef et al. 2014) Prinsip imuohistokimia adalah ikatan antara antigen dan antibodi yang ditandai dengan reaksi pewarnaan antara substrat dan enzim. Proses pewarnaan imunohistokimia diawali dengan proses pembuatan preparat histopat meliputi dilakukannya pengambilan sampel jaringan (sampling) (Lampiran 15) dan pemasukan ke dalam larutan fiksatif paraformaldehid 4% (Lampiran 16), pemfiksasian dengan alkohol 70%, pendehidrasian dengan alkohol bertingkat (80%, 90%, dan 95%) dilanjutkan dengan alkohol absolut (100%), penjernihan (clearing) dengan xylol, penginfiltrasian dalam parafin cair, proses embedding dalam cetakan parafin, pemotongan (sectioning) blok parafin yang berisi jaringan pankreas menggunakan mikrotom dengan ketebalan kurang lebih 3 μm dan diletakkan pada gelas objek yang telah dilapisi perekat neophren in toluene 0,2%, dan selanjutnya pewarnaan (staining) imunohistokimia. Proses analisis histokimia menggunakan protokol kit Biocare Medical-USA dilakukan dengan cara dilakukannya deparafinisasi dengan xylol, kemudian rehidrasi dengan akuades, dilanjutkan dengan perendaman preparat dengan H2O2 dalam metanol (blocking endogenous peroxidase) selama 15 menit, pencucian dengan PBS tiga kali masing-masing selama 5 menit, penetesan Biocare’s Background Sniper dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 15 menit, penetesan serum normal dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 60 menit, pencucian dengan PBS sebanyak tiga kali masing-masing selama 5 menit, penetesan anti insulin (Monoclonal Anti-Insulin, Sigma Aldrich, No. Catalog I 2018) dan diinkubasi pada suhu 40°C over night, pencucian dengan PBS sebanyak tiga kali masingmasing selama 5 menit, penetesan antibodi sekunder yang terkonjugasi dengan biotin (Trekkie Universal Link) dan inkubasi pada suhu 37°C selama 20 menit, pencucian dengan PBS tiga kali masing-masing selama 5 menit, penetesan streptavidin-HRP kompleks (TrekAvidin-HRP label) dan inkubasi pada suhu 37°C selama 10 menit, pencucian dengan PBS tiga kali masing-masing selama 5 menit, penetesan Betazoid diamino benzidine (DAB) chromogen solution, pencucian dengan akuades dan pengecekan dengan mikroskop, dilanjutkan dengan counterstain menggunakan hematoksilin, lalu pencucian dengan air kran mengalir, pencucian dengan akuades sambil dilakukan pengecekan dengan mikroskop, terakhir dilakukan dehidrasi, penjernihan, dan mounting dengan menggunakan Entelan®. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x dan dilakukan pengambilan gambar pulau Langerhans dari 10 lapang pandang menggunakan kamera Nikon Eclipse 80i DS Fi1, Jepang. Jumlah sel beta pankreas dihitung dari warna coklat yang terbentuk pada pulau Langerhans menggunakan bantuan software imageJ. Analisis data Data yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk nilai rerata±standar deviasi (Mean±SD) menggunakan Microsoft Power Point 2007. Untuk data kadar glukosa 15 darah, profil biokimia darah, dan jumlah sel beta pankreas dianalisis menggunakan uji sidik ragam (ANOVA) menggunakan prosedur One WayANOVA pada program SPSS 15. Tingkat perbedaan nilai tengah antar perlakuan diuji menggunakan uji selang berganda Duncan dengan P < 0.05. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Aktivitas Antioksidan Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH. Metode penangkapan radikal DPPH telah digunakan sebagai alat penting untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan BAL (Chen et al. 2014). Metode ini secara luas digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan karena kesederhanaan dan sensitivitasnya lebih baik dibandingkan dengan metode lain. Prinsipnya adalah interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen dari DPPH akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH. Jika semua elektron pada DPPH menjadi berpasangan maka warna larutan berubah dari ungu tua menjadi kuning terang (Zhang et al. 2011). Hasil pengujian aktivitas antioksidan dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 Aktivitas antioksidan L. plantarum SK(5) dengan metode DPPH Hasil analisis antioksidan menggunakan DPPH menunjukkan bahwa ekstrak media kultur L. plantarum SK(5) memiliki aktivitas antioksidan yang meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi (Gambar 6). Ekstrak media kultur L. plantarum SK(5) dengan konsetrasi 350 ppm menunjukkan persentase penangkapan radikal DPPH tertinggi, yaitu 34,1% (Lampiran 17). Hasil tersebut jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan kontrol, yaitu vitamin C yang memiliki persentase penangkapan sebesar 96,72% pada konsentrasi 20 ppm. 16 Penghambatan Enzim Alfa-glukosidase Aktivitas daya hambat terhadap enzim alfa-glukosidase dipelajari dengan mengetahui kemampuan sampel untuk menghambat reaksi hidrolisis glukosa pada substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida (p-NPG). Setelah mengalami hidrolisis substrat akan terhidrolisis menjadi α-D-glukosa dan p-nitrofenol yang berwarna kuning. Warna kuning yang dihasilkan oleh p-nitrofenol menjadi indikator kemampuan inhibitor untuk menghambat reaksi yang terjadi. Semakin besar kemampuan inhibitor untuk menghambat maka produk yang dihasilkan semakin sedikit atau warna larutan setelah inkubasi lebih cerah dibandingkan dengan larutan tanpa inhibitor (Sugiwati 2005). Hasil pengujian inhibisi alfa-glukosidase dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 Penghambatan alfa-glukosidase L. plantarum SK(5) Hasil analisis penghambatan enzim alfa-glukosidase menunjukkan bahwa ekstrak media kultur L. plantarum SK(5) memiliki aktivitas inhibisi alfaglukosidase yang meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi. Ekstrak kasar dengan konsetrasi 60000 ppm menunjukkan penghambatan tertinggi sebesar -17,28% (Lampiran 18). Hasil ini sangat jauh lebih rendah dibandingkan kontrol positif glucobay yang meiliki penghambatan sebesar 98,28% pada konsentrasi 10 ppm. Berat Badan Hewan Uji Berat badan tikus uji diamati setiap kali dilakukan pegujian kadar gula darah. Penimbangan dilakukan tiap 2 hari sekali selama 14 hari perlakuan. Hasil pengukuran berat badan hewan uji dapat dilihat pada Gambar 8. Tubuh tikus kontrol normal meningkat selama periode percobaan, namun kelompok diabetes menunjukkan penurunan berat badan pada hari terakhir dari percobaan. Persentase perubahan berat badan selama 14 hari percobaan dapat dilihat pada Gambar 9. Berat badan tikus normal (E) meningkat sebanyak 5,32%, sedangkan berat badan kelompok tikus diabetes menurun sebanyak 5,46% (acarbose) (A), 1,56% (PBS) (B), 9,08% (L. plantarum SK(5) 30 mg/Kg bb) (C), dan 17,8% (L. plantarum SK(5) 15 mg / Kg bb) (D). 17 Gambar 8 Hasil pengukuran berat badan hewan uji selama 14 hari perlakuan. (A): acarbose (kontrol positif), (B): PBS (kontrol negatif), (C): L. plantarum SK(5) 30 mg/Kg bb, (D): L. plantarum SK(5) 15 mg/Kg bb, (E): tikus normal tanpa induksi diabetes Gambar 9 Persentase perubahan berat badan selama perlakuan 14 hari. (A): acarbose (kontrol positif), (B): PBS (kontrol negatif), (C): L. plantarum SK(5) 30 mg/Kg bb, (D): L. plantarum SK(5) 15 mg/Kg bb, (E): tikus normal tanpa induksi diabetes Kadar Glukosa Darah Diabetes mellitus ditandai dengan tingkat abnormal glukosa darah (hiperglikemia) (Alsayadi et al. 2014). Kadar glukosa darah pada penelitian ini dilakukan tiap 2 hari selama 14 hari perlakuan. Hasil pengukuran kadar glukosa darah dapat dilihat pada Gambar 10, adanya penurunan selama intervensi obat dan BAL dapat dilihat pada Gambar 11, dan persentase penurunan dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 10 menunjukkan bahwa semua tikus yang diinduksi STZ mengalami hiperglikemia yang ditandai dengan kadar glukosa darah >200 mg/dL berdasarkan Damsceno et al. (2014). Kadar glukosa darah berfluktuasi, namun semua perlakuan mengalami penurunan hingga hari ke-14 perlakuan (Gambar 10). Tikus yang diinduksi STZ mengalami diabetes dengan ditunjukkan oleh kadar glukosa darah yang berbeda nyata dengan tikus normal (Gambar 11). Selama 14 hari perlakuan, diperoleh adanya penurunan kadar glukosa darah dibandingkan dengan awal perlakuan. Gambar 11 menunjukkan bahwa dengan adanya perlakuan yang diberikan menghasilkan kadar glukosa darah yang tidak berbeda nyata dengan tikus normal pada hari ke-14 perlakuan. 18 Gambar 10 Hasil pengukuran kadar glukosa darah hewan uji selama 14 hari perlakuan. (A): acarbose (kontrol positif), (B): PBS (kontrol negatif), (C): L. plantarum SK(5) 30 mg/Kg bb, (D): L. plantarum SK(5) 15 mg/Kg bb, (E): tikus normal tanpa induksi diabetes Gambar 11 Hasil pengukuran kadar glukosa darah hewan uji selama 14 hari perlakuan. (A): acarbose (kontrol positif), (B): PBS (kontrol negatif), (C): L. plantarum SK(5) 30 mg/Kg bb, (D): L. plantarum SK(5) 15 mg/Kg bb, (E): tikus normal tanpa induksi diabetes. Angka-angka pada batang yang sama yang diikuti oleh huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan) Gambar 12 menunjukkan bahwa penurunan kadar glukosa darah tertinggi pada tikus diabetes adalah yang diberi L. plantarum SK(5) 30 mg/Kg bb (C) dengan penurunan sebesar 86,22%. kemudian kontrol positif yang diberi acarbose 1 mg/Kg bb (A) dengan penurunan sebesar 79,32%, dan selanjutnya tikus diabetes yang diberi L. plantarum SK(5) 15 mg/Kg bb (D) dengan penurunan sebesar 74,66%. Tikus diabetes yang tidak diberikan intervensi obat dan BAL (B) juga mengalami penurunan kadar glukosa darah, yaitu dengan penurunan sebesar 69,56%. Tikus normal tanpa induksi diabetes (E) juga mengalami penurunan kadar glukosa darah, yaitu sebesar 13,5%. 19 Gambar 12 Persentase perubahan kadar glukosa darah hewan uji setalah 14 hari perlakuan. (A): acarbose (kontrol positif), (B): PBS (kontrol negatif), (C): L. plantarum SK(5) 30 mg/Kg bb, (D): L. plantarum SK(5) 15 mg/Kg bb, E: tikus normal tanpa induksi diabetes Profil Biokimia Darah Analisis biokimia dilakukan untuk mengidentifikasi gangguan pada profil biokimiawi serum darah yang dapat dikorelasikan dengan profil histopatologi hati dan ginjal. Gangguan fungsi hati dapat diindikasikan dari glutamat oksaloasetat transaminase (SGOT) dan glutamat piruvat transaminase (SGPT). Gangguan fungsi ginjal dapat diindikasi dari kandungan blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin (Panjaitan et al. 2007). Hasil pengujian biokimia darah tikus dapat dilihat pada Tabel 2. Kadar SGOT, SGPT, BUN, dan kreatinin meningkat pada kelompok tikus diabetes dibandingkan dengan kelompok tikus normal. Tabel 2 Profil biokimia darah Perlakuan A B C D E SGOT (U/L) 242,50±20,51a 115,00±4,24b 145,50±47,38b 124,50±13,44b 88,00±8,49b SGPT (U/L) 155,50±30,41a 51,00±2,83b 44,50±0,71b 59,50±10,61b 37,50±2,12b BUN (mg/dL) 42,50±0,71a 44,00±11,31a 43,50±10,61a 49,00±21,21a 34,00±9,90a Kreatinin (mg/dL) 0,32±0,01ab 0,37±0,01c 0,32±0,00b 0,40±0,02d 0,29±0,00a Keterangan: (A): acarbose (kontrol positif), (B): PBS (kontrol negatif), (C): L. plantarum SK(5) 30 mg/Kg bb, (D): L. plantarum SK(5) 15 mg/Kg bb, (E): tikus normal tanpa induksi diabetes. Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan) Kadar SGOT semua perlakuan tidak berbeda nyata dengan tikus normal, kecuali pada pemberian acarbose (Tabel 2). Semua perlakuan masih di dalam batas yang ditetapkan Petterino dan Storino (2006) (SGOT dan SGPT pada tikus jantan galur Sprague-Dawley maksimum sebesar 201,89 U/L dan 218,1 U/L), namun untuk perlakuan dengan acarbose memiliki kadar SGOT yang lebih tinggi dari batas (242,50 U/L). Kadar BUN berkisar antara 42,50-49,00 mg/dL (Tabel 2). Kadar ini masuk kategori normal jika dibandingkan antara perlakuan diabetes dengan tikus non-diabetes karena kadar BUN perlakuan tidak berbeda nyata dari kadar BUN tikus normal (34,00 mg/dL). Kadar kreatinin tikus penelitian berkisar antara 0,29-0,40 mg/dL. Semua kadar kreatinin tikus perlakuan berbeda nyata dengan tikus normal, kecuai pada perlakuan acarbose, namun masih termasuk 20 dalam kategori normal sesuai dengan batas menurut Derelanko (2008), yaitu 0,30,8 mg/dl (Derelanko 2008). Profil Imunohistokimia Pankreas Imunohistokimia merupakan suatu teknik pewarnaan jaringan yang mampu mendeteksi komponen aktif (antigen) dalam jaringan, yang bertujuan untuk diagnosa dan penelitian. Konsep dasar dari imunohistokimia sangat sederhana dan merupakan gabungan dari tiga disiplin ilmu, yaitu imunologi yang berkaitan dengan prinsip ikatan antara antigen dan antibodi, histologi yang berhubungan dengan penggunaan sediaan dengan ketebalan mikro yang diamati dengan mikroskop cahaya, dan ilmu kimia yang berhubungan dengan reaksi kimia yang terjadi saat pewarnaan (Ramos-Vara 2005). Hasil pewarnaan imunohistokimia pankreas dapat dilihat pada Gambar 13. A B C D Sel beta pankreas Pulau Langerhans E Gambar 13 Pulau Langerhans dan sel beta pankreas. (A): acarbose (kontrol positif), (B): PBS (kontrol negatif), (C): L. plantarum SK(5) 30 mg/Kg bb, (D): L. plantarum SK(5) 15 mg/Kg bb, E: tikus normal tanpa induksi diabetes Terlihat adanya kerusakan sel beta pankreas pada tikus diabetes (Gambar 13A, B, C, D) dibandingkan dengan tikus normal (Gambar 13E). Gambar 13 menunjukkan bahwa pada kelompok tikus normal maupun tikus diabetes memiliki sel beta pankreas yang menunjukkan adanya produksi insulin. Hal ini ditunjukkan dengan warna cokelat yang dihasilkan pada pulau Langerhans. Gambar tersebut berfungsi untuk penentuan jumlah sel beta pankreas. Jumlah sel beta pankreas dapat dilihat pada Gambar 14. 21 Rata-rata jumlah sel beta pada tikus normal adalah 202,25±22,06, sedangkan jumlah rerata sel pada tikus diabetes lebih rendah dari jumlah sel tikus normal (Gambar 14). Hasil tersebut menunjukkan bahwa jumlah sel tiku normal berbeda nyata dengan jumlah rerata sel tikus diabetes, kecuali pada pemberian L. plantarum SK(5) 30 mg/Kg bb. Rerata jumlah sel tikus diabetes tertinggi adalah pada perlakuan pemberian L. plantarum SK(5) 30 mg/Kg bb dengan rerata jumlah sel sebanyak 152,25±36,65 (tidak berbeda nyata dengan jumlah sel pada perlakuan tikus diabetes lainnya), kemudian kelompok kontrol negatif (B) dengan rerata jumlah sel sebanyak 132,75±17,06 (berbeda nyata dengan tikus normal), lalu pemberian L. plantarum SK(5) 15 mg/Kg bb dengan rerata jumlah sel sebanyak 102,58±15,09 (berbeda nyata dengan tikus normal), dan terakhir kelompok kontrol positif (A) dengan rerata jumlah sel sebanyak 95,83±19,78 (berbeda nyata dengan tikus normal). Gambar 14 Rata-rata jumlah sel beta pankreas hewan uji. (A): acarbose (kontrol positif), (B): PBS (kontrol negatif), (C): L. plantarum SK(5) 30 mg/Kg bb, (D): L. plantarum SK(5) 15 mg/Kg bb, (E): tikus normal tanpa induksi diabetes. Angka-angka pada batang yang sama yang diikuti oleh huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan) Pembahasan Peningkatan pemahaman tentang hubungan mikrobiota usus terkait dengan diabetes tipe 2 dan obesitas dalam beberapa tahun terakhir telah memberikan target potensial baru untuk mengurangi risiko diabetes tipe 2 (Zhang dan Zhang 2013). Beberapa peneliti dalam beberapa tahun terakhir telah melaporkan bahwa probiotik (BAL) memiliki potensi yang berkaitan dengan penurunan efek diabetes (Yadav et al. 2007; Stancu et al. 2008; Yun et al. 2009; Honda et al. 2012; Panwar et al. 2014). Zhang dan Zhang (2013) melaporkan bahwa terdapat beberapa mekanisme efek antidiabetes dari probiotik, diantaranya adalah beberapa strain probiotik memiliki efek antioksidan yang mengurangi peradangan kronis. Konsekuensi dari reaksi berantai radikal bebas dapat mengakibatkan kerusakan serius pada organisme hidup. Produksi radikal bebas dan beberapa penyakit memiliki hubungan yang erat (Lin dan Chang 2000). Oleh karena itu, kemampuan probiotik dalam menangkap radikal bebas (DPPH) diteliti. Hasil 22 menunjukkan bahwa kemampuan probiotik L. plantarum SK(5) dalam menangkap radikal bebas (DPPH) (Gambar 6) mengindikasikan adanya efek antioksidan (34,1% pada konsentrasi 350 ppm). Aktivitas antioksidan yang dihasilkan L. plantarum SK(5) jauh lebih rendah dibandingkan dengan vitamin C yang memiliki aktivitas antioksidan sebesar 96,72% pada konsentrasi 20 ppm. Nilai 34,1% penangkapan radikal bebas DPPH menunjukkan adanya efek antioksidan yang cukup baik. Subhashini et al. (2013) melaporkan bahwa penangkapan radikal bebas DPPH oleh Bifidobacterium spp. yang diisolasi dari produk susu sebesar 33,07% termasuk dalam kategori efek antioksidan yang cukup baik (moderately good).Metabolit yang diduga berperan dalam aktivitas antioksidan yang dihasilkan oleh L. plantarum SK(5) adalah L-3(4-hydroxyphenyl) lactic acid (HPLA) dan L-indole-3-lactic acid (ILA). Hasil identifikasi Suzuki et al. (2013) mengenai metabolit dari ekstrak supernatan bebas sel L. plantarum yang memiliki aktivitas antioksidan terhadap DPPH dengan menggunakan HPLC menunjukkan bahwa terdapat L-3-(4-hydroxyphenyl) lactic acid (HPLA) dan L-indole-3-lactic acid (ILA). Hasil ekstrak supernatan L. plantarum SK(5) pada penelitian ini memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pengujian aktivitas antioksidan yang dilakukan Chen et al. (2014) pada cell free extract dari L. rhamnosus GG yang diperoleh dari koleksi Valio Ltd., Finlandia (16.44%); L. rhamnosus Z7 (17.99%) dan B. bifidum F-35 (3,62%) yang diisolasi dari human faeces, L. casei BDII yang diperoleh dari koleksi Technology Center of Bright Dairy and Food Co., Ltd., Shanghai, China (17,70%), L. bulgaricus L24 yang diisolasi dari yoghurt (7.20%), dan yang dilakukan oleh Zhang et al. (2011) pada Lactobacillus casei subsp. casei dan Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus yang diisolasi dari yoghurt tradisional cina (masing-masing <23.99%). Hasil pada penelitian Chen et al. (2014) dan Zhang et al. (2011) menunjukkan bahwa ekstrak intact cell memilki hasil aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak cell free sehingga untuk selanjutnya dapat dilakukan pengujian aktivitas ekstrak L. plantarum SK(5) dengan persentase penangkapan radikal DPPH yang lebih tinggi dengan menggunakan intact cell. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa asosiasi penanda stres oksidatif diabetes dan reactive oxygen species (ROS) memainkan peran penting dalam regulasi resistensi insulin (Furukawa et al. 2004; Houstis et al. 2006; Urakawa et al. 2003). Diet tinggi lemak meningkatkan oksidasi asam lemak dalam jaringan hati dan adiposa (Gomes et al. 2014). Hal tersebut juga menginduksi terjadinya resistensi insulin dan menyebabkan hiperglikemia (Panwar et al. 2013). Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa Lactobacilli memiliki kemampuan antioksidan (Yadav et al. 2007, Zhang et al. 2011, Shori 2013, Chen et al. 2014) sehingga antioksidan dapat memainkan peran penting dalam kemampuan antidiabetes dari BAL. Beberapa studi dalam beberapa tahun terakhir telah menunjukkan bahwa BAL memiliki aktivitas penghambatan alfa-glukosidase (Ramchandran dan Shah 2008). Aktivitas penghambatan terhadap alfa-glukosidase dari ekstrak supernatan L. plantarum SK(5) sangat jauh lebih rendah (-17,28% pada konsentrasi 60000 ppm) jika dibandingkan dengan kontrol, yaitu glucobay (98,28% pada konsentrasi 10 ppm) (Gambar 7). 23 Hasil negatif (-) pada ekstrak BAL belum tentu menunjukkan tidak adanya aktivitas inhibisi alfa-glukosidase. Hal ini dapat dilihat dari semakin tinggi konsentrasi, maka semakin besar % inhibisi. Penggunaan konsentrasi uji diduga masih kurang untuk melihat aktivitas inhibisi alfa-glukosidase dari L. plantarum SK(5). Hasil pengujian Panwar et al. (2014) pada beberapa ekstrak sel Lactobacillus yang diisolasi dari infant faeces dapat menghambat enzim alfaglukosidase dengan persentase inhibisi antara 20%-70% pada konsentrasi 250 mg/mL hingga 500 mg/mL, namun pada konsentrasi yang lebih rendah, yaitu 200 mg/mL, diperoleh persentase inhibisi dengan nilai negatif. Hasil yang sama juga diperoleh dari pengujian Bajpai et al. (2016) pada ekstrak kultur L. sakei 1I1 yang diisolasi dari ikan air tawar Zacco koreanus. Ekstrak kultur diperoleh dengan ekstraksi menggunakan pelarut etanol. Ekstrak etanol dari L. sakei 1I1 pada konsentrasi 1, 5, 25, 50 dan 100 mg/ml menunjukkan adanya penghambatan alfaglukosidase masing-masing sebesar 9,34%, 12,53%, 21,54%, 36,32% dan 60,69%. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi yang digunakan mempengaruhi inhibisi yang dihasilkan. Hasil Chen et al. (2014) pada beberapa BAL berbeda menghasilkan persentase inhibisi alfa-glukosidase yang berbeda. Ekstrak cell free L. rhamnosus GG yang diperoleh dari koleksi Valio Ltd., Finlandia (11.40%); L. rhamnosus Z7 (14.17%) dan B. bifidum F-35 (21.82%) yang diisolasi dari human faeces, L. casei BDII yang diperoleh dari koleksi Technology Center of Bright Dairy and Food Co., Ltd., Shanghai, China (1.08%), L. bulgaricus L24 yang diisolasi dari yoghurt (9.94%). Hal ini menunjukkan bahwa strain berbeda memiliki kemampuan inhibisi alfa-glukosidase yang berbeda. Pemberian BAL adalah sebuah potensi baru dan intervensi gaya hidup untuk mengendalikan hiperglikemia di masa depan sebagai tambahan untuk pengendalian diabetes. Penelitian Panwar et al. (2014) menyajikan bukti definitif bahwa strain tertentu dari Lactobacillus menghasilkan potensi penghambatan yang signifikan terhadap berbagai alfa-glukosidase. Peran fisiologis Lactobacilli dalam memodulasi enzim alfa-glukosidase masih belum jelas. Pemurnian lebih lanjut dan identifikasi bioaktif diperlukan untuk mengungkapkan potensi BAL yang sebenarnya. Aktivitas penghambatan bergantung pada konsentrasi ekstrak dan juga adanya sel dari BAL (Panwar et al. 2014). Panwar et al. (2014) dan Bajpai et al. (2016) melaporkan bahwa isi sitoplasma atau produk metabolisme bakteri mungkin bertanggung jawab untuk aktivitas ini. Enzim alfa-glukosidase atau dengan nama lain alfa-D-glukosida glukohidrolase merupakan enzim yang berperan dalam sel usus halus mamalia. Enzim tersebut merupakan enzim kunci pada proses akhir pemecahan karbohidrat. Enzim alfa-glukosidase mengkatalisis hidrolisis terminal residu glukosa non pereduksi yang berikatan alfa-1,4 pada berbagai substrat dan dihasilkan alfa-Dglukosa. Alfa-glukosidase menghidrolisis ikatan alfa-glikosidik pada oligosakarida dan alfa-D-glikosida (Gao et al. 2007). Fungsi alfa-glukosidase dalam sistem pencernaan di usus ialah sebagai katalis tahap terakhir dalam proses pemecahan karbohidrat. Kerja enzim alfaglukosidase dalam proses penyerapan makanan di usus pada kondisi diabetes harus dihambat. Pemecahan karbohidrat menjadi glukosa mengakibatkan kadar glukosa dalam darah penderita diabetes akan semakin tinggi sehingga kerja enzim ini dalam usus harus dihambat, baik dengan menggunakan obat alami maupun 24 obat komersil. Dihambatnya kerja enzim alfa-glukosidase dapat mengembalikan kadar glukosa dalam darah pada batas normal. Penghambatan enzim alfaglukosidase dapat menggunakan glucobay® (acarbose), miglitol, dan voglibosa yang diketahui mampu mengurangi hiperglikemia setelah makan melalui penghambatan kerja enzim pencerna karbohidrat dan menunda absorpsi glukosa (Panwar et al. 2014). Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan hiperglikemia yang diakibatkan oleh resistensi insulin atau defisiensi insulin yang disebabkan oleh kegagalan sel beta-pankreas (Damasceno et al. 2014). Induksi diabetes eksperimental pada tikus menggunakan bahan kimia secara selektif menghancurkan sel-sel beta pankreas merupakan cara yang mudah digunakan. Zat yang umum digunakan untuk menginduksi diabetes pada tikus adalah aloksan dan streptozotocin. Streptozotocin (STZ, 2-deoksi-2-(3-(metil-3-nitrosoureido)-Dglukopiranosa) disintesis oleh Streptomycetes achromogenes dan digunakan untuk menginduksi baik diabetes mellitus yang insulin-dependent maupun yang noninsulin-dependent (IDDM dan NIDDM) (Szkudelski 2001). Diabetes akibat induksi STZ ditandai dengan penurunan berat badan. Penurunan ini disebabkan kehilangan atau degenerasi protein struktural. Protein struktural merupakan faktor utama berat badan. Laporan sebelumnya menunjukkan bahwa sintesis protein menurun di semua jaringan karena penurunan produksi ATP dan defisiensi absolut atau relatif insulin (Alsayadi et al. 2014). Hal ini mendukung adanya penurunan berat badan dari tikus diabetes pada penelitian ini (Gambar 8 dan 9). Salah satu gejala diabetes adalah penderita kehilangan bobot tubuh, walaupun nafsu makan sangat baik. Hal ini merupakan akibat adanya deplesi sel lemak dan protein untuk memenuhi kebutuhan energi karena tidak dapat dipenuhi dari metabolisme glukosa (Widowati et al. 2006). Peningkatan kadar gula darah yang disebabkan oleh induksi STZ bergantung pada strain hewan, dosis, cara pemberian obat, dan periode kehidupan saat STZ diberikan pada tikus. Diabetes dikatakan tipe berat jika dihasilkan gula darah superior >200 mg/dL atau 300mg/dL) dan dikatakan tipe diabetes ringan jika glikemia antara 120-200 mg/dL atau 300mg/dL) setelah penginduksian STZ. Untuk induksi diabetes parah, STZ diberikan dengan dosis 40-50mg/Kg berat badan secara intravena atau intraperitonial selama masa dewasa. Setelah sekitar tiga hari, hewan-hewan ini akan memiliki kadar gula darah >300 mg/dL (Damasceno et al. 2014). Hal tersebut menunjukkan bahwa semua kelompok perlakuan mengalami diabetes setelah 3 hari induksi STZ (Gambar 10). Tikus kelompok A, C, dan D mengalami diabetes tipe berat dengan kadar glukosa darah berkisar antara 368,33-383,67 mg/dL, sedangkan kelompok tikus B mengalami diabetes tipe ringan dengan kadar glukosa darah sebesar 280,33 mg/dL (Gambar 10), tetapi secara statistik hasil tersebut tidak berbeda nyata antar perlakuan tikus diabetes (Gambar 11). Perlakuan selama 14 hari dengan berbagai intervensi memberikan pengaruh adanya penurunan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah semua tikus diabetes setelah 14 hari perlakuan tidak berbeda nyata dengan kadar glukosa darah tikus normal (Gambar 11). Penurunan kadar glukosa darah dengan diberikannya L. plantarum SK(5) menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara uji in vitro dan in vivo. Pemberian L. plantarum SK(5) 30 mg/Kg bb dapat menurunkan glukosa darah sebesar 86,22% dan pemberian L. plantarum SK(5) 15 mg/Kg bb dapat 25 menurunkan glukosa darah sebesar 74,66% selama 14 hari pemberian (Gambar 12). Hasil ini lebih baik dibandingkan dengan penelitian Stancu et al. (2008) menggunakan dosis 30 mg/Kg bb. Penelitian tersebut melaporkan bahwa selama 6 minggu pemberian kultur kering L. plantarum (DANISCO) pada hiperlipidemik hamster menghasilkan penurunan sebesar 28,46%. Perbedaan penurunan kadar glukosa darah dapat disebabkan karena perbedaan strain. Hal ini ditunjukkan pada penelitian Honda et al. (2012) menggunakan L. bulgaricus selama 6 minggu tidak menghasilkan penurunan kadar glukosa darah (>200 mg/dL) dan kadar glukosa darah melebihi kontrol negatif, sedangkan L. rhamnosus GG menghasilkan penurunan kadar glukosa darah yang signifikan (<200 mg/dL). Penurunan kadar glukosa darah karena pemberian liofilisasi L. plantarum SK(5) tersebut dapat disebabkan oleh adanya aktivitas antioksidan. Hal ini didukung oleh Zhang dan Zhang (2013) bahwa BAL mampu mengurangi stres oksidatif pankreas yang menyebabkan peradangan kronis dan apoptosis sel beta pankreas sehingga dapat mengurangi efek diabetes tipe 2. Hasil rerata jumlah sel beta pankreas pada pemberian L. plantarum SK(5) 30 mg/Kg bb adalah 152,25 (Gambar 14). Jumlah ini paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya pada tikus diabetes dan tidak berbeda nyata dengan jumlah sel beta pada tikus normal. Hasil tersebut dapat menunjukkan bahwa terdapat regenerasi sel akibat kontribusi dari aktivitas antioksidan yang dihasilkan dan berkorelasi dengan penurunan kadar gula darah. Pemberian L. plantarum SK(5) 15 mg/Kg bb juga diduga dapat meregenerasi sel beta pankreas dengan rerata jumlah sel beta pankreas sebanyak 102,58 (lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian acarbose), namun dosis tersebut kurang efektif dibandingkan L. plantarum SK(5) 30 mg/Kg bb. Mekanisme antioksidan dari probiotik dapat terjadi melalui pengikatan ROS, pengkelatan ion logam, penghambatan enzim, dan mengurangi serta menghambat aktivitas autooksidasi askorbat. Mekanisme lain juga bisa menjadi dasar efek antioksidan dari pemberian probiotik, yaitu tikus stres yang diberikan probiotik memiliki kadar enzim GSH (antioksdan enzim) yang stabil (Amaretti et al. 2013). Pemberian probiotik pada tikus mampu menginduksi transkripsi gen yang terlibat dalam biosintesis glutathione (GSH) di mukosa usus (Lutgendorff et al. 2009) dan meningkatkan sintesis glutathione dalam sel pankreas (Lutgendorff et al. 2008). Widowati et al. (2006) melaporkan bahwa peningkatan jumlah sel beta pankreas berkaitan dengan mekanisme penurunan kadar glukosa darah karena adanya peningkatan jumlah insulin yang dihasilkan. Abunasef et al. (2014) melaporkan bahwa perbaikan sel beta dapat dilakukan melalui proliferasi. Hasil yang diperoleh pada pewarnaan imunohistokimia penelitian ini berkorelasi dengan penurunan kadar glukosa darah. Penurunan kadar glukosa darah juga diduga dapat disebabkan Lactobacillus plantarum SK(5) mampu menghambat enzim alfa-glukosidase. Chen et al. (2014) menyebutkan bahwa kemampuan bakteri asam laktat dalam menghambat enzim alfa-glukosidase berkontribusi dalam penurunan kadar glukosa darah dan dapat menjadi antidiabetes yang potensial. Mekanisme lainnya adalah terdapat peran dari short chain fatty acid (SCFA) (propionat dan butirat) yang dihasilkan oleh BAL sebagai probiotik (Tilg dan Moschen 2014). Bifidobacteria dan Lactobacilli menurut Bhatia et al. (2012) 26 dapat melakukan metabolisme dan menghasilkan SCFA yang mempengaruhi metabolisme host. Aktivasi G-protein coupled reseptor 41 bergantung pada keberadaan SCFA yang menginduksi ekspresi peptida YY, sebuah hormon usus yang menghambat motilitas usus, meningkatkan tingkat transit usus, dan mengurangi panen energi dari makanan. Short chain fatty acid (SCFA) telah terbukti memicu hormon incretin glucagon-like peptide 1 (GLP-1) untuk meningkatkan sensitivitas insulin (Tilg dan Moschen 2014). Pemberian probiotik VSL#3 (berisi beberapa strain Bifidobacterium dan Lactobacillus) pada tikus yang diinduksi high fructose diet (HFD) memperbaiki komposisi mikrobiota usus dan meningkatkan metabolit SCFA (butirat) yang dihasilkan. Peningkatan jumlah butirat ini berkorelasi dengan peningkatan jumlah hormon GLP-1. Butirat meningkatkan sekresi GLP-1 sekresi dari L-sel usus dan meningkatkan sensitivitas insulin. Pemberian VSL#3 diketahui dapat mengurangi inflamasi yang berkorelasi dengan obesitas dan diabetes. Berkurangnya inflamasi dapat meningkatkan sensivitas insulin (Yadav et al. 2013). Probiotik memberikan efek utama dalam mempengaruhi mikrobiota usus. Saluran pencernaan didominasi oleh kelompok bakteri dari filum Firmicutes, Bacteriodetes, dan Actinobacteria. Peningkatan jumlah Firmicutes dan penurunan jumlah Bacteriodetes berhubungan dengan berat badan dan resistensi insulin. Pemberian probiotik VSL#3 menurunkan Firmicutes dan meningkatkan Bacteriodes yang dapat dilihat pada sampel tinja tikus yang diinduksi HFD (Yadav et al. 2013). Penelitian ini menggunakan kontrol positif berupa acarbose. Hasil menunjukkan bahwa terjadi penurunan sebesar 79,32% pada hari ke-14 perlakuan (Gambar 12). Hasil kadar glukosa darah setelah pemberian intervensi acarbose selama 14 hari tidak berbeda nyata dengan tikus normal (Gambar 11). Acarbose digunakan sebagai pembanding dan merupakan inhibitor enzim alfa-glukosidase yang digunakan secara komersial. Senyawa ini digunakan untuk terapi pasien diabetes tipe 2 (NIDDM). Acarbose menghambat alfa-glukosidase dalam proses penyerapan makanan di usus. Penggunaan acarbose mempunyai efek samping seperti kembung, diare, dan perut menjadi tidak nyaman (Bosenberg dan Zyl 2008). Mekanisme kerja acarbose adalah menghambat kerja dari alfa-glukosidase, tetapi tidak memiliki kemampuan dalam meregenerasi sel, sehingga hasil rerata jumlah sel dari perlakuan pemberian acarbose adalah paling rendah, yaitu 95,83 (Gambar 11). Hewan uji tanpa perlakuan (kontrol negatif), yaitu diberikan PBS 1 mL pada penelitian ini mengalami penurunan sebesar 69,56% (Gambar 12). Hasil kadar glukosa darah tersebut tidak berbeda nyata dengan tikus normal (Gambar 11). Hasil tersebut diduga karena kerusakan pankreas yang terjadi tidak separah dengan yang terjadi pada 3 perlakuan lainnya. Kontrol negatif memiliki kadar glukosa darah rata-rata sebesar 280,33 g/dL setelah penginduksian STZ 3 hari dan tergolong diabetes tipe ringan berdasarkan Damasceno et al. (2014), sedangkan kelompok perlakuan lainnya merupakan diabetes tipe berat. Diabetes dengan induksi streptozotocin disebabkan oleh nekrosis tertentu dari sel-β pankreas, dan STZ merupakan agen pertama untuk induksi diabetes pada hewan. Kadar glukosa darah pada kelompok kontrol negatif <300 mg/dL sehingga diduga kerusakan dari sel-β pankreas tikus tersebut tidak separah dengan yang terjadi pada 3 perlakuan lainnya, oleh karena itu pada perlakuan ini pun tikus dapat menurunkan kadar gula 27 dengan metabolisme tubuhnya sendiri tanpa bantuan obat. Hal ini didukung oleh jumlah sel beta pankreas dari tikus tanpa pemberian obat yang tergolong tinggi, yaitu 132,75 (Gambar 14). Hasil tersebut diduga karena sel beta pankreas tidak mengalami kerusakan yang parah sehingga mampu melakukan regenerasi sel dengan meproduksi antioksidan enzim dan memproduksi insulin. Secara keseluruhan dari hasil pewarnaan imunohistokimia pankreas pada penelitian ini (Gambar 13) menunjukkan bahwa pada semua perlakuan ditemukan adanya sel beta pankreas yang ditandai dengan adanya warna coklat pada Pulau Langerhans. Pewarnaan imunohistokimia pada penelitian ini menggunakan teknik tidak langsung. Ramos-Vara (2005) menyebutkan bahwa prinsip imunohistokimia tidak langsung menggunakan antibodi primer dan antibodi sekunder yang akan berikatan dan dilabel dengan enzim. Ikatan ini kemudian akan divisualisasikan dengan kromogen dan menghasilkan warna coklat. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa hewan uji mampu menghasilkan insulin setelah pemberian STZ atau dapat melakukan regenerasi sel. Hati menghasilkan enzim-enzim yang mampu melakukan biotransformasi pada berbagai macam zat eksogen maupun endogen untuk dieliminasi oleh tubuh. Enzim-enzim yang ada di dalam hati diantaranya adalah SGOT dan SGPT. Enzim SGOT merupakan enzim yang tersebar diberbagai jaringan jantung, ginjal, dan otak (Purwaningsih et al. 2015). Petterino dan Storino (2006) menyatakan bahwa kadar enzim SGOT dan SGPT pada tikus jantan galur Sprague-Dawley maksimum sebesar 201,89 U/L dan 218,1 U/L. Kadar SGOT dan SGPT semua tidak berbeda nyata dengan tikus normal, kecuali pada perlakuan intervensi acarbose (berbeda nayata dengan normal). Kadar SGOT dan SGPT semua perlakuan masih di dalam batas yang ditetapkan, namun untuk perlakuan dengan acarbose memiliki kadar SGOT yang lebih tinggi dari batas, yaitu 242,50 U/L (Tabel 2). Hal ini mengindikasikan bahwa liofilisasi L. plantarum SK(5) tidak bersifat toksik dan pemberian acarbose diduga bersifat toksik. Enzim SGOT dan SGPT akan mengalami kenaikan jika terjadi kerusakan hati. Perubahan kadar enzim tersebut menunjukkan indikasi kerusakan hati (Bigoniya et al. 2009). Apabila terjadi kerusakan sel yang parah maka akan terjadi kenaikan kadar SGPT dan SGOT secara bersamaan sampai dengan dua kali lipat bahkan hingga 20-100 kali dari kadar normal. Kenaikan kadar enzim SGPT yang sangat tinggi yang disertai adanya kenaikan enzim SGOT merupakan indikator yang menunjukan adanya kerusakan hati yang parah. Pada kasus kerusakan hati yang berlangsung lama akan menimbulkan penurunan kadar enzim tersebut. Hal ini diakibatkan karena terjadinya kerusakan pada membran sel hepatosit sehingga sebagian enzim dapat keluar melalui membran sel (Purwaningsih et al. 2015). Kadar BUN menunjukkan kadar urea dalam darah. Urea merupakan salah satu produk pembuangan tubuh. Urea dihasilkan ketika hati memetabolisme protein dan dieliminasi oleh tubuh melalui ginjal. Tubuh akan mempertahankan urea dalam darah agar tetap normal, sehingga hati dan ginjal harus memiliki fungsi yang baik (Purwaningsih et al. 2015). Kadar BUN berkisar antara 42,549,00 mg/dL (Tabel 2). Kadar ini termasuk dalam kategori normal jika dibandingkan antara perlakuan diabetes dengan tikus non-diabetes karena kadar BUN perlakuan tidak mengalami kenaikan 2 kali lipat dari kadar BUN tikus normal (34,00 mg/dL) dan berdasarkan pengujian secara statistik, kadar BUN tersebut tidak berbeda nyata antara tikus diabetes dengan tikus normal. 28 Kadar kreatinin tikus diabetes berbeda nyata dengan tikus normal, kecuali pada perlakuan pemberian acarbose (Tabel 2). Berdasarkan Derelanko (2008) kadar kreatinin tikus diabetes maupun tikus normal pada penelitian ini tergolong normal atau masuk dalam batas Derelanko(2008). Standar kadar kreatinin pada tikus galur Sprague Dawley menurut Derelanko (2008) adalah 0,3-0,8 mg/dL. Saka et al. (2012) menyatakan bahwa kadar kreatinin merupakan kalkulasi dari konsentrasi kreatinin dalam urin, serum darah, dan laju aliran urin pada pembuangan urea. Kadar kreatinin digunakan untuk menentukan laju filtrasi glomerulus ginjal serta fungsi ginjal, sehingga konsentrasi plasma kreatinin dan urea dapat digunakan sebagai indikator nefrotoksisitas. 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ekstrak kasar media kultur L. plantarum SK(5) memiliki aktivitas antioksidan (moderately good) dan diduga memiliki aktivitas inhibisi alfaglukosidase. Berat badan kelompok tikus yang diinduksi diabetes mengalami penurunan. Kadar glukosa darah tikus yang diinduksi diabetes mengalami penurunan setelah perlakuan 14 hari dan tidak berbeda antarperlakuan, maupun dengan tikus normal. Penurunan tertinggi adalah perlakuan pemberian Lactobacillus plantarum SK(5) (30 mg/Kg bb). Jumlah sel beta pankreas juga menunjukkan adanya regenerasi sel setelah 14 hari pemberian liofilisasi Lactobacillus plantarum SK(5). Lactobacillus plantarum SK(5) memiliki efek antidiabetes dan tidak bersifat toksik selama 14 hari pemberian dengan dosis yang sama. Saran Perlu dilakukan analisis antioksidan dan penghambatan alfa-glukosidase dengan produksi yang lebih besar dan konsentrasi yang lebih tinggi serta menggunakan intact cell untuk mendapatkan aktivitas yang lebih besar. Identifikasi senyawa metabolit yang berperan perlu dilakukan, baik dengan pengujian fitokimia, HPLC, maupun NMR. Perlu dilakukan pengamatan terhadap profil imunohistokimia antioksidan enzim pada pankreas. DAFTAR PUSTAKA Abunasef SK, Amin HA, Abdel-Hamid GA. 2014. A histological and immunohistochemical study of beta cells in streptozotocin diabetesic rats treated with caffeine. Folia Histochem Cytobiol. 52(1):42-50. Alsayadi M, Jawfi YA, Belarbi M, Soualem-Mami Z,Merzouk H, Sari Dc, Sabri F, Ghalim M. 2014. Evaluation of anti-hyperglycemic and antihyperlipidemic activities of water kefir as probiotic on streptozotocininduced diabetic wistar rats. J Diabet Mell. 4:85-95. 29 Amaretti A, di Nunzio M, Pompei A, Raimondi S, Rossi M, Bordoni A. 2013. Antioxidant properties of potentially probiotic bacteria: in vitro and in vivo activities. Appl Microbiol Biotechnol. 97(2):809-817. Bajpai VK, Han JH, Nam GJ, Majumder R, Park C, Lim J, Paek WK, Rather IA, Park YH. 2016. Characterization and pharmacological potential of Lactobacillus sakei 1I1 isolated from fresh water fish Zacco koreanus. J Pharm Sci. 24(8):1-12. Bhatia A, kaur G, Kaur M, Singla R. 2012. Coencapsulation of synbiotics for the evaluation of in vivo antidiabetic activity. Adv Appl Sci Res. 3(5):30203024. Bigoniya P, Singh CS, Shukla A. 2002. A comprehensiv review of different liver toxicants used in experimental pharmacology. Int J Pharm Sci Drug Res. 1(3):124-135. Bosch M, Fuentes MC, Audivert S, Bonachera MA, Peir´o S, Cune J. 2014. Lactobacillus plantarum CECT 7527, 7528 and 7529: probiotic candidates to reduce cholesterol levels. J Sci Food Agric. 94:803–809. Bosenberg LH, Zyl DGV. 2008. The mechanism of action of oral antidiabetic drugs: a review of recent literature. The Journal of Endocrinology, Metabolism and Diabetes of South Africa. 13(3):80-88. Cani PD. Geurts L, Matamoros S, Plovier H, Duparc T. 2014. Glucose metabolism: focus on gut microbiota, the endocannabinoid systemand beyond. Diabetes and Metabolism. 1-12. Chen P, Zhang Q, Dang H, Liu X, Tian F, Zhao J, Chen Y, Zhang H, Chen W. 2014. Screening for potential new probiotic based on probiotic properties and α-glucosidase inhibitory activity. Food Control. 35:65-72. Damasceno DC, Netto AO, Iessi IL, Gallego FQ, Corvino SB, Dallaqua B, Sinzato YK, Bueno A, Calderon MP, Rudge MC. 2014. Streptozotocininduced diabetes models: pathophysiological mechanisms and fetal outcomes. BioMed Research International. 1-12. Derelanko MJ. 2008. The Toxicologist’s Pocket Handbook, Second Edition. New York (US): CRC Press. Desniar. 2012. Karakterisasi bakteri asam laktat dari produk fermentasi ikan (bekasam). [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Duan FF, Liu JH, March JC. 2015. Engineered commensal bacteria reprogram intestinal cells into glucose-responsive insulin secreting cells for the treatment of diabetes. Journal of Diabetes. 1-10. Eleazu CO, Eleazu KC, Chukwuma S, Essien UN. 2013. Review of the mechanism of cell death resulting from streptozotocin challenge in experimental animals, its practical use and potential risk to humans. J Diab Metab Dis. 12(60):1-7. [FAO] Food And Agriculture Organization, [WHO] World Health Organization. 2006. Guidelines for the Evaluation of Probiotics in Food, Report of Joint FAO/WHO Working Group on Drafting Guidelines for the Evaluation of Probiotics in Food. Rome (IT): Food and Agriculture Organization and World Health Organization. Furukawa S, Fujita T, Shimabukuro M, Iwaki M, Yamada Y, Nakajima Y, Nakayama O, Makishima M, Matsuda M, Shimomura I. 2004. Increased 30 oxidative stress in obesity and its impact on metabolic syndrome. J Clin Invest. 114:1752–1761. Galdeano CM, de LeBlanc ADM, Vinderola G, Bonet MEB, Perdigón G. 2007. Proposed model: mechanisms of immunomodulation induced by probiotic bacteria. Clin Vacc Immunol. 14(6):485-492. Gao H, Huang Y, Xu PY, Kawabata J. 2007. Inhibitory effect on α-glucosidase by the fruits of Terminalia chebula retz. Food Chemistry. 105(2):628-634. Gomes AC, Bueno AA, de Souza RGM, Mota JF. 2014. Gut microbiota, probiotics and diabetes. Nutr J. 13(60):1-13. Grajek W, Olejnik A, Sip A. 2005. Probiotics, prebiotics and antioxidants as functional foods. Act Biochim Pol. 52(3):665-671. Honda K, Moto M, Uchida N, He F, Hashizume N. 2012. Antidiabetesic effect of lactic acid bacteria in normal and type 2 diabetesic mice. J Clin Biochem Nutr. 51(2):96–101. Houstis N, Rosen ND, Lander ES. 2006. Reactive oxygen species have a causal role in multiple forms of insulin resistance. 440:944-948. Hwang HS, Yun JW. 2010. Hypoglycemic effect of polysaccharides produced by submerged mycelial culture of Laetiporus sulphureus on streptozotocininduced diabetic rats. Biotechnology and Bioprocess Engineering. 15:173181. [IDF] International Diabetes Federation. 2013. IDF Diabetes Atlas, Sixth Edition. Brussels (BE): International Diabetes Federation. Karlsson F, Treamroli V, Nielsen J, Backed F. 2013. Assessing the human gut microbiota in metabolic diseases. 62:3341-3349. Lin MYN, Chang FJ. 2000. Antioxidative effect of intestinal bacteria Bifidobacterium longum ATCC 15708 and Lactobacillus acidophilus ATCC 4356. Dig Dis Sci. 45(8):1617-1622. Lutgendorff F, Nijmeijer RM, Sandstrom PA, Trulsson LM, Magnusson KE, Timmerman HM, van Minnen LP, Rijkers GT, Gooszen HG, Akkermans LA, Soderholm JD. 2009. Probiotics prevent intestinal barrier dysfunction in acute pancreatitis in rats via induction of ileal mucosal glutathione biosynthesis. PLoS ONE. 4(2):e4512. Lutgendorff F, Trulsson LM, van Minnen LP, Rijkers GT, Timmerman HM, Franzen LE, Gooszen HG, Akkermans LMA, Soderholm JD. 2008. Probiotics enhance pancreatic glutathione biosynthesis and reduce oxidative stress in experimental acute pancreatitis. Am J Physiol Gastrointest Liver Physiol. 295:G1111–G1121. Mishra V, Shah C, Mokashe N, Chavan R, Yadav H, Prajapati J. 2015. Probiotic as potential antioxidants: a systematic review. J Agric Food Chem. 1-48. Ozyurt D, Demirata B, Apak R. 2006. Determination of total antioxidant capacity by a new spectrophotometric method based on Ce(IV) reducing capacity measurement. Talanta. 24:273-282. Panjaitan, R., E.Handharyani, Chairul, Masriani, U.Zakiah, Manaliu 2. 2007. Pengaruh pemberian karbon tetraklorida terhadap fungsi hati dan ginjal tikus. Mak Kes. 11(1):11-16. Panwar H, Calderwood D, Grant IR. Grover S, Green BD. 2014. Lactobacillus strains isolated from infant faeces possess potent inhibitory activity against 31 intestinal alpha- and beta-glucosidases suggesting anti-diabetesic potential. Eur J Nutr. 53(7):1465-1474. Panwar H, Rashmi HM, Batish VK, Grover S. 2013. Probiotics as potential biotherapeutics in the management of type 2 diabetes – prospects and perspectives. Diabetes Metab Res Rev. 29:103-112. Petterino C, Storino AA. 2006). Clinical chemistry and haematology historical data in control Sprague-Dawley rats from pre-clinical toxicity studies. Experimental and Toxicologic Pathology. 57:213-219. Plumed-Ferrer C. 2007. Lactobacillus plantarum from application to protein expression. [disertasi]. Kuopio (FI): University of Kuopio. Purwaningsih S, Handharyan E, Lestari IR. 2015. Pengujian toksisitas sub akut ekstrak hipokotil bakau hitam pada tikus galur Sprague Dawley. J Akuat. 4(1):30-40. Ramchandran L, Shah NP. 2008. Proteolytic profiles and angiotensin-I converting enzyme and α-glucosidase inhibitory activities of selected lactic acid bacteria. J Food Sci. 73(2):M75-M81. Ramos-Vara JA. 2005. Technical aspects of immunohistochemistry. Vet Pathol. 42:405-426. Rapsang GF, Kumar R, Joshi SR. 2011. Identification of Lactobacillus pobuzihii from tungtap: a traditionally fermented fish food, and analysis of its bacteriocinogenic potential. Afr J Biotechnol. 10(57):12237-12243. Saka WA, Akhigbe RE, Popoola OT, Oyekunle OS. 2012. Changes in serum electrolytes, urea, and creatinine in Aloevera-treated rats. J Young Pharm. 4(2):78-81. Salazar-Aranda R, Perez-Lopez LA, Lopez-Arroyo J, Alaniz-Garza BA, de Torres NW. 2011. Antimicrobial and antioxidant activities of plants from Northeast of Mexico. J Evid-Bas Complem Altern Med. 41(5):233-236. Salminen S, Wright AV. 2004. Lactic Acid Bacteria. Microbiology and Functional Aspects. 2nd Edition, Revised and Expanded. New York (US): Marcell Dekker Inc. Sancheti S, Sancheti S, Seo SY. 2009. Chaenomeles sinensis: a potent α-and βglucosidase inhibitor. Am J. Pharmacol Tox. 4(1):8-11. Servin AL, Coconnier MH. 2003. Adhesion of probiotic strains to the intestinal mucosa and interaction with pathogens. Best Pract Res Clin Gastroenterol. 17:741-754. Shen J, Obin MS, Zhao L. 2012. The gut microbiota, obesity and insulin resistance. Molecular Aspects of Medicine. 1-20. Shori AB. 2013. Antioxidant activity and viability of lactic acid bacteria in soybean-yogurt made from cow and camel milk. J Taib Univ Sci. 7:202208. Stancu C, Serbancea F, Botez CA, Sima A. 2008. The hypocholesterolemic effect of probiotics in the hyperlipidemic hamster. Proc Rom Acad. 3:145–149. Subhashini S, Lavanya J, Meignalakshmi S. 2013. In vitro studies on adhesion and the effect of cytotoxicity of Bifidobacterium spp. using cell lines. Eur Sci J. 9(18):311-326. Sugiwati S. 2005. Aktivitas atihiperglikemik dari ekstrak buah mahkota dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.] sebagai inhibitor alfa-glukosidase in 32 vitro dan in vivo pada tikus putih. [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Suzuki Y, Kosaka M, Shindo K, Kawasumi T, Kimoto-Nira H, Suzuki C. 2013. Identification of Antioxidants Produced by Lactobacillus plantarum. Biosci Biotechnol Biochem. 77(6):1299–1302. Syafiqoh N. 2014. Bakteri asam laktat asal bekasam sebagai kandidat probiotik. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Szkudelski T. 2001. The mechanism of alloxan and streptozotocin action in B cells of the rat pancreas. Physiological Research. 50:536-546. Tilg H, Moschen AR. 2014. Microbiota and diabetes: an evolving relationship. Gut. 2014:1–9. Urakawa H, Katsuki A, Sumida Y, Gabazza EC, Murashima S, Morioka K, Maruyam N, Kitagawa N, Tanaka T, Hori Y, Nakatani K, Yano Y, Adachi Y. 2003. Oxidative stress is associated with adiposity ad insulin resistance in men. J Clin Endocrinol Metab. 88(10):4673–4676. Vasiljevic, Shah NP. 2008. Review: probiotics — from Metchnikoff to bioactives. Int Dairy J. 18:714–728. Wang XC, Liu H, Chen J, Li Y, Gui S. 2015. Multiple factors related to the secretion of glucagon-like peptide-1. Int J Endocrinol. 1-11. Widowati L, Sumali W, Pudjiastuti. 2006. Pengaruh ekstrak etanol biji klabet (Trigonella foenum-graecum L.) terhadap kadar gula darah tikus NIDDM. Bul Pen Kes. 32:172-182. Yadav H, Jain S, Sinha PR. 2007. Antidiabetesic effect of probiotic dahi containing Lactobacillus acidophilus and Lactobacillus casei in high fructose fed rats. Nutr. 23:62–68. Yadav H, Lee JH, Lloyd J, Walter P, Rane SG. 2013. Beneficial metabolic effects of a probiotic via butyrate-induced GLP-1 hormone secretion. J Biol Chem. 288(35):25088-25097. Yun SI, Park HO, Kang JH. 2009. Effect of Lactobacillus gasseri BNR17 on blood glucose levels and body weight in a mouse model of type 2 diabetes. J Appl Microbiol. 107:1681–1686. Zhang S, Liu L, Su Y, Li H, Sun Q, Liang X, Jiaping L. 2011. Antioxidative activity of lactic acid bacteria in yogurt. Afr J Microbiol Res. 5(29):51945201. Zhang Y, Zhang H. 2013. Microbiota associated with type 2 diabetes and its related complications. Food Sci Hum Well. 2:167-172. 33 LAMPIRAN 34 Lampiran 1 Hasil ekstrak supernatan L. plantarum SK(5) Lampiran 2 Perhitungan TPC L. plantarum SK(5) yang digunakan Pengenceran 10-6 10-7 10-8 Jumlah koloni Ulangan 1 TBUD 218 65 Ulangan 2 TBUD 225 51 Rumus perhitungan TPC: TPC (CFU/mL) = ∑C [(1 x n1) + (0,1x n2)] x d Keterangan: ∑C = Jumlah koloni dari tiap cawan petri n1 dan n2 = Jumlah cawan petri dari pengenceran koloni yang dihitung = Pengenceran pertama yang dihitung d TPC (CFU/mL) - - - - = (218 + 225 + 65 +51) [(1 x 2) + (0,1 x2)] x 10-7 = 2,5 x 109 CFU/mL Jika dalam 1 mL terdapat sel 2,5 x 109 CFU, maka dalam 150 mL kultur bakteri terdapat 3,75 x 1011 CFU. Biomasa basah bakteri yang dipisahkan dengan sentrifuge adalah 3 g, sehingga dalam 3 g biomasa basah L. plantarum SK(5) terdapat sel bakteri sebanyak 3,75 x 1011 CFU. Setelah ditambahkan baha pelindung dan dikeringbekukan, diperoleh biomasa kering sebesar 2,7 g. Sehingga jumlah sel yang terdapat dalam 2,7 g biomasa kering tersebut adalah 3,38 x 1011 CFU. Berdasarkan Saskia (2014), L. plantarum SK(5) yang telah dikeringbekukan dengan ditambah bahan pelindung memiliki ketahanan hidup 99,5%, maka jumlah sel kering dalam 2,7 g L. plantarum SK(5) kering adalah 3,36 x 1011 CFU. Dosis yang digunakan adalah 30 mg/Kg bb dan 15 mg/Kg bb, maka diduga terdapat jumlah sel sebanyak: 35 2700 mg = 3,38 x 1011 CFU 30 mg X X = 3,76 x 109 CFU 2700 mg = 3,38 x 1011 CFU 15 mg X X = 1,88 x 109 CFU Jadi, dalam dosis 30 mg/Kg bb dan 15 mg/Kg bb dari L. plantarum SK(5) yang diberikan diduga terdapat jumlah sel masing-masing sebesar 3,76 x 109 CFU dan 1,88 x 109 CFU Lampiran 3 Kultur kering L. plantarum SK(5) Lampiran 4 STZ Lampiran 5 Pakan BRAVO-512 36 Lampiran 6 Pengukuran kadar glukosa darah dari ujung ekor tikus Lampiran 7 Hasil gula darah hiperglikemik Lampiran 8 Tikus umur 8 minggu Lampiran 9 Kandungan nutrisi BRAVO-512 Nutrisi pakan Kadar air Protein Lemak Serat Abu Kalsium Phospor Sumber: *Nutrition fact BRAVO-512 Kadar nutrisi BRAVO-512* (%) 13 19-21 5-8 5 7 0.9 0.6 37 Lampiran 10 Air minum ad libitum Lampiran 11 Pemberian intervensi perlakuan peroral Lampiran 12 Eutanasi dengan exanguination Lampiran 13 Anestesi dengan ketamine dan xylazine 38 Lampiran 14 Serum darah berwarna bening Lampiran 15 Pengambilan sampel jaringan pankreas Lampiran 16 Pemfiksasian dalam paraformaldehid 4% Lampiran 17 Perhitungan aktivitas antioksidan Konsentrasi (ppm) 25 50 100 200 350 Absorbansi terkoreksi blanko 0,371 0,371 0,371 0,371 0,371 Aktivitas antioksidan (%) = [(A – B)/A] x 100% Absorbansi terkoreksi sampel Ulangan 1 Ulangan 2 0,361 0,364 0,345 0,358 0,333 0,343 0,305 0,314 0,224 0,265 39 Keterangan: A = Absorbansi blanko terkoreksi B = Absorbansi sampel terkoreksi Aktivitas antioksidan (%) = [(0,371-0,224)/0,371] x 100% = 39,62264% Lampiran 18 Perhitungan inhibisi alfa-glukosidase Konsentrasi (ppm) K 5000 0,965 1,076 1,076 0,965 1,076 1,076 0,965 1,076 1,076 20000 6000 Absorbansi terkoreksi sampel 1,186 1,356 1,294 1,142 1,319 1,319 1,137 1,228 1,290 Inhibisi (%) = [(K – (S1-S0)/K] x 100 % Keterangan : K = Absorbansi blanko (B1) dikurangi kontrol blanko (B0) S0 = Absorbansi kontrol sampel S1 = Absorbansi sampel Inhibisi (%) = [(0,965 – 1,186)/0,965] x 100% = -22,902% 40 RIWAYAT HIDUP Penulis yang memiliki nama lengkap Nur Syafiqoh dilahirkan di Lamongan pada tanggal 8 Mei 1991 dari pasangan Miftahul Arif dan Luluk Maskanah. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMAN 2 Lamongan dan pada tahun yang sama diterima di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI). Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan sebagai staff Departemen Sosial Lingkungan periode 20102011, Ketua Divisi Sosial Kemahasiswaan dan Peduli Pangan (SKPP) Himpunan Profesi Hasil Perikanan (Himasilkan) periode 2011-2012, dan anggota Fisheries Processing Club (FPC) periode 2011-2012. Penulis pun aktif menjadi panitia dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan di Institut Pertanian Bogor, di antaranya adalah ketua divisi acara pada Simposium Nasional Kepemudaan Perikanan dan Kelautan yang diselenggarakan oleh BEM FPIK tahun 2011. Selama kuliah, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Iktiologi 2010/2011, Avertebrata Air 2011/2012, Mikrobiologi Hasil Perairan 2011/2012 dan 2012/2013), dan Mikroorganisme dan Fermentasi Hasil Perairan 2013/2014. Selain aktif di dalam kampus, penulis juga aktif di kegiatan sosial lingkungan di luar kampus (volunteer of ecofonopoly) dan anggota komunitas Fakta Bahasa Bogor. Penulis juga aktif mengikuti lomba karya tulis ilmiah PKM-Penelitian 2010 dan 2012 yang didanai oleh DIKTI. Penulis juga pernah menjadi presenter pada 2nd International Conference on Sustainable Future for Human Security (SUSTAIN), Kyoto, Japan 2011. Pada tahun 2012 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di PT Istana Cipta Sembada dengan judul “Analisis Bahaya (Hazard Analysis) pada Proses Pembekuan Udang Vannamei (Penaeus vannamei) Peeled and Devined Natural Block di PT Istana Cipta Sembada, Banyuwangi, Jawa Timur”. Tahun 2014 penulis berhasil lulus dari prgram Strata-1 dengan predikat Sangat Memuaskan dengan judul skripsi “Bakteri Asam Laktat Asal Bekasam sebagai Kandidat Probiotik” dan pada tahun yang sama diterima pada Program Studi Magister Mikrobiologi, Sekolah Pascasarjana, IPB dengan beasiswa Fresh Graduate dari Direktorat Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Republik Indonesia. Selama perkuliahan S2 penulis aktif diberbagai kegiatan, diantaranya adalah sebagai liaison officer pada kegiatan International Conference on Biosciences (ICoBio) 2015, sebagai anggota divisi acara pada kegiatan Internalisasi Anggota Baru Komunitas Fakta Bahasa Bogor 2015, dan penulis pernah berpartisipasi dalam kompetisi nasional Creative Project Competition yang diselenggarakan oleh komunitas Sobat Diabet pada Hari Diabetes Dunia tahun 2015 serta berhasil meraih juara kedua. Sebagian hasil penelitian ini akan dipublikasikan di International Journal of Research in Pharmaceutical Sciences dengan judul “Antioxidant Activity and Antidiabetic Effect of Lactobacillus plantarum SK(5) of Bekasam”.