Templat tesis dan disertasi

advertisement
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN EFEK ANTIDIABETES
PROBIOTIK Lactobacillus plantarum SK(5) ASAL BEKASAM
NUR SYAFIQOH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertas berjudul Aktivitas Antioksidan
dan Efek Antidiabetes Probiotik Lactobacillus plantarum SK(5) Asal Bekasam
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016
Nur Syafiqoh
NIM G351140221
RINGKASAN
NUR SYAFIQOH. Aktivitas Antioksidan dan Efek Antidiabetes Probiotik
Lactobacillus plantarum SK(5) Asal Bekasam. Dibimbing oleh SRI BUDIARTI
dan DESNIAR
Lactobacillus plantarum SK(5) adalah bakteri asam laktat (BAL) yang
diisolasi dari produk fermentasi ikan Indonesia (bekasam). L. plantarum SK(5)
telah dievaluasi memiliki potensi sebagai probiotik, yaitu toleran terhadap asam
dan garam empedu, serta memiliki senyawa antimikrob. Berdasarkan aktivitas
antimikrob, kemampuan menurunkan kadar glukosa darah, dan kemampuan
antioksidan, probiotik diharapkan membuktikan tujuannya untuk membantu
pengendalian diabetes mellitus tipe 2 pada manusia di masa depan. Ada banyak
studi tentang BAL sebagai pengobatan untuk diabetes dan bukti-bukti
menunjukkan bahwa BAL memiliki potensi mengurangi insiden diabetes. Tujuan
dari penelitian ini adalah mendapatkan informasi adanya aktivitas antioksidan dan
efek antidiabetes dari L. plantarum SK(5) asal bekasam.
Ekstrak kasar supernatan pada penelitian ini diperoleh dari hasil ekstraksi
menggunakan etil asetat. Pengujian aktivitas antioksidan menggunakan metode
1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) menunjukkan bahwa ekstrak kasar
L. plantarum SK(5) memiliki aktivitas antioksidan sebesar 34,1% (cukup baik)
pada konsentrasi 350 ppm dan memiliki potensi dalam menghambat enzim alfagukosidase. Pengujian efek antidiabetes dari liofilisasi sel L. plantarum SK(5)
dilakukan menggunakan hewan uji. Hewan uji dibagi menjadi dua grup utama,
yaitu yang diinduksi dengan streptozotocin (STZ) (tikus diabetes) dan kelompok
tikus normal tanpa induksi STZ. Kelompok tikus diabetes (4 kelompok) masingmasing diberikan intervensi acarbose, phosphate buffer saline (PBS),
L. plantarum (SK5) (30 mg/Kg bb), dan L. plantarum (SK5) (15 mg/Kg bb)
secara oral setiap hari selama 14 hari. Berat badan pada semua tikus diabetes
mengalami penurunan. Kadar glukosa darah diperoleh lebih rendah pada semua
kelompok tikus diabetes dan tidak berbeda nyata pada semua kelompok perlakuan
maupun dengan tikus normal. Penurunan paling tinggi setelah 14 hari perlakuan
diperoleh pada kelompok tikus diabetes dengan pemberian L. plantarum SK(5)
(30 mg/Kg bb) (86,22%). L. plantarum SK(5) ditemukan aman selama pemberian
14 hari dengan dosis yang sama berdasarkan analisis profil biokimia darah
menggunakan protokol kit Analytical Medical System-Spanyol. Profil
imunohistokimia pankreas menggunakan protokol kit Biocare Medical-USA
menunjukkan bahwa terjadi regenerasi sel beta pankreas pada pemberian
L. plantarum SK(5) berdasarkan jumlah sel beta pankreas menggunakan software
imageJ.
L. plantarum SK(5) memiliki aktivitas antioksidan dan berhubungan dengan
efek antidiabetes pada penurunan kadar glukosa darah dan perbaikan efek
atidiabetes pada tikus. Aktivitas antioksidan dan penurunan kadar glukosa darah
berbasis bakteri asam laktat diharapkan dapat bermanfaat sebagai terapi untuk
membantu pengendalian diabetes tipe 2 pada manusia sebagai pangan fungsional.
Kata kunci: Aktivitas antioksidan, antidiabetes, inhibitor alfa-glukosidase,
Lactobacillus plantarum SK(5), probiotik.
SUMMARY
NUR SYAFIQOH. Antioxidant Activity and Antidiabetic Effect of Probiotic
Lactobacillus plantarum SK(5) of Bekasam. Supervised by SRI BUDIARTI and
DESNIAR.
Lactobacillus plantarum SK(5) is lactic acid bacteria (LAB) that isolated
from traditional Indonesian fermented fish product (bekasam). L. plantarum
SK(5) was previously isolated from bekasam and evaluated for its probiotic
properties, including acid and bile tolerance, and production of antimicrobial
compounds. Based on their antimicrobial activity, blood-glucose-lowering, and
antioxidative capabilities, probiotics are expected to prove its purpose to treat the
type 2 diabetes mellitus on human in the future. There have been many studies on
LAB as a treatment for diabetes and the evidences showed that they have
potentially been able to reduce the incidence of diabetes. The aim of this study
was to get informations about antioxidant activity and antidiabetic effect of L.
plantarum SK(5) of bekasam.
Cell free-supernatant of L. plantarum (SK5) was extracted with ethyl acetate
as solvent. Determination of antioxidant activity was conducted by using 1,1diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) method showed that the crude extract of
L. plantarum SK(5) had antioxidant activity with percentage of inhibition of
34,1% (moderately good) at 350 ppm concentration and had potential of alphaglucosidase inhibitory activity. Investigation of antidiabetic effect of
lyophilization of L. plantarum SK(5) cells was conducted by using rats. Rats were
divided into 2 main groups that STZ-induced diabetes (treated group) and one
group as normal rats without STZ-induced diabetes. Treated group (4 groups)
received acarbose, PBS, L. plantarum (SK5) (30 mg/Kg b.wt), and L. plantarum
(SK5) (15 mg/Kg b.wt) orally once a day for 14 days, respectively. Body weight
loss showed in all treated groups. Blood glucose level were lower in all groups
and not significant neither with all treated group nor with normal group after 14
days treatments. The highest lowering blood glucose level was L. plantarum
SK(5) (30 mg/Kg b.wt) treatment (86,22%). L. plantarum SK(5) was found safe
in 14 day repeated dose toxicity studies based on blood chemistry analysis were
conducted by using kit protocol of Analytical Medical System-Spain.
Immunohistochemistry showed that regenerative changes of pancreatic islet cells
at L. plantarum SK(5) treatment based on number of beta cells were conducted by
using kit protocol of Biocare Medical-USA and the number of pancreatic beta
cells is calculated from a brown color formed on the islets of Langerhans using
ImageJ software.
L. plantarum SK(5) has an antioxidant activity and has a relating to effect
on blood glucose levels and improved diabetic effect in rats. Antioxidant activity
and blood glucose-lowering lactic acid bacteria are expected to be useful as a
therapeutic for treating type 2 diabetes in human as a functional food.
Keywords: Antidiabetic, antioxidant activity, inhibitor
Lactobacillus plantarum SK(5), probiotic
alpha-glocosidase,
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN EFEK ANTIDIABETES
PROBIOTIK Lactobacillus plantarum SK(5) ASAL BEKASAM
NUR SYAFIQOH
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Mikrobiologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Lilis Nuraida, MSc
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul
Aktivitas Antioksidan dan Efek Antidiabetes Probiotik Lactobacillus plantarum
SK(5) Asal Bekasam. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Magister Sains pada Program Studi Mikrobiologi, Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan
dan dorongan hingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini, yaitu Dr dr Sri
Budiarti dan Dr Desniar, SPi, MSi selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan pengarahan dalam penyusunan tesis ini; Prof Dr Lilis Nuraida, MSc
selaku dosen penguji luar komisi yang telah memberikan saran dan kritik untuk
perbaikan tesis ini; Prof Dr Anja Meryandini, MS selaku ketua program studi
yang telah memberikan saran perbaikan pada penyusunan tesis; Dr Rika Indri
Astuti, MSi selaku penjamin mutu yang telah memberikan saran perbaikan pada
saat ujian; Kemenristek Dikti atas dana yang diberikan untuk berlangsungnya
proyek Penelitian Institusi tahun 2015 dengan judul Pengembangan Produk
Biomedis
Antidiabetes
sesuai
kontrak
nomor
083/SP2H/PL/Dit.
Litbabmas/II/2015 melalui Dr Desniar, SPi, MSi; Ema Masruroh, SSi, Dini
Indriani, Amd, Saeful Bahri, Amd, drh Ines Maulidiyah, drh Okta Wismandanu,
Mepid, Mulyadi, Himawan Prasetiyo, MSi, dan drh Vivi Arin yang telah
membantu penulis selama penelitian di Laboratorium; Ayah, Ibu, dan Adik, serta
seluruh keluarga yang telah memberikan motivasi kepada penulis; Teman
seperjuangan Mikrobiologi 2014 (khususnya yang sering direpotkan: Ukhin,
Siska, Lia, Nisa, Dini, Dika, Mbak Adit, Mila, Risa, dan Wiwid) atas
kebersamaan dan suka duka selama penelitian serta penyusunan tesis ini; Risky
Hadiwibowo, MSi dan Marisky Nur Adnin, SPi yang telah membantu dalam
penyusunan jurnal; serta teman-teman Mikrobiologi 2013, THP 46, dan GGC atas
segala doa dan kerja samanya.
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat
diharapkan. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
memerlukannya.
Bogor, September 2016
Nur Syafiqoh
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ............................................................................................
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
1 PENDAHULUAN ........................................................................................
Latar Belakang ............................................................................................
Perumusan Masalah .....................................................................................
Tujuan Penelitian .........................................................................................
Manfaat Penelitian .......................................................................................
2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................................
Probiotik ......................................................................................................
Bakteri Asam Laktat ....................................................................................
Aktivitas Antioksidan ..................................................................................
Mekanisme Probiotik sebagai Antidiabetes ................................................
3 METODE ......................................................................................................
Waktu dan Tempat Penelitian .....................................................................
Bahan dan Alat ............................................................................................
Prosedur .......................................................................................................
Analisis data ................................................................................................
4 HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................
Hasil.............................................................................................................
Aktivitas Antioksidan .............................................................................
Penghambatan Enzim Alfa-glukosidase .................................................
Berat Badan Hewan Uji ..........................................................................
Kadar Glukosa Darah .............................................................................
Profil Biokimia Darah.............................................................................
Profil Imunohistokimia Pankreas ...........................................................
Pembahasan .................................................................................................
5 SIMPULAN DAN SARAN ..........................................................................
Simpulan......................................................................................................
Saran ............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
LAMPIRAN .....................................................................................................
RIWAYAT HIDUP ..........................................................................................
vi
vi
vi
1
1
2
2
2
3
3
3
4
6
9
9
9
9
14
15
15
15
16
16
17
19
20
21
28
28
28
28
33
40
DAFTAR TABEL
1 Reaksi inhibisi enzim α-glukosidase ......................................................... 11
2 Profil biokimia darah ................................................................................. 19
DAFTAR GAMBAR
1 Multifaktor penyebab diabetes tipe 2 (Panwar et al. 2013).......................
2 Analogi keadaan normal dan diabetes di dalam sel (IDF 2013) ...............
3 Peran mikrobiota usus dalam pengembangan dan pengendalian
diabetes (Panwar et al. 2013) ....................................................................
4 Perkiraan mekanisme aksi probiotik dalam manajemen diabetes tipe
2 (Panwar et al. 2013) ...............................................................................
5 Jalur metabolik yang dipengaruhi oleh mikrobiota usus (Tilg dan
Moschen 2014) ..........................................................................................
6 Aktivitas antioksidan L. plantarum SK(5) dengan metode DPPH ............
7 Penghambatan alfa-glukosidase L. plantarum SK(5)................................
8 Hasil pengukuran berat badan hewan uji selama 14 hari perlakuan .........
9 Persentase perubahan berat badan selama perlakuan 14 hari ....................
10 Hasil pengukuran kadar glukosa darah hewan uji selama 14 hari
perlakuan ...................................................................................................
11 Hasil pengukuran kadar glukosa darah hewan uji selama 14 hari
perlakuan ...................................................................................................
12 Persentase perubahan kadar glukosa darah hewan uji setalah 14 hari
perlakuan ...................................................................................................
13 Pulau Langerhans dan sel beta pankreas ...................................................
14 Rata-rata jumlah sel beta pankreas hewan uji ...........................................
5
6
7
7
8
15
16
17
17
18
18
19
20
21
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Hasil ekstrak supernatan L. plantarum SK(5) ...........................................
Perhitungan TPC L. plantarum SK(5) yang digunakan ............................
Kultur kering L. plantarum SK(5) .............................................................
STZ ............................................................................................................
Pakan BRAVO-512 ...................................................................................
Pengukuran kadar glukosa darah dari ujung ekor tikus ............................
Hasil gula darah hiperglikemik .................................................................
Tikus umur 8 minggu ................................................................................
Kandungan nutrisi BRAVO-512 ...............................................................
Air minum ad libitum ................................................................................
Pemberian intervensi perlakuan peroral ....................................................
Eutanasi dengan exanguination .................................................................
Anestesi dengan ketamine dan xylazine ....................................................
34
34
35
35
35
36
36
36
36
37
37
37
37
14
15
16
17
18
Serum darah berwarna bening...................................................................
Pengambilan sampel jaringan pankreas ....................................................
Pemfiksasian dalam paraformaldehid 4% .................................................
Perhitungan aktivitas antioksidan .............................................................
Perhitungan inhibisi alfa-glukosidase .......................................................
38
38
38
38
39
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lactobacillus plantarum merupakan bakteri asam laktat (BAL)
heterofermentatif fakultatif, Gram positif, tidak berspora, katalase negatif, anaerob
fakultatif, tidak motil, dan toleran terhadap asam. Bakteri ini memiliki aplikasi
yang luas, misalnya sebagai kultur starter dalam fermentasi sayuran dan daging,
sebagai probiotik untuk manusia dan hewan, dan dewasa ini digunakan sebagai
agen terapeutik (Plumed-Ferrer 2007). L. plantarum SK(5) ditemukan
berkontribusi pada fermentasi bekasam. Bekasam adalah produk fermentasi ikan
Indonesia yang memiliki rasa asam dan banyak dikenal di daerah Jawa Tengah,
Sumatera Selatan, dan Kalimantan Selatan. Produk ini dibuat dengan fermentasi
menggunakan bahan baku ikan air tawar, garam, dan sumber karbohidrat seperti
nasi atau tape dengan lama fermentasi sekitar 4-10 hari (Desniar 2012).
Isolat L. plantarum SK(5) menunjukkan ketahanan yang baik terhadap asam
dan garam empedu (Syafiqoh 2014). Ketahanan terhadap asam dan garam empedu
merupakan prasyarat suatu mikroorganisme dapat digunakan sebagai probiotik.
Hal ini mengindikasikan kemampuannya bertahan hidup dalam saluran
pencernaan. Probiotik didefinisikan sebagai mikroorganisme hidup yang apabila
dikonsumsi oleh manusia atau hewan dalam jumlah cukup, mampu memberikan
manfaat kesehatan bagi inangnya (FAO dan WHO 2006).
Fungsi probiotik dari bakteri asam laktat dewasa ini telah menerima banyak
perhatian dunia (Honda et al. 2012). Beberapa spesies BAL diaplikasikan sebagai
suplemen mikroba hidup, yang secara positif mempengaruhi kesehatan, terutama
dengan meningkatkan komposisi mikrobiota usus (Grajek et al. 2005). Berbagai
penelitian telah menunjukkan bahwa probiotik dapat mengurangi intoleransi
laktosa, meningkatkan kesehatan usus, memperkuat sistem kekebalan tubuh
(Galdeano et al. 2007), memiliki efek antihipertensi (Zhang dan Zhang 2013),
memiliki efek antioksidan (Yadav et al. 2007), memiliki efek penurun kolesterol
(Bosch et al. 2014), dan memiliki efek antidiabetes (Gomes et al. 2014).
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan
hiperglikemia yang disebabkan oleh resistensi insulin dan atau penurunan sekresi
insulin akibat adanya kegagalan sel beta pankreas (Damasceno et al. 2014).
Insulin bertindak sebagai kunci yang memungkinkan sel-sel tubuh untuk
menggunakan glukosa sebagai energi. Jumlah penderita diabetes di dunia pada
tahun 2013 mencapai 382 juta jiwa dan diprediksi akan meningkat 55% menjadi
592 juta jiwa pada tahun 2035. Sebanyak 5,1 juta jiwa kematian akibat diabetes
terjadi pada tahun 2013 atau terjadi satu kematian setiap enam detik. Indonesia
merupakan negara dengan penderita diabetes peringkat tujuh di dunia dengan
penderita sebanyak 8,5 juta jiwa pada tahun 2013 (IDF 2013).
Terdapat beberapa mekanisme terkait sifat fungsional probiotik sebagai
antidiabetes. Beberapa strain probiotik mampu mengurangi stres oksidatif
pankreas yang menyebabkan peradangan kronis dan apoptosis sel beta pankreas
(Zhang Dan Zhang 2013). Hal ini berhubungan dengan aktivitas antioksidan yang
dimiliki oleh probiotik. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa bakteri
probiotik secara signifikan dapat mengurangi stres oksidatif pada tikus diabetes
2
yang diinduksi pakan tinggi fruktosa dan diberi perlakuan L. acidophilus dan
L. casei pada dahi (Yadav et al. 2007). Penelitian lainnya melaporkan bahwa
beberapa bakteri asam laktat memiliki aktivitas antioksidan dan kemampuan
antidiabetes secara in vitro (Chen et al. 2014).
Mekanisme lainnya dari probiotik sebagai antidiabetes adalah kemampuan
penghambatan terhadap enzim alfa-glukosidase (Ramchandran dan Shah 2008).
L. casei 2W dan L. rhamnosus Z7 memiliki aktivitas penghambatan alfaglukosidase secara in vitro (Chen et al. 2014). Beberapa ekstrak Lactobacillus
yang diisolasi dari feses bayi secara efektif menghambat aktivitas alfa-glukosidase
(Panwar et al. 2014).
Berdasarkan beberapa penelitian mengenai sifat fungsional yang dimiliki
strain probiotik dari bakteri asam laktat, maka isolat L. plantarum SK(5) juga
diduga memiliki beberapa sifat fungsional tersebut. Untuk mengetahui sifat
fungsional dari probiotik isolat L. plantarum SK(5) asal bekasam, maka pada
penelitian ini dilakukan analisis aktivitas antioksidan dan efek antidiabetes. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi informasi mengenai
potensi pangan fungsional berbasis pangan lokal sehingga dapat meningkatkan
kedaulatan pangan Indonesia.
Perumusan Masalah
Penggunaan obat antidiabetes masih memiliki efek samping. Banyak upaya
telah difokuskan pada pengembangan produk alami sebagai pengobatan diabetes.
Probiotik telah banyak diteliti memiliki beberapa manfaat bagi kesehatan
inangnya, tetapi potensi kemampuan antioksidan dan efek antidiabetes pada
probiotik L. plantarum SK(5) asal bekasam belum diteliti sehingga diharapkan
dapat dihasilkan probiotik dari produk perikanan Indonesia yang memiliki efek
antidiabetes dan dapat dikembangkan sebagai pangan fungsional.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi adanya aktivitas antioksidan
dan efek antidiabetes dari L. plantarum SK(5) asal bekasam.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu diperolehnya informasi mengenai
kemampuan antioksidan dan efek antidiabetes dari Lactobacillus plantarum SK(5)
asal bekasam secara in vitro, serta pengaruh pemberian probiotik tersebut secara
in vivo terhadap berat badan, kadar gula darah, jumlah sel beta pankreas, dan
profil biokimia darah tikus. Hasil tersebut diharapkan dapat menjadi dasar untuk
penelitian lainnya, penerapan aplikasi, dan peningkatan konsumsi pangan lokal
dari potensi yang dimiliki.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Probiotik
Probiotik didefinisikan sebagai mikroorganisme yang dalam jumlah cukup
dapat memberikan efek kesehatan bagi inang (Servin dan Coccoiner 2003).
Persyaratan BAL dapat digunakan sebagai probiotik adalah sebagai berikut: 1)
tahan terhadap asam, terutama asam lambung yang memiliki pH antar 1,5-2,0
sewaktu tidak makan dan pH 4,0-5,0 sehabis makan, sehingga mampu bertahan
dan hidup lama ketika melalui lambung dan usus; 2) stabil terhadap garam
empedu dan mampu bertahan hidup selama berada pada bagian usus kecil.
Empedu disekresikan ke dalam usus untuk membantu absorbsi lemak dan asam
empedu yang terkonjugasi dan diserap dari usus kecil; 3) memproduksi senyawa
antimikrob seperti asam laktat, hidrogen peroksida dan bakteriosin; 4) mampu
menempel pada sel usus manusia. Faktor penempelan oleh probiotik merupakan
syarat untuk pengkolonisasian, aktivitas antagonis terhadap patogen, pengaturan
sistem daya tahan tubuh dan mempercepat penyembuhan infeksi; 5) tumbuh baik
dan berkembang dalam saluran pencernaan; 6) koagregasi membentuk lingkungan
mikroflora normal dan seimbang. Koagregasi juga mencerminkan kemampuan
interaksi antar kultur untuk saling menempel; dan 7) aman digunakan oleh
manusia (FAO dan WHO 2006).
Mikroba-mikroba yang umum digunakan dalam pembuatan minuman dan
makanan probiotik utamanya berasal dari kelompok bakteri asam laktat (BAL).
Bakteri ini sering digunakan sebagai probiotik karena kebanyakan strainnya tidak
patogen, bahkan beberapa strain telah mendapatkan status generally recognized as
safe (GRAS) dari food & drugs administration (FDA). Selain itu, kemampuannya
untuk hidup di dalam saluran pencernaan dapat menekan pertumbuhan bakteri
patogen sehingga dapat dimanfaatkan untuk menjaga kesehatan tubuh dan potensi
ini yang menyebabkan BAL digunakan sebagai probiotik (Grajek et al. 2005).
Beberapa strain BAL yang berpotensi sebagai probiotik antara lain Lactobacillus
dan Bifidobacterium (Shen et al. 2012).
Bakteri Asam Laktat
Bakteri asam laktat (BAL) dianggap sebagai kelompok utama dari bakteri
probiotik. Bakteri ini umumnya merupakan kelompok mikroorganisme Grampositif, tidak memiliki sitokrom, hidup dalam kondisi anaerob, tetapi sebagian
aerotolerant, toleran kondisi asam, dan umumnya melakukan fermentasi dengan
asam laktat sebagai produk utamanya. Genus yang utama adalah: Lactobacillus,
Lactococcus, Enterocococcus, Streptococcus, Pediococcus, Leuconostoc, dan
Bifidobacterium. Anggota BAL dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan
metabolisme karbohidratnya, yaitu homofermentatif yang terdiri dari Lactococcus,
Pediococcus, Enterococcus, Streptococcus, dan beberapa Lactobacillus yang
memanfaatkan jalur Embden-Meyerhof (glikolitik). Jalur ini mengubah sumber
karbon menjadi asam laktat. Kelompok yang kedua adalah heterofermentatif.
Kelompok ini adalah kelompok bakteri yang menghasilkan sejumlah laktat, CO2,
etanol, atau asetat dari glukosa melalui jalur fosfoketolase. Anggota
4
kelompok ini termasuk Leuconostoc, Weissellia, dan beberapa Lactobacillus
(Vasiljevic dan Shah 2008).
Lactobacillus spp. merupakan genus terbesar dari kelompok BAL. Genus
Lactobacillus bersifat Gram positif dan tidak membentuk spora, serta bersifat
anaerob fakultatif. Lactobacillus spp. banyak terdapat pada produk makanan
fermentasi seperti produk-produk susu fermentasi (yoghurt, keju, kefir) produk
fermentasi daging seperti sosis fermentasi, serta produk fermentasi sayuran seperti
pikel, kimchi, dan sauerkraut. Lactobacillus spp. berkontribusi untuk pengawetan,
ketersediaan nutrisi, dan flavour pada produk fermentasi tersebut (Salminen dan
Wright 2004).
Beberapa strain Lactobacillus dan Bifidobacterium telah terbukti
memperbaiki obesitas, peradangan, dan komplikasi metabolik yang berhubungan
dengan beberapa mekanisme, termasuk penghambatan adesi patogen pada mukosa
usus, stabilisasi struktur komunitas mikroba, dan melalui peningkatan integritas
mukosa serta fungsi penghalang terhadap penyakit, cedera, atau stres (Shen et al.
2012). Mayoritas bakteri dari strain Lactobacillus dan Bifidobacterium diakui
aman. BAL jarang patogen untuk manusia dan hewan, kecuali Streptococcus dan
Enteroccci. Namun, daftar strain probiotik masih sedikit. Strain dari jenis
Lactobacillus dan Bifidobacterium termasuk strain yang ditawarkan oleh industri
susu dan beberapa kelompok ilmiah (Grajek et al. 2005).
Aktivitas Antioksidan
Stres oksidatif merupakan penyebab dari berbagai macam penyakit kronis
pada manusia. Stres oksidatif disebabkan oleh aktivitas dari reactive oxidative
species (ROS) melalui proses oksidasi. Oksidasi adalah reaksi kimia yang
mentransfer elektron dari substansi ke agen pengoksidasi. Reaksi oksidasi dapat
memproduksi radikal bebas yang memiliki elektron tidak berpasangan (Mishra et
al. 2015).
Stres oksidatif didefinisikan sebagai ketidakseimbangan antara pro-oksidan
dan sistem pertahanan antioksidan tubuh sebagai hasil dari ROS yang steady state.
Stres oksidatif baru-baru ini ditemukan bertanggung jawab pada kerusakan sel
beta pankreas pada hiperglikemia (Gambar 1). Beberapa mekanisme reaksi yang
dianggap terlibat dalam genesis dari stres oksidatif pada pasien diabetes dan
hewan diabetes diantaranya adalah autooksidasi glukosa, glikasi protein,
pembentukan turunan produk glikasi, dan jalur poliol. Selama proses-proses
tersebut, ROS diproduksi dan menyebabkan kerusakan jaringan. Pemberian STZ
menyebabkan peningkatan malonaldehida (MDA) secara signifikan dan
menurunkan antioksidan enzim, seperti katalase, glutathione peroxidase, dan
superoksida dismutase dibandingkan dengan kontrol hewan dalam percobaan.
Penurunan aktivitas antioksidan dan peningkatan aktivitas MDA secara simultan
menunjukkan kerentanan pankreas terhadap induksi STZ yang menyebabkan stres
oksidatif (Eleazu et al. 2013).
Radikal bebas merupakan molekul yang mengandung elektron yang tidak
berpasangan pada orbit luarnya. Radikal bebas memiliki sifat sebagai penerima
elektron yang tidak stabil. Senyawa ini memiliki kecenderungan berikatan dengan
elektron molekul disekitarnya untuk melengkapi kekurangan elektron dan
5
menghasilkan radikal baru berupa senyawa yang bersifat toksik terhadap sel.
Radikal baru akan berikatan dengan molekul lain dan membentuk kembali
molekul radikal, sehingga terbentuk rantai reaksi radikal dan menginduksi stres
oksidatif. Aktivitas ini mengakibatkan kerusakan sel, jaringan maupun fungsi
genetik yang bermuara pada oksidasi protein, lemak, dan asam nukleat. Aktivitas
radikal bebas akan memicu timbulnya berbagai penyakit degeneratif, seperti
jantung koroner, hepatitis, alzheimer, proses penuaan, diabetes, kanker, dan
katarak (Mishra et al. 2005).
Gambar 1 Multifaktor penyebab diabetes tipe 2 (Panwar et al. 2013)
Antioksidan merupakan suatu inhibitor bagi radikal bebas. Radikal bebas
adalah spesies yang tidak stabil karena memiliki elektron yang tidak berpasangan
dan mencari pasangan elektron dalam makromolekul biologi. Protein, lipida, dan
DNA dari sel manusia yang sehat merupakan sumber pasangan elektron yang
baik. Sumber radikal bebas diantaranya hasil metabolisme, neutrofil, radiasi uv,
polusi air dan udara, lemak makanan, bahan kimia berbahaya, dan asap rokok.
Antioksidan yang terdapat dalam tubuh dapat berupa enzim seperti fosfolipase,
protease, serta enzim yang dapat memperbaiki susunan DNA (Ozyurt et al. 2006).
Antioksidan yang tersedia dalam tubuh tidak sebanding dengan banyaknya radikal
bebas yang mungkin masuk ke dalam tubuh. Oleh karena itu, untuk menangkap
dan mencegah radikal bebas tersebut merusak sel-sel tubuh, diperlukan tambahan
antioksidan dari luar tubuh (Mishra et al. 2015).
Bakteri asam laktat memiliki kemampuan antioksidan. Berdasarkan
pengujian menggunakan strain L. plantarum diperoleh bahwa bakteri tersebut
dapat menghambat radikal bebas DPPH. Identifikasi lebih lanjut menggunakan
high-performance liquid chromatographic (HPLC) terhadap hasil ektrak etil
asetat dari kultur media L. plantarum (supernatan) tersebut dalam media MRSB
(pH 4,0) diperoleh bahwa senyawa metabolit yang berperan terhadap
penghambatan DPPH adalah L-3-(4-hydroxyphenyl) lactic acid (HPLA) dan Lindole-3-lactic acid (ILA). Identifikasi dengan HPLC juga dilakukan pada larutan
media MRSB yang tidak ditumbuhi bakteri dan ditambahkan 1% asam laktat agar
pH menjadi 4,0 sebagai pembanding. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak
ditemukan adanya puncak yang sama dengan ektrak etil asetat supernatan
L. plantarum saat diuji terhadap DPPH dengan HPLC (Suzuki et al. 2013).
6
Mekanisme antioksidan dari probiotik dapat terjadi melalui pengikatan
ROS, pengkelatan ion logam, penghambatan enzim, dan mengurangi serta
menghambat aktivitas autooksidasi askorbat. Mekanisme lain juga bisa menjadi
dasar efek antioksidan dari pemberian probiotik, yaitu tikus stres yang diberikan
suplemen probiotik memiliki kadar GSH yang stabil (Amaretti et al. 2013).
Terdapat berbagai metode pengukuran aktivitas antioksidan, salah satunya
ialah dengan menggunakan radikal DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl).
Radikal DPPH merupakan suatu senyawa organik berupa serbuk berwarna ungu
tua yang mengandung nitrogen yang tidak stabil. DPPH akan bereaksi dengan
komponen senyawa aktif tertentu pada ekstrak uji yang memiliki kemampuan
untuk mendonorkan atom hidrogen. Semakin banyak gugus hidroksil dari suatu
senyawa maka aktivitasnya dalam menghambat radikal DPPH semakin tinggi
(Zhang et al. 2011).
Pengujian dilakukan dengan penambahan etanol. DPPH merupakan radikal
bebas yang stabil dalam etanol. Penambahan larutan etanol dalam uji berperan
dalam mempertahankan kestabilan DPPH. Aktivitas antioksidan DPPH dapat
diukur dengan menghitung besarnya persentase inhibisi, yaitu besarnya aktivitas
senyawa antioksidan yang dapat meredam radikal bebas DPPH (Salazar-Aranda et
al. 2011).
Mekanisme Probiotik sebagai Antidiabetes
Diabetes terjadi ketika tubuh tidak dapat memproduksi cukup hormon
insulin atau tidak dapat menggunakan insulin secara efektif. Insulin bertindak
sebagai kunci yang memungkinkan sel-sel tubuh menggunakan glukosa dan
menggunakannya sebagai energi (Gambar 2). Diabetes dapat menyebabkan
komplikasi kesehatan serius termasuk penyakit jantung, kebutaan, gagal ginjal,
dan lain-lain. Ada dua jenis utama diabetes mellitus. Tipe 1 atau insulin dependent
diabetes mellitus (IDDM) melibatkan autoimun. Tipe 2 atau non-insulin
dependent diabetes mellitus (NIDDM) disebabkan karena berkurangnya sekresi
insulin atau terjadinya resistensi insulin (Hwang dan Yun 2010).
Gambar 2 Analogi keadaan normal dan diabetes di dalam sel (IDF 2013)
Obesitas yang menginduksi resistensi insulin merupakan faktor patofisiologi
yang paling dominan. Resistensi insulin dan peradangan metabolik merupakan hal
pararel yang sering ditemukan dan telah dilakukan penelitian dalam dekade
terakhir untuk menghubungkan dua fenomena tersebut. Hal ini diterima secara
7
luas bahwa etiologi resistensi insulin adalah kompleks dan melibatkan berbagai
jalur. Jalur inflamasi secara kritis terlibat dalam evolusi resistensi insulin (Tilg
dan Moschen 2014). Peradangan diamati pada penderita diabetes tipe 2 dan tikus
diabetes serta manusia yang mengalami kenaikan level plasma lipopolisakarida
(LPS), sebuah komponen membran dari bakteri Gram negatif yang telah terbukti
merusak metabolisme glukosa pada tikus (Karlsson et al. 2013) (Gambar 3).
Gambar 3 Peran mikrobiota usus dalam pengembangan dan pengendalian diabetes
(Panwar et al. 2013)
Metabolit bakteri yang paling banyak dipelajari dan berhubungan dengan
metabolisme host adalah short chain fatty acid (SCFA) (Gambar 4). Short chain
fatty acid merupakan produk dari hasil fermentasi polisakarida oleh mikroba di
colon. Produk tersebut memodulasi kadar beberapa hormon usus yang terlibat
dalam homeostasis glukosa dan energi, termasuk glucagon-like peptide (GLP)-1
(Cani et al. 2014). Glucagon-like peptide (GLP-1) menurunkan kadar glukosa
darah selama hiperglikemia dengan merangsang sekresi insulin dan mengurangi
ketergantungan glukosa. Hormon ini merangsang rasa kenyang dan menunda
pengosongan lambung melalui mekanisme pusat, sehingga mengurangi kadar
glukosa postprandial (Wang et al. 2015).
Gambar 4 Perkiraan mekanisme aksi probiotik dalam manajemen diabetes tipe 2
(Panwar et al. 2013)
8
Short chain fatty acid beredar dalam darah dan dengan demikian dapat
bertindak pada target perifer untuk memodulasi sensitivitas insulin dan seluruh
metabolisme energi dari host (Cani et al. 2014). Modulasi mikrobiota usus dengan
probiotik dapat memfasilitasi pengelolaan sejumlah kondisi klinis. Probiotik dapat
terlibat dalam pemeliharaan dari mikrobiota usus yang lebih sehat, dan juga telah
diidentifikasi sebagai adjuvant efektif dalam terapi resistensi insulin (Gomes et al.
2014).
Aktivasi SCFA-mediated dari G-protein coupled receptor (Gpr43)
mengakibatkan supresi sinyal insulin dalam jaringan adiposa kemudian mencegah
akumulasi lemak. Diet tinggi lemak menginduksi resistensi insulin, sebagaimana
dibuktikan pada pengujian toleransi insulin dan toleransi glukosa, diperoleh
bahwa resistensi insulin dan kadar glukosa darah meningkat pada tikus yang
kekurangan Gpr43 dibandingkan dengan tikus galur liar dan yang mendapat
perlakuan antibiotik. Aktivasi Gpr43 juga meningkatkan sensitivitas insulin
dengan meningkatkan sekresi GLP-1 di usus. G-protein coupled receptor (Gpr43)
tidak diekspresikan di hati maupun diotot dan oleh karena itu adipose tissuederived Gpr43 mampu memodulasi semua efek metabolik setelah adanya
keterlibatan dengan produk yang dihasilkan mikroba seperti SCFA. Short chain
fatty acid (butirat, propionat, dan asetat) dengan demikian merupakan sumber
energi penting untuk host dan bertindak sebagai molekul sinyal, terutama di
jaringan adiposa sehingga menjaga keseimbangan energi (Gambar 5) (Tilg dan
Moschen 2014).
Gambar 5 Jalur metabolik yang dipengaruhi oleh mikrobiota usus (Tilg dan
Moschen 2014)
9
3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2015 hingga Maret 2016.
Pembuatan kultur kering dan ekstraksi BAL dilakukan di Laboratorium
Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor; Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan,
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor; Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor; dan
Laboratorium Mikrobiologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Cibinong.
Pengujian antioksidan dan inhibisi alfa-glukosidase dilakukan di Laboratorium
Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor. Pengujian aktivitas
antihiperglikemik kultur kering L. plantarum SK(5) secara in vivo dilakukan di
kandang percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor. Analisis
biokimia darah dilakukan di laboratorium klinik Mandapa, Bogor. Analisis
imunohistokimia pankreas dilakukan di Laboratorium Patologi, Pusat Studi Satwa
Primata, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat
L. plantarum SK(5) asal bekasam Palembang hasil isolasi Desniar (2012). Alat –
alat yang digunakan antara lain adalah spektrofotometer, glucometer (GlucoDr),
dan peralatan laboratorium lainnya.
Prosedur
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu tahapan pertama
adalah uji efek antidiabet BAL secara in vitro, meliputi ekstraksi, uji antioksidan,
dan penentuan aktivitas daya hambat BAL terhadap enzim α-glukosidase; lalu
tahapan kedua adalah uji efek antidiabet BAL secara in vivo meliputi pembuatan
kultur kering BAL dan pengujian pada hewan uji tikus putih jantan galur Sprague
Dawley (SD).
Uji In Vitro Efek Antidiabetes L. plantarum SK(5)
Ekstraksi Media Kultur L. plantarum SK(5) dalam MRSB (modifkasi
Rapsang et al. 2011)
Produksi senyawa aktif dari supernatan BAL (media kultur) diperoleh
dengan proses ekstraksi. Produksi dilakukan dengan memperbanyak biomasa
basah bakteri asam laktat terlebih dahulu. Pertama dilakukan penyegaran
L. plantarum (SK5) pada MRSA miring. Setelah itu, satu ose bakteri dari MRSA
diinokulasikan pada MRSB dengan volume kerja 10 mL dan diinkubasi pada
wadah tertutup (anaerob). Kultur diinokulasi sebanyak 10% (b/v) ke dalam MRSB
steril dengan volume kerja 500 mL, kemudian diinkubasi 20 jam pada suhu 37°C
10
dalam kondisi anaerob (fase awal stasioner berdasarkan Desniar (2012)). Setelah
itu dilakukan pemisahan antara biomassa basah dan supernatan dari kultur
menggunakan sentrifuge suhu 4°C dengan kecepatan 6000 rpm selama 30 menit.
Supernatan bebas sel selanjutnya diekstraksi meggunakan pelarut etil asetat.
Ekstraksi dilakukan dengan mencampur supernatan bebas sel dan pelarut etil
asetat dengan perbandingan 1:1 kemudian dilakukan pengocokkan atau
pengadukan selama 3x24 jam tanpa proses pemanasan dengan shaker. Pemisahan
media kultur dan hasil ekstrak etil asetat dilakukan dengan corong pisah dan
didiamkan beberapa saat sampai fase antara media kultur dan ekstrak etil asetat
memisah dengan jelas. Ekstrak yang diperoleh selanjutnya dipekatkan
menggunakan rotary evaporator pada suhu 40oC. Ekstrak media kultur yang
diperoleh (Lampiran 1) merupakan sampel yang akan digunakan pada uji
antioksidan dan uji inhibisi enzim α-glukosidase.
Uji Aktivitas Antioksidan (Salazar-Aranda et al. 2011)
Analisis aktivitas antioksidan dilakukan menggunakan 1,1-diphenyl-2picrylhydrazyl (DPPH) dengan melihat kemampuan sampel yang digunakan
dalam mereduksi radikal bebas (DPPH). Sebanyak 10 mg ekstrak kasar
ditimbang, kemudian ditambahkan 1 mL dimetil sufoksida (DMSO) untuk
pembuatan stok larutan 10000 ppm, dan diencerkan dengan etanol dalam beberapa
konsentrasi (25, 50, 100, 200, dan 350 ppm). Sebanyak 2,5 mg DPPH diencerkan
dalam 50 mL etanol. Lalu sebanyak 100 µL etanol dimasukkan ke dalam
microwell plate yang telah disiapkan. Pengisian ekstrak sebanyak 100 µL
dilakukan dengan beberapa konsentrasi dan penambahan 100 µL larutan DPPH.
Campuran dihomogenkan dan diinkubasi pada 37°C selama 30 menit dalam ruang
gelap. Serapan yang dihasilkan diukur dengan spektrofotometer UV-visible pada
panjang gelombang 517 nm. Kontrol positif yang digunakan adalah vitamin C.
Persentase penghambatan aktivitas radikal bebas dihitung menggunakan rumus
sebagai berikut:
Aktivitas antioksidan (%) = [(A – B)/A] x 100%
Keterangan:
A
= Absorbansi blanko terkoreksi
B
= Absorbansi sampel terkoreksi
Uji Daya Hambat Aktivitas Enzim Alfa-glukosidase (Sancheti et al. 2009)
Campuran reaksi dalam uji ini meliputi larutan kontrol blanko (B0), larutan
blanko (B1), larutan kontrol sampel (S0) dan larutan sampel (S1). Persiapan larutan
kontrol blanko (B0) dan blanko (B1) dilakukan dengan pembuatan substrat dengan
cara melarutkan p-nitrofenil α-D-glukopiranosida dalam bufer fosfat 0,1 M pH 7,0
dan pembuatan larutan enzim α-glukosidase dengan cara melarutkan 1 mg αglukosidase dalam 100 mL bufer fosfat (pH 7,0) yang mengandung 200 mg BSA.
Enzim diencerkan 25 kali dengan bufer fosfat sebelum digunakan. Campuran
reaksi blanko terdiri dari 10 μL larutan dimetil sulfoksida (DMSO), 50 μL bufer
fosfat 0,1 M (pH 7,0), 25 μL p-nitrofenil α-D-glukopiranosida sebagai substrat,
dan 25 μL larutan enzim α-glukosidase. Perbedaan antara blanko dan kontrol
blanko, pada kontrol blanko tidak menggunakan enzim α-glukosidase. Campuran
reaksi kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 30 menit. Reaksi dihentikan
11
oleh penambahan 100 μL larutan natrium karbonat 0,2 M, kemudian diukur pada
panjang gelombang 410 nm dengan Microplate reader.
Persiapan larutan kontrol sampel (S0) dan sampel (S1) dilakukan dengan
melarutkan ekstrak supernatan BAL dalam DMSO. Sebanyak 10 mg ekstrak kasar
ditimbang, kemudian ditambahkan 1 mL dimetil sufoksida (DMSO) untuk
pembuatan stok larutan 10000 ppm dan diencerkan dengan DMSO dalam
beberapa konsentrasi (5000, 20000, dan 60000 ppm). Campuran reaksi sampel
terdiri dari 10 μL ekstrak supernatan BAL, 50 μL bufer fosfat 0,1 M (pH 7,0), 25
μL p-nitrofenil α-D-glukopiranosida 10 mM sebagai substrat, dan 25 μL larutan
enzim α-glukosidase. Perbedaan antara sampel dan kontrol sampel, pada kontrol
sampel tidak menggunakan enzim α-glukosidase. Campuran reaksi kemudian
diinkubasi pada suhu 37°C selama 30 menit. Reaksi dihentikan oleh penambahan
100 μL larutan natrium karbonat 0,2 M. Absorban dari p-nitrofenol diukur pada
panjang gelombang 410 nm dengan Microplate reader. Sampel dilakukan dalam
tiga ulangan.
Kontrol positif yang digunakan pada pengujian ini adalah acarbose.
Konsentrasi larutan acarbose 1% sebagai pembanding yang digunakan dibuat dari
tablet Glucobay yang dilarutkan dalam akuades dan HCl 2N (1:1) dengan
konsentrasi 1% (b/v) digunakan sebagai standar, kemudian disentrifugasi dan
supernatan diambil sebanyak 10 μL dan dimasukkan ke dalam campuran reaksi
seperti dalam sampel dan absorban dari p-nitrofenol diukur pada panjang
gelombang 410 nm dengan Microplate reader. Reaksi enzim selengkapnya untuk
satu sampel dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Reaksi inhibisi enzim α-glukosidase
B0 (μL)
Ekstrak supernatan BAL DMSO
10
Buffer
50
Substrat
25
Enzim
Inkubasi 37°C selama 30 menit
Na2CO3
100
B1 (μL)
10
50
25
25
S0 (μL)
10
50
25
-
S1 (μL)
10
50
25
25
100
100
100
Pengujian daya hambat ekstrak terhadap aktivitas α -glukosidase dihitung dalam
% inhibisi dengan rumus :
Inhibisi (%) = [(K – (S1-S0)/K] x 100 %
Keterangan :
K = Absorbansi blanko (B1) dikurangi kontrol blanko (B0)
S0 = Absorbansi kontrol sampel
S1 = Absorbansi sampel
Uji In Vivo Efek Antidiabetes L. plantarum SK(5)
Pembuatan Kultur Kering dengan Metode Pengeringan Beku (modifikasi
Yun et al. 2009)
Produksi kultur kering dilakukan dengan memperbanyak biomasa basah
bakteri asam laktat terkebih dahulu. Pertama dilakukan penyegaran L. plantarum
12
(SK5) pada MRSA miring. Setelah itu, satu ose bakteri dari MRSA
diinokulasikan pada MRSB dengan volume kerja 10 mL dan diinkubasi pada
wadah tertutup (anaerob). Kultur diinokulasi sebanyak 10% (b/v) ke dalam MRSB
steril dengan volume kerja 150 mL, kemudian diinkubasi 20 jam pada suhu 37°C
dalam kondisi anaerob. Sel BAL kemudian dihitung dengan menggunakan metode
total plate count (TPC) sebelum dilakukan pemanenan (Lampiran 2) dan
diperoleh jumlah sel sebanyak 2,50 x 109 CFU/mL. Pemanenan biomasa basah
dilakukan menggunakan sentrifuse pada kecepatan 6000 rpm selama 30 menit
dalam kondisi suhu 4°C. Setelah itu biomasa basah dikeringbekukan. Sebelum
dilakukan proses pengeringan beku, dilakukan penambahan bahan pelindung
(kariogenik) yaitu susu skim dengan konsentrasi larutan 10% (b/v).
Perbandingan antara biomasa basah dengan bahan pelindung adalah 1:10.
Biomasa basah (3 gram) yang telah ditambahkan bahan pelindung (30 mL susu
skim) disimpan pada suhu dingin selama 1 jam untuk memungkinkan difusi bahan
pelindung. Kultur selanjutnya dilakukan pengeringan beku pada suhu -49°C, 0,01
Mpa selama 18 jam dengan menggunakan freeze dryer eyela. Kultur kering BAL
(Lampiran 3) selanjutnya digunakaan dalam pengujian efek antidiabetes secara in
vivo. Setelah pengeringbekuan diperoleh biomasa kering BAL sebanyak 2,7 g dan
diperkirakan memiliki jumlah sel sebanyak 3,36 x 1011 CFU dalam 2,7 g kultur
kering tersebut (Lampiran 2) sesuai hasil penelitian Saskia (2014).
Penginduksian Diabetes (modifikasi Duan et al. 2015)
Pendinduksian diabetes pada penelitian ini dilakukan menggunakan
streptozotocin (STZ) (Santa Cruz, California) (Lampiran 4) dengan dosis 40
mg/Kg bb yang dilarutkan dalam 50 mM bufer sodium sitrat pH 4,5. STZ
diinduksikan secara intraperitonial menggunakan syringe 27-G. Penginduksian
hanya dilakukan sekali, setelah itu tikus diberikan larutan sukrosa 5% (b/v)
selama tiga hari sebagai air minum dan pakan standard (BRAVO-512) (Lampiran
5) dengan nutrisi yang ditampilkan pada Lampiran 9. Selanjutnya kadar glukosa
tikus diamati setelah tiga hari pasca penginduksian STZ dan pembelian larutan
gula dengan menggunakan glucometer (GlucoDr) (dalam satuan mg/dL) dengan
menggunakan darah dari ujung ekor tikus (Lampiran 6). Tikus ditetapkan pada
kondisi hiperglikemik jika kadar glukosa darah lebih dari 200 mg/dL berdasarkan
Damasceno et al. (2014) (Lampiran 7). Ketika kadar glukosa tikus mengalami
diabetes atau >200 mg/dL setelah penginduksian STZ dan pemberial larutan
sukrosa, maka waktu tersebut ditetapkan sebagai hari ke-0 perlakuan. Tikus
dipuasakan selama 6 jam terlebih dahulu sebelum dilakukan pengukuran kadar
glukosa darah. Sel β pankreas akan rusak oleh STZ sehingga fungsi pankreas
menjadi abnormal dan pankreas tidak mampu untuk menghasilkan insulin,
sehingga timbul gangguan metabolik berupa diabetes mellitus.
Analisis Hewan Uji dan Desain Eksperimen
Sebanyak 15 tikus jantan galur Sprague-Dawley (SD) umur 8 minggu
diperoleh dari Laboratorium Ruminansia, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor dengan berat ±125 gram (Lampiran 8). Selanjutnya tikus diadaptasikan
dengan kondisi laboratorium (pencahayaan buatan menggunakan lampu dengan
fotoperiode yang diatur 12 jam terang dan 12 jam gelap) sebelum percobaan
dimulai selama 4 minggu hingga tikus mencapai berat ±250 g. Tikus ditempatkan
13
dalam kandang plastik dan dipelihara di kandang hewan Pusat Studi Biofarmaka,
IPB dengan diberikan ransum berupa pakan standar 15 g/hari (BRAVO-512)
dengan kandungan nutrisi dapat dilihat pada Lampiran 9 dan air minum ad libitum
(Lampiran 10).
Selama adaptasi dan perlakuan, tikus diberikan ransum berpa pakan
standard BRAVO-512. Tikus (n = 3 ekor/kelompok) dibagi kedalam 5 kelompok
dan mendapatkan perlakuan selama 14 hari, yaitu 4 kelompok yang diinduksi
dengan STZ (A-D) dan satu kelompok yang tidak diinduksi dengan STZ (E).
Empat kelompok yang diinduksi STZ sesuai Duan et al. (2015) masing-masing
diberikan intervensi acarbose 1 mg/Kg bb (kontrol positif) (A) (Sugiwati 2005),
PBS 1 mL (kontrol negatif) (B), L. plantarum (SK5) (30 mg/Kg bb atau setara
dengan jumlah sel sebesar ±3,76 x 109 CFU/hari) (C) (Stancu et al. 2008), dan
Lactobacillus plantarum (SK5) (15 mg/Kg bb atau setara dengan jumlah sel
sebesar ±1,88x109 CFU/hari) (D) (modidikasi Stancu et al. 2008). Bahan untuk
intervensi dilarutkan dalam 1 mL PBS dan diberikan secara oral setiap hari sekali
selama 14 hari perlakuan (Lampiran 11). Pembagian kelompok hewan uji pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
A : Tikus diabetes (diinduksi STZ) dan diberikan intervensi acarbose 1 mg/Kg
bb (kontrol positif);
B : Tikus diabetes (diinduksi STZ) dan diberikan intervensi PBS 1 mL (kontrol
negatif);
C : Tikus diabetes (diinduksi STZ) dan diberikan intervensi L. plantarum SK(5)
(30 mg/Kg bb);
D : Tikus diabetes (diinduksi STZ) dan diberikan intervensi L. plantarum SK(5)
(15 mg/Kg bb);
E : Tikus normal tanpa induksi STZ.
Berat badan ditimbang dengan timbangan digital dan kadar glukosa darah
diukur setiap dua hari sekali selama 14 hari. Tikus dipuasakan selama 6 jam
terlebih dahulu sebelum dilakukan pengukuran. Semua tikus dilakukan eutanasi
pada akhir masa percobaan. Eutanasi dilakukan dengan cara exsanguination
(Lampiran 12) yang sebelumnya dianestesi menggunakan ketamine 80 mg/Kg bb
dan xylazine 10 mg/Kg bb setelah 14 hari perlakuan (Lampiran 13), untuk
mendapatkan organ pankreas, serta dilakukan pengambilan sampel darah dari
jantung untuk mendapatkan serum darah. Serum darah digunakan untuk
mengukur serum glutamat oksaloasetat transaminase (SGOT), serum glutamat
piruvat transaminase (SGPT), blood urea nitrogen (BUN), dan kreatinin.
Pengukuran kadar SGOT, SGPT, BUN, dan kreatinin dilakukan menggunakan
protokol kit dari Analytical Medical System, Spanyol.
Analisis profil biokimia darah
Sampel darah diambil dari jantung. Sampel darah yang diperoleh kemudian
disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10-15 menit untuk
mendapatkan serum darah (Lampiran 14). Serum tersebut kemudian dipisahkan ke
dalam tabung ependorf. Serum darah digunakan untuk pengujian kadar SGOT,
SGPT, BUN, dan kreatinin dengan menggunakan spektrofotometri. Serum darah
yang digunakan pada uji SGOT, SGPT, dan kreatinin dipipet masing-masing
sebanyak 50 μL dengan reagen masing-masing sebanyak 500 μL. Serum darah
dan reagen yang digunakan pada uji kadar BUN masing-masing sebanyak 10 μL
14
dan 1 mL. Serum darah dan reagen diukur dalam spektrofotometri pada suhu
25ºC, dengan panjang gelombang 340 nm untuk uji SGOT dan SGPT, 510 nm
pada uji kreatinin, dan 570 nm pada uji BUN.
Analisis profil imunohistokimia pankreas (modifikasi Abunasef et al. 2014)
Prinsip imuohistokimia adalah ikatan antara antigen dan antibodi yang
ditandai dengan reaksi pewarnaan antara substrat dan enzim. Proses pewarnaan
imunohistokimia diawali dengan proses pembuatan preparat histopat meliputi
dilakukannya pengambilan sampel jaringan (sampling) (Lampiran 15) dan
pemasukan ke dalam larutan fiksatif paraformaldehid 4% (Lampiran 16),
pemfiksasian dengan alkohol 70%, pendehidrasian dengan alkohol bertingkat
(80%, 90%, dan 95%) dilanjutkan dengan alkohol absolut (100%), penjernihan
(clearing) dengan xylol, penginfiltrasian dalam parafin cair, proses embedding
dalam cetakan parafin, pemotongan (sectioning) blok parafin yang berisi jaringan
pankreas menggunakan mikrotom dengan ketebalan kurang lebih 3 μm dan
diletakkan pada gelas objek yang telah dilapisi perekat neophren in toluene 0,2%,
dan selanjutnya pewarnaan (staining) imunohistokimia.
Proses analisis histokimia menggunakan protokol kit Biocare Medical-USA
dilakukan dengan cara dilakukannya deparafinisasi dengan xylol, kemudian
rehidrasi dengan akuades, dilanjutkan dengan perendaman preparat dengan H2O2
dalam metanol (blocking endogenous peroxidase) selama 15 menit, pencucian
dengan PBS tiga kali masing-masing selama 5 menit, penetesan Biocare’s
Background Sniper dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 15 menit, penetesan
serum normal dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 60 menit, pencucian dengan
PBS sebanyak tiga kali masing-masing selama 5 menit, penetesan anti insulin
(Monoclonal Anti-Insulin, Sigma Aldrich, No. Catalog I 2018) dan diinkubasi
pada suhu 40°C over night, pencucian dengan PBS sebanyak tiga kali masingmasing selama 5 menit, penetesan antibodi sekunder yang terkonjugasi dengan
biotin (Trekkie Universal Link) dan inkubasi pada suhu 37°C selama 20 menit,
pencucian dengan PBS tiga kali masing-masing selama 5 menit, penetesan
streptavidin-HRP kompleks (TrekAvidin-HRP label) dan inkubasi pada suhu
37°C selama 10 menit, pencucian dengan PBS tiga kali masing-masing selama 5
menit, penetesan Betazoid diamino benzidine (DAB) chromogen solution,
pencucian dengan akuades dan pengecekan dengan mikroskop, dilanjutkan
dengan counterstain menggunakan hematoksilin, lalu pencucian dengan air kran
mengalir, pencucian dengan akuades sambil dilakukan pengecekan dengan
mikroskop, terakhir dilakukan dehidrasi, penjernihan, dan mounting dengan
menggunakan Entelan®. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop
cahaya perbesaran 400x dan dilakukan pengambilan gambar pulau Langerhans
dari 10 lapang pandang menggunakan kamera Nikon Eclipse 80i DS Fi1, Jepang.
Jumlah sel beta pankreas dihitung dari warna coklat yang terbentuk pada pulau
Langerhans menggunakan bantuan software imageJ.
Analisis data
Data yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk nilai rerata±standar deviasi
(Mean±SD) menggunakan Microsoft Power Point 2007. Untuk data kadar glukosa
15
darah, profil biokimia darah, dan jumlah sel beta pankreas dianalisis
menggunakan uji sidik ragam (ANOVA) menggunakan prosedur One WayANOVA pada program SPSS 15. Tingkat perbedaan nilai tengah antar perlakuan
diuji menggunakan uji selang berganda Duncan dengan P < 0.05.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Aktivitas Antioksidan
Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH. Metode
penangkapan radikal DPPH telah digunakan sebagai alat penting untuk
mengevaluasi aktivitas antioksidan BAL (Chen et al. 2014). Metode ini secara
luas digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan karena kesederhanaan
dan sensitivitasnya lebih baik dibandingkan dengan metode lain. Prinsipnya
adalah interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau
radikal hidrogen dari DPPH akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH.
Jika semua elektron pada DPPH menjadi berpasangan maka warna larutan
berubah dari ungu tua menjadi kuning terang (Zhang et al. 2011). Hasil pengujian
aktivitas antioksidan dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Aktivitas antioksidan L. plantarum SK(5) dengan metode DPPH
Hasil analisis antioksidan menggunakan DPPH menunjukkan bahwa ekstrak
media kultur L. plantarum SK(5) memiliki aktivitas antioksidan yang meningkat
seiring dengan peningkatan konsentrasi (Gambar 6). Ekstrak media kultur
L. plantarum SK(5) dengan konsetrasi 350 ppm menunjukkan persentase
penangkapan radikal DPPH tertinggi, yaitu 34,1% (Lampiran 17). Hasil tersebut
jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan kontrol, yaitu vitamin C yang
memiliki persentase penangkapan sebesar 96,72% pada konsentrasi 20 ppm.
16
Penghambatan Enzim Alfa-glukosidase
Aktivitas daya hambat terhadap enzim alfa-glukosidase dipelajari dengan
mengetahui kemampuan sampel untuk menghambat reaksi hidrolisis glukosa pada
substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida (p-NPG). Setelah mengalami hidrolisis
substrat akan terhidrolisis menjadi α-D-glukosa dan p-nitrofenol yang berwarna
kuning. Warna kuning yang dihasilkan oleh p-nitrofenol menjadi indikator
kemampuan inhibitor untuk menghambat reaksi yang terjadi. Semakin besar
kemampuan inhibitor untuk menghambat maka produk yang dihasilkan semakin
sedikit atau warna larutan setelah inkubasi lebih cerah dibandingkan dengan
larutan tanpa inhibitor (Sugiwati 2005). Hasil pengujian inhibisi alfa-glukosidase
dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Penghambatan alfa-glukosidase L. plantarum SK(5)
Hasil analisis penghambatan enzim alfa-glukosidase menunjukkan bahwa
ekstrak media kultur L. plantarum SK(5) memiliki aktivitas inhibisi alfaglukosidase yang meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi. Ekstrak
kasar dengan konsetrasi 60000 ppm menunjukkan penghambatan tertinggi sebesar
-17,28% (Lampiran 18). Hasil ini sangat jauh lebih rendah dibandingkan kontrol
positif glucobay yang meiliki penghambatan sebesar 98,28% pada konsentrasi 10
ppm.
Berat Badan Hewan Uji
Berat badan tikus uji diamati setiap kali dilakukan pegujian kadar gula
darah. Penimbangan dilakukan tiap 2 hari sekali selama 14 hari perlakuan. Hasil
pengukuran berat badan hewan uji dapat dilihat pada Gambar 8. Tubuh tikus
kontrol normal meningkat selama periode percobaan, namun kelompok diabetes
menunjukkan penurunan berat badan pada hari terakhir dari percobaan. Persentase
perubahan berat badan selama 14 hari percobaan dapat dilihat pada Gambar 9.
Berat badan tikus normal (E) meningkat sebanyak 5,32%, sedangkan berat badan
kelompok tikus diabetes menurun sebanyak 5,46% (acarbose) (A), 1,56% (PBS)
(B), 9,08% (L. plantarum SK(5) 30 mg/Kg bb) (C), dan 17,8% (L. plantarum
SK(5) 15 mg / Kg bb) (D).
17
Gambar 8 Hasil pengukuran berat badan hewan uji selama 14 hari perlakuan. (A):
acarbose (kontrol positif), (B): PBS (kontrol negatif), (C): L. plantarum
SK(5) 30 mg/Kg bb, (D): L. plantarum SK(5) 15 mg/Kg bb, (E): tikus
normal tanpa induksi diabetes
Gambar 9 Persentase perubahan berat badan selama perlakuan 14 hari. (A):
acarbose (kontrol positif), (B): PBS (kontrol negatif), (C):
L. plantarum SK(5) 30 mg/Kg bb, (D): L. plantarum SK(5) 15 mg/Kg
bb, (E): tikus normal tanpa induksi diabetes
Kadar Glukosa Darah
Diabetes mellitus ditandai dengan tingkat abnormal glukosa darah
(hiperglikemia) (Alsayadi et al. 2014). Kadar glukosa darah pada penelitian ini
dilakukan tiap 2 hari selama 14 hari perlakuan. Hasil pengukuran kadar glukosa
darah dapat dilihat pada Gambar 10, adanya penurunan selama intervensi obat dan
BAL dapat dilihat pada Gambar 11, dan persentase penurunan dapat dilihat pada
Gambar 12. Gambar 10 menunjukkan bahwa semua tikus yang diinduksi STZ
mengalami hiperglikemia yang ditandai dengan kadar glukosa darah >200 mg/dL
berdasarkan Damsceno et al. (2014). Kadar glukosa darah berfluktuasi, namun
semua perlakuan mengalami penurunan hingga hari ke-14 perlakuan (Gambar 10).
Tikus yang diinduksi STZ mengalami diabetes dengan ditunjukkan oleh
kadar glukosa darah yang berbeda nyata dengan tikus normal (Gambar 11).
Selama 14 hari perlakuan, diperoleh adanya penurunan kadar glukosa darah
dibandingkan dengan awal perlakuan. Gambar 11 menunjukkan bahwa dengan
adanya perlakuan yang diberikan menghasilkan kadar glukosa darah yang tidak
berbeda nyata dengan tikus normal pada hari ke-14 perlakuan.
18
Gambar 10 Hasil pengukuran kadar glukosa darah hewan uji selama 14 hari
perlakuan. (A): acarbose (kontrol positif), (B): PBS (kontrol negatif),
(C): L. plantarum SK(5) 30 mg/Kg bb, (D): L. plantarum SK(5) 15
mg/Kg bb, (E): tikus normal tanpa induksi diabetes
Gambar 11 Hasil pengukuran kadar glukosa darah hewan uji selama 14 hari
perlakuan. (A): acarbose (kontrol positif), (B): PBS (kontrol negatif),
(C): L. plantarum SK(5) 30 mg/Kg bb, (D): L. plantarum SK(5) 15
mg/Kg bb, (E): tikus normal tanpa induksi diabetes. Angka-angka
pada batang yang sama yang diikuti oleh huruf berbeda
menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda
Duncan)
Gambar 12 menunjukkan bahwa penurunan kadar glukosa darah tertinggi
pada tikus diabetes adalah yang diberi L. plantarum SK(5) 30 mg/Kg bb (C)
dengan penurunan sebesar 86,22%. kemudian kontrol positif yang diberi acarbose
1 mg/Kg bb (A) dengan penurunan sebesar 79,32%, dan selanjutnya tikus diabetes
yang diberi L. plantarum SK(5) 15 mg/Kg bb (D) dengan penurunan sebesar
74,66%. Tikus diabetes yang tidak diberikan intervensi obat dan BAL (B) juga
mengalami penurunan kadar glukosa darah, yaitu dengan penurunan sebesar
69,56%. Tikus normal tanpa induksi diabetes (E) juga mengalami penurunan
kadar glukosa darah, yaitu sebesar 13,5%.
19
Gambar 12 Persentase perubahan kadar glukosa darah hewan uji setalah 14 hari
perlakuan. (A): acarbose (kontrol positif), (B): PBS (kontrol negatif),
(C): L. plantarum SK(5) 30 mg/Kg bb, (D): L. plantarum SK(5) 15
mg/Kg bb, E: tikus normal tanpa induksi diabetes
Profil Biokimia Darah
Analisis biokimia dilakukan untuk mengidentifikasi gangguan pada profil
biokimiawi serum darah yang dapat dikorelasikan dengan profil histopatologi hati
dan ginjal. Gangguan fungsi hati dapat diindikasikan dari glutamat oksaloasetat
transaminase (SGOT) dan glutamat piruvat transaminase (SGPT). Gangguan
fungsi ginjal dapat diindikasi dari kandungan blood urea nitrogen (BUN) dan
kreatinin (Panjaitan et al. 2007). Hasil pengujian biokimia darah tikus dapat
dilihat pada Tabel 2. Kadar SGOT, SGPT, BUN, dan kreatinin meningkat pada
kelompok tikus diabetes dibandingkan dengan kelompok tikus normal.
Tabel 2 Profil biokimia darah
Perlakuan
A
B
C
D
E
SGOT (U/L)
242,50±20,51a
115,00±4,24b
145,50±47,38b
124,50±13,44b
88,00±8,49b
SGPT (U/L)
155,50±30,41a
51,00±2,83b
44,50±0,71b
59,50±10,61b
37,50±2,12b
BUN (mg/dL)
42,50±0,71a
44,00±11,31a
43,50±10,61a
49,00±21,21a
34,00±9,90a
Kreatinin (mg/dL)
0,32±0,01ab
0,37±0,01c
0,32±0,00b
0,40±0,02d
0,29±0,00a
Keterangan: (A): acarbose (kontrol positif), (B): PBS (kontrol negatif), (C): L. plantarum SK(5) 30
mg/Kg bb, (D): L. plantarum SK(5) 15 mg/Kg bb, (E): tikus normal tanpa induksi diabetes.
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata
pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)
Kadar SGOT semua perlakuan tidak berbeda nyata dengan tikus normal,
kecuali pada pemberian acarbose (Tabel 2). Semua perlakuan masih di dalam
batas yang ditetapkan Petterino dan Storino (2006) (SGOT dan SGPT pada tikus
jantan galur Sprague-Dawley maksimum sebesar 201,89 U/L dan 218,1 U/L),
namun untuk perlakuan dengan acarbose memiliki kadar SGOT yang lebih tinggi
dari batas (242,50 U/L). Kadar BUN berkisar antara 42,50-49,00 mg/dL (Tabel 2).
Kadar ini masuk kategori normal jika dibandingkan antara perlakuan diabetes
dengan tikus non-diabetes karena kadar BUN perlakuan tidak berbeda nyata dari
kadar BUN tikus normal (34,00 mg/dL). Kadar kreatinin tikus penelitian berkisar
antara 0,29-0,40 mg/dL. Semua kadar kreatinin tikus perlakuan berbeda nyata
dengan tikus normal, kecuai pada perlakuan acarbose, namun masih termasuk
20
dalam kategori normal sesuai dengan batas menurut Derelanko (2008), yaitu 0,30,8 mg/dl (Derelanko 2008).
Profil Imunohistokimia Pankreas
Imunohistokimia merupakan suatu teknik pewarnaan jaringan yang mampu
mendeteksi komponen aktif (antigen) dalam jaringan, yang bertujuan untuk
diagnosa dan penelitian. Konsep dasar dari imunohistokimia sangat sederhana dan
merupakan gabungan dari tiga disiplin ilmu, yaitu imunologi yang berkaitan
dengan prinsip ikatan antara antigen dan antibodi, histologi yang berhubungan
dengan penggunaan sediaan dengan ketebalan mikro yang diamati dengan
mikroskop cahaya, dan ilmu kimia yang berhubungan dengan reaksi kimia yang
terjadi saat pewarnaan (Ramos-Vara 2005). Hasil pewarnaan imunohistokimia
pankreas dapat dilihat pada Gambar 13.
A
B
C
D
Sel beta pankreas
Pulau
Langerhans
E
Gambar 13 Pulau Langerhans dan sel beta pankreas. (A): acarbose (kontrol
positif), (B): PBS (kontrol negatif), (C): L. plantarum SK(5) 30
mg/Kg bb, (D): L. plantarum SK(5) 15 mg/Kg bb, E: tikus normal
tanpa induksi diabetes
Terlihat adanya kerusakan sel beta pankreas pada tikus diabetes (Gambar
13A, B, C, D) dibandingkan dengan tikus normal (Gambar 13E). Gambar 13
menunjukkan bahwa pada kelompok tikus normal maupun tikus diabetes memiliki
sel beta pankreas yang menunjukkan adanya produksi insulin. Hal ini ditunjukkan
dengan warna cokelat yang dihasilkan pada pulau Langerhans. Gambar tersebut
berfungsi untuk penentuan jumlah sel beta pankreas. Jumlah sel beta pankreas
dapat dilihat pada Gambar 14.
21
Rata-rata jumlah sel beta pada tikus normal adalah 202,25±22,06,
sedangkan jumlah rerata sel pada tikus diabetes lebih rendah dari jumlah sel tikus
normal (Gambar 14). Hasil tersebut menunjukkan bahwa jumlah sel tiku normal
berbeda nyata dengan jumlah rerata sel tikus diabetes, kecuali pada pemberian
L. plantarum SK(5) 30 mg/Kg bb. Rerata jumlah sel tikus diabetes tertinggi
adalah pada perlakuan pemberian L. plantarum SK(5) 30 mg/Kg bb dengan rerata
jumlah sel sebanyak 152,25±36,65 (tidak berbeda nyata dengan jumlah sel pada
perlakuan tikus diabetes lainnya), kemudian kelompok kontrol negatif (B) dengan
rerata jumlah sel sebanyak 132,75±17,06 (berbeda nyata dengan tikus normal),
lalu pemberian L. plantarum SK(5) 15 mg/Kg bb dengan rerata jumlah sel
sebanyak 102,58±15,09 (berbeda nyata dengan tikus normal), dan terakhir
kelompok kontrol positif (A) dengan rerata jumlah sel sebanyak 95,83±19,78
(berbeda nyata dengan tikus normal).
Gambar 14 Rata-rata jumlah sel beta pankreas hewan uji. (A): acarbose (kontrol
positif), (B): PBS (kontrol negatif), (C): L. plantarum SK(5) 30
mg/Kg bb, (D): L. plantarum SK(5) 15 mg/Kg bb, (E): tikus normal
tanpa induksi diabetes. Angka-angka pada batang yang sama yang
diikuti oleh huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji
5% (uji selang berganda Duncan)
Pembahasan
Peningkatan pemahaman tentang hubungan mikrobiota usus terkait dengan
diabetes tipe 2 dan obesitas dalam beberapa tahun terakhir telah memberikan
target potensial baru untuk mengurangi risiko diabetes tipe 2 (Zhang dan Zhang
2013). Beberapa peneliti dalam beberapa tahun terakhir telah melaporkan bahwa
probiotik (BAL) memiliki potensi yang berkaitan dengan penurunan efek diabetes
(Yadav et al. 2007; Stancu et al. 2008; Yun et al. 2009; Honda et al. 2012;
Panwar et al. 2014). Zhang dan Zhang (2013) melaporkan bahwa terdapat
beberapa mekanisme efek antidiabetes dari probiotik, diantaranya adalah beberapa
strain probiotik memiliki efek antioksidan yang mengurangi peradangan kronis.
Konsekuensi dari reaksi berantai radikal bebas dapat mengakibatkan
kerusakan serius pada organisme hidup. Produksi radikal bebas dan beberapa
penyakit memiliki hubungan yang erat (Lin dan Chang 2000). Oleh karena itu,
kemampuan probiotik dalam menangkap radikal bebas (DPPH) diteliti. Hasil
22
menunjukkan bahwa kemampuan probiotik L. plantarum SK(5) dalam
menangkap radikal bebas (DPPH) (Gambar 6) mengindikasikan adanya efek
antioksidan (34,1% pada konsentrasi 350 ppm).
Aktivitas antioksidan yang dihasilkan L. plantarum SK(5) jauh lebih rendah
dibandingkan dengan vitamin C yang memiliki aktivitas antioksidan sebesar
96,72% pada konsentrasi 20 ppm. Nilai 34,1% penangkapan radikal bebas DPPH
menunjukkan adanya efek antioksidan yang cukup baik. Subhashini et al. (2013)
melaporkan bahwa penangkapan radikal bebas DPPH oleh Bifidobacterium spp.
yang diisolasi dari produk susu sebesar 33,07% termasuk dalam kategori efek
antioksidan yang cukup baik (moderately good).Metabolit yang diduga berperan
dalam aktivitas antioksidan yang dihasilkan oleh L. plantarum SK(5) adalah L-3(4-hydroxyphenyl) lactic acid (HPLA) dan L-indole-3-lactic acid (ILA). Hasil
identifikasi Suzuki et al. (2013) mengenai metabolit dari ekstrak supernatan bebas
sel L. plantarum yang memiliki aktivitas antioksidan terhadap DPPH dengan
menggunakan HPLC menunjukkan bahwa terdapat L-3-(4-hydroxyphenyl) lactic
acid (HPLA) dan L-indole-3-lactic acid (ILA).
Hasil ekstrak supernatan L. plantarum SK(5) pada penelitian ini memiliki
aktivitas antioksidan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pengujian
aktivitas antioksidan yang dilakukan Chen et al. (2014) pada cell free extract dari
L. rhamnosus GG yang diperoleh dari koleksi Valio Ltd., Finlandia (16.44%);
L. rhamnosus Z7 (17.99%) dan B. bifidum F-35 (3,62%) yang diisolasi dari
human faeces, L. casei BDII yang diperoleh dari koleksi Technology Center of
Bright Dairy and Food Co., Ltd., Shanghai, China (17,70%), L. bulgaricus L24
yang diisolasi dari yoghurt (7.20%), dan yang dilakukan oleh Zhang et al. (2011)
pada Lactobacillus casei subsp. casei dan Lactobacillus delbrueckii subsp.
bulgaricus yang diisolasi dari yoghurt tradisional cina (masing-masing <23.99%).
Hasil pada penelitian Chen et al. (2014) dan Zhang et al. (2011) menunjukkan
bahwa ekstrak intact cell memilki hasil aktivitas antioksidan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ekstrak cell free sehingga untuk selanjutnya dapat dilakukan
pengujian aktivitas ekstrak L. plantarum SK(5) dengan persentase penangkapan
radikal DPPH yang lebih tinggi dengan menggunakan intact cell.
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa asosiasi penanda stres oksidatif
diabetes dan reactive oxygen species (ROS) memainkan peran penting dalam
regulasi resistensi insulin (Furukawa et al. 2004; Houstis et al. 2006; Urakawa et
al. 2003). Diet tinggi lemak meningkatkan oksidasi asam lemak dalam jaringan
hati dan adiposa (Gomes et al. 2014). Hal tersebut juga menginduksi terjadinya
resistensi insulin dan menyebabkan hiperglikemia (Panwar et al. 2013). Banyak
penelitian telah menunjukkan bahwa Lactobacilli memiliki kemampuan
antioksidan (Yadav et al. 2007, Zhang et al. 2011, Shori 2013, Chen et al. 2014)
sehingga antioksidan dapat memainkan peran penting dalam kemampuan
antidiabetes dari BAL.
Beberapa studi dalam beberapa tahun terakhir telah menunjukkan bahwa
BAL memiliki aktivitas penghambatan alfa-glukosidase (Ramchandran dan Shah
2008). Aktivitas penghambatan terhadap alfa-glukosidase dari ekstrak supernatan
L. plantarum SK(5) sangat jauh lebih rendah (-17,28% pada konsentrasi 60000
ppm) jika dibandingkan dengan kontrol, yaitu glucobay (98,28% pada konsentrasi
10 ppm) (Gambar 7).
23
Hasil negatif (-) pada ekstrak BAL belum tentu menunjukkan tidak adanya
aktivitas inhibisi alfa-glukosidase. Hal ini dapat dilihat dari semakin tinggi
konsentrasi, maka semakin besar % inhibisi. Penggunaan konsentrasi uji diduga
masih kurang untuk melihat aktivitas inhibisi alfa-glukosidase dari L. plantarum
SK(5). Hasil pengujian Panwar et al. (2014) pada beberapa ekstrak sel
Lactobacillus yang diisolasi dari infant faeces dapat menghambat enzim alfaglukosidase dengan persentase inhibisi antara 20%-70% pada konsentrasi 250
mg/mL hingga 500 mg/mL, namun pada konsentrasi yang lebih rendah, yaitu 200
mg/mL, diperoleh persentase inhibisi dengan nilai negatif. Hasil yang sama juga
diperoleh dari pengujian Bajpai et al. (2016) pada ekstrak kultur L. sakei 1I1 yang
diisolasi dari ikan air tawar Zacco koreanus. Ekstrak kultur diperoleh dengan
ekstraksi menggunakan pelarut etanol. Ekstrak etanol dari L. sakei 1I1 pada
konsentrasi 1, 5, 25, 50 dan 100 mg/ml menunjukkan adanya penghambatan alfaglukosidase masing-masing sebesar 9,34%, 12,53%, 21,54%, 36,32% dan
60,69%. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi yang digunakan mempengaruhi
inhibisi yang dihasilkan.
Hasil Chen et al. (2014) pada beberapa BAL berbeda menghasilkan
persentase inhibisi alfa-glukosidase yang berbeda. Ekstrak cell free L. rhamnosus
GG yang diperoleh dari koleksi Valio Ltd., Finlandia (11.40%); L. rhamnosus Z7
(14.17%) dan B. bifidum F-35 (21.82%) yang diisolasi dari human faeces, L. casei
BDII yang diperoleh dari koleksi Technology Center of Bright Dairy and Food
Co., Ltd., Shanghai, China (1.08%), L. bulgaricus L24 yang diisolasi dari yoghurt
(9.94%). Hal ini menunjukkan bahwa strain berbeda memiliki kemampuan
inhibisi alfa-glukosidase yang berbeda.
Pemberian BAL adalah sebuah potensi baru dan intervensi gaya hidup
untuk mengendalikan hiperglikemia di masa depan sebagai tambahan untuk
pengendalian diabetes. Penelitian Panwar et al. (2014) menyajikan bukti definitif
bahwa strain tertentu dari Lactobacillus menghasilkan potensi penghambatan
yang signifikan terhadap berbagai alfa-glukosidase. Peran fisiologis Lactobacilli
dalam memodulasi enzim alfa-glukosidase masih belum jelas. Pemurnian lebih
lanjut dan identifikasi bioaktif diperlukan untuk mengungkapkan potensi BAL
yang sebenarnya. Aktivitas penghambatan bergantung pada konsentrasi ekstrak
dan juga adanya sel dari BAL (Panwar et al. 2014). Panwar et al. (2014) dan
Bajpai et al. (2016) melaporkan bahwa isi sitoplasma atau produk metabolisme
bakteri mungkin bertanggung jawab untuk aktivitas ini.
Enzim alfa-glukosidase atau dengan nama lain alfa-D-glukosida
glukohidrolase merupakan enzim yang berperan dalam sel usus halus mamalia.
Enzim tersebut merupakan enzim kunci pada proses akhir pemecahan karbohidrat.
Enzim alfa-glukosidase mengkatalisis hidrolisis terminal residu glukosa non
pereduksi yang berikatan alfa-1,4 pada berbagai substrat dan dihasilkan alfa-Dglukosa. Alfa-glukosidase menghidrolisis ikatan alfa-glikosidik pada
oligosakarida dan alfa-D-glikosida (Gao et al. 2007).
Fungsi alfa-glukosidase dalam sistem pencernaan di usus ialah sebagai
katalis tahap terakhir dalam proses pemecahan karbohidrat. Kerja enzim alfaglukosidase dalam proses penyerapan makanan di usus pada kondisi diabetes
harus dihambat. Pemecahan karbohidrat menjadi glukosa mengakibatkan kadar
glukosa dalam darah penderita diabetes akan semakin tinggi sehingga kerja enzim
ini dalam usus harus dihambat, baik dengan menggunakan obat alami maupun
24
obat komersil. Dihambatnya kerja enzim alfa-glukosidase dapat mengembalikan
kadar glukosa dalam darah pada batas normal. Penghambatan enzim alfaglukosidase dapat menggunakan glucobay® (acarbose), miglitol, dan voglibosa
yang diketahui mampu mengurangi hiperglikemia setelah makan melalui
penghambatan kerja enzim pencerna karbohidrat dan menunda absorpsi glukosa
(Panwar et al. 2014).
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan
hiperglikemia yang diakibatkan oleh resistensi insulin atau defisiensi insulin yang
disebabkan oleh kegagalan sel beta-pankreas (Damasceno et al. 2014). Induksi
diabetes eksperimental pada tikus menggunakan bahan kimia secara selektif
menghancurkan sel-sel beta pankreas merupakan cara yang mudah digunakan. Zat
yang umum digunakan untuk menginduksi diabetes pada tikus adalah aloksan dan
streptozotocin. Streptozotocin (STZ, 2-deoksi-2-(3-(metil-3-nitrosoureido)-Dglukopiranosa) disintesis oleh Streptomycetes achromogenes dan digunakan untuk
menginduksi baik diabetes mellitus yang insulin-dependent maupun yang noninsulin-dependent (IDDM dan NIDDM) (Szkudelski 2001).
Diabetes akibat induksi STZ ditandai dengan penurunan berat badan.
Penurunan ini disebabkan kehilangan atau degenerasi protein struktural. Protein
struktural merupakan faktor utama berat badan. Laporan sebelumnya
menunjukkan bahwa sintesis protein menurun di semua jaringan karena
penurunan produksi ATP dan defisiensi absolut atau relatif insulin (Alsayadi et al.
2014). Hal ini mendukung adanya penurunan berat badan dari tikus diabetes pada
penelitian ini (Gambar 8 dan 9). Salah satu gejala diabetes adalah penderita
kehilangan bobot tubuh, walaupun nafsu makan sangat baik. Hal ini merupakan
akibat adanya deplesi sel lemak dan protein untuk memenuhi kebutuhan energi
karena tidak dapat dipenuhi dari metabolisme glukosa (Widowati et al. 2006).
Peningkatan kadar gula darah yang disebabkan oleh induksi STZ
bergantung pada strain hewan, dosis, cara pemberian obat, dan periode kehidupan
saat STZ diberikan pada tikus. Diabetes dikatakan tipe berat jika dihasilkan gula
darah superior >200 mg/dL atau 300mg/dL) dan dikatakan tipe diabetes ringan
jika glikemia antara 120-200 mg/dL atau 300mg/dL) setelah penginduksian STZ.
Untuk induksi diabetes parah, STZ diberikan dengan dosis 40-50mg/Kg berat
badan secara intravena atau intraperitonial selama masa dewasa. Setelah sekitar
tiga hari, hewan-hewan ini akan memiliki kadar gula darah >300 mg/dL
(Damasceno et al. 2014). Hal tersebut menunjukkan bahwa semua kelompok
perlakuan mengalami diabetes setelah 3 hari induksi STZ (Gambar 10). Tikus
kelompok A, C, dan D mengalami diabetes tipe berat dengan kadar glukosa darah
berkisar antara 368,33-383,67 mg/dL, sedangkan kelompok tikus B mengalami
diabetes tipe ringan dengan kadar glukosa darah sebesar 280,33 mg/dL (Gambar
10), tetapi secara statistik hasil tersebut tidak berbeda nyata antar perlakuan tikus
diabetes (Gambar 11).
Perlakuan selama 14 hari dengan berbagai intervensi memberikan pengaruh
adanya penurunan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah semua tikus diabetes
setelah 14 hari perlakuan tidak berbeda nyata dengan kadar glukosa darah tikus
normal (Gambar 11). Penurunan kadar glukosa darah dengan diberikannya
L. plantarum SK(5) menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara uji in vitro dan
in vivo. Pemberian L. plantarum SK(5) 30 mg/Kg bb dapat menurunkan glukosa
darah sebesar 86,22% dan pemberian L. plantarum SK(5) 15 mg/Kg bb dapat
25
menurunkan glukosa darah sebesar 74,66% selama 14 hari pemberian (Gambar
12). Hasil ini lebih baik dibandingkan dengan penelitian Stancu et al. (2008)
menggunakan dosis 30 mg/Kg bb. Penelitian tersebut melaporkan bahwa selama 6
minggu pemberian kultur kering L. plantarum (DANISCO) pada hiperlipidemik
hamster menghasilkan penurunan sebesar 28,46%. Perbedaan penurunan kadar
glukosa darah dapat disebabkan karena perbedaan strain. Hal ini ditunjukkan pada
penelitian Honda et al. (2012) menggunakan L. bulgaricus selama 6 minggu tidak
menghasilkan penurunan kadar glukosa darah (>200 mg/dL) dan kadar glukosa
darah melebihi kontrol negatif, sedangkan L. rhamnosus GG menghasilkan
penurunan kadar glukosa darah yang signifikan (<200 mg/dL).
Penurunan kadar glukosa darah karena pemberian liofilisasi L. plantarum
SK(5) tersebut dapat disebabkan oleh adanya aktivitas antioksidan. Hal ini
didukung oleh Zhang dan Zhang (2013) bahwa BAL mampu mengurangi stres
oksidatif pankreas yang menyebabkan peradangan kronis dan apoptosis sel beta
pankreas sehingga dapat mengurangi efek diabetes tipe 2. Hasil rerata jumlah sel
beta pankreas pada pemberian L. plantarum SK(5) 30 mg/Kg bb adalah 152,25
(Gambar 14). Jumlah ini paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya
pada tikus diabetes dan tidak berbeda nyata dengan jumlah sel beta pada tikus
normal. Hasil tersebut dapat menunjukkan bahwa terdapat regenerasi sel akibat
kontribusi dari aktivitas antioksidan yang dihasilkan dan berkorelasi dengan
penurunan kadar gula darah. Pemberian L. plantarum SK(5) 15 mg/Kg bb juga
diduga dapat meregenerasi sel beta pankreas dengan rerata jumlah sel beta
pankreas sebanyak 102,58 (lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian
acarbose), namun dosis tersebut kurang efektif dibandingkan L. plantarum SK(5)
30 mg/Kg bb.
Mekanisme antioksidan dari probiotik dapat terjadi melalui pengikatan
ROS, pengkelatan ion logam, penghambatan enzim, dan mengurangi serta
menghambat aktivitas autooksidasi askorbat. Mekanisme lain juga bisa menjadi
dasar efek antioksidan dari pemberian probiotik, yaitu tikus stres yang diberikan
probiotik memiliki kadar enzim GSH (antioksdan enzim) yang stabil (Amaretti et
al. 2013). Pemberian probiotik pada tikus mampu menginduksi transkripsi gen
yang terlibat dalam biosintesis glutathione (GSH) di mukosa usus (Lutgendorff et
al. 2009) dan meningkatkan sintesis glutathione dalam sel pankreas (Lutgendorff
et al. 2008).
Widowati et al. (2006) melaporkan bahwa peningkatan jumlah sel beta
pankreas berkaitan dengan mekanisme penurunan kadar glukosa darah karena
adanya peningkatan jumlah insulin yang dihasilkan. Abunasef et al. (2014)
melaporkan bahwa perbaikan sel beta dapat dilakukan melalui proliferasi. Hasil
yang diperoleh pada pewarnaan imunohistokimia penelitian ini berkorelasi dengan
penurunan kadar glukosa darah.
Penurunan kadar glukosa darah juga diduga dapat disebabkan Lactobacillus
plantarum SK(5) mampu menghambat enzim alfa-glukosidase. Chen et al. (2014)
menyebutkan bahwa kemampuan bakteri asam laktat dalam menghambat enzim
alfa-glukosidase berkontribusi dalam penurunan kadar glukosa darah dan dapat
menjadi antidiabetes yang potensial.
Mekanisme lainnya adalah terdapat peran dari short chain fatty acid (SCFA)
(propionat dan butirat) yang dihasilkan oleh BAL sebagai probiotik (Tilg dan
Moschen 2014). Bifidobacteria dan Lactobacilli menurut Bhatia et al. (2012)
26
dapat melakukan metabolisme dan menghasilkan SCFA yang mempengaruhi
metabolisme host. Aktivasi G-protein coupled reseptor 41 bergantung pada
keberadaan SCFA yang menginduksi ekspresi peptida YY, sebuah hormon usus
yang menghambat motilitas usus, meningkatkan tingkat transit usus, dan
mengurangi panen energi dari makanan. Short chain fatty acid (SCFA) telah
terbukti memicu hormon incretin glucagon-like peptide 1 (GLP-1) untuk
meningkatkan sensitivitas insulin (Tilg dan Moschen 2014).
Pemberian probiotik VSL#3 (berisi beberapa strain Bifidobacterium dan
Lactobacillus) pada tikus yang diinduksi high fructose diet (HFD) memperbaiki
komposisi mikrobiota usus dan meningkatkan metabolit SCFA (butirat) yang
dihasilkan. Peningkatan jumlah butirat ini berkorelasi dengan peningkatan jumlah
hormon GLP-1. Butirat meningkatkan sekresi GLP-1 sekresi dari L-sel usus dan
meningkatkan sensitivitas insulin. Pemberian VSL#3 diketahui dapat mengurangi
inflamasi yang berkorelasi dengan obesitas dan diabetes. Berkurangnya inflamasi
dapat meningkatkan sensivitas insulin (Yadav et al. 2013).
Probiotik memberikan efek utama dalam mempengaruhi mikrobiota usus.
Saluran pencernaan didominasi oleh kelompok bakteri dari filum Firmicutes,
Bacteriodetes, dan Actinobacteria. Peningkatan jumlah Firmicutes dan penurunan
jumlah Bacteriodetes berhubungan dengan berat badan dan resistensi insulin.
Pemberian probiotik VSL#3 menurunkan Firmicutes dan meningkatkan
Bacteriodes yang dapat dilihat pada sampel tinja tikus yang diinduksi HFD
(Yadav et al. 2013).
Penelitian ini menggunakan kontrol positif berupa acarbose. Hasil
menunjukkan bahwa terjadi penurunan sebesar 79,32% pada hari ke-14 perlakuan
(Gambar 12). Hasil kadar glukosa darah setelah pemberian intervensi acarbose
selama 14 hari tidak berbeda nyata dengan tikus normal (Gambar 11). Acarbose
digunakan sebagai pembanding dan merupakan inhibitor enzim alfa-glukosidase
yang digunakan secara komersial. Senyawa ini digunakan untuk terapi pasien
diabetes tipe 2 (NIDDM). Acarbose menghambat alfa-glukosidase dalam proses
penyerapan makanan di usus. Penggunaan acarbose mempunyai efek samping
seperti kembung, diare, dan perut menjadi tidak nyaman (Bosenberg dan Zyl
2008). Mekanisme kerja acarbose adalah menghambat kerja dari alfa-glukosidase,
tetapi tidak memiliki kemampuan dalam meregenerasi sel, sehingga hasil rerata
jumlah sel dari perlakuan pemberian acarbose adalah paling rendah, yaitu 95,83
(Gambar 11).
Hewan uji tanpa perlakuan (kontrol negatif), yaitu diberikan PBS 1 mL pada
penelitian ini mengalami penurunan sebesar 69,56% (Gambar 12). Hasil kadar
glukosa darah tersebut tidak berbeda nyata dengan tikus normal (Gambar 11).
Hasil tersebut diduga karena kerusakan pankreas yang terjadi tidak separah
dengan yang terjadi pada 3 perlakuan lainnya. Kontrol negatif memiliki kadar
glukosa darah rata-rata sebesar 280,33 g/dL setelah penginduksian STZ 3 hari dan
tergolong diabetes tipe ringan berdasarkan Damasceno et al. (2014), sedangkan
kelompok perlakuan lainnya merupakan diabetes tipe berat. Diabetes dengan
induksi streptozotocin disebabkan oleh nekrosis tertentu dari sel-β pankreas, dan
STZ merupakan agen pertama untuk induksi diabetes pada hewan. Kadar glukosa
darah pada kelompok kontrol negatif <300 mg/dL sehingga diduga kerusakan dari
sel-β pankreas tikus tersebut tidak separah dengan yang terjadi pada 3 perlakuan
lainnya, oleh karena itu pada perlakuan ini pun tikus dapat menurunkan kadar gula
27
dengan metabolisme tubuhnya sendiri tanpa bantuan obat. Hal ini didukung oleh
jumlah sel beta pankreas dari tikus tanpa pemberian obat yang tergolong tinggi,
yaitu 132,75 (Gambar 14). Hasil tersebut diduga karena sel beta pankreas tidak
mengalami kerusakan yang parah sehingga mampu melakukan regenerasi sel
dengan meproduksi antioksidan enzim dan memproduksi insulin.
Secara keseluruhan dari hasil pewarnaan imunohistokimia pankreas pada
penelitian ini (Gambar 13) menunjukkan bahwa pada semua perlakuan ditemukan
adanya sel beta pankreas yang ditandai dengan adanya warna coklat pada Pulau
Langerhans. Pewarnaan imunohistokimia pada penelitian ini menggunakan teknik
tidak langsung. Ramos-Vara (2005) menyebutkan bahwa prinsip imunohistokimia
tidak langsung menggunakan antibodi primer dan antibodi sekunder yang akan
berikatan dan dilabel dengan enzim. Ikatan ini kemudian akan divisualisasikan
dengan kromogen dan menghasilkan warna coklat. Hasil tersebut
mengindikasikan bahwa hewan uji mampu menghasilkan insulin setelah
pemberian STZ atau dapat melakukan regenerasi sel.
Hati menghasilkan enzim-enzim yang mampu melakukan biotransformasi
pada berbagai macam zat eksogen maupun endogen untuk dieliminasi oleh tubuh.
Enzim-enzim yang ada di dalam hati diantaranya adalah SGOT dan SGPT. Enzim
SGOT merupakan enzim yang tersebar diberbagai jaringan jantung, ginjal, dan
otak (Purwaningsih et al. 2015). Petterino dan Storino (2006) menyatakan bahwa
kadar enzim SGOT dan SGPT pada tikus jantan galur Sprague-Dawley
maksimum sebesar 201,89 U/L dan 218,1 U/L. Kadar SGOT dan SGPT semua
tidak berbeda nyata dengan tikus normal, kecuali pada perlakuan intervensi
acarbose (berbeda nayata dengan normal). Kadar SGOT dan SGPT semua
perlakuan masih di dalam batas yang ditetapkan, namun untuk perlakuan dengan
acarbose memiliki kadar SGOT yang lebih tinggi dari batas, yaitu 242,50 U/L
(Tabel 2). Hal ini mengindikasikan bahwa liofilisasi L. plantarum SK(5) tidak
bersifat toksik dan pemberian acarbose diduga bersifat toksik.
Enzim SGOT dan SGPT akan mengalami kenaikan jika terjadi kerusakan
hati. Perubahan kadar enzim tersebut menunjukkan indikasi kerusakan hati
(Bigoniya et al. 2009). Apabila terjadi kerusakan sel yang parah maka akan terjadi
kenaikan kadar SGPT dan SGOT secara bersamaan sampai dengan dua kali lipat
bahkan hingga 20-100 kali dari kadar normal. Kenaikan kadar enzim SGPT yang
sangat tinggi yang disertai adanya kenaikan enzim SGOT merupakan indikator
yang menunjukan adanya kerusakan hati yang parah. Pada kasus kerusakan hati
yang berlangsung lama akan menimbulkan penurunan kadar enzim tersebut. Hal
ini diakibatkan karena terjadinya kerusakan pada membran sel hepatosit sehingga
sebagian enzim dapat keluar melalui membran sel (Purwaningsih et al. 2015).
Kadar BUN menunjukkan kadar urea dalam darah. Urea merupakan salah
satu produk pembuangan tubuh. Urea dihasilkan ketika hati memetabolisme
protein dan dieliminasi oleh tubuh melalui ginjal. Tubuh akan mempertahankan
urea dalam darah agar tetap normal, sehingga hati dan ginjal harus memiliki
fungsi yang baik (Purwaningsih et al. 2015). Kadar BUN berkisar antara 42,549,00 mg/dL (Tabel 2). Kadar ini termasuk dalam kategori normal jika
dibandingkan antara perlakuan diabetes dengan tikus non-diabetes karena kadar
BUN perlakuan tidak mengalami kenaikan 2 kali lipat dari kadar BUN tikus
normal (34,00 mg/dL) dan berdasarkan pengujian secara statistik, kadar BUN
tersebut tidak berbeda nyata antara tikus diabetes dengan tikus normal.
28
Kadar kreatinin tikus diabetes berbeda nyata dengan tikus normal, kecuali
pada perlakuan pemberian acarbose (Tabel 2). Berdasarkan Derelanko (2008)
kadar kreatinin tikus diabetes maupun tikus normal pada penelitian ini tergolong
normal atau masuk dalam batas Derelanko(2008). Standar kadar kreatinin pada
tikus galur Sprague Dawley menurut Derelanko (2008) adalah 0,3-0,8 mg/dL.
Saka et al. (2012) menyatakan bahwa kadar kreatinin merupakan kalkulasi dari
konsentrasi kreatinin dalam urin, serum darah, dan laju aliran urin pada
pembuangan urea. Kadar kreatinin digunakan untuk menentukan laju filtrasi
glomerulus ginjal serta fungsi ginjal, sehingga konsentrasi plasma kreatinin dan
urea dapat digunakan sebagai indikator nefrotoksisitas.
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ekstrak kasar media kultur L. plantarum SK(5) memiliki aktivitas
antioksidan (moderately good) dan diduga memiliki aktivitas inhibisi alfaglukosidase. Berat badan kelompok tikus yang diinduksi diabetes mengalami
penurunan. Kadar glukosa darah tikus yang diinduksi diabetes mengalami
penurunan setelah perlakuan 14 hari dan tidak berbeda antarperlakuan, maupun
dengan tikus normal. Penurunan tertinggi adalah perlakuan pemberian
Lactobacillus plantarum SK(5) (30 mg/Kg bb). Jumlah sel beta pankreas juga
menunjukkan adanya regenerasi sel setelah 14 hari pemberian liofilisasi
Lactobacillus plantarum SK(5). Lactobacillus plantarum SK(5) memiliki efek
antidiabetes dan tidak bersifat toksik selama 14 hari pemberian dengan dosis yang
sama.
Saran
Perlu dilakukan analisis antioksidan dan penghambatan alfa-glukosidase
dengan produksi yang lebih besar dan konsentrasi yang lebih tinggi serta
menggunakan intact cell untuk mendapatkan aktivitas yang lebih besar.
Identifikasi senyawa metabolit yang berperan perlu dilakukan, baik dengan
pengujian fitokimia, HPLC, maupun NMR. Perlu dilakukan pengamatan terhadap
profil imunohistokimia antioksidan enzim pada pankreas.
DAFTAR PUSTAKA
Abunasef SK, Amin HA, Abdel-Hamid GA. 2014. A histological and
immunohistochemical study of beta cells in streptozotocin diabetesic rats
treated with caffeine. Folia Histochem Cytobiol. 52(1):42-50.
Alsayadi M, Jawfi YA, Belarbi M, Soualem-Mami Z,Merzouk H, Sari Dc, Sabri
F, Ghalim M. 2014. Evaluation of anti-hyperglycemic and antihyperlipidemic activities of water kefir as probiotic on streptozotocininduced diabetic wistar rats. J Diabet Mell. 4:85-95.
29
Amaretti A, di Nunzio M, Pompei A, Raimondi S, Rossi M, Bordoni A. 2013.
Antioxidant properties of potentially probiotic bacteria: in vitro and in vivo
activities. Appl Microbiol Biotechnol. 97(2):809-817.
Bajpai VK, Han JH, Nam GJ, Majumder R, Park C, Lim J, Paek WK, Rather IA,
Park YH. 2016. Characterization and pharmacological potential of
Lactobacillus sakei 1I1 isolated from fresh water fish Zacco koreanus. J
Pharm Sci. 24(8):1-12.
Bhatia A, kaur G, Kaur M, Singla R. 2012. Coencapsulation of synbiotics for the
evaluation of in vivo antidiabetic activity. Adv Appl Sci Res. 3(5):30203024.
Bigoniya P, Singh CS, Shukla A. 2002. A comprehensiv review of different liver
toxicants used in experimental pharmacology. Int J Pharm Sci Drug Res.
1(3):124-135.
Bosch M, Fuentes MC, Audivert S, Bonachera MA, Peir´o S, Cune J. 2014.
Lactobacillus plantarum CECT 7527, 7528 and 7529: probiotic candidates
to reduce cholesterol levels. J Sci Food Agric. 94:803–809.
Bosenberg LH, Zyl DGV. 2008. The mechanism of action of oral antidiabetic
drugs: a review of recent literature. The Journal of Endocrinology,
Metabolism and Diabetes of South Africa. 13(3):80-88.
Cani PD. Geurts L, Matamoros S, Plovier H, Duparc T. 2014. Glucose
metabolism: focus on gut microbiota, the endocannabinoid systemand
beyond. Diabetes and Metabolism. 1-12.
Chen P, Zhang Q, Dang H, Liu X, Tian F, Zhao J, Chen Y, Zhang H, Chen W.
2014. Screening for potential new probiotic based on probiotic properties
and α-glucosidase inhibitory activity. Food Control. 35:65-72.
Damasceno DC, Netto AO, Iessi IL, Gallego FQ, Corvino SB, Dallaqua B,
Sinzato YK, Bueno A, Calderon MP, Rudge MC. 2014. Streptozotocininduced diabetes models: pathophysiological mechanisms and fetal
outcomes. BioMed Research International. 1-12.
Derelanko MJ. 2008. The Toxicologist’s Pocket Handbook, Second Edition. New
York (US): CRC Press.
Desniar. 2012. Karakterisasi bakteri asam laktat dari produk fermentasi ikan
(bekasam). [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Duan FF, Liu JH, March JC. 2015. Engineered commensal bacteria reprogram
intestinal cells into glucose-responsive insulin secreting cells for the
treatment of diabetes. Journal of Diabetes. 1-10.
Eleazu CO, Eleazu KC, Chukwuma S, Essien UN. 2013. Review of the
mechanism of cell death resulting from streptozotocin challenge in
experimental animals, its practical use and potential risk to humans. J Diab
Metab Dis. 12(60):1-7.
[FAO] Food And Agriculture Organization, [WHO] World Health Organization.
2006. Guidelines for the Evaluation of Probiotics in Food, Report of Joint
FAO/WHO Working Group on Drafting Guidelines for the Evaluation of
Probiotics in Food. Rome (IT): Food and Agriculture Organization and
World Health Organization.
Furukawa S, Fujita T, Shimabukuro M, Iwaki M, Yamada Y, Nakajima Y,
Nakayama O, Makishima M, Matsuda M, Shimomura I. 2004. Increased
30
oxidative stress in obesity and its impact on metabolic syndrome. J Clin
Invest. 114:1752–1761.
Galdeano CM, de LeBlanc ADM, Vinderola G, Bonet MEB, Perdigón G. 2007.
Proposed model: mechanisms of immunomodulation induced by probiotic
bacteria. Clin Vacc Immunol. 14(6):485-492.
Gao H, Huang Y, Xu PY, Kawabata J. 2007. Inhibitory effect on α-glucosidase by
the fruits of Terminalia chebula retz. Food Chemistry. 105(2):628-634.
Gomes AC, Bueno AA, de Souza RGM, Mota JF. 2014. Gut microbiota,
probiotics and diabetes. Nutr J. 13(60):1-13.
Grajek W, Olejnik A, Sip A. 2005. Probiotics, prebiotics and antioxidants as
functional foods. Act Biochim Pol. 52(3):665-671.
Honda K, Moto M, Uchida N, He F, Hashizume N. 2012. Antidiabetesic effect of
lactic acid bacteria in normal and type 2 diabetesic mice. J Clin Biochem
Nutr. 51(2):96–101.
Houstis N, Rosen ND, Lander ES. 2006. Reactive oxygen species have a causal
role in multiple forms of insulin resistance. 440:944-948.
Hwang HS, Yun JW. 2010. Hypoglycemic effect of polysaccharides produced by
submerged mycelial culture of Laetiporus sulphureus on streptozotocininduced diabetic rats. Biotechnology and Bioprocess Engineering. 15:173181.
[IDF] International Diabetes Federation. 2013. IDF Diabetes Atlas, Sixth Edition.
Brussels (BE): International Diabetes Federation.
Karlsson F, Treamroli V, Nielsen J, Backed F. 2013. Assessing the human gut
microbiota in metabolic diseases. 62:3341-3349.
Lin MYN, Chang FJ. 2000. Antioxidative effect of intestinal bacteria
Bifidobacterium longum ATCC 15708 and Lactobacillus acidophilus ATCC
4356. Dig Dis Sci. 45(8):1617-1622.
Lutgendorff F, Nijmeijer RM, Sandstrom PA, Trulsson LM, Magnusson KE,
Timmerman HM, van Minnen LP, Rijkers GT, Gooszen HG, Akkermans
LA, Soderholm JD. 2009. Probiotics prevent intestinal barrier dysfunction
in acute pancreatitis in rats via induction of ileal mucosal glutathione
biosynthesis. PLoS ONE. 4(2):e4512.
Lutgendorff F, Trulsson LM, van Minnen LP, Rijkers GT, Timmerman HM,
Franzen LE, Gooszen HG, Akkermans LMA, Soderholm JD. 2008.
Probiotics enhance pancreatic glutathione biosynthesis and reduce oxidative
stress in experimental acute pancreatitis. Am J Physiol Gastrointest Liver
Physiol. 295:G1111–G1121.
Mishra V, Shah C, Mokashe N, Chavan R, Yadav H, Prajapati J. 2015. Probiotic
as potential antioxidants: a systematic review. J Agric Food Chem. 1-48.
Ozyurt D, Demirata B, Apak R. 2006. Determination of total antioxidant capacity
by a new spectrophotometric method based on Ce(IV) reducing capacity
measurement. Talanta. 24:273-282.
Panjaitan, R., E.Handharyani, Chairul, Masriani, U.Zakiah, Manaliu 2. 2007.
Pengaruh pemberian karbon tetraklorida terhadap fungsi hati dan ginjal
tikus. Mak Kes. 11(1):11-16.
Panwar H, Calderwood D, Grant IR. Grover S, Green BD. 2014. Lactobacillus
strains isolated from infant faeces possess potent inhibitory activity against
31
intestinal alpha- and beta-glucosidases suggesting anti-diabetesic potential.
Eur J Nutr. 53(7):1465-1474.
Panwar H, Rashmi HM, Batish VK, Grover S. 2013. Probiotics as potential
biotherapeutics in the management of type 2 diabetes – prospects and
perspectives. Diabetes Metab Res Rev. 29:103-112.
Petterino C, Storino AA. 2006). Clinical chemistry and haematology historical
data in control Sprague-Dawley rats from pre-clinical toxicity studies.
Experimental and Toxicologic Pathology. 57:213-219.
Plumed-Ferrer C. 2007. Lactobacillus plantarum from application to protein
expression. [disertasi]. Kuopio (FI): University of Kuopio.
Purwaningsih S, Handharyan E, Lestari IR. 2015. Pengujian toksisitas sub akut
ekstrak hipokotil bakau hitam pada tikus galur Sprague Dawley. J Akuat.
4(1):30-40.
Ramchandran L, Shah NP. 2008. Proteolytic profiles and angiotensin-I converting
enzyme and α-glucosidase inhibitory activities of selected lactic acid
bacteria. J Food Sci. 73(2):M75-M81.
Ramos-Vara JA. 2005. Technical aspects of immunohistochemistry. Vet Pathol.
42:405-426.
Rapsang GF, Kumar R, Joshi SR. 2011. Identification of Lactobacillus pobuzihii
from tungtap: a traditionally fermented fish food, and analysis of its
bacteriocinogenic potential. Afr J Biotechnol. 10(57):12237-12243.
Saka WA, Akhigbe RE, Popoola OT, Oyekunle OS. 2012. Changes in serum
electrolytes, urea, and creatinine in Aloevera-treated rats. J Young Pharm.
4(2):78-81.
Salazar-Aranda R, Perez-Lopez LA, Lopez-Arroyo J, Alaniz-Garza BA, de Torres
NW. 2011. Antimicrobial and antioxidant activities of plants from Northeast
of Mexico. J Evid-Bas Complem Altern Med. 41(5):233-236.
Salminen S, Wright AV. 2004. Lactic Acid Bacteria. Microbiology and
Functional Aspects. 2nd Edition, Revised and Expanded. New York (US):
Marcell Dekker Inc.
Sancheti S, Sancheti S, Seo SY. 2009. Chaenomeles sinensis: a potent α-and βglucosidase inhibitor. Am J. Pharmacol Tox. 4(1):8-11.
Servin AL, Coconnier MH. 2003. Adhesion of probiotic strains to the intestinal
mucosa and interaction with pathogens. Best Pract Res Clin Gastroenterol.
17:741-754.
Shen J, Obin MS, Zhao L. 2012. The gut microbiota, obesity and insulin
resistance. Molecular Aspects of Medicine. 1-20.
Shori AB. 2013. Antioxidant activity and viability of lactic acid bacteria in
soybean-yogurt made from cow and camel milk. J Taib Univ Sci. 7:202208.
Stancu C, Serbancea F, Botez CA, Sima A. 2008. The hypocholesterolemic effect
of probiotics in the hyperlipidemic hamster. Proc Rom Acad. 3:145–149.
Subhashini S, Lavanya J, Meignalakshmi S. 2013. In vitro studies on adhesion
and the effect of cytotoxicity of Bifidobacterium spp. using cell lines. Eur
Sci J. 9(18):311-326.
Sugiwati S. 2005. Aktivitas atihiperglikemik dari ekstrak buah mahkota dewa
[Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.] sebagai inhibitor alfa-glukosidase in
32
vitro dan in vivo pada tikus putih. [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Suzuki Y, Kosaka M, Shindo K, Kawasumi T, Kimoto-Nira H, Suzuki C. 2013.
Identification of Antioxidants Produced by Lactobacillus plantarum. Biosci
Biotechnol Biochem. 77(6):1299–1302.
Syafiqoh N. 2014. Bakteri asam laktat asal bekasam sebagai kandidat probiotik.
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Szkudelski T. 2001. The mechanism of alloxan and streptozotocin action in B
cells of the rat pancreas. Physiological Research. 50:536-546.
Tilg H, Moschen AR. 2014. Microbiota and diabetes: an evolving relationship.
Gut. 2014:1–9.
Urakawa H, Katsuki A, Sumida Y, Gabazza EC, Murashima S, Morioka K,
Maruyam N, Kitagawa N, Tanaka T, Hori Y, Nakatani K, Yano Y, Adachi
Y. 2003. Oxidative stress is associated with adiposity ad insulin resistance
in men. J Clin Endocrinol Metab. 88(10):4673–4676.
Vasiljevic, Shah NP. 2008. Review: probiotics — from Metchnikoff to bioactives.
Int Dairy J. 18:714–728.
Wang XC, Liu H, Chen J, Li Y, Gui S. 2015. Multiple factors related to the
secretion of glucagon-like peptide-1. Int J Endocrinol. 1-11.
Widowati L, Sumali W, Pudjiastuti. 2006. Pengaruh ekstrak etanol biji klabet
(Trigonella foenum-graecum L.) terhadap kadar gula darah tikus NIDDM.
Bul Pen Kes. 32:172-182.
Yadav H, Jain S, Sinha PR. 2007. Antidiabetesic effect of probiotic dahi
containing Lactobacillus acidophilus and Lactobacillus casei in high
fructose fed rats. Nutr. 23:62–68.
Yadav H, Lee JH, Lloyd J, Walter P, Rane SG. 2013. Beneficial metabolic effects
of a probiotic via butyrate-induced GLP-1 hormone secretion. J Biol Chem.
288(35):25088-25097.
Yun SI, Park HO, Kang JH. 2009. Effect of Lactobacillus gasseri BNR17 on
blood glucose levels and body weight in a mouse model of type 2 diabetes. J
Appl Microbiol. 107:1681–1686.
Zhang S, Liu L, Su Y, Li H, Sun Q, Liang X, Jiaping L. 2011. Antioxidative
activity of lactic acid bacteria in yogurt. Afr J Microbiol Res. 5(29):51945201.
Zhang Y, Zhang H. 2013. Microbiota associated with type 2 diabetes and its
related complications. Food Sci Hum Well. 2:167-172.
33
LAMPIRAN
34
Lampiran 1 Hasil ekstrak supernatan L. plantarum SK(5)
Lampiran 2 Perhitungan TPC L. plantarum SK(5) yang digunakan
Pengenceran
10-6
10-7
10-8
Jumlah koloni
Ulangan 1
TBUD
218
65
Ulangan 2
TBUD
225
51
Rumus perhitungan TPC:
TPC (CFU/mL) =
∑C
[(1 x n1) + (0,1x n2)] x d
Keterangan:
∑C
= Jumlah koloni dari tiap cawan petri
n1 dan n2
= Jumlah cawan petri dari pengenceran koloni yang dihitung
= Pengenceran pertama yang dihitung
d
TPC (CFU/mL)
-
-
-
-
= (218 + 225 + 65 +51)
[(1 x 2) + (0,1 x2)] x 10-7
= 2,5 x 109 CFU/mL
Jika dalam 1 mL terdapat sel 2,5 x 109 CFU, maka dalam 150 mL kultur
bakteri terdapat 3,75 x 1011 CFU. Biomasa basah bakteri yang dipisahkan
dengan sentrifuge adalah 3 g, sehingga dalam 3 g biomasa basah L. plantarum
SK(5) terdapat sel bakteri sebanyak 3,75 x 1011 CFU.
Setelah ditambahkan baha pelindung dan dikeringbekukan, diperoleh biomasa
kering sebesar 2,7 g. Sehingga jumlah sel yang terdapat dalam 2,7 g biomasa
kering tersebut adalah 3,38 x 1011 CFU.
Berdasarkan Saskia (2014), L. plantarum SK(5) yang telah dikeringbekukan
dengan ditambah bahan pelindung memiliki ketahanan hidup 99,5%, maka
jumlah sel kering dalam 2,7 g L. plantarum SK(5) kering adalah 3,36 x 1011
CFU.
Dosis yang digunakan adalah 30 mg/Kg bb dan 15 mg/Kg bb, maka diduga
terdapat jumlah sel sebanyak:
35
2700 mg = 3,38 x 1011 CFU
30 mg
X
X
= 3,76 x 109 CFU
2700 mg = 3,38 x 1011 CFU
15 mg
X
X
= 1,88 x 109 CFU
Jadi, dalam dosis 30 mg/Kg bb dan 15 mg/Kg bb dari L. plantarum SK(5) yang
diberikan diduga terdapat jumlah sel masing-masing sebesar 3,76 x 109 CFU
dan 1,88 x 109 CFU
Lampiran 3 Kultur kering L. plantarum SK(5)
Lampiran 4 STZ
Lampiran 5 Pakan BRAVO-512
36
Lampiran 6 Pengukuran kadar glukosa darah dari ujung ekor tikus
Lampiran 7 Hasil gula darah hiperglikemik
Lampiran 8 Tikus umur 8 minggu
Lampiran 9 Kandungan nutrisi BRAVO-512
Nutrisi pakan
Kadar air
Protein
Lemak
Serat
Abu
Kalsium
Phospor
Sumber: *Nutrition fact BRAVO-512
Kadar nutrisi BRAVO-512* (%)
13
19-21
5-8
5
7
0.9
0.6
37
Lampiran 10 Air minum ad libitum
Lampiran 11 Pemberian intervensi perlakuan peroral
Lampiran 12 Eutanasi dengan exanguination
Lampiran 13 Anestesi dengan ketamine dan xylazine
38
Lampiran 14 Serum darah berwarna bening
Lampiran 15 Pengambilan sampel jaringan pankreas
Lampiran 16 Pemfiksasian dalam paraformaldehid 4%
Lampiran 17 Perhitungan aktivitas antioksidan
Konsentrasi (ppm)
25
50
100
200
350
Absorbansi terkoreksi
blanko
0,371
0,371
0,371
0,371
0,371
Aktivitas antioksidan (%) = [(A – B)/A] x 100%
Absorbansi terkoreksi sampel
Ulangan 1
Ulangan 2
0,361
0,364
0,345
0,358
0,333
0,343
0,305
0,314
0,224
0,265
39
Keterangan:
A
= Absorbansi blanko terkoreksi
B
= Absorbansi sampel terkoreksi
Aktivitas antioksidan (%)
= [(0,371-0,224)/0,371] x 100%
= 39,62264%
Lampiran 18 Perhitungan inhibisi alfa-glukosidase
Konsentrasi (ppm)
K
5000
0,965
1,076
1,076
0,965
1,076
1,076
0,965
1,076
1,076
20000
6000
Absorbansi terkoreksi
sampel
1,186
1,356
1,294
1,142
1,319
1,319
1,137
1,228
1,290
Inhibisi (%) = [(K – (S1-S0)/K] x 100 %
Keterangan :
K = Absorbansi blanko (B1) dikurangi kontrol blanko (B0)
S0 = Absorbansi kontrol sampel
S1 = Absorbansi sampel
Inhibisi (%)
= [(0,965 – 1,186)/0,965] x 100%
= -22,902%
40
RIWAYAT HIDUP
Penulis yang memiliki nama lengkap Nur Syafiqoh dilahirkan di Lamongan
pada tanggal 8 Mei 1991 dari pasangan Miftahul Arif dan Luluk Maskanah.
Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus
dari SMAN 2 Lamongan dan pada tahun yang sama diterima di Departemen
Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI).
Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai organisasi
kemahasiswaan seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan sebagai staff Departemen Sosial Lingkungan periode 20102011, Ketua Divisi Sosial Kemahasiswaan dan Peduli Pangan (SKPP) Himpunan
Profesi Hasil Perikanan (Himasilkan) periode 2011-2012, dan anggota Fisheries
Processing Club (FPC) periode 2011-2012. Penulis pun aktif menjadi panitia
dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan di Institut Pertanian Bogor, di antaranya
adalah ketua divisi acara pada Simposium Nasional Kepemudaan Perikanan dan
Kelautan yang diselenggarakan oleh BEM FPIK tahun 2011. Selama kuliah,
penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Iktiologi 2010/2011,
Avertebrata Air 2011/2012, Mikrobiologi Hasil Perairan 2011/2012 dan
2012/2013), dan Mikroorganisme dan Fermentasi Hasil Perairan 2013/2014.
Selain aktif di dalam kampus, penulis juga aktif di kegiatan sosial lingkungan di
luar kampus (volunteer of ecofonopoly) dan anggota komunitas Fakta Bahasa
Bogor.
Penulis juga aktif mengikuti lomba karya tulis ilmiah PKM-Penelitian 2010
dan 2012 yang didanai oleh DIKTI. Penulis juga pernah menjadi presenter pada
2nd International Conference on Sustainable Future for Human Security
(SUSTAIN), Kyoto, Japan 2011. Pada tahun 2012 penulis melaksanakan Praktik
Lapangan di PT Istana Cipta Sembada dengan judul “Analisis Bahaya (Hazard
Analysis) pada Proses Pembekuan Udang Vannamei (Penaeus vannamei) Peeled
and Devined Natural Block di PT Istana Cipta Sembada, Banyuwangi, Jawa
Timur”.
Tahun 2014 penulis berhasil lulus dari prgram Strata-1 dengan predikat
Sangat Memuaskan dengan judul skripsi “Bakteri Asam Laktat Asal Bekasam
sebagai Kandidat Probiotik” dan pada tahun yang sama diterima pada Program
Studi Magister Mikrobiologi, Sekolah Pascasarjana, IPB dengan beasiswa Fresh
Graduate dari Direktorat Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan,
Republik Indonesia. Selama perkuliahan S2 penulis aktif diberbagai kegiatan,
diantaranya adalah sebagai liaison officer pada kegiatan International Conference
on Biosciences (ICoBio) 2015, sebagai anggota divisi acara pada kegiatan
Internalisasi Anggota Baru Komunitas Fakta Bahasa Bogor 2015, dan penulis
pernah berpartisipasi dalam kompetisi nasional Creative Project Competition
yang diselenggarakan oleh komunitas Sobat Diabet pada Hari Diabetes Dunia
tahun 2015 serta berhasil meraih juara kedua. Sebagian hasil penelitian ini akan
dipublikasikan di International Journal of Research in Pharmaceutical Sciences
dengan judul “Antioxidant Activity and Antidiabetic Effect of Lactobacillus
plantarum SK(5) of Bekasam”.
Download