BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Model standar adalah model yang sejauh ini telah digunakan oleh fisikawan partikel dalam menjelaskan berbagai fenomena di dunia fisika partikel yang disebut juga sebagai fisika energi tinggi. Di dalam model standar sendiri tercakup 3 interaksi yaitu interaksi elektromagnetik, interaksi lemah, dan interaksi kuat. Interaksi lain yang sampai sekarang masih belum bisa dijelaskan dengan baik adalah interaksi gravitasi. Perkembangan dari model standar ini berkembang secara perlahan dalam beberapa dekade terakhir, mulai dari penyatuan interaksi elektromagnetik dengan interaksi lemah yang dikenal dengan teori electroweak hingga penemuan partikel Higgs Boson. Keberhasilan 3 fisikawan yaitu Glashow, Weinberg, dan Salam dalam menyatukan teori elektrodinamika kuantum (Quantum Electrodynamics -QED) dan teori interaksi lemah menjadi bagian dari teori standar model yang mencakup teori interaksi lemah, interaksi elektromagnetik dan interaksi kuat. Teori QED diwakili oleh grup U(1), teori interaksi lemah diwakili oleh grup SU(2) dan teori kromodinamika kuantum (Quantum Chromodyanmics -QCD) diwakili oleh grup SU(3) sehingga grup tera yang mewakili model standar adalah gabungan ketiganya yaitu SU(3) ⊗ SU(2) ⊗ U(1). Teori electroweak sendiri berhasil dibangun oleh Glashow, Weinberg, dan Salam pada rentang tahun 1960 - 1968. Salah satu poin penting dari teori ini adalah prediksi akan keberadaan vektor boson partikel pembawa interaksi lemah yaitu partikel W + , W − , dan Z 0 sekaligus dengan prediksi massa masing - masing partikel tersebut (Bettini, 2008). Prediksi massa ketiga partikel berhasil diverifikasi secara eksperimen dengan tingkat akurasi yang tinggi, artinya hasil eksperimen tidak jauh berbeda dengan prediksi secara teori. Hal ini menunjukkan bahwa teori electroweak sejauh ini masih berada di jalur yang benar menurut eksperimen. Teori QCD menjelaskan tentang interaksi kuat, yaitu interaksi antar partikel yang memiliki bilangan kuantum color seperti kuark dan gluon. Dalam teori ini, perhitungan besaran-besaran fisis seperti amplitudo reaksi, penampang lintang diferensial, dan sebagainya dicari dengan menggunakan metode yang sama seperti pada 1 2 teori QED dan interaksi lemah yaitu dengan menggunakan aturan diagram Feynman. Aturan diagram Feynman sendiri merupakan manifestasi dari teori gangguan. Dalam tataran energi tinggi, teori gangguan berhasil menjelaskan berbagai fenomena fisis baik pada teori QED, interaksi lemah maupun interaksi kuat. Hal ini berbeda ketika teori gangguan diterapkan pada energi rendah dalam teori QCD. Eksperimen menunjukkan bahwa konstanta kopling dari QCD sangat besar pada energi rendah yaitu ketika besar perpindahan momentum Q2 ≤ 1 MeV. Ketika konstanta kopling semakin besar maka teori gangguan tidak dapat lagi digunakan karena suku-suku yang lebih tinggi ordenya akan menjadi sangat besar. Akibatnya, fenomena fisis dalam interaksi kuat di energi rendah masih belum dapat dijelaskan jika hanya menggunakan teori gangguan. Pada energi tinggi fenomena yang muncul dalam suatu baryon atau meson yang berisi kuark disebut dengan kebebasan asimtotik (asymtotic freedom) yaitu kondisi pada mana nilai konstanta kopling berkurang dengan menaiknya energi atau perpindahan momentum (Q2 ). Tetapi sebaliknya pada energi rendah, fenomena yang muncul adalah pengungkungan kuark (quark confinement) yaitu kondisi pada mana konstanta kopling sangatlah besar sehingga hampir-hampir tidak bisa diamati keberadaan partikel kuark berada pada keadaan bebas. Hal ini disebabkan ketika kuark dan antikuark dipisahkan, energi yang diperlukan sangat besar hingga energi tersebut cukup untuk membentuk pasangan kuark-antikuark yang lain. Salah satu teori non-gangguan yang digunakan dalam menyelesaikan permasalahan interaksi kuat di energi rendah adalah dengan menggunakan metode QCD kisi (Lattice Quantum Chromodynamics). Konsep dasar dari metode ini adalah dengan mendiskritkan ruang-waktu dalam teori medan kuantum menjadi titik - titik kisi. Partikel kuark dapat mengisi titik kisi dengan parameter kisi (a) tertentu dan gluon menjadi penghubung (link) antar titik kisi. Pada teori medan kuantum kisi pengkuantuman yang paling sesuai digunakan adalah pengkuantuman integral lintasan yang dipopulerkan oleh Feynman. Integral lintasan yang digunakan dalam penjabaran dinamika dari kuark dan gluon dalam teori QCD kisi menggunakan integral lintasan yang diskrit pula. Integral lintasan yang biasa dikenal adalah integral lintasan yang kontinyu, yang pada kasus tertentu dapat diselesaikan secara eksak seperti pada kasus partikel bebas dan osilator harmonis namun banyak juga yang tidak bisa diselesaikan secara eksak. Oleh karena itu, penyelesaian dinamika kuark dan gluon di teori QCD kisi ini harus diselesaikan secara numerik yaitu dengan metode komputasi jika memang ingin mengetahui nilai 3 besaran fisisnya. Teori QCD kisi dapat menjelaskan beberapa fenomena yang tidak dapat dijelaskan teori gangguan, seperti mekanisme pengungkungan, perusakan simetri kiral, massa kuark, dan konstanta kopling αs pada energi rendah yang nilainya menjadi lebih besar (αs > 1) dibanding ketika pada energi tinggi. Usaha untuk membangun dan membuktikan secara komputasi tentang teori QCD kisi ini terlepas dari anggapan dari banyak fisikawan yang mengatakan bahwa teori QCD merupakan teori yang benar bagi interaksi kuat karena teori ini telah sukses dalam menjelaskan dinamika kuark dan gluon pada energi tinggi (Rothe, 2005). 1.2 Perumusan Masalah Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang terkait, antara lain : 1. Bagaimana perumusan teori medan kuantum kisi ? 2. Bagaimana perumusan dan karakteristik teori QCD kisi ? 3. Bagaimana aplikasi QCD kisi dalam mengetahui sifat potensial statis kuarkantikuark ? 4. Bagaimana pengaruh konstanta kopling g0 dengan jarak kisi a pada QCD kisi ? 1.3 Batasan Masalah 1. Telaah ini hanya menganalisis potensial statis kuark-antikuark sebagai salah satu contoh fenomena pengungkungan kuark pada teori QCD kisi. 2. Telaah ini bersifat studi literatur dan hanya menganalisis secara teoretis QCD kisi dengan perhitungan numerik sederhana. 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas maka cakupan tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Memahami perumusan teori medan kuantum kisi. 4 2. Memahami perumusan dan karakteristik teori QCD kisi. 3. Memahami sifat potensial statis kuark antikuark sebagai salah satu penerapan perhitungan QCD kisi. 4. Memahami pengaruh konstanta kopling g0 terhadap jarak kisi a pada QCD kisi. 1.5 Manfaat Penelitian Dengan mengacu pada tujuan penelitian di atas, maka manfaat penelitian antara lain : 1. Telaah ini dapat menjadi pengantar untuk mempelajari teori medan kuantum kisi dan terapannya lebih mendalam dan lebih luas di bidang fisika yang lain. 2. Telaah ini dapat menjadi fondasi awal dalam memahami pengungkungan kuark. 1.6 Tinjauan Pustaka Pada tahun 1972 Gellman dan Fritzsch memperkenalkan bilangan kuantum color pada teori interaksi kuat yang kemudian pada tahun berikutnya yaitu tahun 1973, Gellman, Fritzsch, dan Leutwyler memperkenalkan kromodinamika kuantum sebagai teori tera dari interaksi kuat (Fritzsch et al, 1973). Teori QCD berhasil menjelaskan berbagai fenomena interaksi kuat dalam skala energi tinggi hingga akhirnya Coleman dan Gross (1973) menunjukkan bahwa teori tera non-abelan contohnya QCD merupakan teori yang bebas asimtotik. Kebebasan asimtotik adalah kondisi ketika gaya kuat menjadi semakin lemah pada jarak antar kuark yang kecil (Politzer, 1974). Pada skala energi tinggi, metode yang berhasil menjelaskan fenomena pada QCD adalah dengan menggunakan teori gangguan. Sayangnya, metode ini tidak berlaku untuk skala energi rendah, yaitu ketika konstanta kopling dari QCD menjadi sangat besar. Hingga akhirnya Wilson (1974) memperkenalkan suatu metode nongangguan yang digunakan untuk mengamati fenomena QCD pada energi rendah. Inti dari metode ini adalah dengan cara mendiskritkan ruang-waktu menjadi titik-titik kisi yang bisa ditempati kuark dan dihubungkan oleh gluon. Untuk menjelaskan dinamika kuark dan gluon dalam kisi maka digunakan pengkuantuman integral lintasan di dalam teori medan kuantum. 5 Integral lintasan diperkenalkan oleh Feynman (1942) dalam tesis doktoralnya yang membahas prinsip aksi terkecil dalam mekanika kuantum. Penggunaan integral lintasan pada mekanika kuantum memudahkan dalam hal tertentu saja, misalnya dalam perhitungan amplitudo transisi. Namun, di sisi lain ketika pengkuantuman integral lintasan digunakan untuk mencari swanilai dan swakeadaan suatu sistem kuantum, perhitungannya akan menjadi lebih rumit dibandingkan ketika menggunakan pengkuantuman kanonik (operator). Selanjutnya konsep pengkuantuman integral lintasan ini diperluas ke teori medan kuantum hingga ke arah teori medan kuantum kisi. Perhitungan besaran-besaran fisis dalam metode kisi menggunakan metode numerik memerlukan komputer yang memiliki kemampuan flops yang cukup tinggi, yaitu kemampuan untuk melakukan perhitungan terhadap bilangan pecahan (floating point) tiap satuan waktu, untuk menjalankan simulasi dengan lebih akurat meskipun QCD kisi bisa disimulasikan secara sederhana pada komputer biasa. Sebagai contoh, Chen et al (1999) menggunakan komputer dengan spesifikasi 0.4Tflops untuk menganalisis QCD kisi. Perhitungan numerik dilakukan untuk menentukan integral lintasan multidimensional yang muncul dalam perhitungan QCD kisi. Metode yang digunakan adalah metode Monte Carlo. Ada 2 jenis skema dalam metode Monte Carlo, metode Metropolis et al (1953) dan metode bak panas (heat bath method). Perhitungan numerik integral lintasan tanpa fermion dilakukan oleh Creutz (1979) dan Jongeward (1980). Weingarten (1982) melakukan simulasi perhitungan massa hadron dengan fermion menggunakan metode Monte Carlo, didapatkan massa ρ meson sebesar (670 ± 100) MeV. Kuramashi (1994) melakukan perhitungan massa meson η 0 menggunakan QCD kisi dan didapat selisih massa meson η 0 dengan massa meson pseudoskalar oktet sebesar (750 ± 40) MeV sedangkan hasil eksperimen sebesar 850 MeV. Metode QCD kisi juga diaplikasikan pada teori medan kuantum pada suhu berhingga (finite temperature Lattice QCD). Philipsen (2007) melakukan kalkulasi QCD kisi pada suhu finit untuk menentukan suhu kritis transisi dari kondisi pengungkungan ke kondisi plasma dan didapat suhu kritis untuk 2-flavor, Tc = (171 ± 4) MeV dan untuk 3-flavor, Tc = (154 ± 8) MeV. Selain diaplikasikan pada fisika partikel, QCD kisi juga diaplikasikan pada fisika nuklir. Ishii (2007) melakukan penelitian tentang potensial pada susunan nukleon-nukleon menggunakan QCD kisi, yang mana hasil simulasinya konsisten dengan fenomena yang teramati pada gaya nuklir. Beane et al (2011) mengatakan bahwa QCD kisi merupakan jembatan yang menghubungkan antara QCD dengan fisika nuklir dan akan dapat menjelaskan inte- 6 raksi nukleon dengan parameter fundamental. Savage (2010) menyebutkan bahwa ada 5 parameter yang menjadi dasar dalam analisis fisika nuklir dengan metode QCD kisi antara lain; skala interaksi kuat (ΛQCD ), massa up,down, dan strange kuark, dan konstanta kopling interaksi elektromagnetik (αe ). Walker-Loud (2008) meringkas hasil kalkulasi massa nukleon dengan parameter massa pion (mπ ) dari berbagai grup riset kolaborasi antara lain BMW (Walker-Loud, 2008), ETM (Alexandrou et al, 2008), JLQCD (Ohki et al, 2008), LHP (Walker-Loud, 2008), MILC (Bernard et al, 2007), NPLQCD , PACS-CS (Aoki et al, 2009), QCDSF/UKQCD (Göckeler et al, 2007) dan RBC/UKQCD (Yamazaki et al, 2007). Penelitian ini berfokus pada analisis teoretis dari penggunaan metode nongangguan yaitu QCD kisi saja, sehingga penelitian ini menjadi fondasi dasar dalam aplikasi teori QCD kisi pada simulasi numerik dengan menggunakan metode komputasi.