BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif melalui pendekatan studi kasus (case study). Case study adalah suatu set prosedur yang digunakan untuk menganalisis secara mendalam suatu dan/atau beberapa kasus / fenomena (Creswell, 2009; dan Fraenkel et al., 2012). Tekhnik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan Snowball sampling karena peneliti bertujuan untuk mengungkap keterampilan argumentasi siswa dengan perbedaan gender berdasarkan pola asuh keluarga dalam kelompok budaya Sunda yang dipikirkan oleh peneliti akan mengalami perluasan subjek dan pertanyaan penelitian di dalam pelaksanaannya (Fraenkel et al., 2012). Pembatasan subjek penelitian pada kelompok budaya tertentu menjadikan penelitian ini menjadi sebuah kajian studi kasus (Rustaman, 1990). B. Populasi dan Sampel Studi ini melibatkan para siswa kelas XI SMA SMA PGRI Salawu yang merupakan kelompok budaya Sunda. Pengambilan kelas XI sebagai subjek penelitian didasarkan pada pertimbangan pengetahuan mengenai isu sosiosaintifik yang diangkat dalam penelitian ini. SMA PGRI merupakan salah satu SMA yang terletak dekat dengan salah satu kampung yang masih memegang erat tradisi budaya Sunda yakni Kampung Naga. Penggunaan bahasa Sunda dalam komunikasi sehari-hari digunakan untuk mengenal subyek dari kelompok budaya tersebut, selain itu dilakukan pengecekan kepada guru, orang tua, dan/atau data pribadinya. 1. Populasi Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh karakteristik keterampilan argumentasi siswa dalam kelompok budaya Bambang Ekanara, 2014 Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Sunda di SMA PGRI Salawu dengan karakteristik subjek penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya. 2. Sampel Jumlah sampel tidak ditentukan sejak awal penelitian karena dimungkinkan adanya perluasan rancangan penelitian. Sampel penelitian ditentukan berdasarkan kriteria yang telah dijelaskan sebelumnya. Oleh karena itu, sampel yang digunakan adalah sebagian karakteristik keterampilan argumentasi dari 44 orang siswa dalam kelompok budaya Sunda di SMA PGRI Salawu. C. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Waktu penelitian adalah Februari-Maret 2014 (persiapan), Maret-Mei 2014 (pelaksanaan), Juni-Agustus 2014 (pasca-pelaksanaan). 2. Tempat Tempat penelitian adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) PGRI Salawu dan daerah sekitar tempat tinggal siswa yang terletak di sekitar Kampung Naga yang masih memegang erat tradisi budaya Sunda. D. Definisi Operasional Untuk menghindari kesalahan dalam menafsirkan beberapa istilah yang digunakan sebagai variabel dalam penelitian ini, maka diperlukan penjelasan mengenai beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini agar lebih efektif dan operasional. Istilah-istilah tersebut antara lain: 1. Keterampilan Argumentasi Keterampilan argumentasi siswa yang dimaksudkan dalam penelitian ini mengacu dan mengadaptasi Toulmin’s Argumentation Pattern (TAP). Penelitian ini melihat komponen-komponen argumentasi yang muncul dari argumen siswa yang berlatar belakang budaya Sunda. Penjaringan Bambang Ekanara, 2014 Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu keterampilan argumentasi siswa dilakukan melalui dua jenis instrumen yaitu melalui set pertanyaan argumentatif (wawancara siswa) untuk melihat keterampilan argumentasi siswa secara lisan dan melalui lembar argumentasi untuk melihat keterampilan argumentasi siswa secara tertulis. 2. Perbedaan gender Gender merupakan veriabel kategorial dalam penelitian ini. Gender yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah persepsi mengenai pranata sosial terkait fungsi, sifat, atau perananan laki-laki dan perempuan yang berlaku di masyarakat yang dibentuk dari pendidikan keluarga. Oleh karena itu selain membedakan jenis kelamin laki-laki dan perempuan, dijaring pula kesadaran gender keluarga melalui angket dan wawncara. 3. Pola asuh pada kelompok budaya Sunda Pola asuh pada kelompok budaya Sunda dalam penelitian ini dimaksudkan pada pendidikan informal dalam keluarga Sunda yang dikategorikan menjadi empat jenis pola asuh yaitu permisif, otoriter, demokrasi, dan/atau penelantar yang dijaring melalui angket dan wawancara. E. Instrumen Penelitian Pada studi ini instrumen utamanya adalah peniliti sendiri (human instrument / obsever as participant). Studi ini menggunakan beberapa jenis alat bantu pengumpul data untuk mengumpulkan data keterampilan argumentasi siswa (KAs) yang selanjutnya dibedakan menjadi keterampilan argumentasi lisan siswa (KALs) dan keterampilan argumentasi tertulis siswa (KATs), pola asuh keluarga (PAK), dan tipe keluarga berdasarkan kesadaran gender (KGK) dalam kelompok budaya Sunda. Instrumen berupa lembar argumentasi (LA) digunakan untuk menjaring keterampilan argumentasi tertulis siswa (KATs), set pertanyaan argumentatif lisan Bambang Ekanara, 2014 Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu / wawancara argumentatif (WA) digunakan untuk menjaring keterampilan argumentasi lisan siswa (KALs), angket pola asuh dari sudut pandang siswa (PAs) dan orang tua (PAo) untuk menjaring pola asuh keluarga (PAk), angket kesadaran gender keluarga (KG) untuk menjaring kesadaran gender keluarga (KGK), catatan lapangan (fieldnote) pola asuh keluarga (FNPA), catatan lapangan (fieldnote) kesadaran gender keluarga (FNKG), wawancara pola asuh keluarga (WPA), dan Wawancara kesadaran gender keluarga (WKG) digunakan sebagai triangulasi data. Uraian instrumen dan kegiatan yang dilakukan dan data yang diperoleh tercantum pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Jenis Instrumen yang Digunakan dalam Penelitian No. Instrumen Sumber informasi Siswa Tujuan 1. Lembar argumentasi (LA) Siswa 2. Wawancara argumentasi (WA) Untuk menjaring keterampilan argumentasi siswa secara lisan (KALs). Angket pola asuh keluarga dari sudut pandang siswa (PAs) Angket pola asuh keluarga dari sudut pandang orang tua (PAo) Angket kesadaran gender keluarga (KG) Wawancara Siswa Untuk mengungkap pola asuh keluarga dari sudut pandang siswa dan untuk crosscheck data yang diberikan orang tua. Komponen-komponen argumentasi yang muncul di dalam argumen / pendapat siswa di dalam tulisannya. Komponen-komponen argumentasi yang muncul di dalam argumen / pendapat siswa secara lisan. Pola asuh keluarga Sunda yang didapatkan siswa sehari-hari di dalam keluarganya. Orang tua Untuk mengungkap pola asuh keluarga dari sudut pandang orang tua dan untuk crosscheck data yang diberikan siswa. Pola asuh keluarga Sunda yang didapatkan siswa sehari-hari di dalam keluarganya. Orang tua Untuk mengungkap karakteristik kesadaran gender keluarga. Determinasi gender yang didapatkan siswa seharihari di dalam keluarganya. Orang tua / Untuk crosscheck data yang diberikan Pola asuh keluarga Sunda 3. 4. 5. 6. Untuk menjaring keterampilan argumentasi siswa secara tertulis (KATs). Informasi/data Bambang Ekanara, 2014 Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu pola asuh keluarga (WPA) keluarga inti siswa Orang tua / keluarga inti siswa 8. Wawancara kesadaran gender keluarga (WKG) Fieldnote pola asuh keluarga (FNPA) No. Instrumen 7. 9. Fieldnote kesadaran gender keluarga (FNKG) lingkungan keluarga inti siswa Sumber informasi Lingkungan keluarga inti siswa siswa melalui angket siswa dalam hal pola asuh dalam keluarga. Digunakan juga sebagai cadangan data ataupun perluasan data jika dibutuhkan. Untuk crosscheck data yang diberikan siswa melalui angket siswa dalam determinasi gender dalam keluarga. Digunakan juga sebagai cadangan data ataupun perluasan data jika diperlukan. Untuk crosscheck data yang diberikan siswa melalui angket siswa dalam hal pola asuh dalam keluarga. Digunakan juga sebagai cadangan data ataupun perluasan data jika dibutuhkan. yang ditanamkan orang tua siswa sehari-hari di dalam keluarganya. Determinasi gender yang ditanamkan orang tua siswa sehari-hari di dalam keluarganya. Pola asuh keluarga Sunda yang ditanamkan orang tua siswa sehari-hari di dalam keluarganya. Tujuan Informasi/data Untuk crosscheck data yang diberikan melalui angket determinasi gender dalam keluarga. Digunakan juga sebagai cadangan data ataupun perluasan data jika dibutuhkan. Determinasi gender yang ditanamkan orang tua siswa sehari-hari di dalam keluarganya. Penjaringan keterampilan argumentasi siswa dilakukan menggunakan dua instrumen berbeda yaitu LA dan WA. LA merupakan pernyataan berupa standpoint kontroversial yang dimaksudkan untuk memprovokasi siswa agar membentuk suatu argumen dalam bentuk tulisan. LA terdiri dari tiga standpoint mengenai isu kloning. WA merupakan pernyataan yang serupa dengan LA namun pada konteks yang sedikit berbeda. LA terdiri dari tiga pertanyaan kontroversial tentang kloning dan menuntut siswa untuk berargumen secara lisan. Data PAK dijaring melalui beberapa instrumen yaitu PAs dan PAo kemudian dilakukan triangulasi data dari FNPA dan WPA beberapa keluarga siswa yang menunjukan keunikan data tertentu serta dilakukan pula wawancara dengan tokoh adat kelompok budaya Sunda. Baik PAs maupun PAo berisikan 20 poin dengan 4 skala untuk setiap poinnya. Poin-poin dalam PAs dan PAo merupakan penjabaran dari indikator pola asuh yang telah dikembangkan. FNPA merupakan lembar yang digunakan untuk mencatat setiap kejadian yang unik pada setiap observasi yang dilakukan kaitannya dengan pola asuh baik dari segi siswa Bambang Ekanara, 2014 Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu maupun orang tua. WPA dilakukan hanya kepada sepuluh siswa dan orang tua yang ditelusuri lebih jauh karena ada kejanggalan data ataupun keunikan data yang terekam pada penelitian sebelumnya. WPA berisikan lima pertanyaan inti mengenai pola asuh keluarga dan dapat berkembang sesuai kebutuhan. Penjaringan KGK dilakukan melalui KG dan ditriangulasi dengan data FNKG dan WKG serta dilakukan pula wawancara dengan tokoh adat kelompok budaya Sunda mengenai kesadaran gender keluarga Sunda tersebut. FNKG merupakan lembar yang digunakan untuk mencatat setiap kejadian yang unik pada setiap observasi yang dilakukan kaitannya dengan kesadaran gender keluarga dilihat dari sudut pandang orang tua. WKG dilakukan hanya kepada sepuluh orang tua siswa yang ditelusuri lebih jauh karena ada kejanggalan data ataupun keunikan data yang terekam pada penelitian sebelumnya. WKG berisikan lima pertanyaan inti mengenai kesadaran gender keluarga dan dapat berkembang sesuai kebutuhan. F. Paradigma dan Alur Penelitian Penelitian ini bertujuan mengungkap keterampilan argumentasi yang dimiliki oleh siswa-siswa berdasarkan pola asuh keluarga dan terkait dengan determinasi gender dalam keluarga tersebut. Peneliti memandang bahwa informasi-informasi yang diperlukan untuk penelitian ini dapat digali dari sumber informasi berupa gejala-gejala alami yang dapat diangkat melalui kasus-kasus yang terjadi dalam dinamika keluarga berlatar belakang Sunda yang menerapkan pola asuh keluarga tertentu, sehingga paradigma penelitian naturalistik dianggap sangat cocok untuk mengungkap temuan-temuan yang akan dihasilkan penelitian ini. Adapun paradigma naturalistik yang digunakan dalam penelitian ini mengadaptasi dari Lincoln dan Guba (1985) seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3.1. Dari paradigma penelitian, disusun alur penelitian yang akan dilaksanakan mengacu pada paradigma tersebut. Adapun alur penelitian secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3.2. Bambang Ekanara, 2014 Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Penelitian ini menekankan pada orisinalitas seting penelitian yang tidak sedikitpun diberikan perlakuan atau intervensi. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar pengungkapan keterampilan argumentasi siswa dan faktor-faktor yang melatarbelakanginya terungkap dengan jujur dan apa adanya, sehingga didapatkan hasil penelitian yang orisinil mengenai hal tersebut. Studi naturalistik juga tidak mempunyai rancangan penelitian yang pasti atau kaku. Rancangan studi ini berkembang sesuai dengan kebutuhan untuk membentuk suatu interpretasi dan konklusi yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan rancangan penelitian yang berkembang, dalam pelaksanaanya terdapat pertanyaan-pertanyaan penelitian tambahan selama masih relevan dengan inti pertanyaan penelitian hingga data yang dibutuhkan mengalami kejenuhan. Studi ini menghasilkan simpulan yang ditafsirkan secara idiografis dan diterapkan secara tentatif. Seting alami Instrumen manusia (Observer as participant) Pengetahuan yang terpendam (tacit knowledge) Metode kualitatif Metode sampling kualitatif (e.g. snowball sampling) Design yang berkembang (emergent design) Analisis induktif Bambang Ekanara, 2014 Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda Grounded theory Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Hasil negosiasi (negotiated outcomes) Gambar 3.1 Paradigma Penelitian Naturalistik (sumber: Lincoln & Guba, 1985) Identifikasi kasus / fenomena mengenai keterampilan argumentasi atau pembuatan klaim pada kelompok budaya Sunda (Identification of the phenomenon to be studied) Identifikasi subjek (partisipan) penelitian (Identification of the participants in the study) Pembentukan hipotesis / pertanyaan penelitian mengenai Keterampilan argumentasi siswa kelompok budaya Sunda (Generation of hypotheses) Koleksi data KATs dan KALs (Data collection) Bambang Ekanara, 2014 Koleksi data PAK dan KGK (Data collection) Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda Perekapan Perekapan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Reduksi Reduksi Gambar 3.2 Alur Penelitian berdasarkan Paradigma Naturalistik G. Prosedur Pengumpulan Data Secara umum pengambilan data dilakukan dengan angket, lembar argumentasi, wawancara, dan observasi. 1. Data Pribadi Identitas pribadi siswa dan orang tua diperoleh dari jawaban angket, wawancara, dan arsip sekolah. Data pribadi meliputi jenis kelamin, pekerjaan dan tingkat pendidikan orang tua, kedudukan dalam keluarga, mata pelajaran yang menjadi favorit, dan kegemaran siswa. Data dihimpun dari beberapa sumber sehingga dimungkinkan dilakukan triangulasi untuk menguji kepercayaan informasi yang diperoleh Bambang Ekanara, 2014 Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu (Lincoln & Guba, 1985). Sumber data terdiri dari hasil angket respon siswa dan orang tua, arsip sekolah, dan hasil wawancara guru. 2. Data Keterampilan Argumentasi Data keterampilan argumentasi dibedakan menjadi dua jenis data yaitu data keterampilan argumentasi lisan siswa (KALs) dan data keterampilan argumentasi tertulis siswa (KATs). a. Data KALs Data KALs diperoleh melalui wawancara argumentasi siswa mengenai isu sosio-saintifik dalam bentuk standpoint yang kontroversial. Wawancara argumentasi berlangsung sekitar 20-30 menit. Pada beberapa kasus wawancara diberikan pertanyaan pengantar yang dimaksudkan untuk memancing siswa untuk berargumentasi. Wawancara argumentasi yang perlu mendapatkan perhatian khusus, misalnya terdapat keraguan pada siswa dalam membentuk argumennya mengenai suatu isu tertentu akan dilanjutkan pada kesempatan yang lain. Wawancara dilakukan di tempat yang kondusif seperti di ruang kelas, taman sekolah, dan ruang guru. Hal ini dilakukan untuk menjaga ketenangan dan konsentrasi siswa dalam mengemukakan pendapatnya mengenai isu yang ditanyakan. Wawancara argumentasi sebisa mungkin dilakukan hanya empat mata antara pewawancara dan siswa karena dikhawatirkan subjek penelitian yang lain meniru jawaban yang diberikan siswa yang diwawancara. Wawancara argumentasi terdiri dari tiga pertanyaan kontroversial mengenai isu sosio-saintifik. Dalam pelaksanaannya siswa diberikan waktu berpikir sekitar 3-5 menit untuk membentuk pendapat dan memberikan bukti-bukti untuk memperkuat Bambang Ekanara, 2014 Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu pendapatnya. Semua jawaban siswa dicatat dan dikodekan tanpa menyalahkan apapun jawaban siswa. b. Data KATs Data KATs diperoleh dari lembar argumentasi yang dijawab siswa. Pengumpulan data KATs dilakukan dua kali pada dua kelas hingga didapat data KATs sebanyak 44 siswa. Sebelum menjawab LA, siswa diberikan penjelasan bahwa maksud dari pemberian LA adalah untuk mengetahui keterampilan argumentasi secara tertulis tanpa niat untuk menilai masing-masing individu dan hasilnya tidak akan mempengaruhi nilai rapor. Dijelaskan juga cara mengisi LA kepada siswa untuk menjawabnya dengan jujur tanpa mencontek teman karena jawaban yang diharapkan merupakan pendapat pribadi masing-masing siswa. 3. Data Pola Asuh Keluarga Data pola asuh keluarga diperoleh dari angket pola asuh siswa dan orang tua. Angket pola asuh siswa diberikan kepada siswa setelah mereka mengisi LA. Dalam pelaksanaannya, sebelum siswa mengisi angket siswa diminta terlebih dahulu membaca secara sekilas dan menanyakan apabila terdapat hal-hal yang tidak dimengerti. Dijelaskan pula bahwa angket bersifat rahasia dan tidak akan dibocorkan kepada siapapun. Pengisian angket berlangsung sekitar 15 menit. Angket untuk orang tua siswa dititipkan kepada siswa untuk diserahkan kepada orang tuanya di rumah. Penyerahan atau penitipan angket tersebut dilakukan satu minggu setelah siswa mengisi angket siswa, hal ini dilakukan karena terdapat kekhawatiran siswa memanipulasi angket untuk orang tua tersebut, selain itu angket dimasukkan ke dalam amplop agar kerahasiaan angket terjamin. Bambang Ekanara, 2014 Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Pengumpulan angket orang tua dilakukan 2-3 hari setelah angket dititipkan. 4. Data Kesadaran Gender Keluarga Data Kesadaran gender diperoleh dari angket kesadaran gender yang diisi oleh orang tua. Pemberian angket dititipkan bersamaan dengan angket pola asuh, begitupun pengembaliannya. 5. Catatan Lapangan Catatan lapangan meliputi kesan yang diperoleh selama kegiatan di lapangan. Tidak ada format khusus dalam menuliskan catatan lapangan. Catatan lapangan dikhususkan untuk melihat hal-hal menarik mengenai segala hal yang berkaitan dengan keterampilan argumentasi, pola asuh, dan kesadaran gender keluarrga, sehingga diharapkan dapat lebih memperkaya temuan studi ini. 6. Perluasan Rancangan Penelitian Data yang telah dikumpulkan sebelumnya dianalisis sesaat setelah terkumpul hingga ditemukan sedikit gambaran kekurangan dan kedalaman data. Untuk mengatasi hal yang demikian, studi ini mengalami perluasan rancangan penelitian yang tergambarkan melalui pertanyaan-pertanyaan tambahan. Data pola asuh dan kesadaran gender keluarga, ditindak lanjuti dengan melakukan wawancara kepada beberapa keluarga siswa yang menunjukan karekteristik data yang unik. Disamping itu, dilakukan juga pencatatan hasil observasi berupa catatan lapangan mengenai hal tersebut. Wawancara pola asuh dan kesadaran gender keluarga dilakukan dalam waktu yang sama dan pada keluarga yang sama. Pemilihan keluarga siswa didasarkan pada keunikan data yang telah dianalisis sebelumnya. Bambang Ekanara, 2014 Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Pelaksanaan wawancara dilakukan pada 10 keluarga terpilih. Sebelum menanyakan pertanyaan wawancara, dijelaskan terlebih dahulu maksud kedatangan dan wawancara. Bahasa yang digunakan dalam wawancara fleksibel. Bahasa Sunda digunakan ketika terdapat keluarga yang tidak dapat menangkap sepenuhnya maksud pertanyaan wawancara. Selain wawancara kepada keluarga siswa dilakukan juga wawancara kepada salah satu tokoh adat di Kampung Naga, sebagai kampung yang masih memegang teguh budaya Sunda sebagai falsafah hidupnya. Tata laksana dan seting wawancara dengan tokoh adat sama dengan wawancara keluarga siswa. H. Analisis dan Pengolahan Data Semua data yang didapatkan dari instrumen penelitian (lembar argumentasi (LA), wawancara argumentatif (WA), angket pola asuh dari sudut pandang siswa (PAs), angket pola asuh dari sudut pandang orang tua (PAo), angket kesadaran gender keluarga (KS), catatan lapangan (fieldnote) pola asuh keluarga (FNPA), catatan lapangan (fieldnote) kesadaran gender keluarga (FNKG), wawancara pola asuh keluarga (WPA), dan Wawancara kesadaran gender keluarga (WKG)) dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif dengan memerhatikan karakteristik data yang diperoleh. Data dianalisis dengan cara penafsiran data yang telah dikoleksi pada pengumpulan data pertama dan dibentuk pernyataan penguatan (assertion). Pernyataan ini kemudian digunakan untuk merumuskan pertanyaan penelitian tambahan sebagai panduan pada pengambilan data berikutnya. Demikian selanjutnya hingga diperoleh hasil yang merupakan temuan yang berkesinambungan dari temuan pertama sampai terakhir. Cara tersebut dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data yang merupakan karakateristik dari analisis data secara kualitatif (Miles & Huberman, 1985). Bambang Ekanara, 2014 Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 1. Set instrumentasi keterampilan argumentasi (LA dan WA) Analisis data yang diperoleh dari lembar argumentasi dan wawancara argumentasi siswa digunakan kriteria tingkatan keterampilan argumentasi dengan memerhatikan komponen-komponen argumentasi yang diadaptasi dari Dawson & Venville (2009) seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Tingkatan Keterampilan Argumentasi Siswa berdasarkan Komponen Argumentasi Level keterampilan argumentasi Level 1 Level 2 Level 3 Level 4 Deskripsi Kode Alternatif Argumen (contoh argumen) Saya setuju, kloning merupakan kemajuan ilmu pengetahuan. c Saya tidak setuju, karena kloning tidak dibenarkan hukum dan agama. Mengandung klaim dan data Saya setuju, kloning memiliki sisi (bukti pendukung klaim) positif, kloning dapat dilakukan untuk dan/atau terdapat warrant cw, cb, kepentingan medis. (hubungan antara klaim dan cq Saya tidak setuju, terlalu banyak sisi data). negatif kloning, kloning tidak etis karena menentang kehendak tuhan. Mengandung klaim, data, Saya setuju, kloning dapat digunakan warrant, dan backing untuk kebaikan manusia, kloning dapat (terdapat asumsi untuk memberikan keturunan bagi pasangan cwb, mendukung warrant) atau yang tidak memiliki keturunan. cwq kualifier (kondisi untuk Saya tidak setuju, kloning menentang mendukung kebenaran kekuasaan tuhan, manusia hasil kloning klaim). akan terabaikan dalam kehidupan sosial. Mengandung seluruh Saya setuju, kloning dapat digunakan komponen argumentasi: untuk kebaikan manusia, kloning dapat klaim, data, warrant, memberikan keturunan bagi pasangan backing, dan kualifier. yang tidak memiliki keturunan, walaupun seakan menentang kehendak tuhan tetapi kloning memilki potensi cwbq manfaat untuk kebaikan yang besar seperti juga diajarkan agama untuk selalu memberikan kebaikan. Saya tidak setuju, kloning menentang kekuasaan tuhan, manusia hasil kloning akan terabaikan dalam kehidupan sosial, walaupun kloning merupakan kemajuan Hanya mengandung klaim (pernyataan, konklusi, atau proposisi). Bambang Ekanara, 2014 Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ilmu pengetahuan tetapi lebih banyak sisi negatifnya. Keterampilan argumentasi siswa baik lisan maupun tulisan akan dibedakan berdasarkan gender siswa yang kemudian akan dikaitkan dengan pola asuh keluarga dan wawasan keluarga tentang gender itu sendiri. Keterampilan argumentasi yang digali melalui isu sosio-saintifik pada penelitian ini tidak melihat kedalaman konten materi yang dikuasai siswa mengenai konsep tersebut. Rasionalisasi pengabaian konten materi yang dikuasai siswa pada penelitian ini dikarenakan tujuan penelitian terbatas pada mengetahui gambaran keterampilan siswa pada kelompok budaya Sunda dan tipe penalaran yang dilakukannya untuk membentuk suatu argumen mengenai isu sosio-saintifik. Kedalaman konten materi siswa terkait dengan keterampilan argumentasi siswa pada isu sosio-saintifik dapat dijadikan pertimbangan untuk melakukan penelitian lanjutan. Adapun kategori tipe penalaran informal siswa yang diadaptasi dari Dawson & Venville (2009) dapat dengan jelas dilihat pada Tabel 3.3. Tabel 3.3 Kategori Tipe Penalaran Informal Siswa Kategori Deskripsi Kode Contoh Argumen Logis, menggunakan konsep Saya setuju, kloning merupakan kemajuan ilmiah dan pemahaman ilmu pengetahuan dengan memperhatikan saintifik, menitikberatkan langkah-langkah ilmiah dalam Rasionalistik pada resiko dan R pelaksanaanya. kebermanfaatan, Saya tidak setuju, kloning merupakan keuntungan dan kerugian. proses tidak alamiah karena tidak melalui fertilisasi. Berdasarkan intuisi, respon Saya setuju saja, asalkan kloning tidak spontan, sudut pandang menciptakan makhluk yang aneh. Intuitif I personal, seringnya Saya tidak setuju, kloning melanggar berbentuk respon negatif. aturan hukum dan agama. Bersifat emosional, Saya setuju, asalkan kloning tidak Emotif E kepedulian, empati, simpati, dilakukan pada manusia. Bambang Ekanara, 2014 Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu menaruh perhatian pada efek negatif yang ditimbulkan. Saya tidak setuju, karena manusia hasil kloning tidak jelas status sosialnya. Argumen-argumen yang dibentuk siswa dianalisis berdasarkan level keterampilan argumentasi kemudian diidentifikasi pula tipe pola penalaran informal yang dilakukannya dalam membentuk argumen tersebut. Tipe penalaran informal diidentifikasi dengan tujuan untuk mengetahui sudut pandang dan landasan berpikir siswa dalam menghadapi isu sosio-saintifik yang disajikan. 2. Set instrumentasi tipe pola asuh keluarga (PAs, PAo, WPA, dan FNPA) Data yang didapatkan dari angket siswa (PAs) dan orang tua (PAo) mengenai pola asuh keluarga dalam kelompok budaya Sunda dianalisis menggunakan kriteria tertentu yang dikembangkan. Poin-poin dalam setiap pertanyaan dalam angket siswa diuraikan hingga didapatkan kesimpulan pola asuh keluarga yang dominan atau kecenderungan pola asuh yang ditanamkan pada diri siswa yang dikategorikan menjadi empat pola asuh keluarga yaitu: otoriter, permisif, demokratis atau penelantar. Penentuan pola asuh keluarga dalam kelompok budaya Sunda tersebut didasarkan pada kecenderungan pola asuh dari hasil angket siswa. Kecenderungan pola asuh keluarga tidak hanya ditentukan dari PAs dan PAo, tetapi kemudian ditriangulasi atau ditentukan lebih jauh dengan menganalisis wawancara mengenai pola asuh keluarga (WPA) dan field note atau catatan yang ditemukan di lapangan yang berhubungan dengan hal tersebut (FNPA). Adapun penentuan pola asuh keluarga didasarkan pada indikatorindikator yang diadaptasi dari Jamal & Idris (1992) dapat dilihat pada Tabel 3.4. Tabel 3.4 Kategorisasi dan Penentuan Pola Asuh Keluarga pada Kelompok Budaya Sunda Kategori pola Indikator penentuan pola asuh keluarga Bambang Ekanara, 2014 Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu asuh keluarga 1) Anak harus mematuhi peraturan-peraturan orang tua dan tidak boleh membantah. 2) Orang tua cenderung mencari kesalahan-kesalahan anak dan kemudian menghukumnya. 3) Orang tua cenderung memberikan perintah dan larangan kepada anak. 4) Jika terdapat perbedaan pendapat antara orang tua dan anak, maka anak dianggap pembangkang. 5) Orang tua cenderung memaksakan segala sesuatu untuk anak dan anak hanya sebagai pelaksana. Otoriter Kategori pola asuh keluarga Demokratis Permisif Penelantar Indikator penentuan pola asuh keluarga 1) Menentukan peraturan dan disiplin dengan memerhatikan dan mempertimbangkan alasan-alasan yang dapat diterima, dipahami, dan dimengerti oleh anak. 2) Memberikan pengarahan tentang perbuatan baik yang perlu dipertahankan dan yang tidak baik agar ditinggalkan. 3) Memberikan bimbingan dengan penuh pengertian. 4) Dapat menciptakan keharmonisan dalam keluarga. 5) Dapat menciptakan suasana komunikatif antar anggota keluarga. 1) Membiarkan anak bertindak sendiri tanpa pengawasan dan bimbingan dari orang tua. 2) Mendidik anak secara bebas sesuai kehendak anak. 3) Mengutamakan kebutuhan material saja. 4) Membiarkan saja apapun yang dilakukan anak (terlalu memberikan kebebasan kepada anak untuk mengatur diri sendiri tanpa ada peraturan-peraturan dan norma-norma yang digariskan orang tua). 5) Kurang sekali keakraban dan hubungan yang hangat dalam keluarga. 1) Tidak peduli anak bertindak apapun. 2) Mendidik anak secara acuh tak acuh, bersikap pasif, dan masa bodoh. 3) Tidak peduli atas kebutuhan jasmani dan rohani anak. 4) Tidak menetapkan peraturan apapun untuk anak dalam keluarga. 5) Hampir tidak ada keakraban dan hubungan yang hangat. Instrumen ini dianalisis dengan melihat skala dari angket yang diberikan dengan penyekoran yang dapat dilihat pada Tabel 3.5. Tabel 3.5 Skala Penyekoran Angket Pola Asuh Keluarga Jawaban angket Skor Bambang Ekanara, 2014 Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Sangat setuju Setuju Tidak setuju Sangat tidak setuju 4 3 2 1 Setelah dilakukan penyekoran kemudian dilihat indikator pola asuh yang mana yang mendapat skor paling tinggi. Adapun kategori tipe pola asuh yang diadaptasi dari Jamal & Idris (1992) dapat dilihat pada Tabel 3.6. Tipe Pola Asuh Otoriter (O) Demokrasi (D) Permisif (P) Penelantar (L) Tabel 3.6 Kategori Tipe Pola Asuh Keluarga Jumlah Skor pada Angket Indikator O mendapatkan skor paling besar (O>D,P,L) Indikator D mendapatkan skor paling besar (D>O,P,L) Indikator P mendapatkan skor paling besar (P>D,O,L) Indikator O mendapatkan skor paling besar (L>D,P,O) dibanding indikator lainnya dibanding indikator lainnya dibanding indikator lainnya dibanding indikator lainnya 3. Set instrumentasi kesadaran / wawasan gender keluarga (KG, WKG, dan FNKG) Data yang didapatkan dari angket yang diberikan kepada orang tua (KG) mengenai kesadaran gender keluarga dalam kelompok budaya Sunda dianalisis menggunakan kriteria tertentu yang dikembangkan peneliti. Poin-poin dalam setiap pertanyaan dalam angket tersebut diuraikan hingga didapatkan kesimpulan kesadaran gender atau kecenderungan kesadaran gender dalam mendidik keluarga (anak) yang dikategorikan oleh peneliti menjadi dua tipe keluarga berdasarkan kesadaran gender yaitu: keluarga berwawasan gender dan keluarga konservatif gender. Bambang Ekanara, 2014 Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Penentuan kesadaran gender keluarga dalam kelompok budaya Sunda tersebut didasarkan pada beberapa indikator mengenai kesadaran gender yang dikembangkan pada setiap poin pertanyaan angket seperti preferensi pendidikan untuk setiap gender, preferensi pekerjaan, pembagian beban kerja dalam keluarga, kebebasan berpendapat bagi setiap gender baik lakilaki maupun perempuan, dan kebebasan menentukan pilihan. Kecenderungan kesadaran gender keluarga tidak hanya ditentukan dari KG, tetapi kemudian ditriangulasi atau ditentukan lebih jauh dengan menganalisis wawancara mengenai kesadaran gender keluarga (WKG) dan field note atau catatan yang ditemukan di lapangan yang berhubungan dengan hal tersebut (FNKG). Instrumen ini dianalisis dengan melihat jawaban dari angket yang diberikan (KG) kemudian di triangulasi dengan jawaban dari wawancara (WKG) dan field note (FNKG). Kategorisasi atauu penentuan kesadaran gender keluarga adalah sebagai berikut, jika jawaban timpang pada salah satu gender (timpang ke laki-laki atau perempuan) maka dikategorikan menjadi keluarga konservatif gender, artinya keluarga tersebut masih menggunakan persepsi bahwa laki-laki dan perempuan pada hakikatnya memang berbeda sehingga sifat, perlakuan, dan perannya pun harus dibedakan, sebaliknya jika jawaban berimbang atau setara antara laki-laki dan perempuan maka dikategorikan menjadi keluarga berwawasan gender, artinya keluarga tersebut sadar akan kesetaraan gender. Adapun kategorisasi kesadaran gender keluarga yang diadaptasi dari Fakih (2006) dapat lebih jelas dilihat pada Tabel 3.7. Tabel 3.7 Kategorisasi Kesadaran Gender Keluarga Tipe Kelurga Keluarga berwawasan gender Indikator Jika jawaban Ya dan Sebaliknya lebih banyak dijawab daripada jawaban Sama saja / Setara (Ya + Sebaliknya < Sama saja / Setara) Bambang Ekanara, 2014 Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Keluarga konservatif gender Jika jawaban Sama saja / Setara lebih banyak dijawab daripada jawaban Ya dan Sebaliknya (Ya + Sebaliknya > Sama saja / Setara) Bambang Ekanara, 2014 Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu