Laporan Tugas Akhir 2014 Page 1 BAB I

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Teknologi satelit penginderaan jauh merupakan salah satu metode
pendekatan penggambaran model permukaan bumi secara terintegrasi yang dapat
digunakan sebagai data dasar untuk pemetaan. Pemanfaatan data penginderaan
jauh sebagian besar adalah untuk pengelolaan sumber daya alam, termasuk
didalamnya adalah inventarisasi, pemantauan, pemodelan, ekstraksi yang
berkaitan dengan lahan, perairan dan bahkan atmosfer. Salah satu aplikasi dalam
bidang pertanian adalah untuk memodelkan masalah pertanian kaitannyadengan
usaha menjaga konsistensi penggunaan lahan(monitoring), proteksi stabilitas
lingkungan (analisis degradasi lahan) dan analisa keruangan (basis data spasial).
Dalam usaha memelihara konsistensi penggunaan lahan sebagai areal pertanian
maka diperlukan suatu sistem monitoring yang mampu mengamati, menganalisa,
menyajikan, serta membuat model-model keputusan sehingga aktifitas pertanian
yang berkelanjutan tetap terjaga.
Citra satelit inderaja mengamati daerah yang sangat luas sekaligus,
beserta
keadaan
lahan
yang
mencakup
topografi/relief,
pertumbuhan
tanaman/vegetasi dan fenomena alam yang terekam dalam citra akan
memberikan peluang untuk mengamati dan mempelajari pengaruh iklim,
vegetasi, litologi dan topografi terhadap penyebaran sumber daya lahan dan lahan
pertanian(Puslit, Tanah dan Agroklimat, 2000 dalam Wahyunto, 2004).
Ketersediaan data inderaja atau citra satelit dalam bentuk digital memungkinkan
penganalisaaan dengan komputer secara kuantitatif dan konsisten. Selain itu data
inderaja dapat digunakan sebagai input yang independen untuk verifikasi
lapangan (Rubini Atmawidjaja, 1995 dalam Wahyunto, 2004). Dengan teknologi
inderaja, penjelajahan lapangan dapat dikurangi sehinggan akan menghemat
waktu, tenaga dan biaya bila dibandingkan dengan cara teristris di lapangan .
pemanfaatan teknologi inderaja di Indonesia perlu lebih dikembangkan dan
diaplikasikan untuk mendukung efisiensi pelaksanaan inventarisasi sumberdaya
Laporan Tugas Akhir 2014
Page 1
lahan/tanah dan identifikasi penyebaran karakteristik lahan pertanian (lahan
sawah, lahan kering, lahan rawa, lahan tidur, lahan kritis, estimasi produksi)
terutama pada wilayah sentra produksi pangan.
Saat ini estimasi produksi padi dilaksanakan oleh beberapa instansi
antara lain oleh Badan Urusan Logistik (BULOG), Badan Pusat Statistik (BPS),
dan Dirjen Bina Produksi Tanaman Pangan dan Holtikultura, Departemen
Pertanian. Oleh karena cara pendekatan, kriteria penilaian dan metode yang
digunakan berbeda maka informasi yang diperoleh akan berbeda. Hal ini akan
menyulitkan bagi pengguna informasi dalam pemanfaatannya. Semua metode
tersebut merupakan metode berbasis daftar (list frame), walaupun telah
digunakan alat GPS, metode seperti ini sulit mengatasi tantangan menuju
pertanian presisi ( Precission Farming) yang terkait dengan akurasi estimasi
(sampling error dan non-sampling error) dan jaminan lahan pangan abadi.
Angka-angka produksi dan luasnlahan tersebut adalah yang tertulis
diatas kertas, pada kenyataannya di lapangan yang terjadi adalah banyaknya
konversi lahan sawah sekaligus pembukaan lahan sawah baru. Kedua jenis
aktifitas ini tentu akan mempengaruhi luas lahan sawah dan juga produksinya.
Sekitar 90% produksi padi nasional dihasilkan dari lahan sawah dan sisanya dari
lahan kering. Oleh karena itu, konversi lahan sawah secara langsung akan
mengurangi kuantitas persediaan pangan nasional akibat berkurangnya lahan
pertanian yang dapat ditanami padi dan komoditas pangan lainnya. Secara tidak
langsung konversi lahan sawah juga dapat mengurangi kualitas ketersediaan
pangan akibat terpuruknya jaringan irigasi yang selanjutnya berdampak pada
penurunan produktivitas usaha tani. Konversi lahan sawah akan berdampak
terhadap ketahanan pangan, khususnya pada aspek ketahanan pangan, yaitu aspek
ketersediaan pangan, aspek stabilitas ketersediaan pangan, dan
aspek
aksesibilitas rumah tangga terhadap bahan pangan.
Sawah merupakan lahan-lahan pertanian yang paling rentan terhadap
proses konversi lahan , hal tersebut disebabkan oleh :
1. Kepadatan penduduk di pedesaan yang mempunyai agroekosistem
dominan sawah pada umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
Laporan Tugas Akhir 2014
Page 2
daerah pedesaan dengan agroekosistem lahan kering, sehingga tekanan
penduduk atas lahan sawah juga lebih tinggi;
2. Daerah pesawahan banyak yang lokasinya berdekatan dengan daerah
perkotaan;
3. Akibat pola pembangunan di masa sebelumnya dimana infrastruktur
wilayah lahan pesawahan pada umumnya lebih baik daripada wilayah
lahan kering;
4. Pembangunan prasarana dan sarana pemukiman, kawasan industri, dan
sebagainya cenderung berlangsung cepat di wilayah ber-topografi datar,
dimana pada wilayah dengan topografi datar (terutama di Pulau Jawa),
ekosistem pertaniannya didominasi moleh areal pesawahan.
Konversi lahan sawah merupakan fenomena umum yang terjadi di
Indonesia dimana hasil Sensus Pertanian tahun 2003, mengungkapkan fakta
bahwa selama tahun 2000-2002, total luas lahan sawah di Indonesia yang
dikonversi ke penggunaan lahan lain rata-rata187,7ribu hektar per tahun,
sedangkan luas pencetakan sawah baru hanya 46,4ribu hektar per tahun,
sehingga luas lahan sawah berkurang rata-rata 141,3 ribu per tahun.
Fenomena konversi lahan sawah yang hampir terjadi di seluruh
wilayah kabupaten Soppeng, secara fisik konversi tersebut dapat dilihat terjadi
dimana dan bisa dihitung luasnya berapa. Tetapi dengan luas wilayah
pengawasan yang begitu luas, maka diperlukan metode yang efektif dan efisien
untuk melakukan perhitungan. Hal penting yang belum banyak dilakukan di
daerah adalah memetakan lahan sawah tersebut baik yang baku sebagai lahan
produksi maupun sawah yang sudah dikonversi.
Lahan
baku
sawah,
menurut
Departemen
Pertanian
(2010)
merupakansuatu lahan yang tersedia untuk ditanami padi atau jenis tanaman
lainnya, dimana besaran luas lahan baku berpengaruh langsung terhadap besaran
luas tanam dan besaran luas panen. Informasi tentang luas baku lahan yang
akurat sangat dibutuhkan dalam mendukung kebijakan pembangunan pertanian.
Citra satelit Quickbird dan WorldView2 yang diakuisi tahun 2010
dapat digunakan untuk mengidentifikasi parameter-parameter sawah baku, baik
Laporan Tugas Akhir 2014
Page 3
parameter langsung maupun parameter turunan. Parameter langsung terdiri dari
jumlah petakan sawah, luas sawah per petak (Ha/m2), keliling sawah per petak
(m) dan jumlah total petakan sawah. Sementara itu parameter turunan terdiri dari
rata-rata luas sawah per petak, luas total sawah kotor (Ha/m2), keliling total
sawah (m) dan angka konversin galengan.
Citra satelit yang digunakan adalah jenis resolusi spasial tinggi
(0,6meter dan 0,4 meter) Quickbird dan WorldView2 (ortho ready standard
Imagery). Citra satelit penginderaan jauh (data inderaja) merupakan salah satu
data terpenting sebagai landasan dalam penyusunan informasi spasial
penutup/penggunaan lahan. Data inderaja sangat lazim digunakan dalam
kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam (natural
resources management) . data inderaja menyimpan potensi informasi mengenai
kondisi fisik dari permukaan bumi yang dapat dianalisis sehingga menghasilkan
informasi yang aktual dan faktual tentang sumber daya alam yang ada dalam
skala luas dan dilakukan berulang kali untuk keperluan pemantauan. Data
inderaja juga merupakan sumber utama data dinamis dalam sistem informasi
geografis (SIG).
Beras
merupakan komoditas utama yang berperan penting dalam
kehidupan masyarakt, perekonomian dan ketahanan pangan nasional, serta
menjadi hasil utama dalam revitas pertanian ke depan.kebutuhan akan beras
dalam kurun waktu periode 2005-2025 diperkirakan akan terus meningkat seiring
dengan pertambahan jumlah penduduk. . jika pada tahun 2005 kebutuhan beras
mencapai 52,8 juta tongabah kering, maka pada tahun 2005 diperkirakan jumlah
kebutuhan beras akan meningkat sebesar 65,9 juta ton gabah kering. Hal ini
berarti harus dilakukannya peningkatan hasil produksi padi secara nasional.
Berdasarkan Balai Penelitian Padi (2007), padi sawah merupakan
penyumbang terbesar produksi padi nasional dalam memenuhi kebutuhan beras
nasional. Sebagai gambaran, pada tahun 2003 dari total luas hasil panen padi
nasional sekitar 11,5juta Ha dengan produksi padi sebesar 52,1 juta ton, ternyata
49,3 juta ton diantaranya merupakan hasil dari lahan sawah (94,7%) dengan luas
Laporan Tugas Akhir 2014
Page 4
panen 10,4 juta Ha dan sisanya 2,8juta ton (5,3%) berasal dari padi ladang
dengan luas panen 1,1 juta Ha.
Sulawesi selatan merupakan salah satu propinsi penghasil beras
terbesar di Indonesia dengan potensi lahan sekitar 565,988Ha (Laporan Tahunan
Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2007). Kabupaten Soppeng
merupakan salah satu kabupaten yang memiliki areal persawahan yang cukup
luas dengan kondisi geografisnya yaitu wilayah dataran rendah dan dataran
tinggi.
Tanaman padi merupakan tanaman pokok yang dihasilkan oleh
sebagiann besar petani di Kabupaten Soppeng. Perkembangan suatu wilayah
akan diikuti dengan perubahan informasi geografi wilayah tersebut. Untuk
mendapatkan informasi geografis yang update to date dan terbaru diperlukan
proses yang tidak singakat. Pemantauan, inventarisasi kondisi dan kualitas
lingkungan apabila dilaksanakan dengan survei terestrial (survei lapangan), laju
perubahan informasi geografis tidak mampu terimbangi. Untuk membantu
mengetahui laju perubahan informasi geografis dapat menggunakan data yang
diperoleh dari satelit penginderaan jauh, dan inforasi ini dapat ditampilkan
dalam suatu sistem yang disebut sistem informasi geografis..
Identifikasi luas lahan baku sawah menggunakan citra satelit telah
dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya, namun data citra yang digunakan
adalah citra resolusi menengah. (citra SPOT4 atau Citra Landsat 7), sehingga
hasil yang didapatkan kurang detail dan masih harus dikaji lebih lanjut. Citra
resolusi tinggi adalah cara yang paling tepat untuk mendapatkan hasil yang lebih
akurat tentang identifikasi luas lahan baku sawah di suatu daerah.
1.2
Tujuan
Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk memetakan dan
mengidentifikasi lahan baku sawah di wilayah Kabupaten Soppeng berdasarkan
citra satelit worldView2.
Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu :
Laporan Tugas Akhir 2014
Page 5
•
Untuk mengetahui Luas lahan baku sawah perdesa Kecamatan Lalabatarilau
Kabupaten Soppeng - Sulawesi Selatan
•
Mengidentifikasi dan menghitung parameter-parameter lahan baku sawah
yaitu jumlah petak sawah, luas sawah per petak(m2), keliling sawah per petak
(m), jumlah total petak sawah, luas total sawah kotor (Ha/m2), keliling total
sawah (m) dan angka konversi galengan.
1.3
Manfaat
Hasil yang diperoleh yaitu berupa data dan informasi parameter lahan
baku sawah di kecamatan Lalabata (desa Umpugeng, desa Mattabulu, kelurahan Bila,
kelurahan Maccile, kelurahan salokaraja, kelurahan Botto,
kelurahan Lapajung,
Kelurahan Lemba, kelurahan Ompo, dan kelurahan Lalabatarilau). Output dari
kegiatan ini dapat digunakan antara lain untuk :
•
Sebagai bahan acuan atau pertimbangan dalam menentukan arah kebijakan
pembangunan wilayah dan sebagai salah satu data dasar dalam penyusuna
RUTRW (Rencana Umum tata Ruang Wilayah) Kabupaten Soppeng.
•
Data dan informasi spasial lahan baku sawah yang diperoleh secara aktual
dapat digunakan untuk estimasi produtivitas lahan sawah dalam rangka
perhitungan ketahanan pangan wilayah kabupaten maupun nasional.
Laporan Tugas Akhir 2014
Page 6
Download