TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Sharma (1993), tanaman kedelai diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Class : Dicotyledoneae Ordo : Polypetales Family : Papilonaceae Genus : Glycine Species : Glycine max (L.) Kedelai mempunyai susunan genom diploid (2n) dengan 20 pasang kromosom, beberapa jenis liar kedelai juga mempunyai 20 pasang kromosom. Kedelai yang ditanam sekarang diperkirakan berasal dari jenis liar Glycine soja = Glycine usunensis. Glycine soja mempunyai bentuk polong dan biji yang hampir sama dengan kedelai biasa, tetapi tumbuhnya merambat dan kulit bijinya sangat tebal, sehingga embrio dan keping bijinya terlindungi dengan baik (Departemen Pertanian, 1990). Universitas Sumatera Utara Kedelai berakar tunggang, pada tanah subur dan gembur akar dapat tumbuh sampai kedalaman 150 cm. Pada akar kedelai terdapat bintil akar yang merupakan koloni-koloni dari bakteri Rhizobium yaponicum. Pada tanah-tanah yang telah mengandung bakteri Rhizobium, bintil akar mulai terbentuk pada umur 15 – 20 hari setelah tanam. Pada tanah yang belum pernah ditanam kedelai bakteri Rhizobium tidak terdapat dalam tanah sehingga bintil akar tidak terbentuk (Departemen Pertanian, 1990). Kedelai adalah tanaman setahun yang tumbuh tegak (tinggi 70-150 cm), menyemak, berbulu halus (pubescens), dengan system perakaran luas (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997). Batang dapat membentuk 3-6 cabang. Tipe pertumbuhan dapat dibedakan menjadi 3 macam yakni indeterminit, diterminit dan semi diterminit (Departemen Pertanian, 1990). Terdapat empat tipe daun yang berbeda, yaitu kotiledon atau daun biji, daun primer sederhana, daun bertiga, dan daun profila. Daun primer sederhana berbentuk telur (oval) berupa daun tunggal (unifoliat) dan bertangkai sepanjang 1-2 cm, terletak bersebrangan pada buku pertama di atas kotiledon. Daun-daun berikutnya daun bertiga (trifoliat), namun adakalanya terbentuk daun berempat atau daun berlima (Hidayat, 1985). Susunan bunga ditangkai axilar atau rangkaian terminal dengan 3-30 bunga; bunganya kecil, berwarna ungu atau putih; kelopaknya berbentuk pipa (Van der Maesen and Somaatmadja, 1992). Corolla (mahkota bunga) terdiri atas 5 petal yang menutupi sebuah pistil dan 10 stamen (benang sari). 9 stamen Universitas Sumatera Utara berkembang membentuk seludang yang mengelilingi putik, sedangkan stamen yang ke sepuluh terpisah bebas (Poehlman and Sleper, 1995). Biji kedelai berkeping dua terbungkus kulit biji dan tidak mengandung jaringan endosperma. Embrio terletak diantara keping biji. Warna kulit biji kuning, hitam, hijau, atau coklat. Pusar biji (hilum) adalah jaringan bekas biji melekat pada dinding buah, bentuk biji kedelai pada umumnya bulat lonjong, tetapi ada juga yang bundar atau bulat agak pipih (Departemen Pertanian, 1990). Kultur In Vitro Kultur jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ yang serba steril, ditumbuhkan pada media buatan yang steril, dalam botol kultur yang steril, dan dalam kondisi yang aseptik dan lingkungan yang terkontrol, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap (http://e-learning.unram.ac.id, 2008). Kemampuan sel untuk berdiferensiasi disebut totipotensi. Ke arah mana selsel tanaman dapat diinduksi untuk mengekspresikan totipotensinya, sangat tergantung pada sejumlah variabel termasuk faktor eksplan, komposisi medium, zat pengatur tumbuh, dan stimulus fisik, seperti cahaya, suhu dan kelembaban. Setiap variabel dapat berbeda pengaruhnya terhadap setiap organ tanaman tertentu dan berdasarkan tujuan pengkulturan. Diantara faktor-faktor tersebut, lima variabel utama harus dipertimbangkan, yaitu seleksi bahan tanam, teknik sterilisasi eksplan, komposisi Universitas Sumatera Utara medium dasar, keterlibatan zat pengatur tumbuh, serta faktor-faktor lingkungan di mana kultur ditempatkan (Zulkarnain, 2009). Perbaikan tanaman melalui variasi somaklonal dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain melalui kultur jaringan dan radiasi. Variasi somaklonal melalui kultur jaringan umumnya terjadi pada kultur kalus akibat pengaruh media kultur, sedangkan variasi somaklonal melalui radiasi dapat dilakukan secara fisik dengan menggunakan sinar gamma atau secara kimiawi. Untuk megarahkan keragaman yang timbul akibat pengaruh radiasi, setelah diradiasi, eksplan ditanam dalam media kultur yang mengandung agen seleksi (seleksi in vitro). Teknik ini telah menghasilkan beberapa nomor tanaman potensial, seperti nilam dengan kadar minyak lebih tinggi, padi dan kedelai tahan aluminium, padi tahan kekeringan, dan pisang tahan layu Fusarium (http://biogen.litbang.deptan.go.id, 2009). Dalam perbanyakan tanaman secara kultur jaringan, eksplan merupakan faktor penting penentu keberhasilan. Umur fisiologis, umur ontogenik, ukuran eksplan, serta bagian tanaman yang diambil merupakan hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih eksplan yang akan digunakan sebagai bahan awal kultur. Umumnya, bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan adalah jaringan muda yang sedang tumbuh aktif. Jaringan tanaman yang masih muda mempunyai daya regenerasi lebih tinggi, sel-sel masih aktif membelah diri, dan relatif lebih bersih (mengandung lebih sedikit kontaminan) (Yusnita, 2003). Penggunaan embrio tanaman sebagai eksplan dikenal dengan kultur embrio yang memisahkan embrio tanaman yang belum dewasa dan menumbuhkannya secara Universitas Sumatera Utara kultur jaringan untuk mendapatkan tanaman yang viabel. Faktor-faktor yang mempengaruhi kultur embrio yaitu genotip, hasil perkembangan embrio setelah diisolasi, kondisi tanaman induk, zat hara dalam media, cahaya dan suhu (Gunawan, 1988). Walaupun tanaman dapat diperoleh dari sejumlah besar genotip, kemampuan beregenerasi setiap genotip berbeda. Pengaruh genotip pada proliferasi sel dapat dilihat pada kapasitas regeneratifnya. Pada umumnya tanaman dikotil lebih mudah berproliferasi daripada tanaman monokotil. Selain itu, tanaman gymnospermae memiliki kapasitas regeneratif yang lebih terbatas dibandingkan dengan tanaman angiospermae (Zulkarnain, 2009). Hampir dapat dipastikan bahwa kesuksesan kegiatan kultur jaringan akan sangat ditentukan dan tergantung oleh pilihan media yang digunakan. Harus diingat bahwa teknik kultur jaringan menekankan lingkungan yang cocok agar eksplan dapat tumbuh dan berkembang. Lingkungan yang cocok, sebagian akan terpenuhi bila media yang dipilih mempertimbangkan apa-apa yang diperlukan oleh tanaman. Secara umum kebutuhan nutrisi kebanyakan tanaman sama, tetapi secara khusus hal tersebut berbeda. Kesamaannya adalah tanaman memerlukan hara makro dan mikro, vitamin-vitamin, karbohidrat (gula), asam amino dan N-organik, zat pengatur tumbuh, zat pemadat dan kadang ada penambahan bahan-bahan seperti air kelapa, ekstrak ragi, jus tomat, ekstrak kentang, buffer organik, ataupun arang aktif. Kebutuhan tiap tanaman berbeda pada hal komposisi dan jumlah yang diperlukan (Santoso dan Nursadi, 2001). Universitas Sumatera Utara Medium MS yang direvisi (Murashige dan Skoog, 1962) adalah yang paling luas penggunaannya dibandingkan dengan media dasar lainnya. Medium MS yang direvisi-selanjutya disebut MS-banyak digunakan, terutama pada mikropropagasi tanaman dikotil dengan hasil yang memuaskan. Hal itu dikarenakan medium MS memiliki kandungan garam-garam yang lebih tinggi daripada media lain, disamping kandungan nitratnya juga tinggi (Zulkarnain, 2009). Kondisi lingkungan yang menentukan keberhasilan kultur jaringan meliputi cahaya, suhu dan komponen atmosfer. Cahaya dibutuhkan untuk mengatur proses foto morfogenetik tertentu. Dalam teknik kultur jaringan tanaman, cahaya dinyatakan dengan dimensi lama penyinaran, intensitas dan kualitasnya. Prof. Murashige menyarankan untuk mengasumsikan kebutuhan lama penyinaran pada kultur jaringan tanaman merupakan pencerminan dari kebutuhan perioditas tanaman yang bersangkutan di lapangan. Kualitas cahaya mempengaruhi arah diferensiasi jaringan. Energi radiasi dekat spektrum ultra violet dan biru merupakan kualitas cahaya yang paling efektif untuk merangsang pembentukan tunas, sedangkan pembentukan akar dirangsang oleh cahaya merah dan sedikit cahaya biru. Untuk itu, pada tahap multiplikasi tunas digunakan untuk pencahayaan dengan lampu fluorescent (TL). Secara umum, intensitas cahaya yang optimum untuk tanaman pada kultur tahap inisiasi kultur adalah 0-1000 lux, tahap multiplikasi sebesar 1000-10000 lux, tahap pengakaran sebesar 10000-30000 lux, dan aklimatisasi sebesar 30000 lux (Yusnita, 2003). Universitas Sumatera Utara Suhu juga berpengaruh terhadap kesehatan tanaman yang dikulturkan. Suhu yang umum digunakan untuk pengkulturan berbagai jenis tanaman adalah 260 – 200 C. Untuk kebanyakan tanaman, suhu yang terlalu rendah (kurang dari 200 C) dapat menghambat pertumbuhan, dan suhu yang terlalu tinggi (lebih dari 320 C) menyebabkan tanaman merana. Namun pada kultur tanaman yang biasanya memerlukan suhu rendah untuk pertumbuhan terbaiknya, seperti stroberi, suhu yang diperlukan juga lebih rendah (Yusnita, 2003). Faktor penting lain yang juga perlu mendapat perhatian, adalah pH yang harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak mempengaruhi fungsi membran sel dan pH dari sitoplasma. Pengaturan pH selain memperhatikan kepentingan fisiologi sel, juga harus mempertimbangkan faktor-faktor kelarutan dari garam-garam penyusun media, pengambilan (uptake) dari zat pengatur tumbuh dan garam-garam lain, dan efisiensi pembekuan agar-agar. Sel-sel tanaman membutuhkan pH yang sedikit asam berkisar antara 5.5-5.8 (Gamborg dan Shyluk 1981). Pengaturan pH, biasa dilakukan dengan menggunakan NaOH (atau kadang-kadang KOH) atau HCl pada waktu semua komponen sudah dicampurkan, seringkali setelah sterilisasi pH-nya berubah. Pada umumnya terdapat penurunan pH setelah disterilkan dalam autoklaf. Untuk mencapai pH sekitar 5.7-5.9, Mann dkk dalam George dan Sherrington (1984) membuat pH 7.0 dalam media yang belum disterilkan. Untuk menghindarkan perubahan pH yang cukup besar, Murashige dan Skoog menyarankan agar dilakukan pemanasan untuk melarutkan agar-agar dan memanaskan beberapa menit media dalam autoklaf, baru diadakan penetapan pH. Cara lain yang dilakukan adalah penetapan pH setelah media Universitas Sumatera Utara disterilkan dalam autoklaf. Dalam wadah yang besar media disterilkan dan kemudian dititrasi dengan NaOH atau HCl steril sampai pH yang diinginkan. Selanjutnya media dituang ke dalam wadah kultur steril yang telah dipersiapkan di dalam laminar air flow cabinet. Cara ini juga digunakan dalam penelitian yang menggunakan media dengan pH rendah untuk tujuan seleksi (Gunawan, 1988). Pemuliaan Tanaman dengan Radiasi Sinar Gamma Mutasi adalah perubahan susunan atau konstruksi dari gen maupun kromosom suatu individu tanaman, sehingga memperlihatkan penyimpangan (perubahan) dari individu asalnya dan bersifat baka (turun-temurun). Mutasi dapat terjadi secara alamiah, tetapi frekuensinya sangat rendah, yaitu 10-6 pada setiap generasi. Untuk mempercepat terjadinya mutasi dapat dilakukan secara buatan dengan memberikan perlakuan-perlakuan sehingga terjadi mutasi (induced mutation). Mutasi pada tanaman dapat menyebabkan perubahan-perubahan pada bagian-bagian tanaman baik bentuk maupun warnanya juga perubahan pada sifat-sifat lainnya (Herawati dan Setiamihardja, 2000). Mutasi dapat terjadi pada setiap bagian tanaman dan fase pertumbuhan tanaman, namun lebih banyak terjadi pada bagian yang sedang aktif mengadakan pembelahan sel seperti tunas, biji dan sebagainya. Secara molekuler, dapat dikatakan bahwa mutasi terjadi karena adanya perubahan urutan (sequence) nukleotida DNA kromosom, yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada protein yang dihasilkan (Oeliem, dkk, 2008). Universitas Sumatera Utara Tujuan pemuliaan mutasi adalah (1) untuk memperbaiki satu atau beberapa karakter khusus dari suatu kultivar/galur, (2) untuk membentuk penanda morfologi (warna, rambut, braktea, dan lain-lain) sebagai identitas pada galur-galur harapan, (3) untuk membentuk galur mandul jantan yang berguna bagi pembentukan kultivar hibrida, (4) untuk mendapatkan karakter khusus dalam genotipe yang telah beradaptasi (Herawati dan Setiamihardja, 2000). Baik mutagen kimia maupun mutagen fisika memiliki energi nuklir yang dapat merubah struktur materi genetik tanaman. Perubahan yang terjadi pada materi genetik dikenal dengan istilah mutasi (mutation). Secara relatif, proses mutasi dapat menimbulkan perubahan pada sifat-sifat genetis tanaman baik ke arah positif maupun negatif, dan kemungkinan mutasi yang terjadi dapat juga kembali normal (recovery). Mutasi yang terjadi ke arah “sifat positif” dan terwariskan (heritable) ke generasigenerasi berikutnya merupakan mutasi yang dikehendaki oleh pemulia tanaman pada umumnya. Sifat positif yang dimaksud adalah relatif tergantung pada tujuan pemuliaan tanaman (http://www.infonuklir.com, 2007). Menurut Mugiono (2001) macam dan tipe mutagen fisis adalah sebagai berikut : 1. Sinar X Dihasilkan dari tabung sinar X, tegangannya relatif rendah dengan panjang gelombang agak panjang yaitu (150 – 0,15 A°), disebut sinar lemah. Universitas Sumatera Utara 2. Sinar Gamma Dipancarkan dari isotop radioaktif, panjang gelombang lebih pendek dari sinar X, lebih kuat daya tembusnya, dikenal dengan sinar kuat. 3. Sinar Ultraviolet Panjang gelombangnya terletak antara sinar X (50 – 0,15 A°) dan cahaya yang terlihat (7.800 – 3.800 A°). Panjang gelombang yang paling efektif untuk membuat mutasi adalah 2.000 A°. 4. Partikel Alfa Berasal dari inti beberapa isotop yang tidak stabil bermuatan positif dengan daya tembus rendah. 5. Partikel Beta Berasal dari isotop yang tidak stabil, bermuatan negatif, dengan daya tembus lebih besar daripada partikel alfa. 6. Neutron Dipancarkan dari inti isotop radioaktif tertentu dengan daya tembus kuat dan mempunyai arti penting dalam pemuliaan mutasi sebagai mutagen. Iradiasi adalah suatu pancaran energi yang berpindah melalui partikel-partikel yang bergerak dalam ruang atau melalui gerak gelombang cahaya. Zat yang dapat memancarkan iradiasi disebut zat radioaktif. Zat radioaktif adalah zat yang mempunyai inti atom tidak stabil, sehingga zat tersebut mengalami transformasi spontan menjadi zat dengan inti atom yang lebih stabil dengan mengeluarkan partikel atau sifat sinar tertentu. Proses tranformasi spontan ini disebut peluruhan, sedangkan proses pelepasan partikel atau sinar tertentu disebut iradiasi. Iradiasi yang terjadi Universitas Sumatera Utara akibat peluruhan inti atom dapat berupa partikel alfa, beta, dan sinar gamma. Pada umumnya sinar gamma yang digunakan untuk radiasi adalah hasil peluruhan inti atom Cobalt-60. Cobalt-60 adalah sejenis metal yang mempunyai karateristik hampir sama dengan besi/nikel (Sinaga, 2000). Pengaruh penyimpanan terhadap materi yang telah diradiasi bergantung pada kadar air dan ketersediaan oksigen. Pada biji yang terlalu kering reaksi oksigen dengan ion radikal bebas akan terus berlangsung dan akan membentuk senyawa peroksida yang merusak. Untuk mengurangi kerusakan tersebut, biji yang telah diradiasi disimpan dalam suhu rendah (00C) (Mugiono, 2001). Mutasi tidak dapat diamati pada generasi M1, kecuali yang termutasi adalah gamet haploid. Adanya mutasi dapat ditentukan pada generasi M2 dan seterusnya. Semakin tinggi dosis, maka semakin banyak terjadi mutasi dan makin banyak pula kerusakannya. Hubungan antara tinggi bibit dan kemampuan hidup tanaman M1 dengan frekuensi mutasi, membuktikan bahwa penilaian kuantitatif terhadap kerusakan tanaman M1 dapat digunakan sebagai indikator dalam permasalahan pengaruh dosis pada timbulnya mutasi (Mugiono, 2001). Kerusakan fisiologis kemungkinan dapat disebabkan karena kerusakan kromosom dan kerusakan sel di luar kromosom. Kedua kerusakan tersebut sukar dibedakan karena keduanya terjadi pada generasi M1 sebagai akibat dari perlakuan mutagen. Kerusakan tersebut merupakan gangguan fisiologis bagi pertumbuhan tanaman. Besarnya kerusakan fisiologis tergantung pada besarnya dosis yang digunakan dan semakin tinggi dosis yang digunakan makin tinggi kerusakan Universitas Sumatera Utara fisiologis yang timbul dan berakhir kematian (lethalitas). Kerusakan fisiologis hanya terjadi pada generasi M1 sedangkan mutasi gen, mutasi kromosom dan mutasi sitoplasma akan diturunkan pada generasi berikutnya (Mugiono, 2001). Perlakuan radiasi akan menyebabkan kerusakan sel atau terhambatnya metabolisme sel karena adanya gangguan sintesa RNA sehingga sintesis enzim yang diperlukan untuk pertumbuhan terhambat. Dengan adanya gangguan struktur DNA akan menyebabkan enzim yang dihasilkan kehilangan fungsinya. Perlakuan radiasi dapat menyebabkan enzim yang merangsang pertunasan menjadi tidak aktif, sehingga pertumbuhan tanaman terhambat (Cassaret,1961). Mutasi gen kloroplas atau mitokondria sering disebut mutasi diluar inti atau extranuclear mutation. Mutasi pada gen kloroplas dapat menyebabkan kerusakan gen mutan (defective mutant genes) yang kemudian dapat mengganggu proses fotosintesis pada daun. Alhasil, dampak mutasi gen kloroplas sering diekspresikan dengan munculnya gejala warna belang pada daun tanaman, misalnya warna belang hijauputih pada tanaman Pelargonium dan Mirabilis jalapa (bunga pukul empat) (http://www.infonuklir.com, 2007). Perlakuan dengan mutagen dapat menyebabkan pula sterilitas, yaitu: hambatan pertumbuhan sehingga menghalangi pembungaan, terbentuknya bunga yang tidak sempurna, terbentuknya bunga dengan tepung sari mandul, pembentukan embrio yang gugur sebelum masak, biji terbentuk tetapi tidak mampu berkecambah (Mugiono, 2001). Universitas Sumatera Utara Pengaruh peningkatan dosis mutagen terhadap kerusakan fisiologis memberikan kurva sigmoid, dimana kerusakan atau kematian tidak terjadi sekaligus sesuai dengan meningkatnya dosis. Hal ini menunjukkan bahwa suatu molekul atau sel yang peka maka molekul atau sel tersebut akan rusak atau mati. Sebaliknya apabila yang terkena radiasi adalah molekul atau sel yang tidak peka maka sel atau molekul tersebut tidak mati. Makin tinggi dosis makin banyak terjadi mutasi dan makin tinggi pula kerusakannya (Mugiono, 2001). Penggunaan energi seperti sinar gamma pada tanaman akan memberikan pengaruh yang baik di bidang pertanian, dengan perlakuan dosis radiasi sinar gamma dengan dosis yang tepat diperoleh tanaman yang mempunyai sifat-sifat yang seperti hasil tinggi, umur pendek, tahan terhadap penyakit tetapi kenyataan yang ditimbulkan tidak semuanya memenuhi harapan (Suryowinoto, 1987). Kepekaan dari jaringan tanaman terhadap radiasi tidak hanya dipengaruhi oleh dosis radiasi, tetapi juga dipengaruhi oleh tingkat ontogeni sel dan fase dari siklus sel. Selain itu juga dipengaruhi oleh kemampuan sel-sel dalam jaringan tanaman untuk memperbaiki diri dari kerusakan yang disebabkan oleh iradiasi (Hendro 1981). Iradiasi sinar gamma dapat berpengaruh terhadap perubahan fisiologis regeneran. Perubahan tersebut berkaitan dengan energi iradiasi yang diserap oleh jaringan tanaman sehingga menyebabkan stimulasi sintesis auksin endogen terganggu. Selain perubahan fisiologis, perubahan genetic dapat terjadi akibat iradiasi sinar gamma. Perubahan fisiologis dan genetik dapat diekspresikan dengan adanya perubahan penampilan fenotipik regeneran yang sangat bervariasi. Pada umumnya, ukuran tanaman regeneran sangat pendek dan ukuran daun kecil, bahkan ada tunas Universitas Sumatera Utara albino yang muncul. Pada generasi selanjutnya, kerusakan fisiologis berangsur pulih. Sel-sel yang mengalami kerusakan mengalami recovery, sedangkan gen termutasi dapat diwariskan pada generasi berikutnya (Maluszynski et al., 1995). Cekaman Aluminium Tanaman dijumpai tumbuh pada tanah dengan rentang pH antara 3 sampai 9, dan keasaman yang ekstrem ini merupakan suatu cekaman yang diadaptasi oleh beberapa spesies. Pada tanah ber-pH rendah, yang mestinya banyak mengandung H2PO4-, konsentrasi ion aluminium sering tinggi menyebabkannya mengendap sebagai aluminium fosfat. Konsentrasi aluminium yang cukup tinggi pada tanah masam (yang pH nya dibawah 4,7) dapat menghambat pertumbuhan beberapa spesies, tidak hanya efeknya yang merusak ketersediaan fosfat, tapi tampaknya juga karena penghambatan penyerapan besi dan karena efek beracun secara langsung terhadap metabolisme tumbuhan (Salisbury and Ross, 1995). Kisaran zat-zat yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman amat luas dan pengaruh khusus racun-racun ini amatlah banyak untuk diuraikan. Sebagai contoh, Foy, et al., (1978) mengemukakan pendapat bahwa aluminium sendiri dapat meningkatkan fosfat pada permukaan akarnya dan mengurangi respirasi akar, pembelahan sel, kakunya dinding sel dan pengambilan serta pemanfaatan Ca, Mg, P, K dan H2O (Fitter and Hay, 1991). Aluminium dalam bentuk Al3+ merupakan yang paling beracun bagi tanaman. Bagi tanaman kedelai aluminium dalam bentuk Al3+ dan Al(OH)+2 merupakan bentuk Universitas Sumatera Utara aluminium yang paling menghambat perpanjangan akar. Keracunan aluminium pada tanah masam bukan hanya akibat pH yang rendah dan konsentrasi aluminium total yang tinggi tetapi juga perbandingan aluminium organik dan aluminium yang berkaitan dengan senyawa organik seperti asam malat, sitrat, oksalat atau senyawa fenol (Hanum, 2008). Menurut Fitter and Hay (1991) beberapa jenis tanaman dapat tumbuh pada tanah-tanah yang mengandung tingkat ion toksik yang dapat mematikan untuk spesies lain. Terdapat empat mekanisme utama hingga hal tersebut terjadi: 1. Penghindaran (escape) fenologis-apabila stress yang terjadi pada tanaman bersifat musiman, tanaman dapat menyesuaikan siklus hidupnya, sehingga tumbuh dalam musim yang sangat cocok saja; 2. Eksklusi-tanaman dapat mengenal ion yang toksik dan mencegah agar tidak terambil sehingga tidak mengalami toksisitas; 3. Penanggulangan (ameliorasi)-tanaman barangkali mengabsorbsi ion tersebut, tetapi bertindak demikian rupa untuk meminimumkan pengaruhnya. Jenisnya meliputi pembentukan kelat (chemilation), pengenceran, lokalisasi atau bahan ekskresi; 4. Toleransi-tanaman dapat mengembangkan sistem metabolis yang dapat berfungsi pada konsentrasi toksik yang potensial, mungkin dengan molekul enzim. Gejala pertama yang tampak dari keracunan Al adalah sistem perakaran yang tidak berkembang (pendek dan tebal) sebagai akibat penghambatan perpanjangan sel. Beberapa pengaruh buruk keberadaan Al tersebut antara lain: terjadi gangguan Universitas Sumatera Utara penyerapan hara, bergabung dengan dinding sel, dan menghambat pembelahan sel (Hanum, 2008). Tanaman yang mampu beradaptasi pada Al tinggi disebabkan oleh tanaman tersebut yang memiliki suatu mekanisme tertentu untuk menekan pengaruh buruk Al sehingga tidak mengganggu serapan hara dan air, juga mampu mengefisienkannya (Blum, 1996). Kemampuan pertumbuhan tanaman pada tanah dengan kandungan Al tinggi, adalah dengan menghasilkan eksudat akar (dalam bentuk anion-anion asam organik, gula, vitamin, asam amino, purin, nukleotida, ion-ion anorganik, dan sebagainya). Senyawa-senyawa ini membantu perakaran tanaman terhindar dari akibat buruk ion Al, sehingga akar sebagai fungsi penyerap hara dan air dapat menjalankan fungsinya (Felix dan Donald, 2002). Menurut Oktavidiati (2002) ada beberapa kriteria yang telah ditetapkan untuk menentukan apakah suatu tanaman toleran atau tidak terhadap cekaman Al. Samuael et al., (1997) yang menyatakan bahwa kriteria bagi tanaman yang toleran terhadap cekaman Al yaitu: 1). Akar mampu untuk tumbuh terus dan ujung akarnya tidak mengalami kerusakan, 2) Ion Al sedikit yang ditranslokasikan ke bagian atas dan sebagian besar ditahan di akar. Universitas Sumatera Utara