tinjauan pustaka - Universitas Sumatera Utara

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut
Sharma
(1993),
tanaman
kedelai
diklasifikasikan
sebagai
berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Class
: Dicotyledoneae
Ordo
: Polypetales
Family
: Papilonaceae
Genus
: Glycine
Species
: Glycine max (L.)
Kedelai mempunyai susunan genom diploid (2n) dengan 20 pasang
kromosom, beberapa jenis liar kedelai juga mempunyai 20 pasang kromosom.
Kedelai
yang
ditanam
sekarang
diperkirakan
berasal
dari
jenis
liar
Glycine soja = Glycine usunensis. Glycine soja mempunyai bentuk polong dan biji
yang hampir sama dengan kedelai biasa, tetapi tumbuhnya merambat dan kulit bijinya
sangat tebal, sehingga embrio dan keping bijinya terlindungi dengan baik
(Departemen Pertanian, 1990).
Universitas Sumatera Utara
Kedelai berakar tunggang, pada tanah subur dan gembur akar dapat tumbuh
sampai kedalaman 150 cm. Pada akar kedelai terdapat bintil akar yang merupakan
koloni-koloni dari bakteri Rhizobium yaponicum. Pada tanah-tanah yang telah
mengandung bakteri Rhizobium, bintil akar mulai terbentuk pada umur 15 – 20 hari
setelah tanam. Pada tanah yang belum pernah ditanam kedelai bakteri Rhizobium
tidak
terdapat
dalam
tanah
sehingga
bintil
akar
tidak
terbentuk
(Departemen Pertanian, 1990).
Kedelai adalah tanaman setahun yang tumbuh tegak (tinggi 70-150 cm),
menyemak,
berbulu
halus
(pubescens),
dengan
system
perakaran
luas
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1997). Batang dapat membentuk 3-6 cabang. Tipe
pertumbuhan dapat dibedakan menjadi 3 macam yakni indeterminit, diterminit dan
semi diterminit (Departemen Pertanian, 1990).
Terdapat empat tipe daun yang berbeda, yaitu kotiledon atau daun biji, daun
primer sederhana, daun bertiga, dan daun profila. Daun primer sederhana berbentuk
telur (oval) berupa daun tunggal (unifoliat) dan bertangkai sepanjang 1-2 cm, terletak
bersebrangan pada buku pertama di atas kotiledon. Daun-daun berikutnya daun
bertiga (trifoliat), namun adakalanya terbentuk daun berempat atau daun berlima
(Hidayat, 1985).
Susunan bunga ditangkai axilar atau rangkaian terminal dengan 3-30 bunga;
bunganya
kecil,
berwarna
ungu
atau
putih;
kelopaknya
berbentuk
pipa
(Van der Maesen and Somaatmadja, 1992). Corolla (mahkota bunga) terdiri atas
5 petal yang menutupi sebuah pistil dan 10 stamen (benang sari). 9 stamen
Universitas Sumatera Utara
berkembang membentuk seludang yang mengelilingi putik, sedangkan stamen yang
ke sepuluh terpisah bebas (Poehlman and Sleper, 1995).
Biji kedelai berkeping dua terbungkus kulit biji dan tidak mengandung
jaringan endosperma. Embrio terletak diantara keping biji. Warna kulit biji kuning,
hitam, hijau, atau coklat. Pusar biji (hilum) adalah jaringan bekas biji melekat pada
dinding buah, bentuk biji kedelai pada umumnya bulat lonjong, tetapi ada juga yang
bundar atau bulat agak pipih (Departemen Pertanian, 1990).
Kultur In Vitro
Kultur jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi
bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ yang serba steril,
ditumbuhkan pada media buatan yang steril, dalam botol kultur yang steril, dan dalam
kondisi yang aseptik dan lingkungan yang terkontrol, sehingga bagian-bagian tersebut
dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap
(http://e-learning.unram.ac.id, 2008).
Kemampuan sel untuk berdiferensiasi disebut totipotensi. Ke arah mana selsel tanaman dapat diinduksi untuk mengekspresikan totipotensinya, sangat tergantung
pada sejumlah variabel termasuk faktor eksplan, komposisi medium, zat pengatur
tumbuh, dan stimulus fisik, seperti cahaya, suhu dan kelembaban. Setiap variabel
dapat berbeda pengaruhnya terhadap setiap organ tanaman tertentu dan berdasarkan
tujuan pengkulturan. Diantara faktor-faktor tersebut, lima variabel utama harus
dipertimbangkan, yaitu seleksi bahan tanam, teknik sterilisasi eksplan, komposisi
Universitas Sumatera Utara
medium dasar, keterlibatan zat pengatur tumbuh, serta faktor-faktor lingkungan
di mana kultur ditempatkan (Zulkarnain, 2009).
Perbaikan tanaman melalui variasi somaklonal dapat dilakukan dengan
beberapa cara, antara lain melalui kultur jaringan dan radiasi. Variasi somaklonal
melalui kultur jaringan umumnya terjadi pada kultur kalus akibat pengaruh media
kultur, sedangkan variasi somaklonal melalui radiasi dapat dilakukan secara fisik
dengan menggunakan sinar gamma atau secara kimiawi. Untuk megarahkan
keragaman yang timbul akibat pengaruh radiasi, setelah diradiasi, eksplan
ditanam dalam media kultur yang mengandung agen seleksi (seleksi in vitro). Teknik
ini telah menghasilkan beberapa nomor tanaman potensial, seperti nilam dengan
kadar minyak lebih tinggi, padi dan kedelai tahan aluminium, padi tahan kekeringan,
dan pisang tahan layu Fusarium (http://biogen.litbang.deptan.go.id, 2009).
Dalam perbanyakan tanaman secara kultur jaringan, eksplan merupakan faktor
penting penentu keberhasilan. Umur fisiologis, umur ontogenik, ukuran eksplan, serta
bagian tanaman yang diambil merupakan hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam
memilih eksplan yang akan digunakan sebagai bahan awal kultur. Umumnya, bagian
tanaman yang digunakan sebagai eksplan adalah jaringan muda yang sedang tumbuh
aktif. Jaringan tanaman yang masih muda mempunyai daya regenerasi lebih tinggi,
sel-sel masih aktif membelah diri, dan relatif lebih bersih (mengandung lebih sedikit
kontaminan) (Yusnita, 2003).
Penggunaan embrio tanaman sebagai eksplan dikenal dengan kultur embrio
yang memisahkan embrio tanaman yang belum dewasa dan menumbuhkannya secara
Universitas Sumatera Utara
kultur jaringan untuk mendapatkan tanaman yang viabel. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kultur embrio yaitu genotip, hasil perkembangan embrio setelah
diisolasi, kondisi tanaman induk, zat hara dalam media, cahaya dan suhu
(Gunawan, 1988).
Walaupun tanaman dapat diperoleh dari sejumlah besar genotip, kemampuan
beregenerasi setiap genotip berbeda. Pengaruh genotip pada proliferasi sel dapat
dilihat pada kapasitas regeneratifnya. Pada umumnya tanaman dikotil lebih mudah
berproliferasi daripada tanaman monokotil. Selain itu, tanaman gymnospermae
memiliki kapasitas regeneratif yang lebih terbatas dibandingkan dengan tanaman
angiospermae (Zulkarnain, 2009).
Hampir dapat dipastikan bahwa kesuksesan kegiatan kultur jaringan akan
sangat ditentukan dan tergantung oleh pilihan media yang digunakan. Harus diingat
bahwa teknik kultur jaringan menekankan lingkungan yang cocok agar eksplan dapat
tumbuh dan berkembang. Lingkungan yang cocok, sebagian akan terpenuhi bila
media yang dipilih mempertimbangkan apa-apa yang diperlukan oleh tanaman.
Secara umum kebutuhan nutrisi kebanyakan tanaman sama, tetapi secara khusus hal
tersebut berbeda. Kesamaannya adalah tanaman memerlukan hara makro dan mikro,
vitamin-vitamin, karbohidrat (gula), asam amino dan N-organik, zat pengatur
tumbuh, zat pemadat dan kadang ada penambahan bahan-bahan seperti air kelapa,
ekstrak ragi, jus tomat, ekstrak kentang, buffer organik, ataupun arang aktif.
Kebutuhan tiap tanaman berbeda pada hal komposisi dan jumlah yang diperlukan
(Santoso dan Nursadi, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Medium MS yang direvisi (Murashige dan Skoog, 1962) adalah yang paling
luas penggunaannya dibandingkan dengan media dasar lainnya. Medium MS yang
direvisi-selanjutya disebut MS-banyak digunakan, terutama pada mikropropagasi
tanaman dikotil dengan hasil yang memuaskan. Hal itu dikarenakan medium MS
memiliki kandungan garam-garam yang lebih tinggi daripada media lain, disamping
kandungan nitratnya juga tinggi (Zulkarnain, 2009).
Kondisi lingkungan yang menentukan keberhasilan kultur jaringan meliputi
cahaya, suhu dan komponen atmosfer. Cahaya dibutuhkan untuk mengatur proses
foto morfogenetik tertentu. Dalam teknik kultur jaringan tanaman, cahaya dinyatakan
dengan dimensi lama penyinaran, intensitas dan kualitasnya. Prof. Murashige
menyarankan untuk mengasumsikan kebutuhan lama penyinaran pada kultur jaringan
tanaman merupakan pencerminan dari kebutuhan perioditas tanaman yang
bersangkutan di lapangan. Kualitas cahaya mempengaruhi arah diferensiasi jaringan.
Energi radiasi dekat spektrum ultra violet dan biru merupakan kualitas cahaya yang
paling efektif untuk merangsang pembentukan tunas, sedangkan pembentukan akar
dirangsang oleh cahaya merah dan sedikit cahaya biru.
Untuk itu, pada tahap
multiplikasi tunas digunakan untuk pencahayaan dengan lampu fluorescent (TL).
Secara umum, intensitas cahaya yang optimum untuk tanaman pada kultur tahap
inisiasi kultur adalah 0-1000 lux, tahap multiplikasi sebesar 1000-10000 lux, tahap
pengakaran sebesar 10000-30000 lux, dan aklimatisasi sebesar 30000 lux
(Yusnita, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Suhu juga berpengaruh terhadap kesehatan tanaman yang dikulturkan. Suhu
yang umum digunakan untuk pengkulturan berbagai jenis tanaman adalah
260 – 200 C. Untuk kebanyakan tanaman, suhu yang terlalu rendah (kurang dari
200 C) dapat menghambat pertumbuhan, dan suhu yang terlalu tinggi (lebih dari
320 C) menyebabkan tanaman merana. Namun pada kultur tanaman yang biasanya
memerlukan suhu rendah untuk pertumbuhan terbaiknya, seperti stroberi, suhu yang
diperlukan juga lebih rendah (Yusnita, 2003).
Faktor penting lain yang juga perlu mendapat perhatian, adalah pH yang harus
diatur sedemikian rupa sehingga tidak mempengaruhi fungsi membran sel dan pH
dari sitoplasma. Pengaturan pH selain memperhatikan kepentingan fisiologi sel, juga
harus mempertimbangkan faktor-faktor kelarutan dari garam-garam penyusun media,
pengambilan (uptake) dari zat pengatur tumbuh dan garam-garam lain, dan efisiensi
pembekuan agar-agar. Sel-sel tanaman membutuhkan pH yang sedikit asam berkisar
antara 5.5-5.8 (Gamborg dan Shyluk 1981). Pengaturan pH, biasa dilakukan dengan
menggunakan NaOH (atau kadang-kadang KOH) atau HCl pada waktu semua
komponen sudah dicampurkan, seringkali setelah sterilisasi pH-nya berubah. Pada
umumnya terdapat penurunan pH setelah disterilkan dalam autoklaf. Untuk mencapai
pH sekitar 5.7-5.9, Mann dkk dalam George dan Sherrington (1984) membuat pH 7.0
dalam media yang belum disterilkan. Untuk menghindarkan perubahan pH yang
cukup besar, Murashige dan Skoog menyarankan agar dilakukan pemanasan untuk
melarutkan agar-agar dan memanaskan beberapa menit media dalam autoklaf, baru
diadakan penetapan pH. Cara lain yang dilakukan adalah penetapan pH setelah media
Universitas Sumatera Utara
disterilkan dalam autoklaf. Dalam wadah yang besar media disterilkan dan kemudian
dititrasi dengan NaOH atau HCl steril sampai pH yang diinginkan. Selanjutnya media
dituang ke dalam wadah kultur steril yang telah dipersiapkan di dalam laminar air
flow cabinet. Cara ini juga digunakan dalam penelitian yang menggunakan media
dengan pH rendah untuk tujuan seleksi (Gunawan, 1988).
Pemuliaan Tanaman dengan Radiasi Sinar Gamma
Mutasi adalah perubahan susunan atau konstruksi dari gen maupun kromosom
suatu individu tanaman, sehingga memperlihatkan penyimpangan (perubahan) dari
individu asalnya dan bersifat baka (turun-temurun). Mutasi dapat terjadi secara
alamiah, tetapi frekuensinya sangat rendah, yaitu 10-6 pada setiap generasi. Untuk
mempercepat terjadinya mutasi dapat dilakukan secara buatan dengan memberikan
perlakuan-perlakuan sehingga terjadi mutasi (induced mutation). Mutasi pada
tanaman dapat menyebabkan perubahan-perubahan pada bagian-bagian tanaman
baik
bentuk
maupun
warnanya
juga
perubahan
pada
sifat-sifat
lainnya
(Herawati dan Setiamihardja, 2000).
Mutasi dapat terjadi pada setiap bagian tanaman dan fase pertumbuhan
tanaman, namun lebih banyak terjadi pada bagian yang sedang aktif mengadakan
pembelahan sel seperti tunas, biji dan sebagainya. Secara molekuler, dapat dikatakan
bahwa mutasi terjadi karena adanya perubahan urutan (sequence) nukleotida DNA
kromosom, yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada protein yang dihasilkan
(Oeliem, dkk, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Tujuan pemuliaan mutasi adalah (1) untuk memperbaiki satu atau beberapa
karakter khusus dari suatu kultivar/galur, (2) untuk membentuk penanda morfologi
(warna, rambut, braktea, dan lain-lain) sebagai identitas pada galur-galur harapan,
(3) untuk membentuk galur mandul jantan yang berguna bagi pembentukan kultivar
hibrida, (4) untuk mendapatkan karakter khusus dalam genotipe yang telah
beradaptasi (Herawati dan Setiamihardja, 2000).
Baik mutagen kimia maupun mutagen fisika memiliki energi nuklir yang
dapat merubah struktur materi genetik tanaman. Perubahan yang terjadi pada materi
genetik dikenal dengan istilah mutasi (mutation). Secara relatif, proses mutasi dapat
menimbulkan perubahan pada sifat-sifat genetis tanaman baik ke arah positif maupun
negatif, dan kemungkinan mutasi yang terjadi dapat juga kembali normal (recovery).
Mutasi yang terjadi ke arah “sifat positif” dan terwariskan (heritable) ke generasigenerasi berikutnya merupakan mutasi yang dikehendaki oleh pemulia tanaman pada
umumnya. Sifat positif yang dimaksud adalah relatif tergantung pada tujuan
pemuliaan tanaman (http://www.infonuklir.com, 2007).
Menurut Mugiono (2001) macam dan tipe mutagen fisis adalah sebagai
berikut :
1. Sinar X
Dihasilkan dari tabung sinar X, tegangannya relatif rendah dengan panjang
gelombang agak panjang yaitu (150 – 0,15 A°), disebut sinar lemah.
Universitas Sumatera Utara
2. Sinar Gamma
Dipancarkan dari isotop radioaktif, panjang gelombang lebih pendek dari sinar X,
lebih kuat daya tembusnya, dikenal dengan sinar kuat.
3. Sinar Ultraviolet
Panjang gelombangnya terletak antara sinar X (50 – 0,15 A°) dan cahaya yang
terlihat (7.800 – 3.800 A°). Panjang gelombang yang paling efektif untuk
membuat mutasi adalah 2.000 A°.
4. Partikel Alfa
Berasal dari inti beberapa isotop yang tidak stabil bermuatan positif dengan daya
tembus rendah.
5. Partikel Beta
Berasal dari isotop yang tidak stabil, bermuatan negatif, dengan daya tembus
lebih besar daripada partikel alfa.
6. Neutron
Dipancarkan dari inti isotop radioaktif tertentu dengan daya tembus kuat dan
mempunyai arti penting dalam pemuliaan mutasi sebagai mutagen.
Iradiasi
adalah
suatu
pancaran
energi
yang
berpindah
melalui
partikel-partikel yang bergerak dalam ruang atau melalui gerak gelombang cahaya.
Zat yang dapat memancarkan iradiasi disebut zat radioaktif. Zat radioaktif adalah zat
yang mempunyai inti atom tidak stabil, sehingga zat tersebut mengalami transformasi
spontan menjadi zat dengan inti atom yang lebih stabil dengan mengeluarkan partikel
atau sifat sinar tertentu. Proses tranformasi spontan ini disebut peluruhan, sedangkan
proses pelepasan partikel atau sinar tertentu disebut iradiasi. Iradiasi yang terjadi
Universitas Sumatera Utara
akibat peluruhan inti atom dapat berupa partikel alfa, beta, dan sinar gamma. Pada
umumnya sinar gamma yang digunakan untuk radiasi adalah hasil peluruhan inti
atom Cobalt-60. Cobalt-60 adalah sejenis metal yang mempunyai karateristik hampir
sama dengan besi/nikel (Sinaga, 2000).
Pengaruh penyimpanan terhadap materi yang telah diradiasi bergantung pada
kadar air dan ketersediaan oksigen. Pada biji yang terlalu kering reaksi oksigen
dengan ion radikal bebas akan terus berlangsung dan akan membentuk senyawa
peroksida yang merusak. Untuk mengurangi kerusakan tersebut, biji yang telah
diradiasi disimpan dalam suhu rendah (00C) (Mugiono, 2001).
Mutasi tidak dapat diamati pada generasi M1, kecuali yang termutasi adalah
gamet haploid. Adanya mutasi dapat ditentukan pada generasi M2 dan seterusnya.
Semakin tinggi dosis, maka semakin banyak terjadi mutasi dan makin banyak pula
kerusakannya. Hubungan antara tinggi bibit dan kemampuan hidup tanaman M1
dengan frekuensi mutasi, membuktikan bahwa penilaian kuantitatif terhadap
kerusakan tanaman M1 dapat digunakan sebagai indikator dalam permasalahan
pengaruh dosis pada timbulnya mutasi (Mugiono, 2001).
Kerusakan fisiologis kemungkinan dapat disebabkan karena kerusakan
kromosom dan kerusakan sel di luar kromosom. Kedua kerusakan tersebut sukar
dibedakan karena keduanya terjadi pada generasi M1 sebagai akibat dari perlakuan
mutagen. Kerusakan tersebut merupakan gangguan fisiologis bagi pertumbuhan
tanaman. Besarnya kerusakan fisiologis tergantung pada besarnya dosis yang
digunakan dan semakin tinggi dosis yang digunakan makin tinggi kerusakan
Universitas Sumatera Utara
fisiologis yang timbul dan berakhir kematian (lethalitas). Kerusakan fisiologis hanya
terjadi pada generasi M1 sedangkan mutasi gen, mutasi kromosom dan mutasi
sitoplasma akan diturunkan pada generasi berikutnya (Mugiono, 2001).
Perlakuan radiasi akan menyebabkan kerusakan sel atau terhambatnya
metabolisme sel karena adanya gangguan sintesa RNA sehingga sintesis enzim yang
diperlukan untuk pertumbuhan terhambat. Dengan adanya gangguan struktur DNA
akan menyebabkan enzim yang dihasilkan kehilangan fungsinya. Perlakuan radiasi
dapat menyebabkan enzim yang merangsang pertunasan menjadi tidak aktif, sehingga
pertumbuhan tanaman terhambat (Cassaret,1961).
Mutasi gen kloroplas atau mitokondria sering disebut mutasi diluar inti atau
extranuclear mutation. Mutasi pada gen kloroplas dapat menyebabkan kerusakan gen
mutan (defective mutant genes) yang kemudian dapat mengganggu proses fotosintesis
pada daun. Alhasil, dampak mutasi gen kloroplas sering diekspresikan dengan
munculnya gejala warna belang pada daun tanaman, misalnya warna belang hijauputih pada tanaman Pelargonium dan Mirabilis jalapa (bunga pukul empat)
(http://www.infonuklir.com, 2007).
Perlakuan dengan mutagen dapat menyebabkan pula sterilitas, yaitu:
hambatan pertumbuhan sehingga menghalangi pembungaan, terbentuknya bunga
yang tidak sempurna, terbentuknya bunga dengan tepung sari mandul, pembentukan
embrio yang gugur sebelum masak, biji terbentuk tetapi tidak mampu berkecambah
(Mugiono, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Pengaruh
peningkatan
dosis
mutagen
terhadap
kerusakan
fisiologis
memberikan kurva sigmoid, dimana kerusakan atau kematian tidak terjadi sekaligus
sesuai dengan meningkatnya dosis. Hal ini menunjukkan bahwa suatu molekul atau
sel yang peka maka molekul atau sel tersebut akan rusak atau mati. Sebaliknya
apabila yang terkena radiasi adalah molekul atau sel yang tidak peka maka sel atau
molekul tersebut tidak mati. Makin tinggi dosis makin banyak terjadi mutasi dan
makin tinggi pula kerusakannya (Mugiono, 2001).
Penggunaan energi seperti sinar gamma pada tanaman akan memberikan
pengaruh yang baik di bidang pertanian, dengan perlakuan dosis radiasi sinar gamma
dengan dosis yang tepat diperoleh tanaman yang mempunyai sifat-sifat yang seperti
hasil tinggi, umur pendek, tahan terhadap penyakit tetapi kenyataan yang ditimbulkan
tidak semuanya memenuhi harapan (Suryowinoto, 1987).
Kepekaan dari jaringan tanaman terhadap radiasi tidak hanya dipengaruhi oleh
dosis radiasi, tetapi juga dipengaruhi oleh tingkat ontogeni sel dan fase dari siklus sel.
Selain itu juga dipengaruhi oleh kemampuan sel-sel dalam jaringan tanaman untuk
memperbaiki diri dari kerusakan yang disebabkan oleh iradiasi (Hendro 1981).
Iradiasi sinar gamma dapat berpengaruh terhadap perubahan fisiologis
regeneran. Perubahan tersebut berkaitan dengan energi iradiasi yang diserap oleh
jaringan tanaman sehingga menyebabkan stimulasi sintesis auksin endogen
terganggu. Selain perubahan fisiologis, perubahan genetic dapat terjadi akibat iradiasi
sinar gamma. Perubahan fisiologis dan genetik dapat diekspresikan dengan adanya
perubahan penampilan fenotipik regeneran yang sangat bervariasi. Pada umumnya,
ukuran tanaman regeneran sangat pendek dan ukuran daun kecil, bahkan ada tunas
Universitas Sumatera Utara
albino yang muncul. Pada generasi selanjutnya, kerusakan fisiologis berangsur pulih.
Sel-sel yang mengalami kerusakan mengalami recovery, sedangkan gen termutasi
dapat diwariskan pada generasi berikutnya (Maluszynski et al., 1995).
Cekaman Aluminium
Tanaman dijumpai tumbuh pada tanah dengan rentang pH antara
3 sampai 9, dan keasaman yang ekstrem ini merupakan suatu cekaman yang
diadaptasi oleh beberapa spesies. Pada tanah ber-pH rendah, yang mestinya banyak
mengandung H2PO4-, konsentrasi ion aluminium sering tinggi menyebabkannya
mengendap sebagai aluminium fosfat. Konsentrasi aluminium yang cukup tinggi pada
tanah masam (yang pH nya dibawah 4,7) dapat menghambat pertumbuhan beberapa
spesies, tidak hanya efeknya yang merusak ketersediaan fosfat, tapi tampaknya juga
karena penghambatan penyerapan besi dan karena efek beracun secara langsung
terhadap metabolisme tumbuhan (Salisbury and Ross, 1995).
Kisaran zat-zat yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman amat luas
dan pengaruh khusus racun-racun ini amatlah banyak untuk diuraikan. Sebagai
contoh, Foy, et al., (1978) mengemukakan pendapat bahwa aluminium sendiri dapat
meningkatkan fosfat pada permukaan akarnya dan mengurangi respirasi akar,
pembelahan sel, kakunya dinding sel dan pengambilan serta pemanfaatan Ca, Mg, P,
K dan H2O (Fitter and Hay, 1991).
Aluminium dalam bentuk Al3+ merupakan yang paling beracun bagi tanaman.
Bagi tanaman kedelai aluminium dalam bentuk Al3+ dan Al(OH)+2 merupakan bentuk
Universitas Sumatera Utara
aluminium yang paling menghambat perpanjangan akar. Keracunan aluminium pada
tanah masam bukan hanya akibat pH yang rendah dan konsentrasi aluminium total
yang tinggi tetapi juga perbandingan aluminium organik dan aluminium yang
berkaitan dengan senyawa organik seperti asam malat, sitrat, oksalat atau senyawa
fenol (Hanum, 2008).
Menurut Fitter and Hay (1991) beberapa jenis tanaman dapat tumbuh pada
tanah-tanah yang mengandung tingkat ion toksik yang dapat mematikan untuk spesies
lain. Terdapat empat mekanisme utama hingga hal tersebut terjadi:
1. Penghindaran (escape) fenologis-apabila stress yang terjadi pada tanaman bersifat
musiman, tanaman dapat menyesuaikan siklus hidupnya, sehingga tumbuh dalam
musim yang sangat cocok saja;
2. Eksklusi-tanaman dapat mengenal ion yang toksik dan mencegah agar tidak
terambil sehingga tidak mengalami toksisitas;
3. Penanggulangan (ameliorasi)-tanaman barangkali mengabsorbsi ion tersebut,
tetapi bertindak demikian rupa untuk meminimumkan pengaruhnya. Jenisnya
meliputi pembentukan kelat (chemilation), pengenceran, lokalisasi atau bahan
ekskresi;
4. Toleransi-tanaman dapat mengembangkan sistem metabolis yang dapat berfungsi
pada konsentrasi toksik yang potensial, mungkin dengan molekul enzim.
Gejala pertama yang tampak dari keracunan Al adalah sistem perakaran yang
tidak berkembang (pendek dan tebal) sebagai akibat penghambatan perpanjangan sel.
Beberapa pengaruh buruk keberadaan Al tersebut antara lain: terjadi gangguan
Universitas Sumatera Utara
penyerapan hara, bergabung dengan dinding sel, dan menghambat pembelahan sel
(Hanum, 2008).
Tanaman yang mampu beradaptasi pada Al tinggi disebabkan oleh tanaman
tersebut yang memiliki suatu mekanisme tertentu untuk menekan pengaruh buruk Al
sehingga tidak mengganggu serapan hara dan air, juga mampu mengefisienkannya
(Blum, 1996).
Kemampuan pertumbuhan tanaman pada tanah dengan kandungan Al tinggi,
adalah dengan menghasilkan eksudat akar (dalam bentuk anion-anion asam organik,
gula, vitamin, asam amino, purin, nukleotida, ion-ion anorganik, dan sebagainya).
Senyawa-senyawa ini membantu perakaran tanaman terhindar dari akibat buruk ion
Al, sehingga akar sebagai fungsi penyerap hara dan air dapat menjalankan fungsinya
(Felix dan Donald, 2002).
Menurut Oktavidiati (2002) ada beberapa kriteria yang telah ditetapkan untuk
menentukan apakah suatu tanaman toleran atau tidak terhadap cekaman Al. Samuael
et al., (1997) yang menyatakan bahwa kriteria bagi tanaman yang toleran terhadap
cekaman Al yaitu:
1). Akar mampu untuk tumbuh terus dan ujung akarnya tidak mengalami kerusakan,
2) Ion Al sedikit yang ditranslokasikan ke bagian atas dan sebagian besar ditahan di
akar.
Universitas Sumatera Utara
Download