BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Perbankan Secara Umum Perbankan secara umum merupakan lembaga keuangan yang melakukan kegiatan berupa pengumpulan dana masyarakat dan menyalurkanny dalam berbagai bentuk. Di Indonesia sendiri bank merupakan prime sources (sumber utama) pembangunan. Pengertian perbankan menurut UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan pada Bab 1 pasal 1 adalah sebagai berikut : “perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan , kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya” Sejak diberlakukannya Undang-Undang nomor 10 tahun 1998, jenis bank dapat dibedakan menjadi Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (pasal 1 angka 2) : 1. Bank umum Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan adalah umum. Bank umum sering juga disebut bank komersil. 2. Bank perkreditan Rakyat Bank Perkreditan rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dlam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank perkreditan rakyat bank yang meneriman simpanan hanya dlam bentuk deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa perbankan telah berkembang lama dalam masyarakat akan tetapi lembaga perbankan yang ada dalam kegiatan usaha yang dilakukan tersebut halal atau haram. Oleh karena itu untuk menjamin kehalalan jenis kegiatan usaha perbankan maka opersionalnya harus dilakukan denga menggunakan prinsip-prindip perbankan syariah. Menurut pasal 5 Undang-undang No.7 tahun 1992 dengan mengacu Undang-Undang Perbanan No.10 Tahun 1998. Dapat kita ketahui dalam Undang-Undang Perbankan Syariah Nomor 21 tahun 2008, dikatakan bahwa perbankan syariah adalah sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah mencakup kelembagaan kegiatan usaha serta tata cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Adapun juga pengertian Perbankan syariah atau Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sisitem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram ( misal : usaha yang berkaitan dengan produksi) 2.1.1 Pengertian Bank Syariah “Bank syariah adalah bank umum yang sesuai dengan prinsip syariah islam, atau dengan kata lain yaitu bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan ketentuan islam (AlQuran dan Hadits)” ( Hasibuan,2005:39) Menurut ketentuan yang tercantum di dalam peraturan Bank Indonesia nomor 2/8/PBI/2000, pasal 1, bank syariah adalah : “ Bank syariah adalah bank umum sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan dan telah diubah dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah, termasuk unit usaha syariah dan kantor cabang bank asing yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah” Pengertian Bank Syariah yang disusun oleh Ikatan Akuntansi Indonesia sebagai berikut : “Bank syariah adalah bank yang berasaskan kemitraan, keadilan,transparasi, dan universal serta melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah” (IAI,2001:1) Aktivitas perbankan syariah beroperasi dengan prinsip-prinsip syariah dengan mengacu kepada Al-Qur’an dan Hadits. Oleh karena itu, tata cara bermuamalatnya dijauhi dari sifat-sifat yang mengandung unsur perjudian/spekulasi (maysir), unsur ketidakpastian (gharar), unsur bunga (riba), unsur suap (ryswah), dan bathil. Untuk mengatasi hal tersebut, umat Islam telah mencoba mengembangkan paradigma perekonomian lama yang akan terus dikembangkan dalam rangka perbaikan ekonomi ummat dan kesejahteraan ummat. Realisasinya yaitu berupa pengoperasian pada bank-bank syariah yaitu dengan tidak menerapkan sistem bunga melainkan dengan sistem bagi hasil. Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa “Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang beroperasi dengan prinsip-prinsip syariah Islam dengan mengacu kepada AlQur‟an dan Hadits, serta bertujuan untuk mensejahterakan ummat dengan tidak menerapkan sistem bunga atau riba melainkan dengan menerapkan sistem bagi hasil“. 2.1.2 Konsep Opresional Bank Syariah Setiap lembaga keuangan syariah mempunyai falsafah mencari keridhoan Allah SWT untuk memperoleh kebajikan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, setiap kegiatan lembaga keuangan yang dikhawatirkan menyimpang dari tuntutan agama, harus dihindari. Berikut adalah falsafah yang harus diterapkan oleh Bank Syariah (Muhammad:2000) : 1) Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan di muka secara pasti keberhasilan suatu usaha (Q.S. Luqman:34); 2) Menghindari penggunaan sistem persentasi untuk pembebanan biaya terhadap hutang atau pemberian imbalan terhadap simpanan yang a. Menjauhkan diri dari unsur riba, caranya: mengandung unsur melipatgandakan; 3) secara otomatis hutang/simpanan tersebut hanya karena berjalannya waktu (Q.S. Ali „Imron:130); 4) Menghindari penggunaan sistem perdagangan/penyewaan barang ribawi dengan imbalan barang ribawi lainnya dengan memperoleh kelebihan baik kuantitas maupun kualitas (HR. Muslim, Bab Riba No. 1551 s/d 1567); 5) Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan di muka tambahan atau hutang yang bukan atas prakarsa yang mempunyai hutang secara sukarela (HR. Muslim, Bab Riba No. 1569 s/d 1572). b. Menerapkan sistem bagi hasil dan perdagangan, dengan mengacu pada AlQur‟an surat Al-Baqarah ayat 275 dan An-Nisaa ayat 29, maka setiap transaksi kelembagaan syariah harus dilandasi atas dasar sistem bagi hasil dan perdagangan atau transaksinya didasari oleh adanya pertukaran antara uang dengan barang. Akibatnya pada kegiatan muamalah berlaku prinsip ada barang/jasa uang dengan barang, sehingga akan mendorong produksi barang/jasa, mendorong kelancaran arus barang/jasa, dapat dihindari adanya penyalahgunaan kredit, spekulasi, dan inflasi. Berdasarkan konsep operasional bank syariah di atas, maka hal mendasar yang membedakan antara bank syariah dan bank konvesional adalah dalam hal pengembalian dan pembagian keuntungan dari nasabah kepada lembaga keuangan atau dari lembaga keuangan kepada nasabah. Oleh karena itu, muncullah istilah bunga dan bagi hasil. Permasalahan bunga bank yang merupakan riba ini tidak akan ada hentinya sebagai perdebatan yang terus dibincangkan dari masa ke masa. Namun perekonomian lama yang akan terus dikembangkan dalam rangka Islam telah mencoba mengembangkan paradigma perbaikan ekonomi ummat dan kesejahteraan ummat. Realisasinya yaitu berupa pengoperasian pada bank-bank syariah yaitu dengan tidak umat menerapkan sistem bunga melainkan dengan sistem bagi hasil. Secara mendasar perbedaan antara sistem bunga dan sistem bagi hasil akan disajikan dalam tabel berikut: Tabel 2.1 Perbedaan Sistem Bunga dengan Sistem Bagi Hasil Sistem Bunga Sistem Bagi Hasil Penentuan besarnya ditentukan sebelumnya hasil Penentuan besarnya hasil ditentukan sesudah berusaha, sesudah ada untungnya Yang ditentukan sebelumnya Yang ditentukan sebelumnya yaitu berupa bunga atau yaitu menyepakati proporsi besarnya nilai rupiah pembagian untung untuk masing-masing pihak, misalnya 50:50, 40:60, 35:65, dst Jika terjadi kerugian maka Jika terjadi kerugian maka akan ditanggung nasabah saja akan ditanggung kedua pihak, nasabah dan lembaga Dihitung dari dana yang Dihitung dari untung yang dipinjamkan, fixed, tetap bakal diperoleh, belum tentu besarnya Titik perhatian proyek/usahanya yaitu besarnya bunga yang harus dibayar nasabah/pasti diterima bank Besarnya pasti: (%) kali jumlah pinjaman yang telah pasti diketahui Titik perhatian proyek/usahanya yaitu keberhasilan proyek/usaha jadi perhatian bersama: nasabah dan lembaga Besarnya Proporsi (%) kali jumlah untung yang belum diketahui = belum diketahui Sistem Bunga Status hukumnya berlawanan Status hukumnya sesuai dengan Q.S. Luqman:34 dengan Q.S. Luqman:34 Sumber: Muhammad, 2005:3 Sistem Bagi Hasil Basis Perbankan Syariah 2.1.3 Ciri khas perbankan Islam, tentu saja, adalah bahwa ia harus tunduk kepada hukum Islam (syariah). Algaoud dan Lewis (2001:69), menyatakan bahwa terdapat beberapa elemen yang terlibat dalam perbankan Islam: 1. Memberikan informasi tentang kinerja manajemen bank dalam sutu periode; 2. Semua aktivitas bisnis dan investasi dijalankan sesuai dengan ketentuan syariah (halal); Semua jenis transaksi harus bebas dari unsure gharar (spekulasi yang 3. tidak pasti dan tidak masuk akal; Setiap 4. bank Islam harus membayar zakat untuk kemudian didistribusikan kepada kelompok masyarakat yang berhak menerimanya (mustahik); 5. Semua aktivitas harus sejalan dengan prinsip-prinsip Islam, dengan dewan syariah khusus bertindak sebagai penyelia dan memberikan nasihat kepada bank mengenai kepatutan suatu transaksi. Dari semua poin di atas, poin pertamalah (riba) yang menjadi sentralnya. Pembiayaan Islam, sebagaimana hukum perniagaan Islam pada umumnya, didominasi oleh doktrin tentang riba. Sementara itu, terdapat bentuk-bentuk usaha dan pinjam-meminjam yang harus mengikuti ketentuan dalam Al-Qur’an dan Hadits antara lain sebagai berikut: a. Prinsip simpanan (Al-Wadi’ah) b. Prinsip bagi hasil (Musyarakah, mudharabah, muzaraah) c. Prinsip pengembalian keuntungan d. Prinsip sewa (Ijarah) e. Prinsip pengambilan fee f. Prinsip biaya administrasi (Al-Qard Al-Hasan/benevolent loan) Karakteristik Perbankan Syariah 2.1.4 Menurut UU No.10 tahun 1998 tentang perubahan UU No.7 tahun 1992 tentag perbankan, disebutkan bahwa Bank Syariah adalah bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dalam menjalankan aktivitasnya, Syariah menganut prinsip-prinsip sebagai berikut : Bank 1. Prinsip keadilan Dengan sistem operasional yang berdasarkan „profit and loss sharing sistem‟, Bank Islam memiliki kekuatan tersendiri yang berbeda dari sistem konvensional. Perbendaan ini nampak jelas bahwa dalam sistem bagi hasil terkandung dimensi keadilan dan pemerataan. Apabila merujuk pada strategi keunggulan bersaing (competitive advantage- strategy) Michael Porter,maka,sistem bagi hasil (profit and loss sharing) merupakan strategi diferensiasi yang menjadi kekuatan tersendiri bagi lembaga yang bersangkutan untuk memenangkan persaingan yang kompetitif. Berbeda dari itu, bank-bank konvensional dengan sistem bunga memandang dan memberlakukan bahwa kekayaan yang dimiliki peminjam menjadi jaminan atas pinjamannya. Apabila terjadi kerugian pada proyek yang didanai, maka kekayaan peminjam modal akan disita menjadi hak milik pemodal (bank). Sementara dana bank Islam kelayakan usaha atau proyek yang akan didanai itu menjadi jaminannya,sehingga keuntungann dan kerugian ditanggung bersama. Konsep syariah mengajarkan menyangga usaha secara bersama, baik dalam membagi keuntungan atau sebaliknya menanggung kerugian. Anjuran itu antara lain adalah transparasi dalam membuat kontrak (symmetric information), penghargaan terhadap waktu (effort sensitive), amanah (lower preference for opportunity cost), bila ketiga syarat tersebut dipenuhi, modal transaksi yang tejadi bisa mncapai apa yang disebut di muka kontrak yang menghasilkan kualitas terbaik (the best quality). 2. Prinsip Kesederajatan Bank Syariah menempatkan nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna dana, maupun Bank pada kedudukan yang sama dan sederajat. Hal ini tercermin dalam hak, kewajiban, resiko, dan keuntungan yang berimbang antara nasabah penyimpan dana, nasabah pnegguna dana, maupun Bank. Dengan sistem bagi hasil yang ditrapkannya, bank Syariah mensyaratkan adanya kemitraan nasabah harus sharing the profit and the risk secara bersama-sama. 3. Prinsip Ketentraman Menurut falsafah Al-Qur’an, semua aktivitas yang dapat dilakukan oleh manusia patut dikerjakan untuk mendapatkan falah (ketentraman, kesejahteraan atau kebahagiaan), yaitu istilah yang dimaksud untuk mencapai kesempurnaan dunia dan akhirat (Siddiqi, 1991, 3). Tujuan dan aktivitas ekonomi dalam prespektif islam harus diselerasikan dengan tujuan akhir yaitu pada pencapaian falah . Prinsip ini menghubungkan prinsip ekonomi dengan nilai moral secara langsung. Sebagai lembaga ekonomi, tujuan pendirian bank Syariah adalah untuk menciptakan keseimbangan sosial-ekonomi (material dan spiritual) masyarakat agar mencapai falah (Karim, 1990, shalul, 2000). Karena itu produk-produk Bank Syariah harus mencerminkan world view Islam atau sesuai dengan prinsip dan kaidah Muamalah Islam. Sulaiman mencatat empat aturan yang harus ditaati bank Islam, yaitu, 1) tidak adanya unsure riba, 2) terhidar dari aktifitas yang melibatkan spekulasi (gharar), 3) penerapan zakat harta, serta 4) tidak memproduksi produk-produk atau jasa yang bertentangan dengan nilai Islam. 2.1.5 Produk-Produk Bank Syariah Dengan prosedur yang didasarkan hukum Islam tersebut, maka bentuk-bentuk usaha dan pinjam-meminjam uang harus mengikuti ketentuan dalam Al-Qur’an dan Hadits yang antara lain dapat disebutkan sebagai berikut ( Triyuwono dalam Muhammad, 2002 ) 1. Prinsip Simpanan. Dalam prinsip simpanan ini dikenal dengan istilah Al- Wadi’ah, yang maknanya adalah perjanjian antara pemilik barang (termasuk uang). Dimana pihak penyimpan bersedia menyimpan dan menjaga keselamatan barang yang dititipkan kepadanya. Prinsip ini dikembangkan dalam bentuk produk simpanan, yaitu Giro Wadi’ah dan Tabungan Wadi’ah. 2. Prinsip Bagi-Hasil. Dalam prinsip ini dikenal tiga istilah. (i) Musyarakah, perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih pemilik modal (uang atau barang) untuk membiayai suatu usaha. Keuntungan dari usaha tersebut dibagi sesuai dengan perjanjian antara pihak-pihak tersebut, yang tidak harus sama dengan pangsa modal masing-masing pihak. Dalam hal kerugian dilakukan sesuai dengan pangsa modal masing-masing; (ii) Mudharabah, perjanjian antara pemilik modal (uang atau barang) dengan pengusaha. Dalam perjanjian ini pemilik modal bersedia membiayai sepenuhnya suatu proyek atau usaha dan pengusaha setuju untuk mengelola proyek tersebut dengan pembagian hasil sesuai dengan perjanjian. Pemilik modal tidak dibenarkan membuat usulan dan melakukan pengawasan secara langsung. Apabila usaha yang diawasi mengalami kerugian , maka kerugian tersebut sepenuhnya ditanggung pemilik modal, kecuali kerugian itu terjadi karena penyelewengan atau penyalahgunaan penguasa; (iii) Muzara’ah, memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan tertentu (persentase) dari hasil panen. Prinsip mudharabah dijadikan dasar pengembangan produk tabungan dan deposito. Sementara prinsip musyarakah, mudharabah, dan muzaraah digunakan sebagai dasar pengembangan produk pembiayaan. 3. Prinsip Pengembalian Keuntungan, yang dapat disederhanakan dengan istilah jual beli, yaitu hak proses pemindahan hak milik barang atau asset dengan menggunakan uang sebagai media. Macam-macam dari jual beli ini adalah : (i) Al-MusawamahI, jual beli biasa dimana penjual memasang harga tanpa memberitahu si pembeli tentang berapa margin keuntungan yang diambilnya; (ii) At Tauliah, yaitu menjual dengan harga beli tanpa mengambil keuntungan sedikitpun, seolah si penjual menjadikan pembeli sebagai walinya atas barang ataupun asset;(iii) Al Murabahah yaitu menjual dengan harga asal ditambah margin keuntungan yang telah disepakati ; (iv) Al Muwadhaah,yaitu menjual dengan harga yang lebih randah dari harga beli atau dengan kata lain Al muwadhaah bentuk kebalikan dari Al Murabahah ; (v) Al Muqayadhah, merupakan bentuk awal dari transaksi dimana barang ditukar dengan barang (barter); (vi) Al Mutlaq, yaitu bentuk jual beli biasa dimana ditukar dengan barang uang; (vii) Ash Sharf, adalah jual beli valuta asing dimana uang ditukar dengan barang (Money Exchange);(viii) Ba’I Bithaman Ajil, menjual dengan harga asli ditambah dengan margin keuntungan yang telah disepakati dan dibayar secara kredit; (ix) Ba’I As-Salam, yaitu proses jual beli dimana pembayaran dilakukan secara advance (tunai di muka) manakala penyerahan barang dilakukan kemudian; (x) Ba’I Al-Istishna, yaitu kontrak order yang ditandatangani bersama antara pemesan dengan produsen untuk pembuatan suatu jenis barang tertentu. Prinsip ini dijadikan dasar pengembangan produk pembiayaan 4. Prinsip Sewa (ijarah), yaitu perjanjian antara pemilik barang dengan penyewa yang memperbolehkan penyewa untuk memanfaatkan barang tersebut dengan membayar sewa sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak. Setelah masa sewa berakhir maka barang akan dikembalikan kepada pemilik. Ada tiga jenis dari ijarah ini; (i) Ijaraha Mutlaqah (leasing), proses sewa-menyewa yang biasa kita temui dalam kegiatan perekonomian sehari-hari; (ii) Ba’I Ut Ta’jiri (Hire Purchase), suatu kontrak sewa yang diakhiri dengan penjualan. Dalam kontrak ini pembayaran sewa telah diperhitungkan sedemikian rupa sehingga sebagian dari padanya merupakan pembelian terhadap barang secara berangsur; (iii)Musyarakah Mutanaqisah (decreasing participation), kombinasi anatara musyarakah dengan Ijarah/perkongsian dengan sewa. Prinsip ini dijadikan dasar pengembalian produk pembiayaan. 5. Prinsip pengambilan fee yang dapat dibagi menjadi empat : [a] Al Kafalah/Guarantee, yakni suatu jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua yang ditanggungnya. Jenis-jenis kafalah adalah: (i) Kafalah bi An Nafs, jaminan dari si penjamin (bank sebagai juridical personality dapat memberikan jaminan untuk maksud-maksud tertentu); (ii) Kafalah bi Al Mal, jaminan pembayaran barang atau pelunasan utang; (iii) Kafalah bi Taslim, dilakukan untuk menjamin dikembalikannya barang sewaan pada akhir masa kontrak (dapat dilakukan antar bank dengan leasing company terkait atas nama nasabah dengan mempergunakan depositonya di bank dan mengambil fee-nya) ; (iv) Kafalah bi Munjazah, jaminan mutlak yang tidak dibatasi oleh kurun waktu tertentu atau dihubungkan dengan maksud-maksud tertentu; (v) Kafalah Al Mualaqagh, merupakan penyederhanaan dari Kafalah Al Munjazah, dimana jaminan dibatasi oleh kurun waktu dan tujuan-tujuan tertentu. [b] Al Wakalah , perjanjian pemberian kuasa kepada pihak lain yang ditunjuk untuk mewakilinya dalam melaksanakan suatu tugas/kerja atas nama pemberi kuasa. Jenis Al wakalah ada tiga : (i) Wakalah Al Mutlaqah, mewakilkan secara mutlak tanpa batasan waktu atau urusan-urusan tertentu; (ii) Wakalah Al Muqayyadah, dalam kontrak ini pihak pertama menunjuk pihak kedua sebagai wakilnya untuk bertindak atas namanya dalam urusan-urusan tertentu; (iii) Wakalah Al aamah , bentuk Wakalah yang lebih luas dari Al Muqayyadah tetapi lebih sederhana dari Al Mutlaqah. [c] Hiwalah , pengalihan kewajiban dari suatu pihak yang mempunyai kewajiban kepada pihak lain. [d] Al Ju’alah, suatu kontrak pihak yang menjanjikan imbalan tertentu kepada pihak kedua atas pelaksanaan usaha atau tugas. Prinsip ini dijadikan dasar pengembangan produk jasa layanan (services). 6. Prinsip biaya administrasi (Al Qand Al Hasan/Benevolent loan), yakni perjanjian pinjam meminjam uang atau barang dengan tujuan untuk membantu penerima pinjaman. Penerima pinjaman wajib mengembalikan hutangnya dalam jumlah yang sama dan apabila peminjam tidak mampu mengembalikan pada waktunya maka peminjam tidak boleh dikenai sanksi. Atas kerelaannya peminjam diperbolehkan memberikan imbalan kepada pemilik barang atau uang. 2.2 Laporan Keuangan Bank Syariah 2.2.1 Pengertian, tujuan, dan karakteristik laporan keuangan Laporan keuangan (financial statement) merupakan ikhtisar mengenai keadaan keuangan suatu bank pada suatu periode tertentu. Secara umum ada empat bentuk laporan keuangan yang pokok yang dihasilkan perusahaan yaitu laporan neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal, dan laporan aliran kas. Dari keempat laporan tersebut hanya 2 macam yang umum digunakan untuk analisis, yaitu laporan neraca dan laporan laba rugi. Hal ini disebabkan laporan perubahan modal dan laporan aliran kas pada akhirnya akan diikhtisarkan dalam laporan neraca dan laporan laba rugi. Analisis laporan keuangan merupakan analisis mengenai kondisi keuangan suatu bank yang melibatkan neraca dan laporan laba rugi. Neraca (balance sheet) suatu bank menggambarkan jumlah kekayaan (harta), kewajiban (hutang), dan modal dari bank tersebut pada saat tertentu. Neraca biasanya disusun pada akhir tahun pembukuan (31 Desember). Kekayaan atau harta disajikan pada sisi aktiva, sedangkan atau hutang dan modal disajikan pada sisi pasiva. Laporan laba rugi (income statement) suatu bank menggambarkan jumlah penghasilan atau pendapatan dan biaya dari bank tersebut pada periode tertentu. Sebagaimana halnya dengan neraca, laporan laba rugi biasanya disusun setiap akhir tahun pembukuan (31 desember). Dalam laporan laba rugi disusun jumlah pendapatan dan jumlah biaya yang terjadi selama satu tahun yaitu mulai tanggal 1 Januari – 31 Desembeer. Apabila jumlah pendapatan melebihi jumlah biaya akan menghasilkan laba, sedangkan apabila jumlah pendapatan lebih kecil dari jumlah biaya maka perusahaan mengalami kerugian. Tujuan laporan keuangan secara umum adalah sebagai berikut : modal bank pada waktu tertentu. 2. Memberikan informasi tentang hasil usaha yang tercermin dari pendapatan yang diperoleh dan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam 1. Memberikan informasi keuangan tentang jumlah aktiva, kewajiban dan periode tertentu 3. Memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi dalam aktiva , kewajiban dan modal suatu bank. 4. Memberikan informasi tentang kinerja manajemen bank dalam suatu periode. Adapun tujuan laporan keuangan bank syariah pada dasarnya sama dengan tujuan laporan keuangan yang berlaku secar umum dengan tambahan sebagai berikut : 1. Informasi kebutuhan bank terhadap prinsip syariah, informasi pendapatan, dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah bila ada, serta bagaimana pendapatan tersebut diperoleh serta penggunaannya. 2. Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab bank terhadap amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikannya pada tingkat keuntungan yang layak, dan informasi mengenai tingkat keuntungan yang kayak, serta informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh pemilik dan pemilik dana investasi terikat. 3. Informasi mengenai pemenuhan fungsi sosial bank termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat. Prinsip syariah Islam dalam pengelolaan harta menekankan pada keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat. Harta harus dimanfaatkan untuk hal-hal produktif terutama kegiatan ekonomi dalam menghasilkan keuntungan. Oleh karena itu, diperlukan suatu lembaga perantara tersebut adalah bank yang kegiatan ushanya berdasarkan prinsip syariah. Bank Syariah ialah Bank yang berasakan kemitraan, keadilan, transparasi, dan universal serta melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah. Kegiatan Bank Syariah merupakan implementasi dari prinsip ekonomi Islam dengan karakteristik, yaitu : a. Pelarangan riba dalam berbagai bentuknya; b. Tidak mengenal konsep nilai waktu dari uang (time value of money); c. Konsep uang sebagai alat ukur tukar bukan sebagai komoditas; d. Tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang bersifat spekulasif; e. Tidak diperkenankan menggunakan dua harga untuk satu barang; f. Tidak diperkenankan dua transaksi dalam satu akad. Bank Syariah beroperasi atas dasr konsep bagi hasil. Bank Syariah tidak menggunakan bunga sebagai alat untuk memperoleh pendapatan maupun membebankan bunga atas penggunaan dana dan pinjaman arena bunga merupaka riba yang diharamkan. Berbeda dengan bank non-syariah yang tidak membedakan secara tegas antara sektor moneter dan sektor riil, sehingga dalam kegiatan ushaanya dapat melakukan transaksi-transaksi sektor riil, seperti jual beli dan sewa menyewa. Sesuai dengan karakteristiknya maka laporan keuangan Bank Syariah meliputi sebagai berikut : 1. Laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan Bank Syariah sebagai investor beserta hak dan kewajibannya yang dilaporkan kedalam bentuk antara lain: a. Laporan posisi keuangan, b. Laporan laba rugi, c. Laporan arus kas, dan d. Laporan perubahan ekuitas. 2. Laporan keuangan yang mencerminkan perubahan dalam investasi terikat yang dikelola oleh Bank Syariah untuk kemanfaatan pihakpihak lain berdasarkan akad mudharabah atau agen investasi yang dilaporkan dalam laporan perubahan investasi terikat. 3. Laporan keuangan yang mencerminkan peran Bank Syariah sebagai pemegang amanah dan kegiatan sosial yang dikelola secara terpisah dan dilaporkan kedalam bentuk, yaitu : a. Laporan sumber dan penggunaan dana zakat infaq dan shadaqah, dan b. Laporan sumber dan penggunaan dana qrdhul hasan. 2.2.2 Pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan keuangan Banyak pihak yang mempunyai kepentingan untuk mengetahui lebih mendalam tentang laporan keuangan, yaitu : a. Investor, berkepentingan dengan risiko yang melekat serta hasil pengembangan dari investasi yang mereka lakukan. Mereka membutuhkan informasi untuk membantu menentukan apakah harus membeli, menahan, atau menjual investasi tersebut. Investor juga tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perbankan syariah dalam membayar deviden. b. Pemberi dana qardh, tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan mereka memutuskan apakah dana qardh dapat dibayar pada saat jatuh tempo. c. Pemilik dana syirkah temporer, berkepentingan akan informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk mengambil keputusan investasi dengan tingkat keuntungan yang bersaing dan aman. d. Pemilik dana titipan, tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah dana titipan dapat diambil setiap saat. e. Pembayar dan penerima ZIS f. Pengawas syariah, berkepentingan dengan informasi tentang kepatuhan pengelola bank akan prinsip syariah. g. Karyawan, tertarik pada informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas perbankan syariah. Mereka juga tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perbankan syariah dalam memberikan balas jasa, manfaat pensiun, dan kesempatan kerja. h. Pemasok dan mitra usaha lainnya, tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang terhutang akan dibayar pada saat jatuh tempo. i. Pelanggan, berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan hidup perbankan syariah. j. Pemerintah, berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan karena itu berkepentingan dengan aktivitas perbankan syariah. Mereka juga membutuhkan informasi untuk mengatur aktivitas perbankan syariah, menetapkan kebijakan pajak, dan sebagai dasar untuk menyusun statistiK pendapatan nasional dan statistik lainnya. k. Masyarakat, perbankan syariah mempengaruhi masyarakat dalam berbagai cara. Misalnya perbankan syariah berkontribusi pada perekonomian nasional, termasuk jumlah orang yang dipekerjakan, dan perlindungan kepada penanam modal domestik. 2.2.3 Komponen-komponen Laporan Keuangan Bank Syariah Dalam buku Analisis Laporan Keuangan Perbankan Syariah, Dwi Suwiknyo menyebutkan bahwa terdapat 8 komponen laporan keuangan bank syariah, yakni antara lain : 1. Neraca, adalah laporan yang sistematis tentang aktiva, hutang, serta modal dari suatu perusahaan pada suatu saat tertentu (Munawir, 1995:13). Tujuannya adalah untuk menunjukkan posisi keuangan suatu perusahaan pada suatu tanggal tertentu. Unsur-unsur neraca meliputi aset, kewajiban, investasi tidak terikat, dan ekuitas (Suwiknyo, 2010:121). 2. Laporan laba rugi, merupakan suatu laporan yang sistematis tentang penghasilan, biaya, rugi-laba yang diperoleh oleh suatu perusahaan selama periode tertentu (Munawir, 1995:26). 3. Laporan perubahan ekuitas, dalam bank syariah laporan ini menggambarkan peningkatan atau penurunan aset bersih atau kekayaan pengukuran tertentu yang dianut dan harus diungkapkan dalam laporan selama periode bersangkutan berdasarkan prinsip keuangan (Suwiknyo, 2010:125). 4. Laporan arus kas, disajikan sesuai dengan Laporan Arus Kas PSAK No.2 (Suwiknyo, 2010:126). 5. Laporan perubahan dana investasi terikat, memisahkan dana investasi terikat berdasarkan sumber dana dan memisahkan investasi berdasarkan jenisnya. Investasi terikat adalah investasi yang bersumber dari pemilik dana investasi terikat dan sejenisnya yang dikelola oleh bank sebagai manajer investasi berdasarkan mudharabah muqayyadah. Bank mendapatkan keuntungan sebesar nisbah atas keuntungan investasi, jika terjadi kerugian maka bank tidak memperoleh imbalan apapun (Suwiknyo, 2010:128). 6. Laporan sumber dan penggunaan dana zakat, unsurnya meliputi sumber dana, penggunaan dana selama suatu jangka waktu, serta saldo akhir dana zakat pada tanggal tertentu( Suwiknyo, 2010:129). 7. Laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan, unsurnya meliputi sumber, penggunaan dana kebajikan selama jangka waktu tertentu, dan saldo kebajikan pada tanggal tertentu(Suwiknyo, 2010:130). 8. Catatan atas laporan keuangan, meliputi penjelasan naratif atau rincian jumlah yang tertera dalam neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, laporan sumber dan penggunaan dana zakat, dan laporan penggunaan dana kebajikan (Suwiknyo, 2010:131). 2.3 Kinerja Keuangan Bank Syariah Kinerja (performance) dalam kamus istilah akuntansi adalah kuantifikasi dari keefektifan dalam pengoperasian bisnis selama periode tertentu. Kinerja bank secara umum merupakan gambaran prestasi yang dicapai oleh bank dalam operasionalnya. Kinerja keuangan bank merupakan gambaran kondisi keuangan bank pada suatu periode tertentu baik mencakup aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dananya. Kinerja menunjukkan sesuatu yang berhubungan dengan kekuatan serta kelemahan suatu perusahaan.Kekuatan tersebut dipahami agar dapat dimanfaatkan dan kelemahan pun harus diketahui agar dapat dilakukan langkah-langkah perbaikan. Kinerja sebuah perusahaan adalah suatu ukuran yang menggambarkan kondisi keuangan perusahaan. Kinerja perusahaan sangat menentukan bagi preferensi masyarakat baik stake holder maupun bond holder untuk melakukan investasi sangat ditentukan oleh kinerja perusahaan. Dalam menilai kinerja perusahaan banyak indicator yang digunakan, di antaranya financial statement baik berupa neraca yang menunjukan posisi financial perusahaan pada saat tertentu, maupun laporan laba rugi yang merupakan laporan operasi perusahaan selama periode tertentu. Di samping itu, kinerja juga dapat diukur dengan rasio keuangan yang terdiri dari rasio likuiditas, rasio keuntungan,dan ownership ratio (Hampton,1989. 99) Weston dan Copeland (1996) juga mengemukakan beberapa ukuran dalam penilaian kinerja sebuah perusahaan, yaitu; 1) rasio profitabilitas dan rasio pertumbuhan, 2) ukuran efisiensi operasi yang mencakup manajemen aktiva dan investasi, 3) ukuran kebijakan keuangan yang mencakup rasio leverage, dan rasio likuiditas (Weston dan Copeland,1996,239). Adapun tujuan dari pengukuran kinerja keuangan perusahaan menurut Munawir (2002) adalah : a. Untuk mengetahui tingkat likuiditas, yaitu kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban keuangan saat ditagih. b. Untuk mengetahui tingkat solvabilitas, yaitu kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuntungannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi baik kewajiban keuangan jangka pendek maupun keuangan jangka panjang. c. Profitabilitas : untuk melihat suatu kemampuan bank dalam memenuhi laba yang akan diperoleh. d. Stabilitas usaha : untuk melihat kemampuan bank dalam mempertahankan kestabilan bank 2.4 Analisis Rasio Keuangan Menurut Munawir (2004:37) analisis rasio adalah suatu metode analisa untuk mengetahui hubungan pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan laba rugi individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut. secara Analisis rasio merupakan bentuk atau cara umum yang digunakan dalam analisis laporan keuangan dengan kata lain diantara alat-alat analisis yang selalu digunakan untuk mengukur kekuatan atau kelemahan suatu perusahaan di bidang keuangan adalah analisis rasio keuangan. Secara individual rasio itu kecil artinya kecuali jika dibandingkan dengan suatu rasio standar yang layak dijadikan dasar pembanding. Bila tidak ada standar yang dipakai sebagai dasar pembanding dari penafsiran rasio-rasio suatu perbankan, tidak dapat disimpulkan apakah rasio-rasio itu menunjukan kondisi yang menguntungkan karena hasil rata-rata dari perusahaan sejenis yang mempunyai kondisi keuangan yang berbeda-beda, ada yang kondisi keuangannya baik dengan operasi mengungtungkan dan ada yang sebaliknya. Standar rasio bukanlah merupakan angka pembanding yang ideal atau bukanlah merupakan ukuran yang pasti, tetapi standar rasio dapat digunakan sebagai pedoman bagi penganalisis. Bila dalam pembanding ini terdapat penyimpangan yang cukup besar, maka perlu untuk mengadakan penelitian lebih jauh. Sebab penyimpangan tersebut dapat ditimbulkan oleh hal-hal yang luar biasa yang hanya terjadi dalam perusahaan yang sedang dianalisis. Dengan analisis rasio yang diperbandingkan dengan angka pembanding yang tepat penganalisis akan mengetahui penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dan manajemen dapat memperbaikinya sebelum masalahnya menjadi lebih parah lagi. Angka-angka rasio yang diolah berdasarkan data keuangan, akan memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan dalam mengevaluasi kinerja bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku, dan manajemen risiko (Rivai dan Arifin, 2010:846). Bagi investor dapat memprediksi tingkat keuntungan yang diharapkan untuk masa mendatang relatif terhadap risiko perusahaan. Bagi karyawan untuk memastikan apakah perusahaan yang akan dimasuki memiliki prospek keuangan yang bagus. Bagi pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yang akan dibayar. Bagi manajemen untuk menentukan sejauh mana perkembangan perusahaan. Hasil analisis terhadap angka-angka rasio akan membantu menginterpretasikan berbagai hubungan kunci dan kecenderungan yang dapat dijadikan dasar pertimbangan mengenai potensi keberhasilan perusahaan di masa mendatang. Ada lima aspek keuangan yang penting dianalisis menurut Handono Mardiyanto (2009:54) yakni likuiditas, aktivitas atau aktiva, solvabilitas, profitabilitas, dan nilai pasar. 1. Likuiditas Angka pada rasio-rasio likuiditas yaitu menunjukan tolok ukur yang menjelaskan kemampuan suatu perusahaan untuk segera memenuhi kewajibannya yang harus segera dipenuhi tepat pada waktunya, termasuk melunasi bagian utang jangka panjang yang jatuh tempo pada tahun yang bersangkutan. Kemampuan ini dapat tercapai apabila perusahaan tersebut mempunyai alat pembayaran ataupun aktiva lancar yang lebih besar daripada hutang lancarnya atau hutang jangka pendeknya. Menurut Rivai dan Arifin (2010:548), Bank yang mampu mengelola likuiditasnya secara baik dapat diketahui melalui beberapa hal, antara lain: a. Kemampuan dalam memprediksi kebutuhan dana di waktu yang akan datang, b. kemampuan untuk memenuhi permintaan akan “cash” dengan menukarkan harta lancarnya, atau sedikit, atau d. kemampuan pendataan pergerakan cash in dan cash out dana, e. kemampuan c. kemampuan memperoleh “cash” secara mudah dengan biaya yang untuk memenuhi kewajibannya tanpa harus mencairkan aktiva tetap apapun ke dalam cash. Dalam pengelolaan likuiditas, akan terjadi benturan antara keputusan untuk menjaga likuiditas dan meningkatkan pendapatan. Karena makin tinggi tingkat likuiditas, makin tinggi pula jumlah kas yang tidak terpakai yang pada akhirnya justru akan menurunkan tingkat profitabilitas. 2. Aktivitas atau aktiva Aspek ini mengukur kemampuan aktiva perusahaan dalam menghasilkan laba bagi perusahaan. 3. Solvabilitas Solvabilitas/laverage, yaitu suatu tolak ukur yang menjelaskan bagaimana perusahaan didanai untuk menjalankan usahanya. Proporsi pendanaan suatu perusahaan pada umumnya meliputi dana dari modal sendiri dan dana yang bersumber dari hutang. Tolak ukur ketiga ini untuk mengukur seberapa besar perusahaan tersebut dibiayai oleh hutang dan dibndingkan dengan modal sendiri perusahaan yaitu perbandingan antara modal sendiri dan hutang. Suatu perusahaan dikatakan solvabe apabila perusahaan tersebut mempunyai aktiva atau kekayaan yang cukup untuk membayar semua hutang-hutgangnya, maka perusahaan tersebut dalam keadaan insolvibe. Pembahasan solvabilitas pada bank, tidak terlepas dari fungsi Bank Capital dan pengukuran kebutuhan modal. Adapun fungsi Bank Capital menurut Muljono (1999:110) antara lain: a. Sebagai ukuran kemampuan bank untuk menyerap kerugiankerugian yang tidak dapat dihindarkan. b. Sebagai sumber dana yang diperlukan untuk membiayai kegiatan usahanya sampai batas-batas tertentu. kekayaan yang dimiliki oleh para pemegang sahamnya. d. Dengan modal yang mencukupi memungkinkan bagi manajemen bank untuk bekerja dengan efisiensi tinggi. c. Sebagai alat pengukur besar kecilnya kekayaan bank tersebut atau Muljono (1999:110-111) menjelaskan bahwa terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh manajemen bank sekait dengan permodalan, adalah sebagai berikut: 1) Rencana kerja bank yang akan datang, baik dalam rencana tahunan maupun untuk rencana lima tahunan. 2) Perhitungan ketentuan modal yang memenuhi syarat otoritas moneter, maupun yang memenuhi ketentuan bisnis dari bank. 3) Kemampuan bank secara intern menciptakan modal dari kegiatan usahanya, serta kebijakan pembagian dividen yang ada pada masing-masing bank. 4) Sumber-sumber serta mekanisme penciptaan modal dari pasar modal yang ada pada masyarakat dimana bank tersebut beroperasi. 4. Profitabilitas Tolak ukur keempat yaitu profitabilitas perusahaan, yaitu sebuah tolak ukur yang menjelaskan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari penggunaan aktiva dan modal yang telah diinvestasikan pada periode tertentu. Profitabilitas suatu perusahaan diukur dengan menghitung kemampuan perusahaan dalam menggunakan aktivanya secara produktif. Profitabilitas dapat diketahui dengan membandingkan antara laba yang diperoleh dalam suatu periode dengan aktiva atau modal perusahaan tersebut. 5. Nilai pasar Tolok ukur kelima yaitu besarnya nilai pasar dari suatu perusahaan dibandingkan nilai rata-rata pasar pada industri yang sama. Pendekatan nilai pasar didasarkan kepada perkiraan laba per saham dimasa yang akan datang, sehingga dapat diketahui berapa lama investasi suatu saham akan kembali. Selain itu, juga merupakan industri dibandingkan dengan rata-rata pasar total dan juga untuk kelompok industri terpilih, agar mampu menilai prestasi relative dari perusahaan tertentu. 2.5 Analaisis Metode CAMEL Untuk melakukan penilaian kesehatan suatu bank dapat dilihat dari berbagai aspek. Penilaian bertujuan untuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat, cukup sehat, kurang sehat, dan tidak sehat, sehingga Bank Indonesia sebagai pengawas serta pembina bank-bank dapat memberikan arahan bagaimana bank tersebut harus dijalankan dengan baik atau bahkan dihentikan operasinya. Ukuran untuk penilaian kesehatan bank telah ditentukan oleh Bank Indonesia. Seperti yang tertera dalam Undang-Undang RI No 7 tahun 1992 tentang perbankan pasal 29, yang isinya adalah: 1) Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia 2) Bank Indonesia menetapkan ketentuan tentang kesehatan bank dengan memperhatikan aspek permodalan, kualitas aset, kualitas manajemen, rentabilitas, likuiditas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank 3) Bank wajib memelihara kesehatan bank sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (2) dan wajib melakukan usaha sesuai dengan prinsip-prinsip kehati-hatian. Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang tentang perbankan tersebut, Bank Indonesia telah mengeluarkan Surat Edaran No. 26/5/BPPP tanggal 29 Mei 1993 yang mengatur tentang tata cara penilaian tingkat kesehatan Bank. Ketentuan ini merupakan penyempurnaan ketentuan yang dikeluarkan Bank Indonesia dengan Surat Edaran No 23/21/BPPP tanggal 28 Februari 1991. Metode penilaian tingkat kesehatan bank tersebut diatas kemudian dikenal dengan metode CAMEL. Karena telah dilakukan perhitungan tingkat kesehatan Bank berdasarkan Metode CAMEL selanjutnya dilanjutkan dengan perhitungan tingkat kepatuhan Bank pada beberapa ketentuan khusus, metode tersebut selanjutnya dikenal dengan istilah CAMEL plus. Penilaian kesehatan bank meliputi 5 aspek yaitu 1) Capital, untuk rasio kecukupan modal 2) Assets, untuk rasio kualitas aktiva 3) Management, untuk menilai kualitas manajemen 4) Earning,untuk rasio-rasio rentabilitas Bank 5) Liquidity, untuk rasio-rasio likuiditas Bank Urutan perhitungan rasio tersebut dilakukan dengan cara pemberian nilai pembiayaan, cara pemberian bobot pada masing-masing komponen CAMEL, penjumlahan dari keseluruhan komponen, dan diakhiri dengan penentuan tingkat kesehatan bank berdasarkan kategorisasi yang telah ditetapkan Bank Indonesia. Dengan demikian, perhitungan tingkat kesehatan suatu bank umum dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: Langkah I : Menghitung rasio berdasarkan rumus yang ditetapkan Langkah II : Menghitung bedarnya nilai pembiayaan untuk masing- masing komponen CAMEL Langkah III : Mengalikan nilai pembiayaan tersebut dengan bobot bagi masing-masing komponen CAMEL Langkah IV : Menjumlahkan seluruh nilai komponen CAMEL Langkah V : Memperhitungkan nilai kepatuhan berkaitan dengan Langkah VI - Pemberian kredit usaha kecil, - Pemberian kredit ekspor, - Pelanggaran batas maksimum pemberian kredit, - Ketentuan tentang posisi devisa neto. : Menetapkan kategori kesehatan bank yang bersangkutan. Tabel 2.2 Penilaian Kesehatan Bank dengan Menggunakan Metode CAMEL Uraian Yang dinilai Rasio Capital CAR Assets Kecukupan modal Kualitas aktiva produktif Manajemen keuangan Kemampuan menghasilkan laba NPM Kemampuan menjamin CR Manajemen Earning Liquidity Nilai pembiayaan 0 s/d nilai maksimal 100 Nilai maksimal 100 Nilai maksimal 100 Nilai maksimal 100 Nilai maksimal 100 Nilai maksimal 100 Nilai maksimal 100 Nilai maksimal 100 KAP PPAP ROA BOPO FDR Sumber: Luqman (2009:143) Bobot 25% 25% 5% 25% 5% 5% 5% 5% Tabel 2.3 Predikat Tingkat Kesehatan Bank nilai pembiayaan Predikat 81 - 100 % Sehat 66 - < 81% cukup sehat 51 - < 66% Kurang sehat 0 - < 51% Tidak sehat Sumber: Luqman (2009) 2.5.1 Aspek Permodalan ( Capital ) Analisis yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya atau kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jika terjadi likuidasi. Dalam penelitian ini menggunakan rasio CAR (Capital Adequancy Ratio) dan rasio ini merupakan perbandingan antara modal dan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia,bank yang dinyatakan termasuk sebagai bank yang sehat harus memiliki CAR paling sedikit sebesar 8%. Hal ini didasarkan pada ketentuan yang ditetapkan BIS (Bank for International Settlements). Rasio ini digunakan untuk menilai keamanan dan kesehatan bank dari sisi modal pemiliknya dan mengetahui seberapa besar jumlah aktiva yang memiliki resiko yang dibiayai oleh modal selain dana bank. Semakin tinggi resiko CAR, maka semakin baik kinerja bank tersebut. Untuk nilai pembiayaan dapat dihitung sebagai berikut : Untuk CAR = 0% atau negatif, nilai pembiayaan = 0. Untuk setiap kenaikan 0,1%, nilai pembiayaan ditambah 1 dengan maksimum 100. Bobot CAMEL untuk rasio kecukupan modal (CAR) adalah 25% 2.5.2 Aspek Kualitas Aktiva Produktif (Asset) zAktiva produktif atau productive assets atau sering disebut dengan Earning Assets adalah semua aktiva yang dimiliki oleh bank dengan maksud untuk dapat memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya. Assets Ratio, menggambarkan kualitas aktiva dalam perusahaan yang menu njukkan kemampuan dalam menjaga dan mengembalikan dana yang ditanamkan Assets Ratio, yaitu: a. Rasio Kualitas Aktiva Produktif (KAP) yang diklasifikasikan terhadap aktiva produktif. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat kemungkinan b. diterimanya kembali dana yang ditanamkan. Semakin kecil rasio KAP, maka semakin besar tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana yang ditanamkan. Nilai pembiayaan rasio aktiva produktif yang diklasifikasikan dihitung sebagai berikut: Untuk KAP = 22,5% atau lebih, nilai pembiayaan = 0 Untuk setiap penurunan 0,15%, nilai pembiayaan ditambah 1 dengan maksimum 100 Bobot CAMEL untuk KAP adalah 25% c. Rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang digunakan untuk menunjukkan kemampuan bank dalam menjaga kolektabilitas atau pinjaman yang disalurkan semakin baik. Nilai pembiayaan rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif dihitung sebagai berikut: Untuk rasio = 0 nilai pembiayaan =0. Untuk setiap kenaikan sebesar 1%, nilai pembiayaan ditambah 1 dengan maksimum 100. 2.5.3 Bobot CAMEL untuk PPAP adalah 5%. Aspek Kualitas Manajemen (Management) Penialaian terhadap manajemen merupakan penilaian terhadap kemampuan bank dalam mengelolal dana, baik dalam upaya menghimpun atau menyalurkan dana yang ada serta mengkoordinasikan potensi lain yang terdapat dalam bank guna mencapai tujuan tertentu . manajemen bank dinilai atas adasar 250 pertanyaan yang diajukam. Angka perhitungan pada aspek manajemen diperoleh melalui pengedaran kuesioner kepada pihak manajemen. Karena keterbatasan data dan kesulitan untuk melakukan penelitian terhadap bank yang bersangkutan. Dan juga menurut Hasibuan (2005:183) dari kelima aspek Camel tersebut ada beberapa aspek yang tidak dapat dilakukan penilaiannya di cabang yaitu : 1) Faktor permodalan. 2) Komponen manajemen. 3) Komponen faktor likuiditas dalam rasio call money terhadap aktiva lancar. Sehingga pada aspek manajemen dalam penelitian ini diproksikan dengan NPM ( Net Profit Margin), penggunaan NPM juga erat hubunganya dengan aspek manajemen yang dinilain baik dalam manajemen umum dan manajemen resiko dimana net income dalam manajemen resiko mencerminkan pengukuran terhadap upaya minimalisir resiko likuiditas,resiko kredit, resiko operasional, dan resiko hukum dan pemilik dari kegiatan operasional bank untuk memperoleh income yang optimum. Penggunaan kualitas manajemen dengan menggunakan NPM (Net Profit Margin) telah digunakan oleh peneliti terdahulu yaitu Warkoso (2005), Nadhif (2007) dengan alasan bahwa seluruh kegiatan manajemen baik manajemen permodalan, manajemen kualitas aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas, manajemen likuiditas akhirnya juga bermuara untuk pencapaian laba dari operasional bank tersebut. 2.5.4 Aspek Rentabilitas (Earning) Rentability Ratio atau Earning menggambarkan kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada, seperti kegiatan penjualan, kas, modal, dan sebagainya. Penilaian ini meliputi : a. Return On Asset (ROA), merupakan perbandingan antara laba bersih dengan total aktiva. Rasio ini digunakan untuk mengukur efektifitas bank di dalam memperoleh keuntungan secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari penggunaan aset. Perhitungan kredit dilakukan sebagai berikut : Untuk ROA sebesar 100% atau lebih, nilai pembiayaan= 0 Untuk setiap kenaikan 0,015%, nilai pembiayaan ditambah 1 dengan nilai maksimum 100. Untuk bobot CAMEL untuk ROA adalah 5% b. BOPO merupakan perbandingan antara beban operasional terhadap pendapatan operasional. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasionalnya. Semakin kecil rasio BOPO, maka semakin efisien suatu bank dalam melakukan kegiatan operasionalnya, karena biaya yang dikeluarkan lebih kecil dibandingkan pendapatan yang diterima. Nilai pembiayaan dapat dihitung sebagai berikut : Untuk rasio 100% atau lebih,nilai pembiayaan = 0 Untuk setiap penurunan sebesar 0,08%, nilai pembiayaan ditambah 1 dengan maksimum 100 2.5.5 Untuk bobot CAMEL untuk BOPO adlah 5% Aspek Likuiditas (Liquidity) Aspek kelima adalah penilaian terhadap aspek likuiditas Bank. Suatu Bank dikatakan likuid apabila Bank yang bersangkutan mampu membayar semua hutangny, terutama hutang-hutang jangka pendek, selain itu juga Bank harus mampu memenuhi semua permohonan kresit yang layak dibiayai. Penilaian dalam aspek ini meliputi : a. Cash Ratio, merupakan perbandingan antara alat likuiditas terhadap hutang lancar. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam membayar kembali simpanan nasabah pada saat ditarik dengan menggunakan alat likuid yang dimilikinya. Semakin tinggi rasio ini, maka semakin tinggi pula tingkat kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. Penilaian nilai pembiayaan bank berdasarkan cash ratio adalah sebagai berikut: Untuk Rasio 0% diberi nilai pembiayaan 0. Untuk setiap kenaikan 0,05% dimulai dari 0% nilai pembiayaan ditambah 1 dengan maksimum 100. Untuk bobot CAMEL cash ratio adalah 5% b. Financing to Deposit Ratio (FDR), merupakan perbandingan antara total pembiayaan yang diberikan terhadap dana yang berhasil dihimpun oleh bank yang terdiri dari DPK ditambah dengan ekuitas. Rasio ini digunakan sebagai tolak ukur likuiditas bank yang berjangka waktu agak panjang. Tingkat FDR yang terlalu tinggi menunjukkan semakin buruk kondisi likuiditas bank, karena penempatan pada kredit juga dibiayai dari dana pihak ketiga yang sewaktu-waktu ditarik. Penilaian nilai pembiayaan bank berdasarkan Financing to Deposit Ratio (FDR) adalah sebagai berikut: Untuk Rasio 115% atau lebih diberi nilai pembiayaan 0. Untuk setiap penurunan 1% dimulai dari rasio 115%, kredit ditambah 4 dengan maksimal 100. Untuk bobot CAMEL untuk rasio FDR adalah 5% 2.6 Penelitian Terkait Terdapat penelitian terdahulu tentang konsep kinerja keuangan perbankan syariah, antara lain : 1. Penelitian Teni susanti (2008) mengenai analisis perbandingan kinerja keuangan antara bank syariah dengan bank konvensional , hasil penelitian menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada 5 rasio , yaitu CAR,NPA,NPM,ROA,BOPO. Dan terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio pemenuhan PPAP dan LDR. Jika dilihat secara keseluruhan aspek CAMEL dengan mengunakan skor CAMEL maka dapat disimpulka terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja keuangan bank syariah dengan bank konvensional. 2. Penelitian Khaerunisa Said (2012) mengenai analisis tingkat kesehatan Bank dengan menggunakan metode CAMEL pada PT.Bank Syariah Mandiri. Hasilnya menunjukan bahwa pada tahun 2001, 2002, dan 2003 nilai CAMEL menunjukan sehat, sedangkan untuk tahun 2004 sampai 2010 nilai CAMEL yang diperoleh dikategorikan Tidak Sehat. 3. Penelitian Muhammad Luqman anshori (2011) mengenai analisis tingkat kesehatan pada PT Bank Muamalat Indonesia dengan menggunakan metode CAMEL. Hasilnya menunjukan bahwa dari keenam rasio yang digunakan yaitu CAR, KAP, PPAP,ROA,BOPO, dan LDR semuanya dikatakan sehat kecuali untuk ROA tahun 2009 dikatakan tidak sehat. Tabel 2.3 Perbandingan Penelitian Sebelumnya Nama Judul Thn Variabel Hasil Teni susanti analisis perbandingan 200 CAR, terdapat 8 signifikan antara kinerja keuangan bank syariah kinerja keuangan antara bank NPM ROA yang dengan bank konvensional. BOP O syariah dengan bank konvensional Khaerunisa Analisis Said Tingkat NPA perbedaan PPAP 201 CAMEL LDR menunjukan bahwa pada 2 tahun 2001, 2002, dan 2003 Kesehatan nilai CAMEL menunjukan Bank sehat, sedangkan untuk tahun dengan 2004 Menggunak CAMEL an Metode dikategorikan Tidak Sehat sampai yang 2010 nilai diperoleh CAMEL pada PT. Bank Muhammad analisis Syariah tingkat Luqman kesehatan Mandiri pada anshori PT Bank (periode Muamalat 2001-2010) Indonesia dengan menggunakan metode CAMEL 201 CAR, semuanya dinyatakan sehat 1 kecuali untuk ROA tahun KAP, PPAP ROA ,BOPO LDR 2009 dikatakan tidak sehat. 2.7 Kerangka Pemikiran Untuk memberikan gambaran yang jelas dan sistematis, maka berikut ini menyajikan kerangka berpikir dalam keseluruhan penelitian yang dilakukan, sebagai berikut : Bank Laporan Keuangan Rasio Keuangan Metode CAMEL CAR KAP PPAP NPM MM ROA BOPO Hasil & Analisis Kesimpulan Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran (sumber : perbankan syariah) Cash Ratio FDR Berdasarkan dari gambar kerangka pemikiran diatas, maka dapat ditarik kesimpulan suatu proposisi sebagai berikut : 1. Salah satu unsur yang sangat diperhatikan oleh semua bank adalah kinerja bank itu sendiri, karena dari kinerjalah maka suatu bank sapat dikatakan sangat sehat, sehat, cukup sehat, kurang sehat, atau tidak sehat. 2. Untuk dapat menilai tingkat kesehatan bank maka dilakukan suatu penelitian , dimana penelitian tersebut dapat dilihat dari laporan keuangan bank tersebut. 3. Berdasarkan laporan keuangan yang ada, maka dapat dengan mudah dihitung sejumlah rasio keuangan yang dijadikan dasar penilaian tingkat kesehatan bank. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode CAMEL, yang memiliki lima aspek yaitu aspek permodalan, aspek kualitas aktiva produktif, aspek manajemen, aspek rentabilitas, dan aspek likuiditas. 4. Rasio-rasio yang terdapat pada CAMEL : a. CAR b. KAP c. PPAP d. NPM e. ROA f. BOPO g. Cash Ratio h. FDR 5. Setelah dilakukan perhitungan dari masing-masing analisis rasio akan ditemukannya suatu hasil dari analisis laporan keuangan tersebut yang kemudian menghitung besarnya nilai pembiayaan untuk masing-masing rasio dan mengalikan nilai pembiayaan tersebut dengan bobot bagi masing-masing rasio CAMEL. 6. Setelah dikalikan dengan bobot bagi masing-masing rasio CAMEL, menjumlahkan seluruh nilai rasio CAMEL. Dan menetapkan kategori kesehatan bank yang bersangkutan. Berikut ini digambarkan rekapitulasi dari faktor-faktor yang dinilai beserta bobotnya masing-masing berdasarkan tat cara penilaian tingkat kesehatan Bank : Tabel 2.4 Tingkat kesehatan Bank (Faktor-faktor yang dinilai dan bobotnya) No Faktor yang Komponen Bobot (%) Dinilai 1 Permodalan Rasio modal terhadap aktiva 25% tertimbang menurut risiko 2 Kualitas Aktiva Produktif a. Rasio aktiva produktif yang 25% diklasifikasikan terhadap aktiva produktif 30% b. Rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif yang dibentuk 5% terhadap penyisihan penghapusan aktiva produktif yang wajib dibentuk 3 Manajemen a. Manajemen Umum b. Manajemen Risiko 25% 4 Rentabilitas a. Rasio laba terhadap total aktiva 5% b. Rasio biaya operasional terhadap 5% pendapatan operasional. 10% No 5 Faktor yang Dinilai Likuiditas Komponen Bobot (%) a. Rasio kewajiban bersih terhadap 5% aktiva lancar b. Rasio jumlah pembiayaan yang 5% diberikan terhadap dana yang diterima Bank dalam rupiah dan valuta asing Jumlah Bobot Sumber: Luqman(2009:155)disesuaikan dengan data 10% 100%