perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan mendasar manusia untuk melakukan aktivitas sehari-hari demi kelangsungan hidup manusia. Perumahan dan permukiman mempunyai fungsi dan peranan yang penting dalam kehidupan manusia, perumahan merupakan pencerminan dari jati diri pribadi manusia. Menurut Yudhohusodo (1991:6) perumahan merupakan kebutuhan dasar yang bersifat struktural, merupakan bagian dari peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan rakyat. Menurut Kamus Penataan Ruang (1997), kawasan permukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung di kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai tempat tinggal hunian sekaligus tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan masyarakat. Permukiman harus sesuai dengan daya dukung lahan setempat dan harus dapat menyediakan lingkungan hidup yang sehat, aman dari bencana alam serta memberikan lingkungan hidup yang tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan. Permukiman harus memperhatikan ketersediaan sarana prasarana jalan dan transportasi umum. Permukiman merupakan tempat hidup manusia dan melakukan berbagai macam aktivitas yang di dalamnya tersedia sarana dan prasarana penunjang dan lapangan pekerjaan untuk kegiatan sehari-hari masyaraakt yang tinggal di kawasan permukiman tersebut hal tersebut dapat mempengaruhi masyarakat dalam membentuk kawasan permukiman dengan bentuk yang berbeda-beda . Pola permukiman dapat diartikan sebagai suatu tempat atau suatu daerah tempat penduduk berkumpul dan hidup bersama, menggunakan lingkungan setempat untuk mempertahankan, melangsungkan dan mengembangkan hidupnya ( Finch 1980 dan Wayang dalam Pramulya 2009 ). Pola permukiman memiliki variasi pola dari yang sangat jarang hingga sangat padat, mengelompok, teratur dan tidak teratur. Kawasan permukiman akan banyak terdapat pada kawasan yang memiliki tingkat penunjang hidup yang tinggi, misalnya pada kawasan yang subur untuk menguntungkan pertanian. Menurut Dwi Ari dan Antariksa (2005:79) pola permukiman membicarakan sifat persebaran permukiman dengan kata lain pola permukiman secara umum merupakan susunan sifat berbeda dari hubungan factor-faktor yang menentukan persebaran permukiman. Setiap individu atau keluarga memiliki pilihan masing-masing terhadap kebutuhan akan commit to user tempat tinggalnya. Preferensi bermukim dalam Purbosari (2012) merupakan keinginan seseorang untuk bermukim atau tidak bermukim di suatu tempat, preferensi bermukim 1 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor atara lain faktor pendapatan, lingkungan, fasilitas, transportasi, dan akses menuju tempat kerja Masyarakat dalam menentukan lokasi permukiman memiliki dasar pertimbangan yang mempengaruhi mereka dalam memilih lokasi untuk bermukim. Dasar pertimbangan tersebut terdiri dari beberapa faktor menurut Drabkin dalam Mala Paruntung (2004) beberapa faktor tersebut adalah aksesibilitas, lingkungan, peluang kerja, tingkat pelayanan. Selain itu manusia memilih tempat tinggal untuk melakukan kegiatan setiap individunya memiliki perbedaan masing-masing terdapat beberapa alasan dalam pemilihan lokasi dalam bermukim menurut Mala Paruntung (2004) antara lain faktor psikologis, faktor sosial ekonomi dan faktor kultural historis. Menurut UU no. 1 tahun 2011 kawasan permukiman seharusnya berada pada tingkat topografi yang datar antara kelerengan 0-25%, akan tetapi tidak semua masyarakat menghiraukan lokasi bermukim karena berbagai alasan dalam memilih lokasi bermukim. Menurut Noor (2005) dalam Yuniar (2010) kelerengan dengan rentang kelerengan antara 2545% masih bisa dikembangkan menjadi tempat bermukim masyarakat dengan catatan tingkat permasalahan erosi tanah cukup besar. Dengan demikian resiko bencana longsor yang dihadapi oleh masyarakat setiap saat dapat terjadi. Selain itu pemanfaatan lahan yang di daerah lereng gunung juga harus diperhatikan karena kesesuaian lahan yang berbeda dengan daerah datar, karena masyarakat daerah lereng gunung sebagian besar akan membuka lahan pertanian dan mencari kayu sebagai mata pencaharian. Hal tersebut akan membuat akan membuat beban tanah yang semakin besar karena adanya permukiman serta lahan pertanian di daerah lereng gunung yang membuat resiko terjadinya bencana tanah longsor semakin tinggi. Menurut Haryanto dan Suharini (2009) di kawasan lereng gunung yang memiliki topografi dan kontur yang rapat membuat pola permukiman yang berada di kawasan tersebut sebagian besar secara mengelompok serta jarak antara kelompok satu dengan lain yang berjauhan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola permukiman yaitu ekonomi, budaya, kelembagaan dan adat istiadat. Pola permukiman yang terbentuk di kawasan lereng atau di kawasan rawan bencana sebagian besar di pengaruhi beberapa faktor yaitu mata pencaharian dan hak waris yang sudah turun temurun. Di dalam suatu kelompok permukiman di kawasan lereng sebagian besar memiliki ikatan keluarga sehingga dapat dilihat hak waris yang menjadi alasan lokal masyarakat yang tinggal di kawasan lereng gunung. Bencana longsor merupakan bencana yang mengancam kelangsungan hidup manusia commit to user yang bermukim di daerah tersebut. Bahaya bencana merupakan suatu fenomena alam atau buatan yang mempunyai potensi mengancam kehidupan manusia, kerugian harta benda dan 2 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id kerusakan lingkungan. Bencana longsor dapat disebabkan oleh alam maupun ulah manusia itu sendiri. Bencana alam yang terjadi pada suatu wilayah dapat merugikan kehidupan manusia berupa harta benda, aktivitas maupun korban jiwa ( Bakornas PBP, 1998 ; Permana dan Sandy Riza, 2010 ). Pemanfaatan lahan atau tata guna lahan adalah pengaturan penggunaan lahan. Kegiatan manusia merupakan salah satu faktor penting terjadinya erosi tanah yang cepat dan intensif salah satunya adalah perubahan penutup lahan akibat penggundulan lahan untuk bermukim, lahan pertanian dan berladang. Menurut Karnawati ( 2003 ) menyatakan bahwa pemanfaatan lahan dapat menjadi faktor pengontrol gerakan lahan dan meningkatkan resiko gerakan tanah karena pemanfaatan lahan akan berpengaruh pada tutupan lahan yang ada. Tutupan lahan dalam bentuk tanaman hutan akan mengurtangi resiko erosi tanah sedangkan tutupan lahan berupa permukiman dan sawah akan mengalami kerawanan dalam erosi tanah, dan apabila lahan tanpa tutupan lahan akan sangat rawan terhadap erosi yang akan mengakibatkan gerakan tanah. Salah satu fenomena perumahan permukiman yang berada di Kabupaten Magetan yang merupakan kabupaten yang berada pada kaki Gunung Lawu. Hal tersebut yang menyebabkan Kabupaten Magetan memiliki kondisi topografi sebagian besar pegunungan dengan kontur yang cukup rapat sehingga bencana tanah longsor lebih intens terjadi di Kabupaten Magetan sesuai dengan RTRW Kabupaten Magetan Tahun 2012-2032. Sesuai dengan uraian RTRW Kabupaten Magetan Kecamatan Poncol kawasan rawan bencana terletak pada Desa Genilangit dan Desa Gonggang sedangkan pada Kecamatan Plaosan berada pada Desa Pacalan, Ngancar dan Sarangan yang semua kecamatan berada di lereng Gunung Lawu jenis tanah yang berada pada kawasan longsor di Kabupaten Magetan adalah jenis andosol dan latosol yang mudah longsor apabila penggunaan lahan yang tidak sesuai dan curah hujan yang tinggi sehingga masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut harus berhati-hati apabila curah hujan di kawasan tersebut tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari frekuensi terjadinya bencana longsor yang tinggi yang dapat dilihat dari catatan BPS Kabupaten Magetan pada tahun 2009 terjadi sebanyak 12 kali, tahun 2010 terjadi sebanyak 7 kali, tahun 2011 terjadi sebanyak 2 kali dan 2012 terjadi sebanyak 4 kali serta terakhir pada tahun 2014 terjadi 2 kali bencana longsor di kawasan tersebut. Dengan melihat frekuensi bencana yang terjadi, Pemerintah Kabupaten Magetan mengeluarkan kebijakan perencanaan relokasi ke tempat yang lebih aman bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana longsor dengan memberikan rumah baru dan lahan persawahan serta uang saku selama 2 tahun. Dengan penawaran kebijakan tersebut, commit to user masyarakat tetap menolak dengan persepsi masyarakat itu sendiri yang tidak memperhatikan keselamatan dan keamanan dalam bermukim. Persepsi bermukim masyarakat berbanding 3 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id terbalik dengan pemerintah yang memperhatikan keselamatan dan keamanan dalam bermukim untuk masyarakat. Masyarakat memiliki alasan sendiri dengan tetap tinggal di kawasan tersebut yaitu alasan tanah kelahiran dan lahan untuk mata pencaharian berada di kawasan tersebut. Penelitian ini dilakukan berdasarkan Permen PU No.22 tahun 2007 peruntukan kawasan dengan kerawanan bencana tingkat tinggi yang berada pada kawasan lindung atau budidaya diarahkan sebagai peruntukan kawasan lindung yang mutlak untuk dilindungi. Pada kawasan rawan bencana longsor Kabupaten Magetan memiliki regulasi yang mengarahkan kawasan rawan bencana longsor dapat di gunakan sebagai permukiman akan tetapi tidak dianjurkan untuk pengembangan sehingga pembangunan hanya diperbolehkan untuk pengadaan evakuasi dan sarana keselamatan masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut. Penelitian pengaruh faktor bermukim masyarakat di kawasan rawan bencana longsor terhadap pola persebaran permukiman ini dilakukan karena terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola-pola persebaran permukiman di kawasan rawan bencana longsor. Dari hasil penelitian akan digunakan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pola persebaran permukiman sehingga dapat digunakan sebagai acuan regulasi untuk membuat kawasan permukiman baru yang aman bagi masyarakat yang sesuai dengan eksisting di kawasan rawan bencana longsor. Pada dasarnya letak permukiman maupun perumahan tidak diperbolehkan berada pada daerah lereng gunung yang berpotensi terjadi bencana longsor, namun masyarakat memiliki pertimbangan-pertimbangan sendiri terhadap pemilihan lokasi bermukim yang menjadikan lereng gunung menjadi pilihan bermukim. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor bermukim masyarakat terhadap terbentuknya pola permukiman di Kecamatan Poncol dan Plaosan Kabupaten Magetan yang berada di lereng Gunung Lawu 1.2 Rumusan Masalah Dengan melihat latar belakang di atas dengan isu bencana longsor yang memiliki frekuensi cukup tinggi dan bentuk pola permukiman yang berada di kawasan rawan longsor serta faktor bermukim masyarakat dalam menentukan lokasi bermukim yang memiliki alasan menjadi tanah kelahiran dan mata pencaharian yang berada di kawasan tersebut maka, rumusan masalah penelitian yang diangkat adalah “Bagaimana Pengaruh Faktor Bermukim Masyarakat Terhadap Pola Persebaran Permukiman Di Kawasan Rawan Bencana Longsor di Kabupaten Magetan.” commit to user 4 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 1.3 Tujuan dan Sasaran Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh faktor bermukim berdasarkan faktor bermukim masyarakat dan karakteristik kawasan terhadap pola persebaran permukiman di kawasan rawan bencana longsor di Kabupaten Magetan. Sasaran dari penelitian adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi faktor bermukim pada kawasan rawan longsor berdasarkan karakteristik kawasan. 2. Mengidentifikasi pola persebaran permukiman di kawasan rawan bencana longsor. 3. Menganalisis pengaruh faktor bermukim terhadap pola persebaran permukiman di kawasan rawan bencana longsor. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain : 1. Mengetahui karakteristik lokasi permukiman berdasarkan karakteristik kawasan rawan bencana longsor Kabaputen Magetan dengan terbentuknya pola sebaran permukiman sehingga dapat dijadikan masukan dan pertimbangan dalam melakukan perencanaan permukiman di lokasi rawan bencana. 2. Sebagai pengembangan teori bermukim yang ditinjau dari persespi bermukim masyarakat dan karakteristik kawasan rawan bencana yang berpengaruh pada pola persebaran permukiman. 1.5 Ruang lingkup 1.5.1 Ruang Lingkup Wilayah Sebagian dari wilayah Kabupaten Magetan memiliki karakteristik geografis yang berbukit dan memiliki kelerengan yang curam. Hal itu mengakibatkan Kabupaten Magetan rentan terhadapa terjadinya bencana tanah longsor. Terdapat 3 faktor utama yang menjadikan Kabupaten Magetan menjadi kawasan rawan bencana tanah longsor yaitu ; kemiringan lahan, curah hujan dan jenis tanah ( RTRW Magetan 2012-2032 ). Wilayah yang akan di teliti dalam penelitian ini adalah kawasan rawan bencana longsor di Kabupaten Magetan yang sesuai dengan pemetaan RTRW Kabupaten Magetan Tahun 2012-2032 yang secara administratif meliputi : 1. Kecamatan Panekan yang meliputi Desa Jabung. 2. Kecamatan Plaosan yang meliputi Desa Pacalan, Desa Sarangan, dan Desa Dadi. 3. Kecamatan Poncol yang meliputi Desa Genilangit dan Desa Gonggang. Kawasan yang menjadi daerah rawan bencana tanah longsor adalah Kecamatan Plaosan commit to user dan Kecamatan Poncol yang memiliki kemiringan lahan antara 15%-40% dan memiliki curah hujan dengan 1.551 mm per tahun dan jenis tanah andosol dan latosol. Kecamatan Plaosan 5 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dan Kecamatan Poncol merupakan kawasan rawan bencana tanah longsor tingkat tinggi yang berada di Kabupaten Magetan yang dapat dilihat dari frekuensi terjadinya bersifat tahunan. Dari ketiga Kecamatan yang berada di Kabupaten Magetan tersebut yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah dua kecamatan yaitu Kecamatan Plaosan dan Kecamatan Poncol hal tersebut didasari dari kejadian longsor yang terjadi pada permukiman yang berada di kawasan tersebut dengan frekuensi terjadinya bencana longsor yang tinggi pada tahun 2009 terjadi sebanyak 12 kali, tahun 2010 terjadi sebanyak 7 kali, tahun 2011 terjadi sebanyak 2 kali dan 2012 terjadi sebanyak 4 kali serta terakhir pada tahun 2014 terjadi 2 kali bencana longsor di kawasan tersebut, sedangkan Kecamatan Panekan bencana longsor tidak terjadi pada kawasan permukiman. Sehingga kawasan yang menjadi objek penelitian berdasarkan frekuensi terjadinya bencana longsor pada kawasan permukiman di kawasan rawan bencana longsor Kabupaten Magetan. commit to user 6 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user Gambar 1.1 Peta Ruang Lingkup Kawasan 7 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 1.5.2 Ruang Lingkup Pembahasan Dalam penelitian ini akan membahas bagaimana pengaruh faktor bermukim masyarakat di kawasan rawan bencana longsor terhadap pola permukiman yang terbentuk di kawasan tersebut.. 1. Faktor bermukim akan membahas faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi bermukim masyarakat dan karakteristik kawasan di kawasan rawan bencana longsor 2. Pola permukiman akan membahas bagaimana pola persebaran yang terbentuk di kawasan rawan bencana longsor sesuai dengan teori yang digunakan. 3. Pengaruh faktor bermukim terhadap pola permukiman di kawasan rawan longsor akan membahas pengaruh yang ditimbulkan dari faktor bermukim terhadap pola persebaran permukiman yang terbentuk di kawasan longsor tersebut. 1.6 Posisi Penelitian Dalam penelitian yang akan dilakukan tetap memperhatikan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Hal tersebut untuk memperhatikan keaslian penelitian dan hubungan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian sebelumnya. Terdapat beberapa penelitian yang menjadi acuan dan memiliki kesamaan antara lain sebagai berikut : Tabel 1.1 Posisi Penelitian No Nama Peneliti Universitas Tahun Judul Hasil 1 Joko Purwoko Suranto UNDIP 2008 Kajian Pemanfaatan Lahan Pada Daeran Rawan Bencana Tanah Longsor Di Gununglurah, Cilongok, Banyumas 2 Yuniar Dwi S UNDIP 2010 Kesesuaian Penggunaan Lahan Berdasarkan Tingkat Kerawanan Longsor Di Kabupaten Semarang. 3 Dian Mustika UNS 2014 4 Adryan Aji S.B UNS 2014 Faktor Prioritas Yang Berpengaruh Dalam Pemilihan Lokasi Permukiman Di Kawasan Rawan Longsor Tingkat Tinggi Kab. Karanganyar Pengaruh Faktor Bermukim Masyarakat Terhadap Pola Permukiman Di Kawasan Rawan Bencana Longsor, Kabupaten Magetan Hasil dari penelitian adalah Penyimpangan Pemanfaatan Lahan Pada Daerah Rawan Bencana Tanah Longsor dan Upaya Pengendalian Pemanfaaatan. Hasil dari penelitian adalah Penjabaran Kesesuaian Penggunaan Lahan Pada Kawasan Rawan Bencana Longsor Di Kabupaten Semarang. Hasil dari penelitian adalah faktor prioritas bermukim berdasarkan persepsi masyarakat dan karakteristik lokasi. commit to user Hasil dari penelitian adalah pengaruh faktor bermukim berdasarkan karakteristik kawasan terhadap pola persebaran yang terbentuk di kawasan rawan bencana longsor. 8 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Dengan melihat dan mempelajari penelitian yang telah dilakukan beberapa hal yang mendasar mengenai keaslian penelitian ini adalah sebagai berikut 1. Topik : Pengaruh Faktor Bermukim Masyarakat Terhadap Pola Persebaran Permukiman Di Kawasan Rawan Bencana Longsor. 2. Lokasi : Lereng Gunung Lawu Kecamatan Poncol dan Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan yang didalam RTRW Kabupaten Magetan merupakan kawasan rawan bencana longsor yang terdiri dari dua Kecamatan Persamaan dan Perbedaan Penelitian Perbedaan Persamaan Pada penelitian sebelumnya hanya membahas Persamaan penelitian yang akan dilakukan muatan penggunaan lahan pada kwasan memiliki persamaan yaitu kawasan yang rawan bencana longsor dan faktor-faktor diteliti adalah kawasan rawan bencana bermukim masyarakat, sedangkan penelitian longsor dengan faktor bermukim berdasarkan yang akan diteliti adalah membahas pengaruh karakteristik kawasan rawan bencana longsor faktor bermukim berdasarkan karakteristik kawasan dengan pola persebaran permukiman di kawasan rawan bencana longsor Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya pada dasarnya membahas salah satu muatan pokok dari penelitian yang akan diteliti yaitu kawasan rawan bencana longsor, penggunaan lahan dan faktor bermukim masyarakat pada penelitian yang akan dilakukan akan membahas terkait dengan bagaimana pengaruh dari faktor bermukim berdasarkan preferensi masyarakat terhadap pola persebaran permukiman yang terbentuk di kawasan tersebut. Sehingga dapat dipastikan penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya. commit to user 9 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 1.7 Sistematika Pembahasan BAB 1 PENDAHULUAN Memuat latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, posisi penelitian dan sistematika pembahasan laporan. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Memuat tinjauan pustaka berupa teori, literatur, pedoman-pedoman yan terkait dengan tema dan topik penelitian. BAB 3 METODE PENELITIAN Memuat penjelasan terkait denan pendekatan dan jenis penelitian yang akan dipakai dalam melakukan penelitian, variabel penelitian, metode pengumpulan data, sampel penelitian, metode analisis, dan kerangka analisis dalam penelitian. BAB 4 HASIL PENELITIAN Memuat hasil data, temuan lapangan yang dipakai sebagai input dasar dalam penelitian. BAB 5 PEMBAHASAN Merupakan tahap analisis data-data yang telah disusun digunakan untuk menjawab tujuan dari penelitian. BAB 6 PENUTUP Berisi hasil kesimpulan dari penelitian, memuat rekomendasi terhadap permasalahan yang di angkat serta memuat saran yang dapat dipakai untuk penelitian selanjutnya. commit to user 10