PERAN TAREKAT NAQSYABANDIYAH KHALIDIYAH DALAM UPAYA PENCERAHAN SPIRITUAL UMAT DI KOTA PALU TESIS Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar Magister Konsentrasi Pemikiran Islam pada Program Pascasarjana UIN Alauddin Makassar Oleh: M U B A R AK NIM: 80100212123 PROGRAM PASCASARJANA (S2) UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2014 PERNYATAAN KEASLIAN TESIS Dengan penuh kesadaran, penulis yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Mubarak ~ 80100212123 Kon sent rasi Pemikiran Islam Menyatakan bahwa tesis ini benar adalah hasil karya penulis. Jika kemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagiat, dibuatkan oleh orang lain secara keseluruahan atau sebahagian, maka tesis dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum. Makassar, 21 Juli 2014 Penulis, MUBARAK ii PENGESAHAN TESIS Tesis dengan judul '~.Pt:ntJ TBmklll N8IJ8Yllbll1ldiyllll KlJlllidiya dJJJlIDJ ~ Ptmt:erIIJJ_ Spidt~ Umld di Kola Pllhln, yang disusun oleh Saudara Mub" NIM: 80100212123, telah diujikan dan dipertahankan dalam Sidang Ujian Munaqasyah yang dise1enggarakan pada bali Kamis 17 Juli 2014 M bertepatan dengm tanggal 19 Ramadan 1435 H, dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah situ syarat untuk memperoleh gelar Magister dalam bidang Pemildran IsJam. pada Pascasarjana DIN Alauddin Makassar. PROMOTOIl 1. Prof. Dr. H. Moh. Natsir Mahmud, M.A. .. l (,. ... "' ., ....... "". '" "',. .... "' ..... .,,..) I{OPROMOTOll 1. Dr. H. Hamzah Harun al~Rasyid, Le.) M.A-.- ....---==ftI;;:-..=;;;;...,...-­ PENGUJI 1. Dr. H. Mahmuddin M.Ag. y ~-;;;;;:a,.",,- •••.••) 2. Dr. H. BarsihannoT, M.Ag. ..........) 3. Prof Dr. H. Mob. Natsir Mahmud, M.A. 4. Dr. H. Hamzah Harun al·Rasyid, Le., M.A. (....... ~ ....•.•.• Makassar, 21 JuJi 2014 Diketahui oleh Direktur Pascasarjana / UIN Alauddin Makassar ~ P!of. Dr. B..latoir M!!bo!!!d. MA NIP. 19540816 198303 1 004 111 iv KATA PENGANTAR ﺑﺴﻢ ﷲ اﻟﺮﲪﻦ اﻟﺮﺣﻴﻢ اﳊﻤﺪ ﻪﻠﻟ رب اﻟﻌﺎﳌﲔ اﻟﺬى ﺟﻌﻞ اﻟﺸﻤﺲ ﺿﻴﺎء واﻟﻘﻤﺮ ﻧﻮرا واﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم ﻋﻠﻰ اﺷﺮف اﻻﻧﺒﻴﺎء واﳌﺮﺳﻠﲔ ﺳﻴﺪﻧﺎ ﳏﻤﺪ وﻋﻠﻰ اﻟﻪ وﺻﺤﺒﻪ اﲨﻌﲔ وﻣﻦ اﺗﺒﻌﻬﻢ ﺑﺈﺣﺴﺎن إﱃ ﻳﻮم اﻟﺪﻳﻦ .أﻣﺎ ﺑﻌﺪ Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt. karena atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya serta pertolongan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Salawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad saw., keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Penulisan tesis yang berjudul: “Peran Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dalam Upaya Pencerahan Spiritual Umat di Kota Palu” ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister, konsentrasi Pemikiran Islam pada Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar. Dalam penulisan karya ini, tidak sedikit hambatan dan kendala yang penulis alami, namun rasa syukur dan pujian hanya bagi Allah swt. berkat ‘inayah dari-Nya dengan memercikkan semangat ke dalam hati penulis yang kemudian memunculkan kerja keras serta bantuan dari berbagai pihak sehingga tesis dapat diselesaikan. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada kedua orang tua penulis, yang tanpa lelah berupaya membesarkan, mengasuh, mendidik dan membiayai penulis sejak kecil serta memberikan dasar pengetahuan dan moral kepada penulis dengan penuh kasih sayang. Allahummarh}amhuma> wa adkhil huma> fi> rah}matika. Begitupun juga berbagai pihak yang turut memberikan bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung, moral maupun material. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Prof. Dr. H. A. Qadir Gassing HT, M.S dan para Wakil Rektor I, II dan III serta seluruh Staf iv v UIN Alauddin Makassar yang telah memberikan pelayanan maksimal kepada penulis. 2. Direktur Pascasarjana UIN Alauddin Makassar, Prof. Dr. H. Moh. Natsir Mahmud, M.A., Tim Sembilan, yang telah memberikan kesempatan dengan segala fasilitas dan kemudahan kepada penulis untuk mengikuti studi pada Program Pascasarjana UIN Alauddin Makassar. 3. Prof. Dr. H. Moh. Natsir Mahmud, M.A. dan Dr. H. Hamzah Harun alRasyid, Lc., M.A., promotor I dan II yang banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, petunjuk, nasehat, dan motivasi hingga tulisan tesis ini dapat diselesaikan. 4. Dr. H. Mahmuddin, M.Ag. dan Dr. H. Barsihannor, M.Ag. penguji I dan II yang memberikan saran, petunjuk, nasehat dan kritikan untuk mencapai penyempurnaan tesis ini. 5. Para Dosen Pascasarjana UIN Alauddin Makassar, dengan segala jerih payah dan ketulusan, membimbing dan memandu perkuliahan, sehingga memperluas wawasan keilmuan penulis. 6. Kepala Perpustakaan Pusat UIN Alauddin Makassar, beserta segenap stafnya yang telah meyiapkan literatur dan memberikan kemudahan untuk dapat memanfaatkan secara maksimal demi penyelesaian tesis ini. 7. Para Staf Tata Usaha di lingkungan Program Pascasarjana UIN Alauddin Makassar yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian administrasi selama perkuliahan dan penyelesaian tesis ini. 8. Guru Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Amiruddin Kadirun Yahya bin M. Khoir Hasyim. Begitupun para khalifah yang senantiasa meluangkan waktunya berdiskusi tentang Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Segenap jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu dan masyarakat Pajeko. 9. Mutawakkil, S.Ag., M.Pd. yang memberikan sumbangan pikiran dan materi dalam proses penulisan di Palu. 10. Rekan-rekan mahasiswa dan mahasiswi Program Pascasarjana UIN Alauddin Makassar yang telah memberikan bantuan, motivasi, kritik, saran, dan kerjasama selama perkuliahan dan penulisanan tesis ini. Akhirnya, penulis berharap semoga hasil penulisan ini dapat bermanfaat meskipun secara jujur penulis menyadari karya tulis ini masih banyak kekurangan, v vi dengan lapang dada penulis mengharapkan masukan, saran dan kritikan-kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini. Kepada Allah swt. jualah, penulis panjatkan doa, semoga bantuan dan ketulusan yang telah diberikan, senantiasa bernilai ibadah di sisi Allah swt., dan mendapat pahala yang berlipat ganda. Amin Makassar, Senin 21 Juli 2014 Penulis MUBARAK NIM: 80100212123 vi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………...i PERNYATAAN KEASLIAN TESIS……………………………………………………..ii PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………………………………...iii KATA PENGANTAR……………………………………………………………………...iv DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….vii PEDOMAN TRANSLITERASI…………………………………………………………..ix ABSTRAK………………………………………………………………………......xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah…………………………………………………...1 B. Rumusan Masalah…..……………………………………………………...8 C. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus...…………………………………...9 D. Kajian Penelitian Terdahulu…...………………………………………......9 E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian...……………………………………….13 F. Garis Besar Isi …………………………………………………………..14 BAB II TINJAUAN TEORETIS A. Pengertian Tarekat…………………………………….……………...16-29 B. Benih Tarekat di Masa Rasulullah saw., Sahabat dan Tabi‘in……….30-39 C. Pertumbuhan tarekat hingga masa perpaduan………………………...39-59 1. Fase Pertumbuhan..……………………………………………………39 2. Masa Perkembangan dan Keemasan…………………………….…….44 3. Masa Perpaduan……………………………………………………….55 D. Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah………………………….….59-69 1. Historis Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah…….………………….61 2. Tradisi Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah………………………...66 E. Kerangka Pikir……………………………………………………………70 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Lokasi Penelitian…………………………………………..72-74 1. Jenis Penelitian………………………………………………………72 2. Lokasi Penelitian…………………………………………………….72 vii viii B. Pendekatan Penelitian………………………………………………..74-75 C. Sumber Data……………………………………………………….....75-76 1. Data Primer…………………………………………………………..75 2. Data Sekunder……………………………………………………….76 D. Instrumen Penelitian…………………………………………….............76 E. Metode Pengumpulan Data…………………………………………..76-78 F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data……………………………….78-79 G. Pengujian Keabasahan Data………………………………………….79-80 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah Kota Palu…….81-88 1. Sejarah awal Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu……81 2. Pondok Pesantren Hasan Ma’shum ………………………………...83 3. Keadaan Jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kota Palu…..85 B. Khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Kota Palu……….88-98 1. Satriyo Prayitno……………………………………………………...90 2. Achmad Risal………………………………………………………...93 3. Rusdin………………………………………………………………..96 C. Peranan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Kota Palu……....99-133 1. Peranan Mursyid…..……………………………………………….103 2. Peranan Muri>d..…………..………………………………………...116 3. Peranan Baiat..…………………………………………………......129 D. Metode Khalaqah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dalam Pencerahan Spiritual Umat di Kota Palu..……133-157 1. Konneksi dalam Tawassul………………………………………….134 2. Radiasi zikir…………………………………………………….......137 3. Penerapan Kedisiplinan Jiwa melalui Suluk……………………….146 4. Ziyarah………………………………………………………….......155 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan…………………………………………………………………158 B. Rekomendasi Penelitian……………………………………………………160 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………162 LAMPIRAN-LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN A. Konsonan Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin dapat dilihat pada tabel berikut: Huruf Arab ا ب ت ث ج ح خ د ذ ر ز س ش ص ض ط ظ ع غ ف ق ك ل م ن و ﻫـ ء ى Nama alif ba ta s\a jim h}a kha dal z\al ra zai sin syin s}ad d}ad t}a z}a ‘ain gain fa qaf kaf lam mim nun wau ha hamzah ya Huruf Latin tidak dilambangkan b t s\ j h} kh d z\ r z s sy s} d} t} z} ‘ g f q k l m n w h ’ y ix Nama tidak dilambangkan be te es (dengan titik di atas) je ha (dengan titik di bawah) ka dan ha de zet (dengan titik di atas) er zet es es dan ye es (dengan titik di bawah) de (dengan titik di bawah) te (dengan titik di bawah) zet (dengan titik di bawah) apostrof terbalik ge ef qi ka el em en we ha apostrof ye x Hamzah ( )ءyang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda apa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda (’). B. Vokal Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut: Tanda َا ِا ُا Nama fath}ah kasrah d}ammah Huruf Latin a i u Nama a i u Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu: Tanda Nama Huruf Latin Nama ـَ ْﻰ fath}ah dan ya>’ ai a dan i ـَْﻮ fath}ah dan wau au a dan u Contoh: ـﻒ َ َﻛ ْـﻴ َﻫ ْـﻮ َل : kaifa : haula C. Maddah Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu: Harakat dan Huruf Nama Huruf dan Tanda Nama َ ى... | َ ا... fath}ah dan alif atau ya>’ a> a dan garis di atas kasrah dan ya>’ i> i dan garis di atas d}ammah dan wau u> u dan garis di atas ـِــﻰ ـُـﻮ xi Contoh: ﺎت َ َ ﻣـ: ma>ta َرَﻣـﻰ: rama> ﻗِ ْـﻴ َـﻞ: qi>la ت ُ ﻳَـﻤـُْﻮ: yamu>tu D. Ta>’ marbu>t}ah Transliterasi untuk ta>’ marbu>t}ah ada dua, yaitu: ta>’ marbu>t}ah yang hidup atau mendapat harakat fath}ah, kasrah, dan d}ammah, transliterasinya adalah [t]. Sedangkan ta>’ marbu>t}ah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya adalah [h]. Kalau pada kata yang berakhir dengan ta>’ marbu>t}ah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta>’ marbu>t}ah itu ditransliterasikan dengan ha (h). Contoh: ﺿـﺔُ اﻷَﻃْ َﻔ ِﺎل : raud}ah al-at}fa>l َ َرْو ِ ِ ُ◌ اَﻟْـﻤـﺪﻳْـﻨَـﺔُ اَﻟْـﻔـَﺎﺿ ـﻠَﺔ: al-madi>nah al-fa>d}ilah َ ِ اَﻟـ ُ◌ ﺤـﻜْـﻤــﺔ : al-h}ikmah َ ْ E. Syaddah (Tasydi>d) Syaddah atau tasydi>d yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda tasydi>d ( ) ـّـ, dalam transliterasi ini dilambangkan dengan perulangan huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah. Contoh: َ َرﺑـَّـﻨﺎ: rabbana> َـﺠـَْﻴــﻨﺎ ّ َ ﻧ: najjai>na> ُ◌ ـﻖ ّ ـﺤ َ ْ اَﻟـ: al-h}aqq ﻧـُ ّﻌـِ َـﻢ: nu“ima َﻋ ُـﺪ ﱞو: ‘aduwwun Jika huruf ﻯber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf kasrah (ﻰ ّ )ــــِـ, maka ia ditransliterasi seperti huruf maddah menjadi i>. Contoh: َﻋـﻠِ ﱞـﻰ: ‘Ali> (bukan ‘Aliyy atau ‘Aly) َﻋـﺮﺑـِ ﱡـﻰ: ‘Arabi> (bukan ‘Arabiyy atau ‘Araby) َ xii F. Kata Sandang Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf ( الalif lam ma‘arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi seperti biasa, al-, baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsiyah maupun huruf qamariyah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar (-). Contoh: ـﺲ ُ اَﻟ ﱠﺸـ ْﻤ: al-syamsu (bukan asy-syamsu) ُ◌ اَﻟﱠﺰﻟـَْـﺰﻟـَـﺔ: al-zalzalah (az-zalzalah) ُ◌ اَﻟ ـْ َﻔـ ْﻠﺴـ َﻔﺔ: al-falsafah َ اَﻟ ـْﺒـ ـِﻼَ ُد : al-bila>du G. Hamzah Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (’) hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif. Contoh: ﺗـَﺄْ ُﻣ ُـﺮْو َن: ta’muru>na ع : al-nau‘ ُ اَﻟ ـﻨﱠـ ْﻮ : syai’un ٌَﺷ ْـﻲء ِ ت : umirtu ُ أُﻣ ْـﺮ H. Penulisan Kata Arab yang Lazim Digunakan dalam Bahasa Indonesia Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, atau sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, atau lazim digunakan dalam dunia akademik tertentu, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya, kata al-Qur’an (dari al-Qur’a>n), alhamdulillah, dan munaqasyah. Namun, bila katakata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka harus ditransliterasi secara utuh. Contoh: Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n Al-Sunnah qabl al-tadwi>n xiii I. Lafz} al-Jala>lah ()ﷲ Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya atau berkedudukan sebagai mud}a>f ilaih (frasa nominal), ditransliterasi tanpa huruf hamzah. Contoh: ِ ِدﻳـﻦdi>nulla>h ﻪﻠﻟ ِ ﺑِﺎbilla>h ﷲ ُْ Adapun ta>’ marbu>t}ah di akhir kata yang disandarkan kepada lafz} al-jala>lah, ditransliterasi dengan huruf [t]. Contoh: ِ ﻫـﻢ ِﰲ رﺣ ــﻤ ِﺔ ﷲ َْ َ ْ ْ ُ hum fi> rah}matilla>h J. Huruf Kapital Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital (All Caps), dalam transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri (orang, tempat, bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, maka huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al-). Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan (CK, DP, CDK, dan DR). Contoh: Wa ma> Muh}ammadun illa> rasu>l Inna awwala baitin wud}i‘a linna>si lallaz\i> bi Bakkata muba>rakan Syahru Ramad}a>n al-laz\i> unzila fi>h al-Qur’a>n Nas}i>r al-Di>n al-T{u>si> Abu>> Nas}r al-Fara>bi> Al-Gaza>li> Al-Munqiz\ min al-D}ala>l Jika nama resmi seseorang menggunakan kata Ibnu (anak dari) dan Abu> (bapak dari) sebagai nama kedua terakhirnya, maka kedua nama terakhir itu harus disebutkan sebagai nama akhir dalam daftar pustaka atau daftar referensi. Contoh: xiv Abu> al-Wali>d Muh}ammad ibnu Rusyd, ditulis menjadi: Ibnu Rusyd, Abu> alWali>d Muh}ammad (bukan: Rusyd, Abu> al-Wali>d Muh}ammad Ibnu) Nas}r H{a>mid Abu> Zai>d, ditulis menjadi: Abu> Zai>d, Nas}r H{a>mid (bukan: Zai>d, Nas}r H{ami>d Abu>) K. Daftar Singkatan swt. saw. Beberapa singkatan yang dibakukan adalah: = subh}a>nahu> wa ta‘a>la> = s}allalla>hu ‘alaihi wa sallam a.s. H M SM l. w. QS …/…: 4 HR = = = = = = = = ‘alaihi al-sala>m Hijrah Masehi Sebelum Masehi Lahir tahun (untuk orang yang masih hidup saja) Wafat tahun QS al-Baqarah/2: 4 atau QS A<li ‘Imra>n/3: 4 Hadis Riwayat ABSTRAK Nama NIM Program Studi Konsentrasi Judul Tesis : Mubarak : 80100212123 : Dirasah Islamiyah : Pemikiran Islam : Peran Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dalam Upaya Pencerahan Spiritual Umat di Kota Palu Penulisan tesis ini membahas tentang peran Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dalam upaya pencerahan spiritual umat di kota Palu. Pokok permasalahan, dirinci dalam tiga sub masalah, yaitu 1) Bagaimana perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kota Palu? 2) Bagaimana peranan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah? Bagaimana metode khalaqah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dalam upaya pencerahan spiritual umat di kota Palu? Tujuan dari penulisan tesis ini adalah memahami perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kota Palu. Begitupun juga mengetahui peranan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dan mengetahui metode khalaqah yang dipergunakan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dalam upaya pencerahan spiritual umat di kota Palu. Penulisan tesis ini tergolong jenis penelitian kualitatif field research. Adapun metode pendekatan yang digunakan adalah teologis normatif, filosofis, sufistik dan sosiologis. Pengumpulan data melalui observasi partisipan, wawancara, dan studi dokumentasi. Teknik analisis data yakni, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Pengujian keabsahan data melalui ketekunan pengamatan, triangulasi data dan pengecekan dengan teman sejawat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Perkembangan jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kota Palu tidak terlalu meningkat mulai tahun 2010 hingga 2013 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Namun berdirinya Pondok Pesantren Hasan Ma’shum di kota Palu merupakan tanda perkembangan tersendiri dalam Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu. 2) Eksistensi tarekat tidak terlepas dari tiga ciri struktural yaitu mursyid, muri>d dan baiat. murysid berperan dalam menyucikan muri>dnya baik zahir maupun batin, Adapun muri>d maka akan nampak perannya ketika berubudiyah kepada Allah swt. dan berbakti kepada guru. Ubudiyah ini merupakan suatu tindakan yang dilakukan karena rasa syukur kepada Tuhan. Begitupun juga berbakti terhadap guru merupakan ungkapan rasa terima kasih kepada guru dengan mengikuti segala bentuk perintahnya dan direalisasikan di tengah masyarakat dengan tindakan yang berpribudi luhur sehingga menjadi teladan. Baiat atau dalam Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu diperistilahkan dengan dibaringkan. Peran baiat ini merupakan suatu detection of problem bagi muri>d sehingga muri>d mampu merasakan penyimpangan yang telah dilakukan maka ia pun segera bertaubat 3) Metode yang dipergunakan dalam upaya pencerahan spiritual umat di kota Palu terdiri atas: ra>bit}ah yang merupakan konneksitas antara ruhani guru dengan muri>d, zikir yang mampu menghasilkan radiasi sehingga muri>d akan merasakan kesejukan dan ketenangan, suluk yang merupakan bentuk pelatihan jiwa yang memiliki beberapa aturan tersendiri serta melakukan zikir yang berulang kali dan ziyarah merupakan bentuk silaturahmi, ketika itu murid akan mendapat nasehat-nasehat dari guru . xv xvi Rekomendasi penelitian adalah untuk peneliti selanjutnya, mengadakan penelitian yang sifatnya uji coba untuk merasakan lebih detail perubahan spiritual muri>d begitupun juga pengadaan kurikulum yang bersifat pengembangan keruhaniaan di dalam pendidikan formal untuk siswa. Adapun untuk lembaga tarekat, perlu pengadaan pembinaan ilmu syariat sebelum mereka masuk lebih mendalami tentang tarekat karena beberapa pemula dari jamaah tarekat tidak pernah menyentuh ilmu syariat. Begitupun juga perlu pengadaan sosialisasi pada masyarakat di sekitar Pesantren tentang tujuan dan visi tarekat dengan mengadakan kegiatan yang dilakukan dengan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sufisme telah melahirkan pribadi yang besar dan memiliki intelektual serta gagasan yang hebat. Kepada massa, kalangan sufi menawarkan gagasan pembebasan kepada masyarakat tentang realitas-realitas kehidupan yang baik dari persoalan, seperti: kesulitan ekonomi, ketimpangan sosial, ketidakpastian politik.1 Penyucian jiwa merupakan konsep dasar dalam menjalani suatu pelatihan spiritual sufi. al-Gaza>li> mengungkapkan jalan sufi adalah jalan yang mesti dilalui oleh pelatihan ruhani berupa mengikis serta menghilangkan tabiat-tabiat tercela, begitupun berusaha melepaskan diri dari ketergantungan yang ditumbulkan tabiattabiat tersebut sehingga lebih mampu memusatkan konsentrasi terhadap maksud maupun tujuan hanya kepada Allah semata. Seandainya kesemua proses itu bisa dicapai, Allah akan menguasai sepenuh kalbunya serta dijamin mendapatkan pencerahan ruhani lewat cahaya-cahaya berbagai ilmu.2 Ilmu-ilmu tersebut diperistilahkan ilmu ladunni. Setiap tetesan ilmu tersebut membawa mereka kepada sebuah gagasan doktrin bagi dirinya beserta para pengikutnya. Seluruh doktrin berhubungan dengan pikiran. Akan tetapi doktrin yang bersifat ruhani merupakan panggilan pada pikiran untuk mentransendensikan dirinya sendiri. Nama Allah misalnya merupakan sintesis dari seluruh kebenaran dan karena itu merupakan akar seluruh doktrin, dan ia juga menawarkan keyakinan pada hati Fazlur Rahman, Islam, ter. Senoaji Saleh, Islam (Cet. II; Jakarta: PT Bumi Aksara, 1992), h. 1 392. Abu> Hami>d al-Gaza>li>, al-Munqiz min al-Dala>lah wa al-Maus}u>l ila> zi> al‘izzah wa al-Jala>l, ditahkik oleh Jami>l Sali>ban dan Ka>mil ‘Ayya>d (Cet. VII; Beirut: Da>r al-Andalus, 1967), h. 100. 2 1 2 dan segenap elemen jiwa yang paling dekat dengan hati.3 Sehingga dalam tahap proses dasar mereka hanya menyebut nama Allah atau nama-namaNya yang indah secara harfiah dan akhirnya mendekatkan kepada makna inti. Orang-orang sufi mempunyai jalan spiritual, di atas mana mereka berjalan. Jalan ini berdasar pada asas, metode dan tujuan yang bersumber pada al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang mulia.4 Perjalanan spiritualitas tersebut, terlihat bahwa transedensi adalah mi’raj spiritual para sufi, karena jalan itu dirasakan amat mengasyikkan. Dengan memasuki dunia spiritual, seseorang merasakan hidup di alam cinta, di alam kemenangan. Bagi kelompok ini, realitas yang dapat dinikmati sebagai suatu pengalaman keagamaan.5 Keagungan seorang sufi seringkali diukur dari kebenaran yang diterimanya melalui kasyf dan doktrin-doktrin yang disusunnya, sehingga dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori, yaitu: Pertama, doktrin yang mengkonfirmasi dan menjabarkan kebenaran yang sesuai dikemukakan dalam al-Qur’an dan Sunnah. Kedua, doktrin tentang ilham (maksyu>fa>t) yang memungkinkan tidak sesuai ataupun tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah. Ketiga, doktrin yang bertentangan dengan aturan-aturan syariah.6 Martin Lings, What is Sufism? (Cet. III; Pakistan: The Carvan Press, 2005) h. 63. Begitupun penulis menukil terjemahan dari buku ini. Lihat, Martin Lings, What is Sufism? Terj. Achmad Maimun, Ada apa dengan Sufi? (Cet.I; Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2004), h. 79. 3 ‘Abdul al-H{ali>m Mah}mu>d, Qad}iyah al-Tasawwuf al-Munqiz\ min al-D{ala>lah H{ujjatu alIsla>m al-Gaza>li>, dengan kata pengantar oleh Muh{ammad Zaki> Ibra>hi>m (Cet. VIII; Kairo: Da>r al4 Ma‘a>rif, t.th), h. 48. Penulis menukil terjemahan buku ini namun teks diubah karena beberapa susunan kosa kata dalam terjemahan tidak sesuai. ‘Abdul al-H{ali>m Mah}mu>d, Qad}iyah al-Tasawwuf al-Munqiz\ min al-D{ala>lah Hujjatu al-Isla>m al-Gaza>li>, dengan kata pengantar oleh Muh{ammad Zaki> Ibra>hi>m, ter. Abubakar Basymelah, Hal Ihwal Tasawuf (t.c., t.t.p. Daarul Ihya), h. 219. A. Rivay Siregar, Tasawuf dari sufisme klasik ke neo-sufisme (Cet. II; Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), h. 295. 5 6 Kategori-kategori ini merupakan gagasan Ahmad Sirhindi yang dinukil oleh Abd Haq Ansari dan untuk lebih jelasnya dari setiap kategori. Lihat, Muhammad Abd. Haq Ansari, Sufism dan 3 Oleh karena itu kehidupan para sufi yang benar-benar, pada umumnya tergambar dalam kelompok-kelompok ordo tarekat yang dengan sendirinya diwarnai oleh kualitas guru-guru.7 Begitulah jika kembali melihat tarekat pada periode abad keenam dan ketujuh Hijriah tampak tarekat telah menjadi filsafat hidup bagi sebagian besar masyarakat Islam. Tarekat secara keseluruhan memiliki aturanaturan, prinsip, dan sistem khusus, sebelumnya ia hanya dipraktekkan sebagai kegiatan pribadi-pribadi, hingga pada itu pula kata “Tarekat” dinisbahkan bagi sejumlah pribadi sufi yang bergabung dengan seorang guru (syekh) dan tunduk di bawah aturan-aturan terinci dalam jalan ruhaniah, yang hidup secara kolektif di berbagai zawiyah8, riba>t}9 dan khanaqah10 atau berkumpul secara periodik dalam Shari’ah: a study of shaykh Ahmad Sirhindi’s effort to reform sufism, terj. Achmad Nashir Budiman, Merajut Tradisi Syari’ah dengan Sufisme: Mengkaji gagasan Mujaddid Syeikh Ahmad Sirhindi, Ed. 1 (Cet. 2; Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001), h. 150. Simuh, Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam (Cet. II; Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1997), h. 3. 7 8 Zawiyah secara harfiah berarti “sudut” atau “tempat yang tersendiri” yang digunakan sebagai tempat pertemuan rutin sebuah tarekat sufi. Ia dapat berarti suatu ruangan tunggal (a single room). Lihat, Martin Lings, Syekh Ahmad al-‘Alawi His Spiritual Heritage and Legacy, terj. Abdul Hadi W.M., Syekh Ahmad al-‘Alawi wali sufi abad 20 (Cet. IV; Bandung: Mizan, 1994) h. 13. Begitupun Daumas dan Rozy mengungkapkan, sebagaimana dikutip oleh Abu Bakar Aceh bahwa Zawiyah itu merupakan suatu ruang atau tempat mendidik calon-calon sufi, tempat mereka melakukan latihan-latihan tarekatnya, diperlengkapi dengan mihrab untuk mengerjakan sembahyang berjama‘ah, membaca al-Qur’an serta ilmu yang lain, atau dinamakan dengan asrama dan madrasah. Lihat, Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat - uraian tentang mistik (Cet. III; Solo: Ramadhani, 1985), h. 133. Riba>t}, jamak riba>t}a>t. Pada mulanya riba>t} adalah kubu yang dibangun oleh orang Arab di batas depan daerah yang telah ditaklukkannya. Orang Islam dapat bertahan dalam kubu-kubu itu dan dari situlah mereka dapat menyiarkan agama Islam. Kemudian riba>t} menjadi tempat penampungan orang sufi, bahkan sejenis biara, sehingga istilah itu mempunyai makna yang berbeda-beda. Nama dinasti Mura>bit}un berasal dari kata riba>t.} Umumnya istilah itu diterjemahkan sebagai pondok. Henri Chambert-Loir dkk., Le culte des saints dans le monde musulman, terj. Jean Couteau, dkk., Ziarah dan Wali di Dunia Islam (Cet. I; Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2007), h. 536 9 al-Jahit dan Ibn Batutah menafsirkan bahwa kata khanaqah berasal dari kata Persi yang bermakna: tempat ibadah, zawiyah dan khanaqah memiliki kesamaan arti. 10 4 acara-acara tertentu, serta mengadakan berbagai pertemuan ilmiah maupun ruhaniah yang teratur.11 Memang tidak dipungkiri, tarekat sebagai bentuk kelanjutan kegiatan sufi sebelumnya, ditandai dengan silsilah tarekat yang selalu dihubungkan dengan nama pendiri atau tokoh-tokoh sufi yang lahir pada saat itu. Setiap tarekat mempunyai syekh, tatacara berzikir dan upacara-upacara ritual masing-masing. Biasanya syekh atau mursyid mengajar murid-muridnya di asrama latihan ruhani yang dinamakan rumah suluk atau riba>t}.12 Berawal dari tempat ini, para syekh mendidik kader sufi (lebih dikenal dengan peristilahan muri>d) beberapa doktrin, baik bersifat teori maupun praktek. Di antara tarekat yang mula-mula muncul dengan pimpinan tokoh besar adalah Tarekat Qa>diriyah di Baghdad yang didirikan oleh syekh Muhyiddin ‘Abdul Qa>dir al-Jailani> (w. 1166 M), Tarekat Rifa‘iyyah di Asia Barat yang didirikan oleh syekh Ahmad Rifa‘i (w. 1182 M), Tarekat Syaz\iliyah di Maroko yang didirikan oleh syekh Nuruddin Ahmad ibn ‘Abdullah al-Syaz\ili> (w.1228), Tarekat Badawiyah di Mesir yang erat hubungannya dengan syekh Ahmad Badawi (w.1276 M), dan Tarekat Naqsyabandiyah di Asia Tengah yang didirikan oleh syekh Muhammad Baha‘ al-Di>n al-Naqsyabandi (w. 1317 M).13 Namun tarekat-tarekat tersebut hanya Tarekat Naqsyabandiyah yang mampu besar di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Martin Van Bruinessen mengungkapkan dalam bukunya, The Tarekat Lihat, Abu> al-Wafa’ al-Ghani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Isla>mi> (Cet. III; Kairo: Da>r al-S|iqa>fah li al-nas\ri wa al-Tauzi‘, 1979), h. 235. 11 Sri Mulyati, dkk., Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia (Cet. II; Jakarta: Kencana, 2005), h. 6-7. 12 Ajid Thohir, Gerakan Politik kaum Tarekat - Telaah Historis Gerakan Politik Antikolonialisme Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah di Pulau Jawa (Cet. I; Bandung: Pustaka 13 Hidayah, 2002), h. 88-89. 5 Naqsyabandiyah in Indonesia, setelah Baha al-Din, Tarekat Naqsyabandiyah tersebar ke Barat dan Selatan.14 Sehingga terlihat Naqsyabandiyah memulai perjalanan ruhani mereka justru pada saat tarekat-tarekat lain mengakhiri perjalanannya. "Masuknya bagian akhir ke dalam bagian awal" merupakan bagian penting ajaran mereka walau hal ini merupakan pemikiran yang berasal dari masa pendidikan awal.15 Oleh karena itu untuk membantu penyebaran tarekat, Baha‘ al-Di>n mengangkat tiga orang khalifah utama, yaitu: Ya‘qub Carkhi, ‘Àla al-Din ‘Athar dan Muhammad Parsa. Masing-masing khalifah ini pun mempunyai seorang atau beberapa orang khalifah lagi. Tidak diragukan lagi, guru yang paling menonjol dari angkatan berikutnya adalah ‘Ubaidallah Ahrar, seorang khalifah dari Ya’qub Carkhi. ‘Ubaidallah Ahrar ini telah menetapkan sebuah pola yang dibelakang hari diulangi oleh banyak syekh-syekh Naqsyabandi. Ia menjalin hubungan akrab dengan istana, yaitu; Pangeran Abu Sa‘id, penguasa dinasti Timurid di Herat (Afghanistan). Sebagai tukaran atas dukungan politiknya kepada penguasa, ia mendapatkan kekuasaan politik yang luas jangkauannya. Berkat pengaruh tersebut Tarekat Naqsyabandiyah mulai tersebar ke luar Asia Tengah. Ia mengangkat sejumlah besar khalifah yang diutusnya ke negeri-negeri Islam lain: ke Qazwin, Ishfahan dan Tabriz Martin Van Bruinessen, The Tarekat Naqsyabandiyah in Indonesia - a historical, geographical, and sosiological survey, dengan kata pengantar oleh Hamid Algar, ter. Ismed Natsir, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia: survei historis, geografis, dan sosiologis, (Cet. IV; Bandung: 14 Mizan, 1996), h. 52. Annemarie Schimmel, Mystical Dimensions of Islam (t.c; United States of America: The University of North Carolina Press, 1975), h. 366. Penulis mengambil teks terjemahan dari buku ini, yang diterjemahkan oleh Sapardi Djoko Damono (et al.), Dimensi Mistik dalam Islam (Cet. I; Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009), h. 465. 15 6 di Iran dan bahkan sampai Istanbul.16 Membuat Tarekat Naqsyabandiyah semakin meluas dan dikenal oleh masyarakat. Perkembangannya, menyebabkan Tarekat Naqsyabandiyah terbagi atas tiga cabang dan tersebar ke berbagai pelosok pada wilayah Asia Timur dan Afrika. Cabang-cabang Tarekat Naqsyabandiyah, seperti: Tarekat Mujaddidiyah di India dan Hijas yang dipimpin oleh Sirhindi dan setelah itu putranya Muhammad Ma’shum.17 Tarekat Naqsyabandiyah Mazhariyah yang muncul dari khalifah ‘Abdallah Dihlawi kemudian Muhammad Shalih salah seorang tokoh ulama yang masyhur di Afrika Utara.18 Dan terakhir, Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah salah satu tarekat yang bergerak dibidang politik. Salah seorang khalifahnya adalah syekh Syamil dari Daghistan yang bertahun-tahun memimpin perjuangan melawan Rusia yang telah menaklukkan Kafkasya.19 Begitupun di Nusantara oleh beberapa kalangan, Tarekat Naqsyabandiyah diperkenalkan oleh syekh Yusuf Makassar melalui tulisan-tulisannya.20 Namun tulisan-tulisan tersebut tidak memberikan keterangan secara jelas akan pengikut Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Martin Van Bruinessen, The Tarekat Naqsyabandiyah in Indonesia - a historical, geographical, and sosiological survey, h. 52-53. 16 Martin Van Bruinessen, The Tarekat Naqsyabandiyah in Indonesia - a historical, geographical, and sosiological survey, h. 65. 17 Martin Van Bruinessen, The Tarekat Naqsyabandiyah in Indonesia - a historical, geographical, and sosiological survey, h. 69. 18 Martin Van Bruinessen, The Tarekat Naqsyabandiyah in Indonesia - a historical, geographical, and sosiological survey, h. 67. 19 Dalam hal ini Teks Naqsyabandiyah karya Syekh Yusuf yang paling ekplisit al-Risalah alNaqsyabandiyah. Lihat Martin Van Bruinessen, The Tarekat Naqsyabandiyah in Indonesia - a historical, geographical, and sosiological survey, h.34, 41. Ungkapan ini juga dipaparkan oleh Wiwi Siti Sajaroh, Lihat, Sri Mulyati dkk., Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia, h. 95. 20 7 Sehingga, Pada permulaan tahun 1850-an Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah untuk pertama kalinya masuk ke Nusantara dan menjadi kekuatan sosial keagamaan yang dipimpin oleh syekh Isma’il Minangkabawi.21 Tarekat ini masuk di Sulawesi Tengah, terkhusus di kota Palu melalui para khalifah Kadirun Yahya.22 Oleh karena itu, kajian Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kota Palu merupakan fenomena keagamaan yang berakar dari gerakan tarekat awal. Tarekat ini mulai berkembang di kota Palu dan mengobarkan visi dan misi tarekat. Pengikut Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan secara signifikan di berbagai daerah kabupaten, seperti: Poso, Morowali, Buol, Toli-Toli, Parigi, Moutong dan kota Palu.23 Perkembangan tarekat ini memiliki signifikan terbukti melalui penelitian Nurhayati. Dalam penelitian tersebut, terungkap perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kota Palu mengalami peningkatan. Sejak tahun 2001 tercatat 258 orang pengikut, hingga pada tahun 2005 tercatat 1363 orang pengikut.24 Begitupun melalui penelitian Rusdin, tercatat pada tahun 2011 pengikut Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah mencapai 4742 orang.25 Lihat, Martin Van Bruinessen, The Tarekat Naqsyabandiyah in Indonesia - a historical, geographical, and sosiological survey, h. 99. 21 22 Lihat, Nurhayati, "Karakteristik Pengamalan Sufisme Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu", Tesis (Makassar: PPs UIN Alauddin, 2006), h. 69. Lihat, Rusdin, "Pendidikan Spiritual dalam Penanganan Penderita Narkoba (Studi Kasus di Pusat Rehabilitasi Hasan Ma'shum Tarikat Naqsyabandiyah Khalidiyah Kota Palu)", Disertasi (Makassar: PPs UIN Alauddin, 2013), h. 143. 23 Nurhayati, "Karakteristik Pengamalan Sufisme Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu", Tesis, h. 4. Nurhayati, "Karakteristik Pengamalan Sufisme Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu", Tesis, h. 77-78. 24 Rusdin, "Pendidikan Spiritual dalam Penanganan Penderita Narkoba (Studi Kasus di Pusat Rehabilitasi Hasan Ma'shum Tarikat Naqsyabandiyah Khalidiyah Kota Palu)", Disertasi, 2013, h. 144. 25 8 Meskipun jumlah tersebut mencapai 4742 orang, tidak semua dari pengikutnya tergolong pernah melalui jenjang pendidikan bahkan ada tidak pernah menyentuh jenjang pendidikan. Hal ini memungkinkan ada taraf pemaparan penjelasan tentang inti tarekat tidak memadai karena setiap pengikut yang telah mencapai jenjang amalan atau kondisi tertentu akan diangkat sebagai khalifah tanpa memperhatikan jenjang pendidikan yang telah ditempuh. Seorang yang telah terangkat menjadi khalifah, dibebankan tugas untuk menyebarkan tarekat tersebut diberbagai daerah. Setiap khalifah mesti tetap konsisten dengan ajaran yang telah diberikan oleh mursyid dan pokok sentral ajarannya adalah wasilah yang ada dalam diri mursyid. Ajaran wasilah diawali dengan proses menghadirkan mursyid disetiap tindakan mereka. Oleh karena itu, konsep tersebut telah mengakar, sehingga menghasilkan pemahaman yang unik. Bahkan beberapa penganut tarekat memahami konsep tersebut agak berbeda dengan yang dipahami oleh beberapa khalifah. Sehingga penjelasan seorang khalifah memungkinkan memberikan dampak pengaruh bagi masyarakat yang hendak masuk dalam tarekat. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, pokok masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana peran Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dalam upaya pencerahan spiritual umat di kota Palu?” Dari pokok masalah ini dibagi ke dalam sub-sub masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu? 2. Bagaimana peran Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu? 9 3. Bagaimana metode khalaqah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dalam upaya pencerahan spiritual umat di kota Palu? C. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus 1. Fokus Penelitian Fokus penelitian adalah mengkaji tentang Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah berkaitan tentang amalan-amalan tarekat yang merupakan inti dari ajaran tarekat di kota Palu. Amalan-amalan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah ada enam yaitu: zikir sendiri dan bersama, tawajuh, suluk, sedekah, ubudiyah, dan ziyarah. 2. Deskripsi fokus Penelitian ini berjudul “Peran Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dalam Upaya Pencerahan Spiritual Umat di Kota Palu”. Oleh karena itu penelitian ini mengungkap peran Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu berbentuk yayasan yaitu Yayasan Maulana SS. H Amiruddin KY bin M. Khoir Hasyim al-Khalidi. Berawal dari khalifah guru Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, masyarakat kota Palu mulai mengenal pelatihan ruhani. Adapun pelatihan tersebut merupakan metode mereka yang termuat dari suatu kerangka ideal teoritis dalam benak seorang mursyid kemudian dituangkan ke khalifahnya sehingga efek tersebut menjadi kerangka kerja praktis. Kerangka ideal tersebut pun menjadi sumber inspirasi pada jiwa masyarakat. D. Kajian Penelitian Terdahulu Sejauh ini, ada beberapa kajian tentang Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kota Palu yang berbentuk tesis dan disertasi. Kajian-kajian tersebut yaitu: 1. Pada Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar tercatat seorang pengkaji bernama Nurhayati pada tahun 2006 untuk mencapai gelar Master telah 10 meneliti tarekat ini, dengan judul Karakteristik Pengamalan Sufisme Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu. Dalam penelitian tersebut mengungkapkan karakakteristik Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu.26 Begitupun gambaran umum beberapa ciri khas dan amalan-amalan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Namun tidak membahas tentang peranan amalanamalan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah terhadap perubahan dan perkembangan spiritual umat di kota Palu. 2. Di UIN Alauddin Makassar juga, Rusdin mengkaji tarekat ini dengan judul Pendidikan Spiritual dalam Penanganan Penderita Narkoba (Studi Kasus Pusat Rehabilitasi Hasan Ma’shum Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah Kota Palu). Dalam kajian ini peneliti mencoba mengungkapkan tentang penanganan pecandu narkoba melalui pendidikan ruhani. 3. Sri Mulyati membahas tentang Tarekat Qa>diriyah Naqsyabandiyah dalam disertasinya kemudian dibukukan dengan judul Peran Edukasi Tarekat Qa>diriyah Naqsyabandiyah dengan Referensi Utama Suryala.27 Disertasi ini meneliti tentang perkembangan sejarah dan intelektual dari Tarekat Qa>diriyah Naqsyabandiyah. Fokus penelitiannya mengkaji tentang aktivitas dan kehidupan syekh Sambas terkhusus tentang karyanya yaitu kitab Fath al- ‘Arifin. Disertasi ini menjelaskan tentang amalan Qa>diriyah Naqsyabandiyah namun tidak memberikan keterangan tentang Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Nurhayati, "Karakteristik Pengamalan Sufisme Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu", Tesis 26 Sri Mulyati, Peran Tarekat Qa>diriyah Naqsyabandiyah dengan Referensi Utama Suryala, Ed. I (Cet. I; Jakarta: Kencana, 2010). 27 11 Tulisan ilmiyah pertama dan kedua tidak satupun yang mengkaji tentang peranan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dan metode yang dipergunakan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dalam upaya pencerahan spiritual umat di kota Palu. Begitupun tulisan ilmiyah terakhir tidak menyinggung tentang Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Kemudian peneliti juga mengadakan penelusuran yang membahas Tarekat Naqsyabandiyah melalui beberapa kepustakaan dan media internet. Sehingga peneliti mendapat beberapa kajian, antara lain: 1. Muh}ammad Ahmad Darni>qah dalam bukunya al-T{ari>qah al-Naqsyabandiyah wa A‘la>muha mengkaji tentang pencetus Tarekat Naqsyabandiyah secara umum, kemudian membahas beberapa pokok dasar yang dilaksanakan pada Tarekat Naqsyabandiyah, kemudian membahas tentang beberapa tokoh Tarekat Naqsyabandiyah dan karangannya.28 Adapun amalan yang diungkapkan secara umum tentang metode Tarekat Naqsyabandiyah yang dirintis oleh pendiri Tarekat Naqsyabandiyah. Begitupun tokoh yang disebutkan di dalam buku ini merupakan tokoh yang berada di Asia Tengah. 2. Martin Van Brunessen mengkaji Tarekat Naqsyabandiyah di Nusantara dengan judul “The Tarekat Naqsyabandiyah in Indonesia (a Historical, Geographical, and Sosiological Survey), edisi Indonesia Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, dalam kajian ini membahas tentang proses awal masuk dan perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah di Nusantara. Kemudian ia mengungkapkan terkhusus tentang Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Nusantara yang dijelaskan dalam satu bab. Namun ia hanya membahas tentang proses Muhammad Ahmad Darni>qah, al-Tasawu>f al-Isla>mi> - al-T{ari>qah al-Naqsyabandiyah wa 28 A‘la>muha (t.t; Juru>s Bars, t.th). 12 awal masuk Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dan beberapa daerah perluasannya serta perkembangannya di Nusantara berawal pada abad ke-18 dan 19, Begitupun ia memaparkan beberapa kepustakaan khusus Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah.29 Di dalam pemaparannya, Bruinessen tidak mengungkapkan secara detail tentang peranan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah selain dalam bentuk pengaruh sosial politik. 3. Abu Bakar Aceh menulis buku dengan judul “Pengantar Ilmu Tarekat – Uraian Mistik”30 dan “Tarekat dalam Tasawuf”.31 Dalam buku tersebut Abu Bakar menulis sekilas biografi pendiri Tarekat Naqsyabandiyah, Baha’ al-Di>n. Kemudian mengulas tentang doktrin, zikir dan pelatihan jiwa dalam Tarekat Naqsyabandiyah. Ia tidak membahas rana pengaruh amalan tarekat yang merupakan sumber penanaman pemikiran kepada para calon muri>d dan muri>d tarekat serta perubahan spiritualnya. 4. Fuad Said telah menulis buku dengan judul Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah.32 Buku ini menguraikan hakikat Tarekat Naqsyabandiyah, perkembangan dan pengaruhnya, silsilah, zikir, dan kaifiya>t serta adabnya, berkhalwat (bersuluk), syarat mursyid dan cara pengangkatannya, hubungan ruhaniah antara orang hidup dengan orang mati, wasilah, meninggalkan memakan daging dan dilengkapi dengan sejumlah adab-adab yang lain. Buku ini tidak membahas Martin Van Bruinessen, The Tarekat Naqsyabandiyah in Indonesia - a historical, geographical, and sosiological survey, h. 64. 29 Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat – Uraian tentang Mistik. 30 Abu Bakar Aceh, Tarekat dalam Tasawuf (Cet. VI; Kelantan: Pustaka Aman Press, 1993). 31 A. Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah (Cet. IV; Jakarta: Pustaka al-Husna Baru, 32 2005). 13 secara terperinci tentang peranan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kota Palu. Berdasar dari beberapa kajian di atas secara keseluruhan tidak memiliki unsur penelitian yang membahas tentang peran Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dalam upaya pencerahan umat di kota Palu. E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah: Pertama, mencermati perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu. Kedua, mencermati peran Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu. Peran tersebut tidak terlepas dari eksistensi sebuah tarekat yang terdiri mursyid, muri>d, dan baiat dalam Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu Ketiga, mencermati metode khalaqah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dalam upaya pencerahan spiritual umat di kota Palu. 2. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan teoretis, dalam hal ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada khazanah ilmu pengetahuan khususnya dibidang sejarah, pemikiran Islam dan Tasawuf. Penelitian ini juga dapat menghidupkan keilmuan arif lokal. b. Kegunaan praktis, dalam hal ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti yang lain terhadap dunia tarekat serta mejadi bahan perbandingan berupa kontribusi terhadap bentuk pemikiran dan praktek keagamaan masyarakat Islam yang beragam khususnya di Indonesia. 14 F. Garis Besar Isi Tesis Tesis adalah sebuah karya ilmiyah yang menuntut adanya persyaratan ilmiyah sebagai wacana utuh yang sistematis dan konsisten dalam mendeskripsikan dan menganalisis data yang diperoleh baik penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan. Tesis ini terdiri dari lima bab. Antara satu bab dengan bab yang lain saling terkait sehingga menjadi kajian atau penelitian secara utuh dan komprehensif. Bab I pendahuluan, menguraikan tentang latar belakang masalah sebagai pijakan dasar dalam merumuskan dan membatasi masalah. Selanjutnya, memaparkan fokus penelitian dan deskripsi fokus sehingga tidak terjadi pemahaman keliru terhadap judul dan memberikan batasan yang tegas terhadap fokus penelitian. Uraian pendahuluan ini mencantumkan pula kajian pustaka dengan memaparkan beberapa penelitian terdahulu, kemudian memaparkan uraian dan tujuan penelitian yang dicapai dan menggambarkan kegunaan secara teoritis dan praktis penelitian dan diakhiri dengan garis besar isi tesis. Bab II tesis ini memaparkan uraian-uraian bersifat teoritis dari berbagai literatur tentang tarekat. Uraian tersebut dimulai dari pemaparan pengertian tarekat sehingga mampu memberikan gambaran tentang tarekat yang kemudian dilanjutkan dengan sejarah timbulnya peristilahan tarekat. Begitupun juga terlihat dimasa kenabian dan para sahabat benih tarekat mulai muncul kemudian berlanjut hingga masa perpaduan. Pada masa perpaduan ini gelombang kemunculan tarekat menjadi sebuah fenomena dalam kehidupan masyarakat yang banyak dinisbahkan kepada tokoh pendiri tarekat. Sehingga pada bab ini juga menggambarkan tentang perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang merupakan salah satu bentuk perpaduan tarekat dan diakhiri dengan kerangka pikir penelitian. 15 Bab III tesis ini memaparkan berbagai uraian yang berkaitan dengan metode penelitian yang digunakan. Mulai dari jenis penelitian, lokasi dan rancangan penelitian, pendekatan penelitian dan alasan-alasan mengapa pendekatan penelitian itu yang digunakan, kemudian memaparkan sumber data penelitian, instrumen penelitian yang digunakan, metode pengumpulan data, teknis pengolahan dan analisis data. Sebuah penelitian, benar-benar harus kredibel sehingga dapat mengambil kesimpulan yang tepat dan objektif. Untuk menjamin kredibilitas penelitian ini, digunakan pula teknik pengecekan dan keabsahan data. Uraian secara komprehensif, sistematis dan mendalam tentang berbagai informasi, dapat diolah menjadi data yang ditemukan di lapangan penelitian. Bab IV ini menguraikan sejarah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu sebagai dasar pengantar seluk beluk Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu kemudian dilanjutkan dengan gambaran beberapa biografi khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu. Begitupun juga dipaparkan tentang peranan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dalam hal ini eksistensi tarekat tidak terlepas dari mursyid, muri>d dan baiat yang memiliki peran tersendiri kemudian ditutup dengan metode khalaqah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dalam upaya pencerahan spiritual umat di kota Palu. Sub masalah tersebut, diuraikan berdasarkan berbagai temuan di lokasi penelitian dengan menggunakan teknik observasi paritisipan, wawancara dan studi dokumentasi. Pada bab V diuraikan kesimpulan penelitian sebagai suatu perpaduan secara utuh berdasarkan temuan data di lapangan sehingga dapat menemukan makna dari data tersebut. Suatu temuan ilmiah, harus diikuti pula dengan rekomendasi penelitian sebagai anjuran kepada peneliti tarekat. BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Tarekat Annemarie, seorang pakar perbandingan agama terkhusus tentang mistik, memulai tulisannya tentang makna tarekat dengan mencoba melirik tulisan Qutbaddin al-‘Ibadi yang berjudul al-Tasfuja fi Ahwal al-Sufiya or Sufiname. Di dalam tulisan tersebut, terungkap bahwa tarekat adalah jalan yang ditempuh para sufi dan digambarkan sebagai jalan yang berpangkal dari syariat, sebab jalan utama disebut syar‘ sedangkan anak jalan dinamakan t}ari>q. Kata turunan ini menunjukkan bahwa menurut anggapan para sufi, pendidikan mistik merupakan cabang dari jalan utama yang terdiri atas hukum Ilahi, tempat berpijak bagi setiap Muslim. Oleh karena tidak mungkin ada jalan tanpa adanya jalan utama tempat ia berpangkal; pengalaman mistik tidak mungkin ditemukan bila perintah syariat yang mengikat itu tidak ditaati terlebih dahulu dengan seksama.1 Berbeda dengan pandangan Isma>‘il H{uqi>y al-Biru>siwiy, ia menulis dalam bukunya Tafsi>r Ru>h al-Baya>n bahwa syariat adalah aturan-aturan sedangkan tarekat adalah etika. Kebanyakan orang ditolak amalannya karena tidak menjaga etika dalam sebuah amalan, seperti: Iblis.2 Tarekat dalam pandangan Isma>‘il, merupakan proses pembentukan nilai atau kualitas dari sebuah amalan. Amalan tanpa tarekat Lihat, Annemarie Schimmel, Mystical Dimensions of Islam (t.c; United States of America: The University of North Carolina Press, 1975), h. 98. Penulis mengambil teks terjemahan dari buku ini, yang diterjemahkan oleh Sapardi Djoko Damono (et al.), Dimensi Mistik dalam Islam (Cet. I; Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009), h. 123. 1 Isma>‘il H{uqi>y al-Biru>siwiy, Tafsi>r Ru>h al-Baya>n, Jil. I (t.c.; t.t.: al-‘Us\maniyyah, 1330 H), 2 h. 203. 16 17 atau etika maka memiliki kehampaan nilai dari sebuah tindakan. Layaknya hamparan pasir di telapak tangan yang ditiup angin. Amalan itu tidak memberikan pengaruh terhadap dirinya. Namun jika mencoba merunuk kembali dari sisi etimologi, kata tarekat itu sendiri merupakan kata serapan yang bersumber dari Bahasa Arab yaitu: t}ari>q atau t}ari>qah dan bentuk jamaknya tara>iq atau t}uruq. Secara etimologis bermakna: sistem atau metode (uslu>b), jalan atau cara (maslak).3 Kata t}ari>q juga bersinonim dengan beberapa kata yang lain, seperti: s}ira>t}, sabi>l, minhaj, sya>ri‘, syari‘ah, syir‘ah, mahajjah, dan sunnah.4 Kata-kata tersebut disebutkan juga dalam al-Qur'an. Secara umum, kata tarekat yang terkandung dalam al-Qur'an lebih banyak menggunakan bentuk noun (kata benda), yaitu kata t}ariq atau t}ari>qah dan jika dikembalikan kefi‘il (kata kerja) maka berbentuk t}araqa. Pembagian dari kata t}araqa dalam al-Qur’an ditemukan sebanyak sebelas kali.5 Kata dan makna tersebut dalam al-Qur'an, yaitu: 1. Kata tarekat bermakna suatu pemikiran, keputusan, dan pandangan yang tepat terdapat pada firman Allah, QS T{a>ha>/20: 104. (١٠٤) ﻮل أ َْﻣﺜَـﻠُ ُﻬ ْﻢ ﻃَ ِﺮﻳ َﻘﺔً إِ ْن ﻟَﺒِﺜْﺘُ ْﻢ إِﻻ ﻳَـ ْﻮًﻣﺎ ُ َْﳓ ُﻦ أ َْﻋﻠَ ُﻢ ِﲟَﺎ ﻳَـ ُﻘﻮﻟُﻮ َن إِ ْذ ﻳَـ ُﻘ Terjemahnya: Kami lebih mengetahui apa yang mereka katakan, ketika orang yang paling lurus jalannya mengatakan, kamu tinggal (di dunia) tidak lebih dari sepuluh (hari).6 Jama>‘ah min Kiba>r al-Lugawiyyi>n al-‘Arab, al-Mu‘jam al-‘Arabi> al-Asa>si> (t.c; Kairo: alMunaz}z{amah al-‘Arabiyah li al-tarbiyah wa al-S|iqa>fah wa al-‘Ulu>m, t.th), h. 792. 3 Muh}ammad ibn ‘Abdul al-Kari>m al-Kisnaza>n al-H{usaini>, Mausu>‘ah al-Kisnaza>n fi> ma> Is}t}alah}a ‘alaih Ahl al-Tasawwuf wa al-‘Irfa>n, Jil. XIV (t.c., Suriah, Da>r al-Mah{abbah, 2005), h. 78. 4 Lihat, Muhammad Fu’a>d ‘Abdul al-Ba>qi>, al-Mu‘jam al-Mufahras li Alfa>z}i al-Qur’an alKari>m (t.c; Kairo: Da>r Kutub al-Mas}riyah, 1364 H), h. 425. 5 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, Ed. Tahun 2002 (Cet. I; Bandung: al-Mizan Publishing House, 2010), h. 320. 6 18 Muh}ammad al-Rafa>‘i> Abu> Zaid menafsirkan kata tersebut dengan suatu pemikiran, keputusan, dan pandangan yang tepat.7 2. Kata tarekat bermakna sekte atau aliran terdapat pada firman Allah, QS alJin/72: 11. ِ ِ وأَﻧﱠﺎ ِﻣﻨﱠﺎ اﻟ ﱠ (١١) ﻚ ُﻛﻨﱠﺎ ﻃََﺮاﺋِ َﻖ ﻗِ َﺪ ًدا َ ﺼﺎﳊُﻮ َن َوِﻣﻨﱠﺎ ُدو َن َذﻟ َ Terjemahnya: Dan sesungguhnya diantara kami (jin) ada yang saleh dan ada (pula) kebalikannya. Kami menempuh jalan yang berbeda-beda.8 Fakhr al-Ra>zi> mengungkapkan dalam bukunya, Mafa>ti>h al-Gayb, bahwa t}ara>iq terkandung makna sekte-sekte yang bermacam-macam. Namun al-Suda> menyatakan bahwa golongan jin-jin seperti manusia juga, mereka ada yang murjiah, khawarij, dan qadariyah.9 3. Kata tarekat bermakna agama, Islam, keimanan atau kesesatan dan kekafiran terdapat pada firman Allah, QS al-Jin/72: 16, ِ (١٦) ﺎﻫ ْﻢ َﻣﺎءً َﻏ َﺪﻗًﺎ ُ َﻷﺳ َﻘْﻴـﻨ ْ اﺳﺘَـ َﻘ ُﺎﻣﻮا َﻋﻠَﻰ اﻟﻄﱠِﺮﻳ َﻘﺔ ْ َوأَ ْن ﻟﱠ ِﻮ Terjemahnya: Dan sekiranya mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), niscaya kami akan mencurahkan kepada mereka air yang cukup.10 Ibn Kas\i>r mengungkapkan kata al-t}ariqah pada ayat di atas bermakna ketaatan dan teguh pendirian. Muja>hid melihat kata tersebut bermakna Islam atau jalan kebenaran. Begitupun Sa‘id ibn Jubair, Sa‘id ibn al-Musi>b, ‘At}a>’, al-Suda>, dan Muh{ammad ibn Ka‘ab menyatakan pendapat yang serupa bahwa tarekat Muh}ammad al-Rafa>‘i> Abu> Zaid, al-Qa>mu>s al-Basi>t} fi> ma‘a>ni> al-Qur’an al-Muh}i>t} (t.d), h. 7 273. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 573. 8 Muh}ammad al-Ra>zi> Fakhr al-Di>n ibn ‘Alla>mah D{iya>’ al-Di>n ‘Umar, Mafa>ti>h} al-Ghayb, Jil. XXX (Cet. I; Beirut: Da>r al-Fikr, 1981), h. 109. 9 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 574. 10 19 mengandung makna iman, sebagaimana ia menguatkan pandangannya dengan pernyataan: “Jikakalau mereka beriman sungguh kami meluaskan kepadanya kehidupan dunia”. Sedangkan Abu> Majlaz yang diikuti oleh ibn H{umaid menafsirkan kata tarekat dengan jalan kesesatan.11 Perbedaan pandangan tentang makna tarekat pada ayat di atas, memberikan kejelasan bahwa tarekat yang bermakna metode, sistem atau jalan dapat dikelompokkan dalam dua bentuk yaitu tarekat yang benar dan tarekat yang keliru. Pada ayat yang lain memperlihatkan kata tarekat bermakna Islam, seperti yang diungkapkan oleh al-T{abri>12 dan Isma>‘il H{uqi>y al-Biru>siwiy13 terdapat pada firman Allah, QS al-Ah{qa>f/46: 30. ِ ِ ﻗَﺎﻟُﻮا ﻳﺎ ﻗَـﻮﻣﻨﺎ إِﻧﱠﺎ َِﲰﻌﻨﺎ ﻛِﺘﺎﺑﺎ أُﻧْ ِﺰَل ِﻣﻦ ﺑـﻌ ِﺪ ﻣﻮﺳﻰ ﻣ اﳊَ ِّﻖ َوإِ َﱃ ﻃَ ِﺮ ٍﻳﻖ ْ ﲔ ﻳَ َﺪﻳِْﻪ ﻳَـ ْﻬ ِﺪي إِ َﱃ ََ ْ َ َ ْ ﺼ ّﺪﻗًﺎ ﻟ َﻤﺎ ﺑَـ َ ُ َ ُ َْ ْ ً َ َْ (٣٠) ُﻣ ْﺴﺘَ ِﻘﻴ ٍﻢ Terjemahnya: Mereka berkata, wahai kaum kami! Sungguh, kami telah mendengarkan Kitab (al-Qur’an) yang diturunkan setelah Musa, membenarkan (kitab-kitab) yang datang sebelumnya, membimbing pada kebenaran, dan pada jalan yang lurus.14 Begitupun t}ari>q bermakna jalan menuju kebaikan, yaitu agama.15 Terdapat pada firman Allah, QS al-Nisa>’/4: 168. ِِ ﱠ (١٦٨) اﻪﻠﻟُ ﻟِﻴَـ ْﻐ ِﻔَﺮ َﳍُ ْﻢ َوﻻ ﻟِﻴَـ ْﻬ ِﺪﻳَـ ُﻬ ْﻢ ﻃَ ِﺮﻳ ًﻘﺎ ﻳﻦ َﻛ َﻔ ُﺮوا َوﻇَﻠَ ُﻤﻮا َﱂْ ﻳَ ُﻜ ِﻦ ﱠ َ إ ﱠن اﻟﺬ Abu> al-Fida>’ Isma>‘i>l ibn ‘Umar ibn Kas\i>r, Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az{i>m (Cet. I; Beirut: Da>r ibn H{azzam, 2000), h. 1928. 11 Abu Ja‘far Muhammad ibn Jari>r al-T{abri>, Ja>mi‘ al-Baya>n ‘An al-Ta’wi>l A<y< al-Qur’a>n, Tahqiq: ‘Abdullah ibn ‘Abdul al-Muh{sin al-Turki>, Jil. XXI (Cet. II; Kairo: Da>r Hijr, 2001), h. 172. 12 Isma>‘il H{uqi>y al-Biru>siwiy, Tafsi>r Ru>h al-Baya>n, Jil. X (t.c.; t.t.: al-‘Us\maniyyah, 1330 H), 13 h. 196. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 507. 14 Abu Ja‘far Muhammad ibn Jari>r al-T{abri>, Ja>mi‘ al-Baya>n ‘An al-Ta’wi>l A<y< al-Qur’a>n, Tahqiq: ‘Abdullah ibn ‘Abdul al-Muh{sin al-Turki>, Jil. IX (Cet. II; Kairo: Da>r Hijr, 2001), h. 696. 15 20 Terjemahnya: Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman, Allah tidak akan mengampuni mereka, dan tidak (pula) akan menunjukkan kepada mereka jalan (yang lurus).16 Adapun kata tarekat yang bermakna kekafiran,17 terdapat pada firman Allah, QS alNisa>’/4: 169. ِإِﻻ ﻃَ ِﺮﻳﻖ ﺟﻬﻨﱠﻢ ﺧﺎﻟِ ِﺪﻳﻦ ﻓِﻴﻬﺎ أَﺑ ًﺪا وَﻛﺎ َن َذﻟِﻚ ﻋﻠَﻰ ﱠ (١٦٩) اﻪﻠﻟ ﻳَ ِﺴ ًﲑا َ َ َ َ َ َ َ َ ََ َ Terjemahnya: Kecuali jalan ke Neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Dan hal itu (sangat) mudah bagi Allah.18 4. Kata tarekat yang bermakna sesuatu yang tersusun, berlapis-lapis, atau merupakan suatu lintasan atau orbit galaxy terdapat pada firman Allah, QS alMu’minu>n/23: 17. ِِ (١٧) ﲔ ْ َوﻟََﻘ ْﺪ َﺧﻠَ ْﻘﻨَﺎ ﻓَـ ْﻮﻗَ ُﻜ ْﻢ َﺳْﺒ َﻊ ﻃََﺮاﺋِ َﻖ َوَﻣﺎ ُﻛﻨﱠﺎ َﻋ ِﻦ َ اﳋَْﻠ ِﻖ َﻏﺎﻓﻠ Terjemahnya: Dan sungguh, Kami telah menciptakan tujuh (lapis) langit di atas kamu, dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan (Kami).19 Kata sab‘a t}ara>iq bermakna tujuh deretan lapisan langit. Dinamanakan t}ara>iq karena berderet atau ibarat lain sebagian langit di atas langit yang lain. Pandangan ini dipegang oleh al-Khali>l, al-Zuja>j dan al-Farra’ dengan merujuk ungkapan orang arab, ﻃََﺮ َق اﻟﱠﺮ ُﺟ ُﻞ ﻧـَ ْﻌﻠَْﻴ ِﻪ إِ َذا أَﻃْﺒَ َﻖ ﻧـَ ْﻌﻼً َﻋﻠَﻰ ﻧـَ ْﻌ ٍﻞ, (berarti lelaki berlapis-lapis pengalas kakinya jika ia meletakkan pengalas kaki di atas pengalas kaki). ‘Ali> ibn ‘I><sa> Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 105. 16 Abu Ja‘far Muhammad ibn Jari>r al-T{abri>, Ja>mi‘ al-Baya>n ‘An al-Ta’wi>l A<<y al-Qur’a>n, Jil. 17 IX h. 696. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 105. 18 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 343. 19 21 mengungkapkan bahwa dinamakan langit karena jalur para malaikat as. naik, turun dan melayangnya. Sebagian lagi menyatakan karena orbit bintang-bintang.20 Pendapat ini juga dipegang al-Alu>si>, ia melihat bahwa makna t}ara>iq adalah langit. T{ara>iq disebut juga langit karena jalur para Malaikat as. turun dan naik untuk urusan seorang hamba atau disebut langit karena setiap langit memiliki orbit dan bentuk tersendiri, berbeda dengan langit yang lain.21 Jika dihubungkan dengan ilmu tarekat maka dapat dikatakan bahwa para sa>lik menuju al-H{aq memiliki tingkatan (maqam) dan kondisi (h}a>l) yang berbedabeda. Mereka terlihat berlapis-lapis, ada yang masih dalam proses maqam taubat, ada yang beranjak pada maqam zuhud, ada juga telah sampai maqam cinta (mah}abbah). Begitupun kondisi (ah{wa>l) mereka pun berlapis-lapis, tersusun hingga mencapai tingkatan yang paling tinggi. Keadaan ini diperjelas oleh ‘Abdul H{ali>m Mah}mud yang mengungkapkan bahwa maqam (tingkatan) merupakan tingkatan ruhani yang dapat dilalui orang yang berjalan menuju Allah swt. dan akan berhenti dalam satu saat tertentu. Sang sa>lik berjuang dalam lingkungannya hingga Allah swt. memudahkannya untuk menempuh jalan menuju tingkatan kedua, agar ia meningkat dalam ketinggian ruhani dari keadaan yang mulia menuju keadaan yang lebih tinggi lagi. Hal itu misalnya dari tingkatan taubat menuju tingkatan wara dan dari tingkatan wara menuju tingkatan zuhud. Demikianlah jalannya hingga mencapai tingkatan al- Mah{abbah dan al-Rid{a.22 Muh}ammad al-Ra>zi> Fakhr al-Di>n ibn ‘Alla>mah D{iya>’ al-Di>n ‘Umar, Mafa>ti>h} al-Ghayb, Jil. XXIII (Cet. I; Beirut: Da>r al-Fikr, 1981), h. 88. 20 Abu> Fad}li Syiha>b al-Di>n al-Sayyid Mahmu>d al-A<lu>si>, Ru>h al-Ma‘a>ni> fi Tafsi>r al-Qur’a>n al‘Az}i>m wa al-Sab‘u al-Mas\a>ni>, Jil. XXVIII (Cet. II; Beirut: Da>r Ih{ya> al-Turas\, t.th), h. 18. 21 ‘Abdul H{ali>m Mahmu>d, al-Tasawwuf fi> Isla>m, terj. Abdul Zakiy al-Kaaf, Tasawuf di Dunia Islam, (Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 2002), h. 38. 22 22 5. Kata tarekat yang bermakna profesi berupa sihir atau kedudukan baik dalam keilmuan maupaun jabatan terdapat pada firman Allah, QS T{a>ha>/20: 63. ِ ﻗَﺎﻟُﻮا إِ ْن ﻫ َﺬ ِان ﻟَﺴ (٦٣) ﺎﺣَﺮ ِان ﻳُِﺮ َﻳﺪ ِان أَ ْن ُﳜْ ِﺮ َﺟﺎ ُﻛ ْﻢ ِﻣ ْﻦ أ َْر ِﺿ ُﻜ ْﻢ ﺑِ ِﺴ ْﺤ ِﺮِﳘَﺎ َوﻳَ ْﺬ َﻫﺒَﺎ ﺑِﻄَ ِﺮﻳ َﻘﺘِ ُﻜ ُﻢ اﻟْ ُﻤﺜْـﻠَﻰ َ َ Terjemahnya: Mereka (para penyihir) berkata, sesungguhnya dua orang ini adalah penyihir yang hendak mengusirmu (Fir‘aun) dari negerimu dengan sihir mereka berdua, dan hendak melenyapkan kebiasaanmu yang utama.23 Ibn Kas\i>r mengungkapkan bahwa makna t}ariqah adalah sihir, karena pada zaman Fir‘aun penduduk dan para tokoh terkemuka sangat mengagungkan metode praktek sihir. Sihir telah menjadi profesinya untuk memperoleh harta dan rezki.24 Ungkapan Ibn Kas\i>r menggambarkan bahwa tarekat pada zaman fir‘aun yang marak adalah praktek sihir. ‘Abdul H{ali>m Mahmu>d menyikapi kata tarekat. Ia menyatakan t}ariqah mempunyai arti yang menunjuk pada segolongan orang-orang yang dipandang mulia, yaitu: orang-orang yang dihormati dan diikuti oleh masyarakat karena keluhuran jiwanya. Pada masyarakat arab, biasanya digunakan kata t}ari>qah al-qaum yang berarti suritauladan dan pilihan mereka yaitu orang-orang yang dijadikan oleh suatu masyarakat sebagai ikutan sehigga masyarakat tersebut mengikuti jalan mereka.25 Adapun Mujahid menyatakan bahwa t}ariqah dalam ayat bermakna orang terkemuka, cerdas dan penguasa.26 Sehingga mereka menjadikan teladan dalam kehidupannya. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 316. 23 Abu> al-Fida>’ Isma>‘i>l ibn ‘Umar ibn Kas\i>r, Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az{i>m, h. 1219. 24 ‘Abdul H{ali>m Mahmu>d, al-Tasawwuf fi> Isla>m, terj. Abdul Zakiy al-Kaaf, Tasawuf di Dunia 25 Islam, h. 29. Abu> al-Fida>’ Isma>‘i>l ibn ‘Umar ibn Kas\i>r, Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az{i>m, h. 1219. 26 23 6. Kata tarekat yang bermakna jalan terdapat pada firman Allah, QS T{a>ha/20: 77. ِ ﺎف َد َرًﻛﺎ َوﻻ َﲣْ َﺸﻰ ُ َب َﳍُ ْﻢ ﻃَ ِﺮﻳ ًﻘﺎ ِﰲ اﻟْﺒَ ْﺤ ِﺮ ﻳَـﺒَ ًﺴﺎ ﻻ َﲣ ْ ََﺳ ِﺮ ﺑِﻌِﺒَ ِﺎدي ﻓ ْ ﺎﺿ ِﺮ ْ ﻮﺳﻰ أَ ْن أ َ َوﻟََﻘ ْﺪ أ َْو َﺣْﻴـﻨَﺎ إ َﱃ ُﻣ (٧٧) Terjemahnya: Dan sungguh, telah Kami wahyukan kepada Musa, Pergilah bersama hambahamba-Ku (Bani Israil) pada malam hari, dan pukullah (buatlah) untuk mereka jalan yang kering di laut itu, (engkau) tidak perlu takut akan tersusul dan tidak perlu khawatir (akan tenggelam).27 Kata t}ari>q pada ayat di atas bermakna jalan. Musa diperintah untuk membuat jalan yang kering di laut, sehingga tidak ada rasa khawatir dalam dada pengikutnya akan tersusul dari Fir‘aun dan bala tentaranya. 7. Kata tarekat yang bermakna bintang terdapat pada firman Allah, QS alT{a>riq/86: 1-2. (٢) ( َوَﻣﺎ أ َْد َر َاك َﻣﺎ اﻟﻄﱠﺎ ِر ُق١) َواﻟ ﱠﺴ َﻤ ِﺎء َواﻟﻄﱠﺎ ِرِق Terjemahnya: Demi langit dan yang datang pada malam hari (1) dan tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu?28 Al-Syi>ra>zi> menyatakan kata al-T{a>riq pada ayat di atas bermakna bintang- bintang yang muncul di malam hari. Namun makna dasarnya adalah orang yang berjalan pada suatu jalan.29 Abu ‘Abdullah mengungkapkan makna al-t}a>riq yaitu: 30 ( ﻣﺎَآﺗﺎك ﻟَْﻴﻼً ﻓَـ ُﻬ ُﻮ ﻃﺎ ِر ٌقsesuatu yang datang padamu malam hari maka itulah adalah bintang). Maka ayat selanjutnya pada surah yang sama, dijelaskan makna t}a>riq itu Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 318. 27 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 592. 28 Na>sr al-Di>n Abi> al-Khair ‘Abdillah ibn ‘Umar al-Syi>ra>zi>, al-Luba>b fi> ‘Ulu>m al-Kita>b, Jil. 5, (Cet. I; Beirut: Da>r Ih{ya>’ al-Tura>s\, t.th), h. 303. 29 Abu> ‘Abdillah ibn Isma>‘i>l al-Bukha>ri>, al-Ja>mi‘ al-Musna al-Mukhtas}ar min ‘Us}u>l Rasulillah wa Sunanih wa Ayya>mih, Jil. IX (Cet. I; Beirut: Da>r T{auq al-Naja>h, 1422 H), h. 107. 30 24 adalah اﻟﺜﱠﺎﻗِﺐ ُ ( اﻟﻨﱠ ْﺠ ُﻢbintang-bintang yang bersinar). Karena itu bintang-bintang yang bersinar berputar sesuai dengan orbitnya sehingga bintang-bintang itu adalah pejalan. Adapun hubungan antara tarekat yang bermakna metode dengan bintang adalah seseorang yang berjalan kepada Allah dengan sistem yang ditentukan Allah, bagaikan bintang-bintang yang bersinar di langit. Ia sebagai petunjuk bagi orangorang yang tersesat di malam hari. Ia tidak keluar dari jalur yang telah Allah tentukan. Jika diperhatikan dari kata-kata tarekat yang ditemukan pada ayat-ayat alQur'an dapat digolongkan dalam beberapa bentuk, yaitu: 1. T{ari>qah; kata ini terkadang bermakna sebuah pemikiran, keputusan, pendapat, agama, Islam, keimanan, kesesatan, kekafiran atau sebuah kedudukan yang mulia baik dalam keilmuan atau profesi sehingga masyarakat menjadikannya sebagai panutan dalam kehidupannya. 2. T}ara>iq; kata ini merupakan jamak dari t}ariqah atau t}ari>q yang bermakna sekte atau aliran, sesuatu yang tersusun dan berlapis-lapis. Kata ini juga mencakup makna suatu lintasan atau orbit. 3. T{ari>q; kata ini bermakna jalan yang ditetapkan atau jalan yang dilalui oleh manusia, jalur yang menuju pada kebaikan atau kekafiran Islam. 4. al-T}a>riq; merupakan ism fa>‘il dari kata t}araqa yang bentuk dasarnya t}a>riq. Kata tersebut bermakna bintang-bintang yang bersinar atau seseorang yang berjalan disuatu jalan atau ia merupakan petunjuk. Oleh karena itu makna dari kata tarekat yang diungkapkan al-Qur'an sangat luas dan meliputi segala aspek karena al-Qur'an merupakan jalan utama yang terdiri 25 atas hukum Ilahi dan hukum Ilahi hanya satu bentuk dan itu meliputi sistem yang benar maupun sistem yang salah. Meskipun demikian, pada fase pertumbuhan dalam kajian ilmu tasawuf, kata tarekat di kalangan ahli sufi masih samar-samar. Disamping itu, para kalangan sufi terkadang menggunakan kata ri‘a>yah atau sulu>k dalam memberikan penjelasan tentang metodenya.31 Kata tersebut tetap acapkali dimaknai dengan sebuah metode, teori yang ideal,32 sistem atau cara. Sehingga beberapa kalangan menganggap peristilahan tarekat lebih mengarah kepada sesuatu yang positif dan itu muncul sekitar akhir abad kedua hijriyah seperti yang diungkapkan oleh al-Tafta>za>ni>, ketika tasawuf Islam mulai tumbuh sebagai suatu pengaruh dari gerakan zuhud Islam pada periode awal. Peristilahan tarekat ini dipergunakan sebagai suatu konsep kumpulan etika, akhlak, dan akidah yang dijadikan pegangan bagi para kelompok sufi.33 Etika, akhlak dan akidah inilah yang menjadi cara atau sistem mereka untuk menggodok dirinya demi mencapai tujuannya. Pada abad ke-5, al-Qusyairi> tidak luput menyebutkan kata tarekat di dalam bukunya, al-Risa>lah al-Qusyairiyyah, tarekat sebagai suatu metode bimbingan jiwa dan akhlak yang dipergunakan oleh seorang mursyid untuk membimbing para sa>lik. Keutamaan mursyid dalam bimbingan tersebut sangat penting, terlihat dari riwayat Abu> ‘Ali al-Daqa>q yang menyatakan: Pohon jika tumbuh dengan sendirinya, ia tetap berdaun tetapi tidak berbuah, begitupun para sa>lik jika tidak memiliki mursyid Arnold, dkk., Da>irah al-Ma‘rif al-Isla>miyah, Tahqiq: Ibrahim Zaki> Khaursyi>d, dkk., Jil. XXII (Cet.I; t.t.: Markaz al-Sya>riqah li Ibda‘ al-Fikr>, 1998),h. 6847. 31 Arnold, dkk., Da>irah al-Ma‘rif al-Isla>miyah, h. 6847. 32 ‘Amir Nijja>r, T{uruq al-S{ufiyyah fi> Misr: Nasy’atuha> wa Nuz}umuha>, wa rawa>duha> (Cet. V; Kairo, Da>r al-Ma‘a>rif, t.th), h. 19. 33 26 sebagai pembimbing tarekatnya maka dia adalah penyembah hawa nafsu dan tidak mendapatkan jalan keluar.34 Begitu juga, al-Gaza>li> yang terinspirasi dari karangan Abu> T{a>lib al-Makiy yang berjudul Quwwah al-Qulu>b, dan beberapa karangan tokoh seperti: al-H{a>ris\ alMuh}a>sibi>, al-Junaid, al-Syibli, Abu Yazi>d al-Bist}ami> serta syekh-syekh lainnya,35 memandang tarekat ahli sufi tidak sempurna selain dari perpaduan antara teoritis dan praksis. Untuk mencapai ilmu mereka diperlukan keterputusan dan kebersihan jiwa dari tabiat-tabiat jelek dan sifat tercela hingga sampai pada tingkat kekosongan hati dari segala sesuatu selain Allah dan semakin dijernihkan dengan zikrullah.36 Pemahaman al-Gaza>li> tentang tarekat tidak berbeda dengan yang dipahami oleh al-Qusyairi>,37 karena tarekat adalah suatu metode perpaduan antara ilmu dengan praktek, maka untuk mengawali tarekatnya perlu ada pengutamaan sebuah perjuangan untuk membersihkan dan memisahkan jiwa dari tabiat-tabiat jelek yang mengandung unsur keduniaan, hingga mencapai tingkat pengosongan hati selain alHaq serta semakin dicerahkan dengan ingatan total kepada al-Haq sebagai sumber dari pembentukan akhlak. ‘Abdul H{ali>m Mah}mu>d memandang, tarekat sebagai metode penyucian,38 dan pelatihan jiwa yang bertujuan untuk mencapai kedudukan ‘ubudiyah (pengabdian) Abu> al-Qa>sim ‘Abd al-Kari>m al-Qusyairi>, al-risa>lah al-Qusyairiyyah, Tahqiq: ‘Abd alH{ali>m Mah}mu>d dan Mahmud ibn al-Syari>f, Jil. II (Kairo, Da>r al-Ma‘a>rif, 1119 H), h. 574. 34 Abu> H{ami>d al-Gaza>li>, al-Munqiz\ min al-Dala>lah wa al-Mausu>l ila zi al‘izzah wa al-Jala>l, ditahkik oleh Jami>l Sali>ban dan Ka>mil ‘Ayya>d (Cet. VII; Beirut: Da>r al-Andalus, 1967), h. 101. 35 Abu> H{ami>d al-Gaza>li>, al-Munqiz\ min al-Dala>lah wa al-Mausu>l ila zi al‘izzah wa al-Jala>l, h. 36 100. Abu> al- Wafa’ al-Gani>mi> al-Taftaza>ni>, “Bahs\ al-Tasawwuf”, Kulliyah al-A<dab Ja>mi‘ alQahirah, Desember 1963 dinukil dalam ‘Amir Nijja>r, T{uruq al-S{ufiyyah fi> Misr: Nasy’atuha> wa Nuz}umuha>, wa rawa>duha>, h. 19. 37 Muhammad ibn ‘Abdul al-Kari>m al-Kisnaza>n al-H{usaini>, Mausu>‘ah al-Kisnaza>n fi> ma> 38 Ist}alah}a ‘alaih Ahl al-Tasawwuf wa al-‘Irfa>n, h. 73. 27 sesuai dengan hukum-hukum ketuhanan. Ketika manusia mampu mewujudkan kondisi tersebut maka Allah akan memberikan anugrah keluasan ilmu Ma‘rifat.39 Pada kondisi seperti ini tergambar dalam ayat al-Qur’an tentang ‘Ubudiyah Khaidir, sehingga Allah memberikan ilmu Ladunni.40 Allah berfirman dalam QS Al- Kahfi/18: 65. (٦٥) ﻓَـ َﻮ َﺟ َﺪا َﻋْﺒ ًﺪا ِﻣ ْﻦ ِﻋﺒَ ِﺎدﻧَﺎ آﺗَـْﻴـﻨَﺎﻩُ َر ْﲪَﺔً ِﻣ ْﻦ ِﻋْﻨ ِﺪﻧَﺎ َو َﻋﻠﱠ ْﻤﻨَﺎﻩُ ِﻣ ْﻦ ﻟَ ُﺪﻧﱠﺎ ِﻋ ْﻠ ًﻤﺎ Terjemahnya: Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.41 Annemarie Schimmel memandang tarekat sebagai suatu konsep tradisi keagamaan para ahli mistik untuk menggambarkan langkah-langkah yang membawa mereka menuju ke hadirat Tuhan dan itu merupakan tradisi dari kategori pembagian keilmuaan dalam dunia Islam, yaitu: syariat, tarekat, dan ma’rifah. Pembagian tersebut memiliki kesamaan dalam agama Kristen, via purgativa, via contemplativa dan via illuminativa.42 Oleh karena itu agama meliputi ketiga aspek ini yang tidak dapat dipisahkan atau diutamakan salah satu diantaranya. Berbeda dengan yang dipahami seorang penulis orientalis R.A.Nicholson, ia tidak melihat tarekat sebagai tradisi keagamaan tetapi ia melihat tarekat sebagai ‘Abdul al-H{ali>m Mah}mud, Qad}iyah al-Tasawwuf al-Munqiz\ min al-D{alalah Hujjatu alIsla>m al-Gaza>li, dengan kata pengantar oleh Muh{ammad Zaki> Ibra>hi>m (Cet. VIII; Kairo: Da>r al39 Ma‘a>rif, t.th), h. 8. 40 Penulis melihat bahwa ilmu Ladunni merupakan air kehidupan jiwa. Sehingga tatkala mencoba memperhatikan QS al-Jin/72: 16 yang bermakna jikakalau mereka berpegang teguh pada sebuah sistem Tuhan sungguh kami mencicipkannya air kehidupan. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 302. 41 Lihat, Annemarie Schimmel, Mistical Dimention of Islam, h. 123. 42 28 bentuk perjalanan mistik yang memberikan gambaran tingkat kemajuan dalam kehidupan ruhani dengan melalui beberapa tahapan-tahapan tertentu untuk mencapai tujuan fana>’ fi al-Haq dan para ahli mistik memiliki pengembaraan yang berbeda untuk sampai tujuan tersebut.43 Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> memandang penggunaan kata tarekat pada periode pasca al-Gaza>li> dipergunakan hanya sebatas kepada sekelompok pribadi sufi yang bergabung dengan seorang guru (syekh) dan tunduk di bawah aturan-aturan terinci dalam jalan ruhaniah, yang hidup secara kolektif di berbagai zawiyah, rabat}, dan khanaqah, atau berkumpul secara periodik dalam acara-acara tertentu, serta mengadakan berbagai pertemuan ilmiah maupun ruhaniah yang teratur.44 Pada masa tersebut mulai bermunculan di dunia Islam berbagai nama tarekat berselaras dengan nama pendirinya.45 Karena itu, tarekat telah menjadi salah satu filsafat kehidupan dalam masyarakat Islam, sehingga mereka lebih meminati kehidupan ruhani sehingga terbentuk menjadi kelompok tersendiri dalam sebuah majelis keilmuan. Sehingga Fazlu Rahman melihat tarekat merupakan suatu mashab atau lembaga para ahli mistik sebagai wahana untuk mengajarkan ajaran mereka yang merupakan bentuk refleksi dari perkembangan ajaran sufi pada abad ke lima hijriyah.46 Amir Nijja>r yang menyorot pandangan al-Tafta>za>ni> dan menyimpulkan bahwa kata tarekat memiliki dua makna terminologi yang berkesinambungan dalam Reynold A. Nicholson, The Mystics of Islam, diterjemahkan oleh Tim Penerjemah Bahasa Asing dengan judul, Mistik dalam Islam, (Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 2000) h. 22. 43 Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami> (Cet. III; Cairo: Da>r al-S\iqa>fah li al-nas\ri wa al-Tauzi‘, 1979), h. 235. 44 Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami>, h. 236. 45 Fazlu Rahman, Islam, diterjemahkan oleh Seonaji Saleh dengan judul, Islam, (Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 1992) h. 238. 46 29 kajian ilmu tasawuf Islam, yaitu: pertama: tarekat suatu gambaran dari metode jiwa akhlaqi> sebagai suatu proses pelatihan dan pembentukan jiwa untuk melatih akhlak seseorang. Kedua: tarekat adalah suatu kelompok dari kalangan Islam yang berbedabeda, dibentuk sebagai sarana pelatihan ruhani dalam kehidupannya. Sebagai proses awal dalam pelatihan tersebut mereka mengucapkan baiat berupa perjanjian antara syekh dan muri>d dengan bertaubat disertai keteguhan hati, sehingga mampu masuk di jalan Allah bersama dengan alunan zikir, begitupun seorang muri>d yang telah terbaiat mesti berkelakuan sesuai dengan etika dan dasar-dasar tarekat yang telah ditentukan oleh pendiri tarekat.47 Massignon seorang orientalis yang memandang tarekat adalah sebuah persahabatan yang terbentuk atas keingingan untuk memelihara Islam, terikat dalam sebuah silsilah dan wasiat khusus untuk menjadikan manusia sebagai muri>d (yang berkehendak memasuki tarekat hingga mencapai tujuan yaitu ma’rifat) serta mengambil sebuah baiat yang telah menjadi tradisi mereka yang disaksikan oleh salah seorang dari syekh, mursyid, muqaddim, naqib, atau khalifah.48 Gambaran dari al-Qusyairi, al-Gaza>li>, ‘Abdul H{ali>m Mah}mu>d, Annemarie Scimmel, R.A.Nicholson, Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi>, Amir Nijja>r dan Massignon tentang tarekat, merupakan sebuah metode khusus, yaitu: metode yang ditempuh para sufi dan berpangkal dari hukum Ilahi sebagai sarana pelatihan ruhani seseorang melalui bimbingan dan pengawasan dari seorang mursyid. Tujuan dari bimbingan tersebut untuk membentuk akhlak yang mulia sehingga disetiap tindakannya memiliki unsur niat yang baik. ‘Amir Nijja>r, T{uruq al-S{ufiyyah fi> Misr: Nasy’atuha> wa Nuz}umuha>, wa rawa>duha>, h. 20. 47 Lois Massignon, Da>irah al-Ma‘arif al-Isla>miyah Maddah Turuq S{u>fiyyah (Kairo: al‘arabiyah, t.th) dikutip dalam ‘Amir Nijja>r, T{uruq al-S{ufiyyah fi> Misr: Nasy’atuha> wa Nuz}umuha>, wa rawa>duha>, h. 20. 48 30 B. Benih-benih tarekat di zaman Rasulullah saw., sahabat dan tabiin. Nilai-nilai dari sebuah tarekat terlihat dari akhlak yang muncul karena pengaruh kehidupan Rasulullah saw. di dalam kehidupan kaum Muslim. Pengaruh itu menimbulkan kecintaan, kepercayaan, penghormatan dan pujian kepada Rasulullah saw. hingga mereka menjadikan Rasulullah saw. sebagai contoh dan teladan. Bagi setiap Muslim, diseru untuk menirunya dalam setiap tindakan dan kebiasaan, bahkan tindakan dan kebiasaan yang tampak remeh sekalipun.49 Itu telah menjadi isyarat dari al-Qur'an, QS Al-H{asyr/59: 7. Terjemahnya: (٧)...ﻮل ﻓَ ُﺨ ُﺬوﻩُ َوَﻣﺎ ﻧـَ َﻬﺎ ُﻛ ْﻢ َﻋْﻨﻪُ ﻓَﺎﻧْـﺘَـ ُﻬﻮا ُ َوَﻣﺎ آﺗَﺎ ُﻛ ُﻢ اﻟﱠﺮ ُﺳ... Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.50 Begitupun juga Rasulullah saw. menjadi teladan, firman Allah, QS alAhza>b/33: 21. ِﻮل ﱠ ِ ﻟََﻘ ْﺪ َﻛﺎ َن ﻟَ ُﻜﻢ ِﰲ رﺳ (٢١) اﻪﻠﻟَ َﻛﺜِ ًﲑا اﻪﻠﻟَ َواﻟْﻴَـ ْﻮَم ْاﻵ ِﺧَﺮ َوذَ َﻛَﺮ ﱠ ُﺳ َﻮةٌ َﺣ َﺴﻨَﺔٌ ﻟِ َﻤ ْﻦ َﻛﺎ َن ﻳَـ ْﺮ ُﺟﻮ ﱠ ْ اﻪﻠﻟ أ َُ ْ Terjemahnya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.51 Teladan yang sempurna dari gambaran ayat di atas terbentuk dari kehidupan Rasulullah saw. yang telah berhasil mewujudkan ‘ubudiyah secara penuh dan sempurna, bahkan sampai ketingkat tertinggi yaitu penyerahan total dari setiap Annemarie Schimmel, And Muhammad is His Messenger: The Veneration of the Prophet in Islamic Piety, terj. Rahmani Astuti dan Ilyas Hasan, Cahaya Purnama Kekasih Tuhan: dan Muhammad adalah Utusan Allah, Ed. Terbaru (Cet. I; Bandung: Mizan Pustaka, 2012), h 14. 49 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 546. 50 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 421. 51 31 shalat, ibadah, hidup dan matinya hanya diperuntukkan bagi Allah, Pencipta alam semesta.52 Oleh kalangan penulis seperti Nicholson tingkatan tertinggi itu merupakan bentuk al-fana fi al-H{aq. Namun Rasulullah saw. telah mencapai lebih dari itu. Rasulullah saw. telah mencapai posisi yang digambarkan oleh al-Qur'an dia sangat dekat sejarak dua ujung busur panah atau lebih dekat lagi.53 William C. Chittick mengungkapkan akan keutamaan meneladani rasul, karena setiap rasul adalah sumber bimbingan dan model manusia sempurna. Mereka yang mengikuti jejak beberapa rasul mungkin memperoleh pusaka dari rasul tersebut, dan pusaka ini memiliki ciri tiga dimensi dasar: pertama, karya-karya atau perilaku sebagai manifestasi akhlak mulia; kedua, keadaan atau pengalamanpengalaman batin dari realitas ghaib; dan ketiga, pengetahuan atau persepsi dan pemahaman langsung tentang berbagai modalitas terhadap realitas.54 Dengan demikian, setiap orang mesti seperti diri Rasulullah saw., harus memberikan kesaksian atas keesaan Allah melalui perbuatan dan kehadirannya.55 Orang yang mampu mengikuti dan sejalan dengan yang dilalui Rasulullah saw. digelari sebagai ulama pewaris para nabi; ٥٦ ِ ِ ِ ِ ﻆ َواﻓِ ٍﺮ ٍّ ََﺧ َﺬ ِﲝ َ َﺧ َﺬﻩُ أ َ اﻟْﻌُﻠَ َﻤﺎءَ َوَرﺛَﺔُ اﻷَﻧْﺒِﻴَﺎء َوإِ ﱠن اﻷَﻧْﺒِﻴَﺎءَ َﱂْ ﻳـُ ْﻮِرﺛُﻮا دﻳﻨَ ًﺎرا َوﻻَ د ْرَﳘًﺎ َوَرﺛُﻮا اﻟْﻌ ْﻠ َﻢ ﻓَ َﻤ ْﻦ أ ‘Abdul al-H{ali>m Mah}mud, Qad}iyah al-Tasawwuf al-Munqiz\ min al-D{alalah, h. 8. 52 53 QS. al-Najm 57: 9. William C. Chittick, Imaginal Worlds, Ibn al-‘Arabi and Problem of Religious, terj. Achmad Syahid, Dunia Imajinal Ibnu ‘Arabi; Kreativitas Imajinasi dan Persoalan Diversitas Agama (Cet. I; Surabaya: Risalah Gusti, 2001), h. 11. 54 Annemarie Schimmel, And Muhammad is His Messenger: The Veneration of the Prophet 55 in Islamic Piety, h. 84. Sulaiman ibn Asy‘as\, Sunan Abi Daud bi Tahqi>q Muhammad Muhyi al-Di>n ‘Abdul Hami>d (t.c; Beirut: al-Maktabah al-‘As}riyah), h. 317. 56 32 Artinya: Para ulama itu pewaris nabi dan nabi tidak mewariskan sesuatu yang sifatnya materi tetapi Ia mewariskan kepada mereka ilmu, maka barang siapa yang mengambil ilmu tersebut, maka mendapatkan bagian yang banyak. Para kaum sufi dalam meneladani dan mengikuti Rasullullah saw. seperti yang diungkapkan oleh al-Suhrawardi> dalam bukunya ‘Awa>rif al-Ma‘rif, adalah senantiasa melakukan penyucian. Ia mensucikan waktu-waktunya dari berbagai bentuk macam kekejian begitupun hatinya disucikan dari berbagai polusi jiwa.57 Konsep pensucian diri telah ada sejak dikehidupan Rasulullah saw. Itu dimulai dari proses perjalanannya menuju Allah sejak masa muda. Dia menggunakan metode merenung, berpikir, ‘uzlah (menyendiri), beribadah, tekad yang kuat dan riya>dah (latihan yang berulang) baik perkataan maupun tindakan. Hingga mencapai titik kejernihan jiwa dan ketertipisan indra,58 membuat cahaya kenabian dalam dirinya semakin kuat. Pada kondisi itu para makhluk tidak mampu menghalangi Rasulullah saw. dari Allah, karena meskipun tubuh Rasulullah saw. bersama dengan makhluk, hatinya selalu menghadap Allah.59 Metode ‘uzlah atau lebih dikenal tah}annus} di dalam gua Hira' dengan cara mengurangi makanan, minuman dan memusatkan perenungan tentang alam hingga mendapatkan wahyu pertama, dijadikan penghayatan bagi kalangan sufi sehingga ia menetapkan dirinya untuk tunduk pada sebuah latihan, tekad yang kuat sehingga mampu merasakan kondisi ruhani seperti fana' (sirna) di dalam bermunajat dengan Allah sebagai buah dari ‘uzlah.60 Syiha>b al-Di>n Abu> Hafs}a ‘Umar al-Suhrawardi>, ‘Awa>rif al-Ma‘rif, Tahqiq, ‘Abdul H{ali>m Mahmu>d dan Mah}mu>d ibn al-Syari>f (Cet. I; Kairo: al-I><ma>n, 2005), h. 134. 57 Jama>l Sa‘ad Mah{mu>d Jum‘ah, fi Riya>d} al-Tasawwuf al-Isla>mi> (t.d.), h. 63. 58 Abu> H{a>mid al-Gaza>li>, Ih}ya' al-‘Ulum al-Din, Pengantar Tasawuf Islam dan analisa tentang kehidupan al-Gaza>li> serta filsafatnya di Ih}ya' oleh Badawi> Ahmad, Jil. II (t.c.; Semarang: Karya Toha Putra, t.th.), h. 226. 59 Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami>, h. 43. 60 33 Meskipun ‘uzlah seruan yang muncul dalam batin seseorang untuk menyendiri dan jiwanya tertarik kearah itu.61 Imam al-Gaza>li> dalam bukunya Ih}ya' ‘Ulu>m al-Di>n menuliskan manfaat dari ‘uzlah, salah satu diantaranya adalah; ketekunan dalam beribadah, cenderung untuk berpikir, lebih mengakrabkan diri bermunajat dengan Allah dari pada bergaul dengan makhluk dan lebih disibukkan oleh penyingkapan rahasia-rahasia Allah yang berhubungan dengan persoalan dunia dan akhirat begitupun kerajaan langit dan bumi. Dan inilah yang disebut al-takhalli> (pengosongan).62 al-Takhalli> dalam pemahaman al-Gaza>li>, tidak mungkin bisa selama masih dalam pergaulan, maka ‘uzlah merupakan sarana menuju pada al-takhalli>. Bahkan para sufi menjadikan ‘uzlah sebagai metode yang paling utama.63 Sehingga AlSuhrawardi dalam bukunya, ‘Awarif al-Ma‘arif, mengajarkan beberapa aturan yang perlu diperhatikan baik sebelum maupun dalam pelaksanaan ‘uzlah.64 Begitupun kehidupan para sahabat semasa dengan Rasulullah saw., menjadi ‘ibrah oleh kalangan para sufi, karena beberapa kalangan dari sahabat Rasullullah saw. menghidupkan malam dengan ibadah dan berpuasa di siang hari. Sebagian yang lain mengikatkan batu pada perutnya sebagai bentuk pendidikan bagi dirinya dan pelatihan bagi ruhnya.65 Itu adalah metode mereka tersendiri tetapi mereka mengikuti metode kehidupan Rasulullah saw. yang dipenuhi dengan keadaan atau perkataan yang mengarah pada bentuk kezuhudan, kewaraan dan pengorbanan.66 Syiha>b al-Di>n Abu> Hafs}a ‘Umar al-Suhrawardi>, ‘Awa>rif al-Ma‘rif, h. 257. 61 Imam al-Gaza>li> dalam hal ini menggunakan peristilah fira>g (pengosongan). 62 Abu> H{a>mid al-Gaza>li>, Ih}ya' al-‘Ulum al-Din, Jil. II, h. 226. 63 Syiha>b al-Di>n Abu> Hafs}a ‘Umar al-Suhrawardi>, ‘Awa>rif al-Ma‘rif, h. 260. 64 Jama>l Sa‘ad Mah{mu>d Jum‘ah, fi Riya>d} al-Tasawwuf al-Isla>mi>, h. 68. 65 Jama>l Sa‘ad Mah{mu>d Jum‘ah, fi Riya>d} al-Tasawwuf al-Isla>mi>, h. 63. 66 34 al-Qur’an pun menyebut mereka ketika menggambarkan keutamannya. Seperti yang digambarkan dalam QS Al-Kahfi/18: 28. ِﱠ َ َﻳﺪو َن َو ْﺟ َﻬﻪُ َوَﻻ ﺗَـ ْﻌ ُﺪ َﻋْﻴـﻨ َﻳﺪ ِزﻳﻨَﺔ ُ ﻳﻦ ﻳَ ْﺪﻋُﻮ َن َرﺑـﱠ ُﻬ ْﻢ ﺑِﺎﻟْﻐَ َﺪ ِاة َواﻟْ َﻌ ِﺸ ِّﻲ ﻳُِﺮ ُ ﺎك َﻋْﻨـ ُﻬ ْﻢ ﺗُِﺮ َ اﺻِ ْﱪ ﻧـَ ْﻔ َﺴ ْ َو َ ﻚ َﻣ َﻊ اﻟﺬ (٢٨) ْاﳊَﻴَ ِﺎة اﻟ ﱡﺪﻧْـﻴَﺎ َوَﻻ ﺗُ ِﻄ ْﻊ َﻣ ْﻦ أَ ْﻏ َﻔْﻠﻨَﺎ ﻗَـْﻠﺒَﻪُ َﻋ ْﻦ ِذ ْﻛ ِﺮﻧَﺎ َواﺗـﱠﺒَ َﻊ َﻫ َﻮاﻩُ َوَﻛﺎ َن أ َْﻣُﺮﻩُ ﻓُـُﺮﻃًﺎ Terjemahnya: Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharapkan keridaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaanya itu melewati batas.67 Pada ayat tersebut Allah mengungkapkan kepada Rasulullah saw. keadaan Ahl al-S{uffah, ketika segolongan pemuka Arab berbicara dengan Rasullah saw. tentang perhatian khusus Rasulullah saw. kepada Ahl al-S{uffah dalam majelis Rasulullah saw.68 Maka turunlah ayat tersebut untuk menghimbau Rasulullah saw. untuk bersabar bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya dengan ikhlas dan terus mengawasi keadaan mereka yang berzikir serta tidak melalaikan dirinya seperti orang yang lalai karena hasrat dan kegilaan akan perhiasaan dunia. Ahl al-S}uffah adalah segolongan orang suci yang fakir dari muhajirin dan ansar. Mereka itu lebih mengutamakan Allah, Rasul-Nya dibandingkan yang lain. Mereka ridha dengan kelaparan, berpakaian usang dan mengutamakan beribadah di Mesjid Rasulullah.69 Al-Hujwi>ri> menyebutkan nama-nama Ahl al-S}uffah dalam bukunya, al-Kasyf al-Mah}ju>b. Mereka itu adalah: Bila>l ibn Raba>h}, Abu> ‘Abdullah Salma>n al-Fa>risi Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 298. 67 Tim Penyusun Komite Jurusan Akidah dan Filsafat Universitas al-Azhar, al-Tasawwuf 68 Qada>ya> wa Muna>qasya>t, (t.d). h. 63 Tim Penyusun Komite Jurusan Akidah dan Filsafat Universitas al-Azhar, al-Tasawwuf 69 Qada>ya> wa Muna>qasya>t, h. 19. 35 sebelum masuk Islam namanya Ruziyah ibn Khusynud,70 Abu> ‘ubaidah ‘A<mir ibn ‘Abdillah ibn al-Jarra>h{, Abu> Mas‘u>d ‘Abdullah ibn Mas‘u>d al-Huz\aili>, ‘Utbah ibn Mas‘ud, al-Miqda>d ibn al-Aswad, Khaba>b ibn al-Urt, S{uhaib ibn Sanna>n, ‘Utbah ibn Gazwa>n, Zaid ibn al-Khat}t}a>b, Abu> Kabsyah, Abu> Mars\ad Kunna>z ibn H{us}s}i>n al- Ganawi>, Sa>lim Mawla> H{uz\aifah al Yama>ni>, ‘Ukka>syah ibn Muh}as}s}in, Mas‘ud ibn al-Rabi>‘ al-Qa>ri>, ‘Abdullah ibn ‘Umar, Abu> Z|ar Jundub ibn Jana>dah, S{afwa>n ibn al- Bayd{a>’, Abu> al-Darda>’ ‘Uwaimar ibn ‘A<mir, ‘Abdullah ibn Badr al-Jamhi>, dan Abu> Lubba>bah ibn ‘Abdul al-Munz\ir.71 Namun Abu> ‘Utbah al-Hilwani, secara umum menggambarkan keutamaan kehidupan para sahabat Rasulullah saw., yaitu: Pertama; bertemu dengan Allah lebih mereka senangi dibandingkan kehidupan, kedua; mereka tidak gentar terhadap musuh meskipun jumlah mereka banyak, ketiga; mereka tidak takut akan kemiskinan duniawi serta mereka percaya terhadap rezki Allah.72 Abu Bakar al-S{iddi>q contohnya sebagai khalifah pertama Rasulullah saw., dalam perjalanan hijrah ke Yas\rib bersama Rasulullah saw. memperlihatkan pengorbanan yang begitu besar hingga al-Qur'an pun mengingatkan kembali kejadian tersebut. Ketika orang kafir quraisy mengejar mereka dan keduanya berada dalam gua dan Rasulullah saw. berkata kepada Abu Bakar: ٧٣ ...اﻪﻠﻟَ َﻣ َﻌﻨَﺎ َﻻ َْﲢَﺰ ْن إِ ﱠن ﱠ... Ka>mil Mus}ta} fa> al-Syaibi>, al-S{ilah Bayna al-Tas}awwuf wa al-Tasyayyi‘, Jil. I, (Cet. III; Beirut: al-Andalus, 1982), h. 30. 70 Al-Hujwi>ri>, Kasyf al-Mah}ju>b, (t.c; Kairo: al-Majlis al-A‘la> li Syu’u>n al-Isla>mi>, 1974), h. 71 275-289. Abu Nas}r ‘Abdullah ibn ‘Ali al-Sira>j al-T{ausi>, al-Lum‘ fi> al-Tas{awwuf, Editor oleh R.A.Nicholson, (Cet. I; London: Luzac & Co, 1914) h. 120. 72 73 QS al-Taubah/9: 40. 36 Terjemahnya: Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.74 Innallaha ma‘ana merupakan konsep yang ditanamkan pada diri Abu Bakar. Konsep tersebut jika telah mengalir dalam jiwa seseorang, dapat memunculkan beberapa kondisi, yaitu: pertama, muncul dalam jiwa sebuah ketenangan; kedua, dikuatkan dengan tentara yang tak terlihat; ketiga, dihilangkan unsur kegelapan dalam jiwanya dan dimunculkan unsur cahaya ketuhanan.75 Oleh karena itu tradisi Tarekat Naqsyabandiyah meyakini bahwa di dalam gua itulah Nabi saw. mengajari Abu Bakar berbagai rahasia mengingat Allah secara diam-diam (zikr khafi‘).76 Sehingga beberapa kalangan seperti Muhammad Ahmad Darni>qah dalam karyanya al-T}ari>qah al-Naqsyabandiyah wa A‘la>muha, memandang bahwa pendiri utama tarekat Naqsyabandiyah adalah Abu> Bakr al-S}iddi>q.77 Namun beberapa kalangan menyatakan bahwa tarekat di zaman Abu> Bakr al-S{iddi>q dinamakan al-S{iddi>qiyah dan terlebih lagi penamaan tarekat di zaman sahabat belum muncul hanya saja para penganut tarekat Naqsyabandiyah mengotakkan masa itu dan menisbahkan pertemuan Abu Bakar dengan pengikutnya dengan penamaan al- S{iddi>qiyah sehingga pandangan ini masih perlu dipertimbangkan. Kejadian di gua itu pun diukir dalam sejarah Persia dengan memberikan julukan khas bagi Abu Bakar, yaitu Ya>r-I gha>r (sahabat gua), menunjukkan Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 194. 74 75 Penulis mengambil kandungan nilai dari kebersamaan dengan Allah dan Rasul-Nya pada QS al-Taubah/9: 40. Annemarie Schimmel, And Muhammad is His Messenger: The Veneration of the Prophet 76 in Islamic Piety, h. 28. Muhammad Ahmad Darni>qah, al-Tasawu>f al-Isla>mi> - al-T{ari>qah al-Naqsyabandiyah wa 77 A‘la>muha, (t.t; Juru>s Bars, t.th), h. 10. 37 persahabatan erat antara Rasulullah saw. dan Abu Bakar.78 Sebuah riwayat dari Muslim, yang menyatakan jikalau Rasulullah saw. mengambil seorang kekasih dari umatnya maka sungguh Abu Bakarlah yang layak, tetapi Rasulullah saw. hanya mengikrarkan Abu Bakar itu adalah saudara dan sahabatnya serta sahabat umat Rasulullah saw. karena Allah telah menjadikan Abu Bakar sebagai kekasih. ٍ ِ ِ ِ ٍ ﺖ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ ﺑَﺸﱠﺎ ٍر اﻟْﻌُﺒُ ِﺪ ﱡ ُ ﻴﻞ ﺑْ ِﻦ َر َﺟﺎء ﻗَ َﺎل َﲰ ْﻌ َ ى َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َﺟ ْﻌ َﻔﺮ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ُﺷ ْﻌﺒَﺔُ َﻋ ْﻦ إ ْﲰَﺎﻋ ِ ٍ اﻪﻠﻟ ﺑﻦ ﻣﺴﻌ ِ ِﻋﺒ َﺪ ﱠ ِ ِ َﺣ َﻮ ِ ِ ِ ُ ﻮد ُﳛَ ِّﺪ ﺻﻠﻰ- ﱠﱮ ُ اﻪﻠﻟ ﺑْ َﻦ أَِﰉ ا ْﳍَُﺬﻳْ ِﻞ ُﳛَ ّﺪ ُ ص ﻗَ َﺎل َﲰ ْﻌ َْ ْ ث َﻋ ْﻦ أَِﰉ اﻷ ُ ْ َ َ ْ ﺖ َﻋْﺒ َﺪ ﱠ ّ ث َﻋﻦ اﻟﻨ ِ ِ ِ ِ َﺧﻰ وﺻ ِ ِ ﺎﺣِﱮ َوﻗَ ِﺪ ﱠاﲣَ َﺬ ُ ﺖ ُﻣﺘﱠﺨ ًﺬا َﺧﻠﻴﻼً ﻻَ ﱠﲣَ ْﺬ ُ ﻟَ ْﻮ ُﻛْﻨ: أَﻧﱠﻪُ ﻗَ َﺎل-ﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ َ َ ت أَﺑَﺎ ﺑَ ْﻜ ٍﺮ َﺧﻠﻴﻼً َوﻟَﻜﻨﱠﻪُ أ ٧٩.()رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ. ﺎﺣﺒﻜﻢ ﺧﻠِﻴﻼ ﱠ ً َ ْ ُ َِ ﺻ َ اﻪﻠﻟُ َﻋﱠﺰ َو َﺟ ﱠﻞ Artinya: Muh}ammad ibn Basysya>r al-‘Abdiyyu mengungkapkan, Muh}ammad ibn Ja‘far mengungkapkan, Syu‘bah mengungkapkan dari Isma>‘i>l ibn Raja>' berkata: saya telah mendengar ‘Abdullah ibn Abu> al-Huz\ai>l bahwa diungkapkan dari Abu> alAh}was} berkata: saya telah mendengar ‘Abdullah ibn Mas‘u>d, diungkapkan dari Nabi saw. Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Jika kalau saja saya mengambil seorang kekasih, sungguh saya telah mengambil Abu Bakar seorang kekasih, tetapi Abu Bakar adalah saudara dan sahabatku, dan Allah ‘Azza wa Jalla> telah mengambil sahabatmu sekalian itu (Abu Bakar) seorang kekasih. Dari hadis di atas terlihat ada hubungan keterkaitan dengan terminologi tarekat yang diungkapkan oleh Massignon yaitu: sebuah jalinan persahabatan.80 Oleh karena itu terlihat banyak tarekat terbentuk atas dasar persaudaraan. Namun persaudaran mereka merupakan bentuk persaudaraan ruhani karena kajian tarekat lebih cenderung kepada permasalahan ruhani. Annemarie Schimmel, And Muhammad is His Messenger: The Veneration of the Prophet 78 in Islamic Piety, h. 28 Abu> al-H{usain Muslim ibn al-Hajja>j al-Qusyairi> al-Ni>sa>bu>ri>, S{ahi>h Muslim, Jil. IV, Bab. Fad}ai> l al-Sahabah, (Cet. I; Kairo: Da>r al-H{adi>s,\ 1991), h. 1855. 79 80 Lihat tesis ini, h. 29. 38 al-Qusyairi dalam al-Risa>lah al-Qusyairiyyah menguatkan pandanganan ini bahwa Muslim generasi pertama setelah wafatnya Rasulullah saw., lebih menyukai dan tidak merasakan adanya keutamaan yang lebih kecuali mereka disebut sebagai sahabat Rasulullah saw. Kemudian generasi kedua lebih menyenangi disebut dengan tabiin.81 Gelaran tersebut memiliki nilai lebih dan menjadi ciri khas dikalangan Muslim pada zaman Rasulullah saw. karena Rasulullah saw. yang memberikan gelaran. Disamping itu, bentuk pembelajaran mereka bersifat komprehensif dalam segala aspek kajian seperti, zuhd (asketis), tawakkal (berserah diri), ibtigha>'i wajhi al-Haq (keridaan al-Haq), dan kajian kedudukan yang lain.82 Tidak terkelompokkan atas bentuk kecenderungan keilmuan yang mereka dalami. Rasulullah saw. telah menampakkan contoh teladan yang sempurna baik melalui ibadah, musya>hadah, mura>qabah, dan segala tindakannya.83 Kemudian diikuti oleh para sahabatnya dan tabiin yang dihiasi oleh kezuhudan, ketekunan dalam pelaksanaan ibadah, komunikasi dengan Allah dengan ruh dan jiwanya di setiap waktu dan berusaha mencapai berbagai kesempurnaan yang telah dilalui Rasulullah saw. hingga sampai ke tingkat spritualitas yang paling tinggi.84 Oleh karena itu kehidupan Nabi saw., sahabat dan tabiin merupakan benih-benih pertama terbitnya kehidupan ruhani Islam.85 Beberapa kalangan dari kaum sufi menyatakan bahwa zaman kehidupan Rasulullah saw., sahabat dan tabiin merupakan zaman realitas tanpa nama. Abu> al-Qa>sim ‘Abd al-Kari>m al-Qusyairi>, al-Risa>lah al-Qusyairiyyah, Tahqiq: ‘Abd alH{ali>m Mah}mu>d dan Mahmud ibn al-Syari>f, Jil. I (Kairo, Da>r al-Ma‘a>rif, 1119 H) h. 34. 81 Jama>l Sa‘ad Mah{mu>d Jum‘ah, fi Riya>d} al-Tasawwuf al-Isla>mi>, h. 69. 82 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1985), h. 9. 83 ‘Abdul Qadir ‘Isa>, Haqa>'q al-Tasawwuf, terj. Khairul Amru Harahap dan Afrizal Lubis dengan judul: Hakekat Tasawuf (Cet. 13; Jakarta: Qisthi Press, 2011) h. 9. 84 Muh}ammad Mus}tafa> H{ilmi>, al-H{aya>h al-Ruh}iyyah fi al-Isla>mi> (Cet. II, Kairo, al-Hai'ah alMas}riyah, 1685), h. 15. 85 39 Pada masa tabiin dan generasi setelahnya, muncul beberapa peristilahan dengan metode yang mereka pergunakan sendiri, seperti: ‘abid, na>sik, za>hid, s}ufi>, dan ahl t}ariqah. Peristilahan ini dipergunakan oleh para ahli ibadah setelah generasi sahabat dan tabiin.86 Oleh karena itu realitas-realitas yang bersumber dari zaman Rasulullah saw. dan sahabat mulai berkembang di masa tabiin kemudian mulai terkotakkan dalam suatu peristilahan tertentu. C. Pertumbuhan Tarekat hingga Masa Perpaduan 1. Fase pertumbuhan pada abad pertama dan kedua hijriyah. Fase ini lebih dikenal dengan fase asketisisme. Pada saat itu, beberapa kalangan Muslim lebih memusatkan perhatiannya pada ibadah dan memprioritaskan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Mereka pada dasarnya menggunakan metode asketis dalam kehidupannya dengan tidak mementingkan makanan, pakaian, maupun tempat tinggal dan mengutamakan beramal yang berkaitan dengan kehidupan akhirat sehingga mereka lebih memusatkan perhatian pada suasana kehidupan dan tingkah laku yang asketis.87 Mereka adalah Rabi>‘ah al-‘Adawiyyah. Ia memandang bahwa asketis di kehidupan dunia merupakan kesejukan badan dan orang yang berhasrat untuk hidup asketis melahirkan al-H{usn88 (kesedihan).89 Tidak terbatas pada Rabi>‘ah, beberapa tokoh yang lain seperti: Ibra>hi>m bin Ad}am, Fud}ail bin ‘Iyad, Syaqi>q al-Balkhi>, Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Isla>mi>, h. 20. 86 Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami>, h. 17. 87 Al-H{usn (kesedihan) dalam hal ini merupakan kondisi yang muncul dalam diri seseorang tanpa sebab, sehingga mereka terlihat seperti meratapi sesuatu padahal tidak demikian. 88 Ibra>hi>m Basyu>ni>, Nasy'ah al-Tas}awwuf al-Isla>mi> (t.c.; Kairo, al-Ma‘arif, t.th.), h. 130. 89 40 Basysya>r ibn al-H{aris\ al-H{a>fi>, Abu> Bakar al-Syibli>,90 H{asan al-Bas}ri> dan Ma>lik bin Dinar. Sehingga tarekat tumbuh dalam tataran dengan bentuk metode zuhud. H{asan al-Bas}ri>, murid H{uz\aifah, yang hidup sezaman Rabi>‘ah, ia seorang penasehat dan pembimbing kehidupan ruhani yang ulung, bersama-sama muridnya di masa tabiin, menjadikan wacana kehidupan keruhaniaan menjadi wacana massal.91 Kondisi al-khauf yang ia alami menjadikan beberapa kalangan mengkaji persoalan tersebut dan memadukannya dengan kondisi al-Raja' sebagai wujud keseimbangan dengan kondisi tersebut. Bahkan beberapa kalangan melihat bahwa H{asan al-Bas}ri> adalah peletak konsep sabar, khusyuk dan ‘iffah.92 Asketisme dalam Islam memiliki pengertian khusus, ia tidak bercorak kependetaan atau terputusnya kehidupan duniawi. Akan tetapi asketis adalah hikmah pemahaman yang membuat para penganutnya mempunyai pandangan khusus terhadap kehidupan duniawi. Itu terlihat ketika mereka tetap bekerja dan berusaha, akan tetapi kehidupan duniawi itu tidak menguasai kecenderungan hati mereka atau tidak membuat mereka mengingkari Tuhannya. Sehingga dalam Islam, asketisisme tidak bersyaratkan kemisikinan. Beberapa dari mereka itu tergolong kaya.93 Oleh karena itu, sikap asketis tidak membuat mereka memalingkan diri dari kehidupan masyarakat, tetapi sistem asketis dapat memberikan tenaga keruhaniaan yang tak terbatas sehingga mereka mampu menghadapi masyarakat dan tidak diperbudak harta, kekuasaan, ataupun hawa nafsu.94 Syiha>b al-Di>n Abu> Hafs}a ‘Umar al-Suhrawardi>, ‘Awa>rif al-Ma‘rif, h. 37-58 90 Muhammad Sholikhin, Tasawuf Aktual-Menuju Insan Kamil, (Cet. I; Semarang: Pustaka Nuun, 2004), h. 51. 91 Muhammad Sholikhin, Tasawuf Aktual-Menuju Insan Kamil, h. 51 92 Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami>, h. 59 93 Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami>, h. 60 94 41 Sikap-sikap asketis yang mereka susun, pada dasarnya merupakan sebuah sistem atau tarekat yang dipergunakan untuk melepaskan diri dari penyembahan selain al-Haq karena jauh sebelumnya di zaman Rasulullah saw., al-Qur'an telah menggambarkan beberapa kelompok yang beribadah akan tetapi penyembahan itu selain al-Haq. Itu terlihat dalam QS. al-Ja>s\iyah/45: 23, ِ ِِ ِ ﺼ ِﺮِﻩ ِﻏ َﺸ َﺎوًة ﻓَ َﻤ ْﻦ َﺿﻠﱠﻪُ ﱠ َ ﺖ َﻣ ِﻦ ﱠاﲣَ َﺬ إِ َﳍَﻪُ َﻫ َﻮاﻩُ َوأ َ ْأَﻓَـَﺮأَﻳ َ َاﻪﻠﻟُ َﻋﻠَﻰ ﻋ ْﻠ ٍﻢ َو َﺧﺘَ َﻢ َﻋﻠَﻰ َﲰْﻌﻪ َوﻗَـ ْﻠﺒِﻪ َو َﺟ َﻌ َﻞ َﻋﻠَﻰ ﺑ ِﻳـﻬ ِﺪ ِﻳﻪ ِﻣﻦ ﺑـﻌ ِﺪ ﱠ (٢٣) اﻪﻠﻟ أَﻓَ َﻼ ﺗَ َﺬ ﱠﻛ ُﺮو َن َْ ْ َْ Terjemahnya: Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?95 Isma>‘il H{uqi>y al-Biru>siwiy dalam melihat ayat di atas menyatakan bahwa barang siapa yang menjauhkan diri dari petunjuk mengikuti hawa nafsunya maka ia seakan-akan orang yang menyembah hawa nafsu tersebut atau seseorang yang mengandalkan dirinya dengan suatu kedudukan tanpa ada bentuk kondisi musya>hadah96 (penyaksian), telah menjadikan dirinya golongan pengikut hawa nafsu dan penyembah selain al-Haq.97 Metode asketis pada masa awal oleh Abu> al-‘Ala> ‘Affi>fi> dipengaruhi oleh beberapa faktor,98 yaitu: Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 502. 95 Musya>hadah (penyaksian) dalam konteks memandang wajah al-H{aq atau tidak bersandar 96 pada hukum ketuhanan. Isma>‘il H{uqi>y al-Biru>siwiy, Tafsi>r Ru>h al-Baya>n, Jil. VIII, (t.c.; t.t.: al-‘Us\maniyyah, 1330 H), h. 448. 97 Abu> al-‘Ala> ‘Affi>fi>, al-Tas}awwuf al-S|aurah al-Ru>hiyyah fi al-Isla>m (Kairo: t.p, 1964) dikutip dalam Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami> , h. 61-62. 98 42 a. Ajaran-ajaran Islam itu sendiri, karena al-Qur'an telah mengarahkan manusia untuk memiliki sifat wara', bertakwa kepada Allah, beribadah seperti shalat malam dan beberapa ajaran Islam yang termuat dalam al-Qur'an. b. Revolusi ruhani kaum Muslim terhadap sistem sosio-politik yang terjadi.99 Penyebab terjadinya perebutan kekuasan. c. Pengaruh asketisisme Nasrani yang telah ada sebelum Rasulullah saw. diutus. Namun pengaruh tersebut itu lebih cenderung kepada aspek organisasional. d. Revolusi pertentangan terhadap ilmu Fih dan Kalam.100 Faktor pengaruh Nasrani yang diungkapkan oleh Abu> al-‘Ala ‘Affifi senada dengan ungkapan Nicholson yang menyatakan bahwa kecenderungan dengan kehidupan asketis yang senang pada keheningan, memiliki persamaan dengan teoriteori Nasrani, kemudian teori tersebut berkembang secara terus menerus. Banyak ayat-ayat Injil dan sabda Yesus terkutip, ditemukan dalam karya-karya biografi sufi yang cukup tua. Begitupun peranan pendeta Nasrani sebagai guru yang memberi petunjuk dan saran dalam kehidupan asketis umat Islam.101 Namun al-Tafta>za>ni> memandang kependetaan Nasrani tidak termasuk faktor yang mempengaruhi asketis dalam Islam disebabkan dua alasan, yaitu: a. al-Qur'an dan Sunnah selalu memperlihatkan keburukan dunia dan perhiasannya serta pentingnya perbuatan yang sungguh-sungguh karena akhirat dengan balasan surga dan selamat dari neraka. Al-Taftaza>ni> menggambarkan dalam bukunya al-Madkhali ila> al-Tasawwuf, tentang revolusi ruhani yang terjadi dikalangan Muslim pada masa itu. Lihat, Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> alTafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami>, h. 68-71 99 100 Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami> , h. 61-62. 101 Reynold A. Nicholson, The Mystics of Islam, h. 8. 43 b. Nicholson sendiri telah merujuk pandangannya tentang Nasrani mempunyai dampak terhadap pembentukan gerakan asketis. Nicholson memandang bahwa ucapan-ucapan para sufi yang asketis, seperti Ibra>hi>m ibn Ad}am, Daud al-T{a‘i, alFud}ail ibn ‘Iyad dan Syaqiq al-Balkhi>, tidak menunjukkan bahwa mereka terkena dampak agama Nasrani, kecuali sedikit sekali".102 Begitu juga revolusi pertentangan antara ilmu fikih dengan ilmu kalam tidak termasuk kategori faktor yang mempengaruhi terbentuknya tarekat asketis karena masa penulisan atau munculnya ilmu fikih dan ilmu kalam agak lambat dibandingkan gerakan zuhud. Ia pun melihat bahwa kajian persoalan ilmu kalam secara sistematis ketika Mu'tazilah mulai muncul pada abad kedua hijriyah.103 Jadi anggapan revolusi pertentangan antara ilmu fikih dengan ilmu kalam ini tidak dapat dijadikan sebagai salah satu faktor lahirnya gerakan asketis. Oleh karena itu faktor yang paling mendominasi mempengaruhi gerakan asketis pada abad pertama dan kedua hijriyah dalam Islam itu murni dari agama Islam itu sendiri tanpa ada unsur lain yang mempengaruhinya. Itu disebabkan beberapa ayat-ayat al-Qur'an dan Sunnah mengungkapkan sifat dari dunia dan perhiasannya. Begitupun pergolakan sosio-politik yang terjadi di dalam Islam juga merupakan pengaruh yang menimbulkan gerakan asketis. Perkembangan gerakan asketis pada abad pertama memberikan pengaruh terhadap perkembangan sejarah pemikiran Islam pada abad kedua hijriyah, hingga di akhir abad tersebut beberapa dari mereka menawarkan beberapa konsep dari perasaan yang ditemukan dalam pendakiannya menggapai realitas tertinggi. ﺐ ا ِﻹ ِﻟﻪ ُﺣ ﱡ 102 Lihat, Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami> , h. 60 103 Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami> , h. 62 44 salah satunya, yang dipelopori oleh Rabi‘ah al-‘Adwiyah. Tidak terbatas peristilahan tersebut, menurut Mus}tafa> H{ilmi: orang yang pertama kali mengungkapkan peristilahan (kecintaan ( ﺻﻔﺎء اﻟﺬﻛﺮkejernihan zikir), ( َﲨْ ُﻊ اﳍِ ﱠﻤﺔfokus perhatian), اﳌـَ َﺤﺒﱠﺔُ واﻟﻌِ ْﺸ ُﻖ dan kerinduan), ب َواْﻷُﻧْﺲ ُ ( اﻟ ُﻘ ْﺮkedekatan dan berkasih-kasih) di atas ُ mimbar di Basrah adalah Abu> H{amzah Muh}ammad ibn Ibra>hi>m.104 Oleh karena itu dapat dianggap bahwa peristilahan yang muncul pada ُ( اﳌ ـَ َﺤﺒﱠﺔcinta), ( ﺻﻔﺎء اﻟﺬﻛﺮkejernihan zikir), ( َﲨْ ُﻊ اﳍِ ﱠﻤﺔfokus ( واﻟﻌِ ْﺸ ُﻖkecintaan dan kerinduan), ﺲ ُ ( اﻟ ُﻘ ْﺮkedekatan dan berkasihُ ْب َواْﻷُﻧ gerakan asketis seperti perhatian), kasih) merupakan konsep yang lahir dari tarekat asketis yang masih tetap terjaga sumber kemurnian ajaran Islam seutuhnya. 2. Fase perkembangan dan keemasan pada abad ketiga dan keempat hijriyah. Memasuki awal abad ketiga, perkembangan keruhaniaan Islam (tarekat) mulai jelas.105 Sebelumnya, pada abad pertama dan kedua hijriyah, masih bersifat ibadah yang mengarah pada tingkah laku yang asketis, sehingga dinamakan metode asketis. Tarekat pada abad tersebut masih murni efek dari Islam itu sendiri. Hingga memasuki abad ketiga dan keempat hijriyah, keruhaniaan Islam mulai berkembang. Jama>l Sa‘ad mengungkapkan: ١٠٦ Artinya: ِ ف ﻳـْﻨﻤﻮ ﺑﻌِﻴ ًﺪا ﻋﻦ اﳌـﺆﺛِّﺮ ...ُات اﳋَﺎ ِرِﺟﻴﱠ ِﺔ ﻟَﺘَﺄَ ﱠﺧَﺮ ُﳕُﱡﻮﻩ َ ﻟَ ْﻮ ﺗُِﺮَك اﻟﺘ َ َُ ْ َ ْ َ ْ ُ َ ُ ﱠﺼ ْﻮ Jikakalau tasawuf/tarekat dibiarkan tumbuh jauh dari pengaruh luar, maka pertumbuhan tasawuf akan sangat terbelakang. 104 Muh}ammad Mus}tafa> H{ilmi>, al-H{aya>h al-Ruh}iyyah fi> al-Isla>mi>, h. 125 105 Ummu Kalsum, Ilmu Tasawuf, (Cet. I; Makassar: Alauddin Press, 2011), h. 59. 106 Jama>l Sa‘ad Mah{mu>d Jum‘ah, fi Riya>d} al-Tasawwuf al-Isla>mi>, h. 85. 45 Ungkapan Jama>l Sa‘ad memberikan gambaran bahwa pada abad ketiga dan keempat, keruhaniaan Islam mulai tercampur dengan sistem dari luar karena perkembangan sebuah kebudayaan atau keilmuan suatu bangsa tidak terlepas dari pengaruh luar, sehingga ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan keruhaniaan Islam pada abad ketiga dan keempat hijriyah, antara lain: a. Gerakan ekspansi pada masa Umawiyah. Ekspansi tersebut meliputi wilayah Persi yang dihuni banyak orang Yahudi dan Roma, wilayah Syam yang banyak menganut agama yang berbeda-beda, wilayah Mesir yang dipengaruhi oleh kebudayaan Mesir kuno, Yunani dan Roma serta di wilayah ini juga, terutama Iskandariyah terdapat kelompok mashab filsafat dan aliran keagamaan. Begitupun pada wilayah Sindi, Bukhari, Khuwarazim dan Samarqindi.107 Sehingga ada bentuk gesekan yang timbal balik dari gerakan tersebut. b. Gerakan tarjamah (penerjemahan dari bahasa Asing ke dalam bahasa Arab). Gerakan tarjamah ini dapat digolongkan dalam tiga periode, yaitu: pertama; dimulai pada periode khalifah Umawiyah Marwan ibn al-H{ikam itu sekitar 64 65 H., kedua; dimulai pada periode Abu Ja‘far al-Mans}u>r. Cakupan terjemahan pada masa ini mulai meluas, ketiga; pada masa Ma'mu>n. Pada masa ini al-Ma'mun membentuk sekolah tarjamah yang dinamakan bait al-h}ikmah.108 Gerakan ini tidak memberikan dampak yang lebih kuat atas bercampurnya keruhaniaan Islam dengan sistem dari luar karena gerakan tarjamah ini masih terbatas pada bukubuku kedokteran.109 Hingga pada masa dinasti Abbasiyah gerakan ini diperluas dari segala bidang keilmuan. 107 Ah}mad A<min, Fajr Isla>m, (Cet. II; Beirut: al-Kita>b al-‘Arabi>, 1933) h. 84-85 108 Ah{mad fua>d al-Ahwa>ni>, al-Falsafah al-Isla>miyah, (t.c; Kairo: al-Haiatu al-Mis}riyah, 1985), h. 41 ‘Abdul al-Mu‘ti> Muh}ammad Bayyu>mi>, Madkhal ila> dira>sah al-Falsafah al-Isla>miyah, (Cet. II, Kairo, Kulliyah Us}u>l al-Din Kairo, 1998), h. 100. 109 46 Gerakan ekspansi Islam dan gerakan tarjamah mempengaruhi sedikit banyaknya kajian keruhaniaan pada fase abad ketiga dan keempat. Sehingga kajian tersebut mulai bersifat ilmiyah dan mengarah pada pendidikan yang tidak jauh dari konsep metode al-Qur'an, kehidupan Rasulullah dan sahabatnya.110 Prinsip-prinsip teoritisnya pun sudah mulai tersusun secara sistematis begitupun aturan-aturan praktisnya.111 Kebanyakan dari kalangan sufi mulai menaruh perhatian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan jiwa dan perjalanannya (sulu>k), sehingga konsep akhlak tampak disetiap ilmu dan perbuatannya. Doktrin-doktrin yang berhubungan dengan akhlak juga mendorong mereka untuk mengkaji jiwa manusia lebih dalam hingga bentuk yang terperinci yaitu kondisi perjalanan (sulu>k) mereka. Sehingga mereka terkadang membahas pemahaman tentang (z\auq) rasa, wasilah, metode,112 serta pengaruhnya bagi para sa>lik.113 Kemudian pembahasan mereka lebih luas menyangkut masalah-masalah epistemologis, yang bentuknya berkaitan langsung dengan pembahasan mengenai hubungan manusia dengan Allah swt. dan sebaliknya sehingga lahir konsep seperti fana' yang berawal dari Abu> Yazi>d al-Bist}ami>.114 Pembahasan Abu> Ya>zid al-Bist}a>mi> tersebut meluas dan diikuti oleh al-H{allaj yang melahirkan syataha>t seperti ungkapannya Ana al-H}aq. 110 Jama>l Sa‘ad Mah{mu>d Jum‘ah, fi Riya>d} al-Tasawwuf al-Isla>mi>, h. 82. 111 Ummu Kalsum, Ilmu Tasawuf, h. 60. 112 Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami> , h. 18. Alwi Shihab, al-T{asawwuf al-Isla>mi> wa A<sa>ruhu> fi> al-T{asawwuf al-Indu>ni>si> al-Mu‘a>shar, terj. Muhammad Nursamad, Islam Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya hingga Kini di Indonesia. dengan kata pengantar oleh Abdurrahman Wahid (Cet. I; Bandung: Mizan, 2001), h. 30. 113 114 Lihat, Alwi Shihab, al-T{asawwuf al-Isla>mi> wa A<sa>ruhu> fi> al-T{asawwuf al-Indu>ni>si> al- Mu‘a>shar, h. 30. 47 Ketika konsep tersebut mulai berkembang, tarekat pun mulai mengempakkan sayapnya dalam pergulatan ilmu dan mulai menampakkan perbedaan dengan ilmu Fikih baik dari sisi obyek, metodologi maupun tujuan.115 Sehingga ilmu Syariat menjadi dua corak: corak yang khusus bagi kalangan ahli Fikih dan Fatwa yang mencakup dibidang hukum seperti: ibadah, adat, dan muamalah, dan corak yang khusus bagi segolongan kelompok yang senantiasa bermujahadah, muh{asabah al- Nafs (Intropeksi keadaan jiwa), berbicara tentang (al-az\wa>q) rasa, al-mawa>jid yang nampak dalam perjalanannya dan tatacara meningkatkan rasa tersebut ke dalam rasa yang lain.116 Sehingga tatkala ilmu-ilmu ditulis dan dicetak pada masa itu. Tokoh Fikih menyusun ilmu yang berhubungan dengan Fikih dan Usul Fikih, para tokoh ahli Kalam menyusun ilmu Kalam, para ahli Tafsir menyusun ilmu Tafsir dan ilmu-ilmu yang lain. Maka tokoh dari ahli tarekat, juga menulis tentang ilmu tarekatnya.117 Ibarat lain setiap penulis buku pada masa itu, menyusun buku sesuai dengan keahlian dan kecenderungannya, maka dalam ilmu Tarekat sendiri ditulis oleh ahlinya. Itu terlihat seperti; Al-Muh}a>sibi> dalam bukunya al-Was}aya dan al-Ri‘a>yah, al-Kala>baz\i dengan al-Ta‘arruf li Maz\hab Ahl al-Tas}awwuf, al-T{u>si> dengan al-Lum‘.118 Bahkan beberapa tulisan al-Hallaj, Kitab al-Tawasin, yang ditulis di dalam penjara, membicarakan masalah kesatuan ilahi dan juga ikhwal kerasulan. Begitu 115 Jama>l Sa‘ad Mah{mu>d Jum‘ah, fi Riya>d} al-Tasawwuf al-Isla>mi>, h. 84. ‘Abdul al-Rahman ibn Khaldun, al-Muqaddimah, Tahqiq oleh ‘Abdul al-Sala>m al-Syida>di>, Ed. Khusus dalam bentuk Jilid. Jil. III, (Cet. I; Maghrib:al-Bayd}a', 2005), h. 51 116 117 Lihat, ‘Abdul al-Rahman ibn Khaldun, al-Muqaddimah, h. 51 118 Muh}ammad Mus}tafa> H{ilmi>, al-H{aya>h al-Ruh}iyyah fi> al-Isla>mi>, h. 117. 48 juga memuat pembicaraan antara Tuhan dan Iblis, ketika Iblis menolak perintah Ilahi untuk menyembah Adam.119 Buku tersebut masih dalam bentuk manuskrip. Namun hal yang sangat disesali ketika seseorang memahami peristilahan antara syariat dengan tarekat sesuatu yang terpisah, karena syariat meliputi perkataan atau hukum hati manusia beserta acuannya, sedangkan tarekat meliputi praktek yang berhubungan dengan hati dan acuannya.120 Sehingga antara syariat dan tarekat suatu kesatuan dalam keilmuan Islam. Sebagaimana telah diungkapkan pada paragraf sebelumnya bahwa kedua peristilahan tersebut merupakan tradisi pembagian keilmuan Islam.121 Itu terlihat pada sosok al-Junaid yang tetap berpegang pada al-Qur'an dan Sunnah,122 serta berpegang pada mashab Abu s\aur dalam persolan fikih.123 Bahkan ia juga berpedoman pada mashab syafi‘i yang sama sekali tidak memisahkan atau melebihkan salah satu keilmuan tersebut. Hubungan antara syariat dan tarekat yang telah diungkapkan para pendahulu tarekat seperti al-Junaid kembali dipertegas oleh al-Gaza>li> pada abad kelima hijriyah dalam bukunya, al-Munqiz\ min al-Dala>lah, ia menyatakan bahwa ilmu ini tidak sempurna kecuali menggabungkan antara syariat dengan tarekat, sehingga penggabungan tersebut diaplikasikan al-Gaza>li> di dalam bukunya ‘Ihya' al-‘Ulum al- Di>n. Lihat, H{usain ibn Mans}u>r al-H{allaj, Kita>b al-Tawa>si>n, manuskrib, dikutib oleh Annemarie Schimmel, Mystical Dimensions of Islam, h. 69. 119 120 Muhammad ibn ‘Abdul al-Kari>m al-Kisnaza>n al-H{usaini>, Mausu>‘ah al-Kisnaza>n fi> ma> Ist}alah}a ‘alaih Ahl al-Tasawwuf wa al-‘Irfa>n, h. 104 121 Lihat tesis ini, h. 27. 122 Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami> , h. 113 123 Abu> al-Qa>sim ‘Abd al-Kari>m al-Qusyairi>, al-Risa>lah al-Qusyairiyyah, Jil. II, h. 404. 49 Tidak terbatas pada pembahasan literatur-literatur tetapi pada masa alJunaid, al-Sirri al-Suqt}i>, al-Kharraz dan lain-lain itu juga berada dalam sebuah perkumpulan. Ketika itu, mereka berkumpul dengan muri>d (orang yang berkehendak memasuki tarekat dari salah satu tokoh ternama pada zaman itu) untuk dibimbing.124 Perkumpulan-perkumpulan yang mereka adakan ini merupakan cikal bakal terbentuknya tarekat-tarekat sufi dalam Islam yang dinisbahkan kepada tokoh yang mengajarkan tentang ilmu yang berhubungan dengan keruhaniaan. Tarekat-tarekat tersebut, antara lain: Tarekat al-Suqt}iyah dinisbahkan kepada al-Sirri al-Suqt}i>, Tarekat al-T{aifu>riyah oleh Abu> Yazi>d al-Bist}a>mi>, Tarekat al-Junaidiyah oleh al-Junaid, Tarekat al-Kharra>ziyah oleh Abu> Sa‘id al-Kharraz, Tarekat al-Mula>matiyah atau al-Qus}s}a>riyah oleh H{amdu>n al-Qus}s}a>r.125 Di dalam pertemuan itu, mereka mempelajari beberapa tatatertib yang disusun oleh tokoh pembesarnya. Tatatertib yang mereka susun itu masih bersifat sulit dan keras bagi kalangan masyarakat pada umumnya. Itu terlihat dari tokoh seperti, al-S{ibli>, yang pernah menduduki jabatan tinggi dalam pemerintahan yang rela meninggalkan jabatannya dan akhirnya sampai pada kerendahan hati yang dinyatakan dengan kata-kata, "Aku menganggap diriku makhluk Tuhan yang paling hina." Barulah ia diterima oleh al-Junaid.126 Tidak terbatas pada proses awal penerimaan muri>d, bahkan al-Junaid memberikan syarat bagi muri>d yang telah mengikuti tarekatnya. Ia menyatakan: 124 Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami> , h. 18 125 Muh}ammad Mus}tafa> H{ilmi>, al-H{aya>h al-Ruh}iyyah fi> al-Isla>mi>, h. 134 Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik dalam Islam, h. 127. Lihat, Reynold A. Nicholson, The Mystics of Islam, diarabkan oleh Nu>r al Di>n Syari>bah dengan judul: al S{u>fiyyah fi al Isla>m, (Cet. 126 II; Kairo: al Dauliyah li al T{aba‘ah, 2002), h. 45. 50 ١٢٧ ِ ِ ْﺚ ﻻَﻳـ ْﻘﺘَ َﺪى ﺑِِﻪ ﻫ َﺬا اﻷَﻣﺮ ِﻷَ ﱠن ِﻋ ْﻠﻤﻨَﺎ ﻫ َﺬا ﻣ َﻘﻴِ ٌﺪ ﺑِﺎ ِ َﻟﻜﺘ .ﺎب َواﻟ ﱡﺴﻨﱠ ِﺔ َ ُّ َ َ ُ َ ْﺐ اﳊَﺪﻳ ْ َُﻣ ْﻦ َﱂْ َْﳛ َﻔ ْﻆ اﻟْ ُﻘ ْﺮآ َن َوَﱂْ ﻳَ ْﻜﺘ ُْ Artinya: Barang siapa yang belum menghafal al-Qur'an dan belum menulis Hadis maka ia tidak mengikuti secara sempurna tarekat ini oleh karena keilmuan kami dikuatkan Kitab dan Sunnah. Ungkapan al-Junaid di atas menggambarkan aturan dalam tarekatnya. Ketika seseorang tidak menghafal al-Qur'an dan Hadis maka hakikatnya mereka tidak mengikuti tarekat al-Junaid, ia jauh dari tarekatnya karena dasar tarekatnya bersumber dari al-Qur'an dan Hadis. Sehingga ‘Abdul al-Mu‘t}i> melihat metodenya merupakan metode yang tidak mudah bagi setiap orang.128 Oleh karena metodenya perlu kesungguhan dalam muja>hadah dan keikhlasan dalam mengikuti perintah mursyid. Namun beberapa kalangan, karena kerumutinnya, memandang tarekat merupakan faktor penghambat kemajuan Islam karena menjauhkan diri dari usaha. Begitupun juga perihal ketika seseorang hendak masuk tarekat perlu memperhatikan tindak perilaku seorang guru tarekat karena Abu> Yazi>d al-Bist}ami> ketika hendak mengambil setetes ilmu dari seorang asketis terkenal dizamannya yang dianugrahi ilmu. Abu> Yazi>d pun memperhatikan orang tersebut, tatkala ia keluar dari rumah dan memasuki mesjid, Ia meludah menghadap kiblat maka Abu> Yazi>d berpaling dari orang tersebut tanpa memberikan salam.129 Sikap yang dilakukan oleh Abu> Yazi>d tersebut merupakan unsur yang menjadi asas seseorang dalam memilih seorang mursyid tarekat. Seorang muri>d sebelum memasuki tarekat perlu memperhatikan keadaan seorang mursyid, benarkah ia mengikuti sunnatullah dan rasul-Nya atau menyimpang dari kedua hal ini. 127 Abu> al-Qa>sim ‘Abd al-Kari>m al-Qusyairi>, al-Risa>lah al-Qusyairiyyah, Jil. I, h. 79. 128 ‘Abdul al-Mu‘ti> Muh}ammad Bayyu>mi>, Madkhal ila> dira>sah al-Falsafah al-Isla>miyah, h. 53. Lihat, ‘Abdul H{ali>m Mahmu>d, Sult}a>n al-‘Arifi>n: Abu> Yazi>d al-Bist}ami>, (Cet. II; Kairo: alMa‘arif, t.th.), h. 50 129 51 Abu> Qasim al-Junaid dan Abu> Yazi>d T{aifur al-Bist}a>mi>, adalah dua sosok yang cemerlang yang dapat menangkap imajinasi melebihi rekan-rekan sezamannya. Berdasarkan dari pengalaman yang mereka temukan, keduanya dianggap membentuk konsep yang berlawanan antara jalan yang didasarkan pada tawakkul (berserah diri) dengan jalan yang didasarkan pada malamah (limpahan kesalahan), antara mabuk dengan yang tak mabuk.130 Keduanya berbeda dalam menerapkan sebuah konsep dalam tarekatnya tetapi tujuannya sama. Tarekat al-Junaidiyyah yang dinisbahkan kepada al-Junaid berkembang di Mesopotamia yang berpusat di Bagdad, yang daerahnya meliputi Syiria hingga ke Mesir.131 Kemudian yang tetap konsisten dengan al-Junaid dijumpai aliran al-Rifa>'i dan al-Suhrawardi>.132 Munculnya tarekat yang bersumber dari tokoh al-Junaid yang dipengaruhi oleh beberapa konsep diberbagai daerah, dikembangkan dari ilmu Tasawuf Akhlak. Penamaan tasawuf akhlak ini berawal dari sufi pada abad ini, yang disusul dengan beberapa syekh-syekh tarekat yang berwawasan moral praktis dan bersandarkan kepada al-Qur'an dan Sunnah dengan penuh disiplin serta mengikuti batas-batas dan ketentuannya. Berbeda dengan Tarekat al-T{aifuri yang dinisbakan kepada Abu> Yazi>d alBist}ami>. Ia berkembang di wilayah Iran, Turki dan India,133 memungkin dijumpai dalam mata rantai dibeberapa tarekat seperti Tarekat Naqsyabandiyah.134 Begitupun J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam (t.c.; London: Oxford University Press, 1971), h. 4, Lihat, J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam, terj. Luqman Hakim, Madzhab Sufi, (Cet. I; Bandung: Pustaka, 1999), h. 4. 130 131 J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam, h. 31. 132 J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam, h. 32. 133 J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam, h. 49. 134 J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam, h. 12. 52 dengan al-H{allaj yang didominasi keadaan fana>'.135 Ia mengembangkan konsep ِ 136 اﻟﻌِ ْﺸﻖ, اﳊُﻠُ ْﻮ ُل, ﺎد ُ َا ِﻹ ّﲢ, dan اﻟﻮ ُﺟ ْﻮ ُد ُ ُ َو ْﺣ َﺪة. Akan tetapi al-H{allaj tidak dijumpai di dalam suatu silsilah sekalipun dikemudian hari ada tarekat yang mengaitkan dengan dirinya.137 Konsep-konsep mereka ini dikemudian hari dikembangkan dan lebih dikenali dengan tasawuf falsafi. Tasawuf ini merupakan perpaduan dari berbagai aliran mistik di lingkungan luar Islam, seperti mistik Hinduisme atau kependetaan Kristen ataupun teosopi dalam neo-Platonisme. Namun Alwi Syihab memandang bahwa tasawuf falsafi menurut beberapa kalangan agak sulit ditemukan dasar-dasarnya dalam ajaran Islam, justru sebaliknya lebih mudah ditemukan akarnya pada sumber-sumber asing.138 Sumber-sumber asing ini oleh ‘Atif al-Di>n,139 terdiri dari: a. Cina, pengaruh Cina berawal sebelum tahun Masehi, ketika hubungan Arab dengan Cina telah berlangsung. Hubungan ini bersifat interaksi kebudayaan diantara keduanya. Hanya saja masa tersebut belum ditulis hingga sampai abad kelima Masehi. Namun hubungan antara Muslim dengan Cina itu dimulai pada permulaan abad kedua hijriyah. b. India, dengan konsep al-Taqasysyuf (hidup sengsara), miskin, kekurangan, dan penyiksaan dari segala bentuk merupakan corak kehidupan yang dilontarkan oleh filsafat India. Pengaruh ini sangat nampak oleh kalangan ahli tarekat, hanya saja 135 Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami> , h. 126. ‘A<t}if al-Di>n, al-S}ufiyah fi> Naz}ari al-Isla>m: Dirasah wa Tah}li>l, (Cet. III; Kairo: al-Kita>b alMisriyah, 1985) h. 322. 136 137 J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam, h. 12. 138 Alwi Shihab, al-T{asawwuf al-Isla>mi> wa A<sa>ruhu> fi> al-T{asawwuf al-Indu>ni>si> al-Mu‘a>shar, h. 33 A<t}if al-Di>n, al-S}ufiyah fi> Naz}ari al-Isla>m: Dirasah wa Tah}li>l, (Cet. III; Kairo: al-Kita>b alMisriyah, 1985) h. 33-56. 139 53 konsep kehidupan ini sudah menjadi bentuk universal bagi kalangan sufi di lingkungan manapun. c. Yunani, Proses ini berawal dari keterpengaruhan filosof Muslim seperti: al-Kindi>, al-Fara>bi>, ibn Si>na', ibn T{ufail dan selainnya. Pengaruh tersebut melalui gerakan tarjamah, yang telah kami singgung sebelumnya. Beberapa corak konsep mereka seperti: neo-platonisme, pytagoras. Mereka memahami bahwa ma'rifah sebenarnya tidak berhubungan dengan indra atau akal tetapi cahaya yang Allah percikkan di hati hambanya setelah bersih dari kekeruhan kehidupan dunia dan hasrat material. d. Persi, hubungan ini melahirkan beberapa konsep dalam sufi seperti: ‘uzlah. e. Yahudi, umat yang memiliki kedekatan dengan bangsa Arab, sehingga hubungan ini melahirkan beberapa cerita Israil yang menyusut dalam pandangan mereka seperti, turunnya Tuhan ke gunung Sina. f. Dan sumbar asing Nasrani. Lebih lanjut Alwi menyikapi tentang sumber asing ini dengan memandang bahwa pengaruh sumber asing itu mesti diletakkan pada proporsi yang sebenarnya tidak dibesar-besarkan. Karena tidak layak apabila menetapkan sumber-sumber asing padahal terdapat fenomena yang justru lebih dekat kepada semangat Islam terutama dari perspektif al-Qur'an dan sunnah.140 Namun J>>. Spencer menyatakan pandangan yang agak berbeda dengan Alwi Syihab mengenai sumber asli keruhanian Islam dan sumber asing dalam bukunya The Sufi Orders in Islam. Ia menyatakan: 140 Lihat, Alwi Shihab, al-T{asawwuf al-Isla>mi> wa A<sa>ruhu> fi> al-T{asawwuf al-Indu>ni>si> al- Mu‘a>shar, h. 33 54 The nature of mysticism is shown by its manifestations within the whole setting of particular religious culture, and in Islam it is associated with and conditioned by (even though it counterbalances) recognized ritual and worship. Islamic mysticism, even in its fully developed from, cannot be regarded as a syncretism. It is true that it incorporated and welded together many different spritual insights, yet through this process of assimilation they have been canged and given a uniquely Islamic orientation. The works of the Islamic mystics cannot be studied, appreciated, and valued apart from their environment (Christian students have too frequently read their own ideas into the expressions of Muslim mystics), nor apart from their practical outcome in the works of the orders.141 Artinya: Hakikat mistisisme ditampakkan oleh manifestasi-manifestasinya di dalam seluruh tatanan suatu kultur religius tertentu, dan dalam Islam ia dikaitkan dengan dan dikondisikan oleh (sekalipun mengimbangi) ritual dan ibadah yang dikenal. Mistisisme Islam, bahkan dalam bentuknya yang telah berkembang sepenuhnya, tidak dapat dianggap sebagai suatu sinkretisme. Adalah benar bahwa ia menyatupadukan berbagai pandangan spritual yang beraneka, tetapi toh melalui asimilasi ini mereka telah diubah dan diberi orientasi Islam yang unik. Karya-karya para mistisi Islam tidak dapat dikaji, diapresiasi, dan dinilai terlepas dari lingkungan mereka (para mahasiswa Kristen telah terlalu sering membaca gagasan-gagasan mereka sendiri dalam ungkapan-ungkapan para mistisi Muslim), tidak pula terpisah dari hasil praktis mereka di dalam karyakarya ordo-ordo.142 Pandangan Alwi dan J. Spencer memberikan suatu keterangan tentang pemahaman perkembangan keruhaniaan Islam yang mampu mencapai puncak keemasan, merupakan bentuk perpaduan berbagai spritual yang beraneka ragam sehingga melahirkan konsep yang unik. Karena itu, Ketika dikaji buku-buku yang dihasilkan pada masa itu, tidak dapat terlepas dari subtansial Islam dan pengaruh asing, karena kedua faktor tersebut saling terkait. Perkembangan itu memunculkan beberapa konsep sufi yang paling menonjol, seperti: Konsep ma'rifah, moral dan fase-fase menuju Allah. 141 J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam, h. 138. 142 J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam, terj. Lukman Hakim, Madzhab Sufi, h. 140-141. 55 Oleh karena itu penulis melihat bahwa tasawuf falsafi merupakan tasawuf yang memiliki hubungan dengan Islam, tidak seyogyanya seorang menyatakan bahwa tasawuf falsafi sangat jauh dari nilai-nilai keislaman. Itu terlihat ketika pada abad kelima hijriyah seorang tokoh seperti al-Gaza>li> memadukan antara konsep tasawuf akhlak dan tasawuf falsafi meskipun al-Gaza>li> sangat cenderung dengan konsep tasawuf akhlak. Kemudian pada abad selanjutnya muncul tokoh seperti ibn ‘Arabi> yang mengikuti jejak al-Gaza>li> namun ia lebih cenderung kepada konsep tasawuf falsafi. Sehingga pada zaman ini penulis lebih cenderung menggunakan istilah tarekat perpaduan,143 disebabkan perpaduan beberapa bentuk tasawuf dan akan dijelaskan secara ringkas pada penjelasan selanjutnya. 3. Fase Perpaduan pada abad kelima dan keenam hijriyah. Telah digambarkan secara sekilas pada fase sebelumnya tentang keruhaniaan Islam yang menyebabkan terbagi dua aliran umum. Pertama: kecenderungan terhadap kemurnian Islam yang bersumber dari al-Qur'an dan Sunnah, sifatnya moderat dan lebih dikenali dengan tasawuf akhlak. Kedua: kecenderungan yang mengalir pengaruh mistik Asing yang melahirkan syat}aha>t dan konsep seperti al- hulul, al-Ittih}a>d, fana>' dan beberapa konsep yang lain. Ini lebih dikenali dengan tasawuf filsafat. Pada fase ini terjadi kompetisi antara kedua aliran tersebut, yang kemudian tampak lebih mendominasi dengan tasawuf akhlak yang lebih cenderung kepada 143 Penulis melihat fase ini adalah perpaduan dari berbagai bentuk tasawuf. Walaupun beberapa kalangan penulis dalam kajian tasawuf melihat bahwa pada fase ini lebih mendominasi tasawuf praksis dibandingkan pengetahuan kontemplatif (al-muka>syafah) yang merupakan sesuatu yang dilarang memaparkan dalam buku-buku, sekalipun ia merupakan tujuan sejati para penempuh tarekat. Lihat, J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam, h. 151. Lihat, Abu> H{a>mid al-Gaza>li>, Ih}ya' al-‘Ulum al-Din, Pengantar Tasawuf Islam dan analisa tentang kehidupan al-Gaza>li> serta filsafatnya di Ih}ya' oleh Badawi> Ahmad, Jil. I (t.c.; Semarang: Karya Toha Putra, t.th.), h. 4-5. 56 praktisi. al-Taftaza>ni melihat selama abad kelima hijriyah aliran tasawuf ‘amali> terus tumbuh dan berkembang.144 Tokohnya seperti: al-Qusyairi dengan bukunya yang terkenal al-Risalah al-Qusyairiyah dan al-Gaza>li> dengan bukunya ‘Ih{ya al- ‘Ulum al-Di>n. Kedua tokoh yang paling menonjol ini yang mengembangkan tasawuf praksis pada abad ini. Tasawuf praksis adalah konsep tasawuf yang mementingkan pengalaman-pengalaman ibadah baik secara lahiriyah mapun batiniyah. al-Gaza>li> contohnya, merupakan tokoh populer pada abad kelima. Oleh karena kedudukannya yang tinggi dalam Islam bahkan ia digelari H{ujjah al Islami>.145 Gelaran ini disebabkan karena ia mampu membuka tirai keterkeliruan oleh kalangan yang mendalami keilmuan dengan melebihkan metode yang marak dipergunakan masyarakat pada abad kelima hijriyah tersebut. Ia menyatakan: ِ و َﻏﺎﺋِﻠَﺔَ اْﳌـََﺬ ِاﻫ,ﻚ َﻏﺎﻳَﺔَ اْﻟﻌُﻠُﻮِم وأَ ْﺳﺮارَﻫﺎ أَ ْن أَﺑُ ﱠ,َﺳﺄَﻟْﺘَِﲎ أَﻳـﱡ َﻬﺎ اْﻷَ ُخ ِﰱ اﻟ ِّﺪﻳْ ِﻦ ﻚ َ ﺚ إِﻟَْﻴ َ َ َوأَ ْﺣ ِﻜﻰ ﻟ,ﺐ َوأَ ْﻏ َﻮ َارَﻫﺎ َ ََ َ ْ ِ َﻣﺎَ ﻗ ِ ِ ِ ِ ﺿ ِﻄﺮ ِِ ِ ِ ِ ِْ ص ِ َﺎﺳﻴَﺘُﻪُ ِﰱ اْﺳﺘِ ْﺨﻼ ت َﻋﻠَْﻴ ِﻪ ُ ْاﺳﺘَ َﺠَﺮأ ْ َوَﻣﺎ, َﻣ َﻊ ﺗَـﺒَﺎﻳُ ِﻦ اْﳌَ َﺴﺎﻟﻚ َواﻟﻄﱡُﺮق,اب اْﻟﻔَﺮق َ ْ اﳊَ ّﻖ ﻣ ْﻦ ﺑَـ ْﲔ إ ِ ِ ِ ﻀﻴ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ْ ﻣ َﻦ اْ ِﻹ ْرﺗ َﻔ ِﺎع َﻋ ْﻦ َﺣ ُاﺟﺘَـ َﻮﻳْـﺘُﻪ ْ َوَﻣﺎ,اﺳﺘَـ َﻔ ْﺪﺗُﻪُ أَﱠوًﻻ ﻣ ْﻦ ﻋ ْﻠ ِﻢ اْﻟ َﻜﻼَِم ْ َوَﻣﺎ,ﺼﺎ ِر َ إِ َﱃ ﻳـُ َﻔ ِﺎع اْ ِﻹ ْﺳﺘْﺒ,ﺾ اﻟﺘﱠـ ْﻘﻠْﻴﺪ ِ ِ ِ ِ ِ ِ وﻣﺎ ْازَدرﻳْـﺘُﻪُ ﺛَﺎﻟِﺜًﺎ ِﻣﻦ ﻃُﺮِق اﻟﺘﱠـ َﻔ ْﻠﺴ,ﺎﺻ ِﺮﻳْﻦ ﻟِ َﺪرِك اْﳊ ِّﻖ َﻋﻠَﻰ ﺗَـ ْﻘﻠِْﻴ ِﺪ اْ ِﻹﻣ ِﺎم ,ﻒ َ ْ َ ﺛَﺎﻧﻴًﺎ ﻣ ْﻦ ﻃُُﺮق أَ ْﻫ ِﻞ اﻟﺘﱠـ ْﻌﻠْﻴ ِﻢ اﻟ َﻘ َ ََ َ ُ ْ َ ١٤٦ ِ وﻣﺎ ارﺗَﻀﻴﺘﻪ آﺧﺮ ِﻣﻦ ﻃَ ِﺮﻳـ َﻘ ِﺔ اﻟﺘﱠﺼ ﱡﻮ ...ف ْ ْ ُ َ ُ ُْ َ ْ َ َ َ Artinya: Anda meminta kepadaku wahai saudaraku seagama, agar aku menyampaikan kepadamu puncak segala ilmu dan kerusakan mashab-mashab. Akan kuceritakan penderitaan yang kualami dalam mencari kebenaran di antara golongan-golongan yang berbeda, baik dalam metode maupun sistemnya. Dan dorongan yang membuatku bangkit dari kerendahan taqlid kepada pemikiran yang tinggi. Sebuah manfaat yang pertama kali kuperoleh dari ilmu kalam. Sesuatu yang tidak kusukai dari berbagai tarekat ahli Ta‘lim yang hanya h. 60. 144 Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami> , h. 145. 145 Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami> , h. 152. 146 Abu> H{ami>d al-Gaza>li>, al-Munqiz\ min al-Dalalah wa al-Mausu>l ila zi al‘izzah wa al-Jala>l, 57 mencari kebenaran dengan bertaqlid pada imam. Sesuatu yang kubenci dari ilmu-ilmu filsafat dan selanjutnya sesuatu yang kusukai dari tarekat tasawuf. Teks di atas menjelaskan bahwa di zaman al-Gaza>li> terdapat empat metode keilmuan yang banyak diminati masyarakat di dunia Islam dan berkembang di zamannya. Keempat bentuk metode tersebut, yaitu: metode yang berhubungan dengan ilmu kalam, metode batiniyah, metode filsafat dan metode ahli sufi. Setiap metode pokok tersebut digeluti dan dikritik oleh al-Gaza>li>. Kemudian ia melahirkan atau membentuk sebuah metode tersendiri yang mendekati dengan tarekat ahli tasawuf sebelumnya. Jami>l Sali>ban dan Ka>mil ‘Ayya>d dalam pendahuluan tahkik al-Munqiz\ min al-Dala>lah karangan al Gaza>li> menyatakan bahwa: ِ ِ اﻟْﻤ َﺬ ِاﻫﺐ اْﻷَﺳ١٤٧{ﻀ َﻼﻟَﺔ ,ﺎﺳﻴﱠﺔَ ِﰱ اﻟﺘﱠـ ْﻔ ِﻜ ِْﲑ اْ ِﻹ ْﺳ َﻼ ِﻣﻰ ض اﻟﻐََﺰ ِاﱃ ِﰱ ﻛِﺘَﺎﺑِِﻪ }اﳌـُْﻨ ِﻘ ُﺬ ِﻣ َﻦ اﻟ ﱠ َ اﺳﺘَـ ْﻌَﺮ ْ َوﻗَﺪ َ َ َ ِ ِِ ِ ِ ِ ﰒُﱠ ﻗَﺎم ﻳ ْﺪﻋﻮ اِ َﱃ ﻃَ ِﺮﻳـ َﻘﺘِ ِﻪ اْﳋﺎ ﱠ,ﺼﻮﻓِﻴﱠ ِﺔ ِ ب ِﻣ َﻦ َ ُ ََ َ ْ ﺶ ﻃُُﺮ َق اﳌـُﺘَ َﻜﻠﱠﻤ ْ َ َﻓَـﻨَﺎﻗ ُ اَﻟﱠِﱴ ﺗَـ ْﻘ ُﺮ,ﺻﺔ ْ َواﻟ ﱡ, َواْﻟﺒَﺎﻃﻨﻴﱠﺔ,ﲔ َواْﻟ َﻔ َﻼﺳ َﻔﺔ ١٤٨ ِ َ وﻟَ ِﻜﻨﱠـﻬﺎ ﺗَ ْﺸﺘَ ِﻤﻞ ﻋﻠَﻰ ﻋﻨ,ﺼﻮﻓِﻴﱠ ِﺔ .ﺎﺻَﺮ َﻛﺜِْﻴـَﺮٍة ِﻣ َﻦ اﻟﻄﱡُﺮِق اْﻷُ ْﺧَﺮى َ َ ُ َ َ ْ اﻟ ﱡ Badawi> Ahmad pun mendukung metode al-Gaza>li> dengan memberikan sebuah komentar di dalam pendahuluan buku Ih{ya’ ia menyatakan: ِ ﻳـْﻨﺒﻐِﻰ أَ ْن ﻳ ُﻜﻮ َن ﻣﻌﺮوﻓًﺎ أَﻧـﱠﻬﺎ ﻟَﻴﺴﺖ... ِ ِ ِ ﺻ ْﻮﻓِﻴﱠﺔٌ َﺧﺎ ﱠ ٌﺻ ْﻮﻓِﻴﱠﺔٌ ُﻣ ْﺴﺘَﻨِْﻴـَﺮة ُ ,ٌﺻﺔ ُ َوﻟَﻜﻨﱠـ َﻬﺎ,ﺻ ْﻮﻓﻴَﺔً اﻟْﺒَـ ْﻠﻪَ ﻣ َﻦ اْ َﻟﻌ َﻮام ُ ْ َ ْ َ ُْ ْ َ ْ َ ََ ِ ِ ِ ِ ِ َﺎﻫ َﺪةٌ ِﰱ ﻃَﻠ ﻚ اْﳉَ ﱡﺪ اﻟﱠ ِﺬى ﻳَـ ْﻘﺘَ ِﺤ ُﻢ ُﻛ ﱠﻞ َو ٍاد ِﻣ ْﻦ َ ﺻ ْﻮِل ِﻋْﻨ َﺪ َﻫﺎ ا َﱃ اْﳊَﻘْﻴـ َﻘ ِﺔ َذﻟ َ ََﺟﺎ ﱠدةٌ ُﳎ ُ َو َﺳﺒِْﻴ ُﻞ اْ ُﻟﻮ,ﺐ اْﳌـَْﻌ ِﺮﻓَﺔ ١٤٩ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِِ .ﺧ ْﺬ َﺎ َ اﳌـَْﻌ ِﺮﻓَﺔُ ﻳَـ ْﺮ:أَْودﻳﱠﺔ اْﳌـَْﻌ ِﺮﻓَﺔ َﺿ َ ْ َواْﳌـَْﻌ ِﺮﻓَﺔُ اﻟﱠِﱴ ﻗَ ْﺪ ﻳُ َﺴﻠّ ُﻢ َﺎ َوﻟَﻜﻨﱠـ َﻬﺎ ﻻَﻳُﺄ, َواْﳌـَْﻌ ِﺮﻓَﺔُ اﻟﱠِﱴ ﻳـُْﻨﻜُﺮَﻫﺎ:ﺎﻫﺎ Metode khusus yang disinyalir oleh Badawi> Ahmad, Jami>l Sali>ban dan Ka>mil ‘Ayya>d tersebut terhimpun dalam karya terakhirnya yaitu Ih{ya’ ‘Ulum al-Di>n. Buku Teks asli dalam buku ini ﱠﻼ ِل َ اﳌـُْﻨ ِﻘ ُﺬ ِﻣ َﻦ اﻟﻀ. Penulis menambahkan ta marbu>ta} h karena judul asli buku yang disusun oleh al-Gaza>li> sesuai dengan di atas. 147 148 Abu> H{ami>d al-Gaza>li>, al-Munqiz\ min al-Dalalah wa al-Mausu>l ila zi al‘izzah wa al-Jala>l, 149 Abu> H{a>mid al-Gaza>li>>, Ih}ya' al-‘Ulum al-Din, Jil. I h. 16. h. 7. 58 tersebut memuat unsur Fikih, Kalam, Batiniyah, Filsafat dan Tasawuf dan beberapa ilmu yang lain. Oleh karena itu seseorang yang ingin melihat esensi tarekat al Gaza>li> perlu menelusuri buku karangannya. Meskipun demikian J. Spencer Trimingham dalam bukunya, The Sufi Orders in Islam, tidak melihat tarekat khusus yang dikembangkan oleh al-Gaza>li>.150 Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pengaruh dari metode yang dikembangkan oleh al-Gaza>li> itu cukup besar. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Margareth Smith bahwa tidak diragukan lagi bahwa ajaran al-Gaza>li> tentang jalan mistik sangat berpengaruh bagi pendiri tarekat keagamaan sufi yang telah dengan mantap berdiri mapan dalam Islam dengan jumlah yang banyak sejak abad ke-12 M. sampai sekarang. Di antara tarekat yang terbesar ialah tarekat Qadiriyah, yang dinisbahkan kepada nama pendirinya Abd al-Qa>dir al-Jilani.151 Begitupun tarekat Rifa‘iyah,152 tarekat Suhrawardi,153 dan tokoh terbesar seorang mistik Spanyol Muhyi al-Din ibn al-‘Arabi>.154 Tidak terbatas pada tarekat atau mistik Islam bahkan meluas mampu mempengaruhi mistikus Kristen abad pertengahan seperti Dante Alighieri.155 Pengaruh metode al-Gaza>li> terhadap beberapa tarekat keagamaan Islam dan mistik Nasrani merupakan perwujudan dari salah satu tujuan al-Gaza>li> untuk membentuk harmonisasi antara Islam ortodoks dengan berbagai ajaran-ajaran mistis 150 Lihat, J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam, h. 31 dan 32. Margareth Smith, al-Ghazali The Mystic, terj. Amrouni, Pemikiran dan Doktrin Mistis Imam al Gazali (Cet. I; Jakarta: Riora Cipta, 2000), h. 231. 151 152 Margareth Smith, al-Ghazali The Mystic, terj., h. 233. 153 Margareth Smith, al-Ghazali The Mystic, terj., h. 234. 154 Margareth Smith, al-Ghazali The Mystic, terj., h. 236. 155 Margareth Smith, al-Ghazali The Mystic, terj., h. 250. 59 yang tersebar luas pada masa hidupnya. Sehingga al-Gaza>li> berfokus pada pemaduan dan penyempurnaan antara ajaran-ajaran tasawuf baik dari akhlak maupun falsafi dan berbagai ajaran lainnya, bahkan ia melaju lebih jauh ketika ruh metedologinya semakin menyerap unsur dari al-Qur’an dan Sunnah saw. serta beberapa ungkapan para asketis klasik.156 Sehingga tarekat-tarekat pasca al-Gaza>li> mengalami masa transisi yang cukup luas dalam masyarakat Islam. Bahkan tarekat yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia yaitu: Tarekat Naqsyabandiyah telah menyerap unsur metode al-Gaza>li>, meskipun tidak seutuhnya diterima secara sempurna. D. Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Telah diungkapkan pada pembahasan sebelumnya bahwa tarekat memiliki ciri khusus, yaitu memiliki dua makna terminologi yang berkesinambungan dalam kajian ilmu tasawuf Islam, pertama: tarekat suatu gambaran dari metode jiwa akhlaqi> sebagai suatu proses pelatihan dan pembentukan jiwa untuk melatih akhlak seseorang. Kedua: tarekat adalah suatu kelompok dari kalangan Islam yang berbedabeda, dibentuk sebagai sarana pelatihan ruhani dalam kehidupannya. Bentuk kedua tersebut dalam masa perkembangannya memunculkan suatu tradisi baru, yaitu: keterikatan dalam suatu kelompok atau persaudaraan tertentu dengan pengikraran bait di hadapan dari salah seorang syekh, mursyid, muqaddim, naqib, atau khalifah dan siap melaksanakan aturan yang telah ditetapkan oleh mursyid. Penamaan kelompok tersebut pun berselaras dengan nama-nama pendirinya. Begitulah sehingga Azyumardi Azra melihat bahwa kerangka organisasi 156 Lihat, Margareth Smith, al-Ghazali The Mystic, terj., h 259. 60 sufisme mengalami pergesaran fungsi. Jika pada masa-masa sebelumnya, tarekat sebagai kumpulan jaringan massa pengikut yang cenderung menekankan eskapisme dan anti kedunian, maka sejak abad ke-12, ia memberikan kerangka organisasi yang cukup solid bagi berbagai gerakan sosial.157 al-Tafta>za>ni>> dalam bukunya Madkhal ila> Tasawwuf al Isla>mi>, menyebutkan beberapa tarekat yang menonjol, antara lain: Tarekat Qa>diriyyah pendirinya Syekh ‘Abdul Qadir al Jailani>, Tarekat al Rifa>‘iyyah pendirinya Syekh Ahmad al Rifa>‘i, Tarekat al-Suhrawardiyyah pendirinya Abu> al-Najib al-Suhrawardi, Tarekat al- Syaz\iliyyah dinisbahkan kepada Abu> al-H{asan al-Syaz\ili>, Tarekat al-Ahmadiyyah yang didirikan Syekh Ahmad al-Badawi>,158 Tarekat al-Birhamiyyah dinisbahkan kepada Syekh Ibrah}i>m al Dasuqi> al-Qursyi>, Tarekat al-Syisytiyyah didirikan oleh Mu‘inuddin H{asan al-Syisyti>, dan Tarekat al-Naqsyabandiyyah yang didirikan oleh Baha’ Naqsyaband al-Bukhari.159 Kemudian Tarekat Naqsyabandiyah mengalami berbagai bentuk, seperti: tarekat al-Mujaddadiyah, al-Zubairiyah, al-Mutahhiriyah, al-I<sa>niyah, al-‘Alamiyah, al-Mura>diyah. Di Indonesia yang berkembang Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Tarekat Naqsyabandiyah Mazhariyah dan terdapat pula perpaduan antara dua tarekat yaitu: Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Tarekat-tarekat tersebut, terkhusus tarekat Naqsyabandiyah menjadi prototype dan fungsionalisasi organisasi sufisme untuk kepentingan pembaharuan Islam dengan mengangkat tema utama: “kembali kepada syariah”. Tarekat Azyumardi Azra, Islam Reformis: Dinamika Intelektual dan Gerakan, (Cet. I; Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999), h. 160. 157 158 Tarekat ini juga dikenal dengan tarekat al Badawi, oleh J. Spencer lebih menyenangi menyebutkan nama itu karena pada perkembangan selanjutnya banyak tarekat yang bermunculan dengan nama tarekat Ahmadiyyah yang tidak memiliki ikatan dengan tarekat al-Badawi>. 159 Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami>, h. 236-245. 61 Naqsyabandiyah memberikaan kerangka pembaharuan, purifikasi dan ketaatan yang lebih kuat kepada penafsiran Islam yang ketat,160 jadi wajarlah jikalau dikatakan bahwa agama Islam tidak mungkin menyebar begitu luas dan begitu lama kalau tidak ada tarekat, karena tidak akan mampu mengakar begitu kuat dalam masyarakat,161 dan penganut tarekat sepenuhnya yakin, sebagaimana diungkapkan oleh banyak anggota mereka, bahwa jalan mereka, dengan keterikatan ketatnya kepada kewajiban agama, membawa kesempurnaan kenabiaan.162 Melalui gerakan merekalah ruh-ruh keagamaan mulai dihirup yang mengandung arus berbagi bentuk tasawuf. 1. Historis Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah Tarekat Naqsyabandiyah merupakan tarekat yang sungguh-sungguh menghindari pertunjukan seni terutama musik dan sama'.163 Namun Abu Bakar Aceh melirik buku The Darvishes, karangan J. P Brown dan ia melihat bahwa kata Naqsyabandi bermakna lukisan, karena konon ia ahli dalam memberikan lukisan kehidupan yang ghaib-ghaib.164 Muh}ammad Ah}mad Darniqah menyatakan bahwa kata Naqsyabandi tersusun dari dua kata yaitu: naqsy bermakna lukisan timbul yang dibentuk pada lilin atau sesuatu yang serupa, sedangkan band bermakna terikat dan tetap tidak terhapus. 160 Azyumardi Azra, Islam Reformis: Dinamika Intelektual dan Gerakan, h. 161. Henri Chambert-Loir dkk., Le culte des saints dans le monde musulman, terj. Jean Couteau, dkk., Ziarah dan Wali di Dunia Islam (Cet. I; Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2007), h. 13. 161 162 Annemarie Schimmel, Mistical Dimention of Islam, h. 366. 163 Annemarie Schimmel, Mistical Dimention of Islam, h. 365. Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat: Uraian tentang mistik, (Cet. III; Solo: Ramadhani, 1985), h. 319. 164 62 Oleh karena itu kata tersebut mengisyaratkan pengaruh zikir dalam hati dan timbulnya zikir tersebut dalam hati.165 Begitupun ‘Abdullal Maji>d ibn Muh}ammad al-Kha>ni> mengungkapkan bahwa makna yang tersirat dari kata Naqsyaband adalah bentuk kesempurnaan hakiki dalam hati muri>d.166 Berdasar dari definisi tarekat dan naqsyabandi yang telah diungkapkan maka tarekat Naqsyabandiyah adalah sebuah kelompok persaudaraan ruhani di dunia Islam yang lebih mengutamakan zikir khafi> dalam upaya penanaman zikir dalam hati untuk mencapai kesempurnaan yang hakiki dalam hati muri>d. Beberapa kalangan seperti Abu Bakar Aceh,167 Fuad,168 Muh}ammad Ah}mad darni>qah,169 mengungkapkan bahwa pendiri tarekat Naqsyabandiyah adalah Muhammad ibn Baha>’ al-Di>n al-Naqsyabandiyah al-‘Uwaisi>. Akan tetapi berbeda yang dilihat oleh Muhammad ibn ‘Abdul al-Kari>m al-Kisnaza>n al-H{usaini170 dan J. Spencer Trimingham,171 menyatakan bahwa tradisi Tarekat Naqsyabandiyah tidak menganggap Muhammad ibn Baha>’ al-Di>n al-Naqsyabandiyah al-‘Uwaisi sebagai Muh}ammad Ah}mad Darni>qah, al Tari>qh al Naqsyabandiyah wa A‘la>muha, (t.c; t.t: Juru>s Bars, 1987), h. 11. 165 ‘Abdul al-Maji>d ibn Muh}ammad al-Kha>ni>, al-H{ada>iq al-Wardiyah fi> H{aqaiq Ajla>i alNaqsyabandiyyah, (Cet. II; Irak: Waza>rah al-Tarbiyah, 2002), h. 12. 166 Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat: Uraian tentang mistik, h. 319. kemudian ia mengutip dalam bukunya, Tarekat dalam Tasawwuf, (Cet. VI; Kelantan: Pustaka Aman Press, 1993), h. 59. 167 168 Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiah, (Cet. IV; Jakarta: Radar Jaya Offset, 2005), h. 169 Muhammad Ahmad Darni>qah, al-Tasawu>f al-Isla>mi> - al-T{ari>qah al-Naqsyabandiyah wa 23. A‘la>muh, h. 18. 170 Muhammad ibn ‘Abdul al-Kari>m al-Kisnaza>n al-H{usaini>, Mausu>‘ah al-Kisnaza>n fi> ma> Ist}alah}a ‘alaih Ahl al-Tasawwuf wa al-‘Irfa>n, h. 133. 171 J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam, h. 62. 63 pendiri. Ungkapan mereka ini dikuatkan dengan pernyataan Fakhru al-Di>n ‘Ali> ibn al-H{usain, seorang ahli sejarah, menyatakan dalam bukunya Rasyah}a>t ‘Ain al-H{ayah bahwa pendiri Tarekat Naqsyabandiyah adalah Abu> Ya‘qu>b Yusuf al-Hamda>ni>. Meskipun demikian Ah}mad Darni>qah melihat bahwa Muh}ammad Baha’ alDi>n merupakan syekh Tarekat Naqsyabandi yang tidak diperdebatkan lagi karena penamaan tarekat ini terambil dari namanya.172 Muhammad Baha' al-Di>n dianggap sebagai pendiri tarekat Naqsyabandiyah karena beliaulah yang merumuskan pertama kali sistematika zikir diam. Ia memperoleh ijazah zikir khafi ini melalui bentuk barzakhi, sebab Baha' al-Di>n lahir setelah Abdul Khaliq meninggal, dengan jarak sekitar 100 tahun.173 Disamping itu tarekat ini ditemukan beberapa penisbaan nama yang lain sesuai dengan zaman pewaris silsilah. Pada zaman Abu> Bakar al-S{iddiq hingga zaman Abu> Yazi>d al-Bist}a>mi> dinamakan Tarekat S}iddiqiyah. Pada zaman Abu> Yazi>d al-Bist}a>mi hingga Abdul Khaliq al-Ghujdwani dinamakan Tarekat T{aifu>ri>yyah. Pada zaman Muh}ammad Baha’ al-Di>n lebih dikenali dengan Tarekat Naqsyabandiyah.174 Merujuk dari ungkapan sebelumnya bahwa peristilahan tarekat yang dinisbahkan kepada tokoh pendirinya itu muncul diabad kedua hijriyah sehingga anggapan bahwa Tarekat S}iddiqiyah dizaman Abu> Bakar al-S{iddiq masih perlu dipertanyakan kebenaran penamaannya. Pada abad sembilan hijriyah, Tarekat Naqsyabandiyah tersebar di Ana>du>l dan India, kemudian terbagi menjadi tiga cabang yaitu: di Asia Tengah dan Asia Barat 172 Muhammad Ahmad Darni>qah, al-Tasawu>f al-Isla>mi> - al-T{ari>qah al-Naqsyabandiyah wa A‘la>muh, h. 18. Mustamin Arsyad, Islam Moderat: Refleksi Pengamalan Ajaran Tasawuf (Cet.I; Makassar: Baji Bicara Press, 2012), h. 113. 173 Muhammad Ahmad Darni>qah, al-Tasawu>f al-Isla>mi> - al-T{ari>qah al-Naqsyabandiyah wa A‘la>muh, h. 18. Muh}ammad ibn ‘Abdillah al-Kha>ni> al-Kha>lidi> al-Naqsyabandi>, al-Buhjah alSaniyyah, Ed. Terbaru (t.c; Turki: al-Ikhlas, 2002), h. 20. 174 64 (Turki dan India). Pada wilayah ini Tarekat Naqsyabandiyah bercabang menjadi tarekat al-Mujaddadiyah, al-Zubairiyah, al-Mutahhiriyah, al-I<sa>niyah, al-‘Alamiyah, dan di Suria lebih dikenali dengan tarekat al-Mura>diyah.175 ‘Abdul al-Maji>d ibn Muh}ammad al-Khani melihat bahwa tarekat alMujaddadiyah ini sebelumnya dinamakan Tarekat Ah{ra>riyah di bawah naungan Syekh Ah}mad al-Fa>ru>qi> al-Sirhindi> kemudian beralih menjadi tarekat Mujaddadiyah dan Muz}hiriyah yang lebih dikenali dengan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah.176 Ahmad Sirhindi salah seorang anggota Tarekat Naqsyabandiyah, yang telah mengembangkan Tarekat Naqsyabandiyah di Asia Tengah dan memainkan peranan penting dalam politik Asia Tengah selama abad ke-15, hampir semua ahli dan penyair yang berhubungan dengan istana Timurid di Heart berhimpun dengan Naqsyabandiyah, di antaranya penyair Jami‘ dan menteri Mir ‘Ali Shir Nawa’i. Pada saat yang sama, politik di Bukhara dan daerah-daerah sekitarnya sebagian besar berada di bawah pengaruh guru Naqsyabandiyah, Ubaidullah Ah}ra>r.177 ‘Ubaidullah Ah}ra>r mengangkat khalifah yang diutus ke negeri-negeri Islam lain seperti: Qazwin, Ishfahan dan Tabriz di Iran bahkan sampai ke Istanbul.178 Seorang guru yang memiliki karisma yang besar dan ketajaman politik. Begitupun Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di bawah kepemimpinan Kha>lid D{iya’ al-Di>n murid dari Syekh Ghula>m ‘Ali>, dibelakang hari biasa dipanggil 175 Muhammad ibn ‘Abdul al-Kari>m al-Kisnaza>n al-H{usaini>, Mausu>‘ah al-Kisnaza>n fi> ma> Ist}alah}a ‘alaih Ahl al-Tasawwuf wa al-‘Irfa>n, h. 133. 176 ‘Abdul al-Maji>d ibn Muh}ammad al-Kha>ni>, al-H{ada>iq al-Wardiyah fi> H{aqaiq Ajla>i al- Naqsyabandiyyah, h. 13. Annemarie Schimmel, And Muhammad is His Messenger: The Veneration of the Prophet in Islamic Piety, terj. Rahmani Astuti dan Ilyas Hasan, h. 310 177 Martin Van Bruinessen, The Tarekat Naqsyabandiyah in Indonesia - a historical, geographical, and sosiological survey, h. 53. 178 65 Maulana Kha>lid atau Kha>lid al-Kurdi>, seorang yang penuh kharisma dan telah menyebabkan Tarekat Naqsyabandiyah menyebar secara spektakuler.179 Hingga penyebaran tarekat inipun bergeser ke Timur Asia dan tersebar di Indonesia. Di Indonesia, Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah pertama kali masuk melalui Syekh Isma‘il Minangkabawi dari Mekkah pada permulaan tahun 1850-an, dan menjadi kekuatan sosial keagamaan di Nusantara. Isma‘il berasal dari Simabur di Sumatera Barat, dan telah menjalani hampir seluruh paruh pertama abad kesembilan belas untuk belajar dan mengajar di Mekkah.180 Antara tahun 1985-an, ketika pertama kali diperkenalkan di Indonesia. Tahun 1880-an, ketika ia mulai menarik perhatian Belanda, tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah telah tumbuh dan berkembang pesat dibeberapa daerah di Nusantara.181 Perkembangan dapat dilihat di Jawa melalui Abd Qadir Semarang, yang telah diangkat oleh Sulaiman al-Zuhdi menjadi seorang khalifah pada tahun 1878, dan dengan cepat berhasil menarik pengikut dalam jumlah besar di daerah asalnya, terutama dari kalangan bawah.182 Jaringan serupa di daerah Banyumas, Jawa Tengah, Jawa Barat, begitupun juga di Sumatera. Martin Van Bruinessen, The Tarekat Naqsyabandiyah in Indonesia - a historical, geographical, and sosiological survey, h. 65-66. 179 Martin Van Bruinessen, The Tarekat Naqsyabandiyah in Indonesia - a historical, geographical, and sosiological survey, h. 99. 180 Martin Van Bruinessen, The Tarekat Naqsyabandiyah in Indonesia - a historical, geographical, and sosiological survey, h. 103. 181 Martin Van Bruinessen, The Tarekat Naqsyabandiyah in Indonesia - a historical, geographical, and sosiological survey, h. 106. 182 66 2. Tradisi Tarekat Naqsyabandiyah Ajaran dasar Tarekat Naqsyabandiyah berasal dari syekh Ghujdwani. Syekh Abdul Khaliq al-Ghujdwani dikenal karena merumuskan delapan prinsip sendi-sendi ajaran Tarekat Naqsyabandiyah.183 Prinsip tersebut adalah: a. Yad kard (mengingat atau menyebut), baik zikir asma atau zat, baik zikir nafi maupun zikir isbat. Ulangilah zikir yang ditanamkan kepada diri anda, supaya anda mencapai visi yang penuh kegembiraan. Baha' al-Din mengatakan: Tujuan dalam zikir adalah bahwa hati selalu sadar akan al-Haq, sebab prakteknya menghapuskan kelalaian." b. Baz gasyt (pengendalian). Sang za>kir, ketika menunjukkan pengulangan dalam hati rasa yang penuh berkah, menyelanya dengan rasa-rasa serupa, Tuhanku, Engkau adalah Tujuanku dan keridaan-Mu adalah tujuanku, untuk menjaga pikiranpikiran seseorang dari tersesat. Guru-guru lain mengatakan bahwa ia berarti kembali, bertaubat, yakni kembali kepada al-Haq dengan cara penyesalan mendalam akibat dosa. c. Nigbab dasyt (kewaspadaan) atas pikiran-pikiran yang menyimpang ketika mengulangi rasa yang penuh berkah. d. Yad dasyt (zikir), konsentrasi atas kehadiran Ilahi dalam kondisi z\awq, rasa pendahuluan, antisipasi atau kepekaan intuitif, tanpa alat-alat bantu dari luar. e. Hosb dor dam (kesadaran sewaktu bernafas). Teknik pengendalian nafas. Sa'id Baha' al-Din;' Landasan eksternal tarekat ini adalah nafas. Orang hendaknya jangan menghembuskan nafas dalam kealpaan dan menghirup nafas dalam kealpaan. 183 Mustamin Arsyad, Islam Moderat: Refleksi Pengamalan Ajaran Tasawuf, h. 112. 67 f. Safar dor watban (melakukan perjalanan di tanah air seseorang). Ini adalah perjalanan batin, gerakan dari sifat-sifat tak terpuji menuju sifat-sifat terpuji. Orang lain merujuknya sebagai visi atau penyingkapan sisi tersembunyi. g. Nazbar bar qadam (mengamati langkah-langkah seseorang). Sa>lik (peziarah) hendaknya waspada selama perjalanannya, bentuk apapun negeri yang dilaluinya supaya pandangannya tidak disampingkan dari tujuan perjalanannya. h. Khalwat dor anjuman (kesepian dalam keramaian). Perjalanan sa>lik, sekalipun secara nyata ia didunia, tetapi batin ia bersama Tuhan. Para pemimpin tarekat telah mengatakan, “Dalam tarekat ini kebesertaan adalah keramaian dalam majelis dan kesendirian dalam khalwat”.184 Kemudian syekh Baha>’ al-Di>n al-Naqsyabandiyah mengembangkan delapan sendi tersebut yang dikemukakan oleh syekh Abdul Khaliq al-Ghujdwani dengan penambahan tiga asas ruhani. Prinsip tersebut, yaitu: a. Wuquf-i zamani (istirahat sementara). Mempertimbangkan bagaimana seseorang menghabiskan waktunya dengan benar dan jika ia mempergunakannya dengan benar maka hendaknya bersyukur. jika salah maka bertaubatlah sesuai dengan peringkat (perbuatan), sebab perbuatan baik orang yang saleh tidak sama dengan mereka yang dekat (kepada Tuhan). b. Wuquf-i ‘adadi (istirahat hitungan). Mengecek bahwa zikir hati telah diulang sebanyak yang diwajibkan, dengan mempertimbangkan pikiran-pikiran menyimpang seseorang. Syekh Baha>’ al-Di>n menyatakan: menghitung jumlah zikir adalah langkah pertama untuk mendapatkan ilmu ladunni. 184 Lihat, J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam, terj. h. 208-209. 68 c. Wuquf-i qalbi (istirahat hati). Membentuk gambaran mental hati seseorang dengan asma Tuhan bertajalli padanya, untuk menekankan bahwa hati tidak mempunyai kesadaran atau tujuan selain Tuhan.185 Sebelas ajaran tersebut terlihat Tarekat Naqsyabandiyah lebih menekankan pada zikir diam atau dengan hati (khafi>). Metode zikir khafi telah nampak pada masa sahabat Rasulullah saw. Sahabat-sahabat berbeda dalam mempraktekkan zikir, terutama bacaan dalam salat. Al-Hujwiri> mengungkapkan: ِ أَ ﱠن أَﺑﺎ ﺑ ْﻜ ٍﺮ ِﺣﲔ َﻛﺎ َن ﻳ ِ ٍ ﺼ ْﻮ ٍت َﺧ ِﻔْﻴ ُ ﻳَـ ْﻘَﺮأ,ﺼﻠِّﻰ َْ َ ُ وَﻛﺎَ َن ﻋُ َﻤ ُﺮ ﻋْﻨ َﺪ َﻣﺎ ﻳ,ﺾ َ ِ َﻛﺎ َن ﻳَـ ْﻘَﺮأُ اﻟْ ُﻘ ْﺮآ َن ﺑ,ﺼﻠّﻰ ﺑِﺎﻟﻠﱠْﻴ ِﻞ َُ َ َ ِ ِ ِ ٍ ِﺑ ٍ ِ ٍ ﺼ ْﻮت َﺧﻔْﻴ (( َﲰَ ُﻊ َﻣ ْﻦ أُﻧﺎَﺟﻰ ْ ﺾ؟ ﻗَ َﺎل )) أ َ َ ِ ﱂَ ﺗَـ ْﻘَﺮأُ ﺑ: َو َﺳﺄ ََل اﻟﱠﺮ ُﺳ ْﻮ ُل َﻋﻠَْﻴﻪ اﻟ ﱠﺴ َﻼ ُم أَﺑَﺎ ﺑَ ْﻜ ٍﺮ.ﺼ ْﻮت َﺟ ِﻬ ٍْﲑ ِ ْ ى َﲰﻌﻪ ٍِ ﻆ ْ ﺾ َو ُ َ ))أُْوﻗ: ﻓَـ َﻘ َﺎل, َو َﺳﺄ ََل ﻋُ َﻤَﺮ.اﳉَ ِﻬْﻴـَﺮ ُ ﻓَﺄَﻧَﺎ أ َْﻋ ِﺮ ُ اﳋَﻔْﻴ ُ ُ ْ َوﻳَ ْﺴﺘَ ِﻮى ﻟَ َﺪ ﱠ,ف أَﻧﱠﻪُ َﻏْﻴـ ُﺮ ﺑَﻌْﻴﺪ َﻋ ِّﲎ ِ ِ ﻓَ َﺪ ﱠل ﻫ َﺬا )ﻋﻤﺮ( ﻋﻠَﻰ اﻟْﻤﺠ,((اﻟْﻮﺳﻨﺎن وأَﻃﱠِﺮد اﻟﺸﱠﻴﻄَﺎ َن ١٨٦ ...ﺎﻫ َﺪ ِة َ َو َذﻟ,ﺎﻫ َﺪة َ ﻚ )أَﺑـُ ْﻮ ﺑَ ْﻜ ٍﺮ( َﻋﻠَﻰ اْﳌُ َﺸ َ َ ُ َ َُُ َ ْ ُ َ َْ َ Artinya: Bahwasanya Abu Bakar tatkala salat malam, ia membaca al-Qur’an dengan suara yang rendah. Adapun Umar tatkala salat, ia membaca dengan suara yang keras. Dan Rasulullah saw. bertanya kepada Abu Bakar. Kenapa engkau membaca dengan suara yang rendah? Ia menjawab: (Saya memperdengarkan siapa yang kuseru) maka saya mengenali bahwa Dia tidak jauh dariku. Sama saja bagi-Nya suara rendah ataupun keras. Dan Rasulullah saw. bertanya kepada Umar, ia berkata: (saya membangunkan orang yang tidur dan mengusir syetan), maka kondisi tersebut menunjukkan Umar dalam kondisi muja>hadah sedangkan Abu Bakar kondisi penyaksian... Kemudian direalisasikan pada akhir abad ketiga, terlihat pemahaman zikir pada tarekat al-Mula>matiyah terbagi dari empat bentuk, yaitu: zikir lisan, zikir hati, zikir sir, zikir ruh. Jika zikir ruh ini nyata maka terdiamlah sir, hati dan lisan dari berzikir dan ini dinamakan zikir penyaksian. Jika zikir sir ini nyata maka terdiamlah hati dan lisan dari berzikir dan dinamakan zikir ketakjuban. Jika zikir hati ini nyata 185 Lihat, J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam, terj. h. 209. 186 Al-Hujwiri>, Kasyf al-Mah}ju>b, (t.c; t.t: al-Iskandariyyah, 1973) h. 268. 69 maka redalah zikir lisan dari berzikir dan ini dinamakan zikir ayat-ayat dan nikmat. Jika hati lalai dari zikir maka zikir lisanpun berzikir dan ini dinamakan zikir ibadah.187 Oleh karena itu Tarekat Naqsyabandiyah mengikuti tradisi Tarekat al- Mula>matiyah berkenaan dengan zikir, mengelola wasilah dan pelantunan sama‘at dan berkonsentrasi pada zikir khafi.188 Begitupun juga persoalan silsilah dalam Tarekat Naqsyabandiyah berbeda dengan tarekat-tarekat yang lain. Dalam silsilah Tarekat Naqsyabandiyah, terdapat silsilah barzakhi atau uwaisi. Pembaitan ini biasanya melalui jalur ruhani. Bruinessen menyatakan barzakhi adalah pembaitan yang berasal dari alam barzakh, alam antara, yaitu tempat bersemayamnya ruh orang yang meninggal sebelum datangnya hari kebangkitan. Adapun uwaisi berasal dari nama Uwais al-Qarani, orang Yaman dan sezaman dengan Rasulullah saw. ia tidak pernah berjumpa dengan Rasulullah saw. ketika beliau masih hidup tetapi dipercaya telah diislamkan oleh ruh Rasulullah saw.189 Maka tercatat dalam sejarah Tarekat Naqsyabandiyah, beberapa dari guru mereka mendapatkan silsilah melalui proses barzakhi, seperti: Abu> Yazi>d al-Bist}ami>, Abu> Hasan al-Kharaqani, Abu> Ya‘qub Yusuf al-Hamdani, ‘Abd al-Khaliq alGhujdwani, dan Baha’ al-Di>n mendapat bimbingan secara ruhani dari ruh ‘Abd alKhaliq al-Ghujdwani, yang telah meninggal 100 tahun lebih sebelum kelahiran Baha’ al-Di>n.190 Oleh karena itu, Tarekat Naqsyabandiyah mendapatkan banyak kecaman dari kalangan ulama fikih maupun dari kalangan sufi itu sendiri. 187 Ibra>hi>m Basyu>ni>, Nasy'ah al-Tas}awwuf al-Isla>mi>, h. 162. 188 J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam, h. 208. Martin Van Bruinessen, The Tarekat Naqsyabandiyah in Indonesia - a historical, geographical, and sosiological survey, h. 49. 189 190 Mustamin Arsyad, Islam Moderat: Refleksi Pengamalan Ajaran Tasawuf, h. 112. 70 E. Kerangka Pikir Manusia sufi adalah manusia yang mampu mencetak dirinya dalam blue print. Rasulullah sebagai teladannya. Oleh karena itulah seorang sufi harus bisa bergaul dengan kepribadian Rasulullah saw. serta menyirami dirinya dengan kecintaan dan penedalanan Nabi saw. dan keluarganya.191 Suri keteladanan Rasulullah saw. bersumber pada Sabda Ilahi yang secara zahir di rangkum dalam sebuah mushaf. Tasawuf merupakan salah satu bentuk pengaplikasian keteladanan Rasulullah saw. Tasawuf ini berkembang dan terpecah sesuai dengan karakteristik beberapa sufi. Sufi-sufi tersebut terkenal dan membuat aturan sebagai sarana pelatihan ruhani bagi para muri>d yang mengikutinya. Muri>d yang mendapatkan kepercayaan dari seorang sufi terangkat menjadi seorang wakil (khalifah) yang ditugaskan menyebarkan ajaran-ajaran mereka di berbagai pelosok dunia. Begitupun Tarekat Naqsyabandiyah pendirinya Baha’ al-Din yang mengajarkan beberapa asas dalam tarekat tersebut. Tarekat Naqsyabandiyah merupakan bentuk tasawuf yang diorganisasikan, tumbuh dan berkembang dengan pesat di daerah Asia, terkhusus di daerah Nusantara Indonesia. Kota Palu merupakan salah satu daerah tersebut. Surau yang dibangun untuk mengaplikasikan beberapa amalan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Amalan tersebut berupa: zikir, tawajjuh, sedekah, ubudiyah, ziarah dan suluk. Amalan-amalan tersebut merupakan dasar pelatihan setiap muri>d Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang mengarahkan kepada suatu karakteristik Muhammad Sholikin, Tasawuf Aktual – Menuju Insan Kamil (Cet. I; Semarang: Pustaka Nuun, 2004), h. 23. 191 71 kesadaran spritual pribadi. Kesadaran spritual pribadi ini terlihat dari setiap Khalifah-khalifah, hingga memberikan kontribusi terhadap masyarakat. Adapun kerangka pikir yang tergambar dalam suatu bentuk bagan sebagaimana gambar dibawah ini: Allah Rasulullah Sufi Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Doktrin Teologis Doktrin Amalan Khalifah-Khalifah Pemikiran tentang amalan Kontribusi terhadap Masyarakat Kerangka Pikir BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Lokasi Penelitian 1. Jenis penelitian Jenis penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian kualitatif yakni penelitian yang bermaksud untuk mengeksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena dan kenyataan yang terjadi dengan menjelaskan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah yang diteliti.1 Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian lapangan (field research, field work). Penelitian lapangan (field research, field work) merupakan studi terhadap realitas kehidupan sosial masyarakat secara langsung.2 Oleh karena itu penelitian ini meneliti peristiwa-peristiwa yang ada di lapangan sebagaimana adanya. 2. Lokasi Penelitian. Penelitian ini berlokasi di kota Palu Sulawesi Tengah, dengan pertimbangan: Pusat pertumbuhan dan perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di bawah kepemimpinan S.S.H Amiruddin K.Y bin Moh. Khoir Hasjim al-Khalidi q.s. berawal di kota Palu. Kota Palu merupakan kota dari pemekaran Kabupaten Donggala yang telah menjadi kotamadya dan merupakan ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah dengan luas wilayah 395,06 km2. Kota Palu terbagi atas delapan kecamatan, yaitu: Kecamatan Sanafiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial (Cet. VI; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 20. 1 Lembaga Penelitian Universitas Islam Malang, Metode Penelitian Kualitatif – Tinjauan Teoritis dan Praktis, Edisi Revisi (Cet. III; Surabaya: Visipress Media, 2009), h. 60 2 72 73 Palu Barat, Kecamatan Palu Timur, Kecamatan Palu Utara, Kecamatan Palu Selatan, Kecamatan Mantikulore, Kecamatan Tatanga, Kecamatan Taweli dan Kecamatan Ulujadi.3 Berdasarkan data statistik yang ada, jumlah penduduk kota Palu sebanyak 347.856 jiwa, dengan persentase pemeluk agama kota Palu, yaitu: 80,23% Islam, 11, 67% Kristen, 2,52% Katolik, 2,31% Hindu, 3,27% Budha.4 Adapun Muballig Islam terdiri dari 295 orang, Pendeta Kristen 196 orang, Pastor Katolik 4 orang, Pemangku Hindu 3 orang, dan Pandhita 1050 orang.5 Namun adanya pemuka agama di kota Palu belum mampu meredakan gejolak kejahatan yang merebak. Itu terlihat dari banyaknya perkara tindak pidana korupsi mencapai empat perkara.6 Juga tercatat di Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, banyaknya kejahatan terhadap jiwa sekitar 1901 dan kejahatan terhadap benda sekitar 1671 perkara. Dengan demikian jumlah keseluruhan dari tindak kejahatan sekitar 3572 perkara.7 Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kota Palu sebagai organisasi tarekat muncul di tengah-tengah masyarakat Palu, sebagai sekolah yang bercorak pembinaan spiritual untuk membentuk pribudiluhur masyarakat. Tarekat ini berlokasi di kota Palu Kecamatan Palu Utara Kelurahan Kayumalue. Namun perkembangan Tarekat ini cukup signifikan yang dikemudian hari pusat tarekat ini dilokasikan di kota Jakarta. Meskipun demikian, ada satu tokoh senior bernama Satriyo Prayitno sebagai BPS 2010 Provinsi Sulawesi Tengah, h. 7. 3 BPS 2010 Provinsi Sulawesi Tengah, h. 148. 4 BPS 2010 Provinsi Sulawesi Tengah, h. 150-152. 5 BPS 2010 Provinsi Sulawesi Tengah, h. 143. 6 BPS 2010 Provinsi Sulawesi Tengah, h. 144. 7 74 khalifah pertama Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah atau pimpinan zahiriyah Palu, ia merupakan salah satu tokoh khalifah yang berperan dalam pengembangan tarekat di kota Palu. Hingga saat ini, ia masih bermukim di kota Palu dan memiliki peran yang cukup berpengaruh. Oleh karena itu peneliti memilih lokasi ini. B. Pendekatan Penelitian Penelitian ini sifatnya penelitian agama. Penelitian agama adalah penelitian tentang agama dalam arti ajaran, belief (sistem kepercayaan) atau sebagai fenomena budaya dan agama dalam arti keberagaman (religiousity), perilaku beragama atau sebagai fenomena sosial. Karena itu, diperlukan teori ilmiah yang relevan untuk penelitan agama. Dalam pembahasan ini, teori-teori ilmiah itu digunakan sebagai pendekatan sekaligus sebagai model dalam penelitan agama. Teori ilmiah itu meliputi teologi (ilmu-ilmu keagamaan), sosiologi, antropologi, psikologi, filologi (hermeneutika), sejarah dan filsafat.8 Oleh karena itu penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan yang dinilai dapat menunjang kesempurnaan data yang diharapkan. Di antara pendekatan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pendekatan teologis normatif, pendekatan yang digunakan dengan merujuk sumber pada al-Qur’an dan Hadis. 2. Pendekatan filosofis, pendekatan yang digunakan untuk mengetahui hikmah, inti atau hakekat dari suatu objek yang diteliti. Pendekatan ini digunakan untuk mengarahkan cara berfikir dalam mensistematisasi pembahasan dengan menggunakan kerangka berfikir yang ilmiah. Imam Suprayogo, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, (Cet.I; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), h. 54. 8 75 3. Pendekatan sufistik, pendekatan yang digunakan untuk melihat dan membiarkan tradisi tasawuf berbicara atas namanya sendiri menyangkut uraian yang dipaparkan. Ini adalah cara pandang spritual yang biasanya diterapkan para sufi dengan memandang segala sesuatu sebagai tanda-tanda Allah. Tandatanda inilah yang menjadi sumber inspirasi bagi para sufi, sekaligus sebagai sarana untuk menghayati dan mendekati Allah.9 4. Pendekatan Sosiologis digunakan untuk menjelaskan interaksi masyarakat dengan khalifah dalam mengembangkan kerjasama di bidang sosialkeagamaan. C. Sumber Data 1. Data Primer Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung oleh peneliti dari objek penelitian di lapangan. Dalam memperoleh data ini, peneliti berhadapan langsung dengan informan untuk mendapatkan data yang akurat, agar dalam melakukan pengolahan data tidak mengalami kesulitan. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah Khalifah-khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kota Palu. Dalam hal ini peneliti memilih tiga orang dari 12 orang khalifah di kota Palu. Adapun khalifah yang lain merupakan variabel tambahan. Ketiga orang sebagai seleksi dari beberapa khalifah yang memiliki pengaruh dalam Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, yaitu; a. Satrio Prayitno. b. Achmad Rizal c. Rusdin Salahuddin, Misykat Cahaya-cahaya: Telaah Pemikiran Tasawuf Falsafi Imam al-Ghaza>li> (Cet. I; Makassar: Alauddin Press, 2011), h. 15. 9 76 2. Data Sekunder Sumber data sekunder adalah data tambahan yang berupa tulisan, buku dan bentuk dokumen lainnya yang berkaitan dengan objek yang diteliti. Data dalam bentuk tulisan, buku dan dokumen lainnya digunakan untuk menguatkan hasil temuan di lapangan agar data tentang peranan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kota Palu dan khalifahnya dapat terungkap secara utuh. D. Instrument Penelitian Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti sendiri. Peneliti sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan dan membuat kesimpulan atas temuannya.10 Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa dalam penelitian kualitatif pada awalnya permasalahan belum jelas maka yang menjadi instrumen adalah peneliti sendiri. Tetapi setelah masalah yang dipelajari jelas, dapat dikembangkan instrumen. Untuk itu instrumen yang digunakan adalah check list, tape recorder dan kamera. E. Metode Pengumpulan Data Peneliti melakukan pengamatan langsung pada lokasi penelitian di kota Palu yakni Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Yang dimaksud pengamatan langsung yaitu : Peneliti secara langsung berinteraksi dengan jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dan Masyarakat yang berada di sekitar Pesantren Hasan Ma’shum. Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Cet. XVII; Jakarta: Raja Grafindo Persada 2010) 10 h. 306 77 Untuk mencari data yang objektif, maka peneliti menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi sebagai metode primer dan sekunder untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Adapun jenis data yang digunakan adalah data kualitatif, sebab penelitian ini berusaha untuk mengungkap keadaan yang bersifat alamiah.11 a. Observasi. Observasi dilakukan dimana segala sesuatunya disiapkan oleh petugas dan pencatatan data yang terkumpul hasil observasi dilakukan oleh observer itu sendiri. Dari alat-alat observer yang telah disiapkan.12 Oleh karena itu peneliti melaksanakan kegiatan observasi ini dalam bentuk partisipatif. Sehingga peneliti mengadakan pengamatan terhadap objek baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman observasi. Peneliti dalam hal ini, mengadakan observasi dengan mengikuti kegiatan suluk Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Begitupun peneliti mengikuti kegiatan yang dilakukan di luar suluk yaitu kegiatan yang dilakukan di rumah-rumah para jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Begitupun juga peneliti mengamati keadaan lingkungan Pajeko yang merupakan daerah pembangunan Pondok Pesantren Hasan Ma’shum b. Wawancara yaitu peneliti mengadakan wawancara, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada sumber data dengan menggunakan pedoman wawancara. Adapun pedoman wawancara tidak terstruktur. Peneliti dalam hal ini mewancarai khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dan Masyarakat yang berada di Pajeko Umam U. Dkk, Metode Penelitian Agama; Teori dan Praktek (Jakarta: Raja Grafindo, 2006), h. 70. 11 Joko Subagyo, Metode Penelitian; Dalam Teori dan Praktek (Cet. II; Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 63. 12 78 c. Dokumentasi yaitu peneliti mengumpulkan data dari beberapa dokumen-dokumen penting, seperti arsip-arsip yang mendukung kelengkapan data penelitian ini. Di dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan beberapa dokumen, antara lain: 1) Dua buku karangan mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Amiruddin. Kedua buku tersebut belum diterbitkan, namun beberapa penganut tarekat telah memperbanyak dalam bentuk kopian yang dijadikan bacaan. Buku pertama berjudul pola umum dan pola dasar dan buku kedua berjudul sistem dan metedologi beragama. 2) Data Induk Jama‘ah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah 3) Data berupa nama-nama pewaris silsilah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. 4) Data berupa tata tertib majelis zikir Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah 5) Data berupa buku karangan Djaman Nur. Buku tersebut berjudul: Tasawuf dan Tarekat Naqsyabandiyah: pimpinan Prof. Dr. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya. F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif, yakni penyusunan data untuk kemudian dijelaskan dan dianalisis serta dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data. Analisis deskriptif ini dimaksudkan untuk menemukan dan mendeskripsikan tentang peran Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dalam upaya pencerahan spritual umat di kota Palu. Penelitian ini mendeskripsikan serta menginterpretasikan secara faktual dan akurat mengenai fakta-fakta yang ada. Proses pengolahan data mengikuti teori Miles dan Huberman, sebagaimana yang dikutip oleh Sugiyono, bahwa proses pengolahan data melalui tiga tahap, yaitu reduksi data, penyajian data (display data) dan verifikasi data atau penarikan 79 kesimpulan.13 Data yang dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Reduksi data Semua data dilapangan dianalisis sekaligus dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok dan difokuskan pada masalah pokok yang dianggap penting, dicari tema dan polanya sehingga tersusun secara sistematis dan muda dipahami.14 2. Penyajian data Penyajian data yang dimaksud adalah penyajian data yang sudah disaring dan diorganisasikan secara keseluruhan dalam bentuk tabulasi dan kategorisasi. Dalam penyajian data dilakukan interpretasi terhadap hasil data yang ditemukan sehingga kesimpulan yang dirumuskan menjadi lebih obyektif. Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data biasa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya. 3. Penarikan kesimpulan atau Verifikasi data Verifikasi data, yaitu peneliti membuktikan kebenaran data yang dapat diukur melalui informan yang memahami masalah yang diajukan secara mendalam dengan tujuan menghindari adanya unsur subjektifitas yang dapat mengurangi bobot tesis. G. Pengujian Keabsahan Data Dalam penelitian kualitatif perlu ditetapkan keabsahan data untuk menghindari data yang bias atau tidak valid. Hal ini untuk menghindari adanya Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif, dan R&D (Cet. VI; Bandung: Alfabeta, 2008), h. 246. 13 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif, dan R&D, h. 14 234. 80 jawaban dan informan yang tidak jujur. Pengujian keabsahan data dalam penelitian ini menggunaka teknik triangulasi yaitu teknik pengujian keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data yang ada untuk kepentingan pengujian keabsahan data atau sebagai bahan perbandingan terhadap data yang ada. Triangulasi dilakukan dan digunakan mengecek keabsahan data yang terdiri dari sumber, metode dan waktu.15 Pengujian keabsahan data yang dilakuakan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tiga macam triangulasi, yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik dan tiangulasi waktu. 1. Triangulasi dengan menggunakan sumber yaitu dengan membandingkan dan mengecek kembali derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari lapangan penelitian melalui sumber yang berbeda. 2. Triangulasi dengan menggunakan teknik yaitu dilakukan dengan cara membandingkan hasil data observasi dengan data hasil wawancara, sehingga dapat disimpulkan kambali untuk memperoleh derajat dan sumber sehingga menjadi data akhir autentik sesuai dengan penelitian ini. 3. Triangulasi dengan menggunakan waktu dilakukan dengan cara melakukan pengecekan wawancara, observasi dalam waktu dan situasi yang berbeda untuk menghasilkan data yang valid sesuai dengan masalah penelitian.16 4. Perpanjangan pengamatan. Perpanjangan pengamatan yaitu penambahan waktu untuk mengamati kembali lokasi penelitian agar data yang masih kurang akurat dapat menjadi lebih akurat lagi. Sanafiah Faisal, Metodologi Penelitian Sosial (Cet. I; Jakarta: Erlangga, 2001), h. 33. 15 Sanafiah Faisal, Metodologi Penelitian Sosial, h. 373. 16 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah Kota Palu 1. Sejarah awal Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah pertama kali masuk di Palu melalui khalifah-khalifah Kadirun Yahya,1 pada tanggal 9 April 1991. Gelombang kedatangan Khalifah Kadirun Yahya terdiri atas: a. Gelombang pertama pada tahun 1991. Amiruddin, Kanugrahan dan Iskandar merupakan khalifah-khalifah yang pertama kali masuk di kota Palu. Gelombang pertama ini merupakan pengutusan pertama kalinya maka masyarakat Palu belum mengetahui tentang Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah sehingga hanya tiga dari masyarakat yang berbaiat pada saat itu. b. Gelombang kedua pada tahun yang sama, dua orang khalifah Kadirun Yahya diutus. Khalifah tersebut, yaitu: Satriyo Prayitno dan Abdul Fatah. Jumlah jamaah pada saat itu mencapai 50 jamaah.2 c. Gelombang ketiga yang disusul oleh Muqaddim, Syamsul dan Fathani. Pada masa ini, kegiatan dakwah para khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah semakin berkembang sehingga berdirilah sebuah surau yang berlokasi di Tondo. d. Gelombang keempat pada tahun 1993, Kadirun Yahya mengutus khalifahnya bernama M. Saleh dengan misi melakukan pelayanan kepada masyarakat melalui 1 Menurut anggapan jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang berada dalam naungan Amiruddin, Kadirun Yahya salah seorang mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah tetapi ia tidak termasuk kategori yang mewariskan silsilah. 2 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, BTN Palupi Palu, 21 Maret 2014. 81 82 pengobatan sengatan lebah yang merupakan bentuk salah satu bentuk pengobatan alternative. Bentuk pelayanan tersebut membuat masyarakat Palu mulai mengenal Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah sehingga semakin banyak orang yang masuk tarekat.3 Bulan April 1993, khalifah-khalifah yang diutus ke Palu, ditarik kembali oleh Kadirun Yahya termasuk Amiruddin. Salah satu diantaranya, yaitu M. Saleh tetap ditugaskan untuk tetap menjalankan kegiatan pelayanan pengobatan sengatan lebah kepada masyarakat hingga pada tahun 1994. Akhir tahun 1994, M. Saleh ditarik juga oleh Kadirun Yahya. Namun kegiatan dakwah tetap dilanjutkan oleh jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang ada di Palu. Begitupun juga kegiatan amalan yang diberikan, seperti: zikir, tawajuh dan ubudiyah tetap dilaksanakan oleh jamaah. Adapun kegiatan suluk tidak dilakukan karena tidak ada pimpinan zahiriyah yang ditunjuk oleh Kadirun Yahya sehingga jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang berhasrat untuk melaksanakan amalan suluk mesti mereka mengunjungi daerah yang mengadakan suluk, seperti: Samarinda, Jakarta, Tuban Gresik dan Sumatera Utara. Awal tahun 2000, jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah mendirikan lagi sebuah surau di daerah Sidera Palu tetapi surau tersebut belum dipergunakan sebagai tempat zikir dan suluk bagi jamaah secara sempurna. Pada tanggal 11 September 2001, surau tersebut dibakar oleh masyarakat setempat karena dianggap sebagai tempat kegiatan penyebaran aliran sesat yang melakukan kegiatan yang berbeda dengan cara beribadah masyarakat setempat. Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret 3 2013. 83 Pada tahun 2001, kepemimpinan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kota Palu, diamanahkan kepada Amiruddin melalui pemberian ijazah, dari garis silsilah ke-36, yakni Muhammad Khair Hasyim al-Khalidi untuk melanjutkan kepemimpinan Kadirun Yahya ketika tahun tersebut Kadirun Yahya berlindung.4 Beberapa jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah memisahkan diri dari jamaah Amiruddin dan mereka menempati surau yang ada di Tondo. Adapun alasan mereka adalah Amiruddin tidak termasuk keturunan dari Kadirun Yahya begitupun juga Amiruddin sebelumnya, tidak pernah mendapatkan izin dari Kadirun Yahya menjadi pemimpin Tarekat Naqsyabandiyah. Oleh karena itu, jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah terbagi menjadi dua kelompok. Kejadiaan yang sama di bulan Desember 2013, Amiruddin berlindung tanpa menunjuk salah seorang khalifahnya. Para jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah berbeda dalam menanggapi tentang pewarisnya. Saharuddin, anak sulung Amiruddin, menyatakan dirinya sebagai pewaris akan tetapi beberapa kalangan khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah belum mampu menerima hal tersebut.5 2. Pondok Pesantren Hasan Ma’shum Sejak Amiruddin diijazahkan pada tahun 2001 oleh Muhammad Khair Hasyim, Ia pun kembali mengunjungi Palu pada tanggal 15 Januari 2002 yang merupakan kedatangan kedua kalinya setelah ditarik oleh Kadirun Yahya pada tahun 1993. 4 Kata berlindung dipergunakan bagi seorang mursyid yang telah terpisah dengan wadahnya. Sehingga tidak tampak dalam alam materi. Namun mayoritas jamaah tarekat memahami mursyid dalam tataran materi. Oleh karena itu menjadi problematika dalam penentuan wadah mursyid tarekat ketika ia berlindung tanpa menunjuk secara jelas siapa pewarisnya. Akan dijelaskan pada problematika Mursyid Observasi Keadaan Jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Surau Kayumalue, mulai 5 bulan Maret hingga April 2014. 84 Para jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang ada di kota Palu segera mendirikan surau di jalan Batu Bata Indah. Surau tersebut didirikan dalam enam hari. Kemudian, tanggal 17 Januari 2002 menjadi tempat suluk perdana dalam sejarah berdirinya Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Palu. Surau tersebut sampai sekarang masih dijadikan tempat kegiatan zikir, tetapi kegiatan suluk belum dapat dilaksanakan kembali secara rutin sebagaimana tahun sebelumnya, karena tidak dapat menampung jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang jumlahnya sampai ratusan. Tahun 2005, didirikan lagi sebuah surau di jalan Pue Kodi Kelurahan Kayumalue Pajeko, Kecamatan Palu Utara kota Palu. Surau inilah yang diberikan nama Pondok Pesantren Hasan Ma’shum.6 Pondok Pesantren Hasan Ma’shum merupakan sekolah yang memberikan kurikulum pelatihan ruhani. Nama tersebut terambil dari nama kecil guru ruhani Amiruddin. Pondok Pesantren Hasan Ma’shum berlokasi di jalan Pue Kodi, Kelurahan Kayumalue Pejeko, Kecamatan Palu Utara, Kota Palu. Letaknya di tepi pantai sekitar 500 meter dari jalan provinsi, dengan luas lokasi 100 x 70 = 7000 m2. Pondok Pesantren Hasan Ma’shum memiliki satu bangunan utama. Bangunan utama tersebut berbentuk mesjid lebih dikenal oleh jamaah Surau Kayumalue. Bagian depan Pondok Pesantren tersebut merupakan pantai yang telah menjadi bagian dari Pondok Pesantren yang dibangun pedepokan kecil yang 6 Setelah Pusat Tarekat Nasyabandiyah Khalidiyah di bawah kepemimpinan Amiruddin dipindahkan ke Jakarta Timur, Surau ini dinamakan Surau Majelis Zikir, yang kemudian hari setelah Amiruddin berlindung, Surau ini menjadi tempat Saharuddin, pewaris mursyid oleh pandangan beberapa kalangan jamaah. Saharuddin adalah anak pertama Amiruddin. Ia mengadakan suluk perdana selama 10 hari di bulan Maret 2014. 85 dipergunakan sebagi tempat berkumpul jamaah. Di dalam bangunan tersebut dibagi dari beberapa ruangan. Keadaan ruangan tersebut, dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel 1 Keadaan Ruangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah Ruangan Kamar Guru Ruang Tamu Guru Ruang Salat dan Berzikir Ruang Pendaftaran Ruang Sekretariat Ruang Suluk Mihrab Ruang Ahlul Bait Wc Jamaah Pria Wc Jamaah Wanita NO. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah 1 1 2 1 1 2 2 1 10 8 3. Keadaan Jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kota Palu Keadaan jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kota Palu di bawah kepemimpinan Amiruddin mulai tahun 2001 hingga 2013 dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 2 Keadaan Jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah Kota Palu Tahun 2001-2013 Tahun Jenis Kelamin Keterangan/ Pendidikan Terakhir Jumlah Lk Pr NP SD SMP SMA PT 2001 83 94 41 20 32 82 30 382 2002 123 111 7 32 46 96 43 458 2003 120 114 9 42 38 93 34 450 86 2004 128 105 9 16 32 118 44 452 2005 143 115 15 84 82 63 14 516 2006 195 60 10 20 55 67 40 447 2007 151 114 25 49 66 77 46 528 2008 165 110 10 78 51 74 52 540 2009 210 100 20 30 67 103 90 620 2010 67 38 0 19 27 41 5 197 2011 46 35 1 8 15 39 8 152 2012 46 32 3 4 15 28 28 78 2013 23 24 0 12 6 19 10 47 Jumlah 1500 1052 150 414 532 900 444 4867 Berdasar dari tabel di atas, maka terlihat perkembangan jumlah jamaah tarekat di kota Palu pada tahun-tahun terakhir tidak terlalu meningkat walaupun sebelumnya mulai tahun 2001sampai dengan 2011 terlihat jumlah jamaah yang masuk dalam tahun mencapai angka ratusan. Peneliti melihat hal yang menyebabkan angka jamaah menurun karena pada tahun 2009. Pusat Yayasan Pondok Pesantren Hasan Ma’shum dialihkan ke Jakarta sehingga banyak dari masyarakat lebih memilih berbaiat di Jakarta. Adapun pengalihan pusat Yayasan Pondok Pesantren Hasan Ma‘shum disebabkan rumah pribadi Amiruddin terletak di kawasan tersebut. Mahmud Lasawedi menyatakan: Yayasan Maulana Amiruddin Sayyed Syekh H. Amiruddin Kadirun Yahya bin Muhammad Khair Hasyim al-Khalidi memiliki beberapa majelis zikir di Indonesia dan di luar negeri seperti di Malaysia dan Australia. 7 7 Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Pue Bongo Palu, 19 April 2014. 87 Adapun wilayah-wilayah di Indonesia yang merupakan naungan Yayasan Amiruddin, meliput wilayah Jakarta, Palu, Tyawa, Bangku, Toli-toli, Boul, Kendari, Tuban, Sedayu, Paciran, Pangean,8 Tombak, Daun, Siblga, Medan, Palembang dan Mataram.9 Daerah-daerah tersebut telah didirikan Majelis zikir, dalam hal ini surau untuk ditempati untuk berzikir dan suluk. Adapun daerah di kota Palu yang dijadikan tempat berzikir para jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah berdasar dari hasil observasi di bulan Maret dan April 2014, terdiri atas: a. Jalan Samudera II Lr. II no. 7 A. Rumah kediaman Rusdin. Jamaah yang sering mengikuti keluarga Rusdin yang terdiri dari Istri, dua anak laki-lakinya, dan saudara sebapak dan jamaah dari Masomba. Jamaah yang hadir di rumah ini cukup banyak mencapai 15 jamaah. Jadwal kegiatan malam Senin b. Jalan Palola no. 24 c. Jalan Kelor ujung d. Jalan Manggis. Jamaah yang hadir disetiap zikir pada daerah ini cukup banyak rata-rata lebih dari sepuluh jamaah yang datang dari daerah lain di kota Palu. Jadwal kegiatan malam Kamis e. Jalan Tanjung Manimbaya Masomba. Rumah kediaman H. Syamsuddin salah seorang khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Jamaah yang hadir di tempat ini tidak terlalu banyak hanya sekitar tujuh orang namun diwaktu-waktu lain mencapai dua puluh jamaah. Jadwal kegiatan zikir pada malam Ahad. f. Kalukubula. 8 Wilayah ini tidak lagi dilakukan amalan disebabkan petugas yang disana wafat. Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret 2013. Sumber Dokumen, Data Wilayah, dikutip tanggal 14 September 2013. 9 88 Kegiatan-kegiatan zikir berjamaah dilakukan setiap malamnya di rumahrumah yang telah ditentukan kecuali malam Selasa dan Jumat dilakukan di Surau Kayumalue Pajeko. B. Khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Kota Palu Khalifah tarekat merupakan peluncur dalam menyebarkan dan mengembangkan tarekat. Amiruddin menyatakan: Sesungguhnya khalifah itu adalah: - Wajah guru: Eksistensi seorang khalifah dihadapan jama‘ah maupun di luar jama‘ah haruslah dapat menunjukkan ajaran gurunya. Karena sesungguhnya khalifah itu mewakili gurunya. - Barisan depan daripada guru dan misi gurunya: Seorang khalifah haruslah mengambil tempat terdepan untuk memperjuangkan misi gurunya dan bertanggung jawab atas keberhasilan/ketidakberhasilan misi gurunya karena sesungguhnya misi gurunya itu adalah misi keTuhanan yang sangat mulia kedudukannya. - Pelayan daripada guru, misi gurunya, murid guru dan keluarga gurunya. Seorang khalifah haruslah mempersiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan demi untuk suksesnya misi gurunya.10 Dalam hal ini, kota Palu merupakan salah satu daerah pengembangan misi dari ajaran Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang terbesar kedua. Khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kota Palu berjumlah 13 orang. Khalifah khalifah tersebut, yaitu : 1) Andi L. Amar 2) Kaharuddin Kasim 3) Ahmad Risal 4) Mahmud Lasawedi 5) Rusdin 6) Sarman Sumber Dokumen, Pola Umum/Fatwa 1 Yayasan KH Amir KY Pondok Pesantren Hasan Ma’shum, dikutip tanggal 23 Maret 2014. 10 89 7) H. Subhan Syam 8) H. Syamsuddin 9) H. Taufik Ede 10) Bahar Umar 11) Arif 12) Puji Raharjo, dan 13) Satriyo Prayitno Khalifah-khalifah tersebut memiliki perbedaan jenjang pendidikan. Di antara ketiga belas khalifah tersebut, peneliti hanya memaparkan tiga biografi dari tiga belas khalifah sebagai bentuk gambaran kehidupan khalifah-khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu. Khalifah-khalifah itu, antara lain: 1) Satriyo Prayitno 2) Achmad Risal 3) Rusdin. Ketiga khalifah ini telah memberikan kontribusi dalam menyebarkan dan mengembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu. Satriyo Prayitno merupakan khalifah pertama dan pemimpin suluk zahiriyah di kota Palu di bawah kepemimpinan silsilah ke-37 Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Prayitno telah melalui masa transisi dari beberapa pergantian mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Para mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah itu adalah Muhammad Khair Hasjim al-Kha>lidi, Kadirun Yahya, dan saat ini Amiruddin. Achmad Risal merupakan staf ahli Amiruddin yang telah banyak menjadi pembicara dalam seminar pengenalan tentang Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu. Sedangkan Rusdin, merupakah khalifah yang aktif dibidang akademik 90 dan sering membawakan dakwah-dakwah pada masyarakat kota Palu. Oleh karena itu beberapa biografi singkat tentang khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, sebagai berikut: 1. Satriyo Prayitno Satriyo Prayitno salah seorang khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, lebih dikenal dalam jamaah tarekat dengan nama bang Pray. Ia lahir pada tanggal 1 Oktober 1959 dan mengikuti jenjang sekolah formal SD dan SMP di Gresik. Kemudian lanjut di SMA 3 Malang. Setelah sekolah menengahnya selesai, ia lanjut perkuliahan di ITB jurusan Kimia. Prayitno dilahirkan dari keluarga yang terdidik dan dibesarkan melalui naungan Muhammadiyah. Saya ini orang Muhammadiyah loh aslinya. Orang tua saya ini Muhammadiyah asli. Saya paling benci dengan tarekat. Orang tahlilan saya paling benci. Sejak kecil saya di Muhammadiyah. Keluarga saya Muhammadiyah ketat.11 Sehingga konsep kemuhammadiyaan pun ia geluti dan mengalir hingga mencapai jenjang perkuliahan. Ketika jenjang perkuliahannya masuk semester terakhir dan saat itu ia melakukan penelitian terakhir. Ia sering mengadakan diskusi bebas di Mesjid Salman bersama mahasiswa lain, seperti: mahasiswa dari Fakultas Tehnik Sipil dan Tehnik Industri. Mereka membahas tentang jamaah agama. Disaat melakukan penelitian akhir. Ada teman-teman satu kampus, itu kan anak-anak Tehnik Industri, kita kan senantiasa kumpul di Mesjid Salman disitu juga kita sering diskusi agama dengan anak Tehnik Sipil, Tehnik Industri. Saya termasuk Tehnik Kimia kumpul-kumpul di sana membahas tentang oknum agama, kan Mesjid Salman di sana tempat berkumpulnya semua aliran di sana, jadi di ITB itu selain akademisi juga spiritual juga tinggi sekali disana. Disana itu setiap hari Minggu, yang agama lain ke Gereja yang 11 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, BTN Palupi Palu, 21 Maret 2014. 91 agama Islam ke Mesjid. Di sana, kita membuat mentoring-mentoring kecilkecil. Anak SMA diajak, kita sebagai mentornya memberikan pelajaran tentang agama, pendidikan dan banyak lagi.12 Di samping itu, pengaruh eksternal yang membawanya selalu mengikuti pengajian ketika ia berada disemester akhir. Pada waktu itu, ia mengadakan praktek uji coba pelajaran kimia tentang mencampur unsur senyawa dan alat pengisap di laboratorium rusak. Sehingga reaksi kimia itu mempengaruh pikirannya, ia merasakan pikirannya blank. Hal ini yang mendorongnya mengikuti diskusi. Diskusi-diskusi dan kegiatan-kegiatan yang ia lakukan di Mesjid Salman, menyebabkan ia bertemu dengan mahasiswa-mahasiswa dari Tehnik Industri yang telah lama masuk dalam tarekat. Proses pertemuan dan diskusi itu merubah pola pemikirannya. Ia menyatakan: Saya ini orang-orang yang kesasar diketuhanan. Ketika saya ketemu dengan yang ITB itu saya berubah. Di ITB itulah yang mengubah cara berpikir saya. Disitulah kita ketemu anak-anak Tehnik Industri yang duluan masuk di tarekat, di situlah saya tertarik bagaimana agama secara kaffahnya.13 Pada tanggal 3 Mei 1986, Prayitno masuk Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Bandung melalui khalifah Kadirun Yahya. Prayitno saat itu dibaiat oleh salah seorang khalifah Kadirun Yahya sekaligus sebagai menantu Kadirun Yahya. Di dalam tarekat, Prayitno pernah menjadi khadam,14 Kadirun Yahya selama dua tahun.15 12 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, BTN Palupi Palu, 21 Maret 2014. 13 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, BTN Palupi Palu, 21 Maret 2014. 14 Khadam diartikan sebagai pelayan guru, ia selalu berada disamping guru, ketika guru membutuhkan sesuatu, dialah yang melayaninya. Diutamakan sebagai khadam jika ia masih pemuda belum menikah. 15 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, BTN Palupi Palu, 21 Maret 2014. 92 Beberapa kalangan dari jamaah tarekat menerangkan bahwa Prayitno ini merupakan tokoh senior dan pemimpin suluk zahiriyah pertama di kota Palu sehingga ia selalu berada diposisi paling ujung sebelah kiri, baik dalam salat berjamaah begitupun juga ia lebih diutamakan memimpin wirid.16 Tidak terbatas dari proses diskusi yang membuat ia lebih tertarik dengan tarekat. Namun ia melihat bahwa di dalam tarekat ada sesuatu yang khusus, tidak ditemukan dalam pendidikan formal. Karena di dalam tarekat, ada sebuah kurikulum yang dipergunakan untuk membentuk spiritual masyarakat. Keadaan itu dirasakan ketika ia sebagai khadam Kadirun Yahya.17 Sejak itu ia pun mengikuti kegiatankegiatan yang diadakan dalam tarekat. Saat ini, setelah mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang ke-37 berlindung, Ia menginginkan pembaharuan dalam tarekat, karena ia melihat kebanyakan jamaah tarekat di kota Palu hanya melihat sisi fenomena. Begitupun juga pada masa Amiruddin, pengangkatan muri>d menjadi petoto terlalu cepat dan mudah. Sehingga terdapat beberapa penyimpangan yang muncul di kalangan muri>d. Konsep pembaharuan bertujuan untuk memahamkan kepada jamaah tarekat tentang tatacara menjadi seorang pribadi berakhlak yang selalu terhubung dengan Allah sehingga dalam kesehariannya selalu berzikir akan tetapi mereka tetap menggeluti profesinya masing-masing. Ia berusaha memperkenalkan tarekat yang bertaraf modern namun asas-asasnya tetap terjaga yang bersumber dari ajaran Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Semangat itu terbentuk karena ia telah diberikan ijazah dari tiga mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dan Jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Observasi, Surau Kayumalue Palu. 16 17 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, BTN Palupi Palu, 21 Maret 2014. 93 permasalahan masyarakat. Ketiga mursyid tersebut, yaitu: Muhammad Khair Hasyim al-Kha>lidi, Kadirun Yahya dan Amiruddin.18 Mutawakkil melihat, sosok Prayitno memiliki karakter kepribadian yang santun terhadap semua masyarakat. Ia mampu memberikan santunan kepada siapa saja terlebih lagi anggota ikhwan tarekat yang mengalami kesulitan. Bahkan sifat kedermawanan pun timbul dari dalam dirinya. Ia tidak segan menambahkan sumbangan dari sedekah-sedekah jamaah tarekat sebelum menyerahkan kepada guru. Prayitno melihat bahwa sedekah mengandung unsur-unsur penyakit. Begitupun juga ketika ada lahan yang hendak dibuka pada daerah-daerah terpencil, Prayitnolah yang diutus ke sana.19 Prayitno merupakan salah satu teladan bagi jamaah tarekat. Banyak dari jamaah tarekat selalu berkonsultasi dengannya. 2. Acmad Risal Achmad Risal salah seorang khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah lahir di Pangkep 27 Juni 1962. Ia mengikuti Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama di Darul Falah Pangkep begitupun juga ia mondok karena Darul Falah merupakan sekolah yang memiliki dua fungsi yaitu sekolah yang mengajarkan studi formal di pagi hari dan sore harinya hingga malam ia mengikuti pendidikan yang bercorak keagamaan. Sebenarnya saya mondok waktu SD dan SMP Pesantren Darul Falah Pangkep. Pada waktu itu muncul gerakan munawir syazali untuk pembentukan pondok pesantren SMP jadi kita duoble ijazah. Ada ijazah SMPnya dan Sanawiahnya. Sore sampai malam, kita mengaji duduk.20 18 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, BTN Palupi Palu, 21 Maret 2014. Mutawakkil (42 tahun), Dosen tetap sejarah UNTAD, Wawancara, BTN Griya Palupi Palu, 24 Maret 2014. 19 20 Achmad Rizal (52 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, BTN Bumi Anggur Palu, 08 April 2014. 94 Setelah menyelesaikan kedua jenjang formal dan pesantren di tahun 1977, ia melanjutkan Sekolah Menengah di SMAN 3 Makassar dan menyelesaikannya pada tahun 1981. Oleh karena tidak merasa puas dengan jenjang pendidikan yang ia peroleh ketika Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama di Pangkep, ia menyempatkan diri mondok di Pesantren al-Ihya di Ciomas Bogor bagian Tahfiz alQur’an serta melanjutkan sekolah formalnya dijenjang perkuliahan di IPB Fakultas Perikanan dan menyelesaikan perkuliahan tersebut pada tahun 1987. Pada tahun itu juga, ia menjadi salah satu dosen Fakultas Peternakan dan Perikanan di Universitas Tadulako hingga saat ini.21 Ia pernah menjabat sebagai Technical Adviser di UNDP dan Directur International Organitation Denator Concerverence. Begitupun juga ia tergolong kelompok masyarakat di BTN Bumi Anggur yang memiliki perangai yang baik. Dia itu orangnya baik, ungkap tetangganya.22 Sewaktu menjabat sebagai dosen UNTAD, Achmad Rizal sering bersosialisasi dengan masyarakat. Ia sering mengikuti kajian-kajian keagamaan di Palu waktu itu, sehingga pada tahun 1991 ia mulai berkenalan dengan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah melalui ajakan temannya Arif. Pada waktu itu, kemursyidan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di bawah naungan Kadirun Yahya. …Datang teman namanya Arif sekarang doktor Arif di tempat kost ceritacerita bahwa ada pengajian yang bagus kalau mau ikut ayo ikut. Saya pikir pengajian biasa-biasa ternyata kita masuk disitu ada proses ritual tarekat seperti dibaringkan baru saya tahu ini tarekat. Tapi waktu di pesantren pernah belajar tarekat secara teori seperti Khalwatiyah, Naqsyabandiyah. Malam 21 Achmad Rizal (52 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, BTN Bumi Anggur Palu, 08 April 2014. Masyarakat, Tetangga Achmad Rizal, Observasi BTN Bumi Anggur Palu, 08 April 2014. 22 95 pertama belum masuk. Besok malamnya baru masuk atau istilahnya dibaringkan Juni 1991.23 Setelah Achmad Rizal menempuh talqin, ia belum seutuhnya menerima tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah disebabkan persolan mursyid. Ia menyatakan: Membuat lama menerima tarekat itu berhubungan dengan konsep mursyid. Lama ada pertentangan mengapa mesti ada mursyid kemudian dalam alQur’an disebutkan وﳓﻦ أﻗﺮب اﻟﻴﻪ ﻣﻦ ﺣﺒﻞ اﻟﻮرﻳﺪ24 pertentangan jiwanya lama.25 Meskipun ia belum menerima tarekat seutuhnya tetapi ia merasakan kenikmatan dalam zikir, dan kehidupan sosial para jamaah tarekat di Surau. Kebimbangan tentang konsep mursyidpun berlanjut, hingga ia menyelesaiakan program pascasarjana magister. Pada tahun 1996, ia telah menyelesaikan Program Pascasarjana Magister di Australian Meritime College (AMC) dan melanjutkan Program Doktor di Universitas of Water Loo dan menyelesaikan di tahun 2000.26 Tahun 2001, setelah pulang dari Canada baru sampaikan ikut kepada istri pada waktu itu mursyid dipegang oleh Amiruddin, dia meluruskan konsep perantara itu, dia itu bukan perantara tetapi pengantar karena ada perbedaan antara perantara dengan pengantar kalau kita kaji kembali proses bermursyid itu, maka konsep pengantar itu lebih pass, tidak mensyerikatkan Tuhan kalau kita mempresepsikannya sebagai pengantar sebab sesuai dengan makna harfiahnya al-Rasyid adalah pemberi petunjuk jadi dia menuntun kita, sejak saat itu saya full di dalam tarekat itu.27 23 Achmad Rizal (52 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, BTN Bumi Anggur Palu, 08 April 2014. 24 QS. Qa>f 50: 16. Ia melihat bahwa manusia sangat dekat Tuhan sedekat urat leher. Mengapa mesti ada perantara. D{ami>r nah{nu terdapat dua pandangan pertama; lita‘z}i>m (pengagungan), kedua; Makhluk memiliki peran dalam persoalan tersebut, sehingga peneliti melihat bahwa Achmad Risal memahami d}ami>r nah{nu pada pandangan pertama ketika belum masuk tarekat seutuhnya dan berubah memilih pandangan kedua ketika ia memahami bahwa mursyid memiliki peranan penting dalam sebuah tarekat. 25 Achmad Rizal (52 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, BTN Bumi Anggur Palu, 08 April 2014. 26 Achmad Rizal (52 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, BTN Bumi Anggur Palu, 08 April 2014. 27 Achmad Rizal (52 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, BTN Bumi Anggur Palu, 08 April 2014. 96 Di dalam tarekat, ia pernah menjabat ketua yayasan wilayah Palu begitu juga ia pernah menghadapi hubungan yang renggang dengan Amiruddin ketika ia diminta untuk membawakan seminar penanganan narkoba di kota Palu dengan menggunakan metode zikir. Namun ia tidak mengikuti permintaan tersebut. 3. Rusdin Rusdin salah satu khalifah Amiruddin. Ia dilahirkan pada tanggal 15 Desember 1968 di Rauta, Kecamatan Asera, Sulawesi Tenggara. Anak dari pasangan Husain (alm) dengan Sahriyah (almh). Pada tahun 1980, ia tamat Sekolah Dasar di SD di Bantilang, Luwu Timur. Ia melanjutkan di Sekolah Menengah Negeri 3 Palopo dan tamat pada tahun 1983. Sekitar tahun 1987, ia menamatkan PGA Negeri Palopo dan melanjutkan kejenjang perkuliahan Strata satu di IAIN Alauddin Makassar pada tahun 1991. Di masa perkuliahan, ia masuk organisasi pramuka karena merupakan salah satu minatnya sejak jenjang SD. Keikutsertaan dan aktifnya di organisasi membuat karirnya baik.28 Pada tahun 2001, ia menyelesaikan Program Magister di Universitas Negeri Makassar dan ia melanjutkan Program Doktoral hingga tahun 2013 di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Setelah menyelesaikan doktoralnya, ia diangkat oleh Rektor IAIN Palu menjadi wakil dekan bidang kemahasiswaan dan kerjasama Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.29 Selain dosen tetap di IAIN Datokarama Palu, ia juga mengajar di Universitas Terbuka mulai tahun 2003 hingga sekarang, mengajar di Universitas Muhammadiyah Palu tahun 2001 hingga sekarang, mengajar di Akfar Bina Mulia Palu tahun 2006 hingga sekarang. Selain itu, menjadi ketua unit peningkatan mutu akademik Mutawakkil (42 tahun), Dosen tetap sejarah UNTAD, Wawancara, BTN Griya Palupi Palu, 24 Maret 2014. 28 Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret 29 2013. 97 IAIN Palu tahun 2007 hingga sekarang, dan pembina UKM Muhibbul Riya>dah tahun 2007 hingga sekarang. Ia juga aktif dalam organisasi sosial dan keagamaan, seperti: Sulawesi Tengah Center sebagai pembina tahun 2010 hingga sekarang, Forum Komunikasi Polisi Masyarakat dan Ulama (FKPMU) Sulawesi Tengah tahun 2011 hingga sekarang. Sejak menyelesaikan S2, ia mengalami kegelisahan akibat pengaruh jenjang pendidikan yang ia peroleh. Sejak selesai S2, kok saya malah tambah gelisah? Mestinyakan semakin tinggi pendidikan formal seseorang, tambah tenang. Tapi saya kok gelisah? Jadi tanya diri saya. Apa yang salah dalam pendidikan saya ini, kenapa ilmu yang saya peroleh dalam S2 ini, tidak memberikan ketenangan secara batiniyah?30 Disamping itu, ia menderita ada kebocoran di hatinya dan beberapa sanak saudaranya menjadi tanggung jawab biaya kehidupannya,31 membuat kegelisahan itu semakin besar. Namun kegelisahan yang merebak dalam jiwanya tidak menjadikan dirinya terjatuh ke dalam lembah frustasi. Ia tetap berusaha menemukan jawaban dari kegelisahan tersebut. Hingga ia pun mencurahkan kegelisahannya itu kepada sanak saudaranya. Adik sepupunya yang telah lama menggeluti Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, menceritakan kepadanya tentang sebuah amalan yang mampu meredakan kegelisahan itu dan dapat mendatangkan sebuah ketenangan dalam diri seseorang. Awalnya, disampaikan adik sepupu bahwa ada kegiatan berzikir. Siapa tahu bisa menenangkan diri. Saya pun coba jalan-jalan dan bertemu dengan khalifah Amiruddin yaitu: Mahmud Lasawedi.32 Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret 30 2013. Mutawakkil (42 tahun), Dosen tetap sejarah UNTAD, Wawancara, BTN Griya Palupi Palu, 24 Maret 2014. 31 Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret 32 2013. 98 Pertemuan Rusdin dengan Mahmud Lasawedi menyebabkan unsur terkuat yang mendominasi untuk masuk dalam tarekat karena di dalam pertemuan itu, ia mendengarkan penjelasan tentang amalan dan sistem berguru dalam tarekat. Sehingga pada tahun 2004 dibulan Juli ia resmi masuk dalam Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di bawah bimbingan mursyid tarekat Amiruddin. Proses ketika ia masuk tarekat membuat ia semakin menggeluti Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah karena ia melihat sesuatu yang ganjil di awal masuknya tarekat. Ia menceritakan: Pada proses penerimaan, tidak ditemui oleh guru. Malam itu ketemu guru secara ruhani dia bimbing saya. Saya diajak ke alam ruhani dan disuruh berulang-ulang mengucapkan إﳍﻰ أﻧﺖ ﻣﻘﺼﻮدى ورﺿﺎك ﻣﻄﻠﻮﰉ. Kebersamaan saya itu secara ruhani kemudian diajak ke dalam kubah bersama-sama, disana saya melihat cahaya. Cahaya warna keemasan tetapi sumbernya tidak diketahui. Keesokan harinya kita dipertemukan guru dengan pakaian yang sama ketika melihat malamnya secara ruhani. Saya menghampiri dan duduk kemudian ia katakan baguslah kalian masuk disini dan kerjakan PRnya. Sejak itu saya mengatakan mungkin ini jalan kebenaran.33 Bahkan kebocoran di hatinya pulih.34 Oleh karena itu, hingga saat ini ia tetap konsisten dengan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dan ia pernah menjadi pengurus wilayah keagamaan Sulawesi Tengah 2010-2013 Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Ketiga khalifah yang telah digambarkan, maka jelaslah daya ketertarikan mereka sehingga menggeluti tarekat berbeda. Ketiga khalifah tersebut masuk dalam tarekat karena mengalami problema kehidupan yang menyebabkan mereka mencoba mencari akar permasalahan dan merekapun menemukan solusinya di dalam tarekat. Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret 33 2013. Mutawakkil (42 tahun), Dosen tetap sejarah UNTAD, Wawancara, BTN Griya Palupi Palu, 24 Maret 2014. 34 99 C. Peranan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Kota Palu Hubungan antara Tuhan dengan hamba jika terjalin dengan sempurna akan menghasilkan spiritual baru dalam jiwa hamba tersebut. Terasa bagaikan hembusan nafas kesegaran yang menyelimuti pikiran dan tindakan. Spiritual itu merupakan inti dari ajaran tarekat yang mencakup persoalan tatacara membentuk akhla>qul kari>mah, uswatun h{asanah, dan rah{matan li al-‘Alamin. Prayitno melihat pilar itu ada dalam Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Ia menyatakan: Sebetulnya ada tiga mata pelajaran yang kita tempuh dan jarang orang memilikinya. Inti daripada ajaran tarekat itu adalah bagaimana membentuk akhla>qul kari>mah, uswatun h{asanah, dan rah{matan li al-‘Alamin. Itu sebetulnya kata kunci dalam tarekat. Di dalam tarekat ini, inti pokoknya ada di tiga ini. Cuman dalam perkembangan itu kan orang senang fenomena. mengapa saya tertarik karena tiga pilar ini.35 Ketiga pelajaran tersebut merupakan pembahasan yang sangat penting di kalangan beberapa khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kota Palu. Ini disebabkan akhlak yang mereka tekuni adalah akhlak yang memiliki unsur ketuhanan. Setiap tindakan mereka terasa tidak terlepas dari pengawasan dan petunjuk Tuhan. Berakhlak dengan akhlak Allah (ﷲ )اﻟﺘﺨﻠﻖ ﺑﺄﺧﻼق. Hal yang serupa diungkapkan Rusdin. Kalau visi dan misinya tarekat ayah36 ini, itu membentuk pribudi luhur, membentuk pribudi luhur kemudian menjadi teladan dan berdampak rah{matan lil alamin.37 35 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 36 Ayah merupakan gelaran untuk seorang guru Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Pada hakikatnya ayah dalam peristilahan itu memiliki kandungnan dua makna berupa ayah unsur ruhani, ia yang telah memberikan pelajaran tentang cara berkomunikasi dengan Tuhan dan kata ini juga bermakna ayah dari unsur jasmani. Namun Mutawakkil melihat bahwa peristilahan ayah merupakan kata yang bersumber dari bahasa Arab yang bermakna tanda, simbol. Mutawakkil (42 tahun), Dosen tetap sejarah UNTAD, Wawancara, BTN Griya Palupi Palu, 24 Maret 2014. Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret 37 2013. 100 Akhlak atau pribudi luhur ini merupakan bentuk pengajaran Jibril as. tentang agama, lebih dikenal dengan istilah ih}san. Ih}san ini merupakan pokok pelajaran agama karena segala tindakan seseorang berada dalam sebuah kondisi yaitu ia menyembah Allah seakan-akan melihat-Nya ketika tidak melihat-Nya maka Allah Maha Mengawasi. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa kesempurnaan dari sebuah akhlak bersumber dari Allah dan pemahaman tentang-Nya. Akhlak ini tidak bisa meresap dalam jiwa seseorang sebelum mereka menundukkan hawa nafsunya terlebih dahulu.38 Penundukan hawa nafsu ini tidak berarti meniadakan keinginan-keinginan yang muncul dari hawa nafsu tersebut sehingga seseorang tidak berkeinginan lagi terhadap sesuatu yang berhubungan duniawi akan tetapi penundukan ini bermakna pengontrolan dalam diri dalam menghadapi keinginan-keinginan tersebut. Prayitno menyatakan: Seseorang tidak akan mampu menundukkan hawa nafsunya tanpa melalui sebuah metode, dan metode yang paling tepat untuk menudukkan hawa nafsu adalah mengenal Tuhannya.39 Amiruddin menyatakan: Yang dapat membuat nafsu terpimpin adalah dengan amanah yang datang dari sisi Allah swt. (High dimention commands low dimention / dimensi yang tinggi menguasai dimensi yang rendah: hukum fisika) dan pelaksanaannya harus mempergunakan metedologi/amalan yang juga dari Allah swt.40 Oleh karena itu tarekat lebih dekat dengan makna sebuah metode atau sistem dan tidak dapat dikategorikan sebagai aliran. 38 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 39 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. Sumber Dokumen, Pola Umum/Fatwa 1 Yayasan KH Amir KY Pondok Pesantren Hasan Ma’shum, dikutip tanggal 23 Maret 2014. 40 101 ِ 41 Tarekat itu adalah metode, ﺎﻫ ْﻢ َﻣﺎءً َﻏ َﺪﻗًﺎ ُ َﻷﺳ َﻘْﻴـﻨ ْ اﺳﺘَـ َﻘ ُﺎﻣﻮا َﻋﻠَﻰ اﻟﻄﱠ ِﺮﻳ َﻘﺔ ْ َوأَن ﻟﱠ ِﻮ, “siapa yang berdiri dalam metode yang benar maka Allah akan curahkan karunia seperti hujan yang lebat turun dari langit”.42 Orang mengartikan tarekat itu adalah aliran, makanya salah, kalau saya menyatakan tarekat itu sebuah metode, metode untuk menjolok atau mendatangkan karunia Allah, itulah tarekat, sebuah metode, sebuah sistem terutama sistem bagaimana diri kita itu konnek dengan Tuhan, intinya itu connect, coba saja kamu connect dengan satelite, pasti segala informasi itu kamu dapatkan, di rumahmu saja ada wifi bisa menjelajah di dunia maya, bagaimana kalau dalam dirimu ada wifi Tuhan?43 Wifi Tuhan ini merupakan ibarat untuk mendekatkan pemikiran bahwa seseorang yang memiliki unsur ketuhanan dalam jiwanya akan lebih mudah mengetahui beberapa informasi yang muncul, terkhusus lagi informasi tentang Tuhan itu sendiri. Sehingga terlihat dalam pemikiran para jamaah tarekat menyatakan bahwa: َ ف ﻧَـ ْﻔ َﺴﻪُ ﻗَ ْﺪ َﻋَﺮ َ ( َﻣ ْﻦ َﻋَﺮsiapa ُف َرﺑﱠﻪ yang mengenali dirinya maka telah mengenal Tuhannya). Ketika seseorang kenal Tuhan, apakah tindakannya tidak berubah kepada sesuatu yang lebih positif? Unsur ketuhanan tak lain adalah ruh ketuhanan yang ditiupkan pada jasad sesuai dengan firman Allah ِ وﻧَـ َﻔﺨﺖ ﻓِ ِﻴﻪ ِﻣﻦ ر وﺣﻲ ُ ْ َ ُ ْ (dan saya telah meniupkan kedalam dirinya ruhku).44 Ruh inilah yang di dalamnya ada wasilah yang mampu mengenal Tuhan. Ruh inilah yang diberikan potensi kepada seorang melalui talqin. Prayitno menyatakan: Bagaimana proses kenal Tuhan itu? Untuk mengenal Tuhan dia harus berguru pada seseorang yang benar-benar pewaris rasul. Cari gurunya dari gurunya guru sampai ke Rasulullah. Inilah makna اﻟﻌﻠﻤﺎء ورﺛﺔ اﻷﻧﺒﻴﺎءitu sebetulnya. Nah kalau sudah menemukan itu, kenapa kita harus menemukan orang yang 41 Ayat yang diungkapkan ini merupakan firman Allah: QS al-Jin 72: 16. 42 Curahan karunia bagaikan hujan yang lebat dari langit merupakan kondisi yang ia rasakan dalam berzikir, tidak terbatas dari kondisi tersebut tetapi mampu mencerdaskan seseorang ketika karunia itu mengalir dalam jiwanya. Apa tidak dicerdaskan ketika potensi nur Allah hidup di nafs na>tiq, ungkap prayitno. Nafs na>tiq terletak pada ubun-ubun. 43 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret 44 2013. 102 waliyan mursyidan? Karena di dalam diri seorang guru waliyan mursyidan itu di dalamnya ada mursyid. Mursyid itu bukan orang yah. Mursyid itu adalah nur, Nur Allah yang ditanamkan pada seseorang yang dikehendaki oleh Allah. itulah yang dikenali dengan waliyan mursyidan atau اﻟﻌﻠﻤﺎء ورﺛﺔ اﻷﻧﺒﻴﺎء. Nur yang dimaksud bukan cahaya-cahaya begini.45 Nur itu adalah sebuah potensi yang bisa mendatangkan ketenangan kekhusyuan dan dia tidak berbentuk وﱂ ﻳﻜﻦ ﻟﻪ ﻛﻔﻮا أﺣﺪ, yah tidak berbentuk.46 Ruh ketuhanan atau mursyid yang ada dalam diri rasul dan waliyan mursyidan ini, merupakan unsur utama dalam proses mengenal Tuhan. Sehingga seseorang yang ingin lebih mengenal Tuhan perlu berguru dari seorang yang waliyan mursyidan. Berguru kepada seorang waliyan mursyidan, merupakan salah satu metode awal untuk mengenal dan mencapai kebersamaan dengan Tuhan. Mahmud Lasawedi sering menyebutkan keutamaan seorang guru di dalam suluk. Dalam hal ini, kebersamaan muri>d dengan seorang guru mampu membawa seorang salik sampai kepada Allah: ٤٧ ِ ِ ِ ﱠﻬ ْﻢ ﻳـُ ْﻮ ِﺻﻠُ ُﻜ ْﻢ إِ َﱃ ﷲ ُ ﻓَ ُﻜ ْﻦ َﻣ َﻊ ﷲ ﻓَِﺈ ْن َﱂْ ﺗَ ُﻜ ْﻦ َﻣ َﻊ ﷲ ﻓَ ُﻜ ْﻦ َﻣ َﻊ َﻣ ْﻦ َﻛﺎ َن َﻣ َﻊ ﷲ ﻓَِﺈﻧـ Sertakan ruhmu bersama Allah jika kamu tidak mampu bersama Allah maka jadikan ruhmu bersama orang yang bersama dengan Allah maka ia akan membawamu menuju Allah.48 Berdasar dari ungkapan tersebut, mereka menjadikan sebagai dalil untuk menguatkan keutamaan mencari seorang guru yang waliyan mursyidan. 45 Cahaya yang sifatnya dilihat oleh indra penglihatan berupa cahaya matahari, lampu dan lain-lain sebagainya karena ketika mengungkapkan kata ini ia menunjukkan sekitarnya. 46 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 47 Mahmud Lasawedi mengungkapkan bahwa ungkapan ini merupakan salah satu hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Abu Daud, namun setelah mentakhrij hadis tersebut, tidak ditemukan dalam sunan Abu Daud tetapi ungkapan ini disebutkan di dalam buku Bari>qah Mah}mudiyah karangan Abu> sa‘id al-Kha>dimi> dan merupakan salah satu bentuk penafsiran Ta>j al-Di>n tentang ayat wa ku>nu> ma‘a al-S}a>diqin. Ta>j al-Di>n merupakan salah satu jamaah Tarekat Naqsyabandiyah. Ungkapan ini juga dijadikan sebagai dalil tentang keutamaan mencari seorang mursyid. 48 Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Observasi Penjelasan Tatacara Suluk, Surau Kayumalue Palu, 19 Juli 2013. 103 Sehingga dapat dikatakan bahwa tarekat merupakan sistem seseorang terpimpin.49 Sistem tersebut mampu mendatangkan karunia-karunia Allah di dunia untuk kepentingan pribadinya dan untuk kepentingan orang banyak.50 Oleh karena itu, eksistensi tarekat tidak terlepas dari peran mursyid, muri>d dan baiat yang dijadikan tali pengikat antara mursyid dan muri>d. Ketiga hal ini memiliki peran dalam Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Peran tersebut terdiri atas: 1. Peranan Mursyid Para kalangan jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah memahami bahwa tidak akan mampu seseorang untuk bertarekat dengan menggunakan metodenya sendiri, karena perjalanan yang ditempuh sulit dan bercabang. Seorang muri>d perlu berusaha keras untuk melawan musuhnya. Musuh-musuh tersebut, yaitu: setan-setan, nafsu dan kesenangan. Pada posisi tersebut, kedudukan mursyid menempati posisi penting dan menentukan. Mursyid bukan hanya memimpin, membimbing dan membina muri>d- muri>dnya dalam kehidupan lahiriah dan pergaulan sehari-hari supaya tidak menyimpang dari ajaran-ajaran Islam dan terjerumus lebih jauh ke dalam, seperti: berbuat dosa besar atau dosa kecil, tetapi juga memimpin, membimbing dan membina muri>d- muri>dnya melaksanakan kewajiban yang ditetapkan oleh syariat dan melaksanakan amal-amal sunnah untuk bertaqarrub kepada Allah. 49 Konsep seorang terpimpin merupakan pemahaman yang mengakar dalam diri Prayitno. Konsep tersebut penyebab ia mengungkapkan bahwa konsep wah}da al-wujud adalah bentuk kebersamaan dengan Allah. Namun ungkapan-ungkapan semacan ini merupakan bentuk orang yang menyombongkan diri karena ia tidak melihat realitas kecuali satu, sehingga ia lebih senang dengan ungkapan terpimpin karena lebih mendominasi sifat tawadu dalam diri. Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, BTN Palupi Palu, 21 Maret 2014. 50 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, BTN Palupi Palu, 21 Maret 2014. 104 Sehingga mursyid memiliki beberapa peran, yaitu: a. Menyucikan jiwa muri>d dari unsur pengaruh zahir. Penyucian ini, seperti: berzina, mencuri, korupsi, dan beberapa tindakan yang menyalahi aturan agama atau etika. Jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah merasakan keterbimbingannya dengan gurunya. Hal ini dirasakan oleh jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah RSA51, Ia mengatakan: Suatu ketika saya ke hotel di Jakarta tempat bordir, di sana saya masuk dan sudah di atas perut wanita, lalu muncul teguran, seketika itu saya tampar wanita itu lalu melompat keluar jendela.52 Keadaan lain yang ia juga rasakan ketika memegang uang negara. Waktu itu saya diberikan tanggung jawab untuk memegang uang dinas pendapatan. Dan hasrat untuk dibelanja membludak untuk kepentingan pribadi, namun terjadi perdebatan sehingga sayapun berteriak untuk tidak mengurangi sepersenpun.53 Begitupun yang dirasakan INR, salah satu jamaah tarekat yang masuk pada tahun 2004. Ia mengatakan: Suatu ketika saya hendak untuk bermain-main malam,54 tetapi niat saya itu dialihkan dengan perbuatan yang lain jadi niatnya untuk main-main malam itu tidak dilakukan.55 b. Menyucikan jiwa muri>d dari unsur pengaruh batin. Amiruddin mengatakan: 51 Peneliti mempergunakan inisial, untuk menjaga sosok seseorang dan peneliti memberikan inisial untuk beberapa informan. RSA, Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Surau Kayumalue Palu, 18 Maret 2014. 52 RSA, Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Surau Kayumalue Palu, 18 Maret 2014. 53 54 Main malam disini yang dimaksudkan informan adalah segala bentuk kegiatan malam. INR, Jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Surau Kayumalue, 20 55 Maret. 105 Disamping memimpin yang bersifat lahiriyah, Waliyam Mursyida adalah juga pemimpin kerohaniaan bagi murid-muridnya, menuntun dan membawa muridmuridnya kepada tujuan thariqatullah guna mendapatkan ridlo Allah swt. Oleh karena itu waliyam mursyida pada hakekatnya adalah sahabat rohani yang sangat akrab sekali dengan rohani muridnya yang bersama-sama tak berceraiberai, beriring-iringan berimam-imam melaksanakan dzikrulloh dan ibadat lainnya menuju kehadirat Allah swt. Persahabatan itu tidak saja semasa hidupnya di dunia, tetapi persahabatan rohaniah ini tetap berlanjut sampai ke akhirat walaupun salah seorang telah mendahului berpulang ke rahmatullah, dan telah sederatan duduknya dengan para wali Allah yang sholeh.56 Bimbingan secara ruhani dapat dilihat dari ungkapan Rusdin ketika ia dibaiat. Malam ketika ia bertemu dengan guru Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah secara ruhani.57 Dia dibimbing dan diajak ke alam ruhani kemudian disuruh berulangulang mengucapkan إﳍﻰ أﻧﺖ ﻣﻘﺼﻮدى ورﺿﺎك ﻣﻄﻠﻮﰉ. Kebersamaan dia itu secara ruhani kemudian diajak ke dalam kubah bersama-sama, disana dia melihat cahaya. Cahaya warna keemasan tetapi sumbernya tidak diketahui.58 Perasaaan jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah tersebut telah menjadi pemahaman tersendiri baginya. Ia memahami bahwa mursyid merupakan tiang penopang seorang muri>d dalam perjalananya. Keadaan yang serupa dengan pernyataan Abu> Yazi>d al-Bist}ami> salah seorang sufi ternama dalam salah satu karya al-Qusyairi> menyatakan: ِ ﰒُﱠ َِﳚﺐ ﻋﻠَﻰ اْﳌ ِﺮﻳ ِﺪ أَ ْن ﻳـﺘَﺄَ ﱠد َﻣ ْﻦ َﱂْ ﻳَ ُﻜ ْﻦ:ُﺳﺘَﺎذٌ ﻻَﻳـُ ْﻔﻠِ ُﺢ أَﺑَ ًﺪا َﻫ َﺬا أَﺑـُ ْﻮ ﻳَِﺰﻳْ ُﺪ ﻳَـ ُﻘ ْﻮ ُل ْ ﻓَِﺈ ْن َﱂْ ﻳَ ُﻜ ْﻦ ﻟَﻪُ أ:ب ﺑِﺸْﻴ ٍﺦ َ َ ُْ َ ُ ,ُﺳﺘَﺎذٌ ﻓَِﺈ َﻣﺎ ُﻣﻪُ اﻟﺸْﱠﻴﻄَﺎ ُن ْ ﻟَﻪُ أ Artinya: Sudah semestinya seorang muri>d berkelakuan sopan santun terhadap syekhnya. Jika ia tidak memiliki seorang guru maka ia tidak akan berhasil selamaSumber Dokumen, Sistem dan Metodologi Beragama Yayasan KH Amir KY Pondok Pesantren Hasan Ma’shum, dikutip tanggal 23 Maret 2014. 56 57 Secara ruhani terkadang berbentuk mimpi, namun pada dasarnya kejadian-kejadian ini terjadi ketika seseorang berada di antara alam sadar dan luar sadar. 58 Lihat tesis ini, h. 98. 106 lamanya. Begitulah Abu> Yazi>d menyatakan: Barang siapa yang tidak memiliki seorang syekh maka pemimpinnya adalah syeitan. Oleh karena itu, Tarekat terlihat mempunyai sebuah elemen baru, bukan sekedar hubungan guru muri>d, melainkan hubungan penuh pembimbing dan muri>d. Pancaran baru memancar dari sang guru sebagai wali kekasih Allah, yang pada akhirnya menjadi wadah penghubung spiritual dengan Tuhan. Wali kekasih Allah ini memiliki peranan penting bagi para musafir dalam sebuah perjalanan menuju Allah. Ia mampu mengkondisikan ruh bagi para musafir yang masih terhijab sehingga para musafir dapat dihadapkan dan diperjalankan menuju Allah. Namun perlu diperhatikan, mursyid dan guru dalam pandangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah memiliki perbedaan. Mursyid menempati posisi non materi dan guru menempati posisi materi. Ia merupakan dua sifat yaitu za>hiran wa ba>tinan. Prayitno melihat hal itu: Ini adalah pengalaman spiritual yang saya coba rangkum mulai tahun 80an sampai sekarang. Bagaimana mursyid mengkondisikan kita yang implementnya bukan ruh. Oleh karena itu ruh harus terhubung dengan nur itu yang dikenal dengan ra>bit}ah. nur Allah yang di dalamnya ada wasilah untuk bisa terhubung dengan Allah itu mesti melalui wasilah itulah channel, coba yang bisa sampai ke Matahari apa? Kan cahayanya.59 Penganut Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah menyebutkan nama-nama guru mereka dalam suatu silsilah, sering juga disebut dengan sanad. Berdasar dari silsilah itu, seorang syekh yang mengajarkan tarekat dengan memperlihatkan silsilah atau lebih dikenali dengan ijazah sebagai bentuk legitimasi bahwa tarekat yang diajarkan murni mengikuti para kalangan sufi ternama sebelumnya. Berdasar dari silsilah ini Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah mengandung dari dua kategori tasawuf, yaitu: tasawuf akhlak dan falsafi. 59 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 107 Tasawuf akhlak ini merupakan hasil dari pengamalan dari metode-metode yang mereka terapkan dalam kesehariannya. Begitupun juga ia tergolong tasawuf falsafi karena di jalur silsilah tersebut terdapat Abu> Yazid> al-Bist}ami> yang merupakan salah seorang tokoh tasawuf falsafi serta terlihat dari pemahaman mereka tentang mursyid. Ia cenderung dengan pehaman Nur Muhammad yang dikembangkan oleh al-H{allaj dan beberapa sufi lain setelahnya seperti: Muh{yi al-Di>n ibn ‘Arabi>. Meskipun silsilah atau ijazah ini dipergunakan oleh para syekh untuk menguatkan otoritasnya sebagai mursyid yang mengikuti para sufi ternama. Banyak sekali jiwa yang secara tak sadar mengikuti pembimbing buta. Sehingga perlu diperhatikan ada beberapa ketentuan seorang mursyid, antara lain: a. Menguasai ilmu syariat dan menjauhkan diri dari segala yang diharamkan beserta zuhud terhadap kehidupan dunia begitupun tetap tindakannya berselaras dengan al-Qur’an dan Sunnah. b. Begitupun jika seseorang memiliki salah satu sifat seperti: bodoh dalam persoalan agama, tidak menghargai seorang muslim, ikut campur pada persoalan yang tidak bermanfaat, mengikuti hawa nafsu, dan jelek perangainya maka tidak layak dijadikan sebagai syekh. c. Seorang syekh mampu mengetahui segala kondisi muri>dnya. Sehingga mampu mengobati penyakit hati muri>dnya. d. Tidak dapat dicela pengajarannya oleh orang yang berakal, karena tidak bertentangan dengan al-Qur'an, Hadis dan logika ilmu pengetahuan. e. Memberi pengaruh dari ajarannya.60 Sumber dokumen, Djaman Nur:Tasawuf dan Tarekat Naqsyabandiyah: pimpinan Prof. Dr. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya, dikutip pada tanggal 12 Maret 2014. 60 108 Prayitno mengungkapkan tentang ciri khusus yang dimiliki oleh waliyan mursyidan ini. Ciri khusus tersebut dapat diperhatikan dari perilakunya, yaitu: Dia memiliki perilaku al-Qur’an. Ketika seorang mengaku sebagai guru namun tidak sesuai dengan al-Qur’an kita harus menghormati saja. Oleh karena itu tolok ukur untuk menilai bahwa ia guru sejati adalah al-Qur’an dan Hadis, tidak boleh menyimpan dari kedua hal ini.61 Namun ada sesuatu yang menarik dari kalangan jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kota Palu ia melihat bahwa Mursyid itu adalah nu>r ‘ala nu>r.62 Mursyid adalah nur Allah yang di dalamnya ada wasilah dan dengannya, mampu mengantarkan sampai kepada sumber nur tersebut. Ia bagaikan sinar matahari yang menggapai matahari itu sendiri. Sehingga dapat dikatakan bahwa mursyid hakiki adalah Nur Muhammad63 Amiruddin menyatakan: Mursyid bukanlah manusia tetapi mursyid adalah nur yang mengambil tempat di kalbu orang mu’min sebagaimana Hadits Qudsi riwayat Abu Dawud. “Tak dapat memuat Aku, Bumi dan Langit Ku, yang dapat memuat Aku, ialah hati hamba Ku yang mu’min, lunak dan tenang”.64 al-Qur’an surat az-Zumar 22 : “Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapatkan Nur dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya?). Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata”… dan lain sebagainya.65 61 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 62 Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Observasi Penjelasan Tatacara Suluk, Surau Kayumalue Palu, 19 Juli 2013. 63 Setelah menganilisa tentang mursyid, peneliti melihat bahwa konsep tersebut merupakan Nur Muhammad yang dielaborasi oleh tokoh sufi sebelumnya. Peneliti kembali mempertanyakan persoalan ini dengan Prayitno dan ia membenarkan tentang pemahaman hal ini. 64 Hadis ini banyak diungkapkan oleh para kalangan sufi. Ibn Taymiyah dalam menanggapi hadis tersebut di dalam bukunya, al-Majmu‘al-Fatawa>, menyatakan hadis tersebut disebutkan di dalam Israiliya>t, sanadnya tidak dikenal dari Nabi saw. Namun hadis ini ditemukan di dalam Ihya alDi>n dan Ruh al-Ma‘ani. Sumber Dokumen, Sistem dan Metodologi Beragama Yayasan KH Amir KY Pondok Pesantren Hasan Ma’shum, dikutip tanggal 23 Maret 2014. 65 109 Namun nu>r ‘ala nu>r itu, di tempatkan pada sebuah wadah yang lebih dikenal dengan waliyan mursyidan. Ia adalah guru. Sehingga guru mereka yang tergolong berada dalam ahli silsilah adalah para waliyan mursyidan. Para wadah nur ‘ala nur atau ahli silsilah turun melalui Jibril itu, yaitu: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. n. o. p. Muhammad saw. Abu> Bakar al-S{iddi>q Salman al-Farisi> Qas}im bin Muhammad bin Abu> bakar Ja‘far S{a>diq Abu> Yazi>d al-Bist}a>mi> Ibnu H{asan ‘Ali bin Abu> Ja‘far al-Kharqa>ni Ibnu ‘Ali al-Fud}ail bin Muhammad al-T{u>si al-Farimadi Ibnu Ya‘qub Yusuf al-Hamda>ni bin Ayyub bin Yusuf bin Husain ‘Abdul Kha>liq al-Fajduwani Ibnul Imam Abdul Jamil Al-‘Arif al-Riwayakari Mahmud al-Anjir Faqhnawi Ali al-Ramitani al-Mans}u>r al-Syeikh Azizan Muhammad Baba Samasi ‘Amir Kula>l bin Sayyid Hamzah Baha’ al-Di>n Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Syarif al-Husaini al-Uwaisi al-Bukhari q. Muhammad al-Bukhari al-Khawariszmy al-Mans}u>r al-Syeikh Alauddin al-T{u>r r. Ya‘qub al-Jarkhi s. Nur al-Di>n Ubaidillah al-Ah}ra>r al-Samarqandi bin Mah}mu>d bin Syiha>b al-Di>n t. Muh}ammad Zahid u. Darwisy Muhammad al-Samarqandi v. Muhammad al-Khawajiki al-Amkani al-Samarqandi w. Mu‘ayyid al-Di>n Muhammad al-Baqi> billah x. Ah{mad al-Faruq al-Sirhindi y. Muhammad Ma‘s}um z. Saif al-Di>n ‘A<rif al-Ahmadi aa. Nur al-Badwa>ni bb. Syam al-Di>n Habibullah Jan bin Jana>n al-Mud}ar Alwi cc. ‘Abdullah al-Dah{lawi dd. Dliya’ al-Di>n Kha>lid al-Usman al-Kurdi ee. ‘Abdullah al-Zinjani ff. Sulaiman al-Qarimi gg. Sulaiman Zuhdi hh. Ali al-Rid{a> ii. Muhammad Hasjim al-Kha>lidi> jj. Sulaiman Hasyim al-Kha>lidi> kk. Muhammad Khais Hasjim al-Kha>lidi 110 ll. Amiruddin Kadirun Yahya.66 Mereka itu merupakan bentuk perpanjangan tangan Tuhan. Para nabi as. dan Rasulullah saw. adalah: Makhluk Tuhan sebagai perpanjangan tangan daripada Allah untuk menyampaikan petunjuk-petunjuk Tuhan kepada manusia agar manusia itu bisa menjalankan apa yang dimaui Tuhan. Itukan kepanjangan dari tangan Allah.67 Adapun pasca Nabi saw. mereka dinamakan pewaris amanah risalah ketuhanan. Mereka yang berhak menyandang gelaran ulama اﻟﻌﻠﻤﺎء ورﺛﺔ اﻷﻧﺒﻴﺎء mereka itu adalah orang-orang yang bertakwa,68 dan Allah bersama orang-orang yang bertakwa.69 Mursyid yang prioritasnya adalah nur yang menempati sebuah wadah sebagaimana yang telah diungkapkan sebelumnya, memiliki kemampuan untuk melihat kondisi jiwa para muri>dnya. Oleh karena dia memiliki sifat khusus sebagai pembimbing, yaitu kha>lis} mukhlis}in> dan kammil mukammil (suci dan mensucikan, sempurna dan menyempurnakan).70 Di samping kedua sifat khusus ini, dapat juga digambarkan pada ayat: ٧١ ِْ وﻳـَﺰّﻛِﻴ ُﻜﻢ وﻳـﻌﻠِّﻤ ُﻜﻢ اﻟْ ِﻜﺘَﺎب و ْﻤﺔَ َوﻳـُ َﻌﻠِّ ُﻤ ُﻜ ْﻢ َﻣﺎ َﱂْ ﺗَ ُﻜﻮﻧُﻮا ﺗَـ ْﻌﻠَ ُﻤﻮن َ اﳊﻜ َ َ ُ ُ ََُ ْ َُ Ungkap Mahmud Lasawedi.72 Sumber Dokumen, Silsilah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, dikutip tanggal 14 September 2013. 66 67 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 68 Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Observasi Penjelasan Tatacara Suluk, Surau Kayumalue Palu, 19 Juli 2013. 69 QS. Al-Baqarah 2: 194, al-Taubah 9: 36 dan 123. 70 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 71 QS. Al-Baqarah 2: 151. 72 Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Observasi Penjelasan Tatacara Suluk, Surau Kayumalue Palu, 19 Juli 2013. 111 Pemahaman tentang mursyid oleh kalangan jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah berbeda. Itu terlihat dari pernyataan Prayitno bahwa ra>bit}ah itu memiliki beberapa tingkatan.73 Tingkatan Ra>bit}ah, yaitu: a. Tuhan mursyid hakiki. Ketika seorang muri>d mencapai konneksitas dengan Tuhan maka disinilah ia dibimbing dalam bertindak. Mereka pada dasarnya berada dalam iradah ketuhanan dan mereka tidak lalai dari mengingat-Nya. Muri>d akan senantiasa berzikir bagaimanapun keadaannya akan tetapi zikir paling murni adalah zikir yang datangnya dari Tuhan: Amiruddin menyatakan: Dzikir dari Tuhan inilah sebagai karunia-Nya yang kita harapkan untuk menentukan corak (nilai) dari dzikir sehingga berkwalitas. Dzikir yang positif yang dengan itu faktor ke-Tuhanan berlaku sesuai dengan hukum-Nya dan mau-Nya. Hasilnya adalah murni dari perbendaharaan-Nya yang muncul kepermukaan. Dia itu adalah sifat-Nya. Itulah yang menjadi perangai dan gerak-gerik kita, itulah wajah Dia.74 Corak gambaran seperti ini dapat tergambar dari hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Bukhari: ٍ ِ ﻳﻚ ﺑْ ُﻦ ُ َﺣ ﱠﺪﺛَِﲏ َﺷ ِﺮ، َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ُﺳﻠَْﻴ َﻤﺎ ُن ﺑْ ُﻦ ﺑِﻼٍَل، َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﺧﺎﻟ ُﺪ ﺑْ ُﻦ ﳐَْﻠَﺪ،ََﺣ ﱠﺪﺛَِﲏ ُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ ﻋُﺜْ َﻤﺎ َن ﺑْ ِﻦ َﻛَﺮ َاﻣﺔ ِﻮل ﱠ ِﻋﺒ ِﺪ ﱠ :اﻪﻠﻟَ ﻗَ َﺎل ُ ﻗَ َﺎل َر ُﺳ: ﻗَ َﺎل، َﻋ ْﻦ أَِﰊ ُﻫَﺮﻳْـَﺮَة، َﻋ ْﻦ َﻋﻄَ ٍﺎء،اﻪﻠﻟ ﺑْ ِﻦ أَِﰊ َﳕِ ٍﺮ " إِ ﱠن ﱠ:ﺻﻠﱠﻰ ﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َْ َ اﻪﻠﻟ ِ ٍ ِ ِ َ ِ وﻣﺎ ﺗـ َﻘﱠﺮب إ،ﻣﻦ ﻋﺎدى ِﱄ وﻟِﻴًّﺎ ﻓَـ َﻘ ْﺪ آ َذﻧْـﺘﻪ ﺑِﺎﳊﺮ ِب َوَﻣﺎ،ﺖ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َﺣ ﱠ ﺐ إِ َﱠ ُ ُ َْ َ َ َ َ ﱠ ْ ﱄ ﳑﱠﺎ اﻓْـﺘَـَﺮ َ َ َْ ُﺿ َ ﱄ َﻋْﺒﺪي ﺑ َﺸ ْﻲء أ َ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ﺼَﺮﻩُ اﻟﱠﺬي ﻳـُْﺒﺼ ُﺮ ب إِ َﱠ ُ ُﻛْﻨ:َُﺣﺒَْﺒﺘُﻪ ْ ﻓَِﺈ َذا أ،ُﱄ ﺑِﺎﻟﻨـ َﱠﻮاﻓ ِﻞ َﺣ ﱠﱴ أُﺣﺒﱠﻪ َ َ َوﺑ،ﺖ َﲰْ َﻌﻪُ اﻟﱠﺬي ﻳَ ْﺴ َﻤ ُﻊ ﺑِﻪ ُ ﻳَـَﺰ ُال َﻋْﺒﺪي ﻳَـﺘَـ َﻘﱠﺮ ِ وﻟَﺌِ ِﻦ اﺳﺘَـﻌﺎ َذِﱐ َﻷ، وإِ ْن ﺳﺄَﻟَِﲏ َﻷ ُْﻋ ِﻄﻴـﻨﱠﻪ، وِرﺟﻠَﻪ اﻟﱠِﱵ ﳝَْ ِﺸﻲ ِ ﺎ، وﻳ َﺪﻩ اﻟﱠِﱵ ﻳـﺒ ِﻄﺶ ِ ﺎ،ﺑِِﻪ )رواﻩ... ،ُُﻋﻴ َﺬﻧﱠﻪ ُ ْ َ َ ُ َْ ُ َ َ َْ َ َُ َ َ َ (اﻟﺒﺨﺎرى 73 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. Sumber Dokumen, Pola Umum/Fatwa 1 Yayasan KH Amir KY Pondok Pesantren Hasan Ma’shum, dikutip tanggal 23 Maret 2014. 74 112 Artinya: Muh}ammad ibn ‘Us\ma>n ibn Kara>mah mengungkapkan kepada kami, Kha>lid ibn Makhlad mengungkapkan kepada kami, Sulaima>n ibn Bila>l mengungkapkan kepada kami, Syari>k ibn ‘Abdillah ibn Abi> Namir mengungkapkan kepada saya, dari ‘Ata>’, dari Abi> Hurairah, Ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Sungguh Allah berfirman: Barang siapa yang memusuhi wali-Ku maka saya mengizinkannya peperangan, Selama hamba-Ku mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan sesuatu yang saya cintai dengan sesuatu yang saya wajibkan atasnya. kemudian hamba-Ku itu selalu mendekatkan dirinya dengan nawa>>fil (ibadah sunnah) sampai saya mencintainya. Jika Saya mencintainya: maka Sayalah pendengarnya. Ia mendengar dengan-Nya, dan Sayalah penglihatannya. Ia melihat dengan-Nya, dan Saya tangannya. Ia memukul dengan-Nya, Sayalah kakinya. Ia berjalan dengan-Nya, jika ia meminta sungguh Saya memberikannya, jika ia memohon perlindungan Saya sungguh melindunginya… b. Nur Muhammad.75 Nur ini pada hakikatnya dijadikan wasilah bagi kalangan jamaah tarekat untuk mencapai Tuhan. Untuk sampai pada tahapan ra>bit}ah ini seorang muri>d dalam melaksanakan amalan mesti penuh kesungguhan, kesabaran dan keikhlasan. Nur inilah yang menyampaikan kepada Allah, sebagaimana ungkapan Prayitno: yang mampu menggapai matahari adalah cahayanya, begitupulah Allah yang mampu sampai kepadanya hanyalah cahaya-Nya. Mengenai Nur Muhammad ini, al-Hallaj menulis dalam kitab Tawasin: Semua cahaya para rasul bermula dari cahayanya (Muhammad); ialah yang mendahului semuanya, namanya tertera dalam kitab yang terpelihara; ia dikenal sebelum segala benda, segala makhluk dan akan tetap ada sesudah segala sesuatu berakhir. Melalui bimbingannyalah semua mata melihat… Segala pengetahuan hanyalah setetes darinya, segala kearifan hanyalah secawan dari samudra kearifannya, seluruh waktu hanyalah sesaat dari kehidupannya. 75 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 113 Namun jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dalam observasi peneliti, ditengah-tengah pembicaraan terkadang muncul pembicaraan tentang mursyid. Mereka hanya melontarkan bahwa dia senantiasa membimbing kami. Kata dia dalam ungkapan mereka menurut hemat peneliti hanya merujuk kepada ruhani guru. Bahkan Mutawakkil menyatakan: Banyak dari jamaah surau hanya memindahkan dari kata ke kata.76 Persoalan ini muncul karena ketidak pahaman mereka tarekat yang mereka tekuni dan kurangnya penjelasan yang terperinci. c. Ruhani guru. Awal dari pembelajaran ra>bit}ah ini adalah, muri>d hanya diperlihatkan foto sebagai dasar fokus mereka untuk membayangkan wajah guru mereka. Ketika muri>d mulai terhubung dengan ruhani guru maka akan tampak seperti yang dikemukan oleh Rusdin ketika dibait.77 Ruhani guru inilah yang mengantarkan seorang muri>d kepada ruhani guru sebelumnya hingga sampai kepada ruhani Rasulullah saw. Pemahaman tentang guru membuat beberapa jamaah terjebak dalam persoalan ini. Sehingga mereka ada yang menganggap guru ini adalah Tuhan dalam bentuk zahir. Oleh karena itu pengkultusan terhadap guru sangat memungkinkan marak dalam kalangan jamaah tarekat. Pembelajaran tentang al-Qur'an menjadi sebuah fenomena khusus yang sangat penting untuk diajarkan bagi penganut jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kota Palu karena ketika lemah dalam hal ini maka dengan sendirinya akan menimbulkan penyimpangan yang tidak dirasakan. Ia larut dalam fenomena yang tidak terjawabkan. Meskipun mereka jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Mutawakkil (42 tahun), Dosen tetap sejarah UNTAD, Wawancara, BTN Griya Palupi Palu, 24 Maret 2014. 76 77 Lihat tesis ini, h. 98. 114 Khalidiyah kota Palu menyatakan bahwa dengan sendirinya akan tercerdaskan. Akan tetapi, apakah semua jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah telah sampai pada titik ra>bit}ah inti? Perlu diingatkan bahwa al-Qur'an telah mengungkapkan hal ini dalam Surah A<li ‘imran ayat 79, Allah berfirman: ِون ﱠ ِ ﻣﺎ َﻛﺎ َن ﻟِﺒ َﺸ ٍﺮ أَ ْن ﻳـ ْﺆﺗِﻴﻪ ﱠ ِ ﱠﺎس ُﻛﻮﻧُﻮا ِﻋﺒﺎدا ِﱄ ِﻣﻦ د ِ ﻮل ﻟِﻠﻨ اﻪﻠﻟ َوﻟَ ِﻜ ْﻦ ْ ﺎب َو َ ْﻢ َواﻟﻨﱡﺒُـ ﱠﻮةَ ﰒُﱠ ﻳَـ ُﻘ ُ ْ ًَ َُ ُ َ َاﻪﻠﻟُ اﻟْﻜﺘ َ َ َ اﳊُﻜ ِ ِ ِ ِ (٧٩) ﺎب َوِﲟَﺎ ُﻛْﻨﺘُ ْﻢ ﺗَ ْﺪ ُر ُﺳﻮ َن َ ُِّﻛﻮﻧُﻮا َرﺑﱠﺎﻧﻴ َ َﲔ ﲟَﺎ ُﻛْﻨﺘُ ْﻢ ﺗُـ َﻌﻠّ ُﻤﻮ َن اﻟْﻜﺘ Terjemahnya: Tidak mungkin bagi seseorang yang telah diberi kitab, hikma dan kenabian oleh Allah, kemudian dia berkata kepada manusia: "jadilah kamu sekalian penyembahku, bukan penyembah Allah", tetapi dia berkata: "Jadilah kamu pengabdi-pengabdi Allah sesuai dengan yang diajarkan dalam kitab dan sesuai dengan yang kamu pelajari. Begitupun juga pembelajaran al-Qur'an merupakan alat untuk menilai seorang guru sebagai pewaris silsilah karena segala tindakannya mesti diukur dengan neraca pengetahuan al-Qur'an atau pewaris tersebut sejalan dengan al-Qur'an. Persoalan ini penyebab terpecahnya jamaah tarekat dalam beberapa kelompok. Ketika mereka berbeda menyikapi tentang mursyid. Terlihat ketika pada bulan Desember 2013, Amiruddin, sebagai penerus silsilah yang ke-37, berlindung dan tidak memperlihatkan orang yang diamanahkan dari salah satu khalifahnya. Permasalahan ini menyebabkan muri>d Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah berbeda pandangan tentang pewaris selanjutnya. Sebagian menyatakan pewaris ada pada anaknya Saharuddin,78 sedangkan kelompok yang lain masih dalam pencarian dan pematangan tentang mursyid tersebut. Beberapa khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kota Palu, seperti: Mahmud Lasawedi dan Rusli Amu, melihat bahwa pewarisnya telah turun kepada 78 Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Pue Bongo Palu, 19 April 2014. 115 anak dari Amiruddin bernama Saharuddin. Mereka berpikir bahwa wasilah itu telah ada pada Saharuddin. Itu terbukti dari kekeramatan yang dimilikinya. Disamping itu, Mahmud telah melihat signal-signal yang ia terima berupa ungkapan Amiruddin sebelumnya bahwa Mahmud akan diangkat menjadi pimpinan.79 Akan tetapi hal ini belum dapat dijadikan sebagai dalil yang kuat dalam pengakuannya karena semua orang mampu memperoleh kekeramatan tetapi akhlak, sangat sedikit muri>d yang mampu sampai ke tingkatan tersebut.80 Begitupun juga Achmad Risal, setelah melihat keadaan yang terjadi di sekitar surau,81 ia pun mengakui Saharuddin ini sebagai wadah mursyid dalam salah satu komentarnya dalam penutupun suluk di Surau Kayumalue Palu. Ia berlandaskan sebuah argumen bahwa mursyid jika dilihat dari sisi ruhani maka ia adalah ba>t}in, jika dilihat dari sisi jasmani maka ia adalah z}a>hir atau lebih dikenal dengan sebutan guru. Kedua unsur ini mesti sejalan, ketika mursyid berlindung maka unsur z}ah> irnya itu terlepas. Oleh karena itu harus ditetapkan segera pengganti dan Saharuddin ini yang paling mendekati sebagai mursyid karena ia berada disisi Amiruddin di akhir hayatnya serta Saharuddin ini berani memikul tanggung jawab ini.82 Hingga saat ini, jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di bawah kepemimpinan Amiruddin terpecah karena persoalan mursyid. Pergolakan ini menyebabkan sebagian dari jamaah merasa kebingungan tentang mursyid, ada yang 79 Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Pue Bongo Palu, 19 April 2014. Sekarang Mahmud Lasawedi yang diberikan tugas untuk mengurus jamaah yang berada dalam naungan Saharuddin. 80 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 81 Kejadian yang terjadi di Surau Kayumalue berupa kabut yang menyelumuti surau ketika mereka bersuluk di bawah bimbingan Saharuddin. Achmad Rizal, Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, BTN Bumi Anggur Palu, 08 April 2014. 82 116 menghadirkan sampai tiga bentuk, ungkap salah seorang jamaah wanita dalam diskusi setelah zikir berjamaah. Prayitno dalam menyikapi persoalan ini, ia menyatakan bahwa: Supaya tidak terjadi khilafiyah, tidak jadi perpecahan, seseorang yang senantiasa terpimpin oleh Allah itu, senantiasa menghormati orang lain, bukan mencari kesalahan orang lain, bukan membuka aib seseorang tetapi menutupi aib seseorang. Akan terasa jika kita kembalikan kepada mursyid yang nur itu yang lambat laun nanti akan diantarkan, tetapi dengan sebuah kesabaran, kalau yang sekarang ini yang terjadi karena memahami mursyid dalam tataran ruh jadi berbentuk gambar makanya berdebat karena gambar. Tetapi kalau nur bukan gambar lagi. Istilahnya masih menunggu. Ada sebuah proses pematangan. Seseorang itu akan tahu. Saya harus bersabar, saya tunggu yang fisiknya itu datang.83 Ungkapan Prayitno memberikan keterangan bahwa wadah nu>r ‘ala nu>r belum jelas atau belum nampak dalam pengalamannya, ia masih dalam tahap penungguan hingga ruhaninya diperjalankan menuju wadah mursyid. Jika diperhatikan ungkapan Prayitno tentang mursyid, maka jelaslah bahwa jikakalau mereka semuanya mengembalikan pemikiran mereka kepada mursyid yang nur itu, mereka akan ditunjukkan siapa yang telah mewarisi nur tersebut. Oleh karena itu ada keserupaan yang diungkapkan oleh al-Gaza>li> tentang seseorang yang mencari al-Haq: ِ ﺎﻟﺮﺟ ِﺎل إِﻋﺮ ِ ِ ُ اﳊَ ﱡﻖ َﻻ ﺗُـ ْﻌﺮ ُ ف اْﳊَ ﱠﻖ ﺗَـ ْﻌ ِﺮ ُف أَ ْﻫﻠَﻪ َْ َ ّ ف ﺑ َ Al-H{aq tidak dikenali melalui seorang lelaki, Kenalilah al-H{aq maka kamu mengenali siapa yang bersama-Nya. 2. Peranan Muri>d Muri>d merupakan seorang musafir dalam sebuah perjalanan yang berjalan sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang telah diberikan oleh guru, maka ia pun menempuh perjalanan sesuai gambaran gurunya sehingga mampu mencapai 83 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 117 tujuannya. Seorang muri>d perlu memperhatikan beberapa adab sopan santun dalam berhubungan dengan syekhnya. Adab tersebut antara lain: a. Tidak membantah dalam hati tindakan syekh meskipun dalam berbagai bentuk takwil. b. Tidak mengikuti keseluruhan tindakan syekh yang biasa kecuali diperintahkan. c. Bergegas melakukan sesuatu yang diperintahkan syekh tanpa mencari makna lain yang diperintahkan. d. Melihat diri sendiri sangat rendah di antara para makhluk. e. Tidak diperkenankan berkhianat dalam permintaan syekh. Sudah semestinya memuliakan dan mengagungkannya. f. Tidak menginginkan sesuatu dari hasrat duniawi dan ukhrawi melainkan zat tunggal meskipun berada dalam kondisi atau maqam, fana atau baqa. g. Tidak menampakkan keinginan selain dari syekh. h. Tidak emosi terhadap siapapun, karena emosi memadamkan cahaya zikir. i. Begitupun menjauhkan diri dari perdebatan dan diskusi karena menginginkan ilmu. j. Tidak mengutip ungkapan syekh di depan orang kecuali sesuai dengan akal dan tingkat kecerdasan mereka. Begitupun juga di dalam Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, muri>d memiliki beberapa tingkatan. Tingkatan tersebut, yaitu: a. Tingkatan yang paling tinggi itu namanya PDZ: Pimpinan Zahiriyah. Mereka inilah yang ditugaskan memimpin suluk ketika ada kegiatan suluk. b. PPDZ: Pendamping Pimpinan Zahiriyah. Mereka ini yang mendampingi PDZ ketika ada suluk. 118 c. KMT: Khalifah Menurunkan Tarekat. Mereka ini diizinkan untuk membait seseorang yang hendak masuk dalam tarekat. d. PKT: Pembawa Khatam Tawajjuh. Mereka ini diizinkan memimpin tawajjuh dan zikir. e. Petoto/Petugas.84 Petoto ini berasal dari bahasa Minang yang berarti pesuruh atau pelayan. Mulai dari petoto sampai ke PDZ, menempati barisan terdepan untuk mensukseskan visi dan misi tarekat.85 Visi dan misi tarekat sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya, yaitu: membentuk pribadi yang berakhlak mulia sehingga menjadi teladan yang baik dan berdampak rahmatan li ‘alami>n. Oleh karena itu seorang muri>d mesti siap menerima segala bentuk perintah dari guru, yang merupakan salah satu unsur pembentukan kepribadiannya. Amiruddin menyatakan: Tugas khalifah yang boleh menurunkan Tarikat dan Pembawa Khatam Tawajjuh serta petoto mempersiapkan: Tempat beramal, dakwah, komunikasi intern dan ekstern terutama pendekatan kepada instansi pemerintah, dan menggerakkan perorangan atau jama‘ah untuk bergotong royong dalam segala event ibadah.86 Prayitno melihat bahwa tarekat adalah pembentukan pribadi-pribadi yang memiliki unsur akhla>qul kari>mah, uswatun h{asanah, dan rah{matan li al-‘Alamin Kata petoto sering dipergunakan bagi muri>d laki-laki dan bagi wanita dipergunakan dengan penamaan datok. Petoto dan datok merupakan muri>d yang telah diangkat oleh guru sebagai pelayan umat. Gelaran petoto dan datok diberikan ketika seorang muri>d sering masuk suluk hingga lima atau enam kali dan mereka diangkat oleh guru. Berbeda dengan khadam yang hanya melayani guru dan keluarganya, jadi ia hanya sebatas lingkungan tersebut. 84 Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret 85 2013. Sumber Dokumen, Pola Umum/Fatwa 1 Yayasan KH Amir KY Pondok Pesantren Hasan Ma’shum, dikutip tanggal 23 Maret 2014. 86 119 dalam dirinya.87 Perintah guru atau tugas yang diberikan dari guru merupakan faktor yang menjadikan seorang muri>d memiliki peranan dalam berinteraksi dengan masyarakat. Oleh karena itu muri>d akan mampu memberikan kontribusi di tengah masyarakat ketika ia memiliki ketiga pelajaran yang ada dalam tarekat dengan memulai ketaatannya terhadap guru. Prayitno pun menegaskan berulang kali tentang keutamaan dari Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yaitu: Akhlak yang telah menjadi teladan sehingga menciptakan kasih sayang terhadap makhluk,88 yang meliputi alam semesta dan manusia. Adapun kasih sayang terhadap sesama manusia lebih mampu menghargai manusia tidak memandang ras atau agama. Oleh karena Rasulullah saw. sewaktu menyebarkan risalah ketuhanan ditengah masyarakat mayoritas ia mempergunakan dakwah tindakan berupa akhlak.89 Orang yang memiliki akhlak yang baik dalam bentuk pribudi luhur yang menjadi contoh ditengah masyarakat akan mampu menciptakan masyarakat yang makmur yang membawa kepada pencitraan negara yang baldat}un tayyibun wa rabbun gafu>r.90 Oleh karena itu Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah memiliki tatatertib untuk semua muri>d, salah satunya: agar selalu menjaga integritas negara Republik Indonesia dan memerangi segala bentuk terorisme.91 Aturan yang ditanamkan guru Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah merupakan gambaran secara 87 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 88 Berdasar dari observasi seorang jamaah berbadan tegar dan bertatto ketika melihat dua ekor ayam bersabung. Ia melaraikannya dan mengatakan ia adalah makhluk. 89 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 90 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. Sumber Dokumen, Tata Tertib Pondok Pesantren Majelis Zikir Hasan Ma‘shum, dikutip tanggal 14 September 2013. 91 120 tidak langsung bahwa Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah akan menjaga stabilitas negara. Mahmud Lasawedi mengungkap peranan tarekat, ia menyatakan: Cita-cita dari pembentukan negara Indonesia terlihat dari lagu kebangsaan. Bangunlah jiwanya bangunlah badannya. Dalam hal ini, dimanakah sekarang semangat jiwa itu sekarang, melihat menurun drastisnya akhlak anak bangsa. Munculnya pelecahan sexsual, perzinahan. Mesti seorang bangsa mampu membangkitkan jiwanya demi terciptanya negara yang makmur dan sentosa, penuh dengan kebebasan. Mampu menghindari maksiat. Tarekatlah dengan metodenya mampu mengurangi krisis akhlak yang terjadi di tengah masyarakat.92 Mutawakkil mengakui bahwa seseorang tidak akan mampu memiliki akhlak yang menjadi teladan yang baik tanpa melalui proses bimbingan tarekat.93 Karena melalui proses bimbingan dalam tarekat dapat memunculkan dalam jiwa bentuk kesadaran pribadi yang lebih mampu berpikiran positif tentang problematika kehidupan. Sehingga peranan muri>d dalam pencerahan dirinya dan masyarakat dapat dilihat dari ubudiyah mereka. Begitupun juga dengan berbakti kepada guru. Adapun maksud dari kedua hal tersebut, yaitu: a. Ubudiyah terhadap Tuhan. Prayitno melihat bahwa bakti itu merupakan buah dari rasa syukur kita kepada Tuhan. Ia menyatakan: Kitakan sebagai makhluk Tuhan disuruh berbakti dengan Tuhan. Bakti itu merupakan bagian ungkapan, bagian dari produk, setelah kamu terpimpin oleh Allah. kalau dirimu terpimpin oleh Allah pasti kamu melakukan bakti. Bakti itu sebuah perbuatan baik, baik terhadap guru, baik terhadap sesama muri>d 92 Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Pue Bongo Palu, 19 April 2014. Mutawakkil (42 tahun), Dosen tetap sejarah UNTAD, Wawancara, BTN Griya Palupi Palu, 24 Maret 2014. 93 121 guru, dan kepada setiap makhluk, kayak kamu kalau potensi itu telah hidup dalam dirimu, kamu pasti berbuat baik terhadap siapapun tanpa memandang suku agama. Bakti itu buah dari seseorang sempurna karena terpimpin oleh Allah. Kalau orang-orang itu terpimpin oleh Allah pasti perbuatanperbuatannya itu mulia yang dikerjakan tidak mungkin perbuatan-perbuatan yang jelek.94 Orang yang terpimpin dalam tindakannya, tidak akan berusaha membuat kerusakan baik diri, keluarganya dan masyarakat. Tindakan-tindakan itu terlahir dari pemahaman bahwa segala yang dihamparkan dihadapannya itu merupakan efek dari tindakan Tuhan maka senantiasa ia bertindak seakan-akan bercengkrama langsung dengan Tuhan melalui kreasi-Nya. Sehingga mampu menghargai dan menghormati antara sesama serta menjaga kelestarian alam. Amiruddin menyatakan: Ubudiyah (bakti) adalah kewajiban seorang hamba terhadap Tuhannya yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran secara dhahir dan batin akan dirinya sebagai abdi, dimana dalam geraknya dilandasi dengan dzikir, hati yang tulus ikhlas dan semata-mata hanya menggantungkan harap akan ridloh dari Alloh swt. Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur'an Surat az Dzariyat ayat 56: "Tiada Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi (berbakti) kepada-ku". Dalam melaksanakan baktinya, seorang abdi dihiasi dzikir di dalam hatinya dengan istiqomah dan penuh ketaatan/kepatuhan. Karena dengan kondisi demikian itulah akan terjolok akan turunnya kurnia yang berupa bimbingan dan petunjuk yaitu Nur Alloh yang Maha Hidup yang merasuk ke dalam rohani hingga meliputi sel-sel dalam tubuhnya. Maka Nur inilah yang akan menguasai dan menentukan gerak-gerik pada diri insan tersebut.95 b. Berbakti terhadap guru. Berbakti ini merupakan rasa ungkapan terima kasih kepada guru.96 Mahmud Lasawedi menguatkan amalan ini dengan hadis Rasulullah saw. ﻣﻦ ﱂ ﻳﺸﻜﺮ اﻟﻨﺎس ﱂ 94 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. Sumber Dokumen, Sistem dan Metodologi Beragama Yayasan KH Amir KY Pondok Pesantren Hasan Ma’shum, dikutip tanggal 23 Maret 2014. 95 96 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 122 97 ( ﻳﺸﻜﺮ ﷲsiapa yang belum mampu berterima kasih kepada manusia tidak mampu bersyukur kepada manusia).98 Sehingga berbakti adalah ketika seseorang menghormati dan melaksanakan segala perintah guru karena rasa terima kasih kepada guru yang telah membimbing ruhaninya. Para jamaah tarekat mengikuti sesuatu yang diperintahkan oleh gurunya karena segala yang diperintahkan guru, tidaklah itu melainkan mengandung suatu manfaat bagi seorang muri>d. Salah seorang jamaah tarekat wanita menyatakan dalam perbincangan tentang guru: seandainya guru menyuruh kami lompat ke jurang maka kami akan melakukannya.99 Achmad Rizal menyadari bahwa 100 bentuk perintah guru memungkin tiga di antaranya berlawanan dengan nurani seorang muri>d oleh karena itu perlu ada sikap kehati-hatian dalam menyikapi segala bentuk perintah guru. Segala tindakan seorang muri>d perlu diperhatikan bahwa seorang guru tidak mampu meminta ampunkan sebagian perbuatan keji yang telah dilakukannya seperti; durhaka terhadap orang tua yang melahirkannya.100 Oleh karena itu terlihat seorang memiliki batasan tersendiri. Rusdin memandang bakti sebagai bentuk kegiatan yang dilakukan muri>d setelah penutupun kegiatan suluk. Kegiatan-kegiatan tersebut, seperti: membersihkan lingkungan surau dan fasilitas-fasilitas yang ada di dalamnya. Begitupun juga keikutsertaan dan mensukseskan program dan misi guru Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah.101 Kegiatan itu mesti dilakukan dengan tulus. 97 Hadis ini terdapat dalam sunan al-Tirmizi dengan nomor hadis 1955 yang diriwayatkan oleh Abu Sa‘id dan terdapat pula dalam musnad Ahmad dengan nomor hadis 7504 yang diriwiyatkan oleh Abu Hurairah. 98 Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Observasi Penjelasan Tatacara Suluk, Surau Kayumalue Palu, 19 Juli 2013. Jamaah Wanita Tarekat, Observasi zikir berjamaah, Masomba Palu, 23 Maret 2014. 99 100 Achmad Rizal (52 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, BTN Bumi Anggur Palu, 08 April 2014. 101 2013. Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret 123 Bakti itu buah dari seseorang sempurna karena terpimpin oleh Allah. Kalau orang-orang itu terpimpin oleh Allah pasti perbuatan-perbuatannya itu mulia yang dikerjakan tidak mungkin perbuatan-perbuatan yang jelek. Selamanya itu seseorang itu diartikan saya harus ikut guru ini kan, makanya nanti itu akan rendah jadi ini kita dijadikan budak dong! Pasti kita muak, mengapa kita harus menjadi budak, tapi kalau itu dibikin itu secara automatis sebagai rasa terima kasih loh.102 Seorang muri>d mesti memahami bahwa berbakti itu dilakukan dengan refleks sebagai rasa terima kasih kepada guru. Berbakti tidak dilakukan berdasar karena kewajiban harus mengikuti guru atau dari sebuah kepentingan-kepentingan tertentu tetapi itu murni sebagai ungkapan terima kasih kepada guru. Jika kalau mereka melakukan demi menggugurkan kewajiban maka mereka akan terlihat seperti budak dan itu membuat nilai dari tindakannya rendah. Rusdin mengakui bahwa guru telah menyampaikan bahwa sekolah tarekat ini merupakan sosial keagamaan tidak membatasi diri pada kegiatan yang dilakukan dalam tarekat tetapi itu meluas keluar masyarakat.103 Sehingga, muri>d Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah memiliki sebuah peranan dalam tarekat ketika ia berubudiyah terhadap Allah dan berbakti kepada gurunya. Oleh karena itu ada beberapa bentuk kegiatan sosial yang dilakukan oleh muri>d di tengah masyarakat kota Palu, antara lain: 1) Mengadakan sunatan massal. 2) Mengirim petugas untuk memberikan wejangan dalam acara tv di TVRI Palu yang diadakan setiap hari Senin-Jum'at. Acaranya ini berlangsung tahun 2013. 102 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 103 2013. Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret 124 3) Pengadaan taman al-Qur'an di Kayumalue untuk anak-anak tanpa memungut biaya dengan tenaga pengajar berasal dari alumni Pascasarjana IAIN Palu. 4) Perayaan hari guru di Gedung wanita Sulawesi Tengah pada tahun 2001 5) Seminar Nasional yang diadakan pada tahun 2006 di Gubernuran Sulawesi Tengah dengan pembawa materi Umar Syihab yang dihadiri oleh beberapa pihak pemerintah seperti Kapolda. Kemudian dalam seminar tersebut diberikan rekomendasi untuk mengadakan seminar lain yaitu Seminar penanganan Penderita Narkoba, kerja sama antara IAIN Palu dan BNN Propinsi Sulawesi Tengah pada tahun 2006. 6) Pengajian penanganan mental spiritual para narapidana kelas II A pada tahun 2004 yang dipimpin oleh Satriyo Prayitno. Dalam pengajian tersebut seorang narapidana enggan keluar dari sel tahanan disebabkan ia tidak tahu tempat berzikir ketika ia keluar dari sel. Namun setelah dijelaskan ada tempat lain maka ia pun keluar.104 Pengajian penangan mental spiritual para narapidana tersebut bisa terlaksana di dalam rutan karena salah seorang jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Mahmud Lasawedi, bertugas di dalam lembaga tersebut. Di dalam rutan, narapidana sering emosi dan berkelahi sehingga Mahmud Lasawedi menganjurkan untuk dimasukkan tarekat. Usulan tersebut diterima maka diadakanlah majelis zikir di dalam rutan. Gelombang majelis zikir tersebut diikuti dari 40 narapidana. Salah seorang narapidana tidak senang ketika mendengar suara azan setelah melakukan zikir intensif tersebut maka dengan sendirinya ketika ia mendengar suara azan ia 104 2013. Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret 125 hanya mampu menangis menyesali perbuatannya. Kegiatan tersebut hanya berlangsung empat tahun. Program tersebut tidak berlanjut hingga sekarang disebabkan Mahmud Lasawedi telah pensiun dan tidak ada lagi petugas rutan yang mengurus hal ini. Oleh karena itu untuk pertama kali di dalam rutan tersebut dibuat satu ruangan khusus untuk salat dan berzikir, jika waktu salat tiba maka pintu sel setiap jamaah dibuka.105 Sehingga peranan muri>d Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah terhadap perubahan spiritual umat di Palu, dapat dilihat dari ubudiyah dan bakti mereka yang timbul dari kesadaran pribadinya sehingga menampakkan sikap dan perilaku yang dapat dijadikan sebagai teladan. Keadaan itu dilihat oleh Achmad Risal, ia mengakui bahwa yang membuatnya bertahan di dalam Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah adalah: kehidupan sosial di Surau,106 dalam hal ini ia melihat bentuk kerja sama mereka dalam menyelesaikan sebuah kegiatan. Hal itu dirasakan oleh salah satu warga masyarakat Pajeko, Ati ibu rumah tangga, ia menyatakan: Saya tidak ada keinginan untuk melihat-lihat ke mesjid yang ada disana, tetapi selama ini masyarakat disekitar sini ngak pernah merasa resah dengan keberadaannya dan tidak pernah buat kerusuhan. Mereka selalu berkumpul di mesjid setiap malam Selasa dan Jum’at dan saya tidak tahu apami dikerja. tapi pernah saya lihat mereka kerjasama membuat batako.107 Bahkan beberapa keluarga jamaah tarekat, seperti: INR. Istri, ibu dan ketiga saudaranya masuk tarekat karena melihat perubahan INR. 105 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 106 Lihat tesis ini, h. 95. 107 Ati, Warga Masyarakat Kayumalue, Wawancara, Pajeko Palu, 1 April 2014. 126 Pengaruh tentang kesadaran diri atau perubahan spiritual yang dialami jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dirasakan oleh Suhri salah seorang dosen IAIN Palu dan menjabat wakil dekan II Fakultas Syariah saat ini, mengakui telah melihat banyak perubahan tindakan dari jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Ia menyatakan: Saya melihat perubahan jamaah tarekat, sebelumnya pencuri, perampok menjadi berhenti mencuri dan merampok, peminum khamar berhenti minum bahkan pecandu narkoba seperti H. Subhan berhenti mengkomsumsi narkoba walaupun diberikan narkoba saat ini, ia tidak lagi memegangnya.108 Disamping itu, salah seorang mahasiswa Universitas Tadulako, Hasaruddin, mengakui: Banyak pemabuk yang masuk tarekat berubah bahkan salah seorang temanku, Alam, sebelum masuk tarekat ia pecandu Narkoba, setelah masuk tarekat ia menghindari lagi narkoba. Sekarang mereka aktif salat berjamaah dan sering datang ke Surau Pondok Pesantren Hasan Ma’shum Kayumalue.109 Namun berbeda yang diungkapkan oleh Kadir, salah satu masyarakat Pajeko, ketika ditanya apakah anda mengetahui keadaan surau yang ada di Pajeko? ia menjawab: Tidak tahu saya yang disana, mungkin Islamnya berbeda karena terlihat Mesjid tetapi kami tidak pernah terdengar suara azan dari sana.110 Persangkaan Kadir ini tidak dapat dijadikan landasan bahwa jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah tidak menjalankan syariat atau memiliki paham Islam yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya karena dalam tata tertib, dituliskan bahwa semua muri>d mesti selalu menjaga syariat Islam dan selalu menjaga salat berjamaah.111 Amiruddin, guru silsilah ke-37, berungkali menyatakan bahwa seorang Suhri Hanafi (42 tahun), Wadek II Fakultas Syariah IAIN Palu, Wawancara, Kampus IAIN Palu, 5 April 2014. 108 109 Hasaruddin, Mahasiswa UNTAD FKIP, Wawancara, Samudera II Palu, 31 Maret 2014. 110 Kadir, Warga Masyarakat Kayumalue, Wawancara, Pajeko Palu, 1 April 2014. Sumber Dokumen, Tata Tertib Pondok Pesantren Majelis Zikir Hasan Ma‘shum, dikutip tanggal 14 September 2013. 111 127 muri>d yang tidak melaksanakan aturan, lebih baik dikeluarkan.112 Bahkan dalam kegiatan suluk, para muri>d dilatih untuk senantiasa melaksanakan salat berjamaah, berpuasa ketika suluk di bulan Ramadan.113 Meskipun Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah memberikan sistem bimbingan ruhani untuk mencapai akhla>qul kari>mah, uswatun h{asanah, dan rah{matan li al- ‘Alamin sehingga mampu meningkatkan spiritual masyarakat akan tetapi ada beberapa faktor penghambat bagi jamaah tarekat untuk mencapai akhlak, sehingga menyebabkan tarekat rusak. Keadaan semacam ini diungkapkan oleh Prayitno: Sisi negatif dari tarekat sebetulnya tidak ada, yang ada itu oknum. Oknum sipengamal yang tidak tahu tujuan tarekat, yang menyebabkan rusaknya tarekat itu karena oknum. Jika kita memperhatikan ayat ان ﻟﻮ اﺳﺘﻘﺎﻣﻮاjika kalau saja mereka berpendirian pada jalan yang lurus maka kami akan turunkan karunia seperti hujan lebat. Apakah tarekat itu sesat jika yang diturunkan itu adalah karunia. Jadi oknum yang belum mendapatkan karunia yang menyebabkan tarekat rusak, karena dalam amalannya itu bukan ilahi anta maqsudi yang dia cari, tapi yang lain-lain dicari.114 Di antara faktor tersebut seperti merasa telah dibebaskan dari aturan-aturan syariat. Hal yang sangat disayangkan beberapa kalangan ikhwan berlepas diri dari syariat.115 Mereka itu yang terjebak dalam fenomena dan bertentangan dengan hadap 21 yang tercantum dalam kurikulum Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Kemudian dihadapkan hadap 9 ketika keluar dari suluk. Keadaan semacam ini diakui oleh Prayitno, Pada hakikatnya oknum sipengamal tidak tahu tujuan tarekat, kebanyakan dari mereka masuk tarekat karena 112 Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Observasi Penjelasan Tatacara Suluk, Surau Kayumalue Palu, 19 Juli 2013. 113 Akan dipaparkan beberapa aturan yang dilakukan dalam suluk dan salah satunya adalah melaksanakan salat berjamaah. 114 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 115 Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Observasi Penjelasan Tatacara Suluk, Surau Kayumalue Palu, 19 Juli 2013. 128 ingin kekeramatan, jabatan dan tidak berupaya mencapai tiga tujuan utama tarekat sehingga melahirkan pemahaman yang sangat berbeda.116 Begitupun juga beberapa jamaah tarekat mengambil baiat karena menginginkan sebuah kepentingan pribadi dan menjadi penghalang sampai visi dan misi dalam Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Oleh karena niat awal mereka masuk tarekat bermacam-macam, tergantung keadaan seseorang. Ada yang masuk karena ingin mengenal agama yang hakiki.117 Ada yang masuk karena menderita penyakit, baik berupa sihir hitam, kecanduan narkoba maupun kegelisahan jiwa seperti yang dialami oleh Rusdin.118 Bahkan ada yang masuk karena kepentingan politik. Namun jika seorang muri>d bertekad dan berusaha untuk memahami dan mencapai tingkatan tertinggi dari tarekat maka keinginan awal tersebut akan terkikis dan niatnya dimurnikan.119 Oleh karena itu mereka diajarkan sebelum melakukan amalan muri>d mesti memuji Tuhan sebab salah satu bentuk fatwa dari guru Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang menyatakan bahwa segala urusan penting yang tidak dimulai dengan zikir kepada Allah (pahalanya) terputus dan segala urusan baik yang tidak dimulai dengan memuji Allah akan buntung.120 116 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. Rizal, Jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Surau Kayumalue Palu, 20 Maret 2014. 117 118 Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret 119 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, 2013. Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 120 Sumber Dokumen, Fatwa Sang Guru, dikutip tanggal 14 September 2013. 129 3. Peranan Baiat Baiat merupakan pintu masuknya seorang dalam tarekat. Hanya dengan berbaiat, seseorang dapat menjadi anggota tarekat. Proses awal dalam baiat dimulai dengan bertaubat. Taubat merupakan maqam pertama di kalangan para sufi awal, karena mampu membawa seseorang dalam keberhasilannya dalam suatu perjalanan. QS Al-Nu>r/24: 31. Terjemahnya: ِوﺗُﻮﺑﻮا إِ َﱃ ﱠ... َِ اﻪﻠﻟ (٣١) ﲨ ًﻴﻌﺎ أَﻳﱡﻪَ اﻟْ ُﻤ ْﺆِﻣﻨُﻮ َن ﻟَ َﻌﻠﱠ ُﻜ ْﻢ ﺗُـ ْﻔﻠِ ُﺤﻮ َن ُ َ … Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. Proses selanjutnya muri>d menyatakan sumpah setia kepada syekhnya. Janji ini diungkapkan untuk tetap taat kepada Allah dan rasul-Nya. Baiat ini memiliki landasan yang bersumber dari al-Qur’an. QS Al-Fath/48: 18. ِِ ﱠﺠَﺮِة ﻓَـ َﻌﻠِ َﻢ َﻣﺎ ِﰲ ﻗُـﻠُﻮِِ ْﻢ ﻓَﺄَﻧْـَﺰَل اﻟ ﱠﺴ ِﻜﻴﻨَﺔَ َﻋﻠَْﻴ ِﻬ ْﻢ َوأَﺛَﺎﺑَـ ُﻬ ْﻢ ﻟََﻘ ْﺪ َر ِﺿ َﻲ ﱠ َ َﲔ إِ ْذ ﻳـُﺒَﺎﻳِﻌُﻮﻧ َ اﻪﻠﻟُ َﻋ ِﻦ اﻟْ ُﻤ ْﺆﻣﻨ َ ﻚ َْﲢ َ ﺖ اﻟﺸ (١٨) ﻓَـْﺘ ًﺤﺎ ﻗَ ِﺮﻳﺒًﺎ Terjemahnya: Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). Begitupun, QS Al-Fath/48: 10. Terjemahnya: ِاﻪﻠﻟ ﻳ ُﺪ ﱠ ِ ِ َ َإِ ﱠن اﻟﱠ ِﺬﻳﻦ ﻳـﺒﺎﻳِﻌُﻮﻧ (١٠)... اﻪﻠﻟ ﻓَـ ْﻮ َق أَﻳْ ِﺪﻳ ِﻬ ْﻢ َُ َ َ َﻚ إﱠﳕَﺎ ﻳـُﺒَﺎﻳﻌُﻮ َن ﱠ Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka… Ayat di atas menjelaskan bahwa berbaiat dengan Rasulullah saw. merupakan wujud berbaiat dengan Allah. 130 Tradisi Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dalam berbait dengan calon muri>d memiliki ciri yang khusus. Calon muri>d yang menyatakan diri masuk dan mengikuti tarekat, terlebih dahulu dibaringkan di depan mihrab guru dengan posisi menghadap ke arah mihrab dengan menyampingkan badan ke kanan dengan posisi tangan kanan di bawah kepala dan keseluruhan badan ditutup dengan kain putih. Pembaringan ini dilakukan mulai tengah malam hingga subuh dan dianjurkan untuk menjaga tata tertib pembaringan, yaitu: menjaga wudhu dan tidak boleh berbicara satu katapun selama dibaringkan, hanya diizinkan menepuk lantai ketika hendak ke wc. Sebelum dibaringkan, ia meminum air tawajuh tiga teguk dan setiap teguk membaca surah al-Nasyr sambil meniatkan diri masuk tarekat dan mandi ketika mandi calon muri>d hendaknya membayangkan dirinya dimandikan oleh guru. Setelah mandi calon muri>d tersebut diminta untuk melakukan dua rakaat salat wudhu, taubat dan terakhir salat hajat. Di dalam salat hajat calon muri>d dianjurkan meminta penguatan jiwa ketika tarekat ini benar. Rusdin mengaku akan beratnya proses pembaringan ini. Seorang khalifah yang menjadi wakil guru dalam pembaitan melakukan wirid seperdua malam dimulai dari jam 12 malam sampai subuh. Amalan itu tidak lain hanya berzikir.121 Zikir yang mereka amalkan merupakan zikir khusus bagi muri>d yang telah mencapai posisi KMT yaitu khalifah menurunkan tarekat. Tradisi ini dinamakan talqin zikir. Prayitno mengungkapkan rahasia dibalik talqin. Ia menyatakan: Mengapa orang harus dibaringkan? Dibaringkan bukan apa-apa disitu melainkan ditanamkan potensi nur Allah dalam diri sendiri, itu yang disebut 121 2013. Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret 131 dengan talqin zikir. Talqin zikir itu adalah seseorang dikondisikan untuk bisa menerima potensi nur Allah.122 Baiat ini dapat diumpakan dengan sebuah alat elektronik yang memiliki daya listrik yang rendah mesti diberikan alat untuk menstabilkan alat eloktronik tersebut, seperti handphone perlu adaptor, sehingga daya listrik yang tinggi itu tidak merusak handphone yang memiliki daya penerimaan yang terbatas. Begitupun jiwa manusia, perlu ada adaptor dalam hal ini seorang guru, sehingga mampu terhubung dengan cahaya Allah yang memiliki kekuatan tanpa batas. Potensi nur Allah adalah kalimatun tayyibah, tanggap Rusli Amu.123 Ia merupakan esensi al-Qur'an. Sebuah tulisan yang ditulis oleh salah satu guru Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Kadirun Yahya.124 Di dalam tulisan tersebut menjelaskan bahwa al-Qur'an memiliki dua dimensi. Pertama: dimensi yang bersentuhan dengan materi. Itu adalah al-Qur'an yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw. secara lisan kepada para sahabatnya, dan para sahabatnya menyampaikan pula secara lisan kepada orang-orang Muslim di zaman sesudah Nabi saw. dan mereka menyampaikannya secara turun temurun, meneruskannya hingga akhirnya sampai kepada kita sekalian. al-Qur'an inilah yang sering dibaca. 125 122 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 123 Rusli Amu, Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Surau Kayumalue Palu, 18 Maret 2014. 124 Kadirun Yahya merupakan guru Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah namun ia tidak dikategorikan sebagai pewaris silsilah. Amiruddin sebagai penerus silsilah belajar tarekat melalui Kadirun Yahya. Begitupun Prayitno. Dalam wawancara membahas tentang tarekat Prayitno mencoba menunjukkan tulisan ini yang diupload di net. 125 Sumber Dokumen, Kadirun Yahya, "Mutiara al-Qur'an dalam Capita Selecta Jilid III", Official Bandar Kalbu. http://bandarkalbu.wordpress.com/2011/08/17/mutiara-alquran-dalam-capitaselecta-jilid-iii (08 April 2014). 132 Untuk merealisasikan minat baca al-Qur'an pada jamaah, khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kota Palu mendirikan taman pengajian di Surau Kayumalue dengan mendatangkan guru mengaji dari alumni Pascasarjana IAIN Palu melalui izin gurunya.126 Namun melalui observasi penelitian di bulan Maret 2014, peneliti melihat pengajian tersebut tidak aktif, hal ini disebabkan guru pengaji tersebut masih mengakui Amiruddin sebagai mursyid dan Surau tersebut ditempati oleh para jamaah yang mengikuti Saharuddin, anak sulung Amiruddin. Kedua: dimensi non materi. Lebih mereka kenali dengan haqiqi daripada al-Qur'an yang merupakan kalimah Allah yang Maha Agung, yang diturunkan oleh Allah swt. kepada ruhani Rasulullah saw. berupa getaran yang Maha Ultra Sonoor sebagai wahyu yang tidak berhuruf dan bersuara tetapi mengandung getaran yang Maha Dahsyat serta tak terhingga.127 al-Qur'an inilah yang ditanamkan pada baiat seorang muri>d.128 Isyarat tersebut diungkapkan dalam al-Qur'an QS al-Zumar/39: 23. ِ ﻳﺚ ﻛِﺘﺎﺑﺎ ﻣﺘﺸﺎ ِ ﺎ ﻣﺜ ِﺎﱐ ﺗَـ ْﻘﺸﻌِﱡﺮ ِﻣْﻨﻪ ﺟﻠُ ﱠ ِ ِ ْ اﻪﻠﻟ ﻧَـﱠﺰَل أَﺣﺴﻦ ﲔ َ َ َ َ ً َ َُ ً َ ِ اﳊَﺪ ُ ُ ُ ُ ﻳﻦ َﳜْ َﺸ ْﻮ َن َرﺑـﱠ ُﻬ ْﻢ ﰒُﱠ ﺗَﻠ ُﱠ َ ﻮد اﻟﺬ ََ ْ ِﺟﻠُﻮدﻫﻢ وﻗُـﻠُﻮﺑـﻬﻢ إِ َﱃ ِذ ْﻛ ِﺮ ﱠ (٢٣)...اﻪﻠﻟ ْ ُُ َ ْ ُ ُ ُ Talqin zikir ini merupakan bentuk pelontaran potensi nur Allah dari mursyid kelubuk hati seorang muri>d yang dibaiat. Seorang muri>d yang menempuh talqin zikir ini akan mengalami beberapa tingkah, seperti: sering buang air kecil, terasa panas dalam tubuh bahkan seorang muri>d akan merasakan kelitihan pada lengan. 126 Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret 127 Sumber Dokumen, Kadirun Yahya, "Mutiara al-Qur'an dalam Capita Selecta Jilid III", 2013. Official Bandar Kalbu. http://bandarkalbu.wordpress.com/2011/08/17/mutiara-alquran-dalam-capitaselecta-jilid-iii (08 April 2014). 128 2013. Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret 133 Samsuddin dalam menjelaskan efek-efek tersebut merupakan tanda-tanda bagi muri>d, bahwa ia telah melakukan penyimpangan-penyimpangan, seperti: sering buang air kecil maka muri>d tersebut telah melakukan maksiat kelamin, badan terasa panas karena pengaruh maksiat yang selama ini dilakukan atau ketika seseorang mengalami kelelahan di tangan maka ia telah melakukan dosa terhadap kedua orang tua.129 Sehingga talqin zikir merupakan salah satu bentuk detection of problem bagi seorang muri>d untuk mengingatkan beberapa penyimpangan-penyimpangan yang telah dilakukan sehingga ia bergegas menyadarinya dan bertaubat. Taubat oleh kalangan sufi, merupakan maqam pertama dalam memulai perjalanan menuju Allah. Banyak ayat-ayat al-Qur'an yang menganjurkan seseorang untuk bertaubat. Adapun amaliyah dalam Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah adalah bertalqin yang mampu menampakkan kesadaran pribadi bagi para muri>>d yang berbaiat. D. Metode Khalaqah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dalam Upaya Mencerahkan Spiritual Umat di Kota Palu Khalaqah ini merupakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan para muri>d ketika mereka telah masuk tarekat melalui baiat. Seorang muri>d yang telah resmi menjadi jamaah tarekat maka ia diajarkan beberapa amalan. Amalan-amalan tersebut tidaklah itu selain suatu bentuk usaha seorang muri>d untuk mendekatkan ruhnya kepada Allah sehingga spiritual mereka semakin tercerahkan dengan amalan-amalan tersebut. Ruh muri>d yang mendekati Allah tentu memperoleh penambahan ilmu yang merupakan alat untuk mengekang hawa nafsu karena menuruti hawa nafsu merupakan sumber runtuhnya akhlak seseorang. 129 Observasi Proses Talqin, Surau Kayumalue, 28 Februari 2013. 134 Oleh karena itu ada beberapa metode di dalam khalaqah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang memiliki keutamaan dalam mencerahkan spiritual jamaahnya. Kegiatan-kegiatan tersebut, yaitu: 1. Konneksi dalam Tawassul Tawassul lebih dikenal oleh kalangan jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dengan istilah ra>bit}ah. Ra>bit}ah ini memiliki beberapa tingkatan.130 Namun peranan ra>bit}ah ini terlihat dari ungkapan Prayitno yang menyatakan bahwa: …Oleh karena itu kenapa orang harus ra>bit}ah? Ra>bit}ah itu bukan menghadirkan guru yah.131 Ra>bit}ah itu konneksitas ruhani kita dengan nur Allah yang ada dalam diri sang mursyid. Wasilah yang ada dalam diri sang mursyid. Ra>bit}ah itu mengkonnekkan132 ruhani kita dengan channel133 atau wasilah atau channel Allah yang ada pada diri sang Mursyid. Waliyan mursyid. Kalau itu terkonnek maka power itu akan hidup dalam diri kita, kayak stop kontak itu (sambil menunjukkan salah stop kontak dalam rumahnya) Kalau disitu ada aliran alat apa sajakan misalkan ada lampu maka terang, ada kipas angin jadi dingin atau ada ac jadi dingin, jadi kita juga begitu.134 Ra>bit}ah itu sendiri merupakan sebuah proses untuk menghubungkan nur Allah ke dalam diri seseorang melalui seorang penghubung. Penghubung tersebut terletak dalam diri seorang guru. Amiruddin menyatakan: Dalam pola beramal, merabith adalah menggunakan prinsip interaksi antara perorangan/jamaah dengan Rohani Guru; interaksi tersebut dalam arti mohon 130 Lihat tesis ini, h. 111. Namun beberapa dari khalifah ketika menjelaskan tentang ra>bit}ah ini, ia mengungkapkan menghadirkan mursyid dengan membayangkan ruhuni guru ada dihadapan, samping kiri kanan atau dibelakangnya tanpa menjelaskan tujuan dibalik segala tata cara tersebut. 131 132 Menghubungkan. 133 Channel dalam hal ini merupakan sebuah gelombang yang dipancarkan melalui mursyid. Diibaratkan sebuah station televisi memancarkan siaran melalui pemancar namun seseorang tidak mampu mendapatkan siaran tersebut selain menyamakan frequensi yang telah ditetapkan. 134 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 135 syafa'at/berkah/kurnia dengan sikap tawadlu' dengan berdasarkan hadists Qudsi yaitu "Apakah kalian ingin Kuberi tahu orang-orang yang diharamkan dikenai siksa api neraka atau api neraka diharamkan baginya? Yaitu api neraka itu haram bagi orang yang dekat kepada Allah, yang merendahkan diri kepadaNya yang lemah lembut dan taat".135 Ra>bit}ah itu merupakan salah satu bentuk kegiatan yang dilakukan seseorang ketika membaca doa iftita>h} di setiap salat yaitu: wajjahtu wajhi (Saya menghadapkan wajahku). Segala sesuatu itu tidak akan sampai kecuali dengan cahaya-Nya. Untuk kamu sampai ke Allah maka Allah itu harus langsung. Nah bagaimana langsungnya? Tidak boleh pakai perantara makanya wajjahtu wajh{i itu kan sebetulnya kan kata lain dari ra>bit}ah, makanya kalau orang sembahyang tidak tahu dasar tarekat, sembahyang tidak khusu karena dasar wajjahtu itu dia tidak pahami, tahunya di tarekat itu. Kuhadapkan wajahku dengan. Itu kan bagaimana, apakah Tuhan mempunyai wajah? Tapi kalau kita dasar tarekat ada ra>bit}ah konnektor? Konnek nga? Itu sebetulnya, jadi kalau kamu terbiasa dengan ra>bit}ah begitu bang ikhwan membaca wajjahtu langsung terkonnek.136 Guru dalam hal ini hanya sebatas wadah. Mursyid dalam ra>bit}ahlah yang berperan sebagai penghubung. Sehingga ketika seseorang mampu terhubung maka dalam salat melahirkan kekhusyuan. Oleh karena itu konsep berhubungan dengan Tuhan, yaitu: wasilah tidak bermakna perantara tetapi mesti dipahami bahwa itu merupakan penghubung atau pengantar yang membawa kepada konsep keterbimbingan menuju Allah. Orang yang terpimpin oleh mursyid mampu berubah dan meningkat spiritualnya. Akan tetapi, ketika ia belum mampu terhubung dengan mursyid, ia tidak akan tercipta dalam dirinya ketiga perihal visi dan misi tarekat. Visi dan misi itu adalah akhla>qul kari>mah, uswatun h{asanah, dan rah{matan li al- ‘Alamin.137 Sumber Dokumen, Sistem dan Metodologi Beragama Yayasan KH Amir KY Pondok Pesantren Hasan Ma’shum, dikutip tanggal 23 Maret 2014. 135 136 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 137 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 136 Mutawakkil melihat peranan ra>bit}ah ini merupakan bentuk tatacara yang cepat berhubungan dengan Tuhan. Ia mengibaratkan sebuah aliran internet. Jika dipancarkan melalui wireless tampak berbeda ketika aliran tersebut disambungkan dengan kabel. Aliran internet yang dipancarkan melalui wireless akan menyulitkan dalam pencarian signal kemudian ketika terhubung akan memungkinkan ada gangguan ketika ada signal wireless yang lain. Berbeda dengan aliran internet yang menggunakan kabel, ketika kabel itu dihubungkan dengan sumber aliran internet maka internet pun terhubung.138 Dalam hal ini, mursyid yang menjadi penghubung. Ketika ra>bit}ah itu berfungsi dengan baik, maka terasa dalam jiwa ada sentuhan ketenangan yang mengalir karena arus potensi nur Allah tersebut. Rusdin mengakui telah merasakan dua kali kondisi semacam ini bahkan ia merasakan seperti es mengalir dalam tubuh, kondisi itu ketika berada dalam suluk dan ketika pernah terjadi ketika baru bangun.139 Hal ini kayaknya yang dirasakan oleh peneliti ketika berada dalam sekumpulan jamaah tarekat untuk zikir berjamaah. Ketika itu, terasa sejuk mengalir disekujur tubuh dan bulu-bulu kuduk berdiri yang semakin membuat jiwa itu tenang. Namun ada kondisi yang lebih dalam ketika alam sadar (panca indra) kita tidak lagi berfungsi. Ketika panca indra mulai aktif terasa ada semangat baru dalam jiwa dan perasaan lebih fresh dan tidak sedikitpun terasa kantuk dan lelah walaupun duduk berjam-jam berzikir. Mutawakkil (42 tahun), Dosen tetap sejarah UNTAD, Wawancara, BTN Griya Palupi Palu, 24 Maret 2014. 138 139 2013. Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret 137 2. Radiasi zikir. Zikir merupakan pokok dasar dalam menghidupkan potensi nur Allah. Selain menghidupkan potensi nur Allah, ia juga mampu membersihkan kekeruhan dalam jiwa. Oleh karena itu bagi para pemula diberikan amalan dasar berupa zikir ism zat dengan mengungkap lafaz Allah Allah sebanyak 5000 kali dengan sekali duduk.140 Namun zikir ini berbeda disetiap muri>d, karena sebagian dari mereka telah menempuh suluk sehingga mereka diberikan zikir yang berbeda dengan yang lainnya. Nilai-nilai yang dapat didapatkan dalam pengalaman berzikir bermacammacam, antara lain: 1) Zikir menjauhkan diri dari gangguan syetan dan menghancurkan kekuatannya. 2) Zikir menyebabkan kita dicintai oleh Allah swt. sehingga hati menjadi lapang, gembira dan berseri dan menjauhkan kegelisahan serta kesedihan hati. 3) Zikir menjadikan rumah dan hati lebih bercahaya.141 Manfaat dari zikir ini dirasakan oleh jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah seperti, Rizal, ia menyatakan: Sebelum saya masuk tarekat, saya sering begadang dan ngopi di kafe namun setelah masuk tarekat keinginan untuk berzikir lebih kuat karena saya merasakan ketenangan di dalam zikir dan sayapun sekarang senang melaksanakan salat berjamaah.142 Melalui lantunan zikir para muri>d mampu memasuki alam diluar kesadaran sehingga zikir merupakan asas utama dalam suatu tarekat. Keutamaan zikir yang 140 Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret 141 Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, 2013. Wawancara, Pue Bongo Palu, 19 April 2014. Rizal, Jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Surau Kayumalue Palu, 20 Maret 2014. 142 138 dirasakan oleh Risal merupakan aplikasi yang disebutkan dalam al-Qur’an, QS AlRa‘du/13: 28, Artinya: ِاﻟﱠ ِﺬﻳﻦ آﻣﻨﻮا وﺗَﻄْﻤﺌِ ﱡﻦ ﻗُـﻠُﻮﺑـﻬﻢ ﺑِ ِﺬ ْﻛ ِﺮ ﱠ ِ ِاﻪﻠﻟ أََﻻ ﺑِ ِﺬ ْﻛ ِﺮ ﱠ (٢٨) ﻮب ُ ُاﻪﻠﻟ ﺗَﻄْ َﻤﺌ ﱡﻦ اﻟْ ُﻘﻠ ْ ُُ َ َ َُ َ (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.143 Begitupun QS Al-Zumar/39: 23. ِ ِ ْ اﻪﻠﻟ ﻧـَﱠﺰَل أَﺣﺴﻦ ِ ﻳﺚ ﻛِﺘﺎﺑﺎ ﻣﺘﺸﺎ ِ ﺎ ﻣﺜ ِﺎﱐ ﺗَـ ْﻘﺸﻌِﱡﺮ ِﻣْﻨﻪ ﺟﻠُ ﱠ ﻮد ُﻫ ْﻢ َ َ َ َ ً َ َُ ً َ ِ اﳊَﺪ ُ ُﲔ ُﺟﻠ ُ ُ ُ ُ ﻳﻦ َﳜْ َﺸ ْﻮ َن َرﺑـﱠ ُﻬ ْﻢ ﰒُﱠ ﺗَﻠ ُﱠ ََ ْ َ ﻮد اﻟﺬ ِوﻗُـﻠُﻮﺑـﻬﻢ إِ َﱃ ِذ ْﻛ ِﺮ ﱠ (٢٣) ... اﻪﻠﻟ ْ ُُ َ Artinya: Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah.144 Terlihat pada ayat di atas menjelaskan bahwa Allah yang menurunkan ungkapan yang sangat indah ditampakkan dalam kitab, dengan ungkapan itu orangorang yang takut kepada Tuhannya merasakan getaran pada kulitnya atau berdiri bulu kudunya sehingga orang yang berzikir akan merasakan kesejukan yang membawa mereka kepada ketenangan pada kulit dan hati serta lebih larut lagi dalam zikir. Mahmud Lasawedi mengungkapkan: Ketika berada pada titik kullu jasad maka reaksi akan muncul seperti bergetarlah semua anggota tubuh.145 Zikir dalam Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dapat dilakukan dengan zikir sendiri maupun zikir berjamaah. Zikir berjamaah ini dilakukan dengan posisi 143 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 253. 144 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 463. 145 Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Observasi Penjelasan Tatacara Suluk, Surau Kayumalue Palu, 19 Juli 2013. 139 melingkar, dengan mengikuti isyarat pemimpin zikir. Akan tetapi sebelum melakukan zikir berjamaah biasanya melaksanakan tawajuh terlebih dahulu. Mahmud Lasawedi melihat bahwa zikir dalam Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dilakukan dengan khafi dan jahar.146 Zikir khafi ini lebih diutamakan dan hampir praktek zikirnya secara keseluruhan zikir khafi namun zikir jahar hanya dilakukan dalam penutupan suluk begitupun juga salawat kepada Rasullah saw. Ketika penutupan suluk ini, maka jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah menangis sambil mengungkapkan salawat dan zikir ﻻ إﻟﻪ إﻻ ﷲ. Bagi jamaah yang telah menerima zikir nafi> is\bat maka terdapat sistem yang diaplikasikan dalam mengungkapkan zikir nafi> is\bat tersebut. Achmad Risal melihat bahwa zikir khafi ini memiliki ciri khas dan keutamaan, ia menyatakan; Kekuatan spiritual zikir itu terletak di dalam zikir khafi dan itu sesuai dengan hukum newton. Frequenzi yang kecil itu bisa menghasilkan gelombang yang besar. Gelombang yang besar mengasilkan energi yang besar. Fisika dan metafisika itu sejalan. kalau gelombangnya halus energinya besar maka zikir khafi itu menghaluskan gelombang sehingga mengakibatkan energi yang lebih tinggi oleh sebab itu ada orang berkata ketika berzikir seakan-akan dia mau terbang merasa berada di alam lain. Berbeda dengan jahar gelombangnya terlalu besar karena gelombangnya terlalu besar maka energinya kecil itu bisa dibuktikan secara fisika. Hukum newton 3 gelombang yang jarak rambatnya rendah menghasilkan energi yang tinggi kalau jarak rambatnya itu tinggi maka energinya lebih kecil.147 Mengingat keutamaan zikir ini sebagai sumber hidupnya potensi nur Allah dalam diri mereka maka para jamaah mengadakan zikir berjamaah di setiap rumah secara bergilir. Rumah-rumah yang di tempati untuk zikir secara berjamaah ada enam tempat. Namun rumah yang hendak di tempati untuk berzikir, terlebih dahulu 146 Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Pue Bongo Palu, 19 April 2014. 147 Achmad Rizal (52 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, BTN Bumi Anggur Palu, 08 April 2014. 140 dinaikkan keguru hingga mendapatkan izin dengan pemberian sebuah sejadah. Adapun persyaratannya harus ditempati berzikir sekali dalam sehari.148 Di samping itu, ia tetap mengerjakan zikir yang telah diberikan dari guru. Zikir yang dilakukan secara berjamaah lebih mampu menghidupkan suasana keheningan dalam berzikir karena energi zikir yang keluar di antara satu jamaah dengan jamaah lain saling terikat. Unsur senyawa akan terikat dengan unsur senyawa. Seorang muri>d sebelum melakukan zikir ia perlu mengkondisikan dirinya dengan bacaan kaifiya>t. Kaifiya>t itu sendiri merupakan dasar untuk merasakan aliran potensi nur Allah yang ada dalam diri kita. Prayitno mengatakan: Setelah konnek dengan potensi nur Allah, bagaimana mengaktifkan diri kita yang terhijab dari potensi tersebut. Nah ada namanya kaifiyat yang bacaannya itu tidak lebih dari tiga bacaan istighfa>r, alfatih{a dan qul huwallah. Dasar inilah yang membuka daripada potensi Allah yang telah hidup dalam diri kita.149 Ketiga bacaan itu merupakan bacaan pembuka dalam setiap zikir. Seorang muri>d selalu menjaga diri untuk selalu berusaha mencapai kondisi yang benar-benar merasakan setiap bacaan kaifiya>t sebelum melakukan zikir ism zat. Kondisi dalam kaifiya>t terdiri atas: 1) Istigfar yang merupakan kondisi seorang muri>d untuk selalu berupaya kembali kepada Allah sesuai dengan kehendak-Nya. Amiruddin mengungkapkan: Kembali kepada Allah sebagaimana telah sebagaimana yang telah dikehendaki-Nya, makna kembali kepada Allah adalah bertaubat sebagaimana yang dijelaskan oleh Said ibn Jubair ketika menjelaskan firman Allah: Sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang kembali (QS al148 Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret 149 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, 2013. Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 141 Isra/ 17: 25) Said ibn Jubair berkata “Maksud orang-orang yang kembali adalah bertaubat kepada Allah.150 2) al-Fatih{ah yang merupakan kondisi seorang muri>d memuji dengan perasaan bersyukur kepada Allah sehingga merasakan bahwa petunjuk dan pertolongan itu datangnya dari Allah. Amiruddin mengatakan: Tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah yang Maha Besar. Dialah yang memaniskan lisan orang-orang yang berzikir kepada-Nya. Dialah yang menanamkan rasa takut dalam hati orang-orang yang merenungkan kelebihan nikmat-Nya, kepada orang-orang yang senantiasa mensyukurinya. Dialah yang dengan kemurahan-Nya mengasihani orang-orang yang bermaksiat kepada-Nya.151 3) al-Ikhlas yang merupakan kondisi seorang muri>d mengesakan Allah sehingga ia benar-benar mampu memurnikan niatnya dan tidaklah dilakukan itu selain penuh rasa keikhlasan untuk mencapai keridaan Allah. Ketiga bacaan kaifiya>t tersebut merupakan kondisi seorang muri>d sebelum berzikir, Prayitno mengungkapkan: Kalau ketiga ini hidup dalam dirimu bagaimana? Itu terlihat dari Istigfar. Bagaimana istigfar itu tetap dizikirkan dan diupayakan dizikirkan istigfar itu berupa kondisi atau sifat. Nah kalau sifat istigfar itu hidup dalam dirimu itu bagaimana? Apakah setiap detik akan terampuni oleh Tuhan. Selama ini kegiatan kita hanya dibaca makanya tidak masuk dalam qalbunya. Jadi tarekat itu pentingkan? Tanpa ini tidak akan bisa, bagaimana orang itu akan terampuni oleh Tuhan atau Ya Allah minta ampun! Bagaimana mengkondisikan kita yang implementnya bukan ruh. Oleh karena itu ruh harus terhubung dengan nur itu yang dikenal dengan rabitah. Jika istigfar itu bukan kamu yang baca maka potensi itu hidup, sifat itu hidup dalam dirimu, dalam ruhanimu sifat dari istigfar itu setiap saat kamu terampuni oleh Allah. Terus kedua al-fatih}a setiap saat kamu ditunjuki dan disayangi oleh Allah bagaimana kalau kamu disayangi dan ditunjuki? Ketiga kamu bisa mentauhidkan Allah setiap saat, makanya doanya kan ya Allah! Aku pohonkan seumpama dari bacaan ini ada pahalanya melalui salurannya itu. Kalau potensi itu kalau tersalur lewat channelnya dan masuk dalam dirimu pasti was-wasmu kan 150 Sumber Dokumen, Fatwa Sang Guru, dikutip tanggal 14 September 2013. 151 Sumber Dokumen, Fatwa Sang Guru, dikutip tanggal 14 September 2013. 142 hilang, bagaimana tidak hilang? Kamu terampuni, kamu ditunjuki, kamu mentauhidkan dan bisa hilang was-wasnya.152 Begitu pula, untuk merasakan ketiga kondisi kaifiya>t tersebut, seorang muri>d perlu dalam kondisi terhubung dengan mursyid dalam hal ini ia perlu mera>bit{ dengan mursyid sehingga kaifiya>t bukan sekedar bacaan kaifiya>t yang masih diungkapkan oleh jasad. Akan tetapi benar-benar terasa sehingga ketika ia bezikir, lisan tidak berzikir lagi tetapi ruh. Rusdin menyatakan: Diharapkan sebenarnya berzikir bukan lagi kita, dia yang berzikir karena ruh memiliki fungsi untuk menangkap energi-energi yang halus, seperti: energi yang mengandung informasi dari alam gaib bisa berbentuk wahyu ataupun ilham.153 Mahmud Lasawedi pun mengungkapkan hal yang sama dan menguatkannya dengan ayat: أذﻛﺮﻛﻢ أذﻛﺮﻛﻢ ﻓﺎذﻛﺮوﱏ154 (ingatlah Aku (Tuhan) maka Aku mengingat-mu). Kata merupakan isyarat dari balasan dari zikir tersebut. Oleh karena itu kata zikir pada ayat إِﻧﱠﺎ َْﳓ ُﻦ ﻧَـﱠﺰﻟْﻨَﺎ اﻟ ِّﺬ ْﻛَﺮ َوإِﻧﱠﺎ ﻟَﻪُ َﳊَﺎﻓِﻈُﻮ َن155 merupakan zikir yang diturunkan dari Allah kepada orang yang berzikir kepadanya.156 Ketika ruh ini yang berzikir maka ia melakukan mi‘raj. Prayitno mengatakan: salat itu benar-benar mi’raj. اﻟﺼﻼة ﻣﻌﺮاج اﳌﺆﻣﻨﲔjadi mi’raj itu bukan hanya khusus rasul.157 Sehingga gelombang-gelombang zikir yang dirasakan mampu mengubah keadaan jiwanya. 152 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 153 Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret 154 QS. Al-Baqarah 2: 152. 155 QS. Al-H{ijr 15: 9. 156 Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, 2013. Observasi Penjelasan Tatacara Suluk, Surau Kayumalue Palu, 19 Juli 2013. 157 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 143 Kedalaman zikir seseorang terlihat dari makna ayat al-Qur’an dalam QS AlBaqarah/2: 152. Terjemahnya: (١٥٢)... ﻓَﺎذْ ُﻛ ُﺮ ِوﱐ أَذْ ُﻛ ْﺮُﻛ ْﻢ Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu… ‘Abdul H{ali>m Mahmud dalam menjelaskan ayat di atas dengan menyatakan: ِ ِ ِ ِ ِ أُذْ ُﻛ ُﺮْوِﱏ:َﺳَﺮا ِر ْ أَذْ ُﻛ ُﺮُﻛ ْﻢ ﺑِﺘَـَﺮا ُدف اْﳌَﻨَ ِﺢ َواْﻷ,َﺳَﺮا ٍر ْ أُذْ ُﻛ ُﺮْوِﱏِ ﺑِﺄ: أَذْ ُﻛ ُﺮُﻛ ْﻢ ﺑِﺘَـْﻨﻘْﻴ ِﺢ اْﳉَﻨَﺎن,أُذْ ُﻛ ُﺮ ِوﱏِ ﺑﺎﻟﻠّ َﺴﺎن ِْ ِ أُذْ ُﻛﺮْوِﱏ ﺑ: أَذْ ُﻛﺮُﻛ ْﻢ ﺑِﺎﻟْ َﻔ ْﻮِز اﻟْ َﻌ ِﻈْﻴ ِﻢ, أُذْ ُﻛﺮْوِﱏِ ﺑِﺎﻟﺘـ ْﱠﻌ ِﻈْﻴ ِﻢ: أَذْ ُﻛﺮُﻛ ْﻢ ﺑِﺎﻟْ َﻔْﺘ ِﺢ َواﻟ ﱡﺴﺮْوِر,ﻀ ْﻮِر أَذْ ُﻛ ُﺮُﻛ ْﻢ,ﺎﻹ ْﺣِ َﱰ ِام ْ ِﺑ ُ ُﺎﳊ ُ ُ ُ ُ ُ ِْ ِ أَذْ ُﻛﺮُﻛﻢ ﺑ,اﻹﻫﺘِﻤ ِﺎم ِِِ ِ ِ ِْ ﺑِﺎﻟْ َﻜﺮاﻣ ِﺔ و أَذْ ُﻛ ُﺮُﻛ ْﻢ, أُذْ ُﻛ ُﺮْوِﱏ ﺑِﺎﻟْ ُﻘﻠُ ْﻮ ِب:ْﻤ ِﺔ َواْ ِﻹ ْﳍَ ِﺎم ُْ َ ﺎﳊﻜ َ ْ ِْ أُذْ ُﻛ ُﺮْوﱏ ﺑﺎ ْﳍ ﱠﻤﺔ َو:اﻹ ْﻛَﺮام َ ََ ِ َ أَذْ ُﻛﺮُﻛﻢ ﺑِﺎﻟْﻤﺤﺒﱠ ِﺔ واﻟْﻌِﺮﻓ, أُذْ ُﻛﺮوِﱏ ﺑِ ْﺎﻷَرْﻛﺎَ ِن:ﻒ أَﺳﺮا ِر اﻟْﻐُﻴـﻮ ِب ِ ِ .ﺎن ُْ ْ ُ َ ْ ﺑ َﻜ ْﺸ ْ َ ََ ُْ Artinya: Ingatlah Aku dengan lisan, maka Aku mengingatmu dengan perbaikan rahasiarahasia. Ingatlah Aku dengan rahasia, maka Aku mengingatmu dengan pemberian tak terputus dan tersembunyi. Ingatlah Aku dengan kehadiran, maka Aku mengingatmu dengan kemenangan dan kelapangan. Ingatlah Aku dengan pengagungan, maka Aku mengingatmu dengan kemenangan yang agung. Ingatlah Aku dengan pemulian, maka Aku mengingatmu dengan kemulian. Ingatlah Aku dengan kehasratan dan perhatian, maka Aku mengingatmu dengan hikma dan ilham. Ingatlah Aku dengan Hati, maka Aku mengingatmu dengan pembeberan rahasia-rahasia kegaiban. Ingatlah Aku dengan ketauhidan maka Aku mengingatmu dengan cinta dan irfan. Begitupun terdapat dalam hadis qudsi yang diriwayatkan bukhari, muslim dan tirmizi. ِ ٍ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ﻋُ َﻤ ُﺮ ﺑْ ُﻦ َﺣ ْﻔ ،ُاﻪﻠﻟُ َﻋْﻨﻪ َﻋ ْﻦ أَِﰊ ُﻫَﺮﻳْـَﺮَة َر ِﺿ َﻲ ﱠ،ﺻﺎﻟِ ٍﺢ ْ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ اﻷ، َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ أَِﰊ، ﺺ ُ َﲰ ْﻌ،ﺶ َ ﺖ أَﺑَﺎ ُ َﻋ َﻤ ﻓَِﺈ ْن، َوأَﻧَﺎ َﻣ َﻌﻪُ إِ َذا ذَ َﻛَﺮِﱐ، أَﻧَﺎ ِﻋْﻨ َﺪ ﻇَ ِّﻦ َﻋْﺒ ِﺪي ِﰊ:اﻪﻠﻟُ ﺗَـ َﻌ َﺎﱃ ﻮل ﱠ ُ " ﻳَـ ُﻘ:ﺻﻠﱠﻰ ﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗَ َﺎل اﻟﻨِ ﱡ:ﻗَ َﺎل َ ﱠﱯ ِ ِ ِِ ﱄ ﺑِ ِﺸ ٍْﱪ ب إِ َﱠ َ َوإِ ْن ﺗَـ َﻘﱠﺮ، َوإِ ْن ذَ َﻛَﺮِﱐ ِﰲ َﻣ ٍَﻺ ذَ َﻛ ْﺮﺗُﻪُ ِﰲ َﻣ ٍَﻺ َﺧ ٍْﲑ ﻣْﻨـ ُﻬ ْﻢ،ذَ َﻛَﺮِﱐ ِﰲ ﻧَـ ْﻔﺴﻪ ذَ َﻛ ْﺮﺗُﻪُ ِﰲ ﻧَـ ْﻔﺴﻲ ِ وإِ ْن ﺗَـ َﻘﱠﺮب إِ َﱠ،ﺗَـ َﻘﱠﺮﺑﺖ إِﻟَﻴ ِﻪ ِذراﻋﺎ ِ , َوإِ ْن أَﺗَ ِﺎﱐ ﳝَْ ِﺸﻲ أَﺗَـْﻴﺘُﻪُ َﻫ ْﺮَوﻟَﺔً )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎرى،ﺎﻋﺎ ً َﺖ إِﻟَْﻴﻪ ﺑ ً ﱄ ذ َر ُ ْاﻋﺎ ﺗَـ َﻘﱠﺮﺑ َ َ ًَ ْ ُْ ( اﻟﱰﻣﺬى,ﻣﺴﻠﻢ 144 Artinya: ‘Umar ibn H{afs} telah menceritakan kepada kami, Ayahku telah menceritakan kepada kami, al-A‘masy telah menceritakan kepada kami, Saya telah mendengar Abu S{a>lih dari Abu Hurairah ra. Berkata: Nabi saw. berkata: Allah swt. Bersabda: Aku berada dalam prasangka hambaku, dan Aku selalu bersamanya jika ia mengingat-Ku dalam dirinya maka Aku mengingatnya dalam diri-Ku dan jika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam perkumpulan, maka Aku mengingatnya lebih baik dari itu. Jika ia mendekatkan diri kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekatkan diri kepadanya sehasta. Jika ia mendekatkan diri kepada-Ku sehasta, Aku mendekatkan diri kepadanya sedepa. Dan jika ia mendatangi-Ku dalam keadaan berjalan, maka Aku mendatanginya dalam keadaan berlari. Terlihat dari ayat al-Qur'an dan Hadis di atas dijelaskan bahwa seseorang dalam berzikir memiliki ketentuan dan tingkatan sesuai kadar kemampuan seseorang tersebut. Ketika seorang hamba berzikir kepada Allah maka zikir Allah kepadanya melebihi zikir yang diungkapkan hamba tersebut. Oleh karena itu di dalam zikir berjamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, terdapat kegiataan yang bersifat mentransfer potensi. Ini dikenal dengan tawajuh. Jika diperhatikan kata tawajuh merupakan suatu kata yang bermakna menghadap atau mengarahkan. Namun dalam pemikiran khalifah, tawajuh merupakan sebuah konsep untuk berkekalan dengan Allah.158 Tawajuh diperkenalkan oleh muri>d Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang telah dua kali masuk suluk dan itu dilakukan setelah salat Asar, Isya dan tengah malam. Tawajuh memiliki peranan yang sangat penting sebelum berzikir karena terdapat keheningan. Setiap yang mengikuti tawajuh ini diminta untuk mera>bit} karena akan diberikan dan disalurkan sebuah potensi ke dalam dirinya. Oleh karena itu orang yang tidak terhubung maka ia tidak akan mampu menerima potensi yang dihembuskan ketika tawajuh. 158 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 145 Coba kalau itu kita sebelum dimulai proses tawajjuh itu, betapa heningnya itu, kita masing-masing disuru untuk konnek, karena akan diberikan sebuah power akan disalurkan sebuah power ke dalam orang-orang yang bertawajuh itu, makanya kita harus dalam kondisi konnek, ra>bit}ah, seseorang yang tidak konnek di saat tawajjuh tidak bisa menerima power itu, coba kamu lihat apa yang dibaca? Power itu yang dihembuskan159 Sebagian dari mereka ketika dalam tawajuh, tiba-tiba ada yang menangis tanpa disadari bahkan ia menangis hingga tawajuh dan zikir selesai.160 Itu merupakan salah satu efek dari hembusan-hembusan yang ditiupkan oleh mursyid dalam tawajuh. Tawajuh merupakan bentuk berkekalan dengan Tuhan dalam hal ini selalu terhubung dengan Tuhan. Prayitno menyatakan: Itulah dasar-dasar untuk menjadikan orang berkekalan dengan Allah harus itu dulu, harus orang itu dilapangkan, disayangi, harus orang itu terhubung dengan Tuhan, harus orang itu lapang hatinya, harus orang itu mentauhidkan baru dia berkekalan dengan Allah kalau salah satu yang ngak ada, bagaimana bisa berkekalan dengan Allah? Hidup ini kan harus berkekalan dengan Allah ﺍﻟﺫﻳﻥ ﻳﺬﻛﺮون ﷲ ﻗﻴﺎﻣﺎ وﻗﻌﻮدا وﻋﻠﻰ ﺟﻨﻮ ﻢ161 bagaimana itu? Kalau ditanyakan ada itu. Biar saya berbicara begini hidup itu pasti.162 Sehingga hembusan berupa bacaan-bacaan beberapa surah dalam al-Qur’an dan salawat dalam tawajuh merupakan syarat untuk berkekalan dengan Allah. Ketika salah satu syarat itu tidak dibaca dalam suatu kondisi maka proses berkekalan itu terputus. Adapun maksud dari berkekalan dengan Allah adalah seseorang itu senantiasa berzikir dalam segala bentuk kegiatan baik berdiri, duduk, berbaring bahkan ia ketika kedua mata tertidur ruh tetap berzikir. 159 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 160 Jamaah Tarekat, Observasi Kegiatan Zikir Berjamaah, Surau Kayumalue. 161 QS. A<li ‘Imran 3: 191. 162 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 146 Tawajuh juga merupakan bentuk pemusatan konsentrasi timbal balik antara satu dengan yang lain dan dapat menghasilkan penyatuan ruhani, penyempurnaan keyakinan, dan sejumlah gejala yang lain. Sehingga ketika ruhaninya terhubung dengan ruh mursyid kemudian naik lagi kejenjang yang lebih tinggi yaitu ruh kenabiaan yang lebih dikenal dalam dunia tarekat dengan nur Muhammad kemudian nur inilah yang mengantarkan kepada posisi yang lebih dekat dengan Zat Tunggal. Keadaan itulah hakikat dari berkekalan. Oleh karena itu ketika ruh ini kembali ke jasad maka rasa itu tetap ada sehingga pribadi itu berada dalam naungan tindakan Tuhan. Kapasitas kemampuan seorang pemimpin tawajuh untuk mentransfer potensi tersebut berbeda. Akan terasa ketika pemimpin zikir memiliki pengalaman yang besar ketika dihembuskan potensi tersebut. Seorang muri>d lebih mudah merasakan ketenangan dan rasa sejuk yang mengalir ditubuhnya. Namun hembusan tersebut bersumber dari mursyid. Hembusan-hembusannya berasal dari mursyid ruhani yang dihembuskan melalui pemimpin zikir atau khalifah. Pemimpin zikir atau khalifah hanya sebatas saluran potensi tersebut, seperti kabel listrik yang mengantarkan arus listrik.163 3. Penerapan kedisiplinan jiwa melalui suluk Mahmud Lasawedi ketika ditanya, apa itu suluk? Ia menjawab: Suluk dari kata salaka salkan wa sulu>kan yang artinya: menuruti, menjalani, menempuh suatu jalan. Hakikat suluk, yaitu: al-Takhalla> ‘an al-S{ifa>t alMaz\mu>mah (pengosangan diri dari sifat tercela), wa tah}alla> bi al-S{ifa>t alMah{mu>dah (penjernihan diri dengan sifat terpuji, wa al-Tajalla> rabbaka (penampakan Tuhan). Suluk pada dasarnya memiliki dalil dalam al-Qur’an Mutawakkil (42 tahun), Dosen tetap sejarah UNTAD, Wawancara, BTN Griya Palupi Palu, 24 Maret 2014. 163 147 ِ ِﻓَﺎﺳﻠُ ِﻜﻲ ﺳﺒﻞ رﺑ164 (Maka bersuluklah di surah al-Nah}l ayat 69 disebutkan: ﻚ ذُﻟًُﻼ ْ َّ َ ُ ُ jalan-jalan Tuhanmu dalam keadaan merendahkan diri).165 Suluk merupakan amalan yang dilakukan oleh muri>d Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah untuk mendapatkan potensi nur Allah yang lebih besar. Dalam hal ini merupakan bentuk pelatihan bagi jiwa muri>d untuk disiplin dalam beberapa hari. Kegiatan suluk ini dilakukan selama 10 hari.166 Suluk juga bisa dilakukan 5 atau 3 hari, tetapi suluk ini hanya dilakukan bagi tingkatan petoto ke atas. Muri>d yang sering masuk dalam suluk ia akan dinaikkan tingkatannya. Dalam observasi kegiatan suluk bulan Maret 2014, khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Saharuddin, melihat bahwa suluk merupakan pelatihan untuk merasakan gelombang zikir yang sangat halus oleh karena itu mesti zikir yang diucapkan mesti diresapi walaupun ada amalan zikir yang mesti diselesaikan tetapi yang terpenting adalah bagaimana cara untuk merasakan lebih dalam zikir yang dilafazkan dalam setiap latifah. Tingkatan zikir muri>d dalam Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah ini terdiri dari17, yaitu: 1) Zikir ismu zat, 2) zikir lataif, 3) zikir nafi isbat, 4) zikir wuquf,167 5) 164 QS. Al-Nah}l 16: 79. Namun peneliti melihat ayat ini diperuntukkan lebah untuk berjalan di jalan Allah dalam keadaan merendahkan diri tetapi ayat ini juga bisa bersifat umum. Oleh kalangan sufi seorang yang berjalan di jalan Allah mesti menipiskan keegoan dalam diri. 165 Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Pue Bongo Palu, 19 April 2014. 166 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 167 Zikir ini dalam pemaparan Mahmud Lasawedi memiliki landasan dalam al-Qur'an, yaitu: إِ ْذ ِ ﻳـﻐَ ِّﺸﻴ ُﻜﻢ اﻟﻨـﱡﻌﺎس أَﻣﻨَﺔً ِﻣْﻨﻪ وﻳـﻨَـ ِﺰُل ﻋﻠَﻴ ُﻜﻢ ِﻣﻦ اﻟ ﱠﺴﻤ ِﺎء ﻣﺎء ﻟِﻴﻄَ ِﻬﺮُﻛﻢ ﺑِﻪkata اﻟﻨـﱡﻌﺎسpada ayat merupakan bentuk zikir, ketika َ َ َ ُ ُ ْ َّ ُ ً َ َ َ ْ ْ َ ّ ُ َ ُ َ َ seseorang berzikir dan terkantuk sehingga perasaan akal menghilang atau kelima indra ini tidak aktif lagi seperti ketika seseorang tidur akan tetapi terasa dalam sebuah kondisi dan kondisi ini akan berlanjut ketahap yang lebih tinggi. Sehingga kondisi ini membawa beberapa jamaah tarekat meyakini hadis Rasulullah saw. yang menyatakan bahwa tidur orang yang berpuasa itu ibadah karena mereka senantiasa berzikir. Namun tidak tergolong tidur orang yang lalai dari berzikir. Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Observasi Penjelasan Tatacara Suluk, Surau Kayumalue Palu, 19 Juli 2013. 148 mura>qabah it}laq, 6) mura>qabah ah}diyatul af‘al, 7) mura>qabah ma‘iyah, 8) mura>qabah aqrabiyah, 9) mura>qabah ah}diyatu zat 10) mura>qabah zatus syarfi walbuhti, 11) maqam musyahadah, 12) maqam muka>syaf, 13) maqam muqa>balah, 14) maqam muqa>fahah, 15) maqam fanafillah 16) maqam baqabillah dan 17) tahlil lisan. Tingkatan-tingkatan zikir di atas diterima oleh seorang muri>d setelah melalui beberapa kali suluk. Namun amalan suluk untuk pertama kalinya bagi muri>d yang baru masuk hanya bisa dilakukan setelah tiga bulan dari talqin zikir dengan mempersiapkan kelambu yang berukuran 1 m3 sebagai tempat untuk berzikir. Sebelum berangkat untuk bersuluk seorang muri>d terlebih dahulu melakukan salat hajat di rumah, itu bertujuan untuk memudahkan muri>d dalam pelaksanaan suluk begitupun mempersiapkan biaya adminstrasi dan juga biaya untuk bersedekah. Mahmud Lasawedi melihat dalam suluk itu merupakan penggemblengan jiwa dari pengaruh nafsu untuk membentuk spiritual muri>d. Ia menyatakan: Disinilah kesempatan kita untuk menggembleng hawa nafsu yang ada di dalam diri kita. Oleh karena itu Rasulullah saw. bersabda 168أﻋﺪ ﻋﺪوك ﻧﻔﺴﻚ ﺑﲔ ﺟﻨﺒﻴﻚ musuhmu yang paling besar adalah hawa nafsumu yang terletak di antara dua dadamu.169 Prayitno memandang hal yang sama. Ia menyatakan: Disuluk itu, kita ditraning dan kita diupgrade bagaimana nafsu itu bisa tunduk supaya diri kita itu patuh sama Tuhan makanya sepuluh hari kita digamleng bagaimana kita shalat? Bagaimana kita zikir? 10 hari kan cuman itu kerjaannya.170 Rusdin menyatakan: 168 Setelah mentakhrij lafaz hadis di atas, peneliti tidak menemukan hadis tersebut dilafazkan dengan sarih. Hanya saja dalam musnad Ahmad yang ditahkik oleh Syu‘aib al-Arnaut} disebutkan hadis ini sebagai penjelasan ibn al-As\i>r tentang makna lafaz ﺍﻟﺻﺭﻋﺔdari hadis riwayat bukhari 169 ِ ِ ِ . ﻀﺐ إِﱠﳕَﺎ اﻟ ﱡ ُ ﺼَﺮ َﻋﺔُ اﻟﱠﺬي ﳝَْﻠ َ َﻚ ﻧَـ ْﻔ َﺴﻪُ ﻋْﻨ َﺪ اﻟﻐ Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Observasi Penjelasan Tatacara Suluk, Surau Kayumalue Palu, 19 Juli 2013. 170 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 149 Suluk sebuah metode zikir dengan cara mengasingkan diri secara intensif di Surau selama beberapa hari, tetapi terkadang dilakukan selama 1, 3, 5, 7, 10, 21 dan 40 hari, sesuai dengan petunjuk guru. Suluk ini merupakan latihan ruhani yang bertujuan untuk membuang atau menghilangkan nafsu dan sifatsifat tercela, mengeluarkan sifat-sifat syaitan dan menggantikannya dengan nafsu atau sifat-sifat terpuji serta mendatangkan sifat-sifat malakiyah sehigga dekat dengan Allah swt.171 Observasi peneliti dalam kegiatan suluk di bulan Ramadan tahun 2013, melihat ada dari jamaah tarekat mengalami gangguan seperti sihir yang telah lama ada dalam dirinya. Mereka memperistilahkan orang-orang seperti ini dengan tenggeng. Tenggeng ini banyak dialami oleh masyarakat Palu yang merupakan ilmu hitam yang diwariskan dari nenek moyangnya. Penyakit mereka dapat dikenali oleh muri>d ketika ia masuk dalam suluk. Oleh karena ia bertingkah aneh, seperti: berteriak, menangis, tertawa, muntah ketika proses berzikir tetapi tidak ada yang keluar, dan beberapa tindakan lain. Selama tarekat ini ada di kota Palu, beberapa jamaah telah disembuhkan dari penyakit ini. Tiga dari keluarga yang menderita tenggeng tersebut telah disembuhkan. Begitupun juga, seorang jamaah tarekat mengaku bahwa sebelum masuk tarekat ia pernah mengikuti pelatihan tenaga dalam, margaluyu, dan ia sampai jenjang guru. ia mengungkapkan kondisi yang dirasakan ketika berada dalam suluk pertamanya. Di dalam suluknya, ia merasakan sakit hingga terasa seakan hampir mati. Ia tetap melanjutkan suluknya hingga selesai. Adapun suluk-suluk yang dia ikuti setelahnya tidak merasakan lagi kesakitan tetapi mulai merasakan ketenangan dalam zikirnya. 171 2013. Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret 150 Mereka memandang suluk merupakan sumber penerimaan potensi nur Allah yang besar karena merupakan sarana untuk mengekang hawa nafsu. Oleh karena itu jiwa mampu melakukan perjalanan atau mi’raj. Untuk mencapai keberhasilan dalam suluk seorang muri>d perlu memperhatikan beberapa kurikulum suluk yang dijadikan sebagai aturan dalam pelaksanaan suluk. Kurikulum tersebut dinamakan hadap 21. Hadap 21 terdiri dari: a. Hendaklah mensucikan niat daripada segala urusan dunia. Janganlah bermaksud berlindung dalam suluk karena takut sesuatu urusan dunia atau hendak mencari supaya disanjung orang supaya dikatakan alim dan lain-lain. Atau hendak menjadi khalifah supaya pandai mengobati, hendak naik tingkat, hendak mencari keramat dan sebagainya tetapi hendaklah kita beramal ibadah karena ingin menghampirkan diri karena Allah swt. juga dii’tikadkan untuk suluk ini seolaholah kita ingin mati. b. Sebelum kita masuk suluk terlebih dahulu kita melakukan tiga salat sunnat, sunnat wudu, sunnat taubat dan sunnat hajat demi mengikuti amalan orang-orang yang shalih, para wali. c. Dalam kelambu jangan menjulurkan kaki, tidur harus terlipat dalam kelambu. d. Seolah kita seorang bayi dalam kandungan ibu begitulah kita I’tikadkan dalam hati. Kandungan ibu ini adalah pimpinan mursyid. e. Janganlah memimpikan sesuatu lagi walaupun yang dipikirkan itu sesuatu yang berurusan ibadah. Agar dapat khusu’ dan tawadu di hadapan Allah. f. Berkekalan wuquf qalbi. g. Wajib berjamaah dalam shalat, tawajjuh dan zikir. Kalau tertinggal maka mudah sekali diserang syetan. h. Tidak berbicara dengan teman lain. Seakan-akan kita sendiri. Jangan berkata-kata dengan yang lain selain khalifah itupun dibatasi sampai 16 perkataan dalam sehari. i. Lazimkan duduk dalam kelambu dan jangan lazimkan duduk diluar kelambu. Keluar kelambu hanya lima menit. Dalam kelambu tidak boleh makan minum jangan berkata-kata dan hanya berzikir. Hanya diizinkan minum air tawajuh.172 j. Dalam berzikir hendaknya duduk dengan tawadu dan tawarud dan jangan bersandar. k. Selalu memakai kain atau kudung di atas kepala ketika keluar dari kelambu. l. Selalu mengingat kalimat Allah pada setiap-setiap pekerjaan. m. Berniatlah hanya berbuat kebajikan kepada ikhwan terlebih dari ikhwan miskin, supaya mendapat rahmat dari Allah n. Bersikap sopan santun terhadap petoto yang membantu suluk ini. o. Sebaik-baiknya memperbanyak sedekah ikhlas dalam suluk supaya Allah membuka hijab kita. 172 Air tawajuh merupakan air yang telah didoakan oleh guru. Air ini terkadang dipergunakan dalam pengobatan seseorang yang terkena sihir. Bahkan Mahmud Lasawedi melihat air ini dapat membersihkan kotoran dalam badan yang merupakan hasil dalam makanan haram. 151 p. Untuk sementara waktu untuk segala bentuk wirid kita tinggalkan dulu agar supaya kalimat-kalimat Allah mantap. q. Untuk sementara waktu janganlah makan makanan dari luar karena masaknya tanpa wudu dan untuk sementara waktu juga tangguhkan makanan dari bentuk hewani agar mudah terbuka hijab. r. Janganlah mandi selama 10 hari selain mandi wajib, cukur rambut dan kuku. s. Kalau datang sesuatu yang ganjil dalam beramal atau dalam mimpi, sebaiknya melaporkan kepada PDZ karena masalah terbesar dalam suluk itu adalah ilusi. t. Haruslah menjaga waktu salat untuk berjamaah, tawajjuh dan zikir u. Lazimkan selalu dalam keadaan berwudu dan selalu berada dalam kelambu.173 Prayitno mengungkapkan: Kurikulum yang dibuat oleh guru merupakan bentuk pelatihan bagi seseorang untuk selalu disiplin. Sebagai contoh; muri>d senantiasa menjaga ketapatan waktu dalam salat, tawajuh, dan zikir. Disitu kita diajarkan tentang kepatuhan, bagaimana salat lima waktu selama 10 hari berarti 50 kali berjamaah, apa itu tidak luar biasa?174 Disamping itu, muri>d dibentuk untuk senantiasa menjaga niat dalam melakukan semua tindakan selama sepuluh hari dalam suluk. Sehingga ketika keluar dari suluk ada perubahan spiritual tersendiri, walaupun mungkin tidak mengalami perubahan secara totalitas tetapi sedikit demi sedikit. Perubahan itu dapat dirasakan oleh seorang muri>d ketika ia bersungguh-sungguh dan melatih dirinya selama tiga tahun berturut-turut.175 Oleh karena itu muri>d yang senantiasa selalu masuk suluk dan menjaga kurikulumnya, akan nampak perubahan spiritual dari perilakunya, berbeda dengan sebelumnya. sikap perilaku yang tadinya suka marah menjadi santun, yang suka tegesa-gesa lebih hati-hati, yang tadinya sombong menjadi tawadu.176 173 Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Observasi Penjelasan Tatacara Suluk, Surau Kayumalue Palu, 19 Juli 2013. 174 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 175 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 176 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 152 Hasaruddin mengatakan: Setelah mengikuti suluk saya senantiasa merasa tenang, lebih berhati-hati dalam setiap pembicaraan dan tingkah laku.177 ABK menyatakan: Sebelum saya masuk tarekat saya salah seorang pemimpin preman di pasar Palu, kalau ada Cina yang tidak mau bayar uang keamanan langsung saya lempar rumahnya. Saya lakukan itu hingga saya lumpuh dua bulan di rumah sakit tidak dapat disembuhkan hingga saya mendengar tentang pengobatan yang dilakukan oleh khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, sayapun berkunjung ke surau dan ketemu dengan ayah, ia mengatakan masuk tarekat atau berobat. Sayapun mengatakan masuk tarekat dan waktu itu bertepatan diadakan kegiatan suluk dan saya bersuluk setelah lima hari sayapun mampu berjalan. Sejak itu saya meyakini tarekat. 178 Berdasar dari observasi banyak jamaah tarekat yang merasakan manfaat suluk. Ia merasakan semakin tenang. Bahkan ada jamaah sebelum suluk ketika diadakan rapat mesti ia melemparkan kursi dalam ruangan namun semenjak melakukan suluk ia tidak pernah lagi melakukan hal tersebut. Perubahan-perubahan yang dialami para jamaah tarekat tersebut merupakan buah dari amalan suluk karena dalam suluk mereka diajarkan tentang tujuh titik point potensi, ketika ketujuh point potensi ini hidup maka perbuatan-perbuatan tercelapun sirna dengan sendirinya karena meningkatnya kualitas spiritual. Prayitno menyatakan: Hidupkan dulu potensi yang ada di latifah qalbumu itu, pasti yang lainnya akan sirna, makanya dalam tarekat itu mengapa orang butuh suluk? Karena butuh latifah itu. Dasar membentuk orang memiliki akhlaqul karimah di latifah itu sebenarnya.179 Latifah inilah merupakan titik point potensi dalam pemikiran khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Ketujuh titik point potensi itu adalah: latifah 177 Hasaruddin, Mahasiswa UNTAD FKIP, Wawancara, Samudera II Palu, 31 Maret 2014. 178 ABK, Jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 1 April 2014. 179 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 153 qalbu, latifah ruh, latifah khafi, latifah akhfa, latifah nafsu natiq, latifah kullu jasad. Setiap latifah memiliki hitungan zikir tersendiri. Setiap latifah memiliki unsur penyakit dan jika dilafazkan ism zat pada titik latifah tersebut maka unsur penyakit itu hilang dan berganti dengan sifat yang terpuji. Berikut ini keadaan setiap latifah. a. Latifah Qalbi Merupakan sentral tubuh dan dialah merupakan induk latifah-latifah lainnya dan merupakan tempat penyimpanan ilmu dan amal. Dialah alam jabarut, tempat taklut qudra iradah Allah, tempat penuangan ilham dan faid Allah. Dialah yang dapat mendekati Tuhan ketika dibersihkan dengan zikrulllah dari segala najis ma’nawi. b. Latifah Ruh Tempat terletak sifat-sifat mazmumah (tercela) yang tidak di sukai Allah dan Rasul Yakni: nafsu atau sifat-sifat bahimiah (binatang jinak, binatang peliharaan) Nafsu makan, nafsu tidur, bersenang-senang, jimak dll. Sifat penurut syahwat yang hanya akan membawa ke arah bersenang-senang semata tanpa mengingat akibatnya. Memusatkan zikir ism zat pada titik ini akan menghilangkan sifat-sifat tersebut sehingga terbimbing keaarah yang diridai Allah c. Latifah Sir Tempat sifat-sifat subu’iyah (binatang jalang/liar) Yakni sifat-sifat binatang buas, gerang, pemberang/pemarah, emosional, berbuat perpecahan/permusuhan, pembenci sesama, kejam, aniaya, menindas. Memusatkan zikir ism zat pada titik ini maka muncul sifat kesempurnaan d. Latifah Khafi Tempat sifat-sifat atau nafsu syaitaniah yakni was-was, hasat, dengki, khianat, cemburu, dusta, munafik, mungkir janji. Jika dipusatkan zikir pada titik tersebut maka timbul diganti dengan sifat-sifat syukur, rida, sabar dan tawakal. e. Latifah Akhfa Tempat sifat-sifat rububiyah/rabbanih (kuasa)Yakni sombong, takabur, riya’, sana’ah, loba, tamak, ujub (membanggakan diri) segala sifat ketinggi-tinggian atau kebesar-besaran akulah yang pandai, akulah yang kaya, akulah yang cantik, gagah dsb. Memusatkan zikir pada titik ini maka muncul sifat-sifat ikhlas, khusu’, tadaru’, diam (tafakur) f. Latifah Nafsu Natiq Tempat sifat-sifat nafsu amarah yakni nafsu yang selalu menyuruh akan kejahatan khayal dan panjang angan-angan, kewas-wasan. Ketika dipusatkan zikir pada titik ini maka akan muncul sifat tentram dan pikiran tenang. g. Latifah Kullu Jasad Tempat sifat-sifat pemalas, lalai (kebodohan dan kelalaian). Seluruh tubuh dari ujung rambut, ubun-ubun, sampai keujung telapak kaki, urat, tulang, darah, daging, kulit/selerang, kuku, sel-sel bulu roma, rongga/pori-pori, seluruhnya didzikirkan/bergetar menyebut asma Allah karena iblis dan syaitan bisa 154 menetap/masuk melalui salah satu dari padanya. Pemusatan zikir pada titik ini maka muncul ilmu dan amal.180 Disamping dalam suluk seorang muri>d dilatih untuk disiplin dalam kegiatan zikir, ia juga dilatih untuk bersedekah. Sedekah merupakan pemberian yang diberikan secara tulus oleh muri>d dalam bentuk materi dan merupakan amalan yang dilakukan oleh muri>d dan lebih baik dilakukan secara rutin.181 Sedangkan Prayitno melihat sedekah merupakan salah satu pembuka hijab, penghapus dosa dan penolak bala serta alat penopang untuk kesempurnaan keterhubungan dengan Tuhan. Ia melihat sedekah merupakan penambahan gizi bagi ruh.182 Pembukaan hijab yang dikemukakan oleh Prayitno berupa informasi tentang suatu kejadian, sehingga hal-hal negatif dapat dihindari. Sesuai kejadian yang diceritakan oleh Rusdin yang merupakan nilai dari sedekah itu. Ia menyatakan: Saya kira itu bahagian dari sedekah adalah kita terhindar dari hal-hal yang negatif seperti: Kalau kita mau keluar rumah terkadang ada hal-hal dari dalam diri kita, coba periksa dulu peralatan, atau kendaraan yang mau dipakai. Itu disampaikan dari dalam hati. Pernah saya alami ketika mau keluar rumah periksa ban belakang sebelah kiri mobilnya, tapi karena saya cuek saya tetap keluar, pas pulang mau menuju ke rumah kembali, terlempar itu bang belakang, padahal sudah disuruh periksa sebelum keluar tadi disuruh periksa.183 Namun bukan sekedar pembukaan hijab, tetapi sedekah itu di amalkan dalam kegiatan suluk terutama bagi mereka yang masih pemula. Ketika ia merasakan ketidakmampuan dalam berzikir, lutut sakit karena pengaruh duduk maka untuk meredakan kondisi demikian, orang mesti bersedekah. Sebelum bersedekah, 180 Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Observasi Penjelasan Tatacara Suluk, Surau Kayumalue Palu, 19 Juli 2013. 181 Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret 182 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, 2013. Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 183 2013. Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret 155 seseorang hendaknya merabit terlebih dahulu kemudian membaca kaifiya>t kemudian mengungkapkan dalam hati keinginannya. Achmad Risal melihat bahwa hasil dari sedekah itu tergantung dari guru, siapa yang ia kehendaki untuk diberikan.184 Ia melihat bahwa guru mengetahui pengetahuan khusus kepada siapa yang berhak tetapi tidak jauh dari kategori yang telah disebutkan oleh al-Qur'an. Dibalik dari sedekah itu, sesuai keterangan dari para jamaah, bahwa di dalamnya ada unsur penyakit. Oleh karena itu sewaktu sedekah itu dihitung maka orang yang menghitungnya memberikan sedekah sebagai tula bala dari penyakit yang tertimbun dari sedekah tersebut.185 4. Ziyarah Ziyarah bermakna mengunjungi. Ziyarah ini merupakan bentuk silahturahim bagi para jamaah, namun ziyarah ini sebatas kepada guru. Ziyarah itu bagian daripada kita menghormati guru. Ziyarah itu sebenarnya silaturahim. Itu kan bagian dari etika jadi kita harus menghormati guru, kita tidak boleh dalam kondisi sombong, angkuh. kalau itu kan aturan-aturan kita sebagai manusia harus ada hadap harus ada etika. Etika itu kan bagian dari akhlak. Kita kan dikasih ilmu. Padahal kan, masa kamu telah diberikan ilmu gurumu, masa kamu tidak menghargai gurumu?186 Ziyarah telah menjadi bagian dari amalan penyempurna bagi para jamaah. Amalan ini bertujuan bagi para muri>d untuk selalu terinspirasi dengan ungkapanungkapan guru. Kita kan butuh silaturahmi kalau dengan guru, supaya apa? Supaya ceritacerita guru itu bisa menginspirasi dirimu untuk kemudian kamu bisa berbuat 184 Achmad Rizal (52 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, BTN Bumi Anggur Palu, 08 April 2014. Mutawakkil (42 tahun), Dosen tetap sejarah UNTAD, Wawancara, BTN Griya Palupi Palu, 24 Maret 2014. 185 186 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 156 baik. Orangkan melihat kayak fenomena akhirnya ia tidak dapatkan sesungguhnya ilmu ketuhanan Guru itu kan orang yang dekat dengan Allah, kalau kita dekati dengan konnek, konnek dengan ruhani sang guru itu, maka ilmu-ilmunya itu akan tersalur ke dalam diri kita. Itu pentingnya ziarah disitu. Bukan cuman datang mendengar cerita. Bagian dari mata pelajaran, untuk mengenal Allah secara sempurna, karena dalam sang guru itu kalau kita berziarah (silaturahmi) pastikan dia bercerita. Cerita-ceritanya itu pasti untuk memperbaiki akhlak kita.187 Muri>d yang terbatas melihat fenomena atau karamat tidak akan mampu memiliki kemajuan spiritual yang mengarah kepada pribudiluhur karena ia asik dengan fenomena yang dilihat dari guru sehingga mereka tidak memperhatikan dari ungkapan guru sebagai sarana nasehat yang mengarahkan kepada kemajuan spiritual. Padahal ketinggian dari tarekat itu ketika seorang muri>d mampu mencapai spiritual yang tinggi, mampu berinteraksi dengan Tuhan, alam dan masyarakat di bawah naungan kehendak Tuhan. Ziyarah ini dapat dilakukan dalam dua bentuk: pertama secara jasmani seperti yang telah diungkapkan sebelumnya dan kedua ziyarah ruhani, yaitu ketika ruh seorang muri>d berjumpa dengan ruh seorang mursyid. Meskipun Achmad Risal tidak mengakui akan adanya bentuk ziyarah ruhani ini,188 Mutawakkil mengungkapkan bahwa suatu ketika Prayitno sementara berada di depan TV dan waktu itu istrinya datang serta memukulnya. Prayitno mengatakan:" wah kamu mengganggu saja, lagi asyik berbicara dengan guru.189 Begitu juga ungkapan Rusdin tentang pengalamannya ketika ditalqin.190 187 Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 21 Maret 2014. 188 Achmad Rizal (52 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, BTN Bumi Anggur Palu, 08 April 2014. Mutawakkil (42 tahun), Dosen tetap sejarah UNTAD, Wawancara, BTN Griya Palupi Palu, 24 Maret 2014. 189 190 Lihat tesis ini, h. 98. 157 Amalan-amalan yang dijadikan sebagai khalaqah al-sufiyah yang mampu mencerahkan spiritual seorang muri>d, merupakan amalan yang saling terkait, tidak dipilah salah satu dari amalan. Dalam pelaksanaan amalan tersebut, seorang muri>d senantiasa dalam kondisi tera>bit} (terhubung dengan mursyid) sehingga lebih mampu melakukan amalan semata karena keridaan Tuhan yang tidak bercampur dengan keinginan-keinginan yang lain. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari pembahasan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut ini: 1. Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah masuk di kota Palu pada tanggal 9 April 1991 melalui khalifah Kadirun Yahya yang terdiri dari empat gelombang. Keempat gelombang tersebut merupakan jenjang perkenalan kepada masyarakat tentang Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Hingga diijazahkan Amiruddin oleh Muhammad Khair Hasyim, jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu mulai berkembang yang kemudian didirikanlah Pondok Pesantren Hasan Ma‘shum. Jumlah jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah hingga pada tahun 2013 tercatat 4867 jamaah di kota Palu. Perkembangannya juga dapat dilihat dari banyaknya rumah-rumah jamaah yang dijadikan tempat berzikir. Terkhusus di kota Palu ada enam rumah jamaah yang dijadikan tempat berzikir. Begitupun juga khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah masih aktif mengadakan dakwah ditengah masyarakat kota Palu. 2. Peran Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu dapat terlihat melalui visi dan misi tarekat. Visi dan misi tersebut adalah membangun jiwa yang berakhlak mulia sehingga mampu menjadi teladan dan menciptakan kasih sayang antara sesama makhluk. Oleh karena tarekat tidak terlepas dari tiga eksitensi yang saling terkait yaitu: mursyid, muri>d, dan bait. 158 159 a. Peranan mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah adalah menuntun dan membawa muri>d-muri>dnya mencapai rida Allah swt. Sehingga mursyid senantiasa menyucikan jiwa muri>d dari unsur pengaruh zahir seperti: minum khamar dan berzina, begitupun juga menyucikan dari unsur pengaruh batin. b. Peran muri>d terlihat dari bentuk ubudiyah mereka kepada Allah dengan akhlak yang mulia yang disertai penjagaan terhadap syariat, begitupun juga terlihat dari bakti mereka kepada gurunya. c. Peran baiat yang merupakan bentuk detection of problem bagi murid, proses baiat mampu memberikan efek kepada muri>d yang dibaiat sehingga ia menyegerakan dirinya untuk bertaubat. 3. Metode khalaqah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah merupakan bentuk kegiatan dalam upaya pencerahan spiritual umat di kota Palu. Kegiatan tersebut terdiri dari: a. Tawassul berupa ra>bit}ah. Ra>bit}ah merupakan konneksitas antara mursyid dan muri>d sehingga muri>d lebih mudah merasakan potensi nur ketuhanan. Kegiatan ini serupa dengan doa iftita>h} dalam salat. b. Zikir merupakan metode untuk menghidupkan potensi nur ketuhanan yang telah ditanam pada saat baiat. Penyebutan lafaz Allah berulangkali mampu memberikan ketenangan kepada muri>d yang telah terabit dengan mursyid. Begitupun zikir dalam Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah bertingkat dan menghasilkan radiasi pada jiwa muri>d pun bertingkat. c. Suluk merupakan latihan untuk mendisiplinkan jiwa, baik disiplin dalam mengerjakan syariat, seperti: salat berjamaah atau zikir begitupun disiplin dalam mematuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan guru. 160 d. Ziyarah merupakan metode untuk memperkuat jalinan silaturahmi antara guru dengan muri>d. Begitupun juga memberikan inspirasi bagi muri>d ketika mendengarkan nasehat-nasehat dari guru. B. Rekomendasi Penelitian Hasil penelitian ini, merupakan analisa dan temuan dalam keutamaan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dalam mengembangkan kondisi spiritual umat. Disadari bahwa analisa ini masih memiliki keterbatasan-keterbatasan dalam mengungkapkan kandungan terdalam dari tarekat. Ini disebabkan proses dalam pemberian amalanamalan tarekat memiliki jenjang yang lama serta waktu penelitian yang sangat terbatas. Sehubungan dengan itu, penelitian ini merumuskan beberapa rekomendasi, sebagai berikut. 1. Untuk peneliti selanjutnya, mengadakan penelitian yang lebih detail dari bentuk perubahan kondisi jiwa sesorang yang masuk dalam tarekat. Dalam hal ini, perlu mengadakan penelitian yang bentuknya uji coba. Namun akan membutuhkan waktu lebih lama disebabkan seorang peneliti benar-benar merasakan keadaan jiwanya dan keadaan orang lain. Peneliti akan mampu merasakan dan membedakan seorang muri>d rajin berzikir dengan yang tidak. 2. Untuk staf pendidikan yang formal. Perlu mengadakan kurikulum yang sifatnya pengembangan spiritual siswa melalui pembinaan tarekat. 3. Untuk lembaga tarekat perlu adanya kurikulum yang benar lengkap sehingga mudah dipahami oleh seorang muri>d. Kurikulum tersebut dapat dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu: a. Kelas syariat. Kelas tersebut mengajarkan ilmu syariat, sehingga para muri>d pemula yang belum mampu mengetahui ilmu syariat, mereka akan dibimbing sebelum mendalami ilmu tarekat. 161 b. Kelas tarekat. Kelas tersebut mengajarkan ilmu tarekat sesuai dengan metode guru tarekat tersebut. c. Kelas makrifat. Kelas tersebut diajarkan oleh mursyid yang perpengalaman tentang pengetahuan makrifat kepada muri>d yang memang layak mendapatkannya. 4. Untuk oknum pengamal tarekat, perlu pengadaan sosialisasi di tengah masyarakat sekitar Pesantren dengan mengadakan kegiatan tertentu sehingga masyarakat di sekitar Pesantren lebih mengenal tentang tujuan dari tarekat dan tarekat tidak terlihat sebagai pelajaran express. DAFTAR PUSTAKA ‘Abdillah Muh}ammad ibn al-Kha>ni> al-Kha>lidi> al-Naqsyabandi>. al-Buhjah alSaniyyah, Ed. Terbaru. t.c; Turki: al-Ikhlas, 2002. ‘Abdul al-Ba>qi>, Muhammad Fu’a>d. al-Mu‘jam al-Mufahras li Alfa>z}i al-Qur’an alKari>m. t.c; Kairo: Da>r Kutub al-Mas}riyah, 1364 H. Abu al-‘Ala> ‘Affi>fi>, al-Tas}awwuf al-S|aurah al-Ru>hiyyah fi> al-Isla>m (Kairo: t.p, 1964) dikutip dalam Abu al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> alTasawwuf al-Isla>mi>. Cet. III; Cairo: Da>r al-S\iqa>fah li al-nas\ri wa al-Tauzi‘, 1979. Abu> Zaid, Muh}ammad al-Rafa>‘i.> al-Qa>mu>s al-Basi>t} fi> ma‘a>ni> al-Qur’an al-Muh}i>t}. (t.d). Aceh, Abu Bakar. Pengantar Ilmu Tarekat - uraian tentang mistik. Cet. III; Solo: Ramadhani, 1985. -------. Tarekat dalam Tasawuf. Cet. VI; Kelantan: Pustaka Aman Press, 1993. al-Ahwa>ni>, Ah{mad fua>d. al-Falsafah al-Isla>miyah. t.c; Kairo: al-Haiatu al-Mis}riyah, 1985. al- A<lu>si>, Abu> Fad}li Syiha>b al-Di>n al-Sayyid Mahmu>d. Ru>h al-Ma‘a>ni> fi Tafsi>r alQur’a>n al-‘Az}i>m wa al-Sab‘u al-Mas\a>ni>, Jil. XXVIII. Cet. II; Beirut: Da>r Ih{ya> al-Turas\, t.th. A<min, Ah}mad. Fajr Isla>m. Cet. II; Beirut: al-Kita>b al-‘Arabi>, 1933. Ansari, Muhammad Abd. Haq. Sufism dan Shari’ah: a study of shaykh Ahmad Sirhindi’s effort to reform sufism. Terj. Achmad Nashir Budiman, Merajut Tradisi Syari’ah dengan Sufisme: Mengkaji gagasan Mujaddid Syeikh Ahmad Sirhindi. Ed. 1. Cet. 2; Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001. Arnold, dkk. Da>irah al-Ma‘rif al-Isla>miyah, Tahqiq: Ibrahim Zaki> Khaursyi>d, dkk. Jil. XXII. Cet.I; t.t.: Markaz al-Sya>riqah li Ibda‘ al-Fikr>, 1998. Arsyad, Mustamin. Islam Moderat: Refleksi Pengamalan Ajaran Tasawuf. Cet.I; Makassar: Baji Bicara Press, 2012. ‘A<t}if al-Di>n. al-S}ufiyah fi> Naz}ri al-Isla>m: Dirasah wa Tah}li>l. Cet. III; Kairo: alKita>b al-Misriyah, 1985. Azra, Azyumardi. Islam Reformis: Dinamika Intelektual dan Gerakan. Cet. I; Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999. Basyu>ni>, Ibra>hi>m. Nasy'ah al-Tas}awwuf al-Isla>mi>. t.c.; Kairo, al-Ma‘arif, t.th. Bayyu>mi>, ‘Abdul al-Mu‘ti> Muh}ammad. Madkhal ila> dira>sah al-Falsafah alIsla>miyah. Cet. II, Kairo, Kulliyah Us}u>l al-Din Kairo, 1998. al-Biru>siwiy, Isma>‘il H{uqi>y. Tafsi>r Ru>h al-Baya>n, Jil. I. t.c.; t.t.: al-‘Us\maniyyah, 1330 H. -------. Tafsi>r Ru>h al-Baya>n, Jil. VIII. t.c.; t.t.: al-‘Us\maniyyah, 1330 H. 162 163 -------. Tafsi>r Ru>h al-Baya>n, Jil. X. t.c.; t.t.: al-‘Us\maniyyah, 1330 H. BPS 2010 Provinsi Sulawesi Tengah -------. al-Ja>mi‘ al-Musnad al-Mukhtas}ar min ‘Us}u>l Rasulillah wa Sunanih wa Ayya>mih. Jil. IX. Cet. I; Beirut: Da>r T{auq al-Naja>h, 1422 H. Bruinessen, Martin Van. The Tarekat Naqsyabandiyah in Indonesia - a historical, geographical, and sosiological survey. dengan kata pengantar oleh Hamid Algar, ter. Ismed Natsir, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia: survei historis, geografis, dan sosiologis. Cet. IV; Bandung: Mizan, 1996. Chambert-Loir, Henri dan Claude Guillot. Le culte des saints dans le monde musulman, terj. Jean Couteau, dkk. Ziarah dan Wali di Dunia Islam. Cet. I; Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2007. Chittick, William C. Imaginal Worlds, Ibn al-‘Arabi and Problem of Religious, terj. Achmad Syahid, Dunia Imajinal Ibnu ‘Arabi; Kreativitas Imajinasi dan Persoalan Diversitas Agama. Cet. I; Surabaya: Risalah Gusti, 2001. Darni>qah, Muhammad Ahmad. al-Tasawu>f al-Isla>mi> - al-T{ari>qah al-Naqsyabandiyah wa A‘la>muha. t.t; Juru>s Bars, t.th. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, Ed. Ilmu Pengetahuan. Cet. VII; Bandung: al-Mizan Publishing House, 2011. Faisal, Sanafiah. Metodologi Penelitian Sosial. Cet. I; Jakarta: Erlangga, 2001. -------. Format-format Penelitian Sosial. Cet. VI; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003. al-Gaza>li>, Abu H{a>mid Muh}ammad ibn Muh}ammad. Ih}ya' al-‘Ulum al-Din, Pengantar Tasawuf Islam dan analisa tentang kehidupan al-Ghaza>li> serta filsafatnya di Ih}ya' oleh Badawi> Ahmad, Jil. I. t.c.; Semarang: Karya Toha Putra, t.th. -------. Ih}ya' al-‘Ulum al-Din, Pengantar Tasawuf Islam dan analisa tentang kehidupan al-Ghaza>li> serta filsafatnya di Ih}ya' oleh Badawi> Ahmad, Jil. II. t.c.; Semarang: Karya Toha Putra, t.th. -------. al-Munqiz min al-Dalalah wa al-Mausu>l ila zi al‘izzah wa al-Jala>l, ditahkik oleh Jami>l Sali>ban dan Ka>mil ‘Ayya>d. Cet. VII; Beirut: Da>r al-Andalus, 1967. H{usain ibn Mans}u>r al-H{allaj, Kita>b al-Tawa>si>n, manuskrib, dikutib oleh Annemarie Schimmel, Mystical Dimensions of Islam. t.c; United States of America: The University of North Carolina Press, 1975. H{ilmi>, Muh}ammad Mus}tafa>. al-H{aya>h al-Ruh}iyyah fi> al-Isla>mi>. Cet. II, Kairo, alHai'ah al-Mas}riyah, 1685. Al-Hujwi>ri>, Kasyf al-Mah}ju>b. t.c; Kairo: al-Majlis al-A‘la> li Syu’u>n al-Isla>mi>, 1974. -------. Mausu>‘ah al-Kisnaza>n fi>ma> Is}t}alah}a ‘alaih Ahl al-Tasawwuf wa al-‘Irfa>n, Jil. XIV. t.c., Suriah, Da>r al-Mah{abbah, 2005. Ibn Asy‘as\, Sulaiman. Sunan Abi Daud bi Tahqi>q Muhammad Muhyi al-Di>n ‘Abdul Hami>d. t.c; Beirut: al-Maktabah al-‘As}riyah. 164 Ibn Kas\i>r, Abu al-Fida>’ Isma>‘i>l ibn ‘Umar. Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az{i>m. Cet. I; Beirut: Da>r ibn H{azzam, 2000. Ibn Khaldun, ‘Abdul al-Rahman. al-Muqaddimah, Tahqiq oleh ‘Abdul al-Sala>m alSyida>di>, Ed. Khusus dalam bentuk Jilid. Jil. III. Cet. I; Maghrib:al-Bayd}a', 2005. Ibn Muh}ammad ‘Abdul al-Maji>d al-Kha>ni. al-H{ada>iq al-Wardiyah fi> H{aqaiq Ajla>i alNaqsyabandiyyah. Cet. II; Irak: Waza>rah al-Tarbiyah, 2002. ‘Isa>, ‘Abdul Qadir. Haqa>'q al-Tasawwuf, terj. Khairul Amru Harahap dan Afrizal Lubism, Hakekat Tasawuf. Cet. 13; Jakarta: Qisthi Press, 2011. Jama>‘ah min Kiba>r al-Lughawiyyi>n al-‘Arab, al-Mu‘jam al-‘Arabi> al-Asa>si>. t.c; Kairo: al-Munaz}z{amah al-‘Arabiyah li al-tarbiyah wa al-S|iqa>fah wa al‘Ulu>m, t.th. Jum‘ah, Jama>l Sa‘ad Mah{mu>d. Fi Riya>d} al-Tasawwuf al-Isla>mi>. t.d. Kalsum, Ummu. Ilmu Tasawuf. Cet. I; Makassar: Alauddin Press, 2011. Lembaga Penelitian Universitas Islam Malang, Metode Penelitian Kualitatif – Tinjauan Teroritis dan Praktis, Edisi Revisi. Cet. III; Surabaya: Visipress Media, 2009. Lings, Martin. Syekh Ahmad al-‘Alawi His Spritual Heritage and Legacy. Terj. Abdul Hadi W.M., Syekh Ahmad al-‘Alawi wali sufi abad 20. Cet. IV; Bandung: Mizan, 1994. -------. What is Sufism? Terj. Achmad Maimun, Ada apa dengan Sufi? Cet.I; Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2004. -------. What is Sufism? Cet. III; Pakistan: The Carvan Press, 2005. Mah}mu>d, ‘Abdul al-H{ali>m. Qad}iyah al-Tasawwuf al-Munqiz\ min al-D{alalah Hujjatu al-Isla>m al-Gaza>li>, dengan kata pengantar oleh Muh{ammad Zaki> Ibra>hi>m. Cet. VIII; Kairo: Da>r al-Ma‘a>rif, t.th. -------. Qad}iyah al-Tasawwuf al-Munqiz\ min al-D{alalah Hujjatu al-Isla>m al-Gaza>li>, dengan kata pengantar oleh Muh{ammad Zaki> Ibra>hi>m. ter. Abubakar Basymelah, Hal Ihwal Tasawuf . t.c.; t.t.p: Daarul Ihya, t.th. -------. al-Tasawwuf fi> Isla>m, terj. Abdul Zakiy al-Kaaf, Tasawuf di Dunia Islam. Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 2002. -------. Sult}a>n al-‘Arifi>n: Abu> Yazi>d al-Bist}ami>. Cet. II; Kairo: al-Ma‘arif, t.th. Massignon, Lois. Da>irah al-Ma‘arif al-Isla>miyah Maddah Turuq S{u>fiyyah. Kairo: al‘arabiyah, t.th, dikutip dalam ‘Amir Nijja>r, T{uruq al-S{ufiyyah fi Misr: Nasy’atuha> wa Nuz}umuha>, wa rawa>duha>. Mulyati, Sri, dkk. Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia. Cet. II; Jakarta: Kencana, 2005. -------. Peran Tarekat Qa>diriyah Naqsyabandiyah dengan Referensi Utama Suryala, Ed. I. Cet. I; Jakarta: Kencana, 2010. 165 Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press, 1985. Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Cet. XVII; Jakarta: Raja Grafindo Persada 2010. -------. The Mystics of Islam. diterjemahkan oleh Tim Penerjemah Bahasa Asing dengan judul, Mistik dalam Islam. Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 2000. ------. The Mystics of Islam. diarabkan oleh Nu>r al Di>n Syari>bah, al S{u>fiyyah fi al Isla>m. Cet. II; Kairo: al Dauliyah li al T{aba‘ah, 2002. Nijja>r, ‘Amir. T{uruq al-S{ufiyyah fi> Misr: Nasy’atuha> wa Nuz}umuha>, wa rawa>duha>. Cet. V; Kairo, Da>r al-Ma‘a>rif, t.th. al-Ni>sa>bu>ri>, Abu> al-H{usain Muslim ibn al-Hajja>j al-Qusyairi.> S{ahi>h Muslim, Jil. IV, Bab. Fad}a>il al-Sahabah. Cet. I; Kairo: Da>r al-H{adi>s\, 1991. Nurhayati. "Karakteristik Pengamalan Sufisme Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu", Tesis. Makassar: PPs UIN Alauddin, 2006. al-Qusyairi>, Abu> al-Qa>sim ‘Abd al-Kari>m al-Risa>lah al-Qusyairiyyah, Tahqiq: ‘Abd al-H{ali>m Mah}mu>d dan Mahmud ibn al-Syari>f, Jil. I. Kairo, Da>r al-Ma‘a>rif, 1119 H. -------. al-risa>lah al-Qusyairiyyah, Tahqiq: ‘Abd al-H{ali>m Mah}mu>d dan Mahmud ibn al-Syari>f, Jil. II. Kairo, Da>r al-Ma‘a>rif, 1119 H. Rahman, Fazlur. Islam, ter. Senoaji Saleh, Islam. Cet. II; Jakarta: PT Bumi Aksara, 1992. Rusdin, "Pendidikan Spritual dalam Penanganan Penderita Narkoba (Studi Kasus di Pusat Rehabilitasi Hasan Ma'shum Tarikat Naqsyabandiyah Khalidiyah Kota Palu)", Disertasi. Makassar: PPs UIN Alauddin, 2013. Said, A. Fuad. Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah. Cet. IV; Jakarta: Pustaka al-Husna Baru, 2005. Salahuddin. Misykat Cahaya-cahaya: Telaah Pemikiran Tasawuf Falsafi Imam alGhaza>li.> Cet. I; Makassar: Alauddin Press, 2011. Schimmel, Annemarie. Mystical Dimensions of Islam. t.c; United States of America: The University of North Carolina Press, 1975. ------. Mystical Dimensions of Islam. Terj. Sapardi Djoko Damono (et al.), Dimensi Mistik dalam Islam. Cet. I; Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009. ------. And Muhammad is His Messenger: The Veneration of the Prophet in Islamic Piety, terj. Rahmani Astuti dan Ilyas Hasan, Cahaya Purnama Kekasih Tuhan: dan Muhammad adalah Utusan Allah, Ed. Terbaru, Cet. I; Bandung: Mizan Pustaka, 2012. Shihab, Alwi. al-T{asawwuf al-Isla>mi> wa A<sa>ruhu fi al-T{asawwuf al-Indu>ni>si> alMu‘a>shar, terj. Muhammad Nursamad, Islam Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya hingga Kini di Indonesia, dengan kata pengantar oleh Abdurrahman Wahid. Cet. I; Bandung: Mizan, 2001. 166 Sholikhin, Muhammad. Tasawuf Aktual-Menuju Insan Kamil. Cet. I; Semarang: Pustaka Nuun, 2004. Simuh. Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam. Cet. II; Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1997. Siregar, A. Rivay. Tasawuf dari sufisme klasik ke neo-sufisme. Cet. II; Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002. Smith, Margareth. al-Gazali The Mystic, terj. Amrouni, Pemikiran dan Doktrin Mistis Imam al Ghazali. Cet. I; Jakarta: Riora Cipta, 2000. Subagyo, Joko. Metode Penelitian; Dalam Teori dan Praktek. Cet. II; Jakarta: Rineka Cipta, 1997. Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif, dan R&D. Cet. VI; Bandung: Alfabeta, 2008. al-Suhrawardi>, Syiha>b al-Di>n Abu Hafs}a ‘Umar. ‘Awa>rif al-Ma‘rif, Tahqiq, ‘Abdul H{ali>m Mahmu>d dan Mah}mu>d ibn al-Syari>f. Cet. I; Kairo: al-I><ma>n, 2005). Suprayogo, Imam. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Cet.I; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001. al-Syaibi>, Ka>mil Mus}t}afa>. al-S{ilah Bayna al-Tas}awwuf wa al-Tasyayyi‘, Jil. I. Cet. III; Beirut: al-Andalus, 1982. al-Syi>ra>zi>, Na>sr al-Di>n Abi> al-Khair ‘Abdillah ibn ‘Umar. al-Luba>b fi> ‘Ulu>m alKita>b, Jil. 5. Cet. I; Beirut: Da>r Ih{ya>’ al-Tura>s\, t.th. al-T{abri>, Abu Ja‘far Muhammad ibn Jari>r. Ja>mi‘ al-Baya>n ‘An al-Ta’wi>l A<<y alQur’a>n, Tahqiq: ‘Abdullah ibn ‘Abdul al-Muh{sin al-Turki>, Jil. IX. Cet. II; Kairo: Da>r Hijr, 2001. ------. Ja>mi‘ al-Baya>n ‘An al-Ta’wi>l A<<y al-Qur’a>n, Tahqiq: ‘Abdullah ibn ‘Abdul alMuh{sin al-Turki>, Jil. XXI. Cet. II; Kairo: Da>r Hijr, 2001. al-T{ausi>, Abu Nas}r ‘Abdullah ibn ‘Ali al-Sira>j. al-Lum‘ fi> al-Tas{awwuf. Editor oleh R.A.Nicholson. Cet. I; London: Luzac & Co, 1914. al-Tafta>za>ni>, Abu al-Wafa’ al-Ghani>mi.> Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Isla>mi>. Cet. III; Cairo: Da>r al-S\iqa>fah li al-nas\ri wa al-Tauzi‘, 1979. ------.“Bahs\ al-Tasawwuf”, Kulliyah al-A<dab Ja>mi‘ al-Qahirah, Desember 1963 dinukil dalam ‘Amir Nijja>r, T{uruq al-S{ufiyyah fi> Misr: Nasy’atuha> wa Nuz}umuha>, wa rawa>duha>. Cet. V; Kairo, Da>r al-Ma‘a>rif, t.th. Tim Penyusun Komite Jurusan Akidah dan Filsafat Universitas al-Azhar. alTasawwuf Qada>ya> wa Muna>qasya>t. t.d. Trimingham, J. Spencer. The Sufi Orders in Islam. t.c.; London: Oxford University Press, 1971. -------. The Sufi Orders in Islam. Terj. Luqman Hakim, Madzhab Sufi. Cet. I; Bandung: Pustaka, 1999. 167 ‘Umar, Muh}ammad al-Ra>zi> Fakhr al-Di>n ibn ‘Alla>mah D{iya>’ al-Di>n Mafa>ti>h} alGhayb, Jil. XXIII. Cet. I; Beirut: Da>r al-Fikr, 1981. -----. Mafa>ti>h} al-Ghayb, Jil. XXX. Cet. I; Beirut: Da>r al-Fikr, 1981. Umam U. Dkk. Metode Penelitian Agama; Teori dan Praktek. Jakarta: Raja Grafindo, 2006. LAMPIRAN LAMPIRAN PANDUAN WAWANCARA Khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah 1. Kapan lahir dan bagaimana jenjang pendidikan formal yang pernah dilalui? 2. Apa penyebab masuk tarekat dan siapa yang memperkenalkan? 3. Bagaimana Pemahaman tentang anda tentang Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah? 4. Apa itu zikir dan Bagaimana pengaruhnya terhadap jiwa? 5. Apa itu Tawajjuh dan Bagaimana cara pelaksanaannya? 6. Apa itu suluk dan Bagaimana pengaruhnya terhadap jiwa? 7. Apa itu tawassul dan bagaimana pengaplikasiannya? 8. Apa itu ziyarah dan nilai yang terkandung di dalamnya? 9. Siapakah mursyid itu, bagaimana proses pergantiannya dan bagaimana mengenali mursyid? 10. Apa itu sedekah dan nilai yang terkandung di dalamnya? 11. Apa itu ubudiyah dan bagaimana pengaplikasiannya? 12. Apakah seorang khalifah layak memisahkan diri dari tarekat? 13. Bagaimana bentuk berhubungan antara murid dengan mursyid? 14. Apakah ketika mursyid berlindung seorang murid tetap mendapatkan bimbingan khusus dari mursyid? 15. Apa penyebab seorang murid mengalami ketidakfokusan dalam berzikir? 16. Bagaimana Tuhan dalam perspektifnya dan apakah ada pemahaman wahdatul wujud? 17. Bagaimana pemahamannya tentang nabi? 18. Apa manfaat yang ditemukan dalam tarekat bagi pribadi, masyarakat, dan negara? 19. Apa tujuan utama khalifah Tarekat Naqsyabandiyah? PANDUAN WAWANCARA Penganut Tarekat 1. Kapan anda masuk tarekat? 2. Bagaimana keadaan kehidupan saudara sebelum masuk tarekat? 3. Apakah keluarga anda masuk tarekat? 4. Bagaimana mereka masuk tarekat? 5. Apa yang anda rasakan setelah masuk tarekat? PANDUAN WAWANCARA Masyarakat Pajeko 1. Apakah anda mengetahui Pesantren Hasan Ma’shum? 2. Apakah pernah berkunjung kesana? 3. Bagaimana bentuk interaksi warga masyarakat dengan jamaah Pesantren? 4. Apakah anda melihat perubahan bagi jamaah tarekat yang anda kenal? DAFTAR NAMA INFORMAN No. Nama Informan Pekerjaan 1. Rusdin Husain Dosen IAIN Datu Karama 2. Satriyo Prayitno 3. Achmad Risal Dosen UNTAD 4. Mahmud Lasawedi Pensiunan PNS 5. Suhri Hanafi 6. Rusli Amu 7. Indra Wiraswasta Dosen IAIN Datukarama Pensiunan PNS PNS Tanda Tangan 8. Hasaruddin Mahasiswa UNTAD 9. Mutawakkil Dosen UNTAD 10. Ati 11. Kadir URT Wiraswasta PONDOK PESANTREN HASAN MA’SHUM TAREKAT NAQSYABANDIYAH KHALIDIYAH KOTA PALU Guru Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah Silsilah ke 37, Amiruddin Kadirun Yahya Surau Kayumalue terlihat dari depan Pintu Gerbang Pria Pintu Gerbang Wanita Sebelah Kiri Sebelah Kanan Mihrab Ruang Suluk Kerangka Kelambu Tempat berzikir Suasana Penutupan Suluk Pria Sebelah Kanan Wanita Sebelah Kiri Ahlul Bait dan Para Khalifah kota Palu FOTO WAWANCARA DENGAN KHALIFAH, PENGANUT DAN MASYARAKAT Foto Bersama dengan Satriyo Prayitno usai wawancara di kediamannya BTN Palupi Wawancara dengan Rusdin Husain di kediamannya Samudra II Wawancara dengan Mahmud Lasawedi di kediamannya Wawancara dengan warga masyarakat sekitar Pesantren Pajeko Wawancara dengan Zuhri dosen IAIN Datukarama Wawancara dengan Indra Jamaah Tarekat Wawancara dengan Hasaruddin Mahasiswa UNTAD KURIKULUM TAREKAT NAQSYABANDIYAH KHALIDIYAH RIWAYAT HIDUP PENELITI Mubarak, dilahirkan di Pinrang, Kecamatan Watang Sawitto, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan pada tanggal 2 Februari 1984. Anak kelima dari pasangan H. Taswin, L., S.Ag dan Hatijah. Menyelesaikan jenjang sekolah formal di: - SDN 187 Pinrang pada tahun 1997, - SLTP Negeri 1 Pinrang pada tahun 2000, - Madrasah Aliyah Muhammadiyah Pinrang pada tahun 2003, - Universitas al-Azhar Kairo Fakultas Ushuluddin Jurusan Akidah Filsafat pada tahun 2011, - Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar pada Pascasarjana Program Magister (S2) Prodi Dirasah Islamiyah dengan konsentrasi Pemikiran Islam, tahun 2014