PERAN TAREKAT NAQSYABANDIYAH KHALIDIYAH DALAM

advertisement
PERAN TAREKAT NAQSYABANDIYAH KHALIDIYAH
DALAM UPAYA PENCERAHAN SPIRITUAL UMAT DI KOTA PALU
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar Magister
Konsentrasi Pemikiran Islam pada Program Pascasarjana
UIN Alauddin Makassar
Oleh:
M U B A R AK
NIM: 80100212123
PROGRAM PASCASARJANA (S2)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2014
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Dengan penuh kesadaran, penulis yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
Mubarak
~
80100212123
Kon sent rasi
Pemikiran Islam
Menyatakan bahwa tesis ini benar adalah hasil karya penulis. Jika kemudian
hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagiat, dibuatkan oleh orang lain
secara keseluruahan atau sebahagian, maka tesis dan gelar yang diperoleh karenanya
batal demi hukum.
Makassar, 21 Juli 2014
Penulis,
MUBARAK ii
PENGESAHAN TESIS
Tesis dengan judul
'~.Pt:ntJ
TBmklll N8IJ8Yllbll1ldiyllll KlJlllidiya dJJJlIDJ
~ Ptmt:erIIJJ_ Spidt~ Umld di Kola Pllhln, yang disusun oleh Saudara
Mub" NIM: 80100212123, telah diujikan dan dipertahankan dalam Sidang
Ujian Munaqasyah yang dise1enggarakan pada bali Kamis 17 Juli 2014 M
bertepatan dengm tanggal 19 Ramadan 1435 H, dinyatakan telah dapat
diterima sebagai salah situ syarat untuk memperoleh gelar Magister dalam
bidang Pemildran IsJam. pada Pascasarjana DIN Alauddin Makassar.
PROMOTOIl
1. Prof. Dr. H. Moh. Natsir Mahmud, M.A.
..
l
(,. ... "' ., ....... "".
'" "',. .... "'
..... .,,..)
I{OPROMOTOll
1.
Dr. H. Hamzah Harun al~Rasyid, Le.) M.A-.- ....---==ftI;;:-..=;;;;...,...-­
PENGUJI
1. Dr. H. Mahmuddin M.Ag.
y
~-;;;;;:a,.",,- •••.••)
2. Dr. H. BarsihannoT, M.Ag.
..........) 3. Prof Dr. H. Mob. Natsir Mahmud, M.A.
4. Dr. H. Hamzah Harun al·Rasyid, Le., M.A.
(....... ~ ....•.•.• Makassar, 21 JuJi 2014
Diketahui oleh Direktur Pascasarjana
/
UIN Alauddin Makassar ~ P!of. Dr.
B..latoir
M!!bo!!!d. MA
NIP. 19540816 198303 1 004
111
iv
KATA PENGANTAR
‫ﺑﺴﻢ ﷲ اﻟﺮﲪﻦ اﻟﺮﺣﻴﻢ‬
‫اﳊﻤﺪ ﻪﻠﻟ رب اﻟﻌﺎﳌﲔ اﻟﺬى ﺟﻌﻞ اﻟﺸﻤﺲ ﺿﻴﺎء واﻟﻘﻤﺮ ﻧﻮرا واﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم ﻋﻠﻰ اﺷﺮف‬
‫اﻻﻧﺒﻴﺎء واﳌﺮﺳﻠﲔ ﺳﻴﺪﻧﺎ ﳏﻤﺪ وﻋﻠﻰ اﻟﻪ وﺻﺤﺒﻪ اﲨﻌﲔ وﻣﻦ اﺗﺒﻌﻬﻢ ﺑﺈﺣﺴﺎن إﱃ ﻳﻮم اﻟﺪﻳﻦ‬
.‫أﻣﺎ ﺑﻌﺪ‬
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt. karena atas limpahan
rahmat, taufik dan hidayah-Nya serta pertolongan-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini. Salawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
junjungan Nabi Muhammad saw., keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya yang
setia hingga akhir zaman.
Penulisan tesis yang berjudul: “Peran Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
dalam Upaya Pencerahan Spiritual Umat di Kota Palu” ini dimaksudkan untuk
memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister, konsentrasi Pemikiran
Islam pada Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin
Makassar.
Dalam penulisan karya ini, tidak sedikit hambatan dan kendala yang penulis
alami, namun rasa syukur dan pujian hanya bagi Allah swt. berkat ‘inayah dari-Nya
dengan memercikkan semangat ke dalam hati penulis yang kemudian memunculkan
kerja keras serta bantuan dari berbagai pihak sehingga tesis dapat diselesaikan. Oleh
karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada kedua orang tua penulis, yang tanpa lelah berupaya
membesarkan, mengasuh, mendidik dan membiayai penulis sejak kecil serta
memberikan dasar pengetahuan dan moral kepada penulis dengan penuh kasih
sayang. Allahummarh}amhuma> wa adkhil huma> fi> rah}matika. Begitupun juga
berbagai pihak yang turut memberikan bantuan, baik secara langsung maupun tidak
langsung, moral maupun material. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Prof. Dr. H. A.
Qadir Gassing HT, M.S dan para Wakil Rektor I, II dan III serta seluruh Staf
iv
v
UIN Alauddin Makassar yang telah memberikan pelayanan maksimal kepada
penulis.
2. Direktur Pascasarjana UIN Alauddin Makassar, Prof. Dr. H. Moh. Natsir
Mahmud, M.A., Tim Sembilan, yang telah memberikan kesempatan dengan
segala fasilitas dan kemudahan kepada penulis untuk mengikuti studi pada
Program Pascasarjana UIN Alauddin Makassar.
3. Prof. Dr. H. Moh. Natsir Mahmud, M.A. dan Dr. H. Hamzah Harun alRasyid, Lc., M.A., promotor I dan II yang banyak meluangkan waktunya
untuk memberikan bimbingan, petunjuk, nasehat, dan motivasi hingga
tulisan tesis ini dapat diselesaikan.
4. Dr. H. Mahmuddin, M.Ag. dan Dr. H. Barsihannor, M.Ag. penguji I dan II
yang memberikan saran, petunjuk, nasehat dan kritikan untuk mencapai
penyempurnaan tesis ini.
5. Para Dosen Pascasarjana UIN Alauddin Makassar, dengan segala jerih payah
dan ketulusan, membimbing dan memandu perkuliahan, sehingga
memperluas wawasan keilmuan penulis.
6. Kepala Perpustakaan Pusat UIN Alauddin Makassar, beserta segenap stafnya
yang telah meyiapkan literatur dan memberikan kemudahan untuk dapat
memanfaatkan secara maksimal demi penyelesaian tesis ini.
7. Para Staf Tata Usaha di lingkungan Program Pascasarjana UIN Alauddin
Makassar yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian
administrasi selama perkuliahan dan penyelesaian tesis ini.
8. Guru Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Amiruddin Kadirun Yahya bin M.
Khoir Hasyim. Begitupun para khalifah yang senantiasa meluangkan
waktunya berdiskusi tentang Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Segenap
jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu dan masyarakat
Pajeko.
9. Mutawakkil, S.Ag., M.Pd. yang memberikan sumbangan pikiran dan materi
dalam proses penulisan di Palu.
10. Rekan-rekan mahasiswa dan mahasiswi Program Pascasarjana UIN Alauddin
Makassar yang telah memberikan bantuan, motivasi, kritik, saran, dan
kerjasama selama perkuliahan dan penulisanan tesis ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga hasil penulisan ini dapat bermanfaat
meskipun secara jujur penulis menyadari karya tulis ini masih banyak kekurangan,
v
vi
dengan lapang dada penulis mengharapkan masukan, saran dan kritikan-kritikan
yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini. Kepada Allah swt. jualah,
penulis panjatkan doa, semoga bantuan dan ketulusan yang telah diberikan,
senantiasa bernilai ibadah di sisi Allah swt., dan mendapat pahala yang berlipat
ganda. Amin
Makassar, Senin 21 Juli 2014
Penulis
MUBARAK
NIM: 80100212123
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………...i
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS……………………………………………………..ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………………………………...iii
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………...iv
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….vii
PEDOMAN TRANSLITERASI…………………………………………………………..ix
ABSTRAK………………………………………………………………………......xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………………...1
B. Rumusan Masalah…..……………………………………………………...8
C. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus...…………………………………...9
D. Kajian Penelitian Terdahulu…...………………………………………......9
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian...……………………………………….13
F. Garis Besar Isi …………………………………………………………..14
BAB II TINJAUAN TEORETIS
A. Pengertian Tarekat…………………………………….……………...16-29
B. Benih Tarekat di Masa Rasulullah saw., Sahabat dan Tabi‘in……….30-39
C. Pertumbuhan tarekat hingga masa perpaduan………………………...39-59
1. Fase Pertumbuhan..……………………………………………………39
2. Masa Perkembangan dan Keemasan…………………………….…….44
3. Masa Perpaduan……………………………………………………….55
D. Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah………………………….….59-69
1. Historis Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah…….………………….61
2. Tradisi Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah………………………...66
E. Kerangka Pikir……………………………………………………………70
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Lokasi Penelitian…………………………………………..72-74
1. Jenis Penelitian………………………………………………………72
2. Lokasi Penelitian…………………………………………………….72
vii
viii
B. Pendekatan Penelitian………………………………………………..74-75
C. Sumber Data……………………………………………………….....75-76
1. Data Primer…………………………………………………………..75
2. Data Sekunder……………………………………………………….76
D. Instrumen Penelitian…………………………………………….............76
E. Metode Pengumpulan Data…………………………………………..76-78
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data……………………………….78-79
G. Pengujian Keabasahan Data………………………………………….79-80
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah Kota Palu…….81-88
1. Sejarah awal Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu……81
2. Pondok Pesantren Hasan Ma’shum ………………………………...83
3. Keadaan Jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kota Palu…..85
B. Khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Kota Palu……….88-98
1. Satriyo Prayitno……………………………………………………...90
2. Achmad Risal………………………………………………………...93
3. Rusdin………………………………………………………………..96
C. Peranan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Kota Palu……....99-133
1. Peranan Mursyid…..……………………………………………….103
2. Peranan Muri>d..…………..………………………………………...116
3. Peranan Baiat..…………………………………………………......129
D. Metode Khalaqah Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah dalam Pencerahan Spiritual Umat di Kota Palu..……133-157
1. Konneksi dalam Tawassul………………………………………….134
2. Radiasi zikir…………………………………………………….......137
3. Penerapan Kedisiplinan Jiwa melalui Suluk……………………….146
4. Ziyarah………………………………………………………….......155
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………………158
B. Rekomendasi Penelitian……………………………………………………160
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………162
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
A. Konsonan
Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin dapat
dilihat pada tabel berikut:
Huruf Arab
‫ا‬
‫ب‬
‫ت‬
‫ث‬
‫ج‬
‫ح‬
‫خ‬
‫د‬
‫ذ‬
‫ر‬
‫ز‬
‫س‬
‫ش‬
‫ص‬
‫ض‬
‫ط‬
‫ظ‬
‫ع‬
‫غ‬
‫ف‬
‫ق‬
‫ك‬
‫ل‬
‫م‬
‫ن‬
‫و‬
‫ﻫـ‬
‫ء‬
‫ى‬
Nama
alif
ba
ta
s\a
jim
h}a
kha
dal
z\al
ra
zai
sin
syin
s}ad
d}ad
t}a
z}a
‘ain
gain
fa
qaf
kaf
lam
mim
nun
wau
ha
hamzah
ya
Huruf Latin
tidak dilambangkan
b
t
s\
j
h}
kh
d
z\
r
z
s
sy
s}
d}
t}
z}
‘
g
f
q
k
l
m
n
w
h
’
y
ix
Nama
tidak dilambangkan
be
te
es (dengan titik di atas)
je
ha (dengan titik di bawah)
ka dan ha
de
zet (dengan titik di atas)
er
zet
es
es dan ye
es (dengan titik di bawah)
de (dengan titik di bawah)
te (dengan titik di bawah)
zet (dengan titik di bawah)
apostrof terbalik
ge
ef
qi
ka
el
em
en
we
ha
apostrof
ye
x
Hamzah (‫ )ء‬yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda
apa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda (’).
B. Vokal
Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal
atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat,
transliterasinya sebagai berikut:
Tanda
َ‫ا‬
ِ‫ا‬
ُ‫ا‬
Nama
fath}ah
kasrah
d}ammah
Huruf Latin
a
i
u
Nama
a
i
u
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara
harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:
Tanda
Nama
Huruf Latin
Nama
‫ـَ ْﻰ‬
fath}ah dan ya>’
ai
a dan i
‫ـَْﻮ‬
fath}ah dan wau
au
a dan u
Contoh:
‫ـﻒ‬
َ ‫َﻛ ْـﻴ‬
‫َﻫ ْـﻮ َل‬
: kaifa
: haula
C. Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf,
transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
Harakat dan
Huruf
Nama
Huruf dan
Tanda
Nama
‫َ ى‬... | ‫َ ا‬...
fath}ah dan alif atau ya>’
a>
a dan garis di atas
kasrah dan ya>’
i>
i dan garis di atas
d}ammah dan wau
u>
u dan garis di atas
‫ـِــﻰ‬
‫ـُـﻮ‬
xi
Contoh:
‫ﺎت‬
َ َ‫ ﻣـ‬: ma>ta
‫ َرَﻣـﻰ‬: rama>
‫ ﻗِ ْـﻴ َـﻞ‬: qi>la
‫ت‬
ُ ‫ ﻳَـﻤـُْﻮ‬: yamu>tu
D. Ta>’ marbu>t}ah
Transliterasi untuk ta>’ marbu>t}ah ada dua, yaitu: ta>’ marbu>t}ah yang hidup
atau mendapat harakat fath}ah, kasrah, dan d}ammah, transliterasinya adalah [t].
Sedangkan ta>’ marbu>t}ah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya
adalah [h].
Kalau pada kata yang berakhir dengan ta>’ marbu>t}ah diikuti oleh kata yang
menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta>’
marbu>t}ah itu ditransliterasikan dengan ha (h).
Contoh:
‫ﺿـﺔُ اﻷَﻃْ َﻔ ِﺎل‬
: raud}ah al-at}fa>l
َ ‫َرْو‬
ِ
ِ
ُ◌ ‫ اَﻟْـﻤـﺪﻳْـﻨَـﺔُ اَﻟْـﻔـَﺎﺿ ـﻠَﺔ‬: al-madi>nah al-fa>d}ilah
َ
ِ ‫اَﻟـ‬
ُ◌ ‫ﺤـﻜْـﻤــﺔ‬
: al-h}ikmah
َ ْ
E. Syaddah (Tasydi>d)
Syaddah atau tasydi>d yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda tasydi>d ( ‫) ـّـ‬, dalam transliterasi ini dilambangkan dengan perulangan
huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah.
Contoh:
َ‫ َرﺑـَّـﻨﺎ‬: rabbana>
َ‫ـﺠـَْﻴــﻨﺎ‬
ّ َ‫ ﻧ‬: najjai>na>
ُ◌ ‫ـﻖ‬
ّ ‫ـﺤ‬
َ ْ‫ اَﻟـ‬: al-h}aqq
‫ ﻧـُ ّﻌـِ َـﻢ‬: nu“ima
‫ َﻋ ُـﺪ ﱞو‬: ‘aduwwun
Jika huruf ‫ ﻯ‬ber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf kasrah
(‫ﻰ‬
ّ ‫)ــــِـ‬, maka ia ditransliterasi seperti huruf maddah menjadi i>.
Contoh:
‫ َﻋـﻠِ ﱞـﻰ‬: ‘Ali> (bukan ‘Aliyy atau ‘Aly)
‫ َﻋـﺮﺑـِ ﱡـﻰ‬: ‘Arabi> (bukan ‘Arabiyy atau ‘Araby)
َ
xii
F. Kata Sandang
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf ‫( ال‬alif
lam ma‘arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi seperti
biasa, al-, baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsiyah maupun huruf qamariyah. Kata
sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya. Kata sandang
ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar (-).
Contoh:
‫ـﺲ‬
ُ ‫ اَﻟ ﱠﺸـ ْﻤ‬: al-syamsu (bukan asy-syamsu)
ُ◌ ‫ اَﻟﱠﺰﻟـَْـﺰﻟـَـﺔ‬: al-zalzalah (az-zalzalah)
ُ◌ ‫ اَﻟ ـْ َﻔـ ْﻠﺴـ َﻔﺔ‬: al-falsafah
َ
‫اَﻟ ـْﺒـ ـِﻼَ ُد‬
: al-bila>du
G. Hamzah
Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (’) hanya berlaku bagi
hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di awal
kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.
Contoh:
‫ ﺗـَﺄْ ُﻣ ُـﺮْو َن‬: ta’muru>na
‫ع‬
: al-nau‘
ُ ‫اَﻟ ـﻨﱠـ ْﻮ‬
: syai’un
ٌ‫َﺷ ْـﻲء‬
ِ
‫ت‬
: umirtu
ُ ‫أُﻣ ْـﺮ‬
H. Penulisan Kata Arab yang Lazim Digunakan dalam Bahasa Indonesia
Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau
kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat
yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, atau
sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, atau lazim digunakan dalam dunia
akademik tertentu, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya,
kata al-Qur’an (dari al-Qur’a>n), alhamdulillah, dan munaqasyah. Namun, bila katakata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka harus ditransliterasi secara utuh. Contoh:
Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n
Al-Sunnah qabl al-tadwi>n
xiii
I. Lafz} al-Jala>lah (‫)ﷲ‬
Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya atau
berkedudukan sebagai mud}a>f ilaih (frasa nominal), ditransliterasi tanpa huruf
hamzah.
Contoh:
ِ ‫ ِدﻳـﻦ‬di>nulla>h ‫ﻪﻠﻟ‬
ِ ‫ ﺑِﺎ‬billa>h
‫ﷲ‬
ُْ
Adapun ta>’ marbu>t}ah di akhir kata yang disandarkan kepada lafz} al-jala>lah,
ditransliterasi dengan huruf [t]. Contoh:
ِ ‫ﻫـﻢ ِﰲ رﺣ ــﻤ ِﺔ‬
‫ﷲ‬
َْ َ ْ ْ ُ
hum fi> rah}matilla>h
J. Huruf Kapital
Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital (All Caps), dalam
transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf
kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf
kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri (orang, tempat,
bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh
kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama
diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat,
maka huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al-).
Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang
didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam
catatan rujukan (CK, DP, CDK, dan DR). Contoh:
Wa ma> Muh}ammadun illa> rasu>l
Inna awwala baitin wud}i‘a linna>si lallaz\i> bi Bakkata muba>rakan
Syahru Ramad}a>n al-laz\i> unzila fi>h al-Qur’a>n
Nas}i>r al-Di>n al-T{u>si>
Abu>> Nas}r al-Fara>bi>
Al-Gaza>li>
Al-Munqiz\ min al-D}ala>l
Jika nama resmi seseorang menggunakan kata Ibnu (anak dari) dan Abu>
(bapak dari) sebagai nama kedua terakhirnya, maka kedua nama terakhir itu harus
disebutkan sebagai nama akhir dalam daftar pustaka atau daftar referensi. Contoh:
xiv
Abu> al-Wali>d Muh}ammad ibnu Rusyd, ditulis menjadi: Ibnu Rusyd, Abu> alWali>d Muh}ammad (bukan: Rusyd, Abu> al-Wali>d Muh}ammad Ibnu)
Nas}r H{a>mid Abu> Zai>d, ditulis menjadi: Abu> Zai>d, Nas}r H{a>mid (bukan: Zai>d,
Nas}r H{ami>d Abu>)
K. Daftar Singkatan
swt.
saw.
Beberapa singkatan yang dibakukan adalah:
= subh}a>nahu> wa ta‘a>la>
= s}allalla>hu ‘alaihi wa sallam
a.s.
H
M
SM
l.
w.
QS …/…: 4
HR
=
=
=
=
=
=
=
=
‘alaihi al-sala>m
Hijrah
Masehi
Sebelum Masehi
Lahir tahun (untuk orang yang masih hidup saja)
Wafat tahun
QS al-Baqarah/2: 4 atau QS A<li ‘Imra>n/3: 4
Hadis Riwayat
ABSTRAK
Nama
NIM
Program Studi
Konsentrasi
Judul Tesis
: Mubarak
: 80100212123
: Dirasah Islamiyah
: Pemikiran Islam
: Peran Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dalam
Upaya Pencerahan Spiritual Umat di Kota Palu
Penulisan tesis ini membahas tentang peran Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah dalam upaya pencerahan spiritual umat di kota Palu. Pokok
permasalahan, dirinci dalam tiga sub masalah, yaitu 1) Bagaimana perkembangan
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kota Palu? 2) Bagaimana peranan Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah? Bagaimana metode khalaqah Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah dalam upaya pencerahan spiritual umat di kota Palu?
Tujuan dari penulisan tesis ini adalah memahami perkembangan Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah kota Palu. Begitupun juga mengetahui peranan
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dan mengetahui metode khalaqah yang
dipergunakan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dalam upaya pencerahan
spiritual umat di kota Palu. Penulisan tesis ini tergolong jenis penelitian
kualitatif field research. Adapun metode pendekatan yang digunakan adalah
teologis normatif, filosofis, sufistik dan sosiologis. Pengumpulan data melalui
observasi partisipan, wawancara, dan studi dokumentasi. Teknik analisis data
yakni, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Pengujian
keabsahan data melalui ketekunan pengamatan, triangulasi data dan pengecekan
dengan teman sejawat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Perkembangan jamaah Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah kota Palu tidak terlalu meningkat mulai tahun 2010
hingga 2013 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Namun berdirinya Pondok
Pesantren Hasan Ma’shum di kota Palu merupakan tanda perkembangan
tersendiri dalam Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu. 2) Eksistensi
tarekat tidak terlepas dari tiga ciri struktural yaitu mursyid, muri>d dan baiat.
murysid berperan dalam menyucikan muri>dnya baik zahir maupun batin, Adapun
muri>d maka akan nampak perannya ketika berubudiyah kepada Allah swt. dan
berbakti kepada guru. Ubudiyah ini merupakan suatu tindakan yang dilakukan
karena rasa syukur kepada Tuhan. Begitupun juga berbakti terhadap guru
merupakan ungkapan rasa terima kasih kepada guru dengan mengikuti segala
bentuk perintahnya dan direalisasikan di tengah masyarakat dengan tindakan
yang berpribudi luhur sehingga menjadi teladan. Baiat atau dalam Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu diperistilahkan dengan dibaringkan.
Peran baiat ini merupakan suatu detection of problem bagi muri>d sehingga muri>d
mampu merasakan penyimpangan yang telah dilakukan maka ia pun segera
bertaubat 3) Metode yang dipergunakan dalam upaya pencerahan spiritual umat
di kota Palu terdiri atas: ra>bit}ah yang merupakan konneksitas antara ruhani guru
dengan muri>d, zikir yang mampu menghasilkan radiasi sehingga muri>d akan
merasakan kesejukan dan ketenangan, suluk yang merupakan bentuk pelatihan
jiwa yang memiliki beberapa aturan tersendiri serta melakukan zikir yang
berulang kali dan ziyarah merupakan bentuk silaturahmi, ketika itu murid akan
mendapat nasehat-nasehat dari guru .
xv
xvi
Rekomendasi penelitian adalah untuk peneliti selanjutnya, mengadakan
penelitian yang sifatnya uji coba untuk merasakan lebih detail perubahan
spiritual muri>d begitupun juga pengadaan kurikulum yang bersifat
pengembangan keruhaniaan di dalam pendidikan formal untuk siswa. Adapun
untuk lembaga tarekat, perlu pengadaan pembinaan ilmu syariat sebelum mereka
masuk lebih mendalami tentang tarekat karena beberapa pemula dari jamaah
tarekat tidak pernah menyentuh ilmu syariat. Begitupun juga perlu pengadaan
sosialisasi pada masyarakat di sekitar Pesantren tentang tujuan dan visi tarekat
dengan mengadakan kegiatan yang dilakukan dengan masyarakat.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sufisme telah melahirkan pribadi yang besar dan memiliki intelektual serta
gagasan yang hebat. Kepada massa, kalangan sufi menawarkan gagasan pembebasan
kepada masyarakat tentang realitas-realitas kehidupan yang baik dari persoalan,
seperti: kesulitan ekonomi, ketimpangan sosial, ketidakpastian politik.1
Penyucian jiwa merupakan konsep dasar dalam menjalani suatu pelatihan
spiritual sufi. al-Gaza>li> mengungkapkan jalan sufi adalah jalan yang mesti dilalui
oleh pelatihan ruhani berupa mengikis serta menghilangkan tabiat-tabiat tercela,
begitupun berusaha melepaskan diri dari ketergantungan yang ditumbulkan tabiattabiat tersebut sehingga lebih mampu memusatkan konsentrasi terhadap maksud
maupun tujuan hanya kepada Allah semata. Seandainya kesemua proses itu bisa
dicapai, Allah akan menguasai sepenuh kalbunya serta dijamin mendapatkan
pencerahan ruhani lewat cahaya-cahaya berbagai ilmu.2 Ilmu-ilmu tersebut
diperistilahkan ilmu ladunni. Setiap tetesan ilmu tersebut membawa mereka kepada
sebuah gagasan doktrin bagi dirinya beserta para pengikutnya.
Seluruh doktrin berhubungan dengan pikiran. Akan tetapi doktrin yang
bersifat ruhani merupakan panggilan pada pikiran untuk mentransendensikan dirinya
sendiri. Nama Allah misalnya merupakan sintesis dari seluruh kebenaran dan karena
itu merupakan akar seluruh doktrin, dan ia juga menawarkan keyakinan pada hati
Fazlur Rahman, Islam, ter. Senoaji Saleh, Islam (Cet. II; Jakarta: PT Bumi Aksara, 1992), h.
1
392.
Abu> Hami>d al-Gaza>li>, al-Munqiz min al-Dala>lah wa al-Maus}u>l ila> zi> al‘izzah wa al-Jala>l,
ditahkik oleh Jami>l Sali>ban dan Ka>mil ‘Ayya>d (Cet. VII; Beirut: Da>r al-Andalus, 1967), h. 100.
2
1
2
dan segenap elemen jiwa yang paling dekat dengan hati.3 Sehingga dalam tahap
proses dasar mereka hanya menyebut nama Allah atau nama-namaNya yang indah
secara harfiah dan akhirnya mendekatkan kepada makna inti.
Orang-orang sufi mempunyai jalan spiritual, di atas mana mereka berjalan.
Jalan ini berdasar pada asas, metode dan tujuan yang bersumber pada al-Qur’an dan
Sunnah Nabi yang mulia.4 Perjalanan spiritualitas tersebut, terlihat bahwa
transedensi adalah mi’raj spiritual para sufi, karena jalan itu dirasakan amat
mengasyikkan. Dengan memasuki dunia spiritual, seseorang merasakan hidup di
alam cinta, di alam kemenangan. Bagi kelompok ini, realitas yang dapat dinikmati
sebagai suatu pengalaman keagamaan.5
Keagungan seorang sufi seringkali diukur dari kebenaran yang diterimanya
melalui kasyf dan doktrin-doktrin yang disusunnya, sehingga dapat dikelompokkan
dalam beberapa kategori, yaitu: Pertama, doktrin yang mengkonfirmasi dan
menjabarkan kebenaran yang sesuai dikemukakan dalam al-Qur’an dan Sunnah.
Kedua, doktrin tentang ilham (maksyu>fa>t) yang memungkinkan tidak sesuai
ataupun tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah. Ketiga, doktrin yang
bertentangan dengan aturan-aturan syariah.6
Martin Lings, What is Sufism? (Cet. III; Pakistan: The Carvan Press, 2005) h. 63.
Begitupun penulis menukil terjemahan dari buku ini. Lihat, Martin Lings, What is Sufism? Terj.
Achmad Maimun, Ada apa dengan Sufi? (Cet.I; Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2004), h. 79.
3
‘Abdul al-H{ali>m Mah}mu>d, Qad}iyah al-Tasawwuf al-Munqiz\ min al-D{ala>lah H{ujjatu alIsla>m al-Gaza>li>, dengan kata pengantar oleh Muh{ammad Zaki> Ibra>hi>m (Cet. VIII; Kairo: Da>r al4
Ma‘a>rif, t.th), h. 48. Penulis menukil terjemahan buku ini namun teks diubah karena beberapa susunan
kosa kata dalam terjemahan tidak sesuai. ‘Abdul al-H{ali>m Mah}mu>d, Qad}iyah al-Tasawwuf al-Munqiz\
min al-D{ala>lah Hujjatu al-Isla>m al-Gaza>li>, dengan kata pengantar oleh Muh{ammad Zaki> Ibra>hi>m, ter.
Abubakar Basymelah, Hal Ihwal Tasawuf (t.c., t.t.p. Daarul Ihya), h. 219.
A. Rivay Siregar, Tasawuf dari sufisme klasik ke neo-sufisme (Cet. II; Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2002), h. 295.
5
6
Kategori-kategori ini merupakan gagasan Ahmad Sirhindi yang dinukil oleh Abd Haq
Ansari dan untuk lebih jelasnya dari setiap kategori. Lihat, Muhammad Abd. Haq Ansari, Sufism dan
3
Oleh karena itu kehidupan para sufi yang benar-benar, pada umumnya
tergambar dalam kelompok-kelompok ordo tarekat yang dengan sendirinya diwarnai
oleh kualitas guru-guru.7 Begitulah jika kembali melihat tarekat pada periode abad
keenam dan ketujuh Hijriah tampak tarekat telah menjadi filsafat hidup bagi
sebagian besar masyarakat Islam. Tarekat secara keseluruhan memiliki aturanaturan, prinsip, dan sistem khusus, sebelumnya ia hanya dipraktekkan sebagai
kegiatan pribadi-pribadi, hingga pada itu pula kata “Tarekat” dinisbahkan bagi
sejumlah pribadi sufi yang bergabung dengan seorang guru (syekh) dan tunduk di
bawah aturan-aturan terinci dalam jalan ruhaniah, yang hidup secara kolektif di
berbagai zawiyah8, riba>t}9 dan khanaqah10 atau berkumpul secara periodik dalam
Shari’ah: a study of shaykh Ahmad Sirhindi’s effort to reform sufism, terj. Achmad Nashir Budiman,
Merajut Tradisi Syari’ah dengan Sufisme: Mengkaji gagasan Mujaddid Syeikh Ahmad Sirhindi, Ed. 1
(Cet. 2; Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001), h. 150.
Simuh, Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam (Cet. II; Jakarta: RajaGrafindo Persada,
1997), h. 3.
7
8
Zawiyah secara harfiah berarti “sudut” atau “tempat yang tersendiri” yang digunakan
sebagai tempat pertemuan rutin sebuah tarekat sufi. Ia dapat berarti suatu ruangan tunggal (a single
room). Lihat, Martin Lings, Syekh Ahmad al-‘Alawi His Spiritual Heritage and Legacy, terj. Abdul
Hadi W.M., Syekh Ahmad al-‘Alawi wali sufi abad 20 (Cet. IV; Bandung: Mizan, 1994) h. 13.
Begitupun Daumas dan Rozy mengungkapkan, sebagaimana dikutip oleh Abu Bakar Aceh bahwa
Zawiyah itu merupakan suatu ruang atau tempat mendidik calon-calon sufi, tempat mereka
melakukan latihan-latihan tarekatnya, diperlengkapi dengan mihrab untuk mengerjakan sembahyang
berjama‘ah, membaca al-Qur’an serta ilmu yang lain, atau dinamakan dengan asrama dan madrasah.
Lihat, Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat - uraian tentang mistik (Cet. III; Solo: Ramadhani,
1985), h. 133.
Riba>t}, jamak riba>t}a>t. Pada mulanya riba>t} adalah kubu yang dibangun oleh orang Arab di
batas depan daerah yang telah ditaklukkannya. Orang Islam dapat bertahan dalam kubu-kubu itu dan
dari situlah mereka dapat menyiarkan agama Islam. Kemudian riba>t} menjadi tempat penampungan
orang sufi, bahkan sejenis biara, sehingga istilah itu mempunyai makna yang berbeda-beda. Nama
dinasti Mura>bit}un berasal dari kata riba>t.} Umumnya istilah itu diterjemahkan sebagai pondok. Henri
Chambert-Loir dkk., Le culte des saints dans le monde musulman, terj. Jean Couteau, dkk., Ziarah
dan Wali di Dunia Islam (Cet. I; Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2007), h. 536
9
al-Jahit dan Ibn Batutah menafsirkan bahwa kata khanaqah berasal dari kata Persi yang
bermakna: tempat ibadah, zawiyah dan khanaqah memiliki kesamaan arti.
10
4
acara-acara tertentu, serta mengadakan berbagai pertemuan ilmiah maupun ruhaniah
yang teratur.11
Memang tidak dipungkiri, tarekat sebagai bentuk kelanjutan kegiatan sufi
sebelumnya, ditandai dengan silsilah tarekat yang selalu dihubungkan dengan nama
pendiri atau tokoh-tokoh sufi yang lahir pada saat itu. Setiap tarekat mempunyai
syekh, tatacara berzikir dan upacara-upacara ritual masing-masing. Biasanya syekh
atau mursyid mengajar murid-muridnya di asrama latihan ruhani yang dinamakan
rumah suluk atau riba>t}.12 Berawal dari tempat ini, para syekh mendidik kader sufi
(lebih dikenal dengan peristilahan muri>d) beberapa doktrin, baik bersifat teori
maupun praktek.
Di antara tarekat yang mula-mula muncul dengan pimpinan tokoh besar
adalah Tarekat Qa>diriyah di Baghdad yang didirikan oleh syekh Muhyiddin ‘Abdul
Qa>dir al-Jailani> (w. 1166 M), Tarekat Rifa‘iyyah di Asia Barat yang didirikan oleh
syekh Ahmad Rifa‘i (w. 1182 M), Tarekat Syaz\iliyah di Maroko yang didirikan oleh
syekh Nuruddin Ahmad ibn ‘Abdullah al-Syaz\ili> (w.1228), Tarekat Badawiyah di
Mesir yang erat hubungannya dengan syekh Ahmad Badawi (w.1276 M), dan
Tarekat Naqsyabandiyah di Asia Tengah yang didirikan oleh syekh Muhammad
Baha‘ al-Di>n al-Naqsyabandi (w. 1317 M).13 Namun tarekat-tarekat tersebut hanya
Tarekat Naqsyabandiyah yang mampu besar di tengah-tengah masyarakat Indonesia.
Martin Van Bruinessen mengungkapkan dalam bukunya, The Tarekat
Lihat, Abu> al-Wafa’ al-Ghani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Isla>mi> (Cet. III;
Kairo: Da>r al-S|iqa>fah li al-nas\ri wa al-Tauzi‘, 1979), h. 235.
11
Sri Mulyati, dkk., Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia
(Cet. II; Jakarta: Kencana, 2005), h. 6-7.
12
Ajid Thohir, Gerakan Politik kaum Tarekat - Telaah Historis Gerakan Politik
Antikolonialisme Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah di Pulau Jawa (Cet. I; Bandung: Pustaka
13
Hidayah, 2002), h. 88-89.
5
Naqsyabandiyah in Indonesia, setelah Baha al-Din, Tarekat Naqsyabandiyah
tersebar ke Barat dan Selatan.14 Sehingga terlihat Naqsyabandiyah memulai
perjalanan ruhani mereka justru pada saat tarekat-tarekat lain mengakhiri
perjalanannya. "Masuknya bagian akhir ke dalam bagian awal" merupakan bagian
penting ajaran mereka walau hal ini merupakan pemikiran yang berasal dari masa
pendidikan awal.15
Oleh karena itu untuk membantu penyebaran tarekat, Baha‘ al-Di>n
mengangkat tiga orang khalifah utama, yaitu: Ya‘qub Carkhi, ‘Àla al-Din ‘Athar
dan Muhammad Parsa. Masing-masing khalifah ini pun mempunyai seorang atau
beberapa orang khalifah lagi. Tidak diragukan lagi, guru yang paling menonjol dari
angkatan berikutnya adalah ‘Ubaidallah Ahrar, seorang khalifah dari Ya’qub Carkhi.
‘Ubaidallah Ahrar ini telah menetapkan sebuah pola yang dibelakang hari diulangi
oleh banyak syekh-syekh Naqsyabandi. Ia menjalin hubungan akrab dengan istana,
yaitu; Pangeran Abu Sa‘id, penguasa dinasti Timurid di Herat (Afghanistan).
Sebagai tukaran atas dukungan politiknya kepada penguasa, ia mendapatkan
kekuasaan politik yang luas jangkauannya. Berkat pengaruh tersebut Tarekat
Naqsyabandiyah mulai tersebar ke luar Asia Tengah. Ia mengangkat sejumlah besar
khalifah yang diutusnya ke negeri-negeri Islam lain: ke Qazwin, Ishfahan dan Tabriz
Martin Van Bruinessen, The Tarekat Naqsyabandiyah in Indonesia - a historical,
geographical, and sosiological survey, dengan kata pengantar oleh Hamid Algar, ter. Ismed Natsir,
Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia: survei historis, geografis, dan sosiologis, (Cet. IV; Bandung:
14
Mizan, 1996), h. 52.
Annemarie Schimmel, Mystical Dimensions of Islam (t.c; United States of America: The
University of North Carolina Press, 1975), h. 366. Penulis mengambil teks terjemahan dari buku ini,
yang diterjemahkan oleh Sapardi Djoko Damono (et al.), Dimensi Mistik dalam Islam (Cet. I; Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2009), h. 465.
15
6
di Iran dan bahkan sampai Istanbul.16 Membuat Tarekat Naqsyabandiyah semakin
meluas dan dikenal oleh masyarakat.
Perkembangannya, menyebabkan Tarekat Naqsyabandiyah terbagi atas tiga
cabang dan tersebar ke berbagai pelosok pada wilayah Asia Timur dan Afrika.
Cabang-cabang Tarekat Naqsyabandiyah, seperti: Tarekat Mujaddidiyah di India
dan Hijas yang dipimpin oleh Sirhindi dan setelah itu putranya Muhammad
Ma’shum.17 Tarekat Naqsyabandiyah Mazhariyah yang muncul dari khalifah
‘Abdallah Dihlawi kemudian Muhammad Shalih salah seorang tokoh ulama yang
masyhur di Afrika Utara.18 Dan terakhir, Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah salah
satu tarekat yang bergerak dibidang politik. Salah seorang khalifahnya adalah syekh
Syamil dari Daghistan yang bertahun-tahun memimpin perjuangan melawan Rusia
yang telah menaklukkan Kafkasya.19
Begitupun di Nusantara oleh beberapa kalangan, Tarekat Naqsyabandiyah
diperkenalkan oleh syekh Yusuf Makassar melalui tulisan-tulisannya.20 Namun
tulisan-tulisan tersebut tidak memberikan keterangan secara jelas akan pengikut
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah.
Martin Van Bruinessen, The Tarekat Naqsyabandiyah in Indonesia - a historical,
geographical, and sosiological survey, h. 52-53.
16
Martin Van Bruinessen, The Tarekat Naqsyabandiyah in Indonesia - a historical,
geographical, and sosiological survey, h. 65.
17
Martin Van Bruinessen, The Tarekat Naqsyabandiyah in Indonesia - a historical,
geographical, and sosiological survey, h. 69.
18
Martin Van Bruinessen, The Tarekat Naqsyabandiyah in Indonesia - a historical,
geographical, and sosiological survey, h. 67.
19
Dalam hal ini Teks Naqsyabandiyah karya Syekh Yusuf yang paling ekplisit al-Risalah alNaqsyabandiyah. Lihat Martin Van Bruinessen, The Tarekat Naqsyabandiyah in Indonesia - a
historical, geographical, and sosiological survey, h.34, 41. Ungkapan ini juga dipaparkan oleh Wiwi
Siti Sajaroh, Lihat, Sri Mulyati dkk., Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di
Indonesia, h. 95.
20
7
Sehingga, Pada permulaan tahun 1850-an Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah untuk pertama kalinya masuk ke Nusantara dan menjadi kekuatan sosial
keagamaan yang dipimpin oleh syekh Isma’il Minangkabawi.21 Tarekat ini masuk di
Sulawesi Tengah, terkhusus di kota Palu melalui para khalifah Kadirun Yahya.22
Oleh karena itu, kajian Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kota Palu merupakan
fenomena keagamaan yang berakar dari gerakan tarekat awal. Tarekat ini mulai
berkembang di kota Palu dan mengobarkan visi dan misi tarekat.
Pengikut Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dalam beberapa tahun terakhir
ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan secara signifikan di berbagai daerah
kabupaten, seperti: Poso, Morowali, Buol, Toli-Toli, Parigi, Moutong dan kota
Palu.23 Perkembangan tarekat ini memiliki signifikan terbukti melalui penelitian
Nurhayati.
Dalam
penelitian
tersebut,
terungkap
perkembangan
Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah kota Palu mengalami peningkatan. Sejak tahun 2001
tercatat 258 orang pengikut, hingga pada tahun 2005 tercatat 1363 orang pengikut.24
Begitupun melalui penelitian Rusdin, tercatat pada tahun 2011 pengikut Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah mencapai 4742 orang.25
Lihat, Martin Van Bruinessen, The Tarekat Naqsyabandiyah in Indonesia - a historical,
geographical, and sosiological survey, h. 99.
21
22
Lihat, Nurhayati, "Karakteristik Pengamalan Sufisme Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
di kota Palu", Tesis (Makassar: PPs UIN Alauddin, 2006), h. 69. Lihat, Rusdin, "Pendidikan Spiritual
dalam Penanganan Penderita Narkoba (Studi Kasus di Pusat Rehabilitasi Hasan Ma'shum Tarikat
Naqsyabandiyah Khalidiyah Kota Palu)", Disertasi (Makassar: PPs UIN Alauddin, 2013), h. 143.
23
Nurhayati, "Karakteristik Pengamalan Sufisme Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di
kota Palu", Tesis, h. 4.
Nurhayati, "Karakteristik Pengamalan Sufisme Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di
kota Palu", Tesis, h. 77-78.
24
Rusdin, "Pendidikan Spiritual dalam Penanganan Penderita Narkoba (Studi Kasus di Pusat
Rehabilitasi Hasan Ma'shum Tarikat Naqsyabandiyah Khalidiyah Kota Palu)", Disertasi, 2013, h.
144.
25
8
Meskipun jumlah tersebut mencapai 4742 orang, tidak semua dari
pengikutnya tergolong pernah melalui jenjang pendidikan bahkan ada tidak pernah
menyentuh jenjang pendidikan. Hal ini memungkinkan ada taraf pemaparan
penjelasan tentang inti tarekat tidak memadai karena setiap pengikut yang telah
mencapai jenjang amalan atau kondisi tertentu akan diangkat sebagai khalifah tanpa
memperhatikan jenjang pendidikan yang telah ditempuh. Seorang yang telah
terangkat menjadi khalifah, dibebankan tugas untuk menyebarkan tarekat tersebut
diberbagai daerah. Setiap khalifah mesti tetap konsisten dengan ajaran yang telah
diberikan oleh mursyid dan pokok sentral ajarannya adalah wasilah yang ada dalam
diri mursyid.
Ajaran wasilah diawali dengan proses menghadirkan mursyid disetiap
tindakan mereka. Oleh karena itu, konsep tersebut telah mengakar, sehingga
menghasilkan pemahaman yang unik. Bahkan beberapa penganut tarekat memahami
konsep tersebut agak berbeda dengan yang dipahami oleh beberapa khalifah.
Sehingga penjelasan seorang khalifah memungkinkan memberikan dampak pengaruh
bagi masyarakat yang hendak masuk dalam tarekat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, pokok masalah dalam
penelitian ini adalah “Bagaimana peran Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dalam
upaya pencerahan spiritual umat di kota Palu?” Dari pokok masalah ini dibagi ke
dalam sub-sub masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu?
2. Bagaimana peran Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu?
9
3. Bagaimana metode khalaqah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dalam
upaya pencerahan spiritual umat di kota Palu?
C. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus
1. Fokus Penelitian
Fokus penelitian adalah mengkaji tentang Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah berkaitan tentang amalan-amalan tarekat yang merupakan inti dari ajaran
tarekat di kota Palu. Amalan-amalan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah ada enam
yaitu: zikir sendiri dan bersama, tawajuh, suluk, sedekah, ubudiyah, dan ziyarah.
2. Deskripsi fokus
Penelitian ini berjudul “Peran Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dalam
Upaya Pencerahan Spiritual Umat di Kota Palu”. Oleh karena itu penelitian ini
mengungkap peran Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah di kota Palu berbentuk yayasan yaitu Yayasan Maulana SS. H
Amiruddin KY bin M. Khoir Hasyim al-Khalidi. Berawal dari khalifah guru Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah, masyarakat kota Palu mulai mengenal pelatihan ruhani.
Adapun pelatihan tersebut merupakan metode mereka yang termuat dari
suatu kerangka ideal teoritis dalam benak seorang mursyid kemudian dituangkan ke
khalifahnya sehingga efek tersebut menjadi kerangka kerja praktis. Kerangka ideal
tersebut pun menjadi sumber inspirasi pada jiwa masyarakat.
D. Kajian Penelitian Terdahulu
Sejauh ini, ada beberapa kajian tentang Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
kota Palu yang berbentuk tesis dan disertasi. Kajian-kajian tersebut yaitu:
1. Pada Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar tercatat seorang pengkaji
bernama Nurhayati pada tahun 2006 untuk mencapai gelar Master telah
10
meneliti tarekat ini, dengan judul Karakteristik Pengamalan Sufisme Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu. Dalam penelitian tersebut mengungkapkan karakakteristik Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu.26
Begitupun gambaran umum beberapa ciri khas dan amalan-amalan Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah. Namun tidak membahas tentang peranan amalanamalan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah terhadap perubahan dan perkembangan spiritual umat di kota Palu.
2. Di UIN Alauddin Makassar juga, Rusdin mengkaji tarekat ini dengan judul
Pendidikan Spiritual dalam Penanganan Penderita Narkoba (Studi Kasus Pusat
Rehabilitasi Hasan Ma’shum Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah Kota Palu).
Dalam kajian ini peneliti mencoba mengungkapkan tentang penanganan
pecandu narkoba melalui pendidikan ruhani.
3. Sri Mulyati membahas tentang Tarekat Qa>diriyah Naqsyabandiyah dalam
disertasinya kemudian dibukukan dengan judul Peran Edukasi Tarekat
Qa>diriyah Naqsyabandiyah dengan Referensi Utama Suryala.27 Disertasi ini
meneliti tentang perkembangan sejarah dan intelektual dari Tarekat Qa>diriyah
Naqsyabandiyah. Fokus penelitiannya mengkaji tentang aktivitas dan
kehidupan syekh Sambas terkhusus tentang karyanya yaitu kitab Fath al-
‘Arifin. Disertasi ini menjelaskan tentang amalan Qa>diriyah Naqsyabandiyah
namun tidak memberikan keterangan tentang Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah.
Nurhayati, "Karakteristik Pengamalan Sufisme Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di
kota Palu", Tesis
26
Sri Mulyati, Peran Tarekat Qa>diriyah Naqsyabandiyah dengan Referensi Utama Suryala,
Ed. I (Cet. I; Jakarta: Kencana, 2010).
27
11
Tulisan ilmiyah pertama dan kedua tidak satupun yang mengkaji tentang
peranan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dan metode yang dipergunakan
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dalam upaya pencerahan spiritual umat di kota
Palu. Begitupun tulisan ilmiyah terakhir tidak menyinggung tentang Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah. Kemudian peneliti juga mengadakan penelusuran yang
membahas Tarekat Naqsyabandiyah melalui beberapa kepustakaan dan media
internet. Sehingga peneliti mendapat beberapa kajian, antara lain:
1. Muh}ammad Ahmad Darni>qah dalam bukunya al-T{ari>qah al-Naqsyabandiyah
wa A‘la>muha mengkaji tentang pencetus Tarekat Naqsyabandiyah secara
umum, kemudian membahas beberapa pokok dasar yang dilaksanakan pada
Tarekat Naqsyabandiyah, kemudian membahas tentang beberapa tokoh
Tarekat Naqsyabandiyah dan karangannya.28 Adapun amalan yang diungkapkan secara umum tentang metode Tarekat Naqsyabandiyah yang dirintis oleh
pendiri Tarekat Naqsyabandiyah. Begitupun tokoh yang disebutkan di dalam
buku ini merupakan tokoh yang berada di Asia Tengah.
2. Martin Van Brunessen mengkaji Tarekat Naqsyabandiyah di Nusantara dengan
judul “The Tarekat Naqsyabandiyah in Indonesia (a Historical, Geographical,
and Sosiological Survey), edisi Indonesia Tarekat Naqsyabandiyah di
Indonesia, dalam kajian ini membahas tentang proses awal masuk dan
perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah di Nusantara. Kemudian ia mengungkapkan terkhusus tentang Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Nusantara
yang dijelaskan dalam satu bab. Namun ia hanya membahas tentang proses
Muhammad Ahmad Darni>qah, al-Tasawu>f al-Isla>mi> - al-T{ari>qah al-Naqsyabandiyah wa
28
A‘la>muha (t.t; Juru>s Bars, t.th).
12
awal masuk Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dan beberapa daerah
perluasannya serta perkembangannya di Nusantara berawal pada abad ke-18
dan 19, Begitupun ia memaparkan beberapa kepustakaan khusus Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah.29 Di dalam pemaparannya, Bruinessen tidak
mengungkapkan secara detail tentang peranan Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah selain dalam bentuk pengaruh sosial politik.
3. Abu Bakar Aceh menulis buku dengan judul “Pengantar Ilmu Tarekat – Uraian
Mistik”30 dan “Tarekat dalam Tasawuf”.31 Dalam buku tersebut Abu Bakar
menulis sekilas biografi pendiri Tarekat Naqsyabandiyah, Baha’ al-Di>n.
Kemudian mengulas tentang doktrin, zikir dan pelatihan jiwa dalam Tarekat
Naqsyabandiyah. Ia tidak membahas rana pengaruh amalan tarekat yang
merupakan sumber penanaman pemikiran kepada para calon muri>d dan muri>d
tarekat serta perubahan spiritualnya.
4. Fuad Said telah menulis buku dengan judul Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah.32
Buku ini menguraikan hakikat Tarekat Naqsyabandiyah, perkembangan dan
pengaruhnya, silsilah, zikir, dan kaifiya>t serta adabnya, berkhalwat (bersuluk),
syarat mursyid dan cara pengangkatannya, hubungan ruhaniah antara orang
hidup dengan orang mati, wasilah, meninggalkan memakan daging dan
dilengkapi dengan sejumlah adab-adab yang lain. Buku ini tidak membahas
Martin Van Bruinessen, The Tarekat Naqsyabandiyah in Indonesia - a historical,
geographical, and sosiological survey, h. 64.
29
Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat – Uraian tentang Mistik.
30
Abu Bakar Aceh, Tarekat dalam Tasawuf (Cet. VI; Kelantan: Pustaka Aman Press, 1993).
31
A. Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah (Cet. IV; Jakarta: Pustaka al-Husna Baru,
32
2005).
13
secara terperinci tentang peranan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kota
Palu.
Berdasar dari beberapa kajian di atas secara keseluruhan tidak memiliki unsur
penelitian yang membahas tentang peran Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dalam
upaya pencerahan umat di kota Palu.
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah:
Pertama, mencermati perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di
kota Palu.
Kedua, mencermati peran Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu.
Peran tersebut tidak terlepas dari eksistensi sebuah tarekat yang terdiri mursyid,
muri>d, dan baiat dalam Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu
Ketiga, mencermati metode khalaqah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
dalam upaya pencerahan spiritual umat di kota Palu.
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan teoretis, dalam hal ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada
khazanah ilmu pengetahuan khususnya dibidang sejarah, pemikiran Islam dan
Tasawuf. Penelitian ini juga dapat menghidupkan keilmuan arif lokal.
b. Kegunaan praktis, dalam hal ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti
yang lain terhadap dunia tarekat serta mejadi bahan perbandingan berupa
kontribusi terhadap bentuk pemikiran dan praktek keagamaan masyarakat Islam
yang beragam khususnya di Indonesia.
14
F. Garis Besar Isi Tesis
Tesis adalah sebuah karya ilmiyah yang menuntut adanya persyaratan
ilmiyah sebagai wacana utuh yang sistematis dan konsisten dalam mendeskripsikan
dan menganalisis data yang diperoleh baik penelitian kepustakaan maupun
penelitian lapangan. Tesis ini terdiri dari lima bab. Antara satu bab dengan bab yang
lain saling terkait sehingga menjadi kajian atau penelitian secara utuh dan
komprehensif. Bab I pendahuluan, menguraikan tentang latar belakang masalah
sebagai pijakan dasar dalam merumuskan dan membatasi masalah. Selanjutnya,
memaparkan fokus penelitian dan deskripsi fokus sehingga tidak terjadi pemahaman
keliru terhadap judul dan memberikan batasan yang tegas terhadap fokus penelitian.
Uraian pendahuluan ini mencantumkan pula kajian pustaka dengan memaparkan
beberapa penelitian terdahulu, kemudian memaparkan uraian dan tujuan penelitian
yang dicapai dan menggambarkan kegunaan secara teoritis dan praktis penelitian
dan diakhiri dengan garis besar isi tesis.
Bab II tesis ini memaparkan uraian-uraian bersifat teoritis dari berbagai
literatur tentang tarekat. Uraian tersebut dimulai dari pemaparan pengertian tarekat
sehingga mampu memberikan gambaran tentang tarekat yang kemudian dilanjutkan
dengan sejarah timbulnya peristilahan tarekat. Begitupun juga terlihat dimasa
kenabian dan para sahabat benih tarekat mulai muncul kemudian berlanjut hingga
masa perpaduan. Pada masa perpaduan ini gelombang kemunculan tarekat menjadi
sebuah fenomena dalam kehidupan masyarakat yang banyak dinisbahkan kepada
tokoh pendiri tarekat. Sehingga pada bab ini juga menggambarkan tentang
perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang merupakan salah satu
bentuk perpaduan tarekat dan diakhiri dengan kerangka pikir penelitian.
15
Bab III tesis ini memaparkan berbagai uraian yang berkaitan dengan metode
penelitian yang digunakan. Mulai dari jenis penelitian, lokasi dan rancangan
penelitian, pendekatan penelitian dan alasan-alasan mengapa pendekatan penelitian
itu yang digunakan, kemudian memaparkan sumber data penelitian, instrumen
penelitian yang digunakan, metode pengumpulan data, teknis pengolahan dan
analisis data. Sebuah penelitian, benar-benar harus kredibel sehingga dapat
mengambil kesimpulan yang tepat dan objektif. Untuk menjamin kredibilitas
penelitian ini, digunakan pula teknik pengecekan dan keabsahan data.
Uraian secara komprehensif, sistematis dan mendalam tentang berbagai
informasi, dapat diolah menjadi data yang ditemukan di lapangan penelitian. Bab IV
ini menguraikan sejarah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu sebagai
dasar pengantar seluk beluk Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu
kemudian dilanjutkan dengan gambaran beberapa biografi khalifah Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu. Begitupun juga dipaparkan tentang
peranan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dalam hal ini eksistensi tarekat tidak
terlepas dari mursyid, muri>d dan baiat yang memiliki peran tersendiri kemudian
ditutup dengan metode khalaqah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dalam upaya
pencerahan spiritual umat di kota Palu. Sub masalah tersebut, diuraikan berdasarkan
berbagai temuan di lokasi penelitian dengan menggunakan teknik observasi
paritisipan, wawancara dan studi dokumentasi.
Pada bab V diuraikan kesimpulan penelitian sebagai suatu perpaduan secara
utuh berdasarkan temuan data di lapangan sehingga dapat menemukan makna dari
data tersebut. Suatu temuan ilmiah, harus diikuti pula dengan rekomendasi
penelitian sebagai anjuran kepada peneliti tarekat.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Tarekat
Annemarie, seorang pakar perbandingan agama terkhusus tentang mistik,
memulai tulisannya tentang makna tarekat dengan mencoba melirik tulisan
Qutbaddin al-‘Ibadi yang berjudul al-Tasfuja fi Ahwal al-Sufiya or Sufiname. Di
dalam tulisan tersebut, terungkap bahwa tarekat adalah jalan yang ditempuh para
sufi dan digambarkan sebagai jalan yang berpangkal dari syariat, sebab jalan utama
disebut syar‘ sedangkan anak jalan dinamakan t}ari>q. Kata turunan ini menunjukkan
bahwa menurut anggapan para sufi, pendidikan mistik merupakan cabang dari jalan
utama yang terdiri atas hukum Ilahi, tempat berpijak bagi setiap Muslim. Oleh
karena tidak mungkin ada jalan tanpa adanya jalan utama tempat ia berpangkal;
pengalaman mistik tidak mungkin ditemukan bila perintah syariat yang mengikat itu
tidak ditaati terlebih dahulu dengan seksama.1
Berbeda dengan pandangan Isma>‘il H{uqi>y al-Biru>siwiy, ia menulis dalam
bukunya Tafsi>r Ru>h al-Baya>n bahwa syariat adalah aturan-aturan sedangkan tarekat
adalah etika. Kebanyakan orang ditolak amalannya karena tidak menjaga etika
dalam sebuah amalan, seperti: Iblis.2 Tarekat dalam pandangan Isma>‘il, merupakan
proses pembentukan nilai atau kualitas dari sebuah amalan. Amalan tanpa tarekat
Lihat, Annemarie Schimmel, Mystical Dimensions of Islam (t.c; United States of America:
The University of North Carolina Press, 1975), h. 98. Penulis mengambil teks terjemahan dari buku
ini, yang diterjemahkan oleh Sapardi Djoko Damono (et al.), Dimensi Mistik dalam Islam (Cet. I;
Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009), h. 123.
1
Isma>‘il H{uqi>y al-Biru>siwiy, Tafsi>r Ru>h al-Baya>n, Jil. I (t.c.; t.t.: al-‘Us\maniyyah, 1330 H),
2
h. 203.
16
17
atau etika maka memiliki kehampaan nilai dari sebuah tindakan. Layaknya
hamparan pasir di telapak tangan yang ditiup angin. Amalan itu tidak memberikan
pengaruh terhadap dirinya.
Namun jika mencoba merunuk kembali dari sisi etimologi, kata tarekat itu
sendiri merupakan kata serapan yang bersumber dari Bahasa Arab yaitu: t}ari>q atau
t}ari>qah dan bentuk jamaknya tara>iq atau t}uruq. Secara etimologis bermakna: sistem
atau metode (uslu>b), jalan atau cara (maslak).3 Kata t}ari>q juga bersinonim dengan
beberapa kata yang lain, seperti: s}ira>t}, sabi>l, minhaj, sya>ri‘, syari‘ah, syir‘ah,
mahajjah, dan sunnah.4 Kata-kata tersebut disebutkan juga dalam al-Qur'an.
Secara umum, kata tarekat yang terkandung dalam al-Qur'an lebih banyak
menggunakan bentuk noun (kata benda), yaitu kata t}ariq atau t}ari>qah dan jika
dikembalikan kefi‘il (kata kerja) maka berbentuk t}araqa. Pembagian dari kata t}araqa
dalam al-Qur’an ditemukan sebanyak sebelas kali.5 Kata dan makna tersebut dalam
al-Qur'an, yaitu:
1. Kata tarekat bermakna suatu pemikiran, keputusan, dan pandangan yang tepat
terdapat pada firman Allah, QS T{a>ha>/20: 104.
(١٠٤) ‫ﻮل أ َْﻣﺜَـﻠُ ُﻬ ْﻢ ﻃَ ِﺮﻳ َﻘﺔً إِ ْن ﻟَﺒِﺜْﺘُ ْﻢ إِﻻ ﻳَـ ْﻮًﻣﺎ‬
ُ ‫َْﳓ ُﻦ أ َْﻋﻠَ ُﻢ ِﲟَﺎ ﻳَـ ُﻘﻮﻟُﻮ َن إِ ْذ ﻳَـ ُﻘ‬
Terjemahnya:
Kami lebih mengetahui apa yang mereka katakan, ketika orang yang paling
lurus jalannya mengatakan, kamu tinggal (di dunia) tidak lebih dari sepuluh
(hari).6
Jama>‘ah min Kiba>r al-Lugawiyyi>n al-‘Arab, al-Mu‘jam al-‘Arabi> al-Asa>si> (t.c; Kairo: alMunaz}z{amah al-‘Arabiyah li al-tarbiyah wa al-S|iqa>fah wa al-‘Ulu>m, t.th), h. 792.
3
Muh}ammad ibn ‘Abdul al-Kari>m al-Kisnaza>n al-H{usaini>, Mausu>‘ah al-Kisnaza>n fi> ma>
Is}t}alah}a ‘alaih Ahl al-Tasawwuf wa al-‘Irfa>n, Jil. XIV (t.c., Suriah, Da>r al-Mah{abbah, 2005), h. 78.
4
Lihat, Muhammad Fu’a>d ‘Abdul al-Ba>qi>, al-Mu‘jam al-Mufahras li Alfa>z}i al-Qur’an alKari>m (t.c; Kairo: Da>r Kutub al-Mas}riyah, 1364 H), h. 425.
5
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, Ed. Tahun 2002 (Cet. I; Bandung:
al-Mizan Publishing House, 2010), h. 320.
6
18
Muh}ammad al-Rafa>‘i> Abu> Zaid menafsirkan kata tersebut dengan suatu
pemikiran, keputusan, dan pandangan yang tepat.7
2. Kata tarekat bermakna sekte atau aliran terdapat pada firman Allah, QS alJin/72: 11.
ِ
ِ ‫وأَﻧﱠﺎ ِﻣﻨﱠﺎ اﻟ ﱠ‬
(١١) ‫ﻚ ُﻛﻨﱠﺎ ﻃََﺮاﺋِ َﻖ ﻗِ َﺪ ًدا‬
َ ‫ﺼﺎﳊُﻮ َن َوِﻣﻨﱠﺎ ُدو َن َذﻟ‬
َ
Terjemahnya:
Dan sesungguhnya diantara kami (jin) ada yang saleh dan ada (pula) kebalikannya. Kami menempuh jalan yang berbeda-beda.8
Fakhr al-Ra>zi> mengungkapkan dalam bukunya, Mafa>ti>h al-Gayb, bahwa
t}ara>iq terkandung makna sekte-sekte yang bermacam-macam. Namun al-Suda>
menyatakan bahwa golongan jin-jin seperti manusia juga, mereka ada yang murjiah,
khawarij, dan qadariyah.9
3. Kata tarekat bermakna agama, Islam, keimanan atau kesesatan dan kekafiran
terdapat pada firman Allah, QS al-Jin/72: 16,
ِ
(١٦) ‫ﺎﻫ ْﻢ َﻣﺎءً َﻏ َﺪﻗًﺎ‬
ُ َ‫ﻷﺳ َﻘْﻴـﻨ‬
ْ ‫اﺳﺘَـ َﻘ ُﺎﻣﻮا َﻋﻠَﻰ اﻟﻄﱠِﺮﻳ َﻘﺔ‬
ْ ‫َوأَ ْن ﻟﱠ ِﻮ‬
Terjemahnya:
Dan sekiranya mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam),
niscaya kami akan mencurahkan kepada mereka air yang cukup.10
Ibn Kas\i>r mengungkapkan kata al-t}ariqah pada ayat di atas bermakna
ketaatan dan teguh pendirian. Muja>hid melihat kata tersebut bermakna Islam atau
jalan kebenaran. Begitupun Sa‘id ibn Jubair, Sa‘id ibn al-Musi>b, ‘At}a>’, al-Suda>, dan
Muh{ammad ibn Ka‘ab menyatakan pendapat yang serupa bahwa tarekat
Muh}ammad al-Rafa>‘i> Abu> Zaid, al-Qa>mu>s al-Basi>t} fi> ma‘a>ni> al-Qur’an al-Muh}i>t} (t.d), h.
7
273.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 573.
8
Muh}ammad al-Ra>zi> Fakhr al-Di>n ibn ‘Alla>mah D{iya>’ al-Di>n ‘Umar, Mafa>ti>h} al-Ghayb, Jil.
XXX (Cet. I; Beirut: Da>r al-Fikr, 1981), h. 109.
9
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 574.
10
19
mengandung makna iman, sebagaimana ia menguatkan pandangannya dengan
pernyataan: “Jikakalau mereka beriman sungguh kami meluaskan kepadanya
kehidupan dunia”. Sedangkan Abu> Majlaz yang diikuti oleh ibn H{umaid menafsirkan
kata tarekat dengan jalan kesesatan.11 Perbedaan pandangan tentang makna tarekat
pada ayat di atas, memberikan kejelasan bahwa tarekat yang bermakna metode,
sistem atau jalan dapat dikelompokkan dalam dua bentuk yaitu tarekat yang benar
dan tarekat yang keliru.
Pada ayat yang lain memperlihatkan kata tarekat bermakna Islam, seperti
yang diungkapkan oleh al-T{abri>12 dan Isma>‘il H{uqi>y al-Biru>siwiy13 terdapat pada
firman Allah, QS al-Ah{qa>f/46: 30.
ِ ِ ‫ﻗَﺎﻟُﻮا ﻳﺎ ﻗَـﻮﻣﻨﺎ إِﻧﱠﺎ َِﲰﻌﻨﺎ ﻛِﺘﺎﺑﺎ أُﻧْ ِﺰَل ِﻣﻦ ﺑـﻌ ِﺪ ﻣﻮﺳﻰ ﻣ‬
‫اﳊَ ِّﻖ َوإِ َﱃ ﻃَ ِﺮ ٍﻳﻖ‬
ْ ‫ﲔ ﻳَ َﺪﻳِْﻪ ﻳَـ ْﻬ ِﺪي إِ َﱃ‬
ََ ْ َ
َ ْ ‫ﺼ ّﺪﻗًﺎ ﻟ َﻤﺎ ﺑَـ‬
َ ُ َ ُ َْ ْ
ً َ َْ
(٣٠) ‫ُﻣ ْﺴﺘَ ِﻘﻴ ٍﻢ‬
Terjemahnya:
Mereka berkata, wahai kaum kami! Sungguh, kami telah mendengarkan Kitab
(al-Qur’an) yang diturunkan setelah Musa, membenarkan (kitab-kitab) yang
datang sebelumnya, membimbing pada kebenaran, dan pada jalan yang lurus.14
Begitupun t}ari>q bermakna jalan menuju kebaikan, yaitu agama.15 Terdapat pada
firman Allah, QS al-Nisa>’/4: 168.
ِ‫ِ ﱠ‬
(١٦٨) ‫اﻪﻠﻟُ ﻟِﻴَـ ْﻐ ِﻔَﺮ َﳍُ ْﻢ َوﻻ ﻟِﻴَـ ْﻬ ِﺪﻳَـ ُﻬ ْﻢ ﻃَ ِﺮﻳ ًﻘﺎ‬
‫ﻳﻦ َﻛ َﻔ ُﺮوا َوﻇَﻠَ ُﻤﻮا َﱂْ ﻳَ ُﻜ ِﻦ ﱠ‬
َ ‫إ ﱠن اﻟﺬ‬
Abu> al-Fida>’ Isma>‘i>l ibn ‘Umar ibn Kas\i>r, Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az{i>m (Cet. I; Beirut: Da>r
ibn H{azzam, 2000), h. 1928.
11
Abu Ja‘far Muhammad ibn Jari>r al-T{abri>, Ja>mi‘ al-Baya>n ‘An al-Ta’wi>l A<y< al-Qur’a>n,
Tahqiq: ‘Abdullah ibn ‘Abdul al-Muh{sin al-Turki>, Jil. XXI (Cet. II; Kairo: Da>r Hijr, 2001), h. 172.
12
Isma>‘il H{uqi>y al-Biru>siwiy, Tafsi>r Ru>h al-Baya>n, Jil. X (t.c.; t.t.: al-‘Us\maniyyah, 1330 H),
13
h. 196.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 507.
14
Abu Ja‘far Muhammad ibn Jari>r al-T{abri>, Ja>mi‘ al-Baya>n ‘An al-Ta’wi>l A<y< al-Qur’a>n,
Tahqiq: ‘Abdullah ibn ‘Abdul al-Muh{sin al-Turki>, Jil. IX (Cet. II; Kairo: Da>r Hijr, 2001), h. 696.
15
20
Terjemahnya:
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman, Allah tidak
akan mengampuni mereka, dan tidak (pula) akan menunjukkan kepada mereka
jalan (yang lurus).16
Adapun kata tarekat yang bermakna kekafiran,17 terdapat pada firman Allah, QS alNisa>’/4: 169.
ِ‫إِﻻ ﻃَ ِﺮﻳﻖ ﺟﻬﻨﱠﻢ ﺧﺎﻟِ ِﺪﻳﻦ ﻓِﻴﻬﺎ أَﺑ ًﺪا وَﻛﺎ َن َذﻟِﻚ ﻋﻠَﻰ ﱠ‬
(١٦٩) ‫اﻪﻠﻟ ﻳَ ِﺴ ًﲑا‬
َ َ
َ َ َ َ َ َ ََ َ
Terjemahnya:
Kecuali jalan ke Neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.
Dan hal itu (sangat) mudah bagi Allah.18
4. Kata tarekat yang bermakna sesuatu yang tersusun, berlapis-lapis, atau
merupakan suatu lintasan atau orbit galaxy terdapat pada firman Allah, QS alMu’minu>n/23: 17.
ِِ
(١٧) ‫ﲔ‬
ْ ‫َوﻟََﻘ ْﺪ َﺧﻠَ ْﻘﻨَﺎ ﻓَـ ْﻮﻗَ ُﻜ ْﻢ َﺳْﺒ َﻊ ﻃََﺮاﺋِ َﻖ َوَﻣﺎ ُﻛﻨﱠﺎ َﻋ ِﻦ‬
َ ‫اﳋَْﻠ ِﻖ َﻏﺎﻓﻠ‬
Terjemahnya:
Dan sungguh, Kami telah menciptakan tujuh (lapis) langit di atas kamu, dan
Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan (Kami).19
Kata sab‘a t}ara>iq bermakna tujuh deretan lapisan langit. Dinamanakan t}ara>iq
karena berderet atau ibarat lain sebagian langit di atas langit yang lain. Pandangan
ini dipegang oleh al-Khali>l, al-Zuja>j dan al-Farra’ dengan merujuk ungkapan orang
arab,
‫ﻃََﺮ َق اﻟﱠﺮ ُﺟ ُﻞ ﻧـَ ْﻌﻠَْﻴ ِﻪ إِ َذا أَﻃْﺒَ َﻖ ﻧـَ ْﻌﻼً َﻋﻠَﻰ ﻧـَ ْﻌ ٍﻞ‬,
(berarti lelaki berlapis-lapis pengalas
kakinya jika ia meletakkan pengalas kaki di atas pengalas kaki). ‘Ali> ibn ‘I><sa>
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 105.
16
Abu Ja‘far Muhammad ibn Jari>r al-T{abri>, Ja>mi‘ al-Baya>n ‘An al-Ta’wi>l A<<y al-Qur’a>n, Jil.
17
IX h. 696.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 105.
18
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 343.
19
21
mengungkapkan bahwa dinamakan langit karena jalur para malaikat as. naik, turun
dan melayangnya. Sebagian lagi menyatakan karena orbit bintang-bintang.20
Pendapat ini juga dipegang al-Alu>si>, ia melihat bahwa makna t}ara>iq adalah
langit. T{ara>iq disebut juga langit karena jalur para Malaikat as. turun dan naik untuk
urusan seorang hamba atau disebut langit karena setiap langit memiliki orbit dan
bentuk tersendiri, berbeda dengan langit yang lain.21
Jika dihubungkan dengan ilmu tarekat maka dapat dikatakan bahwa para
sa>lik menuju al-H{aq memiliki tingkatan (maqam) dan kondisi (h}a>l) yang berbedabeda. Mereka terlihat berlapis-lapis, ada yang masih dalam proses maqam taubat,
ada yang beranjak pada maqam zuhud, ada juga telah sampai maqam cinta
(mah}abbah). Begitupun kondisi (ah{wa>l) mereka pun berlapis-lapis, tersusun hingga
mencapai tingkatan yang paling tinggi.
Keadaan ini diperjelas oleh ‘Abdul H{ali>m Mah}mud yang mengungkapkan
bahwa maqam (tingkatan) merupakan tingkatan ruhani yang dapat dilalui orang
yang berjalan menuju Allah swt. dan akan berhenti dalam satu saat tertentu. Sang
sa>lik berjuang dalam lingkungannya hingga Allah swt. memudahkannya untuk
menempuh jalan menuju tingkatan kedua, agar ia meningkat dalam ketinggian
ruhani dari keadaan yang mulia menuju keadaan yang lebih tinggi lagi. Hal itu
misalnya dari tingkatan taubat menuju tingkatan wara dan dari tingkatan wara
menuju tingkatan zuhud. Demikianlah jalannya hingga mencapai tingkatan al-
Mah{abbah dan al-Rid{a.22
Muh}ammad al-Ra>zi> Fakhr al-Di>n ibn ‘Alla>mah D{iya>’ al-Di>n ‘Umar, Mafa>ti>h} al-Ghayb, Jil.
XXIII (Cet. I; Beirut: Da>r al-Fikr, 1981), h. 88.
20
Abu> Fad}li Syiha>b al-Di>n al-Sayyid Mahmu>d al-A<lu>si>, Ru>h al-Ma‘a>ni> fi Tafsi>r al-Qur’a>n al‘Az}i>m wa al-Sab‘u al-Mas\a>ni>, Jil. XXVIII (Cet. II; Beirut: Da>r Ih{ya> al-Turas\, t.th), h. 18.
21
‘Abdul H{ali>m Mahmu>d, al-Tasawwuf fi> Isla>m, terj. Abdul Zakiy al-Kaaf, Tasawuf di Dunia
Islam, (Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 2002), h. 38.
22
22
5. Kata tarekat yang bermakna profesi berupa sihir atau kedudukan baik dalam
keilmuan maupaun jabatan terdapat pada firman Allah, QS T{a>ha>/20: 63.
ِ ‫ﻗَﺎﻟُﻮا إِ ْن ﻫ َﺬ ِان ﻟَﺴ‬
(٦٣) ‫ﺎﺣَﺮ ِان ﻳُِﺮ َﻳﺪ ِان أَ ْن ُﳜْ ِﺮ َﺟﺎ ُﻛ ْﻢ ِﻣ ْﻦ أ َْر ِﺿ ُﻜ ْﻢ ﺑِ ِﺴ ْﺤ ِﺮِﳘَﺎ َوﻳَ ْﺬ َﻫﺒَﺎ ﺑِﻄَ ِﺮﻳ َﻘﺘِ ُﻜ ُﻢ اﻟْ ُﻤﺜْـﻠَﻰ‬
َ
َ
Terjemahnya:
Mereka (para penyihir) berkata, sesungguhnya dua orang ini adalah penyihir
yang hendak mengusirmu (Fir‘aun) dari negerimu dengan sihir mereka berdua,
dan hendak melenyapkan kebiasaanmu yang utama.23
Ibn Kas\i>r mengungkapkan bahwa makna t}ariqah adalah sihir, karena pada
zaman Fir‘aun penduduk dan para tokoh terkemuka sangat mengagungkan metode
praktek sihir. Sihir telah menjadi profesinya untuk memperoleh harta dan rezki.24
Ungkapan Ibn Kas\i>r menggambarkan bahwa tarekat pada zaman fir‘aun yang marak
adalah praktek sihir.
‘Abdul H{ali>m Mahmu>d menyikapi kata tarekat. Ia menyatakan t}ariqah
mempunyai arti yang menunjuk pada segolongan orang-orang yang dipandang mulia,
yaitu: orang-orang yang dihormati dan diikuti oleh masyarakat karena keluhuran
jiwanya. Pada masyarakat arab, biasanya digunakan kata t}ari>qah al-qaum yang
berarti suritauladan dan pilihan mereka yaitu orang-orang yang dijadikan oleh suatu
masyarakat sebagai ikutan sehigga masyarakat tersebut mengikuti jalan mereka.25
Adapun Mujahid menyatakan bahwa t}ariqah dalam ayat bermakna orang terkemuka,
cerdas dan penguasa.26 Sehingga mereka menjadikan teladan dalam kehidupannya.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 316.
23
Abu> al-Fida>’ Isma>‘i>l ibn ‘Umar ibn Kas\i>r, Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az{i>m, h. 1219.
24
‘Abdul H{ali>m Mahmu>d, al-Tasawwuf fi> Isla>m, terj. Abdul Zakiy al-Kaaf, Tasawuf di Dunia
25
Islam, h. 29.
Abu> al-Fida>’ Isma>‘i>l ibn ‘Umar ibn Kas\i>r, Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az{i>m, h. 1219.
26
23
6. Kata tarekat yang bermakna jalan terdapat pada firman Allah, QS T{a>ha/20: 77.
ِ
‫ﺎف َد َرًﻛﺎ َوﻻ َﲣْ َﺸﻰ‬
ُ َ‫ب َﳍُ ْﻢ ﻃَ ِﺮﻳ ًﻘﺎ ِﰲ اﻟْﺒَ ْﺤ ِﺮ ﻳَـﺒَ ًﺴﺎ ﻻ َﲣ‬
ْ َ‫َﺳ ِﺮ ﺑِﻌِﺒَ ِﺎدي ﻓ‬
ْ ‫ﺎﺿ ِﺮ‬
ْ ‫ﻮﺳﻰ أَ ْن أ‬
َ ‫َوﻟََﻘ ْﺪ أ َْو َﺣْﻴـﻨَﺎ إ َﱃ ُﻣ‬
(٧٧)
Terjemahnya:
Dan sungguh, telah Kami wahyukan kepada Musa, Pergilah bersama hambahamba-Ku (Bani Israil) pada malam hari, dan pukullah (buatlah) untuk mereka
jalan yang kering di laut itu, (engkau) tidak perlu takut akan tersusul dan tidak
perlu khawatir (akan tenggelam).27
Kata t}ari>q pada ayat di atas bermakna jalan. Musa diperintah untuk membuat
jalan yang kering di laut, sehingga tidak ada rasa khawatir dalam dada pengikutnya
akan tersusul dari Fir‘aun dan bala tentaranya.
7. Kata tarekat yang bermakna bintang terdapat pada firman Allah, QS alT{a>riq/86: 1-2.
(٢) ‫( َوَﻣﺎ أ َْد َر َاك َﻣﺎ اﻟﻄﱠﺎ ِر ُق‬١) ‫َواﻟ ﱠﺴ َﻤ ِﺎء َواﻟﻄﱠﺎ ِرِق‬
Terjemahnya:
Demi langit dan yang datang pada malam hari (1) dan tahukah kamu apakah
yang datang pada malam hari itu?28
Al-Syi>ra>zi> menyatakan kata al-T{a>riq pada ayat di atas bermakna bintang-
bintang yang muncul di malam hari. Namun makna dasarnya adalah orang yang
berjalan pada suatu jalan.29 Abu ‘Abdullah mengungkapkan makna al-t}a>riq yaitu:
30
‫( ﻣﺎَآﺗﺎك ﻟَْﻴﻼً ﻓَـ ُﻬ ُﻮ ﻃﺎ ِر ٌق‬sesuatu yang datang padamu malam hari maka itulah adalah
bintang). Maka ayat selanjutnya pada surah yang sama, dijelaskan makna t}a>riq itu
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 318.
27
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 592.
28
Na>sr al-Di>n Abi> al-Khair ‘Abdillah ibn ‘Umar al-Syi>ra>zi>, al-Luba>b fi> ‘Ulu>m al-Kita>b, Jil. 5,
(Cet. I; Beirut: Da>r Ih{ya>’ al-Tura>s\, t.th), h. 303.
29
Abu> ‘Abdillah ibn Isma>‘i>l al-Bukha>ri>, al-Ja>mi‘ al-Musna al-Mukhtas}ar min ‘Us}u>l Rasulillah
wa Sunanih wa Ayya>mih, Jil. IX (Cet. I; Beirut: Da>r T{auq al-Naja>h, 1422 H), h. 107.
30
24
adalah ‫اﻟﺜﱠﺎﻗِﺐ‬
ُ
‫( اﻟﻨﱠ ْﺠ ُﻢ‬bintang-bintang yang bersinar). Karena itu bintang-bintang yang
bersinar berputar sesuai dengan orbitnya sehingga bintang-bintang itu adalah
pejalan.
Adapun hubungan antara tarekat yang bermakna metode dengan bintang
adalah seseorang yang berjalan kepada Allah dengan sistem yang ditentukan Allah,
bagaikan bintang-bintang yang bersinar di langit. Ia sebagai petunjuk bagi orangorang yang tersesat di malam hari. Ia tidak keluar dari jalur yang telah Allah
tentukan.
Jika diperhatikan dari kata-kata tarekat yang ditemukan pada ayat-ayat alQur'an dapat digolongkan dalam beberapa bentuk, yaitu:
1. T{ari>qah; kata ini terkadang bermakna sebuah pemikiran, keputusan, pendapat,
agama, Islam, keimanan, kesesatan, kekafiran atau sebuah kedudukan yang
mulia baik dalam keilmuan atau profesi sehingga masyarakat menjadikannya
sebagai panutan dalam kehidupannya.
2. T}ara>iq; kata ini merupakan jamak dari t}ariqah atau t}ari>q yang bermakna sekte
atau aliran, sesuatu yang tersusun dan berlapis-lapis. Kata ini juga mencakup
makna suatu lintasan atau orbit.
3. T{ari>q; kata ini bermakna jalan yang ditetapkan atau jalan yang dilalui oleh
manusia, jalur yang menuju pada kebaikan atau kekafiran Islam.
4. al-T}a>riq; merupakan ism fa>‘il dari kata t}araqa yang bentuk dasarnya t}a>riq.
Kata tersebut bermakna bintang-bintang yang bersinar atau seseorang yang
berjalan disuatu jalan atau ia merupakan petunjuk.
Oleh karena itu makna dari kata tarekat yang diungkapkan al-Qur'an sangat
luas dan meliputi segala aspek karena al-Qur'an merupakan jalan utama yang terdiri
25
atas hukum Ilahi dan hukum Ilahi hanya satu bentuk dan itu meliputi sistem yang
benar maupun sistem yang salah. Meskipun demikian, pada fase pertumbuhan dalam
kajian ilmu tasawuf, kata tarekat di kalangan ahli sufi masih samar-samar.
Disamping itu, para kalangan sufi terkadang menggunakan kata ri‘a>yah atau sulu>k
dalam memberikan penjelasan tentang metodenya.31
Kata tersebut tetap acapkali dimaknai dengan sebuah metode, teori yang
ideal,32 sistem atau cara. Sehingga beberapa kalangan menganggap peristilahan
tarekat lebih mengarah kepada sesuatu yang positif dan itu muncul sekitar akhir
abad kedua hijriyah seperti yang diungkapkan oleh al-Tafta>za>ni>, ketika tasawuf
Islam mulai tumbuh sebagai suatu pengaruh dari gerakan zuhud Islam pada periode
awal. Peristilahan tarekat ini dipergunakan sebagai suatu konsep kumpulan etika,
akhlak, dan akidah yang dijadikan pegangan bagi para kelompok sufi.33 Etika, akhlak
dan akidah inilah yang menjadi cara atau sistem mereka untuk menggodok dirinya
demi mencapai tujuannya.
Pada abad ke-5, al-Qusyairi> tidak luput menyebutkan kata tarekat di dalam
bukunya, al-Risa>lah al-Qusyairiyyah, tarekat sebagai suatu metode bimbingan jiwa
dan akhlak yang dipergunakan oleh seorang mursyid untuk membimbing para sa>lik.
Keutamaan mursyid dalam bimbingan tersebut sangat penting, terlihat dari riwayat
Abu> ‘Ali al-Daqa>q yang menyatakan: Pohon jika tumbuh dengan sendirinya, ia tetap
berdaun tetapi tidak berbuah, begitupun para sa>lik jika tidak memiliki mursyid
Arnold, dkk., Da>irah al-Ma‘rif al-Isla>miyah, Tahqiq: Ibrahim Zaki> Khaursyi>d, dkk., Jil.
XXII (Cet.I; t.t.: Markaz al-Sya>riqah li Ibda‘ al-Fikr>, 1998),h. 6847.
31
Arnold, dkk., Da>irah al-Ma‘rif al-Isla>miyah, h. 6847.
32
‘Amir Nijja>r, T{uruq al-S{ufiyyah fi> Misr: Nasy’atuha> wa Nuz}umuha>, wa rawa>duha> (Cet. V;
Kairo, Da>r al-Ma‘a>rif, t.th), h. 19.
33
26
sebagai pembimbing tarekatnya maka dia adalah penyembah hawa nafsu dan tidak
mendapatkan jalan keluar.34
Begitu juga, al-Gaza>li> yang terinspirasi dari karangan Abu> T{a>lib al-Makiy
yang berjudul Quwwah al-Qulu>b, dan beberapa karangan tokoh seperti: al-H{a>ris\ alMuh}a>sibi>, al-Junaid, al-Syibli, Abu Yazi>d al-Bist}ami> serta syekh-syekh lainnya,35
memandang tarekat ahli sufi tidak sempurna selain dari perpaduan antara teoritis
dan praksis. Untuk mencapai ilmu mereka diperlukan keterputusan dan kebersihan
jiwa dari tabiat-tabiat jelek dan sifat tercela hingga sampai pada tingkat kekosongan
hati dari segala sesuatu selain Allah dan semakin dijernihkan dengan zikrullah.36
Pemahaman al-Gaza>li> tentang tarekat tidak berbeda dengan yang dipahami
oleh al-Qusyairi>,37 karena tarekat adalah suatu metode perpaduan antara ilmu dengan
praktek, maka untuk mengawali tarekatnya perlu ada pengutamaan sebuah
perjuangan untuk membersihkan dan memisahkan jiwa dari tabiat-tabiat jelek yang
mengandung unsur keduniaan, hingga mencapai tingkat pengosongan hati selain alHaq serta semakin dicerahkan dengan ingatan total kepada al-Haq sebagai sumber
dari pembentukan akhlak.
‘Abdul H{ali>m Mah}mu>d memandang, tarekat sebagai metode penyucian,38 dan
pelatihan jiwa yang bertujuan untuk mencapai kedudukan ‘ubudiyah (pengabdian)
Abu> al-Qa>sim ‘Abd al-Kari>m al-Qusyairi>, al-risa>lah al-Qusyairiyyah, Tahqiq: ‘Abd alH{ali>m Mah}mu>d dan Mahmud ibn al-Syari>f, Jil. II (Kairo, Da>r al-Ma‘a>rif, 1119 H), h. 574.
34
Abu> H{ami>d al-Gaza>li>, al-Munqiz\ min al-Dala>lah wa al-Mausu>l ila zi al‘izzah wa al-Jala>l,
ditahkik oleh Jami>l Sali>ban dan Ka>mil ‘Ayya>d (Cet. VII; Beirut: Da>r al-Andalus, 1967), h. 101.
35
Abu> H{ami>d al-Gaza>li>, al-Munqiz\ min al-Dala>lah wa al-Mausu>l ila zi al‘izzah wa al-Jala>l, h.
36
100.
Abu> al- Wafa’ al-Gani>mi> al-Taftaza>ni>, “Bahs\ al-Tasawwuf”, Kulliyah al-A<dab Ja>mi‘ alQahirah, Desember 1963 dinukil dalam ‘Amir Nijja>r, T{uruq al-S{ufiyyah fi> Misr: Nasy’atuha> wa
Nuz}umuha>, wa rawa>duha>, h. 19.
37
Muhammad ibn ‘Abdul al-Kari>m al-Kisnaza>n al-H{usaini>, Mausu>‘ah al-Kisnaza>n fi> ma>
38
Ist}alah}a ‘alaih Ahl al-Tasawwuf wa al-‘Irfa>n, h. 73.
27
sesuai dengan hukum-hukum ketuhanan. Ketika manusia mampu mewujudkan
kondisi tersebut maka Allah akan memberikan anugrah keluasan ilmu Ma‘rifat.39
Pada kondisi seperti ini tergambar dalam ayat al-Qur’an tentang ‘Ubudiyah Khaidir,
sehingga Allah memberikan ilmu Ladunni.40
Allah
berfirman dalam QS Al-
Kahfi/18: 65.
(٦٥) ‫ﻓَـ َﻮ َﺟ َﺪا َﻋْﺒ ًﺪا ِﻣ ْﻦ ِﻋﺒَ ِﺎدﻧَﺎ آﺗَـْﻴـﻨَﺎﻩُ َر ْﲪَﺔً ِﻣ ْﻦ ِﻋْﻨ ِﺪﻧَﺎ َو َﻋﻠﱠ ْﻤﻨَﺎﻩُ ِﻣ ْﻦ ﻟَ ُﺪﻧﱠﺎ ِﻋ ْﻠ ًﻤﺎ‬
Terjemahnya:
Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami,
yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah
Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.41
Annemarie Schimmel memandang tarekat sebagai suatu konsep tradisi
keagamaan para ahli mistik untuk menggambarkan langkah-langkah yang membawa
mereka menuju ke hadirat Tuhan dan itu merupakan tradisi dari kategori pembagian
keilmuaan dalam dunia Islam, yaitu: syariat, tarekat, dan ma’rifah. Pembagian
tersebut memiliki kesamaan dalam agama Kristen, via purgativa, via contemplativa
dan via illuminativa.42 Oleh karena itu agama meliputi ketiga aspek ini yang tidak
dapat dipisahkan atau diutamakan salah satu diantaranya.
Berbeda dengan yang dipahami seorang penulis orientalis R.A.Nicholson, ia
tidak melihat tarekat sebagai tradisi keagamaan tetapi ia melihat tarekat sebagai
‘Abdul al-H{ali>m Mah}mud, Qad}iyah al-Tasawwuf al-Munqiz\ min al-D{alalah Hujjatu alIsla>m al-Gaza>li, dengan kata pengantar oleh Muh{ammad Zaki> Ibra>hi>m (Cet. VIII; Kairo: Da>r al39
Ma‘a>rif, t.th), h. 8.
40
Penulis melihat bahwa ilmu Ladunni merupakan air kehidupan jiwa. Sehingga tatkala
mencoba memperhatikan QS al-Jin/72: 16 yang bermakna jikakalau mereka berpegang teguh pada
sebuah sistem Tuhan sungguh kami mencicipkannya air kehidupan.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 302.
41
Lihat, Annemarie Schimmel, Mistical Dimention of Islam, h. 123.
42
28
bentuk perjalanan mistik yang memberikan gambaran tingkat kemajuan dalam
kehidupan ruhani dengan melalui beberapa tahapan-tahapan tertentu untuk mencapai
tujuan fana>’ fi al-Haq dan para ahli mistik memiliki pengembaraan yang berbeda
untuk sampai tujuan tersebut.43
Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> memandang penggunaan kata tarekat pada periode
pasca al-Gaza>li> dipergunakan hanya sebatas kepada sekelompok pribadi sufi yang
bergabung dengan seorang guru (syekh) dan tunduk di bawah aturan-aturan terinci
dalam jalan ruhaniah, yang hidup secara kolektif di berbagai zawiyah, rabat}, dan
khanaqah, atau berkumpul secara periodik dalam acara-acara tertentu, serta
mengadakan berbagai pertemuan ilmiah maupun ruhaniah yang teratur.44 Pada masa
tersebut mulai bermunculan di dunia Islam berbagai nama tarekat berselaras dengan
nama pendirinya.45 Karena itu, tarekat telah menjadi salah satu filsafat kehidupan
dalam masyarakat Islam, sehingga mereka lebih meminati kehidupan ruhani
sehingga terbentuk menjadi kelompok tersendiri dalam sebuah majelis keilmuan.
Sehingga Fazlu Rahman melihat tarekat merupakan suatu mashab atau lembaga para
ahli mistik sebagai wahana untuk mengajarkan ajaran mereka yang merupakan
bentuk refleksi dari perkembangan ajaran sufi pada abad ke lima hijriyah.46
Amir Nijja>r yang menyorot pandangan al-Tafta>za>ni> dan menyimpulkan
bahwa kata tarekat memiliki dua makna terminologi yang berkesinambungan dalam
Reynold A. Nicholson, The Mystics of Islam, diterjemahkan oleh Tim Penerjemah Bahasa
Asing dengan judul, Mistik dalam Islam, (Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 2000) h. 22.
43
Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami> (Cet. III; Cairo:
Da>r al-S\iqa>fah li al-nas\ri wa al-Tauzi‘, 1979), h. 235.
44
Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami>, h. 236.
45
Fazlu Rahman, Islam, diterjemahkan oleh Seonaji Saleh dengan judul, Islam, (Cet. II;
Jakarta: Bumi Aksara, 1992) h. 238.
46
29
kajian ilmu tasawuf Islam, yaitu: pertama: tarekat suatu gambaran dari metode jiwa
akhlaqi> sebagai suatu proses pelatihan dan pembentukan jiwa untuk melatih akhlak
seseorang. Kedua: tarekat adalah suatu kelompok dari kalangan Islam yang berbedabeda, dibentuk sebagai sarana pelatihan ruhani dalam kehidupannya. Sebagai proses
awal dalam pelatihan tersebut mereka mengucapkan baiat berupa perjanjian antara
syekh dan muri>d dengan bertaubat disertai keteguhan hati, sehingga mampu masuk
di jalan Allah bersama dengan alunan zikir, begitupun seorang muri>d yang telah
terbaiat mesti berkelakuan sesuai dengan etika dan dasar-dasar tarekat yang telah
ditentukan oleh pendiri tarekat.47
Massignon seorang orientalis yang memandang tarekat adalah sebuah
persahabatan yang terbentuk atas keingingan untuk memelihara Islam, terikat dalam
sebuah silsilah dan wasiat khusus untuk menjadikan manusia sebagai muri>d (yang
berkehendak memasuki tarekat hingga mencapai tujuan yaitu ma’rifat) serta
mengambil sebuah baiat yang telah menjadi tradisi mereka yang disaksikan oleh
salah seorang dari syekh, mursyid, muqaddim, naqib, atau khalifah.48
Gambaran dari al-Qusyairi, al-Gaza>li>, ‘Abdul H{ali>m Mah}mu>d, Annemarie
Scimmel, R.A.Nicholson, Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi>, Amir Nijja>r dan Massignon
tentang tarekat, merupakan sebuah metode khusus, yaitu: metode yang ditempuh
para sufi dan berpangkal dari hukum Ilahi sebagai sarana pelatihan ruhani seseorang
melalui bimbingan dan pengawasan dari seorang mursyid. Tujuan dari bimbingan
tersebut untuk membentuk akhlak yang mulia sehingga disetiap tindakannya
memiliki unsur niat yang baik.
‘Amir Nijja>r, T{uruq al-S{ufiyyah fi> Misr: Nasy’atuha> wa Nuz}umuha>, wa rawa>duha>, h. 20.
47
Lois Massignon, Da>irah al-Ma‘arif al-Isla>miyah Maddah Turuq S{u>fiyyah (Kairo: al‘arabiyah, t.th) dikutip dalam ‘Amir Nijja>r, T{uruq al-S{ufiyyah fi> Misr: Nasy’atuha> wa Nuz}umuha>, wa
rawa>duha>, h. 20.
48
30
B. Benih-benih tarekat di zaman Rasulullah saw., sahabat dan tabiin.
Nilai-nilai dari sebuah tarekat terlihat dari akhlak yang muncul karena
pengaruh kehidupan Rasulullah saw. di dalam kehidupan kaum Muslim. Pengaruh itu
menimbulkan kecintaan, kepercayaan, penghormatan dan pujian kepada Rasulullah
saw. hingga mereka menjadikan Rasulullah saw. sebagai contoh dan teladan. Bagi
setiap Muslim, diseru untuk menirunya dalam setiap tindakan dan kebiasaan, bahkan
tindakan dan kebiasaan yang tampak remeh sekalipun.49
Itu telah menjadi isyarat dari al-Qur'an, QS Al-H{asyr/59: 7.
Terjemahnya:
(٧)...‫ﻮل ﻓَ ُﺨ ُﺬوﻩُ َوَﻣﺎ ﻧـَ َﻬﺎ ُﻛ ْﻢ َﻋْﻨﻪُ ﻓَﺎﻧْـﺘَـ ُﻬﻮا‬
ُ ‫ َوَﻣﺎ آﺗَﺎ ُﻛ ُﻢ اﻟﱠﺮ ُﺳ‬...
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah, dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.50
Begitupun juga Rasulullah saw. menjadi teladan, firman Allah, QS alAhza>b/33: 21.
ِ‫ﻮل ﱠ‬
ِ ‫ﻟََﻘ ْﺪ َﻛﺎ َن ﻟَ ُﻜﻢ ِﰲ رﺳ‬
(٢١) ‫اﻪﻠﻟَ َﻛﺜِ ًﲑا‬
‫اﻪﻠﻟَ َواﻟْﻴَـ ْﻮَم ْاﻵ ِﺧَﺮ َوذَ َﻛَﺮ ﱠ‬
‫ُﺳ َﻮةٌ َﺣ َﺴﻨَﺔٌ ﻟِ َﻤ ْﻦ َﻛﺎ َن ﻳَـ ْﺮ ُﺟﻮ ﱠ‬
ْ ‫اﻪﻠﻟ أ‬
َُ ْ
Terjemahnya:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.51
Teladan yang sempurna dari gambaran ayat di atas terbentuk dari kehidupan
Rasulullah saw. yang telah berhasil mewujudkan ‘ubudiyah secara penuh dan
sempurna, bahkan sampai ketingkat tertinggi yaitu penyerahan total dari setiap
Annemarie Schimmel, And Muhammad is His Messenger: The Veneration of the Prophet
in Islamic Piety, terj. Rahmani Astuti dan Ilyas Hasan, Cahaya Purnama Kekasih Tuhan: dan
Muhammad adalah Utusan Allah, Ed. Terbaru (Cet. I; Bandung: Mizan Pustaka, 2012), h 14.
49
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 546.
50
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 421.
51
31
shalat, ibadah, hidup dan matinya hanya diperuntukkan bagi Allah, Pencipta alam
semesta.52 Oleh kalangan penulis seperti Nicholson tingkatan tertinggi itu
merupakan bentuk al-fana fi al-H{aq. Namun Rasulullah saw. telah mencapai lebih
dari itu. Rasulullah saw. telah mencapai posisi yang digambarkan oleh al-Qur'an dia
sangat dekat sejarak dua ujung busur panah atau lebih dekat lagi.53
William C. Chittick mengungkapkan akan keutamaan meneladani rasul,
karena setiap rasul adalah sumber bimbingan dan model manusia sempurna. Mereka
yang mengikuti jejak beberapa rasul mungkin memperoleh pusaka dari rasul
tersebut, dan pusaka ini memiliki ciri tiga dimensi dasar: pertama, karya-karya atau
perilaku sebagai manifestasi akhlak mulia; kedua, keadaan atau pengalamanpengalaman batin dari realitas ghaib; dan ketiga, pengetahuan atau persepsi dan
pemahaman langsung tentang berbagai modalitas terhadap realitas.54 Dengan
demikian, setiap orang mesti seperti diri Rasulullah saw., harus memberikan
kesaksian atas keesaan Allah melalui perbuatan dan kehadirannya.55
Orang yang mampu mengikuti dan sejalan dengan yang dilalui Rasulullah
saw. digelari sebagai ulama pewaris para nabi;
٥٦
ِ
ِ
ِ
ِ
‫ﻆ َواﻓِ ٍﺮ‬
ٍّ َ‫َﺧ َﺬ ِﲝ‬
َ ‫َﺧ َﺬﻩُ أ‬
َ ‫اﻟْﻌُﻠَ َﻤﺎءَ َوَرﺛَﺔُ اﻷَﻧْﺒِﻴَﺎء َوإِ ﱠن اﻷَﻧْﺒِﻴَﺎءَ َﱂْ ﻳـُ ْﻮِرﺛُﻮا دﻳﻨَ ًﺎرا َوﻻَ د ْرَﳘًﺎ َوَرﺛُﻮا اﻟْﻌ ْﻠ َﻢ ﻓَ َﻤ ْﻦ أ‬
‘Abdul al-H{ali>m Mah}mud, Qad}iyah al-Tasawwuf al-Munqiz\ min al-D{alalah, h. 8.
52
53
QS. al-Najm 57: 9.
William C. Chittick, Imaginal Worlds, Ibn al-‘Arabi and Problem of Religious, terj.
Achmad Syahid, Dunia Imajinal Ibnu ‘Arabi; Kreativitas Imajinasi dan Persoalan Diversitas Agama
(Cet. I; Surabaya: Risalah Gusti, 2001), h. 11.
54
Annemarie Schimmel, And Muhammad is His Messenger: The Veneration of the Prophet
55
in Islamic Piety, h. 84.
Sulaiman ibn Asy‘as\, Sunan Abi Daud bi Tahqi>q Muhammad Muhyi al-Di>n ‘Abdul Hami>d
(t.c; Beirut: al-Maktabah al-‘As}riyah), h. 317.
56
32
Artinya:
Para ulama itu pewaris nabi dan nabi tidak mewariskan sesuatu yang sifatnya
materi tetapi Ia mewariskan kepada mereka ilmu, maka barang siapa yang
mengambil ilmu tersebut, maka mendapatkan bagian yang banyak.
Para kaum sufi dalam meneladani dan mengikuti Rasullullah saw. seperti
yang diungkapkan oleh al-Suhrawardi> dalam bukunya ‘Awa>rif al-Ma‘rif, adalah
senantiasa melakukan penyucian. Ia mensucikan waktu-waktunya dari berbagai
bentuk macam kekejian begitupun hatinya disucikan dari berbagai polusi jiwa.57
Konsep pensucian diri telah ada sejak dikehidupan Rasulullah saw. Itu
dimulai dari proses perjalanannya menuju Allah sejak masa muda. Dia menggunakan
metode merenung, berpikir, ‘uzlah (menyendiri), beribadah, tekad yang kuat dan
riya>dah (latihan yang berulang) baik perkataan maupun tindakan. Hingga mencapai
titik kejernihan jiwa dan ketertipisan indra,58 membuat cahaya kenabian dalam
dirinya semakin kuat. Pada kondisi itu para makhluk tidak mampu menghalangi
Rasulullah saw. dari Allah, karena meskipun tubuh Rasulullah saw. bersama dengan
makhluk, hatinya selalu menghadap Allah.59
Metode ‘uzlah atau lebih dikenal tah}annus} di dalam gua Hira' dengan cara
mengurangi makanan, minuman dan memusatkan perenungan tentang alam hingga
mendapatkan wahyu pertama, dijadikan penghayatan bagi kalangan sufi sehingga ia
menetapkan dirinya untuk tunduk pada sebuah latihan, tekad yang kuat sehingga
mampu merasakan kondisi ruhani seperti fana' (sirna) di dalam bermunajat dengan
Allah sebagai buah dari ‘uzlah.60
Syiha>b al-Di>n Abu> Hafs}a ‘Umar al-Suhrawardi>, ‘Awa>rif al-Ma‘rif, Tahqiq, ‘Abdul H{ali>m
Mahmu>d dan Mah}mu>d ibn al-Syari>f (Cet. I; Kairo: al-I><ma>n, 2005), h. 134.
57
Jama>l Sa‘ad Mah{mu>d Jum‘ah, fi Riya>d} al-Tasawwuf al-Isla>mi> (t.d.), h. 63.
58
Abu> H{a>mid al-Gaza>li>, Ih}ya' al-‘Ulum al-Din, Pengantar Tasawuf Islam dan analisa tentang
kehidupan al-Gaza>li> serta filsafatnya di Ih}ya' oleh Badawi> Ahmad, Jil. II (t.c.; Semarang: Karya Toha
Putra, t.th.), h. 226.
59
Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami>, h. 43.
60
33
Meskipun ‘uzlah seruan yang muncul dalam batin seseorang untuk
menyendiri dan jiwanya tertarik kearah itu.61 Imam al-Gaza>li> dalam bukunya Ih}ya'
‘Ulu>m al-Di>n menuliskan manfaat dari ‘uzlah, salah satu diantaranya adalah;
ketekunan dalam beribadah, cenderung untuk berpikir, lebih mengakrabkan diri
bermunajat dengan Allah dari pada bergaul dengan makhluk dan lebih disibukkan
oleh penyingkapan rahasia-rahasia Allah yang berhubungan dengan persoalan dunia
dan akhirat begitupun kerajaan langit dan bumi. Dan inilah yang disebut al-takhalli>
(pengosongan).62
al-Takhalli> dalam pemahaman al-Gaza>li>, tidak mungkin bisa selama masih
dalam pergaulan, maka ‘uzlah merupakan sarana menuju pada al-takhalli>. Bahkan
para sufi menjadikan ‘uzlah sebagai metode yang paling utama.63 Sehingga AlSuhrawardi dalam bukunya, ‘Awarif al-Ma‘arif, mengajarkan beberapa aturan yang
perlu diperhatikan baik sebelum maupun dalam pelaksanaan ‘uzlah.64
Begitupun kehidupan para sahabat semasa dengan Rasulullah saw., menjadi
‘ibrah oleh kalangan para sufi, karena beberapa kalangan dari sahabat Rasullullah
saw. menghidupkan malam dengan ibadah dan berpuasa di siang hari. Sebagian yang
lain mengikatkan batu pada perutnya sebagai bentuk pendidikan bagi dirinya dan
pelatihan bagi ruhnya.65 Itu adalah metode mereka tersendiri tetapi mereka
mengikuti metode kehidupan Rasulullah saw. yang dipenuhi dengan keadaan atau
perkataan yang mengarah pada bentuk kezuhudan, kewaraan dan pengorbanan.66
Syiha>b al-Di>n Abu> Hafs}a ‘Umar al-Suhrawardi>, ‘Awa>rif al-Ma‘rif, h. 257.
61
Imam al-Gaza>li> dalam hal ini menggunakan peristilah fira>g (pengosongan).
62
Abu> H{a>mid al-Gaza>li>, Ih}ya' al-‘Ulum al-Din, Jil. II, h. 226.
63
Syiha>b al-Di>n Abu> Hafs}a ‘Umar al-Suhrawardi>, ‘Awa>rif al-Ma‘rif, h. 260.
64
Jama>l Sa‘ad Mah{mu>d Jum‘ah, fi Riya>d} al-Tasawwuf al-Isla>mi>, h. 68.
65
Jama>l Sa‘ad Mah{mu>d Jum‘ah, fi Riya>d} al-Tasawwuf al-Isla>mi>, h. 63.
66
34
al-Qur’an pun menyebut mereka ketika menggambarkan keutamannya. Seperti yang
digambarkan dalam QS Al-Kahfi/18: 28.
ِ‫ﱠ‬
َ َ‫ﻳﺪو َن َو ْﺟ َﻬﻪُ َوَﻻ ﺗَـ ْﻌ ُﺪ َﻋْﻴـﻨ‬
َ‫ﻳﺪ ِزﻳﻨَﺔ‬
ُ ‫ﻳﻦ ﻳَ ْﺪﻋُﻮ َن َرﺑـﱠ ُﻬ ْﻢ ﺑِﺎﻟْﻐَ َﺪ ِاة َواﻟْ َﻌ ِﺸ ِّﻲ ﻳُِﺮ‬
ُ ‫ﺎك َﻋْﻨـ ُﻬ ْﻢ ﺗُِﺮ‬
َ ‫اﺻِ ْﱪ ﻧـَ ْﻔ َﺴ‬
ْ ‫َو‬
َ ‫ﻚ َﻣ َﻊ اﻟﺬ‬
(٢٨) ‫ْاﳊَﻴَ ِﺎة اﻟ ﱡﺪﻧْـﻴَﺎ َوَﻻ ﺗُ ِﻄ ْﻊ َﻣ ْﻦ أَ ْﻏ َﻔْﻠﻨَﺎ ﻗَـْﻠﺒَﻪُ َﻋ ْﻦ ِذ ْﻛ ِﺮﻧَﺎ َواﺗـﱠﺒَ َﻊ َﻫ َﻮاﻩُ َوَﻛﺎ َن أ َْﻣُﺮﻩُ ﻓُـُﺮﻃًﺎ‬
Terjemahnya:
Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru
Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharapkan keridaan-Nya; dan
janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan
perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang
hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa
nafsunya dan adalah keadaanya itu melewati batas.67
Pada ayat tersebut Allah mengungkapkan kepada Rasulullah saw. keadaan
Ahl al-S{uffah, ketika segolongan pemuka Arab berbicara dengan Rasullah saw.
tentang perhatian khusus Rasulullah saw. kepada Ahl al-S{uffah dalam majelis
Rasulullah saw.68 Maka turunlah ayat tersebut untuk menghimbau Rasulullah saw.
untuk bersabar bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya dengan ikhlas dan
terus mengawasi keadaan mereka yang berzikir serta tidak melalaikan dirinya seperti
orang yang lalai karena hasrat dan kegilaan akan perhiasaan dunia.
Ahl al-S}uffah adalah segolongan orang suci yang fakir dari muhajirin dan
ansar. Mereka itu lebih mengutamakan Allah, Rasul-Nya dibandingkan yang lain.
Mereka ridha dengan kelaparan, berpakaian usang dan mengutamakan beribadah di
Mesjid Rasulullah.69
Al-Hujwi>ri> menyebutkan nama-nama Ahl al-S}uffah dalam bukunya, al-Kasyf
al-Mah}ju>b. Mereka itu adalah: Bila>l ibn Raba>h}, Abu> ‘Abdullah Salma>n al-Fa>risi
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 298.
67
Tim Penyusun Komite Jurusan Akidah dan Filsafat Universitas al-Azhar, al-Tasawwuf
68
Qada>ya> wa Muna>qasya>t, (t.d). h. 63
Tim Penyusun Komite Jurusan Akidah dan Filsafat Universitas al-Azhar, al-Tasawwuf
69
Qada>ya> wa Muna>qasya>t, h. 19.
35
sebelum masuk Islam namanya Ruziyah ibn Khusynud,70 Abu> ‘ubaidah ‘A<mir ibn
‘Abdillah ibn al-Jarra>h{, Abu> Mas‘u>d ‘Abdullah ibn Mas‘u>d al-Huz\aili>, ‘Utbah ibn
Mas‘ud, al-Miqda>d ibn al-Aswad, Khaba>b ibn al-Urt, S{uhaib ibn Sanna>n, ‘Utbah ibn
Gazwa>n, Zaid ibn al-Khat}t}a>b, Abu> Kabsyah, Abu> Mars\ad Kunna>z ibn H{us}s}i>n
al- Ganawi>, Sa>lim Mawla> H{uz\aifah al Yama>ni>, ‘Ukka>syah ibn Muh}as}s}in, Mas‘ud ibn
al-Rabi>‘ al-Qa>ri>, ‘Abdullah ibn ‘Umar, Abu> Z|ar Jundub ibn Jana>dah, S{afwa>n ibn
al- Bayd{a>’, Abu> al-Darda>’ ‘Uwaimar ibn ‘A<mir, ‘Abdullah ibn Badr al-Jamhi>, dan
Abu> Lubba>bah ibn ‘Abdul al-Munz\ir.71
Namun Abu> ‘Utbah al-Hilwani, secara umum menggambarkan keutamaan
kehidupan para sahabat Rasulullah saw., yaitu: Pertama; bertemu dengan Allah lebih
mereka senangi dibandingkan kehidupan, kedua; mereka tidak gentar terhadap
musuh meskipun jumlah mereka banyak, ketiga; mereka tidak takut akan kemiskinan
duniawi serta mereka percaya terhadap rezki Allah.72
Abu Bakar al-S{iddi>q contohnya sebagai khalifah pertama Rasulullah saw.,
dalam perjalanan hijrah ke Yas\rib bersama Rasulullah saw. memperlihatkan
pengorbanan yang begitu besar hingga al-Qur'an pun mengingatkan kembali kejadian
tersebut. Ketika orang kafir quraisy mengejar mereka dan keduanya berada dalam
gua dan Rasulullah saw. berkata kepada Abu Bakar:
٧٣
...‫اﻪﻠﻟَ َﻣ َﻌﻨَﺎ‬
‫َﻻ َْﲢَﺰ ْن إِ ﱠن ﱠ‬...
Ka>mil Mus}ta} fa> al-Syaibi>, al-S{ilah Bayna al-Tas}awwuf wa al-Tasyayyi‘, Jil. I, (Cet. III;
Beirut: al-Andalus, 1982), h. 30.
70
Al-Hujwi>ri>, Kasyf al-Mah}ju>b, (t.c; Kairo: al-Majlis al-A‘la> li Syu’u>n al-Isla>mi>, 1974), h.
71
275-289.
Abu Nas}r ‘Abdullah ibn ‘Ali al-Sira>j al-T{ausi>, al-Lum‘ fi> al-Tas{awwuf, Editor oleh
R.A.Nicholson, (Cet. I; London: Luzac & Co, 1914) h. 120.
72
73
QS al-Taubah/9: 40.
36
Terjemahnya:
Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.74
Innallaha ma‘ana merupakan konsep yang ditanamkan pada diri Abu Bakar.
Konsep tersebut jika telah mengalir dalam jiwa seseorang, dapat memunculkan
beberapa kondisi, yaitu: pertama, muncul dalam jiwa sebuah ketenangan; kedua,
dikuatkan dengan tentara yang tak terlihat; ketiga, dihilangkan unsur kegelapan
dalam jiwanya dan dimunculkan unsur cahaya ketuhanan.75
Oleh karena itu tradisi Tarekat Naqsyabandiyah meyakini bahwa di dalam
gua itulah Nabi saw. mengajari Abu Bakar berbagai rahasia mengingat Allah secara
diam-diam (zikr khafi‘).76 Sehingga beberapa kalangan seperti Muhammad Ahmad
Darni>qah dalam karyanya al-T}ari>qah al-Naqsyabandiyah wa A‘la>muha, memandang
bahwa pendiri utama tarekat Naqsyabandiyah adalah Abu> Bakr al-S}iddi>q.77 Namun
beberapa kalangan menyatakan bahwa tarekat di zaman Abu> Bakr al-S{iddi>q
dinamakan al-S{iddi>qiyah dan terlebih lagi penamaan tarekat di zaman sahabat belum
muncul hanya saja para penganut tarekat Naqsyabandiyah mengotakkan masa itu
dan menisbahkan pertemuan Abu Bakar dengan pengikutnya dengan penamaan al-
S{iddi>qiyah sehingga pandangan ini masih perlu dipertimbangkan.
Kejadian di gua itu pun diukir dalam sejarah Persia dengan memberikan
julukan khas bagi Abu Bakar, yaitu Ya>r-I gha>r
(sahabat gua), menunjukkan
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 194.
74
75
Penulis mengambil kandungan nilai dari kebersamaan dengan Allah dan Rasul-Nya pada
QS al-Taubah/9: 40.
Annemarie Schimmel, And Muhammad is His Messenger: The Veneration of the Prophet
76
in Islamic Piety, h. 28.
Muhammad Ahmad Darni>qah, al-Tasawu>f al-Isla>mi> - al-T{ari>qah al-Naqsyabandiyah wa
77
A‘la>muha, (t.t; Juru>s Bars, t.th), h. 10.
37
persahabatan erat antara Rasulullah saw. dan Abu Bakar.78 Sebuah riwayat dari
Muslim, yang menyatakan jikalau Rasulullah saw. mengambil seorang kekasih dari
umatnya maka sungguh Abu Bakarlah yang layak, tetapi Rasulullah saw. hanya
mengikrarkan Abu Bakar itu adalah saudara dan sahabatnya serta sahabat umat
Rasulullah saw. karena Allah telah menjadikan Abu Bakar sebagai kekasih.
ٍ
ِ
ِ ِ
ٍ
‫ﺖ‬
‫َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ ﺑَﺸﱠﺎ ٍر اﻟْﻌُﺒُ ِﺪ ﱡ‬
ُ ‫ﻴﻞ ﺑْ ِﻦ َر َﺟﺎء ﻗَ َﺎل َﲰ ْﻌ‬
َ ‫ى َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َﺟ ْﻌ َﻔﺮ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ُﺷ ْﻌﺒَﺔُ َﻋ ْﻦ إ ْﲰَﺎﻋ‬
ِ
ٍ ‫اﻪﻠﻟ ﺑﻦ ﻣﺴﻌ‬
ِ
ِ‫ﻋﺒ َﺪ ﱠ‬
ِ
ِ ‫َﺣ َﻮ‬
ِ ِ ِ ُ ‫ﻮد ُﳛَ ِّﺪ‬
‫ﺻﻠﻰ‬- ‫ﱠﱮ‬
ُ ‫اﻪﻠﻟ ﺑْ َﻦ أَِﰉ ا ْﳍَُﺬﻳْ ِﻞ ُﳛَ ّﺪ‬
ُ ‫ص ﻗَ َﺎل َﲰ ْﻌ‬
َْ
ْ ‫ث َﻋ ْﻦ أَِﰉ اﻷ‬
ُ ْ َ َ ْ ‫ﺖ َﻋْﺒ َﺪ ﱠ‬
ّ ‫ث َﻋﻦ اﻟﻨ‬
ِ
ِ ِ
ِ ‫َﺧﻰ وﺻ‬
ِ ِ
‫ﺎﺣِﱮ َوﻗَ ِﺪ ﱠاﲣَ َﺬ‬
ُ ‫ﺖ ُﻣﺘﱠﺨ ًﺬا َﺧﻠﻴﻼً ﻻَ ﱠﲣَ ْﺬ‬
ُ ‫ ﻟَ ْﻮ ُﻛْﻨ‬:‫ أَﻧﱠﻪُ ﻗَ َﺎل‬-‫ﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
َ َ ‫ت أَﺑَﺎ ﺑَ ْﻜ ٍﺮ َﺧﻠﻴﻼً َوﻟَﻜﻨﱠﻪُ أ‬
٧٩.(‫)رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ‬. ‫ﺎﺣﺒﻜﻢ ﺧﻠِﻴﻼ‬
‫ﱠ‬
ً َ ْ ُ َِ ‫ﺻ‬
َ ‫اﻪﻠﻟُ َﻋﱠﺰ َو َﺟ ﱠﻞ‬
Artinya:
Muh}ammad ibn Basysya>r al-‘Abdiyyu mengungkapkan, Muh}ammad ibn Ja‘far
mengungkapkan, Syu‘bah mengungkapkan dari Isma>‘i>l ibn Raja>' berkata: saya
telah mendengar ‘Abdullah ibn Abu> al-Huz\ai>l bahwa diungkapkan dari Abu> alAh}was} berkata: saya telah mendengar ‘Abdullah ibn Mas‘u>d, diungkapkan dari
Nabi saw. Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Jika kalau saja saya mengambil
seorang kekasih, sungguh saya telah mengambil Abu Bakar seorang kekasih,
tetapi Abu Bakar adalah saudara dan sahabatku, dan Allah ‘Azza wa Jalla> telah
mengambil sahabatmu sekalian itu (Abu Bakar) seorang kekasih.
Dari hadis di atas terlihat ada hubungan keterkaitan dengan terminologi tarekat yang
diungkapkan oleh Massignon yaitu: sebuah jalinan persahabatan.80 Oleh karena itu
terlihat banyak tarekat terbentuk atas dasar persaudaraan. Namun persaudaran
mereka merupakan bentuk persaudaraan ruhani karena kajian tarekat lebih
cenderung kepada permasalahan ruhani.
Annemarie Schimmel, And Muhammad is His Messenger: The Veneration of the Prophet
78
in Islamic Piety, h. 28
Abu> al-H{usain Muslim ibn al-Hajja>j al-Qusyairi> al-Ni>sa>bu>ri>, S{ahi>h Muslim, Jil. IV, Bab.
Fad}ai> l al-Sahabah, (Cet. I; Kairo: Da>r al-H{adi>s,\ 1991), h. 1855.
79
80
Lihat tesis ini, h. 29.
38
al-Qusyairi dalam al-Risa>lah al-Qusyairiyyah menguatkan pandanganan ini
bahwa Muslim generasi pertama setelah wafatnya Rasulullah saw., lebih menyukai
dan tidak merasakan adanya keutamaan yang lebih kecuali mereka disebut sebagai
sahabat Rasulullah saw. Kemudian generasi kedua lebih menyenangi disebut dengan
tabiin.81 Gelaran tersebut memiliki nilai lebih dan menjadi ciri khas dikalangan
Muslim pada zaman Rasulullah saw. karena Rasulullah saw. yang memberikan
gelaran. Disamping itu, bentuk pembelajaran mereka bersifat komprehensif dalam
segala aspek kajian seperti, zuhd (asketis), tawakkal (berserah diri), ibtigha>'i wajhi
al-Haq (keridaan al-Haq), dan kajian kedudukan yang lain.82 Tidak terkelompokkan
atas bentuk kecenderungan keilmuan yang mereka dalami.
Rasulullah saw. telah menampakkan contoh teladan yang sempurna baik
melalui ibadah, musya>hadah, mura>qabah, dan segala tindakannya.83 Kemudian
diikuti oleh para sahabatnya dan tabiin yang dihiasi oleh kezuhudan, ketekunan
dalam pelaksanaan ibadah, komunikasi dengan Allah dengan ruh dan jiwanya di
setiap waktu dan berusaha mencapai berbagai kesempurnaan yang telah dilalui
Rasulullah saw. hingga sampai ke tingkat spritualitas yang paling tinggi.84 Oleh
karena itu kehidupan Nabi saw., sahabat dan tabiin merupakan benih-benih pertama
terbitnya kehidupan ruhani Islam.85 Beberapa kalangan dari kaum sufi menyatakan
bahwa zaman kehidupan Rasulullah saw., sahabat dan tabiin merupakan zaman
realitas tanpa nama.
Abu> al-Qa>sim ‘Abd al-Kari>m al-Qusyairi>, al-Risa>lah al-Qusyairiyyah, Tahqiq: ‘Abd alH{ali>m Mah}mu>d dan Mahmud ibn al-Syari>f, Jil. I (Kairo, Da>r al-Ma‘a>rif, 1119 H) h. 34.
81
Jama>l Sa‘ad Mah{mu>d Jum‘ah, fi Riya>d} al-Tasawwuf al-Isla>mi>, h. 69.
82
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1985), h. 9.
83
‘Abdul Qadir ‘Isa>, Haqa>'q al-Tasawwuf, terj. Khairul Amru Harahap dan Afrizal Lubis
dengan judul: Hakekat Tasawuf (Cet. 13; Jakarta: Qisthi Press, 2011) h. 9.
84
Muh}ammad Mus}tafa> H{ilmi>, al-H{aya>h al-Ruh}iyyah fi al-Isla>mi> (Cet. II, Kairo, al-Hai'ah alMas}riyah, 1685), h. 15.
85
39
Pada masa tabiin dan generasi setelahnya, muncul beberapa peristilahan
dengan metode yang mereka pergunakan sendiri, seperti: ‘abid, na>sik, za>hid, s}ufi>,
dan ahl t}ariqah. Peristilahan ini dipergunakan oleh para ahli ibadah setelah generasi
sahabat dan tabiin.86 Oleh karena itu realitas-realitas yang bersumber dari zaman
Rasulullah saw. dan sahabat mulai berkembang di masa tabiin kemudian mulai
terkotakkan dalam suatu peristilahan tertentu.
C. Pertumbuhan Tarekat hingga Masa Perpaduan
1. Fase pertumbuhan pada abad pertama dan kedua hijriyah.
Fase ini lebih dikenal dengan fase asketisisme. Pada saat itu, beberapa
kalangan Muslim lebih memusatkan perhatiannya pada ibadah dan memprioritaskan
untuk mendekatkan diri kepada Allah. Mereka pada dasarnya menggunakan metode
asketis dalam kehidupannya dengan tidak mementingkan makanan, pakaian, maupun
tempat tinggal dan mengutamakan beramal yang berkaitan dengan kehidupan
akhirat sehingga mereka lebih memusatkan perhatian pada suasana kehidupan dan
tingkah laku yang asketis.87
Mereka adalah Rabi>‘ah al-‘Adawiyyah. Ia memandang bahwa asketis di
kehidupan dunia merupakan kesejukan badan dan orang yang berhasrat untuk hidup
asketis melahirkan al-H{usn88 (kesedihan).89 Tidak terbatas pada Rabi>‘ah, beberapa
tokoh yang lain seperti: Ibra>hi>m bin Ad}am, Fud}ail bin ‘Iyad, Syaqi>q al-Balkhi>,
Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Isla>mi>, h. 20.
86
Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami>, h. 17.
87
Al-H{usn (kesedihan) dalam hal ini merupakan kondisi yang muncul dalam diri seseorang
tanpa sebab, sehingga mereka terlihat seperti meratapi sesuatu padahal tidak demikian.
88
Ibra>hi>m Basyu>ni>, Nasy'ah al-Tas}awwuf al-Isla>mi> (t.c.; Kairo, al-Ma‘arif, t.th.), h. 130.
89
40
Basysya>r ibn al-H{aris\ al-H{a>fi>, Abu> Bakar al-Syibli>,90 H{asan al-Bas}ri> dan Ma>lik bin
Dinar. Sehingga tarekat tumbuh dalam tataran dengan bentuk metode zuhud.
H{asan al-Bas}ri>, murid H{uz\aifah, yang hidup sezaman Rabi>‘ah, ia seorang
penasehat dan pembimbing kehidupan ruhani yang ulung, bersama-sama muridnya di
masa tabiin, menjadikan wacana kehidupan keruhaniaan menjadi wacana massal.91
Kondisi al-khauf yang ia alami menjadikan beberapa kalangan mengkaji persoalan
tersebut dan memadukannya dengan kondisi al-Raja' sebagai wujud keseimbangan
dengan kondisi tersebut. Bahkan beberapa kalangan melihat bahwa H{asan al-Bas}ri>
adalah peletak konsep sabar, khusyuk dan ‘iffah.92
Asketisme dalam Islam memiliki pengertian khusus, ia tidak bercorak
kependetaan atau terputusnya kehidupan duniawi. Akan tetapi asketis adalah
hikmah pemahaman yang membuat para penganutnya mempunyai pandangan khusus
terhadap kehidupan duniawi. Itu terlihat ketika mereka tetap bekerja dan berusaha,
akan tetapi kehidupan duniawi itu tidak menguasai kecenderungan hati mereka atau
tidak membuat mereka mengingkari Tuhannya. Sehingga dalam Islam, asketisisme
tidak bersyaratkan kemisikinan. Beberapa dari mereka itu tergolong kaya.93 Oleh
karena itu, sikap asketis tidak membuat mereka memalingkan diri dari kehidupan
masyarakat, tetapi sistem asketis dapat memberikan tenaga keruhaniaan yang tak
terbatas sehingga mereka mampu menghadapi masyarakat dan tidak diperbudak
harta, kekuasaan, ataupun hawa nafsu.94
Syiha>b al-Di>n Abu> Hafs}a ‘Umar al-Suhrawardi>, ‘Awa>rif al-Ma‘rif, h. 37-58
90
Muhammad Sholikhin, Tasawuf Aktual-Menuju Insan Kamil, (Cet. I; Semarang: Pustaka
Nuun, 2004), h. 51.
91
Muhammad Sholikhin, Tasawuf Aktual-Menuju Insan Kamil, h. 51
92
Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami>, h. 59
93
Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami>, h. 60
94
41
Sikap-sikap asketis yang mereka susun, pada dasarnya merupakan sebuah
sistem atau tarekat yang dipergunakan untuk melepaskan diri dari penyembahan
selain al-Haq karena jauh sebelumnya di zaman Rasulullah saw., al-Qur'an telah
menggambarkan beberapa kelompok yang beribadah akan tetapi penyembahan itu
selain al-Haq. Itu terlihat dalam QS. al-Ja>s\iyah/45: 23,
ِ ِِ
ِ
‫ﺼ ِﺮِﻩ ِﻏ َﺸ َﺎوًة ﻓَ َﻤ ْﻦ‬
‫َﺿﻠﱠﻪُ ﱠ‬
َ ‫ﺖ َﻣ ِﻦ ﱠاﲣَ َﺬ إِ َﳍَﻪُ َﻫ َﻮاﻩُ َوأ‬
َ ْ‫أَﻓَـَﺮأَﻳ‬
َ َ‫اﻪﻠﻟُ َﻋﻠَﻰ ﻋ ْﻠ ٍﻢ َو َﺧﺘَ َﻢ َﻋﻠَﻰ َﲰْﻌﻪ َوﻗَـ ْﻠﺒِﻪ َو َﺟ َﻌ َﻞ َﻋﻠَﻰ ﺑ‬
ِ‫ﻳـﻬ ِﺪ ِﻳﻪ ِﻣﻦ ﺑـﻌ ِﺪ ﱠ‬
(٢٣) ‫اﻪﻠﻟ أَﻓَ َﻼ ﺗَ َﺬ ﱠﻛ ُﺮو َن‬
َْ ْ
َْ
Terjemahnya:
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah
mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas
penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah
Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil
pelajaran?95
Isma>‘il H{uqi>y al-Biru>siwiy dalam melihat ayat di atas menyatakan bahwa
barang siapa yang menjauhkan diri dari petunjuk mengikuti hawa nafsunya maka ia
seakan-akan orang yang menyembah hawa nafsu tersebut atau seseorang yang
mengandalkan dirinya dengan suatu kedudukan tanpa ada bentuk kondisi
musya>hadah96 (penyaksian), telah menjadikan dirinya golongan pengikut hawa nafsu
dan penyembah selain al-Haq.97
Metode asketis pada masa awal oleh Abu> al-‘Ala> ‘Affi>fi> dipengaruhi oleh
beberapa faktor,98 yaitu:
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 502.
95
Musya>hadah (penyaksian) dalam konteks memandang wajah al-H{aq atau tidak bersandar
96
pada hukum ketuhanan.
Isma>‘il H{uqi>y al-Biru>siwiy, Tafsi>r Ru>h al-Baya>n, Jil. VIII, (t.c.; t.t.: al-‘Us\maniyyah, 1330
H), h. 448.
97
Abu> al-‘Ala> ‘Affi>fi>, al-Tas}awwuf al-S|aurah al-Ru>hiyyah fi al-Isla>m (Kairo: t.p, 1964)
dikutip dalam Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami> , h. 61-62.
98
42
a. Ajaran-ajaran Islam itu sendiri, karena al-Qur'an telah mengarahkan manusia
untuk memiliki sifat wara', bertakwa kepada Allah, beribadah seperti shalat
malam dan beberapa ajaran Islam yang termuat dalam al-Qur'an.
b. Revolusi ruhani kaum Muslim terhadap sistem sosio-politik yang terjadi.99
Penyebab terjadinya perebutan kekuasan.
c. Pengaruh asketisisme Nasrani yang telah ada sebelum Rasulullah saw. diutus.
Namun pengaruh tersebut itu lebih cenderung kepada aspek organisasional.
d. Revolusi pertentangan terhadap ilmu Fih dan Kalam.100
Faktor pengaruh Nasrani yang diungkapkan oleh Abu> al-‘Ala ‘Affifi senada
dengan ungkapan Nicholson yang menyatakan bahwa kecenderungan dengan
kehidupan asketis yang senang pada keheningan, memiliki persamaan dengan teoriteori Nasrani, kemudian teori tersebut berkembang secara terus menerus. Banyak
ayat-ayat Injil dan sabda Yesus terkutip, ditemukan dalam karya-karya biografi sufi
yang cukup tua. Begitupun peranan pendeta Nasrani sebagai guru yang memberi
petunjuk dan saran dalam kehidupan asketis umat Islam.101
Namun al-Tafta>za>ni> memandang kependetaan Nasrani tidak termasuk faktor
yang mempengaruhi asketis dalam Islam disebabkan dua alasan, yaitu:
a. al-Qur'an dan Sunnah selalu memperlihatkan keburukan dunia dan perhiasannya
serta pentingnya perbuatan yang sungguh-sungguh karena akhirat dengan balasan
surga dan selamat dari neraka.
Al-Taftaza>ni> menggambarkan dalam bukunya al-Madkhali ila> al-Tasawwuf, tentang
revolusi ruhani yang terjadi dikalangan Muslim pada masa itu. Lihat, Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> alTafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami>, h. 68-71
99
100
Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami> , h. 61-62.
101
Reynold A. Nicholson, The Mystics of Islam, h. 8.
43
b. Nicholson sendiri telah merujuk pandangannya tentang Nasrani mempunyai
dampak terhadap pembentukan gerakan asketis. Nicholson memandang bahwa
ucapan-ucapan para sufi yang asketis, seperti Ibra>hi>m ibn Ad}am, Daud al-T{a‘i, alFud}ail ibn ‘Iyad dan Syaqiq al-Balkhi>, tidak menunjukkan bahwa mereka terkena
dampak agama Nasrani, kecuali sedikit sekali".102
Begitu juga revolusi pertentangan antara ilmu fikih dengan ilmu kalam tidak
termasuk kategori faktor yang mempengaruhi terbentuknya tarekat asketis karena
masa penulisan atau munculnya ilmu fikih dan ilmu kalam agak lambat
dibandingkan gerakan zuhud. Ia pun melihat bahwa kajian persoalan ilmu kalam
secara sistematis ketika Mu'tazilah mulai muncul pada abad kedua hijriyah.103 Jadi
anggapan revolusi pertentangan antara ilmu fikih dengan ilmu kalam ini tidak dapat
dijadikan sebagai salah satu faktor lahirnya gerakan asketis.
Oleh karena itu faktor yang paling mendominasi mempengaruhi gerakan
asketis pada abad pertama dan kedua hijriyah dalam Islam itu murni dari agama
Islam itu sendiri tanpa ada unsur lain yang mempengaruhinya. Itu disebabkan
beberapa ayat-ayat al-Qur'an dan Sunnah mengungkapkan sifat dari dunia dan
perhiasannya. Begitupun pergolakan sosio-politik yang terjadi di dalam Islam juga
merupakan pengaruh yang menimbulkan gerakan asketis.
Perkembangan gerakan asketis pada abad pertama memberikan pengaruh
terhadap perkembangan sejarah pemikiran Islam pada abad kedua hijriyah, hingga di
akhir abad tersebut beberapa dari mereka menawarkan beberapa konsep dari
perasaan yang ditemukan dalam pendakiannya menggapai realitas tertinggi.
‫ﺐ ا ِﻹ ِﻟﻪ‬
‫ُﺣ ﱡ‬
102
Lihat, Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami> , h. 60
103
Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami> , h. 62
44
salah satunya, yang dipelopori oleh Rabi‘ah al-‘Adwiyah. Tidak terbatas peristilahan
tersebut, menurut Mus}tafa> H{ilmi: orang yang pertama kali mengungkapkan
peristilahan
(kecintaan
‫( ﺻﻔﺎء اﻟﺬﻛﺮ‬kejernihan zikir), ‫( َﲨْ ُﻊ اﳍِ ﱠﻤﺔ‬fokus perhatian), ‫اﳌـَ َﺤﺒﱠﺔُ واﻟﻌِ ْﺸ ُﻖ‬
dan kerinduan), ‫ب َواْﻷُﻧْﺲ‬
ُ ‫( اﻟ ُﻘ ْﺮ‬kedekatan dan berkasih-kasih) di atas
ُ
mimbar di Basrah adalah Abu> H{amzah Muh}ammad ibn Ibra>hi>m.104
Oleh karena itu dapat dianggap bahwa peristilahan yang muncul pada
ُ‫( اﳌ ـَ َﺤﺒﱠﺔ‬cinta), ‫( ﺻﻔﺎء اﻟﺬﻛﺮ‬kejernihan zikir), ‫( َﲨْ ُﻊ اﳍِ ﱠﻤﺔ‬fokus
‫( واﻟﻌِ ْﺸ ُﻖ‬kecintaan dan kerinduan), ‫ﺲ‬
ُ ‫( اﻟ ُﻘ ْﺮ‬kedekatan dan berkasihُ ْ‫ب َواْﻷُﻧ‬
gerakan asketis seperti
perhatian),
kasih) merupakan konsep yang lahir dari tarekat asketis yang masih tetap terjaga
sumber kemurnian ajaran Islam seutuhnya.
2. Fase perkembangan dan keemasan pada abad ketiga dan keempat hijriyah.
Memasuki awal abad ketiga, perkembangan keruhaniaan Islam (tarekat)
mulai jelas.105 Sebelumnya, pada abad pertama dan kedua hijriyah, masih bersifat
ibadah yang mengarah pada tingkah laku yang asketis, sehingga dinamakan metode
asketis. Tarekat pada abad tersebut masih murni efek dari Islam itu sendiri. Hingga
memasuki abad ketiga dan keempat hijriyah, keruhaniaan Islam mulai berkembang.
Jama>l Sa‘ad mengungkapkan:
١٠٦
Artinya:
ِ ‫ف ﻳـْﻨﻤﻮ ﺑﻌِﻴ ًﺪا ﻋﻦ اﳌـﺆﺛِّﺮ‬
...ُ‫ات اﳋَﺎ ِرِﺟﻴﱠ ِﺔ ﻟَﺘَﺄَ ﱠﺧَﺮ ُﳕُﱡﻮﻩ‬
َ ‫ﻟَ ْﻮ ﺗُِﺮَك اﻟﺘ‬
َ َُ ْ َ ْ َ ْ ُ َ ُ ‫ﱠﺼ ْﻮ‬
Jikakalau tasawuf/tarekat dibiarkan tumbuh jauh dari pengaruh luar, maka
pertumbuhan tasawuf akan sangat terbelakang.
104
Muh}ammad Mus}tafa> H{ilmi>, al-H{aya>h al-Ruh}iyyah fi> al-Isla>mi>, h. 125
105
Ummu Kalsum, Ilmu Tasawuf, (Cet. I; Makassar: Alauddin Press, 2011), h. 59.
106
Jama>l Sa‘ad Mah{mu>d Jum‘ah, fi Riya>d} al-Tasawwuf al-Isla>mi>, h. 85.
45
Ungkapan Jama>l Sa‘ad memberikan gambaran bahwa pada abad ketiga dan
keempat, keruhaniaan Islam mulai tercampur dengan sistem dari luar karena perkembangan sebuah kebudayaan atau keilmuan suatu bangsa tidak terlepas dari
pengaruh luar, sehingga ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan
keruhaniaan Islam pada abad ketiga dan keempat hijriyah, antara lain:
a. Gerakan ekspansi pada masa Umawiyah. Ekspansi tersebut meliputi wilayah Persi
yang dihuni banyak orang Yahudi dan Roma, wilayah Syam yang banyak
menganut agama yang berbeda-beda, wilayah Mesir yang dipengaruhi oleh
kebudayaan Mesir kuno, Yunani dan Roma serta di wilayah ini juga, terutama
Iskandariyah terdapat kelompok mashab filsafat dan aliran keagamaan. Begitupun
pada wilayah Sindi, Bukhari, Khuwarazim dan Samarqindi.107 Sehingga ada
bentuk gesekan yang timbal balik dari gerakan tersebut.
b. Gerakan tarjamah (penerjemahan dari bahasa Asing ke dalam bahasa Arab).
Gerakan tarjamah ini dapat digolongkan dalam tiga periode, yaitu: pertama;
dimulai pada periode khalifah Umawiyah Marwan ibn al-H{ikam itu sekitar 64 65 H., kedua; dimulai pada periode Abu Ja‘far al-Mans}u>r. Cakupan terjemahan
pada masa ini mulai meluas, ketiga; pada masa Ma'mu>n. Pada masa ini al-Ma'mun
membentuk sekolah tarjamah yang dinamakan bait al-h}ikmah.108 Gerakan ini
tidak memberikan dampak yang lebih kuat atas bercampurnya keruhaniaan Islam
dengan sistem dari luar karena gerakan tarjamah ini masih terbatas pada bukubuku kedokteran.109 Hingga pada masa dinasti Abbasiyah gerakan ini diperluas
dari segala bidang keilmuan.
107
Ah}mad A<min, Fajr Isla>m, (Cet. II; Beirut: al-Kita>b al-‘Arabi>, 1933) h. 84-85
108
Ah{mad fua>d al-Ahwa>ni>, al-Falsafah al-Isla>miyah, (t.c; Kairo: al-Haiatu al-Mis}riyah, 1985),
h. 41
‘Abdul al-Mu‘ti> Muh}ammad Bayyu>mi>, Madkhal ila> dira>sah al-Falsafah al-Isla>miyah, (Cet.
II, Kairo, Kulliyah Us}u>l al-Din Kairo, 1998), h. 100.
109
46
Gerakan ekspansi Islam dan gerakan tarjamah mempengaruhi sedikit banyaknya kajian keruhaniaan pada fase abad ketiga dan keempat. Sehingga kajian tersebut
mulai bersifat ilmiyah dan mengarah pada pendidikan yang tidak jauh dari konsep
metode al-Qur'an, kehidupan Rasulullah dan sahabatnya.110 Prinsip-prinsip
teoritisnya pun sudah mulai tersusun secara sistematis begitupun aturan-aturan
praktisnya.111
Kebanyakan dari kalangan sufi mulai menaruh perhatian terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan jiwa dan perjalanannya (sulu>k), sehingga konsep akhlak
tampak disetiap ilmu dan perbuatannya. Doktrin-doktrin yang berhubungan dengan
akhlak juga mendorong mereka untuk mengkaji jiwa manusia lebih dalam hingga
bentuk yang terperinci yaitu kondisi perjalanan (sulu>k) mereka. Sehingga mereka
terkadang membahas pemahaman tentang (z\auq) rasa, wasilah, metode,112 serta
pengaruhnya bagi para sa>lik.113
Kemudian pembahasan mereka lebih luas menyangkut masalah-masalah
epistemologis, yang bentuknya berkaitan langsung dengan pembahasan mengenai
hubungan manusia dengan Allah swt. dan sebaliknya sehingga lahir konsep seperti
fana' yang berawal dari Abu> Yazi>d al-Bist}ami>.114 Pembahasan Abu> Ya>zid al-Bist}a>mi>
tersebut meluas dan diikuti oleh al-H{allaj yang melahirkan syataha>t seperti
ungkapannya Ana al-H}aq.
110
Jama>l Sa‘ad Mah{mu>d Jum‘ah, fi Riya>d} al-Tasawwuf al-Isla>mi>, h. 82.
111
Ummu Kalsum, Ilmu Tasawuf, h. 60.
112
Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami> , h. 18.
Alwi Shihab, al-T{asawwuf al-Isla>mi> wa A<sa>ruhu> fi> al-T{asawwuf al-Indu>ni>si> al-Mu‘a>shar,
terj. Muhammad Nursamad, Islam Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya hingga Kini di Indonesia.
dengan kata pengantar oleh Abdurrahman Wahid (Cet. I; Bandung: Mizan, 2001), h. 30.
113
114
Lihat, Alwi Shihab, al-T{asawwuf al-Isla>mi> wa A<sa>ruhu> fi> al-T{asawwuf al-Indu>ni>si> al-
Mu‘a>shar, h. 30.
47
Ketika konsep tersebut mulai berkembang, tarekat pun mulai mengempakkan
sayapnya dalam pergulatan ilmu dan mulai menampakkan perbedaan dengan ilmu
Fikih baik dari sisi obyek, metodologi maupun tujuan.115 Sehingga ilmu Syariat
menjadi dua corak: corak yang khusus bagi kalangan ahli Fikih dan Fatwa yang
mencakup dibidang hukum seperti: ibadah, adat, dan muamalah, dan corak yang
khusus bagi segolongan kelompok yang senantiasa bermujahadah, muh{asabah al-
Nafs (Intropeksi keadaan jiwa), berbicara tentang (al-az\wa>q) rasa, al-mawa>jid yang
nampak dalam perjalanannya dan tatacara meningkatkan rasa tersebut ke dalam rasa
yang lain.116
Sehingga tatkala ilmu-ilmu ditulis dan dicetak pada masa itu. Tokoh Fikih
menyusun ilmu yang berhubungan dengan Fikih dan Usul Fikih, para tokoh ahli
Kalam menyusun ilmu Kalam, para ahli Tafsir menyusun ilmu Tafsir dan ilmu-ilmu
yang lain. Maka tokoh dari ahli tarekat, juga menulis tentang ilmu tarekatnya.117
Ibarat lain setiap penulis buku pada masa itu, menyusun buku sesuai dengan keahlian
dan kecenderungannya, maka dalam ilmu Tarekat sendiri ditulis oleh ahlinya. Itu
terlihat seperti; Al-Muh}a>sibi> dalam bukunya al-Was}aya dan al-Ri‘a>yah, al-Kala>baz\i
dengan al-Ta‘arruf li Maz\hab Ahl al-Tas}awwuf, al-T{u>si> dengan al-Lum‘.118
Bahkan beberapa tulisan al-Hallaj, Kitab al-Tawasin, yang ditulis di dalam
penjara, membicarakan masalah kesatuan ilahi dan juga ikhwal kerasulan. Begitu
115
Jama>l Sa‘ad Mah{mu>d Jum‘ah, fi Riya>d} al-Tasawwuf al-Isla>mi>, h. 84.
‘Abdul al-Rahman ibn Khaldun, al-Muqaddimah, Tahqiq oleh ‘Abdul al-Sala>m al-Syida>di>,
Ed. Khusus dalam bentuk Jilid. Jil. III, (Cet. I; Maghrib:al-Bayd}a', 2005), h. 51
116
117
Lihat, ‘Abdul al-Rahman ibn Khaldun, al-Muqaddimah, h. 51
118
Muh}ammad Mus}tafa> H{ilmi>, al-H{aya>h al-Ruh}iyyah fi> al-Isla>mi>, h. 117.
48
juga memuat pembicaraan antara Tuhan dan Iblis, ketika Iblis menolak perintah
Ilahi untuk menyembah Adam.119 Buku tersebut masih dalam bentuk manuskrip.
Namun hal yang sangat disesali ketika seseorang memahami peristilahan
antara syariat dengan tarekat sesuatu yang terpisah, karena syariat meliputi
perkataan atau hukum hati manusia beserta acuannya, sedangkan tarekat meliputi
praktek yang berhubungan dengan hati dan acuannya.120 Sehingga antara syariat dan
tarekat suatu kesatuan dalam keilmuan Islam. Sebagaimana telah diungkapkan pada
paragraf sebelumnya bahwa kedua peristilahan tersebut merupakan tradisi
pembagian keilmuan Islam.121
Itu terlihat pada sosok al-Junaid yang tetap berpegang pada al-Qur'an dan
Sunnah,122 serta berpegang pada mashab Abu s\aur dalam persolan fikih.123 Bahkan ia
juga berpedoman pada mashab syafi‘i yang sama sekali tidak memisahkan atau
melebihkan salah satu keilmuan tersebut.
Hubungan antara syariat dan tarekat yang telah diungkapkan para pendahulu
tarekat seperti al-Junaid kembali dipertegas oleh al-Gaza>li> pada abad kelima hijriyah
dalam bukunya, al-Munqiz\ min al-Dala>lah, ia menyatakan bahwa ilmu ini tidak
sempurna kecuali menggabungkan antara syariat dengan tarekat, sehingga
penggabungan tersebut diaplikasikan al-Gaza>li> di dalam bukunya ‘Ihya' al-‘Ulum al-
Di>n.
Lihat, H{usain ibn Mans}u>r al-H{allaj, Kita>b al-Tawa>si>n, manuskrib, dikutib oleh Annemarie
Schimmel, Mystical Dimensions of Islam, h. 69.
119
120
Muhammad ibn ‘Abdul al-Kari>m al-Kisnaza>n al-H{usaini>, Mausu>‘ah al-Kisnaza>n fi> ma>
Ist}alah}a ‘alaih Ahl al-Tasawwuf wa al-‘Irfa>n, h. 104
121
Lihat tesis ini, h. 27.
122
Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami> , h. 113
123
Abu> al-Qa>sim ‘Abd al-Kari>m al-Qusyairi>, al-Risa>lah al-Qusyairiyyah, Jil. II, h. 404.
49
Tidak terbatas pada pembahasan literatur-literatur tetapi pada masa alJunaid, al-Sirri al-Suqt}i>, al-Kharraz dan lain-lain itu juga berada dalam sebuah
perkumpulan. Ketika itu, mereka berkumpul dengan muri>d (orang yang berkehendak
memasuki tarekat dari salah satu tokoh ternama pada zaman itu) untuk dibimbing.124
Perkumpulan-perkumpulan yang mereka adakan ini merupakan cikal bakal
terbentuknya tarekat-tarekat sufi dalam Islam yang dinisbahkan kepada tokoh yang
mengajarkan tentang ilmu yang berhubungan dengan keruhaniaan.
Tarekat-tarekat tersebut, antara lain: Tarekat al-Suqt}iyah dinisbahkan
kepada al-Sirri al-Suqt}i>, Tarekat al-T{aifu>riyah oleh Abu> Yazi>d al-Bist}a>mi>, Tarekat
al-Junaidiyah oleh al-Junaid, Tarekat al-Kharra>ziyah oleh Abu> Sa‘id al-Kharraz,
Tarekat al-Mula>matiyah atau al-Qus}s}a>riyah oleh H{amdu>n al-Qus}s}a>r.125 Di dalam
pertemuan itu, mereka mempelajari beberapa tatatertib yang disusun oleh tokoh
pembesarnya. Tatatertib yang mereka susun itu masih bersifat sulit dan keras bagi
kalangan masyarakat pada umumnya.
Itu terlihat dari tokoh seperti, al-S{ibli>, yang pernah menduduki jabatan tinggi
dalam pemerintahan yang rela meninggalkan jabatannya dan akhirnya sampai pada
kerendahan hati yang dinyatakan dengan kata-kata, "Aku menganggap diriku
makhluk Tuhan yang paling hina." Barulah ia diterima oleh al-Junaid.126 Tidak
terbatas pada proses awal penerimaan muri>d, bahkan al-Junaid memberikan syarat
bagi muri>d yang telah mengikuti tarekatnya. Ia menyatakan:
124
Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami> , h. 18
125
Muh}ammad Mus}tafa> H{ilmi>, al-H{aya>h al-Ruh}iyyah fi> al-Isla>mi>, h. 134
Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik dalam Islam, h. 127. Lihat, Reynold A. Nicholson,
The Mystics of Islam, diarabkan oleh Nu>r al Di>n Syari>bah dengan judul: al S{u>fiyyah fi al Isla>m, (Cet.
126
II; Kairo: al Dauliyah li al T{aba‘ah, 2002), h. 45.
50
١٢٧
ِ
ِ ْ‫ﺚ ﻻَﻳـ ْﻘﺘَ َﺪى ﺑِِﻪ ﻫ َﺬا اﻷَﻣﺮ ِﻷَ ﱠن ِﻋ ْﻠﻤﻨَﺎ ﻫ َﺬا ﻣ َﻘﻴِ ٌﺪ ﺑِﺎ‬
ِ َ‫ﻟﻜﺘ‬
.‫ﺎب َواﻟ ﱡﺴﻨﱠ ِﺔ‬
َ
ُّ َ َ
ُ َ ْ‫ﺐ اﳊَﺪﻳ‬
ْ ُ‫َﻣ ْﻦ َﱂْ َْﳛ َﻔ ْﻆ اﻟْ ُﻘ ْﺮآ َن َوَﱂْ ﻳَ ْﻜﺘ‬
ُْ
Artinya:
Barang siapa yang belum menghafal al-Qur'an dan belum menulis Hadis maka
ia tidak mengikuti secara sempurna tarekat ini oleh karena keilmuan kami
dikuatkan Kitab dan Sunnah.
Ungkapan al-Junaid di atas menggambarkan aturan dalam tarekatnya. Ketika
seseorang tidak menghafal al-Qur'an dan Hadis maka hakikatnya mereka tidak
mengikuti tarekat al-Junaid, ia jauh dari tarekatnya karena dasar tarekatnya
bersumber dari al-Qur'an dan Hadis. Sehingga ‘Abdul al-Mu‘t}i> melihat metodenya
merupakan metode yang tidak mudah bagi setiap orang.128 Oleh karena metodenya
perlu kesungguhan dalam muja>hadah dan keikhlasan dalam mengikuti perintah
mursyid. Namun beberapa kalangan, karena kerumutinnya, memandang tarekat
merupakan faktor penghambat kemajuan Islam karena menjauhkan diri dari usaha.
Begitupun juga perihal ketika seseorang hendak masuk tarekat perlu memperhatikan tindak perilaku seorang guru tarekat karena Abu> Yazi>d al-Bist}ami> ketika
hendak mengambil setetes ilmu dari seorang asketis terkenal dizamannya yang
dianugrahi ilmu. Abu> Yazi>d pun memperhatikan orang tersebut, tatkala ia keluar
dari rumah dan memasuki mesjid, Ia meludah menghadap kiblat maka Abu> Yazi>d
berpaling dari orang tersebut tanpa memberikan salam.129 Sikap yang dilakukan oleh
Abu> Yazi>d tersebut merupakan unsur yang menjadi asas seseorang dalam memilih
seorang mursyid tarekat. Seorang muri>d sebelum memasuki tarekat perlu
memperhatikan keadaan seorang mursyid, benarkah ia mengikuti sunnatullah dan
rasul-Nya atau menyimpang dari kedua hal ini.
127
Abu> al-Qa>sim ‘Abd al-Kari>m al-Qusyairi>, al-Risa>lah al-Qusyairiyyah, Jil. I, h. 79.
128
‘Abdul al-Mu‘ti> Muh}ammad Bayyu>mi>, Madkhal ila> dira>sah al-Falsafah al-Isla>miyah, h. 53.
Lihat, ‘Abdul H{ali>m Mahmu>d, Sult}a>n al-‘Arifi>n: Abu> Yazi>d al-Bist}ami>, (Cet. II; Kairo: alMa‘arif, t.th.), h. 50
129
51
Abu> Qasim al-Junaid dan Abu> Yazi>d T{aifur al-Bist}a>mi>, adalah dua sosok
yang cemerlang yang dapat menangkap imajinasi melebihi rekan-rekan sezamannya.
Berdasarkan dari pengalaman yang mereka temukan, keduanya dianggap membentuk
konsep yang berlawanan antara jalan yang didasarkan pada tawakkul (berserah diri)
dengan jalan yang didasarkan pada malamah (limpahan kesalahan), antara mabuk
dengan yang tak mabuk.130 Keduanya berbeda dalam menerapkan sebuah konsep
dalam tarekatnya tetapi tujuannya sama.
Tarekat al-Junaidiyyah yang dinisbahkan kepada al-Junaid berkembang di
Mesopotamia yang berpusat di Bagdad, yang daerahnya meliputi Syiria hingga ke
Mesir.131 Kemudian yang tetap konsisten dengan al-Junaid dijumpai aliran al-Rifa>'i
dan al-Suhrawardi>.132 Munculnya tarekat yang bersumber dari tokoh al-Junaid yang
dipengaruhi oleh beberapa konsep diberbagai daerah, dikembangkan dari ilmu
Tasawuf Akhlak. Penamaan tasawuf akhlak ini berawal dari sufi pada abad ini, yang
disusul dengan beberapa syekh-syekh tarekat yang berwawasan moral praktis dan
bersandarkan kepada al-Qur'an dan Sunnah dengan penuh disiplin serta mengikuti
batas-batas dan ketentuannya.
Berbeda dengan Tarekat al-T{aifuri yang dinisbakan kepada Abu> Yazi>d alBist}ami>. Ia berkembang di wilayah Iran, Turki dan India,133 memungkin dijumpai
dalam mata rantai dibeberapa tarekat seperti Tarekat Naqsyabandiyah.134 Begitupun
J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam (t.c.; London: Oxford University Press,
1971), h. 4, Lihat, J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam, terj. Luqman Hakim, Madzhab
Sufi, (Cet. I; Bandung: Pustaka, 1999), h. 4.
130
131
J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam, h. 31.
132
J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam, h. 32.
133
J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam, h. 49.
134
J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam, h. 12.
52
dengan al-H{allaj
yang didominasi keadaan fana>'.135 Ia mengembangkan konsep
ِ
136
‫اﻟﻌِ ْﺸﻖ‬, ‫اﳊُﻠُ ْﻮ ُل‬, ‫ﺎد‬
ُ َ‫ا ِﻹ ّﲢ‬, dan ‫اﻟﻮ ُﺟ ْﻮ ُد‬
ُ ُ‫ َو ْﺣ َﺪة‬. Akan tetapi al-H{allaj tidak dijumpai di dalam
suatu silsilah sekalipun dikemudian hari ada tarekat yang mengaitkan dengan
dirinya.137 Konsep-konsep mereka ini dikemudian hari dikembangkan dan lebih
dikenali dengan tasawuf falsafi. Tasawuf ini merupakan perpaduan dari berbagai
aliran mistik di lingkungan luar Islam, seperti mistik Hinduisme atau kependetaan
Kristen ataupun teosopi dalam neo-Platonisme.
Namun Alwi Syihab memandang bahwa tasawuf falsafi menurut beberapa
kalangan agak sulit ditemukan dasar-dasarnya dalam ajaran Islam, justru sebaliknya
lebih mudah ditemukan akarnya pada sumber-sumber asing.138 Sumber-sumber asing
ini oleh ‘Atif al-Di>n,139 terdiri dari:
a. Cina, pengaruh Cina berawal sebelum tahun Masehi, ketika hubungan Arab
dengan Cina telah berlangsung. Hubungan ini bersifat interaksi kebudayaan
diantara keduanya. Hanya saja masa tersebut belum ditulis hingga sampai abad
kelima Masehi. Namun hubungan antara Muslim dengan Cina itu dimulai pada
permulaan abad kedua hijriyah.
b. India, dengan konsep al-Taqasysyuf (hidup sengsara), miskin, kekurangan, dan
penyiksaan dari segala bentuk merupakan corak kehidupan yang dilontarkan oleh
filsafat India. Pengaruh ini sangat nampak oleh kalangan ahli tarekat, hanya saja
135
Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami> , h. 126.
‘A<t}if al-Di>n, al-S}ufiyah fi> Naz}ari al-Isla>m: Dirasah wa Tah}li>l, (Cet. III; Kairo: al-Kita>b alMisriyah, 1985) h. 322.
136
137
J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam, h. 12.
138
Alwi Shihab, al-T{asawwuf al-Isla>mi> wa A<sa>ruhu> fi> al-T{asawwuf al-Indu>ni>si> al-Mu‘a>shar,
h. 33
A<t}if al-Di>n, al-S}ufiyah fi> Naz}ari al-Isla>m: Dirasah wa Tah}li>l, (Cet. III; Kairo: al-Kita>b alMisriyah, 1985) h. 33-56.
139
53
konsep kehidupan ini sudah menjadi bentuk universal bagi kalangan sufi di
lingkungan manapun.
c. Yunani, Proses ini berawal dari keterpengaruhan filosof Muslim seperti: al-Kindi>,
al-Fara>bi>, ibn Si>na', ibn T{ufail dan selainnya. Pengaruh tersebut melalui gerakan
tarjamah, yang telah kami singgung sebelumnya. Beberapa corak konsep mereka
seperti: neo-platonisme, pytagoras. Mereka memahami bahwa ma'rifah sebenarnya tidak berhubungan dengan indra atau akal tetapi cahaya yang Allah percikkan
di hati hambanya setelah bersih dari kekeruhan kehidupan dunia dan hasrat
material.
d. Persi, hubungan ini melahirkan beberapa konsep dalam sufi seperti: ‘uzlah.
e. Yahudi, umat yang memiliki kedekatan dengan bangsa Arab, sehingga hubungan
ini melahirkan beberapa cerita Israil yang menyusut dalam pandangan mereka
seperti, turunnya Tuhan ke gunung Sina.
f. Dan sumbar asing Nasrani.
Lebih lanjut Alwi menyikapi tentang sumber asing ini dengan memandang
bahwa pengaruh sumber asing itu mesti diletakkan pada proporsi yang sebenarnya
tidak dibesar-besarkan. Karena tidak layak apabila menetapkan sumber-sumber asing
padahal terdapat fenomena yang justru lebih dekat kepada semangat Islam terutama
dari perspektif al-Qur'an dan sunnah.140
Namun J>>. Spencer menyatakan pandangan yang agak berbeda dengan Alwi
Syihab mengenai sumber asli keruhanian Islam dan sumber asing dalam bukunya
The Sufi Orders in Islam. Ia menyatakan:
140
Lihat, Alwi Shihab, al-T{asawwuf al-Isla>mi> wa A<sa>ruhu> fi> al-T{asawwuf al-Indu>ni>si> al-
Mu‘a>shar, h. 33
54
The nature of mysticism is shown by its manifestations within the whole
setting of particular religious culture, and in Islam it is associated with and
conditioned by (even though it counterbalances) recognized ritual and worship.
Islamic mysticism, even in its fully developed from, cannot be regarded as a
syncretism. It is true that it incorporated and welded together many different
spritual insights, yet through this process of assimilation they have been
canged and given a uniquely Islamic orientation. The works of the Islamic
mystics cannot be studied, appreciated, and valued apart from their
environment (Christian students have too frequently read their own ideas into
the expressions of Muslim mystics), nor apart from their practical outcome in
the works of the orders.141
Artinya:
Hakikat mistisisme ditampakkan oleh manifestasi-manifestasinya di dalam
seluruh tatanan suatu kultur religius tertentu, dan dalam Islam ia dikaitkan
dengan dan dikondisikan oleh (sekalipun mengimbangi) ritual dan ibadah yang
dikenal. Mistisisme Islam, bahkan dalam bentuknya yang telah berkembang
sepenuhnya, tidak dapat dianggap sebagai suatu sinkretisme. Adalah benar
bahwa ia menyatupadukan berbagai pandangan spritual yang beraneka, tetapi
toh melalui asimilasi ini mereka telah diubah dan diberi orientasi Islam yang
unik. Karya-karya para mistisi Islam tidak dapat dikaji, diapresiasi, dan dinilai
terlepas dari lingkungan mereka (para mahasiswa Kristen telah terlalu sering
membaca gagasan-gagasan mereka sendiri dalam ungkapan-ungkapan para
mistisi Muslim), tidak pula terpisah dari hasil praktis mereka di dalam karyakarya ordo-ordo.142
Pandangan Alwi dan J. Spencer memberikan suatu keterangan tentang
pemahaman perkembangan keruhaniaan Islam yang mampu mencapai puncak
keemasan, merupakan bentuk perpaduan berbagai spritual yang beraneka ragam
sehingga melahirkan konsep yang unik. Karena itu, Ketika dikaji buku-buku yang
dihasilkan pada masa itu, tidak dapat terlepas dari subtansial Islam dan pengaruh
asing, karena kedua faktor tersebut saling terkait. Perkembangan itu memunculkan
beberapa konsep sufi yang paling menonjol, seperti: Konsep ma'rifah, moral dan
fase-fase menuju Allah.
141
J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam, h. 138.
142
J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam, terj. Lukman Hakim, Madzhab Sufi, h.
140-141.
55
Oleh karena itu penulis melihat bahwa tasawuf falsafi merupakan tasawuf
yang memiliki hubungan dengan Islam, tidak seyogyanya seorang menyatakan
bahwa tasawuf falsafi sangat jauh dari nilai-nilai keislaman. Itu terlihat ketika pada
abad kelima hijriyah seorang tokoh seperti al-Gaza>li> memadukan antara konsep
tasawuf akhlak dan tasawuf falsafi meskipun al-Gaza>li> sangat cenderung dengan
konsep tasawuf akhlak. Kemudian pada abad selanjutnya muncul tokoh seperti ibn
‘Arabi> yang mengikuti jejak al-Gaza>li> namun ia lebih cenderung kepada konsep
tasawuf falsafi. Sehingga pada zaman ini penulis lebih cenderung menggunakan
istilah tarekat perpaduan,143 disebabkan perpaduan beberapa bentuk tasawuf dan
akan dijelaskan secara ringkas pada penjelasan selanjutnya.
3. Fase Perpaduan pada abad kelima dan keenam hijriyah.
Telah digambarkan secara sekilas pada fase sebelumnya tentang keruhaniaan
Islam yang menyebabkan terbagi dua aliran umum. Pertama: kecenderungan
terhadap kemurnian Islam yang bersumber dari al-Qur'an dan Sunnah, sifatnya
moderat dan lebih dikenali dengan tasawuf akhlak. Kedua: kecenderungan yang
mengalir pengaruh mistik Asing yang melahirkan syat}aha>t dan konsep seperti al-
hulul, al-Ittih}a>d, fana>' dan beberapa konsep yang lain. Ini lebih dikenali dengan
tasawuf filsafat.
Pada fase ini terjadi kompetisi antara kedua aliran tersebut, yang kemudian
tampak lebih mendominasi dengan tasawuf akhlak yang lebih cenderung kepada
143
Penulis melihat fase ini adalah perpaduan dari berbagai bentuk tasawuf. Walaupun
beberapa kalangan penulis dalam kajian tasawuf melihat bahwa pada fase ini lebih mendominasi
tasawuf praksis dibandingkan pengetahuan kontemplatif (al-muka>syafah) yang merupakan sesuatu
yang dilarang memaparkan dalam buku-buku, sekalipun ia merupakan tujuan sejati para penempuh
tarekat. Lihat, J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam, h. 151. Lihat, Abu> H{a>mid al-Gaza>li>,
Ih}ya' al-‘Ulum al-Din, Pengantar Tasawuf Islam dan analisa tentang kehidupan al-Gaza>li> serta
filsafatnya di Ih}ya' oleh Badawi> Ahmad, Jil. I (t.c.; Semarang: Karya Toha Putra, t.th.), h. 4-5.
56
praktisi. al-Taftaza>ni melihat selama abad kelima hijriyah aliran tasawuf ‘amali>
terus tumbuh dan berkembang.144 Tokohnya seperti: al-Qusyairi dengan bukunya
yang terkenal al-Risalah al-Qusyairiyah dan al-Gaza>li> dengan bukunya ‘Ih{ya al-
‘Ulum al-Di>n. Kedua tokoh yang paling menonjol ini yang mengembangkan tasawuf
praksis pada abad ini. Tasawuf praksis adalah konsep tasawuf yang mementingkan
pengalaman-pengalaman ibadah baik secara lahiriyah mapun batiniyah.
al-Gaza>li> contohnya, merupakan tokoh populer pada abad kelima. Oleh
karena kedudukannya yang tinggi dalam Islam bahkan ia digelari H{ujjah al Islami>.145
Gelaran ini disebabkan karena ia mampu membuka tirai keterkeliruan oleh kalangan
yang mendalami keilmuan dengan melebihkan metode yang marak dipergunakan
masyarakat pada abad kelima hijriyah tersebut. Ia menyatakan:
ِ ‫ و َﻏﺎﺋِﻠَﺔَ اْﳌـََﺬ ِاﻫ‬,‫ﻚ َﻏﺎﻳَﺔَ اْﻟﻌُﻠُﻮِم وأَ ْﺳﺮارَﻫﺎ‬
‫ أَ ْن أَﺑُ ﱠ‬,‫َﺳﺄَﻟْﺘَِﲎ أَﻳـﱡ َﻬﺎ اْﻷَ ُخ ِﰱ اﻟ ِّﺪﻳْ ِﻦ‬
‫ﻚ‬
َ ‫ﺚ إِﻟَْﻴ‬
َ َ‫ َوأَ ْﺣ ِﻜﻰ ﻟ‬,‫ﺐ َوأَ ْﻏ َﻮ َارَﻫﺎ‬
َ ََ َ ْ
ِ َ‫ﻣﺎَ ﻗ‬
ِ
ِ ِ ِ ‫ﺿ ِﻄﺮ‬
ِِ
ِ ِ ِ ِْ ‫ص‬
ِ َ‫ﺎﺳﻴَﺘُﻪُ ِﰱ اْﺳﺘِ ْﺨﻼ‬
‫ت َﻋﻠَْﻴ ِﻪ‬
ُ ْ‫اﺳﺘَ َﺠَﺮأ‬
ْ ‫ َوَﻣﺎ‬,‫ َﻣ َﻊ ﺗَـﺒَﺎﻳُ ِﻦ اْﳌَ َﺴﺎﻟﻚ َواﻟﻄﱡُﺮق‬,‫اب اْﻟﻔَﺮق‬
َ ْ ‫اﳊَ ّﻖ ﻣ ْﻦ ﺑَـ ْﲔ إ‬
ِ ِ ِ ‫ﻀﻴ‬
ِ
ِ
ِ ِ
ِ
ِ
ْ ‫ﻣ َﻦ اْ ِﻹ ْرﺗ َﻔ ِﺎع َﻋ ْﻦ َﺣ‬
ُ‫اﺟﺘَـ َﻮﻳْـﺘُﻪ‬
ْ ‫ َوَﻣﺎ‬,‫اﺳﺘَـ َﻔ ْﺪﺗُﻪُ أَﱠوًﻻ ﻣ ْﻦ ﻋ ْﻠ ِﻢ اْﻟ َﻜﻼَِم‬
ْ ‫ َوَﻣﺎ‬,‫ﺼﺎ ِر‬
َ ‫ إِ َﱃ ﻳـُ َﻔ ِﺎع اْ ِﻹ ْﺳﺘْﺒ‬,‫ﺾ اﻟﺘﱠـ ْﻘﻠْﻴﺪ‬
ِ
ِ ِ ِ
ِ
ِ ‫ وﻣﺎ ْازَدرﻳْـﺘُﻪُ ﺛَﺎﻟِﺜًﺎ ِﻣﻦ ﻃُﺮِق اﻟﺘﱠـ َﻔ ْﻠﺴ‬,‫ﺎﺻ ِﺮﻳْﻦ ﻟِ َﺪرِك اْﳊ ِّﻖ َﻋﻠَﻰ ﺗَـ ْﻘﻠِْﻴ ِﺪ اْ ِﻹﻣ ِﺎم‬
,‫ﻒ‬
َ ْ َ ‫ﺛَﺎﻧﻴًﺎ ﻣ ْﻦ ﻃُُﺮق أَ ْﻫ ِﻞ اﻟﺘﱠـ ْﻌﻠْﻴ ِﻢ اﻟ َﻘ‬
َ ََ َ
ُ ْ
َ
١٤٦
ِ ‫وﻣﺎ ارﺗَﻀﻴﺘﻪ آﺧﺮ ِﻣﻦ ﻃَ ِﺮﻳـ َﻘ ِﺔ اﻟﺘﱠﺼ ﱡﻮ‬
...‫ف‬
ْ ْ ُ َ ُ ُْ َ ْ َ َ
َ
Artinya:
Anda meminta kepadaku wahai saudaraku seagama, agar aku menyampaikan
kepadamu puncak segala ilmu dan kerusakan mashab-mashab. Akan
kuceritakan penderitaan yang kualami dalam mencari kebenaran di antara
golongan-golongan yang berbeda, baik dalam metode maupun sistemnya. Dan
dorongan yang membuatku bangkit dari kerendahan taqlid kepada pemikiran
yang tinggi. Sebuah manfaat yang pertama kali kuperoleh dari ilmu kalam.
Sesuatu yang tidak kusukai dari berbagai tarekat ahli Ta‘lim yang hanya
h. 60.
144
Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami> , h. 145.
145
Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami> , h. 152.
146
Abu> H{ami>d al-Gaza>li>, al-Munqiz\ min al-Dalalah wa al-Mausu>l ila zi al‘izzah wa al-Jala>l,
57
mencari kebenaran dengan bertaqlid pada imam. Sesuatu yang kubenci dari
ilmu-ilmu filsafat dan selanjutnya sesuatu yang kusukai dari tarekat tasawuf.
Teks di atas menjelaskan bahwa di zaman al-Gaza>li> terdapat empat metode
keilmuan yang banyak diminati masyarakat di dunia Islam dan berkembang di
zamannya. Keempat bentuk metode tersebut, yaitu: metode yang berhubungan
dengan ilmu kalam, metode batiniyah, metode filsafat dan metode ahli sufi. Setiap
metode pokok tersebut digeluti dan dikritik oleh al-Gaza>li>. Kemudian ia melahirkan
atau membentuk sebuah metode tersendiri yang mendekati dengan tarekat ahli
tasawuf sebelumnya.
Jami>l Sali>ban dan Ka>mil ‘Ayya>d dalam pendahuluan tahkik al-Munqiz\ min
al-Dala>lah karangan al Gaza>li> menyatakan bahwa:
ِ
ِ ‫ اﻟْﻤ َﺬ ِاﻫﺐ اْﻷَﺳ‬١٤٧{‫ﻀ َﻼﻟَﺔ‬
,‫ﺎﺳﻴﱠﺔَ ِﰱ اﻟﺘﱠـ ْﻔ ِﻜ ِْﲑ اْ ِﻹ ْﺳ َﻼ ِﻣﻰ‬
‫ض اﻟﻐََﺰ ِاﱃ ِﰱ ﻛِﺘَﺎﺑِِﻪ }اﳌـُْﻨ ِﻘ ُﺬ ِﻣ َﻦ اﻟ ﱠ‬
َ ‫اﺳﺘَـ ْﻌَﺮ‬
ْ ‫َوﻗَﺪ‬
َ َ َ
ِ ِِ
ِ ِ
ِ ‫ ﰒُﱠ ﻗَﺎم ﻳ ْﺪﻋﻮ اِ َﱃ ﻃَ ِﺮﻳـ َﻘﺘِ ِﻪ اْﳋﺎ ﱠ‬,‫ﺼﻮﻓِﻴﱠ ِﺔ‬
ِ
‫ب ِﻣ َﻦ‬
َ
ُ ََ
َ ْ ‫ﺶ ﻃُُﺮ َق اﳌـُﺘَ َﻜﻠﱠﻤ‬
ْ
َ َ‫ﻓَـﻨَﺎﻗ‬
ُ ‫ اَﻟﱠِﱴ ﺗَـ ْﻘ ُﺮ‬,‫ﺻﺔ‬
ْ ‫ َواﻟ ﱡ‬,‫ َواْﻟﺒَﺎﻃﻨﻴﱠﺔ‬,‫ﲔ َواْﻟ َﻔ َﻼﺳ َﻔﺔ‬
١٤٨
ِ َ‫ وﻟَ ِﻜﻨﱠـﻬﺎ ﺗَ ْﺸﺘَ ِﻤﻞ ﻋﻠَﻰ ﻋﻨ‬,‫ﺼﻮﻓِﻴﱠ ِﺔ‬
.‫ﺎﺻَﺮ َﻛﺜِْﻴـَﺮٍة ِﻣ َﻦ اﻟﻄﱡُﺮِق اْﻷُ ْﺧَﺮى‬
َ َ ُ
َ َ ْ ‫اﻟ ﱡ‬
Badawi> Ahmad pun mendukung metode al-Gaza>li> dengan memberikan
sebuah komentar di dalam pendahuluan buku Ih{ya’ ia menyatakan:
ِ ‫ﻳـْﻨﺒﻐِﻰ أَ ْن ﻳ ُﻜﻮ َن ﻣﻌﺮوﻓًﺎ أَﻧـﱠﻬﺎ ﻟَﻴﺴﺖ‬...
ِ ِ
ِ
‫ﺻ ْﻮﻓِﻴﱠﺔٌ َﺧﺎ ﱠ‬
ٌ‫ﺻ ْﻮﻓِﻴﱠﺔٌ ُﻣ ْﺴﺘَﻨِْﻴـَﺮة‬
ُ ,ٌ‫ﺻﺔ‬
ُ ‫ َوﻟَﻜﻨﱠـ َﻬﺎ‬,‫ﺻ ْﻮﻓﻴَﺔً اﻟْﺒَـ ْﻠﻪَ ﻣ َﻦ اْ َﻟﻌ َﻮام‬
ُ ْ َ ْ َ ُْ ْ َ ْ َ
ََ
ِ ِ ِ
ِ
ِ َ‫ﺎﻫ َﺪةٌ ِﰱ ﻃَﻠ‬
‫ﻚ اْﳉَ ﱡﺪ اﻟﱠ ِﺬى ﻳَـ ْﻘﺘَ ِﺤ ُﻢ ُﻛ ﱠﻞ َو ٍاد ِﻣ ْﻦ‬
َ ‫ﺻ ْﻮِل ِﻋْﻨ َﺪ َﻫﺎ ا َﱃ اْﳊَﻘْﻴـ َﻘ ِﺔ َذﻟ‬
َ َ‫َﺟﺎ ﱠدةٌ ُﳎ‬
ُ ‫ َو َﺳﺒِْﻴ ُﻞ اْ ُﻟﻮ‬,‫ﺐ اْﳌـَْﻌ ِﺮﻓَﺔ‬
١٤٩ ِ
ِ ِ ِ
ِ
ِ ِِ
.‫ﺧ ْﺬ َﺎ‬
َ ‫ اﳌـَْﻌ ِﺮﻓَﺔُ ﻳَـ ْﺮ‬:‫أَْودﻳﱠﺔ اْﳌـَْﻌ ِﺮﻓَﺔ‬
َ‫ﺿ‬
َ ْ‫ َواْﳌـَْﻌ ِﺮﻓَﺔُ اﻟﱠِﱴ ﻗَ ْﺪ ﻳُ َﺴﻠّ ُﻢ َﺎ َوﻟَﻜﻨﱠـ َﻬﺎ ﻻَﻳُﺄ‬,‫ َواْﳌـَْﻌ ِﺮﻓَﺔُ اﻟﱠِﱴ ﻳـُْﻨﻜُﺮَﻫﺎ‬:‫ﺎﻫﺎ‬
Metode khusus yang disinyalir oleh Badawi> Ahmad, Jami>l Sali>ban dan Ka>mil
‘Ayya>d tersebut terhimpun dalam karya terakhirnya yaitu Ih{ya’ ‘Ulum al-Di>n. Buku
Teks asli dalam buku ini ‫ﱠﻼ ِل‬
َ ‫اﳌـُْﻨ ِﻘ ُﺬ ِﻣ َﻦ اﻟﻀ‬. Penulis menambahkan ta marbu>ta} h karena judul
asli buku yang disusun oleh al-Gaza>li> sesuai dengan di atas.
147
148
Abu> H{ami>d al-Gaza>li>, al-Munqiz\ min al-Dalalah wa al-Mausu>l ila zi al‘izzah wa al-Jala>l,
149
Abu> H{a>mid al-Gaza>li>>, Ih}ya' al-‘Ulum al-Din, Jil. I h. 16.
h. 7.
58
tersebut memuat unsur Fikih, Kalam, Batiniyah, Filsafat dan Tasawuf dan beberapa
ilmu yang lain. Oleh karena itu seseorang yang ingin melihat esensi tarekat al Gaza>li>
perlu menelusuri buku karangannya. Meskipun demikian J. Spencer Trimingham
dalam bukunya, The Sufi Orders in Islam, tidak melihat tarekat khusus yang
dikembangkan oleh al-Gaza>li>.150
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pengaruh dari metode yang
dikembangkan oleh al-Gaza>li> itu cukup besar. Sebagaimana yang diungkapkan oleh
Margareth Smith bahwa tidak diragukan lagi bahwa ajaran al-Gaza>li> tentang jalan
mistik sangat berpengaruh bagi pendiri tarekat keagamaan sufi yang telah dengan
mantap berdiri mapan dalam Islam dengan jumlah yang banyak sejak abad ke-12 M.
sampai sekarang. Di antara tarekat yang terbesar ialah tarekat Qadiriyah, yang
dinisbahkan kepada nama pendirinya Abd al-Qa>dir al-Jilani.151 Begitupun tarekat
Rifa‘iyah,152 tarekat Suhrawardi,153 dan tokoh terbesar seorang mistik Spanyol
Muhyi al-Din ibn al-‘Arabi>.154 Tidak terbatas pada tarekat atau mistik Islam bahkan
meluas mampu mempengaruhi mistikus Kristen abad pertengahan seperti Dante
Alighieri.155
Pengaruh metode al-Gaza>li> terhadap beberapa tarekat keagamaan Islam dan
mistik Nasrani merupakan perwujudan dari salah satu tujuan al-Gaza>li> untuk
membentuk harmonisasi antara Islam ortodoks dengan berbagai ajaran-ajaran mistis
150
Lihat, J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam, h. 31 dan 32.
Margareth Smith, al-Ghazali The Mystic, terj. Amrouni, Pemikiran dan Doktrin Mistis
Imam al Gazali (Cet. I; Jakarta: Riora Cipta, 2000), h. 231.
151
152
Margareth Smith, al-Ghazali The Mystic, terj., h. 233.
153
Margareth Smith, al-Ghazali The Mystic, terj., h. 234.
154
Margareth Smith, al-Ghazali The Mystic, terj., h. 236.
155
Margareth Smith, al-Ghazali The Mystic, terj., h. 250.
59
yang tersebar luas pada masa hidupnya. Sehingga al-Gaza>li> berfokus pada pemaduan
dan penyempurnaan antara ajaran-ajaran tasawuf baik dari akhlak maupun falsafi
dan berbagai ajaran lainnya, bahkan ia melaju lebih jauh ketika ruh metedologinya
semakin menyerap unsur dari al-Qur’an dan Sunnah saw. serta beberapa ungkapan
para asketis klasik.156
Sehingga tarekat-tarekat pasca al-Gaza>li> mengalami masa transisi yang
cukup luas dalam masyarakat Islam. Bahkan tarekat yang tidak asing lagi bagi
masyarakat Indonesia yaitu: Tarekat Naqsyabandiyah telah menyerap unsur metode
al-Gaza>li>, meskipun tidak seutuhnya diterima secara sempurna.
D. Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah
Telah diungkapkan pada pembahasan sebelumnya bahwa tarekat memiliki
ciri khusus, yaitu memiliki dua makna terminologi yang berkesinambungan dalam
kajian ilmu tasawuf Islam, pertama: tarekat suatu gambaran dari metode jiwa
akhlaqi> sebagai suatu proses pelatihan dan pembentukan jiwa untuk melatih akhlak
seseorang. Kedua: tarekat adalah suatu kelompok dari kalangan Islam yang berbedabeda, dibentuk sebagai sarana pelatihan ruhani dalam kehidupannya.
Bentuk kedua tersebut dalam masa perkembangannya memunculkan suatu
tradisi baru, yaitu: keterikatan dalam suatu kelompok atau persaudaraan tertentu
dengan pengikraran bait di hadapan dari salah seorang syekh, mursyid, muqaddim,
naqib, atau khalifah dan siap melaksanakan aturan yang telah ditetapkan oleh
mursyid. Penamaan kelompok tersebut pun berselaras dengan nama-nama
pendirinya. Begitulah sehingga Azyumardi Azra melihat bahwa kerangka organisasi
156
Lihat, Margareth Smith, al-Ghazali The Mystic, terj., h 259.
60
sufisme mengalami pergesaran fungsi. Jika pada masa-masa sebelumnya, tarekat
sebagai kumpulan jaringan massa pengikut yang cenderung menekankan eskapisme
dan anti kedunian, maka sejak abad ke-12, ia memberikan kerangka organisasi yang
cukup solid bagi berbagai gerakan sosial.157
al-Tafta>za>ni>> dalam bukunya Madkhal ila> Tasawwuf al Isla>mi>, menyebutkan
beberapa tarekat yang menonjol, antara lain: Tarekat Qa>diriyyah pendirinya Syekh
‘Abdul Qadir al Jailani>, Tarekat al Rifa>‘iyyah pendirinya Syekh Ahmad al Rifa>‘i,
Tarekat al-Suhrawardiyyah pendirinya Abu> al-Najib al-Suhrawardi, Tarekat al-
Syaz\iliyyah dinisbahkan kepada Abu> al-H{asan al-Syaz\ili>, Tarekat al-Ahmadiyyah
yang didirikan Syekh Ahmad al-Badawi>,158 Tarekat al-Birhamiyyah dinisbahkan
kepada Syekh Ibrah}i>m al Dasuqi> al-Qursyi>, Tarekat al-Syisytiyyah didirikan oleh
Mu‘inuddin H{asan al-Syisyti>, dan Tarekat al-Naqsyabandiyyah yang didirikan oleh
Baha’ Naqsyaband al-Bukhari.159 Kemudian Tarekat Naqsyabandiyah mengalami
berbagai bentuk, seperti: tarekat al-Mujaddadiyah, al-Zubairiyah, al-Mutahhiriyah,
al-I<sa>niyah, al-‘Alamiyah, al-Mura>diyah. Di Indonesia yang berkembang Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah, Tarekat Naqsyabandiyah Mazhariyah dan terdapat pula
perpaduan antara dua tarekat yaitu: Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.
Tarekat-tarekat tersebut, terkhusus tarekat Naqsyabandiyah menjadi
prototype dan fungsionalisasi organisasi sufisme untuk kepentingan pembaharuan
Islam dengan mengangkat tema utama: “kembali kepada syariah”. Tarekat
Azyumardi Azra, Islam Reformis: Dinamika Intelektual dan Gerakan, (Cet. I; Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 1999), h. 160.
157
158
Tarekat ini juga dikenal dengan tarekat al Badawi, oleh J. Spencer lebih menyenangi
menyebutkan nama itu karena pada perkembangan selanjutnya banyak tarekat yang bermunculan
dengan nama tarekat Ahmadiyyah yang tidak memiliki ikatan dengan tarekat al-Badawi>.
159
Abu> al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Islami>, h. 236-245.
61
Naqsyabandiyah memberikaan kerangka pembaharuan, purifikasi dan ketaatan yang
lebih kuat kepada penafsiran Islam yang ketat,160 jadi wajarlah jikalau dikatakan
bahwa agama Islam tidak mungkin menyebar begitu luas dan begitu lama kalau
tidak ada tarekat, karena tidak akan mampu mengakar begitu kuat dalam
masyarakat,161 dan penganut tarekat sepenuhnya yakin, sebagaimana diungkapkan
oleh banyak anggota mereka, bahwa jalan mereka, dengan keterikatan ketatnya
kepada kewajiban agama, membawa kesempurnaan kenabiaan.162 Melalui gerakan
merekalah ruh-ruh keagamaan mulai dihirup yang mengandung arus berbagi bentuk
tasawuf.
1. Historis Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
Tarekat
Naqsyabandiyah
merupakan
tarekat
yang
sungguh-sungguh
menghindari pertunjukan seni terutama musik dan sama'.163 Namun Abu Bakar Aceh
melirik buku The Darvishes, karangan J. P Brown dan ia melihat bahwa kata
Naqsyabandi bermakna lukisan, karena konon ia ahli dalam memberikan lukisan
kehidupan yang ghaib-ghaib.164
Muh}ammad Ah}mad Darniqah menyatakan bahwa kata Naqsyabandi tersusun
dari dua kata yaitu: naqsy bermakna lukisan timbul yang dibentuk pada lilin atau
sesuatu yang serupa, sedangkan band bermakna terikat dan tetap tidak terhapus.
160
Azyumardi Azra, Islam Reformis: Dinamika Intelektual dan Gerakan, h. 161.
Henri Chambert-Loir dkk., Le culte des saints dans le monde musulman, terj. Jean
Couteau, dkk., Ziarah dan Wali di Dunia Islam (Cet. I; Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2007), h. 13.
161
162
Annemarie Schimmel, Mistical Dimention of Islam, h. 366.
163
Annemarie Schimmel, Mistical Dimention of Islam, h. 365.
Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat: Uraian tentang mistik, (Cet. III; Solo:
Ramadhani, 1985), h. 319.
164
62
Oleh karena itu kata tersebut mengisyaratkan pengaruh zikir dalam hati dan
timbulnya zikir tersebut dalam hati.165
Begitupun ‘Abdullal Maji>d ibn Muh}ammad al-Kha>ni> mengungkapkan bahwa
makna yang tersirat dari kata Naqsyaband adalah bentuk kesempurnaan hakiki
dalam hati muri>d.166
Berdasar dari definisi tarekat dan naqsyabandi yang telah diungkapkan maka
tarekat Naqsyabandiyah adalah sebuah kelompok persaudaraan ruhani di dunia Islam
yang lebih mengutamakan zikir khafi> dalam upaya penanaman zikir dalam hati
untuk mencapai kesempurnaan yang hakiki dalam hati muri>d.
Beberapa kalangan seperti Abu Bakar Aceh,167 Fuad,168 Muh}ammad Ah}mad
darni>qah,169 mengungkapkan bahwa pendiri tarekat Naqsyabandiyah adalah
Muhammad ibn Baha>’ al-Di>n al-Naqsyabandiyah al-‘Uwaisi>. Akan tetapi berbeda
yang dilihat oleh Muhammad ibn ‘Abdul al-Kari>m al-Kisnaza>n al-H{usaini170 dan J.
Spencer Trimingham,171 menyatakan bahwa tradisi Tarekat Naqsyabandiyah tidak
menganggap Muhammad ibn Baha>’ al-Di>n al-Naqsyabandiyah al-‘Uwaisi sebagai
Muh}ammad Ah}mad Darni>qah, al Tari>qh al Naqsyabandiyah wa A‘la>muha, (t.c; t.t: Juru>s
Bars, 1987), h. 11.
165
‘Abdul al-Maji>d ibn Muh}ammad al-Kha>ni>, al-H{ada>iq al-Wardiyah fi> H{aqaiq Ajla>i alNaqsyabandiyyah, (Cet. II; Irak: Waza>rah al-Tarbiyah, 2002), h. 12.
166
Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat: Uraian tentang mistik, h. 319. kemudian ia
mengutip dalam bukunya, Tarekat dalam Tasawwuf, (Cet. VI; Kelantan: Pustaka Aman Press, 1993),
h. 59.
167
168
Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiah, (Cet. IV; Jakarta: Radar Jaya Offset, 2005), h.
169
Muhammad Ahmad Darni>qah, al-Tasawu>f al-Isla>mi> - al-T{ari>qah al-Naqsyabandiyah wa
23.
A‘la>muh, h. 18.
170
Muhammad ibn ‘Abdul al-Kari>m al-Kisnaza>n al-H{usaini>, Mausu>‘ah al-Kisnaza>n fi> ma>
Ist}alah}a ‘alaih Ahl al-Tasawwuf wa al-‘Irfa>n, h. 133.
171
J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam, h. 62.
63
pendiri. Ungkapan mereka ini dikuatkan dengan pernyataan Fakhru al-Di>n ‘Ali> ibn
al-H{usain, seorang ahli sejarah, menyatakan dalam bukunya Rasyah}a>t ‘Ain al-H{ayah
bahwa pendiri Tarekat Naqsyabandiyah adalah Abu> Ya‘qu>b Yusuf al-Hamda>ni>.
Meskipun demikian Ah}mad Darni>qah melihat bahwa Muh}ammad Baha’ alDi>n merupakan syekh Tarekat Naqsyabandi yang tidak diperdebatkan lagi karena
penamaan tarekat ini terambil dari namanya.172 Muhammad Baha' al-Di>n dianggap
sebagai pendiri tarekat Naqsyabandiyah karena beliaulah yang merumuskan pertama
kali sistematika zikir diam. Ia memperoleh ijazah zikir khafi ini melalui bentuk
barzakhi, sebab Baha' al-Di>n lahir setelah Abdul Khaliq meninggal, dengan jarak
sekitar 100 tahun.173 Disamping itu tarekat ini ditemukan beberapa penisbaan nama
yang lain sesuai dengan zaman pewaris silsilah.
Pada zaman Abu> Bakar al-S{iddiq hingga zaman Abu> Yazi>d al-Bist}a>mi>
dinamakan Tarekat S}iddiqiyah. Pada zaman Abu> Yazi>d al-Bist}a>mi hingga Abdul
Khaliq al-Ghujdwani dinamakan Tarekat T{aifu>ri>yyah. Pada zaman Muh}ammad
Baha’ al-Di>n lebih dikenali dengan Tarekat Naqsyabandiyah.174 Merujuk dari
ungkapan sebelumnya bahwa peristilahan tarekat yang dinisbahkan kepada tokoh
pendirinya itu muncul diabad kedua hijriyah sehingga anggapan bahwa Tarekat
S}iddiqiyah dizaman Abu> Bakar al-S{iddiq masih perlu dipertanyakan kebenaran
penamaannya.
Pada abad sembilan hijriyah, Tarekat Naqsyabandiyah tersebar di Ana>du>l dan
India, kemudian terbagi menjadi tiga cabang yaitu: di Asia Tengah dan Asia Barat
172
Muhammad Ahmad Darni>qah, al-Tasawu>f al-Isla>mi> - al-T{ari>qah al-Naqsyabandiyah wa
A‘la>muh, h. 18.
Mustamin Arsyad, Islam Moderat: Refleksi Pengamalan Ajaran Tasawuf (Cet.I; Makassar:
Baji Bicara Press, 2012), h. 113.
173
Muhammad Ahmad Darni>qah, al-Tasawu>f al-Isla>mi> - al-T{ari>qah al-Naqsyabandiyah wa
A‘la>muh, h. 18. Muh}ammad ibn ‘Abdillah al-Kha>ni> al-Kha>lidi> al-Naqsyabandi>, al-Buhjah alSaniyyah, Ed. Terbaru (t.c; Turki: al-Ikhlas, 2002), h. 20.
174
64
(Turki dan India). Pada wilayah ini Tarekat Naqsyabandiyah bercabang menjadi
tarekat al-Mujaddadiyah, al-Zubairiyah, al-Mutahhiriyah, al-I<sa>niyah, al-‘Alamiyah,
dan di Suria lebih dikenali dengan tarekat al-Mura>diyah.175
‘Abdul al-Maji>d ibn Muh}ammad al-Khani melihat bahwa tarekat alMujaddadiyah ini sebelumnya dinamakan Tarekat Ah{ra>riyah di bawah naungan
Syekh Ah}mad al-Fa>ru>qi> al-Sirhindi> kemudian beralih menjadi tarekat Mujaddadiyah
dan Muz}hiriyah yang lebih dikenali dengan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah.176
Ahmad Sirhindi salah seorang anggota Tarekat Naqsyabandiyah, yang telah
mengembangkan Tarekat Naqsyabandiyah di Asia Tengah dan memainkan peranan
penting dalam politik Asia Tengah selama abad ke-15, hampir semua ahli dan
penyair yang berhubungan dengan istana Timurid di Heart berhimpun dengan
Naqsyabandiyah, di antaranya penyair Jami‘ dan menteri Mir ‘Ali Shir Nawa’i. Pada
saat yang sama, politik di Bukhara dan daerah-daerah sekitarnya sebagian besar
berada di bawah pengaruh guru Naqsyabandiyah, Ubaidullah Ah}ra>r.177 ‘Ubaidullah
Ah}ra>r mengangkat khalifah yang diutus ke negeri-negeri Islam lain seperti: Qazwin,
Ishfahan dan Tabriz di Iran bahkan sampai ke Istanbul.178 Seorang guru yang
memiliki karisma yang besar dan ketajaman politik.
Begitupun Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di bawah kepemimpinan
Kha>lid D{iya’ al-Di>n murid dari Syekh Ghula>m ‘Ali>, dibelakang hari biasa dipanggil
175
Muhammad ibn ‘Abdul al-Kari>m al-Kisnaza>n al-H{usaini>, Mausu>‘ah al-Kisnaza>n fi> ma>
Ist}alah}a ‘alaih Ahl al-Tasawwuf wa al-‘Irfa>n, h. 133.
176
‘Abdul al-Maji>d ibn Muh}ammad al-Kha>ni>, al-H{ada>iq al-Wardiyah fi> H{aqaiq Ajla>i al-
Naqsyabandiyyah, h. 13.
Annemarie Schimmel, And Muhammad is His Messenger: The Veneration of the Prophet
in Islamic Piety, terj. Rahmani Astuti dan Ilyas Hasan, h. 310
177
Martin Van Bruinessen, The Tarekat Naqsyabandiyah in Indonesia - a historical,
geographical, and sosiological survey, h. 53.
178
65
Maulana Kha>lid atau Kha>lid al-Kurdi>, seorang yang penuh kharisma dan telah
menyebabkan Tarekat Naqsyabandiyah menyebar secara spektakuler.179 Hingga
penyebaran tarekat inipun bergeser ke Timur Asia dan tersebar di Indonesia.
Di Indonesia, Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah pertama kali masuk
melalui Syekh Isma‘il Minangkabawi dari Mekkah pada permulaan tahun 1850-an,
dan menjadi kekuatan sosial keagamaan di Nusantara. Isma‘il berasal dari Simabur
di Sumatera Barat, dan telah menjalani hampir seluruh paruh pertama abad
kesembilan belas untuk belajar dan mengajar di Mekkah.180
Antara tahun 1985-an, ketika pertama kali diperkenalkan di Indonesia. Tahun
1880-an, ketika ia mulai menarik perhatian Belanda, tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah telah tumbuh dan berkembang pesat dibeberapa daerah di Nusantara.181
Perkembangan dapat dilihat di Jawa melalui Abd Qadir Semarang, yang telah
diangkat oleh Sulaiman al-Zuhdi menjadi seorang khalifah pada tahun 1878, dan
dengan cepat berhasil menarik pengikut dalam jumlah besar di daerah asalnya,
terutama dari kalangan bawah.182 Jaringan serupa di daerah Banyumas, Jawa
Tengah, Jawa Barat, begitupun juga di Sumatera.
Martin Van Bruinessen, The Tarekat Naqsyabandiyah in Indonesia - a historical,
geographical, and sosiological survey, h. 65-66.
179
Martin Van Bruinessen, The Tarekat Naqsyabandiyah in Indonesia - a historical,
geographical, and sosiological survey, h. 99.
180
Martin Van Bruinessen, The Tarekat Naqsyabandiyah in Indonesia - a historical,
geographical, and sosiological survey, h. 103.
181
Martin Van Bruinessen, The Tarekat Naqsyabandiyah in Indonesia - a historical,
geographical, and sosiological survey, h. 106.
182
66
2. Tradisi Tarekat Naqsyabandiyah
Ajaran dasar Tarekat Naqsyabandiyah berasal dari syekh Ghujdwani. Syekh
Abdul Khaliq al-Ghujdwani dikenal karena merumuskan delapan prinsip sendi-sendi
ajaran Tarekat Naqsyabandiyah.183 Prinsip tersebut adalah:
a. Yad kard (mengingat atau menyebut), baik zikir asma atau zat, baik zikir nafi
maupun zikir isbat. Ulangilah zikir yang ditanamkan kepada diri anda, supaya
anda mencapai visi yang penuh kegembiraan. Baha' al-Din mengatakan: Tujuan
dalam zikir adalah bahwa hati selalu sadar akan al-Haq, sebab prakteknya
menghapuskan kelalaian."
b. Baz gasyt (pengendalian). Sang za>kir, ketika menunjukkan pengulangan dalam hati
rasa yang penuh berkah, menyelanya dengan rasa-rasa serupa, Tuhanku, Engkau
adalah Tujuanku dan keridaan-Mu adalah tujuanku, untuk menjaga pikiranpikiran seseorang dari tersesat. Guru-guru lain mengatakan bahwa ia berarti
kembali, bertaubat, yakni kembali kepada al-Haq dengan cara penyesalan
mendalam akibat dosa.
c. Nigbab dasyt (kewaspadaan) atas pikiran-pikiran yang menyimpang ketika
mengulangi rasa yang penuh berkah.
d. Yad dasyt (zikir), konsentrasi atas kehadiran Ilahi dalam kondisi z\awq, rasa
pendahuluan, antisipasi atau kepekaan intuitif, tanpa alat-alat bantu dari luar.
e. Hosb dor dam (kesadaran sewaktu bernafas). Teknik pengendalian nafas. Sa'id
Baha' al-Din;' Landasan eksternal tarekat ini adalah nafas. Orang hendaknya
jangan menghembuskan nafas dalam kealpaan dan menghirup nafas dalam
kealpaan.
183
Mustamin Arsyad, Islam Moderat: Refleksi Pengamalan Ajaran Tasawuf, h. 112.
67
f. Safar dor watban (melakukan perjalanan di tanah air seseorang). Ini adalah
perjalanan batin, gerakan dari sifat-sifat tak terpuji menuju sifat-sifat terpuji.
Orang lain merujuknya sebagai visi atau penyingkapan sisi tersembunyi.
g. Nazbar bar qadam (mengamati langkah-langkah seseorang). Sa>lik (peziarah)
hendaknya waspada selama perjalanannya, bentuk apapun negeri yang dilaluinya
supaya pandangannya tidak disampingkan dari tujuan perjalanannya.
h. Khalwat dor anjuman (kesepian dalam keramaian). Perjalanan sa>lik, sekalipun
secara nyata ia didunia, tetapi batin ia bersama Tuhan. Para pemimpin tarekat
telah mengatakan, “Dalam tarekat ini kebesertaan adalah keramaian dalam
majelis dan kesendirian dalam khalwat”.184
Kemudian syekh Baha>’ al-Di>n al-Naqsyabandiyah mengembangkan delapan
sendi tersebut yang dikemukakan oleh syekh Abdul Khaliq al-Ghujdwani dengan
penambahan tiga asas ruhani. Prinsip tersebut, yaitu:
a. Wuquf-i zamani (istirahat sementara). Mempertimbangkan bagaimana seseorang
menghabiskan waktunya dengan benar dan jika ia mempergunakannya dengan
benar maka hendaknya bersyukur. jika salah maka bertaubatlah sesuai dengan
peringkat (perbuatan), sebab perbuatan baik orang yang saleh tidak sama dengan
mereka yang dekat (kepada Tuhan).
b. Wuquf-i ‘adadi (istirahat hitungan). Mengecek bahwa zikir hati telah diulang
sebanyak
yang
diwajibkan,
dengan
mempertimbangkan
pikiran-pikiran
menyimpang seseorang. Syekh Baha>’ al-Di>n menyatakan: menghitung jumlah
zikir adalah langkah pertama untuk mendapatkan ilmu ladunni.
184
Lihat, J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam, terj. h. 208-209.
68
c. Wuquf-i qalbi (istirahat hati). Membentuk gambaran mental hati seseorang dengan
asma Tuhan bertajalli padanya, untuk menekankan bahwa hati tidak mempunyai
kesadaran atau tujuan selain Tuhan.185
Sebelas ajaran tersebut terlihat Tarekat Naqsyabandiyah lebih menekankan
pada zikir diam atau dengan hati (khafi>). Metode zikir khafi telah nampak pada masa
sahabat Rasulullah saw. Sahabat-sahabat berbeda dalam mempraktekkan zikir,
terutama bacaan dalam salat.
Al-Hujwiri> mengungkapkan:
ِ ‫أَ ﱠن أَﺑﺎ ﺑ ْﻜ ٍﺮ ِﺣﲔ َﻛﺎ َن ﻳ‬
ِ
ٍ ‫ﺼ ْﻮ ٍت َﺧ ِﻔْﻴ‬
ُ‫ ﻳَـ ْﻘَﺮأ‬,‫ﺼﻠِّﻰ‬
َْ
َ ُ‫ وَﻛﺎَ َن ﻋُ َﻤ ُﺮ ﻋْﻨ َﺪ َﻣﺎ ﻳ‬,‫ﺾ‬
َ ِ‫ َﻛﺎ َن ﻳَـ ْﻘَﺮأُ اﻟْ ُﻘ ْﺮآ َن ﺑ‬,‫ﺼﻠّﻰ ﺑِﺎﻟﻠﱠْﻴ ِﻞ‬
َُ
َ َ
ِ
ِ
ِ
ٍ ِ‫ﺑ‬
ٍ
ِ
ٍ ‫ﺼ ْﻮت َﺧﻔْﻴ‬
(( ‫َﲰَ ُﻊ َﻣ ْﻦ أُﻧﺎَﺟﻰ‬
ْ ‫ﺾ؟ ﻗَ َﺎل )) أ‬
َ
َ ِ‫ ﱂَ ﺗَـ ْﻘَﺮأُ ﺑ‬:‫ َو َﺳﺄ ََل اﻟﱠﺮ ُﺳ ْﻮ ُل َﻋﻠَْﻴﻪ اﻟ ﱠﺴ َﻼ ُم أَﺑَﺎ ﺑَ ْﻜ ٍﺮ‬.‫ﺼ ْﻮت َﺟ ِﻬ ٍْﲑ‬
ِ ْ ‫ى َﲰﻌﻪ‬
ٍِ
‫ﻆ‬
ْ ‫ﺾ َو‬
ُ َ‫ ))أُْوﻗ‬:‫ ﻓَـ َﻘ َﺎل‬,‫ َو َﺳﺄ ََل ﻋُ َﻤَﺮ‬.‫اﳉَ ِﻬْﻴـَﺮ‬
ُ ‫ﻓَﺄَﻧَﺎ أ َْﻋ ِﺮ‬
ُ ‫اﳋَﻔْﻴ‬
ُ ُ ْ ‫ َوﻳَ ْﺴﺘَ ِﻮى ﻟَ َﺪ ﱠ‬,‫ف أَﻧﱠﻪُ َﻏْﻴـ ُﺮ ﺑَﻌْﻴﺪ َﻋ ِّﲎ‬
ِ ِ ‫ ﻓَ َﺪ ﱠل ﻫ َﺬا )ﻋﻤﺮ( ﻋﻠَﻰ اﻟْﻤﺠ‬,((‫اﻟْﻮﺳﻨﺎن وأَﻃﱠِﺮد اﻟﺸﱠﻴﻄَﺎ َن‬
١٨٦
...‫ﺎﻫ َﺪ ِة‬
َ ‫ َو َذﻟ‬,‫ﺎﻫ َﺪة‬
َ ‫ﻚ )أَﺑـُ ْﻮ ﺑَ ْﻜ ٍﺮ( َﻋﻠَﻰ اْﳌُ َﺸ‬
َ َ ُ َ َُُ َ
ْ ُ َ َْ َ
Artinya:
Bahwasanya Abu Bakar tatkala salat malam, ia membaca al-Qur’an dengan
suara yang rendah. Adapun Umar tatkala salat, ia membaca dengan suara yang
keras. Dan Rasulullah saw. bertanya kepada Abu Bakar. Kenapa engkau
membaca dengan suara yang rendah? Ia menjawab: (Saya memperdengarkan
siapa yang kuseru) maka saya mengenali bahwa Dia tidak jauh dariku. Sama
saja bagi-Nya suara rendah ataupun keras. Dan Rasulullah saw. bertanya
kepada Umar, ia berkata: (saya membangunkan orang yang tidur dan mengusir
syetan), maka kondisi tersebut menunjukkan Umar dalam kondisi muja>hadah
sedangkan Abu Bakar kondisi penyaksian...
Kemudian direalisasikan pada akhir abad ketiga, terlihat pemahaman zikir
pada tarekat al-Mula>matiyah terbagi dari empat bentuk, yaitu: zikir lisan, zikir hati,
zikir sir, zikir ruh. Jika zikir ruh ini nyata maka terdiamlah sir, hati dan lisan dari
berzikir dan ini dinamakan zikir penyaksian. Jika zikir sir ini nyata maka terdiamlah
hati dan lisan dari berzikir dan dinamakan zikir ketakjuban. Jika zikir hati ini nyata
185
Lihat, J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam, terj. h. 209.
186
Al-Hujwiri>, Kasyf al-Mah}ju>b, (t.c; t.t: al-Iskandariyyah, 1973) h. 268.
69
maka redalah zikir lisan dari berzikir dan ini dinamakan zikir ayat-ayat dan nikmat.
Jika hati lalai dari zikir maka zikir lisanpun berzikir dan ini dinamakan zikir
ibadah.187 Oleh karena itu Tarekat Naqsyabandiyah mengikuti tradisi Tarekat al-
Mula>matiyah berkenaan dengan zikir, mengelola wasilah dan pelantunan sama‘at
dan berkonsentrasi pada zikir khafi.188
Begitupun juga persoalan silsilah dalam Tarekat Naqsyabandiyah berbeda
dengan tarekat-tarekat yang lain. Dalam silsilah Tarekat Naqsyabandiyah, terdapat
silsilah barzakhi atau uwaisi. Pembaitan ini biasanya melalui jalur ruhani.
Bruinessen menyatakan barzakhi adalah pembaitan yang berasal dari alam barzakh,
alam antara, yaitu tempat bersemayamnya ruh orang yang meninggal sebelum
datangnya hari kebangkitan. Adapun uwaisi berasal dari nama Uwais al-Qarani,
orang Yaman dan sezaman dengan Rasulullah saw. ia tidak pernah berjumpa dengan
Rasulullah saw. ketika beliau masih hidup tetapi dipercaya telah diislamkan oleh ruh
Rasulullah saw.189
Maka tercatat dalam sejarah Tarekat Naqsyabandiyah, beberapa dari guru
mereka mendapatkan silsilah melalui proses barzakhi, seperti: Abu> Yazi>d al-Bist}ami>,
Abu> Hasan al-Kharaqani, Abu> Ya‘qub Yusuf al-Hamdani, ‘Abd al-Khaliq alGhujdwani, dan Baha’ al-Di>n mendapat bimbingan secara ruhani dari ruh ‘Abd alKhaliq al-Ghujdwani, yang telah meninggal 100 tahun lebih sebelum kelahiran
Baha’ al-Di>n.190 Oleh karena itu, Tarekat Naqsyabandiyah mendapatkan banyak
kecaman dari kalangan ulama fikih maupun dari kalangan sufi itu sendiri.
187
Ibra>hi>m Basyu>ni>, Nasy'ah al-Tas}awwuf al-Isla>mi>, h. 162.
188
J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam, h. 208.
Martin Van Bruinessen, The Tarekat Naqsyabandiyah in Indonesia - a historical,
geographical, and sosiological survey, h. 49.
189
190
Mustamin Arsyad, Islam Moderat: Refleksi Pengamalan Ajaran Tasawuf, h. 112.
70
E. Kerangka Pikir
Manusia sufi adalah manusia yang mampu mencetak dirinya dalam blue
print. Rasulullah sebagai teladannya. Oleh karena itulah seorang sufi harus bisa
bergaul dengan kepribadian Rasulullah saw. serta menyirami dirinya dengan
kecintaan dan penedalanan Nabi saw. dan keluarganya.191 Suri keteladanan
Rasulullah saw. bersumber pada Sabda Ilahi yang secara zahir di rangkum dalam
sebuah mushaf.
Tasawuf merupakan salah satu bentuk pengaplikasian keteladanan Rasulullah
saw. Tasawuf ini berkembang dan terpecah sesuai dengan karakteristik beberapa
sufi. Sufi-sufi tersebut terkenal dan membuat aturan sebagai sarana pelatihan ruhani
bagi para muri>d yang mengikutinya. Muri>d yang mendapatkan kepercayaan dari
seorang sufi terangkat menjadi seorang wakil (khalifah) yang ditugaskan
menyebarkan ajaran-ajaran mereka di berbagai pelosok dunia.
Begitupun
Tarekat
Naqsyabandiyah
pendirinya
Baha’
al-Din
yang
mengajarkan beberapa asas dalam tarekat tersebut. Tarekat Naqsyabandiyah
merupakan bentuk tasawuf yang diorganisasikan, tumbuh dan berkembang dengan
pesat di daerah Asia,
terkhusus di daerah Nusantara Indonesia. Kota Palu
merupakan salah satu daerah tersebut. Surau yang dibangun untuk mengaplikasikan
beberapa amalan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Amalan tersebut berupa:
zikir, tawajjuh, sedekah, ubudiyah, ziarah dan suluk.
Amalan-amalan tersebut merupakan dasar pelatihan setiap muri>d Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah yang mengarahkan kepada suatu karakteristik
Muhammad Sholikin, Tasawuf Aktual – Menuju Insan Kamil (Cet. I; Semarang: Pustaka
Nuun, 2004), h. 23.
191
71
kesadaran spritual pribadi. Kesadaran spritual pribadi ini terlihat dari setiap
Khalifah-khalifah, hingga memberikan kontribusi terhadap masyarakat.
Adapun kerangka pikir yang tergambar dalam suatu bentuk bagan
sebagaimana gambar dibawah ini:
Allah
Rasulullah
Sufi
Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah
Doktrin Teologis
Doktrin Amalan
Khalifah-Khalifah
Pemikiran tentang
amalan
Kontribusi terhadap
Masyarakat
Kerangka Pikir
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Lokasi Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian kualitatif yakni
penelitian yang bermaksud untuk mengeksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu
fenomena dan kenyataan yang terjadi dengan menjelaskan sejumlah variabel yang
berkenaan dengan masalah yang diteliti.1
Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian lapangan (field research,
field work). Penelitian lapangan (field research, field work) merupakan studi
terhadap realitas kehidupan sosial masyarakat secara langsung.2 Oleh karena itu
penelitian ini meneliti peristiwa-peristiwa yang ada di lapangan sebagaimana
adanya.
2. Lokasi Penelitian.
Penelitian ini berlokasi di kota Palu Sulawesi Tengah, dengan pertimbangan:
Pusat pertumbuhan dan perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di
bawah kepemimpinan S.S.H Amiruddin K.Y bin Moh. Khoir Hasjim al-Khalidi q.s.
berawal di kota Palu.
Kota Palu merupakan kota dari pemekaran Kabupaten Donggala yang telah
menjadi kotamadya dan merupakan ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah dengan luas
wilayah 395,06 km2. Kota Palu terbagi atas delapan kecamatan, yaitu: Kecamatan
Sanafiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial (Cet. VI; Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2003), h. 20.
1
Lembaga Penelitian Universitas Islam Malang, Metode Penelitian Kualitatif – Tinjauan
Teoritis dan Praktis, Edisi Revisi (Cet. III; Surabaya: Visipress Media, 2009), h. 60
2
72
73
Palu Barat, Kecamatan Palu Timur, Kecamatan Palu Utara, Kecamatan Palu
Selatan, Kecamatan Mantikulore, Kecamatan Tatanga, Kecamatan Taweli dan
Kecamatan Ulujadi.3
Berdasarkan data statistik yang ada, jumlah penduduk kota Palu sebanyak
347.856 jiwa, dengan persentase pemeluk agama kota Palu, yaitu: 80,23% Islam, 11,
67% Kristen, 2,52% Katolik, 2,31% Hindu, 3,27% Budha.4 Adapun Muballig Islam
terdiri dari 295 orang, Pendeta Kristen 196 orang, Pastor Katolik 4 orang, Pemangku
Hindu 3 orang, dan Pandhita 1050 orang.5
Namun adanya pemuka agama di kota Palu belum mampu meredakan gejolak
kejahatan yang merebak. Itu terlihat dari banyaknya perkara tindak pidana korupsi
mencapai empat perkara.6 Juga tercatat di Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah,
banyaknya kejahatan terhadap jiwa sekitar 1901 dan kejahatan terhadap benda
sekitar 1671 perkara. Dengan demikian jumlah keseluruhan dari tindak kejahatan
sekitar 3572 perkara.7
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kota Palu sebagai organisasi tarekat
muncul di tengah-tengah masyarakat Palu, sebagai sekolah yang bercorak pembinaan
spiritual untuk membentuk pribudiluhur masyarakat. Tarekat ini berlokasi di kota
Palu Kecamatan Palu Utara Kelurahan Kayumalue. Namun perkembangan Tarekat
ini cukup signifikan yang dikemudian hari pusat tarekat ini dilokasikan di kota
Jakarta. Meskipun demikian, ada satu tokoh senior bernama Satriyo Prayitno sebagai
BPS 2010 Provinsi Sulawesi Tengah, h. 7.
3
BPS 2010 Provinsi Sulawesi Tengah, h. 148.
4
BPS 2010 Provinsi Sulawesi Tengah, h. 150-152.
5
BPS 2010 Provinsi Sulawesi Tengah, h. 143.
6
BPS 2010 Provinsi Sulawesi Tengah, h. 144.
7
74
khalifah pertama Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah atau pimpinan zahiriyah Palu,
ia merupakan salah satu tokoh khalifah yang berperan dalam pengembangan tarekat
di kota Palu. Hingga saat ini, ia masih bermukim di kota Palu dan memiliki peran
yang cukup berpengaruh. Oleh karena itu peneliti memilih lokasi ini.
B. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini sifatnya penelitian agama. Penelitian agama adalah penelitian
tentang agama dalam arti ajaran, belief (sistem kepercayaan) atau sebagai fenomena
budaya dan agama dalam arti keberagaman (religiousity), perilaku beragama atau
sebagai fenomena sosial. Karena itu, diperlukan teori ilmiah yang relevan untuk
penelitan agama. Dalam pembahasan ini, teori-teori ilmiah itu digunakan sebagai
pendekatan sekaligus sebagai model dalam penelitan agama. Teori ilmiah itu
meliputi teologi (ilmu-ilmu keagamaan), sosiologi, antropologi, psikologi, filologi
(hermeneutika), sejarah dan filsafat.8
Oleh karena itu penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan yang
dinilai dapat menunjang kesempurnaan data yang diharapkan. Di antara pendekatan
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan teologis normatif, pendekatan yang digunakan dengan merujuk
sumber pada al-Qur’an dan Hadis.
2. Pendekatan filosofis, pendekatan yang digunakan untuk mengetahui hikmah,
inti atau hakekat dari suatu objek yang diteliti. Pendekatan ini digunakan
untuk mengarahkan cara berfikir dalam mensistematisasi pembahasan dengan
menggunakan kerangka berfikir yang ilmiah.
Imam Suprayogo, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, (Cet.I; Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2001), h. 54.
8
75
3. Pendekatan sufistik, pendekatan yang digunakan untuk melihat dan
membiarkan tradisi tasawuf berbicara atas namanya sendiri menyangkut uraian
yang dipaparkan. Ini adalah cara pandang spritual yang biasanya diterapkan
para sufi dengan memandang segala sesuatu sebagai tanda-tanda Allah. Tandatanda inilah yang menjadi sumber inspirasi bagi para sufi, sekaligus sebagai
sarana untuk menghayati dan mendekati Allah.9
4. Pendekatan Sosiologis digunakan untuk menjelaskan interaksi masyarakat
dengan khalifah dalam mengembangkan kerjasama di bidang sosialkeagamaan.
C. Sumber Data
1. Data Primer
Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung oleh peneliti dari
objek penelitian di lapangan. Dalam memperoleh data ini, peneliti berhadapan
langsung dengan informan untuk mendapatkan data yang akurat, agar dalam
melakukan pengolahan data tidak mengalami kesulitan. Sumber data primer dalam
penelitian ini adalah Khalifah-khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kota
Palu. Dalam hal ini peneliti memilih tiga orang dari 12 orang khalifah di kota Palu.
Adapun khalifah yang lain merupakan variabel tambahan. Ketiga orang sebagai
seleksi
dari
beberapa
khalifah
yang
memiliki
pengaruh
dalam
Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah, yaitu;
a. Satrio Prayitno.
b. Achmad Rizal
c. Rusdin
Salahuddin, Misykat Cahaya-cahaya: Telaah Pemikiran Tasawuf Falsafi Imam al-Ghaza>li>
(Cet. I; Makassar: Alauddin Press, 2011), h. 15.
9
76
2. Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data tambahan yang berupa tulisan, buku dan
bentuk dokumen lainnya yang berkaitan dengan objek yang diteliti. Data dalam
bentuk tulisan, buku dan dokumen lainnya digunakan untuk menguatkan hasil
temuan di lapangan agar data tentang peranan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
kota Palu dan khalifahnya dapat terungkap secara utuh.
D. Instrument Penelitian
Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat penelitian
adalah peneliti sendiri. Peneliti sebagai human instrument, berfungsi menetapkan
fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan
data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan dan membuat kesimpulan atas
temuannya.10
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa dalam penelitian
kualitatif pada awalnya permasalahan belum jelas maka yang menjadi instrumen
adalah peneliti sendiri. Tetapi setelah masalah yang dipelajari jelas, dapat
dikembangkan instrumen. Untuk itu instrumen yang digunakan adalah check list,
tape recorder dan kamera.
E. Metode Pengumpulan Data
Peneliti melakukan pengamatan langsung pada lokasi penelitian di kota Palu
yakni Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Yang dimaksud pengamatan langsung
yaitu : Peneliti secara langsung berinteraksi dengan jamaah Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah dan Masyarakat yang berada di sekitar Pesantren Hasan Ma’shum.
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Cet. XVII; Jakarta: Raja Grafindo Persada 2010)
10
h. 306
77
Untuk mencari data yang objektif, maka peneliti menggunakan observasi,
wawancara, dan dokumentasi sebagai metode primer dan sekunder untuk
memperoleh data yang dibutuhkan. Adapun jenis data yang digunakan adalah data
kualitatif, sebab penelitian ini berusaha untuk mengungkap keadaan yang bersifat
alamiah.11
a. Observasi. Observasi dilakukan dimana segala sesuatunya disiapkan oleh petugas
dan pencatatan data yang terkumpul hasil observasi dilakukan oleh observer itu
sendiri. Dari alat-alat observer yang telah disiapkan.12 Oleh karena itu peneliti
melaksanakan kegiatan observasi ini dalam bentuk partisipatif. Sehingga peneliti
mengadakan pengamatan terhadap objek baik secara langsung maupun tidak
langsung dengan menggunakan pedoman observasi. Peneliti dalam hal ini,
mengadakan observasi dengan mengikuti kegiatan suluk Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah. Begitupun peneliti mengikuti kegiatan yang dilakukan di luar suluk
yaitu kegiatan yang dilakukan di rumah-rumah para jamaah Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah. Begitupun juga peneliti mengamati keadaan
lingkungan Pajeko yang merupakan daerah pembangunan Pondok Pesantren
Hasan Ma’shum
b. Wawancara yaitu peneliti mengadakan wawancara, baik secara langsung maupun
tidak langsung kepada sumber data dengan menggunakan pedoman wawancara.
Adapun pedoman wawancara tidak terstruktur. Peneliti dalam hal ini mewancarai
khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Jamaah Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah dan Masyarakat yang berada di Pajeko
Umam U. Dkk, Metode Penelitian Agama; Teori dan Praktek (Jakarta: Raja Grafindo,
2006), h. 70.
11
Joko Subagyo, Metode Penelitian; Dalam Teori dan Praktek (Cet. II; Jakarta: Rineka Cipta,
1997), h. 63.
12
78
c. Dokumentasi yaitu peneliti mengumpulkan data dari beberapa dokumen-dokumen
penting, seperti arsip-arsip yang mendukung kelengkapan data penelitian ini. Di
dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan beberapa dokumen, antara lain:
1) Dua buku karangan mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Amiruddin.
Kedua buku tersebut belum diterbitkan, namun beberapa penganut tarekat
telah memperbanyak dalam bentuk kopian yang dijadikan bacaan. Buku
pertama berjudul pola umum dan pola dasar dan buku kedua berjudul sistem
dan metedologi beragama.
2) Data Induk Jama‘ah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
3) Data berupa nama-nama pewaris silsilah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah.
4) Data berupa tata tertib majelis zikir Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
5) Data berupa buku karangan Djaman Nur. Buku tersebut berjudul: Tasawuf dan
Tarekat Naqsyabandiyah: pimpinan Prof. Dr. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya.
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif, yakni penyusunan
data untuk kemudian dijelaskan dan dianalisis serta dilakukan bersamaan dengan
pengumpulan data. Analisis deskriptif ini dimaksudkan untuk menemukan dan
mendeskripsikan tentang peran Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dalam upaya
pencerahan spritual umat di kota Palu. Penelitian ini mendeskripsikan serta
menginterpretasikan secara faktual dan akurat mengenai fakta-fakta yang ada.
Proses pengolahan data mengikuti teori Miles dan Huberman, sebagaimana
yang dikutip oleh Sugiyono, bahwa proses pengolahan data melalui tiga tahap, yaitu
reduksi data, penyajian data (display data) dan verifikasi data atau penarikan
79
kesimpulan.13 Data yang dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Reduksi data
Semua data dilapangan dianalisis sekaligus dirangkum, dipilih hal-hal yang
pokok dan difokuskan pada masalah pokok yang dianggap penting, dicari tema dan
polanya sehingga tersusun secara sistematis dan muda dipahami.14
2. Penyajian data
Penyajian data yang dimaksud adalah penyajian data yang sudah disaring dan
diorganisasikan secara keseluruhan dalam bentuk tabulasi dan kategorisasi. Dalam
penyajian data dilakukan interpretasi terhadap hasil data yang ditemukan sehingga
kesimpulan yang dirumuskan menjadi lebih obyektif.
Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data.
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data biasa dilakukan dalam bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya.
3. Penarikan kesimpulan atau Verifikasi data
Verifikasi data, yaitu peneliti membuktikan kebenaran data yang dapat
diukur melalui informan yang memahami masalah yang diajukan secara mendalam
dengan tujuan menghindari adanya unsur subjektifitas yang dapat mengurangi bobot
tesis.
G. Pengujian Keabsahan Data
Dalam penelitian kualitatif perlu ditetapkan keabsahan data untuk
menghindari data yang bias atau tidak valid. Hal ini untuk menghindari adanya
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif, dan R&D
(Cet. VI; Bandung: Alfabeta, 2008), h. 246.
13
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif, dan R&D, h.
14
234.
80
jawaban dan informan yang tidak jujur. Pengujian keabsahan data dalam penelitian
ini menggunaka teknik triangulasi yaitu teknik pengujian keabsahan data dengan
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data yang ada untuk kepentingan pengujian
keabsahan data atau sebagai bahan perbandingan terhadap data yang ada.
Triangulasi dilakukan dan digunakan mengecek keabsahan data yang terdiri dari
sumber, metode dan waktu.15
Pengujian keabsahan data yang dilakuakan dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan tiga macam triangulasi, yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik
dan tiangulasi waktu.
1. Triangulasi dengan menggunakan sumber yaitu dengan membandingkan dan
mengecek kembali derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari
lapangan penelitian melalui sumber yang berbeda.
2. Triangulasi dengan menggunakan teknik yaitu dilakukan dengan cara
membandingkan hasil data observasi dengan data hasil wawancara, sehingga
dapat disimpulkan kambali untuk memperoleh derajat dan sumber sehingga
menjadi data akhir autentik sesuai dengan penelitian ini.
3. Triangulasi dengan menggunakan waktu dilakukan dengan cara melakukan
pengecekan wawancara, observasi dalam waktu dan situasi yang berbeda untuk
menghasilkan data yang valid sesuai dengan masalah penelitian.16
4. Perpanjangan pengamatan. Perpanjangan pengamatan yaitu penambahan
waktu untuk mengamati kembali lokasi penelitian agar data yang masih
kurang akurat dapat menjadi lebih akurat lagi.
Sanafiah Faisal, Metodologi Penelitian Sosial (Cet. I; Jakarta: Erlangga, 2001), h. 33.
15
Sanafiah Faisal, Metodologi Penelitian Sosial, h. 373.
16
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah Kota Palu
1. Sejarah awal Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah pertama kali masuk di Palu melalui
khalifah-khalifah Kadirun Yahya,1 pada tanggal 9 April 1991. Gelombang
kedatangan Khalifah Kadirun Yahya terdiri atas:
a. Gelombang pertama pada tahun 1991. Amiruddin, Kanugrahan dan Iskandar
merupakan khalifah-khalifah yang pertama kali masuk di kota Palu. Gelombang
pertama ini merupakan pengutusan pertama kalinya maka masyarakat Palu belum
mengetahui tentang Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah sehingga hanya tiga dari
masyarakat yang berbaiat pada saat itu.
b. Gelombang kedua pada tahun yang sama, dua orang khalifah Kadirun Yahya
diutus. Khalifah tersebut, yaitu: Satriyo Prayitno dan Abdul Fatah. Jumlah
jamaah pada saat itu mencapai 50 jamaah.2
c. Gelombang ketiga yang disusul oleh Muqaddim, Syamsul dan Fathani. Pada masa
ini, kegiatan dakwah para khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah semakin
berkembang sehingga berdirilah sebuah surau yang berlokasi di Tondo.
d. Gelombang keempat pada tahun 1993, Kadirun Yahya mengutus khalifahnya
bernama M. Saleh dengan misi melakukan pelayanan kepada masyarakat melalui
1
Menurut anggapan jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang berada dalam naungan
Amiruddin, Kadirun Yahya salah seorang mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah tetapi ia tidak
termasuk kategori yang mewariskan silsilah.
2
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, BTN Palupi Palu, 21 Maret 2014.
81
82
pengobatan sengatan lebah yang merupakan bentuk salah satu bentuk pengobatan
alternative. Bentuk pelayanan tersebut membuat masyarakat Palu mulai
mengenal Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah sehingga semakin banyak orang
yang masuk tarekat.3
Bulan April 1993, khalifah-khalifah yang diutus ke Palu, ditarik kembali oleh
Kadirun Yahya termasuk Amiruddin. Salah satu diantaranya, yaitu M. Saleh tetap
ditugaskan untuk tetap menjalankan kegiatan pelayanan pengobatan sengatan lebah
kepada masyarakat hingga pada tahun 1994.
Akhir tahun 1994, M. Saleh ditarik juga oleh Kadirun Yahya. Namun
kegiatan dakwah tetap dilanjutkan oleh jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
yang ada di Palu. Begitupun juga kegiatan amalan yang diberikan, seperti: zikir,
tawajuh dan ubudiyah tetap dilaksanakan oleh jamaah. Adapun kegiatan suluk tidak
dilakukan karena tidak ada pimpinan zahiriyah yang ditunjuk oleh Kadirun Yahya
sehingga jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang berhasrat untuk
melaksanakan amalan suluk mesti mereka mengunjungi daerah yang mengadakan
suluk, seperti: Samarinda, Jakarta, Tuban Gresik dan Sumatera Utara.
Awal tahun 2000, jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah mendirikan
lagi sebuah surau di daerah Sidera Palu tetapi surau tersebut belum dipergunakan
sebagai tempat zikir dan suluk bagi jamaah secara sempurna. Pada tanggal 11
September 2001, surau tersebut dibakar oleh masyarakat setempat karena dianggap
sebagai tempat kegiatan penyebaran aliran sesat yang melakukan kegiatan yang
berbeda dengan cara beribadah masyarakat setempat.
Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret
3
2013.
83
Pada tahun 2001, kepemimpinan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kota
Palu, diamanahkan kepada Amiruddin melalui pemberian ijazah, dari garis silsilah
ke-36, yakni Muhammad Khair Hasyim al-Khalidi untuk melanjutkan kepemimpinan
Kadirun Yahya ketika tahun tersebut Kadirun Yahya berlindung.4 Beberapa jamaah
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah memisahkan diri dari jamaah Amiruddin dan
mereka menempati surau yang ada di Tondo. Adapun alasan mereka adalah
Amiruddin tidak termasuk keturunan dari Kadirun Yahya begitupun juga Amiruddin
sebelumnya, tidak pernah mendapatkan izin dari Kadirun Yahya menjadi pemimpin
Tarekat Naqsyabandiyah. Oleh karena itu, jamaah Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah terbagi menjadi dua kelompok.
Kejadiaan yang sama di bulan Desember 2013, Amiruddin berlindung tanpa
menunjuk salah seorang khalifahnya. Para jamaah Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah berbeda dalam menanggapi tentang pewarisnya. Saharuddin, anak sulung
Amiruddin, menyatakan dirinya sebagai pewaris akan tetapi beberapa kalangan
khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah belum mampu menerima hal tersebut.5
2. Pondok Pesantren Hasan Ma’shum
Sejak Amiruddin diijazahkan pada tahun 2001 oleh Muhammad Khair
Hasyim, Ia pun kembali mengunjungi Palu pada tanggal 15 Januari 2002 yang
merupakan kedatangan kedua kalinya setelah ditarik oleh Kadirun Yahya pada tahun
1993.
4
Kata berlindung dipergunakan bagi seorang mursyid yang telah terpisah dengan wadahnya.
Sehingga tidak tampak dalam alam materi. Namun mayoritas jamaah tarekat memahami mursyid
dalam tataran materi. Oleh karena itu menjadi problematika dalam penentuan wadah mursyid tarekat
ketika ia berlindung tanpa menunjuk secara jelas siapa pewarisnya. Akan dijelaskan pada
problematika Mursyid
Observasi Keadaan Jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Surau Kayumalue, mulai
5
bulan Maret hingga April 2014.
84
Para jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang ada di kota Palu
segera mendirikan surau di jalan Batu Bata Indah. Surau tersebut didirikan dalam
enam hari. Kemudian, tanggal 17 Januari 2002 menjadi tempat suluk perdana dalam
sejarah berdirinya Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Palu. Surau tersebut
sampai sekarang masih dijadikan tempat kegiatan zikir, tetapi kegiatan suluk belum
dapat dilaksanakan kembali secara rutin sebagaimana tahun sebelumnya, karena
tidak dapat menampung jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang
jumlahnya sampai ratusan.
Tahun 2005, didirikan lagi sebuah surau di jalan Pue Kodi Kelurahan
Kayumalue Pajeko, Kecamatan Palu Utara kota Palu. Surau inilah yang diberikan
nama Pondok Pesantren Hasan Ma’shum.6
Pondok Pesantren Hasan Ma’shum merupakan sekolah yang memberikan
kurikulum pelatihan ruhani. Nama tersebut terambil dari nama kecil guru ruhani
Amiruddin. Pondok Pesantren Hasan Ma’shum berlokasi di jalan Pue Kodi,
Kelurahan Kayumalue Pejeko, Kecamatan Palu Utara, Kota Palu. Letaknya di tepi
pantai sekitar 500 meter dari jalan provinsi, dengan luas lokasi 100 x 70 = 7000 m2.
Pondok Pesantren Hasan Ma’shum memiliki satu bangunan utama.
Bangunan utama tersebut berbentuk mesjid lebih dikenal oleh jamaah Surau
Kayumalue. Bagian depan Pondok Pesantren tersebut merupakan pantai yang telah
menjadi bagian dari Pondok Pesantren yang dibangun pedepokan kecil yang
6
Setelah Pusat Tarekat Nasyabandiyah Khalidiyah di bawah kepemimpinan Amiruddin
dipindahkan ke Jakarta Timur, Surau ini dinamakan Surau Majelis Zikir, yang kemudian hari setelah
Amiruddin berlindung, Surau ini menjadi tempat Saharuddin, pewaris mursyid oleh pandangan
beberapa kalangan jamaah. Saharuddin adalah anak pertama Amiruddin. Ia mengadakan suluk
perdana selama 10 hari di bulan Maret 2014.
85
dipergunakan sebagi tempat berkumpul jamaah. Di dalam bangunan tersebut dibagi
dari beberapa ruangan. Keadaan ruangan tersebut, dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 1
Keadaan Ruangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
Ruangan
Kamar Guru
Ruang Tamu Guru
Ruang Salat dan Berzikir
Ruang Pendaftaran
Ruang Sekretariat
Ruang Suluk
Mihrab
Ruang Ahlul Bait
Wc Jamaah Pria
Wc Jamaah Wanita
NO.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Jumlah
1
1
2
1
1
2
2
1
10
8
3. Keadaan Jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kota Palu
Keadaan jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kota Palu di bawah
kepemimpinan Amiruddin mulai tahun 2001 hingga 2013 dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Tabel 2
Keadaan Jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah Kota Palu
Tahun 2001-2013
Tahun
Jenis Kelamin
Keterangan/ Pendidikan Terakhir
Jumlah
Lk
Pr
NP
SD
SMP
SMA
PT
2001
83
94
41
20
32
82
30
382
2002
123
111
7
32
46
96
43
458
2003
120
114
9
42
38
93
34
450
86
2004
128
105
9
16
32
118
44
452
2005
143
115
15
84
82
63
14
516
2006
195
60
10
20
55
67
40
447
2007
151
114
25
49
66
77
46
528
2008
165
110
10
78
51
74
52
540
2009
210
100
20
30
67
103
90
620
2010
67
38
0
19
27
41
5
197
2011
46
35
1
8
15
39
8
152
2012
46
32
3
4
15
28
28
78
2013
23
24
0
12
6
19
10
47
Jumlah
1500
1052
150
414
532
900
444
4867
Berdasar dari tabel di atas, maka terlihat perkembangan jumlah jamaah
tarekat di kota Palu pada tahun-tahun terakhir tidak terlalu meningkat walaupun
sebelumnya mulai tahun 2001sampai dengan 2011 terlihat jumlah jamaah yang
masuk dalam tahun mencapai angka ratusan. Peneliti melihat hal yang menyebabkan
angka jamaah menurun karena pada tahun 2009. Pusat Yayasan Pondok Pesantren
Hasan Ma’shum dialihkan ke Jakarta sehingga banyak dari masyarakat lebih
memilih berbaiat di Jakarta. Adapun pengalihan pusat Yayasan Pondok Pesantren
Hasan Ma‘shum disebabkan rumah pribadi Amiruddin terletak di kawasan tersebut.
Mahmud Lasawedi menyatakan:
Yayasan Maulana Amiruddin Sayyed Syekh H. Amiruddin Kadirun Yahya bin
Muhammad Khair Hasyim al-Khalidi memiliki beberapa majelis zikir di
Indonesia dan di luar negeri seperti di Malaysia dan Australia. 7
7
Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Pue Bongo Palu, 19 April 2014.
87
Adapun wilayah-wilayah di Indonesia yang merupakan naungan Yayasan
Amiruddin, meliput wilayah Jakarta, Palu, Tyawa, Bangku, Toli-toli, Boul, Kendari,
Tuban, Sedayu, Paciran, Pangean,8 Tombak, Daun, Siblga, Medan, Palembang dan
Mataram.9 Daerah-daerah tersebut telah didirikan Majelis zikir, dalam hal ini surau
untuk ditempati untuk berzikir dan suluk.
Adapun daerah di kota Palu yang dijadikan tempat berzikir para jamaah
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah berdasar dari hasil observasi di bulan Maret dan
April 2014, terdiri atas:
a. Jalan Samudera II Lr. II no. 7 A. Rumah kediaman Rusdin. Jamaah yang sering
mengikuti keluarga Rusdin yang terdiri dari Istri, dua anak laki-lakinya, dan
saudara sebapak dan jamaah dari Masomba. Jamaah yang hadir di rumah ini
cukup banyak mencapai 15 jamaah. Jadwal kegiatan malam Senin
b. Jalan Palola no. 24
c. Jalan Kelor ujung
d. Jalan Manggis. Jamaah yang hadir disetiap zikir pada daerah ini cukup banyak
rata-rata lebih dari sepuluh jamaah yang datang dari daerah lain di kota Palu.
Jadwal kegiatan malam Kamis
e. Jalan Tanjung Manimbaya Masomba. Rumah kediaman H. Syamsuddin salah
seorang khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Jamaah yang hadir di
tempat ini tidak terlalu banyak hanya sekitar tujuh orang namun diwaktu-waktu
lain mencapai dua puluh jamaah. Jadwal kegiatan zikir pada malam Ahad.
f. Kalukubula.
8
Wilayah ini tidak lagi dilakukan amalan disebabkan petugas yang disana wafat. Rusdin (45
tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret 2013.
Sumber Dokumen, Data Wilayah, dikutip tanggal 14 September 2013.
9
88
Kegiatan-kegiatan zikir berjamaah dilakukan setiap malamnya di rumahrumah yang telah ditentukan kecuali malam Selasa dan Jumat dilakukan di Surau
Kayumalue Pajeko.
B. Khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Kota Palu
Khalifah tarekat merupakan peluncur dalam menyebarkan dan mengembangkan tarekat. Amiruddin menyatakan:
Sesungguhnya khalifah itu adalah:
- Wajah guru: Eksistensi seorang khalifah dihadapan jama‘ah maupun di luar
jama‘ah haruslah dapat menunjukkan ajaran gurunya. Karena sesungguhnya
khalifah itu mewakili gurunya.
- Barisan depan daripada guru dan misi gurunya: Seorang khalifah haruslah
mengambil tempat terdepan untuk memperjuangkan misi gurunya dan
bertanggung jawab atas keberhasilan/ketidakberhasilan misi gurunya karena
sesungguhnya misi gurunya itu adalah misi keTuhanan yang sangat mulia
kedudukannya.
- Pelayan daripada guru, misi gurunya, murid guru dan keluarga gurunya.
Seorang khalifah haruslah mempersiapkan sarana dan prasarana yang
diperlukan demi untuk suksesnya misi gurunya.10
Dalam hal ini, kota Palu merupakan salah satu daerah pengembangan misi
dari ajaran Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang terbesar kedua. Khalifah
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kota Palu berjumlah 13 orang. Khalifah
khalifah tersebut, yaitu :
1) Andi L. Amar
2) Kaharuddin Kasim
3) Ahmad Risal
4) Mahmud Lasawedi
5) Rusdin
6) Sarman
Sumber Dokumen, Pola Umum/Fatwa 1 Yayasan KH Amir KY Pondok Pesantren Hasan
Ma’shum, dikutip tanggal 23 Maret 2014.
10
89
7) H. Subhan Syam
8) H. Syamsuddin
9) H. Taufik Ede
10) Bahar Umar
11) Arif
12) Puji Raharjo, dan
13) Satriyo Prayitno
Khalifah-khalifah tersebut memiliki perbedaan jenjang pendidikan. Di antara
ketiga belas khalifah tersebut, peneliti hanya memaparkan tiga biografi dari tiga
belas khalifah sebagai bentuk gambaran kehidupan khalifah-khalifah Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu. Khalifah-khalifah itu, antara lain:
1) Satriyo Prayitno
2) Achmad Risal
3) Rusdin.
Ketiga khalifah ini telah memberikan kontribusi dalam menyebarkan dan
mengembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu. Satriyo Prayitno
merupakan khalifah pertama dan pemimpin suluk zahiriyah di kota Palu di bawah
kepemimpinan silsilah ke-37 Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Prayitno telah
melalui masa transisi dari beberapa pergantian mursyid Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah. Para mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah itu adalah
Muhammad Khair Hasjim al-Kha>lidi, Kadirun Yahya, dan saat ini Amiruddin.
Achmad Risal merupakan staf ahli Amiruddin yang telah banyak menjadi
pembicara dalam seminar pengenalan tentang Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
di kota Palu. Sedangkan Rusdin, merupakah khalifah yang aktif dibidang akademik
90
dan sering membawakan dakwah-dakwah pada masyarakat kota Palu. Oleh karena
itu beberapa biografi singkat tentang khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
sebagai berikut:
1. Satriyo Prayitno
Satriyo Prayitno salah seorang khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
lebih dikenal dalam jamaah tarekat dengan nama bang Pray. Ia lahir pada tanggal 1
Oktober 1959 dan mengikuti jenjang sekolah formal SD dan SMP di Gresik.
Kemudian lanjut di SMA 3 Malang. Setelah sekolah menengahnya selesai, ia lanjut
perkuliahan di ITB jurusan Kimia.
Prayitno dilahirkan dari keluarga yang terdidik dan dibesarkan melalui
naungan Muhammadiyah.
Saya ini orang Muhammadiyah loh aslinya. Orang tua saya ini Muhammadiyah
asli. Saya paling benci dengan tarekat. Orang tahlilan saya paling benci. Sejak
kecil saya di Muhammadiyah. Keluarga saya Muhammadiyah ketat.11
Sehingga konsep kemuhammadiyaan pun ia geluti dan mengalir hingga mencapai
jenjang perkuliahan.
Ketika jenjang perkuliahannya masuk semester terakhir dan saat itu ia
melakukan penelitian terakhir. Ia sering mengadakan diskusi bebas di Mesjid Salman
bersama mahasiswa lain, seperti: mahasiswa dari Fakultas Tehnik Sipil dan Tehnik
Industri. Mereka membahas tentang jamaah agama.
Disaat melakukan penelitian akhir. Ada teman-teman satu kampus, itu kan
anak-anak Tehnik Industri, kita kan senantiasa kumpul di Mesjid Salman
disitu juga kita sering diskusi agama dengan anak Tehnik Sipil, Tehnik
Industri. Saya termasuk Tehnik Kimia kumpul-kumpul di sana membahas
tentang oknum agama, kan Mesjid Salman di sana tempat berkumpulnya
semua aliran di sana, jadi di ITB itu selain akademisi juga spiritual juga tinggi
sekali disana. Disana itu setiap hari Minggu, yang agama lain ke Gereja yang
11
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, BTN Palupi Palu, 21 Maret 2014.
91
agama Islam ke Mesjid. Di sana, kita membuat mentoring-mentoring kecilkecil. Anak SMA diajak, kita sebagai mentornya memberikan pelajaran
tentang agama, pendidikan dan banyak lagi.12
Di samping itu, pengaruh eksternal yang membawanya selalu mengikuti
pengajian ketika ia berada disemester akhir. Pada waktu itu, ia mengadakan praktek
uji coba pelajaran kimia tentang mencampur unsur senyawa dan alat pengisap di
laboratorium rusak. Sehingga reaksi kimia itu mempengaruh pikirannya, ia
merasakan pikirannya blank. Hal ini yang mendorongnya mengikuti diskusi.
Diskusi-diskusi dan kegiatan-kegiatan yang ia lakukan di Mesjid Salman,
menyebabkan ia bertemu dengan mahasiswa-mahasiswa dari Tehnik Industri yang
telah lama masuk dalam tarekat. Proses pertemuan dan diskusi itu merubah pola
pemikirannya. Ia menyatakan:
Saya ini orang-orang yang kesasar diketuhanan. Ketika saya ketemu dengan
yang ITB itu saya berubah. Di ITB itulah yang mengubah cara berpikir saya.
Disitulah kita ketemu anak-anak Tehnik Industri yang duluan masuk di
tarekat, di situlah saya tertarik bagaimana agama secara kaffahnya.13
Pada tanggal 3 Mei 1986, Prayitno masuk Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Bandung melalui khalifah Kadirun Yahya. Prayitno saat itu dibaiat oleh
salah seorang khalifah Kadirun Yahya sekaligus sebagai menantu Kadirun Yahya. Di
dalam tarekat, Prayitno pernah menjadi khadam,14 Kadirun Yahya selama dua
tahun.15
12
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, BTN Palupi Palu, 21 Maret 2014.
13
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, BTN Palupi Palu, 21 Maret 2014.
14
Khadam diartikan sebagai pelayan guru, ia selalu berada disamping guru, ketika guru
membutuhkan sesuatu, dialah yang melayaninya. Diutamakan sebagai khadam jika ia masih pemuda
belum menikah.
15
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, BTN Palupi Palu, 21 Maret 2014.
92
Beberapa kalangan dari jamaah tarekat menerangkan bahwa Prayitno ini
merupakan tokoh senior dan pemimpin suluk zahiriyah pertama di kota Palu
sehingga ia selalu berada diposisi paling ujung sebelah kiri, baik dalam salat
berjamaah begitupun juga ia lebih diutamakan memimpin wirid.16
Tidak terbatas dari proses diskusi yang membuat ia lebih tertarik dengan
tarekat. Namun ia melihat bahwa di dalam tarekat ada sesuatu yang khusus, tidak
ditemukan dalam pendidikan formal. Karena di dalam tarekat, ada sebuah kurikulum
yang dipergunakan untuk membentuk spiritual masyarakat. Keadaan itu dirasakan
ketika ia sebagai khadam Kadirun Yahya.17 Sejak itu ia pun mengikuti kegiatankegiatan yang diadakan dalam tarekat.
Saat ini, setelah mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang ke-37
berlindung, Ia menginginkan pembaharuan dalam tarekat, karena ia melihat
kebanyakan jamaah tarekat di kota Palu hanya melihat sisi fenomena. Begitupun
juga pada masa Amiruddin, pengangkatan muri>d menjadi petoto terlalu cepat dan
mudah. Sehingga terdapat beberapa penyimpangan yang muncul di kalangan muri>d.
Konsep pembaharuan bertujuan untuk memahamkan kepada jamaah tarekat
tentang tatacara menjadi seorang pribadi berakhlak yang selalu terhubung dengan
Allah sehingga dalam kesehariannya selalu berzikir akan tetapi mereka tetap
menggeluti profesinya masing-masing. Ia berusaha memperkenalkan tarekat yang
bertaraf modern namun asas-asasnya tetap terjaga yang bersumber dari ajaran
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Semangat itu terbentuk karena ia telah
diberikan ijazah dari tiga mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dan
Jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Observasi, Surau Kayumalue Palu.
16
17
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, BTN Palupi Palu, 21 Maret 2014.
93
permasalahan masyarakat. Ketiga mursyid tersebut, yaitu: Muhammad Khair
Hasyim al-Kha>lidi, Kadirun Yahya dan Amiruddin.18
Mutawakkil melihat, sosok Prayitno memiliki karakter kepribadian yang
santun terhadap semua masyarakat. Ia mampu memberikan santunan kepada siapa
saja terlebih lagi anggota ikhwan tarekat yang mengalami kesulitan. Bahkan sifat
kedermawanan pun timbul dari dalam dirinya. Ia tidak segan menambahkan
sumbangan dari sedekah-sedekah jamaah tarekat sebelum menyerahkan kepada guru.
Prayitno melihat bahwa sedekah mengandung unsur-unsur penyakit. Begitupun juga
ketika ada lahan yang hendak dibuka pada daerah-daerah terpencil, Prayitnolah yang
diutus ke sana.19 Prayitno merupakan salah satu teladan bagi jamaah tarekat. Banyak
dari jamaah tarekat selalu berkonsultasi dengannya.
2. Acmad Risal
Achmad Risal salah seorang khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
lahir di Pangkep 27 Juni 1962. Ia mengikuti Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah
Pertama di Darul Falah Pangkep begitupun juga ia mondok karena Darul Falah
merupakan sekolah yang memiliki dua fungsi yaitu sekolah yang mengajarkan studi
formal di pagi hari dan sore harinya hingga malam ia mengikuti pendidikan yang
bercorak keagamaan.
Sebenarnya saya mondok waktu SD dan SMP Pesantren Darul Falah Pangkep.
Pada waktu itu muncul gerakan munawir syazali untuk pembentukan pondok
pesantren SMP jadi kita duoble ijazah. Ada ijazah SMPnya dan Sanawiahnya.
Sore sampai malam, kita mengaji duduk.20
18
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, BTN Palupi Palu, 21 Maret 2014.
Mutawakkil (42 tahun), Dosen tetap sejarah UNTAD, Wawancara, BTN Griya Palupi Palu,
24 Maret 2014.
19
20
Achmad Rizal (52 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, BTN Bumi Anggur Palu, 08 April 2014.
94
Setelah menyelesaikan kedua jenjang formal dan pesantren di tahun 1977, ia
melanjutkan Sekolah Menengah di SMAN 3 Makassar dan menyelesaikannya pada
tahun 1981. Oleh karena tidak merasa puas dengan jenjang pendidikan yang ia
peroleh ketika Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama di Pangkep, ia
menyempatkan diri mondok di Pesantren al-Ihya di Ciomas Bogor bagian Tahfiz alQur’an serta melanjutkan sekolah formalnya dijenjang perkuliahan di IPB Fakultas
Perikanan dan menyelesaikan perkuliahan tersebut pada tahun 1987. Pada tahun itu
juga, ia menjadi salah satu dosen Fakultas Peternakan dan Perikanan di Universitas
Tadulako hingga saat ini.21
Ia pernah menjabat sebagai Technical Adviser di UNDP dan Directur
International Organitation Denator Concerverence. Begitupun juga ia tergolong
kelompok masyarakat di BTN Bumi Anggur yang memiliki perangai yang baik. Dia
itu orangnya baik, ungkap tetangganya.22
Sewaktu
menjabat
sebagai
dosen
UNTAD,
Achmad
Rizal
sering
bersosialisasi dengan masyarakat. Ia sering mengikuti kajian-kajian keagamaan di
Palu waktu itu, sehingga pada tahun 1991 ia mulai berkenalan dengan Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah melalui ajakan temannya Arif. Pada waktu itu,
kemursyidan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di bawah naungan Kadirun
Yahya.
…Datang teman namanya Arif sekarang doktor Arif di tempat kost ceritacerita bahwa ada pengajian yang bagus kalau mau ikut ayo ikut. Saya pikir
pengajian biasa-biasa ternyata kita masuk disitu ada proses ritual tarekat
seperti dibaringkan baru saya tahu ini tarekat. Tapi waktu di pesantren pernah
belajar tarekat secara teori seperti Khalwatiyah, Naqsyabandiyah. Malam
21
Achmad Rizal (52 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, BTN Bumi Anggur Palu, 08 April 2014.
Masyarakat, Tetangga Achmad Rizal, Observasi BTN Bumi Anggur Palu, 08 April 2014.
22
95
pertama belum masuk. Besok malamnya baru masuk atau istilahnya
dibaringkan Juni 1991.23
Setelah Achmad Rizal menempuh talqin, ia belum seutuhnya menerima
tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah disebabkan persolan mursyid. Ia menyatakan:
Membuat lama menerima tarekat itu berhubungan dengan konsep mursyid.
Lama ada pertentangan mengapa mesti ada mursyid kemudian dalam alQur’an disebutkan ‫وﳓﻦ أﻗﺮب اﻟﻴﻪ ﻣﻦ ﺣﺒﻞ اﻟﻮرﻳﺪ‬24 pertentangan jiwanya lama.25
Meskipun ia belum menerima tarekat seutuhnya tetapi ia merasakan
kenikmatan dalam zikir, dan kehidupan sosial para jamaah tarekat di Surau.
Kebimbangan tentang konsep mursyidpun berlanjut, hingga ia menyelesaiakan
program pascasarjana magister. Pada tahun 1996, ia telah menyelesaikan Program
Pascasarjana Magister di Australian Meritime College (AMC) dan melanjutkan
Program Doktor di Universitas of Water Loo dan menyelesaikan di tahun 2000.26
Tahun 2001, setelah pulang dari Canada baru sampaikan ikut kepada istri pada
waktu itu mursyid dipegang oleh Amiruddin, dia meluruskan konsep perantara
itu, dia itu bukan perantara tetapi pengantar karena ada perbedaan antara
perantara dengan pengantar kalau kita kaji kembali proses bermursyid itu,
maka konsep pengantar itu lebih pass, tidak mensyerikatkan Tuhan kalau kita
mempresepsikannya sebagai pengantar sebab sesuai dengan makna harfiahnya
al-Rasyid adalah pemberi petunjuk jadi dia menuntun kita, sejak saat itu saya
full di dalam tarekat itu.27
23
Achmad Rizal (52 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, BTN Bumi Anggur Palu, 08 April 2014.
24
QS. Qa>f 50: 16. Ia melihat bahwa manusia sangat dekat Tuhan sedekat urat leher. Mengapa
mesti ada perantara. D{ami>r nah{nu terdapat dua pandangan pertama; lita‘z}i>m (pengagungan), kedua;
Makhluk memiliki peran dalam persoalan tersebut, sehingga peneliti melihat bahwa Achmad Risal
memahami d}ami>r nah{nu pada pandangan pertama ketika belum masuk tarekat seutuhnya dan berubah
memilih pandangan kedua ketika ia memahami bahwa mursyid memiliki peranan penting dalam
sebuah tarekat.
25
Achmad Rizal (52 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, BTN Bumi Anggur Palu, 08 April 2014.
26
Achmad Rizal (52 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, BTN Bumi Anggur Palu, 08 April 2014.
27
Achmad Rizal (52 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, BTN Bumi Anggur Palu, 08 April 2014.
96
Di dalam tarekat, ia pernah menjabat ketua yayasan wilayah Palu begitu juga ia
pernah menghadapi hubungan yang renggang dengan Amiruddin ketika ia diminta
untuk membawakan seminar penanganan narkoba di kota Palu dengan menggunakan
metode zikir. Namun ia tidak mengikuti permintaan tersebut.
3. Rusdin
Rusdin salah satu khalifah Amiruddin. Ia dilahirkan pada tanggal 15
Desember 1968 di Rauta, Kecamatan Asera, Sulawesi Tenggara. Anak dari pasangan
Husain (alm) dengan Sahriyah (almh). Pada tahun 1980, ia tamat Sekolah Dasar di
SD di Bantilang, Luwu Timur. Ia melanjutkan di Sekolah Menengah Negeri 3
Palopo dan tamat pada tahun 1983. Sekitar tahun 1987, ia menamatkan PGA Negeri
Palopo dan melanjutkan kejenjang perkuliahan Strata satu di IAIN Alauddin
Makassar pada tahun 1991. Di masa perkuliahan, ia masuk organisasi pramuka
karena merupakan salah satu minatnya sejak jenjang SD. Keikutsertaan dan aktifnya
di organisasi membuat karirnya baik.28
Pada tahun 2001, ia menyelesaikan Program Magister di Universitas Negeri
Makassar dan ia melanjutkan Program Doktoral hingga tahun 2013 di Universitas
Islam Negeri Alauddin Makassar. Setelah menyelesaikan doktoralnya, ia diangkat
oleh Rektor IAIN Palu menjadi wakil dekan bidang kemahasiswaan dan kerjasama
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.29
Selain dosen tetap di IAIN Datokarama Palu, ia juga mengajar di Universitas
Terbuka mulai tahun 2003 hingga sekarang, mengajar di Universitas Muhammadiyah Palu tahun 2001 hingga sekarang, mengajar di Akfar Bina Mulia Palu tahun
2006 hingga sekarang. Selain itu, menjadi ketua unit peningkatan mutu akademik
Mutawakkil (42 tahun), Dosen tetap sejarah UNTAD, Wawancara, BTN Griya Palupi Palu,
24 Maret 2014.
28
Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret
29
2013.
97
IAIN Palu tahun 2007 hingga sekarang, dan pembina UKM Muhibbul Riya>dah tahun
2007 hingga sekarang. Ia juga aktif dalam organisasi sosial dan keagamaan, seperti:
Sulawesi Tengah Center sebagai pembina tahun 2010 hingga sekarang, Forum
Komunikasi Polisi Masyarakat dan Ulama (FKPMU) Sulawesi Tengah tahun 2011
hingga sekarang.
Sejak menyelesaikan S2, ia mengalami kegelisahan akibat pengaruh jenjang
pendidikan yang ia peroleh.
Sejak selesai S2, kok saya malah tambah gelisah? Mestinyakan semakin tinggi
pendidikan formal seseorang, tambah tenang. Tapi saya kok gelisah? Jadi
tanya diri saya. Apa yang salah dalam pendidikan saya ini, kenapa ilmu yang
saya peroleh dalam S2 ini, tidak memberikan ketenangan secara batiniyah?30
Disamping itu, ia menderita ada kebocoran di hatinya dan beberapa sanak
saudaranya menjadi tanggung jawab biaya kehidupannya,31 membuat kegelisahan itu
semakin besar. Namun kegelisahan yang merebak dalam jiwanya tidak menjadikan
dirinya terjatuh ke dalam lembah frustasi. Ia tetap berusaha menemukan jawaban
dari kegelisahan tersebut. Hingga ia pun mencurahkan kegelisahannya itu kepada
sanak saudaranya.
Adik sepupunya yang telah lama menggeluti Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah, menceritakan kepadanya tentang sebuah amalan yang mampu
meredakan kegelisahan itu dan dapat mendatangkan sebuah ketenangan dalam diri
seseorang.
Awalnya, disampaikan adik sepupu bahwa ada kegiatan berzikir. Siapa tahu
bisa menenangkan diri. Saya pun coba jalan-jalan dan bertemu dengan khalifah
Amiruddin yaitu: Mahmud Lasawedi.32
Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret
30
2013.
Mutawakkil (42 tahun), Dosen tetap sejarah UNTAD, Wawancara, BTN Griya Palupi Palu,
24 Maret 2014.
31
Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret
32
2013.
98
Pertemuan Rusdin dengan Mahmud Lasawedi menyebabkan unsur terkuat
yang mendominasi untuk masuk dalam tarekat karena di dalam pertemuan itu, ia
mendengarkan penjelasan tentang amalan dan sistem berguru dalam tarekat.
Sehingga pada tahun 2004 dibulan Juli ia resmi masuk dalam Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di bawah bimbingan mursyid tarekat Amiruddin.
Proses ketika ia masuk tarekat membuat ia semakin menggeluti Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah karena ia melihat sesuatu yang ganjil di awal masuknya
tarekat. Ia menceritakan:
Pada proses penerimaan, tidak ditemui oleh guru. Malam itu ketemu guru
secara ruhani dia bimbing saya. Saya diajak ke alam ruhani dan disuruh
berulang-ulang mengucapkan ‫إﳍﻰ أﻧﺖ ﻣﻘﺼﻮدى ورﺿﺎك ﻣﻄﻠﻮﰉ‬. Kebersamaan saya itu
secara ruhani kemudian diajak ke dalam kubah bersama-sama, disana saya
melihat cahaya. Cahaya warna keemasan tetapi sumbernya tidak diketahui.
Keesokan harinya kita dipertemukan guru dengan pakaian yang sama ketika
melihat malamnya secara ruhani. Saya menghampiri dan duduk kemudian ia
katakan baguslah kalian masuk disini dan kerjakan PRnya. Sejak itu saya
mengatakan mungkin ini jalan kebenaran.33
Bahkan kebocoran di hatinya pulih.34 Oleh karena itu, hingga saat ini ia tetap
konsisten dengan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dan ia pernah menjadi
pengurus wilayah keagamaan Sulawesi Tengah 2010-2013 Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah.
Ketiga khalifah yang telah digambarkan, maka jelaslah daya ketertarikan
mereka sehingga menggeluti tarekat berbeda. Ketiga khalifah tersebut masuk dalam
tarekat karena mengalami problema kehidupan yang menyebabkan mereka mencoba
mencari akar permasalahan dan merekapun menemukan solusinya di dalam tarekat.
Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret
33
2013.
Mutawakkil (42 tahun), Dosen tetap sejarah UNTAD, Wawancara, BTN Griya Palupi Palu,
24 Maret 2014.
34
99
C. Peranan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Kota Palu
Hubungan antara Tuhan dengan hamba jika terjalin dengan sempurna akan
menghasilkan spiritual baru dalam jiwa hamba tersebut. Terasa bagaikan hembusan
nafas kesegaran yang menyelimuti pikiran dan tindakan. Spiritual itu merupakan inti
dari ajaran tarekat yang mencakup persoalan tatacara membentuk akhla>qul kari>mah,
uswatun h{asanah, dan rah{matan li al-‘Alamin.
Prayitno melihat pilar itu ada dalam Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Ia
menyatakan:
Sebetulnya ada tiga mata pelajaran yang kita tempuh dan jarang orang
memilikinya. Inti daripada ajaran tarekat itu adalah bagaimana membentuk
akhla>qul kari>mah, uswatun h{asanah, dan rah{matan li al-‘Alamin. Itu
sebetulnya kata kunci dalam tarekat. Di dalam tarekat ini, inti pokoknya ada di
tiga ini. Cuman dalam perkembangan itu kan orang senang fenomena.
mengapa saya tertarik karena tiga pilar ini.35
Ketiga pelajaran tersebut merupakan pembahasan yang sangat penting di
kalangan beberapa khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kota Palu. Ini
disebabkan akhlak yang mereka tekuni adalah akhlak yang memiliki unsur
ketuhanan. Setiap tindakan mereka terasa tidak terlepas dari pengawasan dan
petunjuk Tuhan. Berakhlak dengan akhlak Allah (‫ﷲ‬
‫)اﻟﺘﺨﻠﻖ ﺑﺄﺧﻼق‬.
Hal yang serupa diungkapkan Rusdin.
Kalau visi dan misinya tarekat ayah36 ini, itu membentuk pribudi luhur,
membentuk pribudi luhur kemudian menjadi teladan dan berdampak rah{matan
lil alamin.37
35
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
36
Ayah merupakan gelaran untuk seorang guru Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Pada
hakikatnya ayah dalam peristilahan itu memiliki kandungnan dua makna berupa ayah unsur ruhani, ia
yang telah memberikan pelajaran tentang cara berkomunikasi dengan Tuhan dan kata ini juga
bermakna ayah dari unsur jasmani. Namun Mutawakkil melihat bahwa peristilahan ayah merupakan
kata yang bersumber dari bahasa Arab yang bermakna tanda, simbol. Mutawakkil (42 tahun), Dosen
tetap sejarah UNTAD, Wawancara, BTN Griya Palupi Palu, 24 Maret 2014.
Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret
37
2013.
100
Akhlak atau pribudi luhur ini merupakan bentuk pengajaran Jibril as. tentang
agama, lebih dikenal dengan istilah ih}san. Ih}san ini merupakan pokok pelajaran
agama karena segala tindakan seseorang berada dalam sebuah kondisi yaitu ia
menyembah Allah seakan-akan melihat-Nya ketika tidak melihat-Nya maka Allah
Maha Mengawasi. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa kesempurnaan dari sebuah
akhlak bersumber dari Allah dan pemahaman tentang-Nya.
Akhlak ini tidak bisa meresap dalam jiwa seseorang sebelum mereka
menundukkan hawa nafsunya terlebih dahulu.38 Penundukan hawa nafsu ini tidak
berarti meniadakan keinginan-keinginan yang muncul dari hawa nafsu tersebut
sehingga seseorang tidak berkeinginan lagi terhadap sesuatu yang berhubungan
duniawi akan tetapi penundukan ini bermakna pengontrolan dalam diri dalam
menghadapi keinginan-keinginan tersebut.
Prayitno menyatakan:
Seseorang tidak akan mampu menundukkan hawa nafsunya tanpa melalui
sebuah metode, dan metode yang paling tepat untuk menudukkan hawa nafsu
adalah mengenal Tuhannya.39
Amiruddin menyatakan:
Yang dapat membuat nafsu terpimpin adalah dengan amanah yang datang dari
sisi Allah swt. (High dimention commands low dimention / dimensi yang
tinggi menguasai dimensi yang rendah: hukum fisika) dan pelaksanaannya
harus mempergunakan metedologi/amalan yang juga dari Allah swt.40
Oleh karena itu tarekat lebih dekat dengan makna sebuah metode atau sistem
dan tidak dapat dikategorikan sebagai aliran.
38
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
39
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
Sumber Dokumen, Pola Umum/Fatwa 1 Yayasan KH Amir KY Pondok Pesantren Hasan
Ma’shum, dikutip tanggal 23 Maret 2014.
40
101
ِ
41
Tarekat itu adalah metode, ‫ﺎﻫ ْﻢ َﻣﺎءً َﻏ َﺪﻗًﺎ‬
ُ َ‫ﻷﺳ َﻘْﻴـﻨ‬
ْ ‫اﺳﺘَـ َﻘ ُﺎﻣﻮا َﻋﻠَﻰ اﻟﻄﱠ ِﺮﻳ َﻘﺔ‬
ْ ‫ َوأَن ﻟﱠ ِﻮ‬, “siapa yang
berdiri dalam metode yang benar maka Allah akan curahkan karunia seperti
hujan yang lebat turun dari langit”.42 Orang mengartikan tarekat itu adalah
aliran, makanya salah, kalau saya menyatakan tarekat itu sebuah metode,
metode untuk menjolok atau mendatangkan karunia Allah, itulah tarekat,
sebuah metode, sebuah sistem terutama sistem bagaimana diri kita itu konnek
dengan Tuhan, intinya itu connect, coba saja kamu connect dengan satelite,
pasti segala informasi itu kamu dapatkan, di rumahmu saja ada wifi bisa
menjelajah di dunia maya, bagaimana kalau dalam dirimu ada wifi Tuhan?43
Wifi Tuhan ini merupakan ibarat untuk mendekatkan pemikiran bahwa
seseorang yang memiliki unsur ketuhanan dalam jiwanya akan lebih mudah
mengetahui beberapa informasi yang muncul, terkhusus lagi informasi tentang
Tuhan itu sendiri. Sehingga terlihat dalam pemikiran para jamaah tarekat
menyatakan bahwa:
َ ‫ف ﻧَـ ْﻔ َﺴﻪُ ﻗَ ْﺪ َﻋَﺮ‬
َ ‫( َﻣ ْﻦ َﻋَﺮ‬siapa
ُ‫ف َرﺑﱠﻪ‬
yang mengenali dirinya maka
telah mengenal Tuhannya). Ketika seseorang kenal Tuhan, apakah tindakannya tidak
berubah kepada sesuatu yang lebih positif?
Unsur ketuhanan tak lain adalah ruh ketuhanan yang ditiupkan pada jasad
sesuai dengan firman Allah
ِ ‫وﻧَـ َﻔﺨﺖ ﻓِ ِﻴﻪ ِﻣﻦ ر‬
‫وﺣﻲ‬
ُ ْ َ
ُ ْ
(dan saya telah meniupkan kedalam
dirinya ruhku).44 Ruh inilah yang di dalamnya ada wasilah yang mampu mengenal
Tuhan. Ruh inilah yang diberikan potensi kepada seorang melalui talqin.
Prayitno menyatakan:
Bagaimana proses kenal Tuhan itu? Untuk mengenal Tuhan dia harus berguru
pada seseorang yang benar-benar pewaris rasul. Cari gurunya dari gurunya
guru sampai ke Rasulullah. Inilah makna ‫ اﻟﻌﻠﻤﺎء ورﺛﺔ اﻷﻧﺒﻴﺎء‬itu sebetulnya. Nah
kalau sudah menemukan itu, kenapa kita harus menemukan orang yang
41
Ayat yang diungkapkan ini merupakan firman Allah: QS al-Jin 72: 16.
42
Curahan karunia bagaikan hujan yang lebat dari langit merupakan kondisi yang ia rasakan
dalam berzikir, tidak terbatas dari kondisi tersebut tetapi mampu mencerdaskan seseorang ketika
karunia itu mengalir dalam jiwanya. Apa tidak dicerdaskan ketika potensi nur Allah hidup di nafs
na>tiq, ungkap prayitno. Nafs na>tiq terletak pada ubun-ubun.
43
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret
44
2013.
102
waliyan mursyidan? Karena di dalam diri seorang guru waliyan mursyidan itu
di dalamnya ada mursyid. Mursyid itu bukan orang yah. Mursyid itu adalah
nur, Nur Allah yang ditanamkan pada seseorang yang dikehendaki oleh Allah.
itulah yang dikenali dengan waliyan mursyidan atau ‫اﻟﻌﻠﻤﺎء ورﺛﺔ اﻷﻧﺒﻴﺎء‬. Nur yang
dimaksud bukan cahaya-cahaya begini.45 Nur itu adalah sebuah potensi yang
bisa mendatangkan ketenangan kekhusyuan dan dia tidak berbentuk ‫وﱂ ﻳﻜﻦ‬
‫ﻟﻪ ﻛﻔﻮا أﺣﺪ‬, yah tidak berbentuk.46
Ruh ketuhanan atau mursyid yang ada dalam diri rasul dan waliyan
mursyidan ini, merupakan unsur utama dalam proses mengenal Tuhan. Sehingga
seseorang yang ingin lebih mengenal Tuhan perlu berguru dari seorang yang waliyan
mursyidan. Berguru kepada seorang waliyan mursyidan, merupakan salah satu
metode awal untuk mengenal dan mencapai kebersamaan dengan Tuhan.
Mahmud Lasawedi sering menyebutkan keutamaan seorang guru di dalam
suluk. Dalam hal ini, kebersamaan muri>d dengan seorang guru mampu membawa
seorang salik sampai kepada Allah:
٤٧
ِ
ِ
ِ
‫ﱠﻬ ْﻢ ﻳـُ ْﻮ ِﺻﻠُ ُﻜ ْﻢ إِ َﱃ ﷲ‬
ُ ‫ﻓَ ُﻜ ْﻦ َﻣ َﻊ ﷲ ﻓَِﺈ ْن َﱂْ ﺗَ ُﻜ ْﻦ َﻣ َﻊ ﷲ ﻓَ ُﻜ ْﻦ َﻣ َﻊ َﻣ ْﻦ َﻛﺎ َن َﻣ َﻊ ﷲ ﻓَِﺈﻧـ‬
Sertakan ruhmu bersama Allah jika kamu tidak mampu bersama Allah maka jadikan
ruhmu bersama orang yang bersama dengan Allah maka ia akan membawamu
menuju Allah.48 Berdasar dari ungkapan tersebut, mereka menjadikan sebagai dalil
untuk menguatkan keutamaan mencari seorang guru yang waliyan mursyidan.
45
Cahaya yang sifatnya dilihat oleh indra penglihatan berupa cahaya matahari, lampu dan
lain-lain sebagainya karena ketika mengungkapkan kata ini ia menunjukkan sekitarnya.
46
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
47
Mahmud Lasawedi mengungkapkan bahwa ungkapan ini merupakan salah satu hadis
Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Abu Daud, namun setelah mentakhrij hadis tersebut, tidak
ditemukan dalam sunan Abu Daud tetapi ungkapan ini disebutkan di dalam buku Bari>qah
Mah}mudiyah karangan Abu> sa‘id al-Kha>dimi> dan merupakan salah satu bentuk penafsiran Ta>j al-Di>n
tentang ayat wa ku>nu> ma‘a al-S}a>diqin. Ta>j al-Di>n merupakan salah satu jamaah Tarekat
Naqsyabandiyah. Ungkapan ini juga dijadikan sebagai dalil tentang keutamaan mencari seorang
mursyid.
48
Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Observasi Penjelasan Tatacara Suluk, Surau Kayumalue Palu, 19 Juli 2013.
103
Sehingga dapat dikatakan bahwa tarekat merupakan sistem seseorang
terpimpin.49 Sistem tersebut mampu mendatangkan karunia-karunia Allah di dunia
untuk kepentingan pribadinya dan untuk kepentingan orang banyak.50 Oleh karena
itu, eksistensi tarekat tidak terlepas dari peran mursyid, muri>d dan baiat yang
dijadikan tali pengikat antara mursyid dan muri>d. Ketiga hal ini memiliki peran
dalam Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Peran tersebut terdiri atas:
1. Peranan Mursyid
Para kalangan jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah memahami
bahwa tidak akan mampu seseorang untuk bertarekat dengan menggunakan
metodenya sendiri, karena perjalanan yang ditempuh sulit dan bercabang. Seorang
muri>d perlu berusaha keras untuk melawan musuhnya. Musuh-musuh tersebut, yaitu:
setan-setan, nafsu dan kesenangan.
Pada posisi tersebut, kedudukan mursyid menempati posisi penting dan
menentukan. Mursyid bukan hanya memimpin, membimbing dan membina muri>d-
muri>dnya dalam kehidupan lahiriah dan pergaulan sehari-hari supaya tidak
menyimpang dari ajaran-ajaran Islam dan terjerumus lebih jauh ke dalam, seperti:
berbuat dosa besar atau dosa kecil, tetapi juga memimpin, membimbing dan
membina muri>d- muri>dnya melaksanakan kewajiban yang ditetapkan oleh syariat
dan melaksanakan amal-amal sunnah untuk bertaqarrub kepada Allah.
49
Konsep seorang terpimpin merupakan pemahaman yang mengakar dalam diri Prayitno.
Konsep tersebut penyebab ia mengungkapkan bahwa konsep wah}da al-wujud adalah bentuk
kebersamaan dengan Allah. Namun ungkapan-ungkapan semacan ini merupakan bentuk orang yang
menyombongkan diri karena ia tidak melihat realitas kecuali satu, sehingga ia lebih senang dengan
ungkapan terpimpin karena lebih mendominasi sifat tawadu dalam diri. Satriyo Prayitno (54 tahun),
Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, BTN Palupi Palu, 21 Maret
2014.
50
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, BTN Palupi Palu, 21 Maret 2014.
104
Sehingga mursyid memiliki beberapa peran, yaitu:
a. Menyucikan jiwa muri>d dari unsur pengaruh zahir.
Penyucian ini, seperti: berzina, mencuri, korupsi, dan beberapa tindakan yang
menyalahi aturan agama atau etika. Jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
merasakan keterbimbingannya dengan gurunya. Hal ini dirasakan oleh jamaah
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah RSA51,
Ia mengatakan:
Suatu ketika saya ke hotel di Jakarta tempat bordir, di sana saya masuk dan
sudah di atas perut wanita, lalu muncul teguran, seketika itu saya tampar
wanita itu lalu melompat keluar jendela.52
Keadaan lain yang ia juga rasakan ketika memegang uang negara.
Waktu itu saya diberikan tanggung jawab untuk memegang uang dinas
pendapatan. Dan hasrat untuk dibelanja membludak untuk kepentingan
pribadi, namun terjadi perdebatan sehingga sayapun berteriak untuk tidak
mengurangi sepersenpun.53
Begitupun yang dirasakan INR, salah satu jamaah tarekat yang masuk pada
tahun 2004. Ia mengatakan:
Suatu ketika saya hendak untuk bermain-main malam,54 tetapi niat saya itu
dialihkan dengan perbuatan yang lain jadi niatnya untuk main-main malam itu
tidak dilakukan.55
b. Menyucikan jiwa muri>d dari unsur pengaruh batin.
Amiruddin mengatakan:
51
Peneliti mempergunakan inisial, untuk menjaga sosok seseorang dan peneliti memberikan
inisial untuk beberapa informan.
RSA, Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Surau Kayumalue Palu, 18 Maret 2014.
52
RSA, Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Surau Kayumalue Palu, 18 Maret 2014.
53
54
Main malam disini yang dimaksudkan informan adalah segala bentuk kegiatan malam.
INR, Jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Surau Kayumalue, 20
55
Maret.
105
Disamping memimpin yang bersifat lahiriyah, Waliyam Mursyida adalah juga
pemimpin kerohaniaan bagi murid-muridnya, menuntun dan membawa muridmuridnya kepada tujuan thariqatullah guna mendapatkan ridlo Allah swt. Oleh
karena itu waliyam mursyida pada hakekatnya adalah sahabat rohani yang
sangat akrab sekali dengan rohani muridnya yang bersama-sama tak berceraiberai, beriring-iringan berimam-imam melaksanakan dzikrulloh dan ibadat
lainnya menuju kehadirat Allah swt. Persahabatan itu tidak saja semasa
hidupnya di dunia, tetapi persahabatan rohaniah ini tetap berlanjut sampai ke
akhirat walaupun salah seorang telah mendahului berpulang ke rahmatullah,
dan telah sederatan duduknya dengan para wali Allah yang sholeh.56
Bimbingan secara ruhani dapat dilihat dari ungkapan Rusdin ketika ia
dibaiat. Malam ketika ia bertemu dengan guru Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
secara ruhani.57 Dia dibimbing dan diajak ke alam ruhani kemudian disuruh berulangulang mengucapkan
‫إﳍﻰ أﻧﺖ ﻣﻘﺼﻮدى ورﺿﺎك ﻣﻄﻠﻮﰉ‬.
Kebersamaan dia itu secara
ruhani kemudian diajak ke dalam kubah bersama-sama, disana dia melihat cahaya.
Cahaya warna keemasan tetapi sumbernya tidak diketahui.58
Perasaaan jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah tersebut telah
menjadi pemahaman tersendiri baginya. Ia memahami bahwa mursyid merupakan
tiang penopang seorang muri>d dalam perjalananya. Keadaan yang serupa dengan
pernyataan Abu> Yazi>d al-Bist}ami> salah seorang sufi ternama dalam salah satu karya
al-Qusyairi> menyatakan:
ِ ‫ﰒُﱠ َِﳚﺐ ﻋﻠَﻰ اْﳌ ِﺮﻳ ِﺪ أَ ْن ﻳـﺘَﺄَ ﱠد‬
‫ َﻣ ْﻦ َﱂْ ﻳَ ُﻜ ْﻦ‬:‫ُﺳﺘَﺎذٌ ﻻَﻳـُ ْﻔﻠِ ُﺢ أَﺑَ ًﺪا َﻫ َﺬا أَﺑـُ ْﻮ ﻳَِﺰﻳْ ُﺪ ﻳَـ ُﻘ ْﻮ ُل‬
ْ ‫ ﻓَِﺈ ْن َﱂْ ﻳَ ُﻜ ْﻦ ﻟَﻪُ أ‬:‫ب ﺑِﺸْﻴ ٍﺦ‬
َ َ ُْ َ ُ
,‫ُﺳﺘَﺎذٌ ﻓَِﺈ َﻣﺎ ُﻣﻪُ اﻟﺸْﱠﻴﻄَﺎ ُن‬
ْ ‫ﻟَﻪُ أ‬
Artinya:
Sudah semestinya seorang muri>d berkelakuan sopan santun terhadap syekhnya.
Jika ia tidak memiliki seorang guru maka ia tidak akan berhasil selamaSumber Dokumen, Sistem dan Metodologi Beragama Yayasan KH Amir KY Pondok
Pesantren Hasan Ma’shum, dikutip tanggal 23 Maret 2014.
56
57
Secara ruhani terkadang berbentuk mimpi, namun pada dasarnya kejadian-kejadian ini
terjadi ketika seseorang berada di antara alam sadar dan luar sadar.
58
Lihat tesis ini, h. 98.
106
lamanya. Begitulah Abu> Yazi>d menyatakan: Barang siapa yang tidak memiliki
seorang syekh maka pemimpinnya adalah syeitan.
Oleh karena itu, Tarekat terlihat mempunyai sebuah elemen baru, bukan
sekedar hubungan guru muri>d, melainkan hubungan penuh pembimbing dan muri>d.
Pancaran baru memancar dari sang guru sebagai wali kekasih Allah, yang pada
akhirnya menjadi wadah penghubung spiritual dengan Tuhan. Wali kekasih Allah ini
memiliki peranan penting bagi para musafir dalam sebuah perjalanan menuju Allah.
Ia mampu mengkondisikan ruh bagi para musafir yang masih terhijab sehingga para
musafir dapat dihadapkan dan diperjalankan menuju Allah. Namun perlu
diperhatikan, mursyid dan guru dalam pandangan Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah memiliki perbedaan. Mursyid menempati posisi non materi dan guru
menempati posisi materi. Ia merupakan dua sifat yaitu za>hiran wa ba>tinan.
Prayitno melihat hal itu:
Ini adalah pengalaman spiritual yang saya coba rangkum mulai tahun 80an
sampai sekarang. Bagaimana mursyid mengkondisikan kita yang implementnya bukan ruh. Oleh karena itu ruh harus terhubung dengan nur itu yang
dikenal dengan ra>bit}ah. nur Allah yang di dalamnya ada wasilah untuk bisa
terhubung dengan Allah itu mesti melalui wasilah itulah channel, coba yang
bisa sampai ke Matahari apa? Kan cahayanya.59
Penganut Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah menyebutkan nama-nama
guru mereka dalam suatu silsilah, sering juga disebut dengan sanad. Berdasar dari
silsilah itu, seorang syekh yang mengajarkan tarekat dengan memperlihatkan silsilah
atau lebih dikenali dengan ijazah sebagai bentuk legitimasi bahwa tarekat yang
diajarkan murni mengikuti para kalangan sufi ternama sebelumnya. Berdasar dari
silsilah ini Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah mengandung dari dua kategori
tasawuf, yaitu: tasawuf akhlak dan falsafi.
59
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
107
Tasawuf akhlak ini merupakan hasil dari pengamalan dari metode-metode
yang mereka terapkan dalam kesehariannya. Begitupun juga ia tergolong tasawuf
falsafi karena di jalur silsilah tersebut terdapat Abu> Yazid> al-Bist}ami> yang
merupakan salah seorang tokoh tasawuf falsafi serta terlihat dari pemahaman
mereka tentang mursyid. Ia cenderung dengan pehaman Nur Muhammad yang
dikembangkan oleh al-H{allaj dan beberapa sufi lain setelahnya seperti: Muh{yi al-Di>n
ibn ‘Arabi>.
Meskipun silsilah atau ijazah ini dipergunakan oleh para syekh untuk
menguatkan otoritasnya sebagai mursyid yang mengikuti para sufi ternama. Banyak
sekali jiwa yang secara tak sadar mengikuti pembimbing buta. Sehingga perlu
diperhatikan ada beberapa ketentuan seorang mursyid, antara lain:
a. Menguasai ilmu syariat dan menjauhkan diri dari segala yang diharamkan beserta
zuhud terhadap kehidupan dunia begitupun tetap tindakannya berselaras dengan
al-Qur’an dan Sunnah.
b. Begitupun jika seseorang memiliki salah satu sifat seperti: bodoh dalam persoalan
agama, tidak menghargai seorang muslim, ikut campur pada persoalan yang tidak
bermanfaat, mengikuti hawa nafsu, dan jelek perangainya maka tidak layak
dijadikan sebagai syekh.
c. Seorang syekh mampu mengetahui segala kondisi muri>dnya. Sehingga mampu
mengobati penyakit hati muri>dnya.
d. Tidak dapat dicela pengajarannya oleh orang yang berakal, karena tidak
bertentangan dengan al-Qur'an, Hadis dan logika ilmu pengetahuan.
e. Memberi pengaruh dari ajarannya.60
Sumber dokumen, Djaman Nur:Tasawuf dan Tarekat Naqsyabandiyah: pimpinan Prof. Dr.
H. Saidi Syekh Kadirun Yahya, dikutip pada tanggal 12 Maret 2014.
60
108
Prayitno mengungkapkan tentang ciri khusus yang dimiliki oleh waliyan
mursyidan ini. Ciri khusus tersebut dapat diperhatikan dari perilakunya, yaitu:
Dia memiliki perilaku al-Qur’an. Ketika seorang mengaku sebagai guru namun
tidak sesuai dengan al-Qur’an kita harus menghormati saja. Oleh karena itu
tolok ukur untuk menilai bahwa ia guru sejati adalah al-Qur’an dan Hadis,
tidak boleh menyimpan dari kedua hal ini.61
Namun ada sesuatu yang menarik dari kalangan jamaah Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah kota Palu ia melihat bahwa Mursyid itu adalah nu>r ‘ala
nu>r.62 Mursyid adalah nur Allah yang di dalamnya ada wasilah dan dengannya,
mampu mengantarkan sampai kepada sumber nur tersebut. Ia bagaikan sinar
matahari yang menggapai matahari itu sendiri. Sehingga dapat dikatakan bahwa
mursyid hakiki adalah Nur Muhammad63
Amiruddin menyatakan:
Mursyid bukanlah manusia tetapi mursyid adalah nur yang mengambil tempat
di kalbu orang mu’min sebagaimana Hadits Qudsi riwayat Abu Dawud. “Tak
dapat memuat Aku, Bumi dan Langit Ku, yang dapat memuat Aku, ialah hati
hamba Ku yang mu’min, lunak dan tenang”.64 al-Qur’an surat az-Zumar 22 :
“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima)
agama Islam lalu ia mendapatkan Nur dari Tuhannya (sama dengan orang yang
membatu hatinya?). Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah
membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang
nyata”… dan lain sebagainya.65
61
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
62
Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Observasi Penjelasan Tatacara Suluk, Surau Kayumalue Palu, 19 Juli 2013.
63
Setelah menganilisa tentang mursyid, peneliti melihat bahwa konsep tersebut merupakan
Nur Muhammad yang dielaborasi oleh tokoh sufi sebelumnya. Peneliti kembali mempertanyakan
persoalan ini dengan Prayitno dan ia membenarkan tentang pemahaman hal ini.
64
Hadis ini banyak diungkapkan oleh para kalangan sufi. Ibn Taymiyah dalam menanggapi
hadis tersebut di dalam bukunya, al-Majmu‘al-Fatawa>, menyatakan hadis tersebut disebutkan di
dalam Israiliya>t, sanadnya tidak dikenal dari Nabi saw. Namun hadis ini ditemukan di dalam Ihya alDi>n dan Ruh al-Ma‘ani.
Sumber Dokumen, Sistem dan Metodologi Beragama Yayasan KH Amir KY Pondok
Pesantren Hasan Ma’shum, dikutip tanggal 23 Maret 2014.
65
109
Namun nu>r ‘ala nu>r itu, di tempatkan pada sebuah wadah yang lebih dikenal
dengan waliyan mursyidan. Ia adalah guru. Sehingga guru mereka yang tergolong
berada dalam ahli silsilah adalah para waliyan mursyidan. Para wadah nur ‘ala nur
atau ahli silsilah turun melalui Jibril itu, yaitu:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
Muhammad saw.
Abu> Bakar al-S{iddi>q
Salman al-Farisi>
Qas}im bin Muhammad bin Abu> bakar
Ja‘far S{a>diq
Abu> Yazi>d al-Bist}a>mi>
Ibnu H{asan ‘Ali bin Abu> Ja‘far al-Kharqa>ni
Ibnu ‘Ali al-Fud}ail bin Muhammad al-T{u>si al-Farimadi
Ibnu Ya‘qub Yusuf al-Hamda>ni bin Ayyub bin Yusuf bin Husain
‘Abdul Kha>liq al-Fajduwani Ibnul Imam Abdul Jamil
Al-‘Arif al-Riwayakari
Mahmud al-Anjir Faqhnawi
Ali al-Ramitani al-Mans}u>r al-Syeikh Azizan
Muhammad Baba Samasi
‘Amir Kula>l bin Sayyid Hamzah
Baha’ al-Di>n Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Syarif al-Husaini
al-Uwaisi al-Bukhari
q. Muhammad al-Bukhari al-Khawariszmy al-Mans}u>r al-Syeikh Alauddin al-T{u>r
r. Ya‘qub al-Jarkhi
s. Nur al-Di>n Ubaidillah al-Ah}ra>r al-Samarqandi bin Mah}mu>d bin Syiha>b al-Di>n
t. Muh}ammad Zahid
u. Darwisy Muhammad al-Samarqandi
v. Muhammad al-Khawajiki al-Amkani al-Samarqandi
w. Mu‘ayyid al-Di>n Muhammad al-Baqi> billah
x. Ah{mad al-Faruq al-Sirhindi
y. Muhammad Ma‘s}um
z. Saif al-Di>n ‘A<rif al-Ahmadi
aa. Nur al-Badwa>ni
bb. Syam al-Di>n Habibullah Jan bin Jana>n al-Mud}ar Alwi
cc. ‘Abdullah al-Dah{lawi
dd. Dliya’ al-Di>n Kha>lid al-Usman al-Kurdi
ee. ‘Abdullah al-Zinjani
ff. Sulaiman al-Qarimi
gg. Sulaiman Zuhdi
hh. Ali al-Rid{a>
ii. Muhammad Hasjim al-Kha>lidi>
jj. Sulaiman Hasyim al-Kha>lidi>
kk. Muhammad Khais Hasjim al-Kha>lidi
110
ll. Amiruddin Kadirun Yahya.66
Mereka itu merupakan bentuk perpanjangan tangan Tuhan. Para nabi as. dan
Rasulullah saw. adalah:
Makhluk Tuhan sebagai perpanjangan tangan daripada Allah untuk
menyampaikan petunjuk-petunjuk Tuhan kepada manusia agar manusia itu
bisa menjalankan apa yang dimaui Tuhan. Itukan kepanjangan dari tangan
Allah.67
Adapun pasca Nabi saw. mereka dinamakan pewaris amanah risalah
ketuhanan. Mereka yang berhak menyandang gelaran ulama
‫اﻟﻌﻠﻤﺎء ورﺛﺔ اﻷﻧﺒﻴﺎء‬
mereka itu adalah orang-orang yang bertakwa,68 dan Allah bersama orang-orang
yang bertakwa.69
Mursyid yang prioritasnya adalah nur yang menempati sebuah wadah
sebagaimana yang telah diungkapkan sebelumnya, memiliki kemampuan untuk
melihat kondisi jiwa para muri>dnya. Oleh karena dia memiliki sifat khusus sebagai
pembimbing, yaitu kha>lis} mukhlis}in> dan kammil mukammil (suci dan mensucikan,
sempurna dan menyempurnakan).70 Di samping kedua sifat khusus ini, dapat juga
digambarkan pada ayat:
٧١
ِْ ‫وﻳـَﺰّﻛِﻴ ُﻜﻢ وﻳـﻌﻠِّﻤ ُﻜﻢ اﻟْ ِﻜﺘَﺎب و‬
‫ْﻤﺔَ َوﻳـُ َﻌﻠِّ ُﻤ ُﻜ ْﻢ َﻣﺎ َﱂْ ﺗَ ُﻜﻮﻧُﻮا ﺗَـ ْﻌﻠَ ُﻤﻮن‬
َ ‫اﳊﻜ‬
َ َ
ُ ُ ََُ ْ َُ
Ungkap Mahmud Lasawedi.72
Sumber Dokumen, Silsilah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, dikutip tanggal 14
September 2013.
66
67
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
68
Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Observasi Penjelasan Tatacara Suluk, Surau Kayumalue Palu, 19 Juli 2013.
69
QS. Al-Baqarah 2: 194, al-Taubah 9: 36 dan 123.
70
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
71
QS. Al-Baqarah 2: 151.
72
Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Observasi Penjelasan Tatacara Suluk, Surau Kayumalue Palu, 19 Juli 2013.
111
Pemahaman tentang mursyid oleh kalangan jamaah Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah berbeda. Itu terlihat dari pernyataan Prayitno bahwa ra>bit}ah itu memiliki
beberapa tingkatan.73
Tingkatan Ra>bit}ah, yaitu:
a. Tuhan mursyid hakiki.
Ketika seorang muri>d mencapai konneksitas dengan Tuhan maka disinilah ia
dibimbing dalam bertindak. Mereka pada dasarnya berada dalam iradah ketuhanan
dan mereka tidak lalai dari mengingat-Nya. Muri>d akan senantiasa berzikir
bagaimanapun keadaannya akan tetapi zikir paling murni adalah zikir yang
datangnya dari Tuhan:
Amiruddin menyatakan:
Dzikir dari Tuhan inilah sebagai karunia-Nya yang kita harapkan untuk
menentukan corak (nilai) dari dzikir sehingga berkwalitas. Dzikir yang positif
yang dengan itu faktor ke-Tuhanan berlaku sesuai dengan hukum-Nya dan
mau-Nya. Hasilnya adalah murni dari perbendaharaan-Nya yang muncul
kepermukaan. Dia itu adalah sifat-Nya. Itulah yang menjadi perangai dan
gerak-gerik kita, itulah wajah Dia.74
Corak gambaran seperti ini dapat tergambar dari hadis Rasulullah saw. yang
diriwayatkan oleh Bukhari:
ٍ
ِ
‫ﻳﻚ ﺑْ ُﻦ‬
ُ ‫ َﺣ ﱠﺪﺛَِﲏ َﺷ ِﺮ‬،‫ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ُﺳﻠَْﻴ َﻤﺎ ُن ﺑْ ُﻦ ﺑِﻼٍَل‬،‫ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﺧﺎﻟ ُﺪ ﺑْ ُﻦ ﳐَْﻠَﺪ‬،َ‫َﺣ ﱠﺪﺛَِﲏ ُﳏَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ ﻋُﺜْ َﻤﺎ َن ﺑْ ِﻦ َﻛَﺮ َاﻣﺔ‬
ِ‫ﻮل ﱠ‬
ِ‫ﻋﺒ ِﺪ ﱠ‬
:‫اﻪﻠﻟَ ﻗَ َﺎل‬
ُ ‫ ﻗَ َﺎل َر ُﺳ‬:‫ ﻗَ َﺎل‬،‫ َﻋ ْﻦ أَِﰊ ُﻫَﺮﻳْـَﺮَة‬،‫ َﻋ ْﻦ َﻋﻄَ ٍﺎء‬،‫اﻪﻠﻟ ﺑْ ِﻦ أَِﰊ َﳕِ ٍﺮ‬
‫ " إِ ﱠن ﱠ‬:‫ﺻﻠﱠﻰ ﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬
َْ
َ ‫اﻪﻠﻟ‬
ِ
ٍ ِ ِ َ ِ‫ وﻣﺎ ﺗـ َﻘﱠﺮب إ‬،‫ﻣﻦ ﻋﺎدى ِﱄ وﻟِﻴًّﺎ ﻓَـ َﻘ ْﺪ آ َذﻧْـﺘﻪ ﺑِﺎﳊﺮ ِب‬
‫ َوَﻣﺎ‬،‫ﺖ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ‬
‫َﺣ ﱠ‬
‫ﺐ إِ َﱠ‬
‫ُ ُ َْ َ َ َ َ ﱠ‬
ْ ‫ﱄ ﳑﱠﺎ اﻓْـﺘَـَﺮ‬
َ َ َْ
ُ‫ﺿ‬
َ ‫ﱄ َﻋْﺒﺪي ﺑ َﺸ ْﻲء أ‬
َ
ِ
ِ
ِ
ِ
ِ
ِ
ِ
‫ﺼَﺮﻩُ اﻟﱠﺬي ﻳـُْﺒﺼ ُﺮ‬
‫ب إِ َﱠ‬
ُ ‫ ُﻛْﻨ‬:ُ‫َﺣﺒَْﺒﺘُﻪ‬
ْ ‫ ﻓَِﺈ َذا أ‬،ُ‫ﱄ ﺑِﺎﻟﻨـ َﱠﻮاﻓ ِﻞ َﺣ ﱠﱴ أُﺣﺒﱠﻪ‬
َ َ‫ َوﺑ‬،‫ﺖ َﲰْ َﻌﻪُ اﻟﱠﺬي ﻳَ ْﺴ َﻤ ُﻊ ﺑِﻪ‬
ُ ‫ﻳَـَﺰ ُال َﻋْﺒﺪي ﻳَـﺘَـ َﻘﱠﺮ‬
ِ ‫ وﻟَﺌِ ِﻦ اﺳﺘَـﻌﺎ َذِﱐ َﻷ‬،‫ وإِ ْن ﺳﺄَﻟَِﲏ َﻷ ُْﻋ ِﻄﻴـﻨﱠﻪ‬،‫ وِرﺟﻠَﻪ اﻟﱠِﱵ ﳝَْ ِﺸﻲ ِ ﺎ‬،‫ وﻳ َﺪﻩ اﻟﱠِﱵ ﻳـﺒ ِﻄﺶ ِ ﺎ‬،‫ﺑِِﻪ‬
‫ )رواﻩ‬... ،ُ‫ُﻋﻴ َﺬﻧﱠﻪ‬
ُ ْ َ َ ُ َْ ُ َ َ
َْ َ َُ
َ َ َ
(‫اﻟﺒﺨﺎرى‬
73
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
Sumber Dokumen, Pola Umum/Fatwa 1 Yayasan KH Amir KY Pondok Pesantren Hasan
Ma’shum, dikutip tanggal 23 Maret 2014.
74
112
Artinya:
Muh}ammad ibn ‘Us\ma>n ibn Kara>mah mengungkapkan kepada kami, Kha>lid
ibn Makhlad mengungkapkan kepada kami, Sulaima>n ibn Bila>l
mengungkapkan kepada kami, Syari>k ibn ‘Abdillah ibn Abi> Namir
mengungkapkan kepada saya, dari ‘Ata>’, dari Abi> Hurairah, Ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Sungguh Allah berfirman: Barang siapa yang
memusuhi wali-Ku maka saya mengizinkannya peperangan, Selama hamba-Ku
mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan sesuatu yang saya cintai dengan
sesuatu yang saya wajibkan atasnya. kemudian hamba-Ku itu selalu
mendekatkan dirinya dengan nawa>>fil (ibadah sunnah) sampai saya
mencintainya. Jika Saya mencintainya: maka Sayalah pendengarnya. Ia
mendengar dengan-Nya, dan Sayalah penglihatannya. Ia melihat dengan-Nya,
dan Saya tangannya. Ia memukul dengan-Nya, Sayalah kakinya. Ia berjalan
dengan-Nya, jika ia meminta sungguh Saya memberikannya, jika ia memohon
perlindungan Saya sungguh melindunginya…
b. Nur Muhammad.75
Nur ini pada hakikatnya dijadikan wasilah bagi kalangan jamaah tarekat
untuk mencapai Tuhan. Untuk sampai pada tahapan ra>bit}ah ini seorang muri>d dalam
melaksanakan amalan mesti penuh kesungguhan, kesabaran dan keikhlasan. Nur
inilah yang menyampaikan kepada Allah, sebagaimana ungkapan Prayitno: yang
mampu menggapai matahari adalah cahayanya, begitupulah Allah yang mampu
sampai kepadanya hanyalah cahaya-Nya.
Mengenai Nur Muhammad ini, al-Hallaj menulis dalam kitab Tawasin:
Semua cahaya para rasul bermula dari cahayanya (Muhammad); ialah yang
mendahului semuanya, namanya tertera dalam kitab yang terpelihara; ia dikenal
sebelum segala benda, segala makhluk dan akan tetap ada sesudah segala sesuatu
berakhir. Melalui bimbingannyalah semua mata melihat… Segala pengetahuan
hanyalah setetes darinya, segala kearifan hanyalah secawan dari samudra
kearifannya, seluruh waktu hanyalah sesaat dari kehidupannya.
75
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
113
Namun jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dalam observasi
peneliti, ditengah-tengah pembicaraan terkadang muncul pembicaraan tentang
mursyid. Mereka hanya melontarkan bahwa dia senantiasa membimbing kami. Kata
dia dalam ungkapan mereka menurut hemat peneliti hanya merujuk kepada ruhani
guru. Bahkan Mutawakkil menyatakan: Banyak dari jamaah surau hanya
memindahkan dari kata ke kata.76 Persoalan ini muncul karena ketidak pahaman
mereka tarekat yang mereka tekuni dan kurangnya penjelasan yang terperinci.
c. Ruhani guru.
Awal dari pembelajaran ra>bit}ah ini adalah, muri>d hanya diperlihatkan foto
sebagai dasar fokus mereka untuk membayangkan wajah guru mereka. Ketika muri>d
mulai terhubung dengan ruhani guru maka akan tampak seperti yang dikemukan oleh
Rusdin ketika dibait.77 Ruhani guru inilah yang mengantarkan seorang muri>d kepada
ruhani guru sebelumnya hingga sampai kepada ruhani Rasulullah saw.
Pemahaman tentang guru membuat beberapa jamaah terjebak dalam
persoalan ini. Sehingga mereka ada yang menganggap guru ini adalah Tuhan dalam
bentuk zahir. Oleh karena itu pengkultusan terhadap guru sangat memungkinkan
marak dalam kalangan jamaah tarekat.
Pembelajaran tentang al-Qur'an menjadi sebuah fenomena khusus yang
sangat penting untuk diajarkan bagi penganut jamaah Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah kota Palu karena ketika lemah dalam hal ini maka dengan sendirinya
akan menimbulkan penyimpangan yang tidak dirasakan. Ia larut dalam fenomena
yang tidak terjawabkan. Meskipun mereka jamaah Tarekat Naqsyabandiyah
Mutawakkil (42 tahun), Dosen tetap sejarah UNTAD, Wawancara, BTN Griya Palupi Palu,
24 Maret 2014.
76
77
Lihat tesis ini, h. 98.
114
Khalidiyah kota Palu menyatakan bahwa dengan sendirinya akan tercerdaskan. Akan
tetapi, apakah semua jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah telah sampai pada
titik ra>bit}ah inti?
Perlu diingatkan bahwa al-Qur'an telah mengungkapkan hal ini dalam Surah
A<li ‘imran ayat 79, Allah berfirman:
ِ‫ون ﱠ‬
ِ ‫ﻣﺎ َﻛﺎ َن ﻟِﺒ َﺸ ٍﺮ أَ ْن ﻳـ ْﺆﺗِﻴﻪ ﱠ‬
ِ ‫ﱠﺎس ُﻛﻮﻧُﻮا ِﻋﺒﺎدا ِﱄ ِﻣﻦ د‬
ِ ‫ﻮل ﻟِﻠﻨ‬
‫اﻪﻠﻟ َوﻟَ ِﻜ ْﻦ‬
ْ ‫ﺎب َو‬
َ ‫ْﻢ َواﻟﻨﱡﺒُـ ﱠﻮةَ ﰒُﱠ ﻳَـ ُﻘ‬
ُ ْ
ًَ
َُ ُ
َ َ‫اﻪﻠﻟُ اﻟْﻜﺘ‬
َ
َ
َ ‫اﳊُﻜ‬
ِ
ِ
ِ
ِ
(٧٩) ‫ﺎب َوِﲟَﺎ ُﻛْﻨﺘُ ْﻢ ﺗَ ْﺪ ُر ُﺳﻮ َن‬
َ ِّ‫ُﻛﻮﻧُﻮا َرﺑﱠﺎﻧﻴ‬
َ َ‫ﲔ ﲟَﺎ ُﻛْﻨﺘُ ْﻢ ﺗُـ َﻌﻠّ ُﻤﻮ َن اﻟْﻜﺘ‬
Terjemahnya:
Tidak mungkin bagi seseorang yang telah diberi kitab, hikma dan kenabian
oleh Allah, kemudian dia berkata kepada manusia: "jadilah kamu sekalian
penyembahku, bukan penyembah Allah", tetapi dia berkata: "Jadilah kamu
pengabdi-pengabdi Allah sesuai dengan yang diajarkan dalam kitab dan sesuai
dengan yang kamu pelajari.
Begitupun juga pembelajaran al-Qur'an merupakan alat untuk menilai
seorang guru sebagai pewaris silsilah karena segala tindakannya mesti diukur dengan
neraca pengetahuan al-Qur'an atau pewaris tersebut sejalan dengan al-Qur'an.
Persoalan ini penyebab terpecahnya jamaah tarekat dalam beberapa
kelompok. Ketika mereka berbeda menyikapi tentang mursyid. Terlihat ketika pada
bulan Desember 2013, Amiruddin, sebagai penerus silsilah yang ke-37, berlindung
dan tidak memperlihatkan orang yang diamanahkan dari salah satu khalifahnya.
Permasalahan ini menyebabkan muri>d Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah berbeda
pandangan tentang pewaris selanjutnya. Sebagian menyatakan pewaris ada pada
anaknya Saharuddin,78 sedangkan kelompok yang lain masih dalam pencarian dan
pematangan tentang mursyid tersebut.
Beberapa khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kota Palu, seperti:
Mahmud Lasawedi dan Rusli Amu, melihat bahwa pewarisnya telah turun kepada
78
Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Pue Bongo Palu, 19 April 2014.
115
anak dari Amiruddin bernama Saharuddin. Mereka berpikir bahwa wasilah itu telah
ada pada Saharuddin. Itu terbukti dari kekeramatan yang dimilikinya. Disamping itu,
Mahmud telah melihat signal-signal yang ia terima berupa ungkapan Amiruddin
sebelumnya bahwa Mahmud akan diangkat menjadi pimpinan.79 Akan tetapi hal ini
belum dapat dijadikan sebagai dalil yang kuat dalam pengakuannya karena semua
orang mampu memperoleh kekeramatan tetapi akhlak, sangat sedikit muri>d yang
mampu sampai ke tingkatan tersebut.80
Begitupun juga Achmad Risal, setelah melihat keadaan yang terjadi di sekitar
surau,81 ia pun mengakui Saharuddin ini sebagai wadah mursyid dalam salah satu
komentarnya dalam penutupun suluk di Surau Kayumalue Palu. Ia berlandaskan
sebuah argumen bahwa mursyid jika dilihat dari sisi ruhani maka ia adalah ba>t}in,
jika dilihat dari sisi jasmani maka ia adalah z}a>hir atau lebih dikenal dengan sebutan
guru. Kedua unsur ini mesti sejalan, ketika mursyid berlindung maka unsur z}ah> irnya
itu terlepas. Oleh karena itu harus ditetapkan segera pengganti dan Saharuddin ini
yang paling mendekati sebagai mursyid karena ia berada disisi Amiruddin di akhir
hayatnya serta Saharuddin ini berani memikul tanggung jawab ini.82
Hingga saat ini, jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di bawah
kepemimpinan Amiruddin terpecah karena persoalan mursyid. Pergolakan ini
menyebabkan sebagian dari jamaah merasa kebingungan tentang mursyid, ada yang
79
Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Pue Bongo Palu, 19 April 2014. Sekarang Mahmud Lasawedi yang diberikan tugas untuk
mengurus jamaah yang berada dalam naungan Saharuddin.
80
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
81
Kejadian yang terjadi di Surau Kayumalue berupa kabut yang menyelumuti surau ketika
mereka bersuluk di bawah bimbingan Saharuddin.
Achmad Rizal, Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara,
BTN Bumi Anggur Palu, 08 April 2014.
82
116
menghadirkan sampai tiga bentuk, ungkap salah seorang jamaah wanita dalam
diskusi setelah zikir berjamaah.
Prayitno dalam menyikapi persoalan ini, ia menyatakan bahwa:
Supaya tidak terjadi khilafiyah, tidak jadi perpecahan, seseorang yang
senantiasa terpimpin oleh Allah itu, senantiasa menghormati orang lain, bukan
mencari kesalahan orang lain, bukan membuka aib seseorang tetapi menutupi
aib seseorang. Akan terasa jika kita kembalikan kepada mursyid yang nur itu
yang lambat laun nanti akan diantarkan, tetapi dengan sebuah kesabaran, kalau
yang sekarang ini yang terjadi karena memahami mursyid dalam tataran ruh
jadi berbentuk gambar makanya berdebat karena gambar. Tetapi kalau nur
bukan gambar lagi. Istilahnya masih menunggu. Ada sebuah proses
pematangan. Seseorang itu akan tahu. Saya harus bersabar, saya tunggu yang
fisiknya itu datang.83
Ungkapan Prayitno memberikan keterangan bahwa wadah nu>r ‘ala nu>r
belum jelas atau belum nampak dalam pengalamannya, ia masih dalam tahap
penungguan hingga ruhaninya diperjalankan menuju wadah mursyid.
Jika diperhatikan ungkapan Prayitno tentang mursyid, maka jelaslah bahwa
jikakalau mereka semuanya mengembalikan pemikiran mereka kepada mursyid yang
nur itu, mereka akan ditunjukkan siapa yang telah mewarisi nur tersebut. Oleh
karena itu ada keserupaan yang diungkapkan oleh al-Gaza>li> tentang seseorang yang
mencari al-Haq:
ِ ‫ﺎﻟﺮﺟ ِﺎل إِﻋﺮ‬
ِ ِ ُ ‫اﳊَ ﱡﻖ َﻻ ﺗُـ ْﻌﺮ‬
ُ ‫ف اْﳊَ ﱠﻖ ﺗَـ ْﻌ ِﺮ‬
ُ‫ف أَ ْﻫﻠَﻪ‬
َْ َ ّ ‫ف ﺑ‬
َ
Al-H{aq tidak dikenali melalui seorang lelaki, Kenalilah al-H{aq maka kamu
mengenali siapa yang bersama-Nya.
2. Peranan Muri>d
Muri>d merupakan seorang musafir dalam sebuah perjalanan yang berjalan
sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang telah diberikan oleh guru, maka ia pun
menempuh perjalanan sesuai gambaran gurunya sehingga mampu mencapai
83
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
117
tujuannya. Seorang muri>d perlu memperhatikan beberapa adab sopan santun dalam
berhubungan dengan syekhnya. Adab tersebut antara lain:
a. Tidak membantah dalam hati tindakan syekh meskipun dalam berbagai bentuk
takwil.
b. Tidak mengikuti keseluruhan tindakan syekh yang biasa kecuali diperintahkan.
c. Bergegas melakukan sesuatu yang diperintahkan syekh tanpa mencari makna lain
yang diperintahkan.
d. Melihat diri sendiri sangat rendah di antara para makhluk.
e. Tidak diperkenankan berkhianat dalam permintaan syekh. Sudah semestinya
memuliakan dan mengagungkannya.
f. Tidak menginginkan sesuatu dari hasrat duniawi dan ukhrawi melainkan zat
tunggal meskipun berada dalam kondisi atau maqam, fana atau baqa.
g. Tidak menampakkan keinginan selain dari syekh.
h. Tidak emosi terhadap siapapun, karena emosi memadamkan cahaya zikir.
i. Begitupun menjauhkan diri dari perdebatan dan diskusi karena menginginkan
ilmu.
j. Tidak mengutip ungkapan syekh di depan orang kecuali sesuai dengan akal dan
tingkat kecerdasan mereka.
Begitupun juga di dalam Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, muri>d
memiliki beberapa tingkatan. Tingkatan tersebut, yaitu:
a. Tingkatan yang paling tinggi itu namanya PDZ: Pimpinan Zahiriyah. Mereka
inilah yang ditugaskan memimpin suluk ketika ada kegiatan suluk.
b. PPDZ: Pendamping Pimpinan Zahiriyah. Mereka ini yang mendampingi PDZ
ketika ada suluk.
118
c. KMT: Khalifah Menurunkan Tarekat. Mereka ini diizinkan untuk membait
seseorang yang hendak masuk dalam tarekat.
d. PKT: Pembawa Khatam Tawajjuh. Mereka ini diizinkan memimpin tawajjuh dan
zikir.
e. Petoto/Petugas.84 Petoto ini berasal dari bahasa Minang yang berarti pesuruh atau
pelayan.
Mulai dari petoto sampai ke PDZ, menempati barisan terdepan untuk
mensukseskan visi dan misi tarekat.85 Visi dan misi tarekat sebagaimana telah
diungkapkan sebelumnya, yaitu: membentuk pribadi yang berakhlak mulia sehingga
menjadi teladan yang baik dan berdampak rahmatan li ‘alami>n. Oleh karena itu
seorang muri>d mesti siap menerima segala bentuk perintah dari guru, yang
merupakan salah satu unsur pembentukan kepribadiannya.
Amiruddin menyatakan:
Tugas khalifah yang boleh menurunkan Tarikat dan Pembawa Khatam
Tawajjuh serta petoto mempersiapkan: Tempat beramal, dakwah, komunikasi
intern dan ekstern terutama pendekatan kepada instansi pemerintah, dan
menggerakkan perorangan atau jama‘ah untuk bergotong royong dalam segala
event ibadah.86
Prayitno melihat bahwa tarekat adalah pembentukan pribadi-pribadi yang
memiliki unsur akhla>qul kari>mah, uswatun h{asanah, dan rah{matan li al-‘Alamin
Kata petoto sering dipergunakan bagi muri>d laki-laki dan bagi wanita dipergunakan dengan
penamaan datok. Petoto dan datok merupakan muri>d yang telah diangkat oleh guru sebagai pelayan
umat. Gelaran petoto dan datok diberikan ketika seorang muri>d sering masuk suluk hingga lima atau
enam kali dan mereka diangkat oleh guru. Berbeda dengan khadam yang hanya melayani guru dan
keluarganya, jadi ia hanya sebatas lingkungan tersebut.
84
Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret
85
2013.
Sumber Dokumen, Pola Umum/Fatwa 1 Yayasan KH Amir KY Pondok Pesantren Hasan
Ma’shum, dikutip tanggal 23 Maret 2014.
86
119
dalam dirinya.87 Perintah guru atau tugas yang diberikan dari guru merupakan faktor
yang menjadikan seorang muri>d memiliki peranan dalam berinteraksi dengan
masyarakat. Oleh karena itu muri>d akan mampu memberikan kontribusi di tengah
masyarakat ketika ia memiliki ketiga pelajaran yang ada dalam tarekat dengan
memulai ketaatannya terhadap guru.
Prayitno pun menegaskan berulang kali tentang keutamaan dari Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah yaitu:
Akhlak yang telah menjadi teladan sehingga menciptakan kasih sayang
terhadap makhluk,88 yang meliputi alam semesta dan manusia. Adapun kasih
sayang terhadap sesama manusia lebih mampu menghargai manusia tidak
memandang ras atau agama. Oleh karena Rasulullah saw. sewaktu
menyebarkan risalah ketuhanan ditengah masyarakat mayoritas ia
mempergunakan dakwah tindakan berupa akhlak.89
Orang yang memiliki akhlak yang baik dalam bentuk pribudi luhur yang
menjadi contoh ditengah masyarakat akan mampu menciptakan masyarakat yang
makmur yang membawa kepada pencitraan negara yang baldat}un tayyibun wa
rabbun gafu>r.90 Oleh karena itu Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah memiliki
tatatertib untuk semua muri>d, salah satunya: agar selalu menjaga integritas negara
Republik Indonesia dan memerangi segala bentuk terorisme.91 Aturan yang
ditanamkan guru Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah merupakan gambaran secara
87
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
88
Berdasar dari observasi seorang jamaah berbadan tegar dan bertatto ketika melihat dua
ekor ayam bersabung. Ia melaraikannya dan mengatakan ia adalah makhluk.
89
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
90
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
Sumber Dokumen, Tata Tertib Pondok Pesantren Majelis Zikir Hasan Ma‘shum, dikutip
tanggal 14 September 2013.
91
120
tidak langsung bahwa Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah akan menjaga stabilitas
negara.
Mahmud Lasawedi mengungkap peranan tarekat, ia menyatakan:
Cita-cita dari pembentukan negara Indonesia terlihat dari lagu kebangsaan.
Bangunlah jiwanya bangunlah badannya. Dalam hal ini, dimanakah sekarang
semangat jiwa itu sekarang, melihat menurun drastisnya akhlak anak bangsa.
Munculnya pelecahan sexsual, perzinahan. Mesti seorang bangsa mampu
membangkitkan jiwanya demi terciptanya negara yang makmur dan sentosa,
penuh dengan kebebasan. Mampu menghindari maksiat. Tarekatlah dengan
metodenya mampu mengurangi krisis akhlak yang terjadi di tengah
masyarakat.92
Mutawakkil mengakui bahwa seseorang tidak akan mampu memiliki akhlak
yang menjadi teladan yang baik tanpa melalui proses bimbingan tarekat.93 Karena
melalui proses bimbingan dalam tarekat dapat memunculkan dalam jiwa bentuk
kesadaran pribadi yang lebih mampu berpikiran positif tentang problematika
kehidupan.
Sehingga peranan muri>d dalam pencerahan dirinya dan masyarakat dapat
dilihat dari ubudiyah mereka. Begitupun juga dengan berbakti kepada guru. Adapun
maksud dari kedua hal tersebut, yaitu:
a. Ubudiyah terhadap Tuhan.
Prayitno melihat bahwa bakti itu merupakan buah dari rasa syukur kita
kepada Tuhan. Ia menyatakan:
Kitakan sebagai makhluk Tuhan disuruh berbakti dengan Tuhan. Bakti itu
merupakan bagian ungkapan, bagian dari produk, setelah kamu terpimpin oleh
Allah. kalau dirimu terpimpin oleh Allah pasti kamu melakukan bakti. Bakti
itu sebuah perbuatan baik, baik terhadap guru, baik terhadap sesama muri>d
92
Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Pue Bongo Palu, 19 April 2014.
Mutawakkil (42 tahun), Dosen tetap sejarah UNTAD, Wawancara, BTN Griya Palupi Palu,
24 Maret 2014.
93
121
guru, dan kepada setiap makhluk, kayak kamu kalau potensi itu telah hidup
dalam dirimu, kamu pasti berbuat baik terhadap siapapun tanpa memandang
suku agama. Bakti itu buah dari seseorang sempurna karena terpimpin oleh
Allah. Kalau orang-orang itu terpimpin oleh Allah pasti perbuatanperbuatannya itu mulia yang dikerjakan tidak mungkin perbuatan-perbuatan
yang jelek.94
Orang yang terpimpin dalam tindakannya, tidak akan berusaha membuat
kerusakan baik diri, keluarganya dan masyarakat. Tindakan-tindakan itu terlahir dari
pemahaman bahwa segala yang dihamparkan dihadapannya itu merupakan efek dari
tindakan Tuhan maka senantiasa ia bertindak seakan-akan bercengkrama langsung
dengan Tuhan melalui kreasi-Nya. Sehingga mampu menghargai dan menghormati
antara sesama serta menjaga kelestarian alam.
Amiruddin menyatakan:
Ubudiyah (bakti) adalah kewajiban seorang hamba terhadap Tuhannya yang
dilaksanakan dengan penuh kesadaran secara dhahir dan batin akan dirinya
sebagai abdi, dimana dalam geraknya dilandasi dengan dzikir, hati yang tulus
ikhlas dan semata-mata hanya menggantungkan harap akan ridloh dari Alloh
swt. Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur'an Surat az Dzariyat ayat 56:
"Tiada Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi (berbakti)
kepada-ku". Dalam melaksanakan baktinya, seorang abdi dihiasi dzikir di
dalam hatinya dengan istiqomah dan penuh ketaatan/kepatuhan. Karena
dengan kondisi demikian itulah akan terjolok akan turunnya kurnia yang
berupa bimbingan dan petunjuk yaitu Nur Alloh yang Maha Hidup yang
merasuk ke dalam rohani hingga meliputi sel-sel dalam tubuhnya. Maka Nur
inilah yang akan menguasai dan menentukan gerak-gerik pada diri insan
tersebut.95
b. Berbakti terhadap guru.
Berbakti ini merupakan rasa ungkapan terima kasih kepada guru.96 Mahmud
Lasawedi menguatkan amalan ini dengan hadis Rasulullah saw.
‫ﻣﻦ ﱂ ﻳﺸﻜﺮ اﻟﻨﺎس ﱂ‬
94
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
Sumber Dokumen, Sistem dan Metodologi Beragama Yayasan KH Amir KY Pondok
Pesantren Hasan Ma’shum, dikutip tanggal 23 Maret 2014.
95
96
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
122
97
‫( ﻳﺸﻜﺮ ﷲ‬siapa yang belum mampu berterima kasih kepada manusia tidak mampu
bersyukur kepada manusia).98 Sehingga berbakti adalah ketika seseorang
menghormati dan melaksanakan segala perintah guru karena rasa terima kasih
kepada guru yang telah membimbing ruhaninya. Para jamaah tarekat mengikuti
sesuatu yang diperintahkan oleh gurunya karena segala yang diperintahkan guru,
tidaklah itu melainkan mengandung suatu manfaat bagi seorang muri>d. Salah
seorang jamaah tarekat wanita menyatakan dalam perbincangan tentang guru:
seandainya guru menyuruh kami lompat ke jurang maka kami akan melakukannya.99
Achmad Rizal menyadari bahwa 100 bentuk perintah guru memungkin tiga di
antaranya berlawanan dengan nurani seorang muri>d oleh karena itu perlu ada sikap
kehati-hatian dalam menyikapi segala bentuk perintah guru. Segala tindakan seorang
muri>d perlu diperhatikan bahwa seorang guru tidak mampu meminta ampunkan
sebagian perbuatan keji yang telah dilakukannya seperti; durhaka terhadap orang tua
yang melahirkannya.100 Oleh karena itu terlihat seorang memiliki batasan tersendiri.
Rusdin memandang bakti sebagai bentuk kegiatan yang dilakukan muri>d
setelah penutupun kegiatan suluk. Kegiatan-kegiatan tersebut, seperti: membersihkan lingkungan surau dan fasilitas-fasilitas yang ada di dalamnya. Begitupun juga
keikutsertaan dan mensukseskan program dan misi guru Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah.101 Kegiatan itu mesti dilakukan dengan tulus.
97
Hadis ini terdapat dalam sunan al-Tirmizi dengan nomor hadis 1955 yang diriwayatkan
oleh Abu Sa‘id dan terdapat pula dalam musnad Ahmad dengan nomor hadis 7504 yang diriwiyatkan
oleh Abu Hurairah.
98
Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Observasi Penjelasan Tatacara Suluk, Surau Kayumalue Palu, 19 Juli 2013.
Jamaah Wanita Tarekat, Observasi zikir berjamaah, Masomba Palu, 23 Maret 2014.
99
100
Achmad Rizal (52 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, BTN Bumi Anggur Palu, 08 April 2014.
101
2013.
Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret
123
Bakti itu buah dari seseorang sempurna karena terpimpin oleh Allah. Kalau
orang-orang itu terpimpin oleh Allah pasti perbuatan-perbuatannya itu mulia
yang dikerjakan tidak mungkin perbuatan-perbuatan yang jelek. Selamanya itu
seseorang itu diartikan saya harus ikut guru ini kan, makanya nanti itu akan
rendah jadi ini kita dijadikan budak dong! Pasti kita muak, mengapa kita harus
menjadi budak, tapi kalau itu dibikin itu secara automatis sebagai rasa terima
kasih loh.102
Seorang muri>d mesti memahami bahwa berbakti itu dilakukan dengan refleks
sebagai rasa terima kasih kepada guru. Berbakti tidak dilakukan berdasar karena
kewajiban harus mengikuti guru atau dari sebuah kepentingan-kepentingan tertentu
tetapi itu murni sebagai ungkapan terima kasih kepada guru. Jika kalau mereka
melakukan demi menggugurkan kewajiban maka mereka akan terlihat seperti budak
dan itu membuat nilai dari tindakannya rendah.
Rusdin mengakui bahwa guru telah menyampaikan bahwa sekolah tarekat ini
merupakan sosial keagamaan tidak membatasi diri pada kegiatan yang dilakukan
dalam tarekat tetapi itu meluas keluar masyarakat.103 Sehingga, muri>d Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah memiliki sebuah peranan dalam tarekat ketika ia
berubudiyah terhadap Allah dan berbakti kepada gurunya.
Oleh karena itu ada beberapa bentuk kegiatan sosial yang dilakukan oleh
muri>d di tengah masyarakat kota Palu, antara lain:
1) Mengadakan sunatan massal.
2) Mengirim petugas untuk memberikan wejangan dalam acara tv di TVRI Palu
yang diadakan setiap hari Senin-Jum'at. Acaranya ini berlangsung tahun 2013.
102
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
103
2013.
Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret
124
3) Pengadaan taman al-Qur'an di Kayumalue untuk anak-anak tanpa memungut
biaya dengan tenaga pengajar berasal dari alumni Pascasarjana IAIN Palu.
4) Perayaan hari guru di Gedung wanita Sulawesi Tengah pada tahun 2001
5) Seminar Nasional yang diadakan pada tahun 2006 di Gubernuran Sulawesi
Tengah dengan pembawa materi Umar Syihab yang dihadiri oleh beberapa
pihak pemerintah seperti Kapolda. Kemudian dalam seminar tersebut
diberikan rekomendasi untuk mengadakan seminar lain yaitu Seminar
penanganan Penderita Narkoba, kerja sama antara IAIN Palu dan BNN
Propinsi Sulawesi Tengah pada tahun 2006.
6) Pengajian penanganan mental spiritual para narapidana kelas II A pada tahun
2004 yang dipimpin oleh Satriyo Prayitno. Dalam pengajian tersebut seorang
narapidana enggan keluar dari sel tahanan disebabkan ia tidak tahu tempat
berzikir ketika ia keluar dari sel. Namun setelah dijelaskan ada tempat lain
maka ia pun keluar.104
Pengajian penangan mental spiritual para narapidana tersebut bisa terlaksana
di dalam rutan karena salah seorang jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Mahmud Lasawedi, bertugas di dalam lembaga tersebut. Di dalam rutan, narapidana
sering emosi dan berkelahi sehingga Mahmud Lasawedi menganjurkan untuk
dimasukkan tarekat. Usulan tersebut diterima maka diadakanlah majelis zikir di
dalam rutan. Gelombang majelis zikir tersebut diikuti dari 40 narapidana. Salah
seorang narapidana tidak senang ketika mendengar suara azan setelah melakukan
zikir intensif tersebut maka dengan sendirinya ketika ia mendengar suara azan ia
104
2013.
Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret
125
hanya mampu menangis menyesali perbuatannya. Kegiatan tersebut hanya
berlangsung empat tahun. Program tersebut tidak berlanjut hingga sekarang
disebabkan Mahmud Lasawedi telah pensiun dan tidak ada lagi petugas rutan yang
mengurus hal ini. Oleh karena itu untuk pertama kali di dalam rutan tersebut dibuat
satu ruangan khusus untuk salat dan berzikir, jika waktu salat tiba maka pintu sel
setiap jamaah dibuka.105
Sehingga peranan muri>d Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah terhadap
perubahan spiritual umat di Palu, dapat dilihat dari ubudiyah dan bakti mereka yang
timbul dari kesadaran pribadinya sehingga menampakkan sikap dan perilaku yang
dapat dijadikan sebagai teladan. Keadaan itu dilihat oleh Achmad Risal, ia mengakui
bahwa yang membuatnya bertahan di dalam Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
adalah: kehidupan sosial di Surau,106 dalam hal ini ia melihat bentuk kerja sama
mereka dalam menyelesaikan sebuah kegiatan.
Hal itu dirasakan oleh salah satu warga masyarakat Pajeko, Ati ibu rumah
tangga, ia menyatakan:
Saya tidak ada keinginan untuk melihat-lihat ke mesjid yang ada disana, tetapi
selama ini masyarakat disekitar sini ngak pernah merasa resah dengan
keberadaannya dan tidak pernah buat kerusuhan. Mereka selalu berkumpul di
mesjid setiap malam Selasa dan Jum’at dan saya tidak tahu apami dikerja. tapi
pernah saya lihat mereka kerjasama membuat batako.107
Bahkan beberapa keluarga jamaah tarekat, seperti: INR. Istri, ibu dan ketiga
saudaranya masuk tarekat karena melihat perubahan INR.
105
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
106
Lihat tesis ini, h. 95.
107
Ati, Warga Masyarakat Kayumalue, Wawancara, Pajeko Palu, 1 April 2014.
126
Pengaruh tentang kesadaran diri atau perubahan spiritual yang dialami
jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dirasakan oleh Suhri salah seorang
dosen IAIN Palu dan menjabat wakil dekan II Fakultas Syariah saat ini, mengakui
telah melihat banyak perubahan tindakan dari jamaah Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah. Ia menyatakan:
Saya melihat perubahan jamaah tarekat, sebelumnya pencuri, perampok
menjadi berhenti mencuri dan merampok, peminum khamar berhenti minum
bahkan pecandu narkoba seperti H. Subhan berhenti mengkomsumsi narkoba
walaupun diberikan narkoba saat ini, ia tidak lagi memegangnya.108
Disamping itu, salah seorang mahasiswa Universitas Tadulako, Hasaruddin,
mengakui:
Banyak pemabuk yang masuk tarekat berubah bahkan salah seorang temanku,
Alam, sebelum masuk tarekat ia pecandu Narkoba, setelah masuk tarekat ia
menghindari lagi narkoba. Sekarang mereka aktif salat berjamaah dan sering
datang ke Surau Pondok Pesantren Hasan Ma’shum Kayumalue.109
Namun berbeda yang diungkapkan oleh Kadir, salah satu masyarakat Pajeko,
ketika ditanya apakah anda mengetahui keadaan surau yang ada di Pajeko? ia
menjawab: Tidak tahu saya yang disana, mungkin Islamnya berbeda karena terlihat
Mesjid tetapi kami tidak pernah terdengar suara azan dari sana.110
Persangkaan Kadir ini tidak dapat dijadikan landasan bahwa jamaah Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah tidak menjalankan syariat atau memiliki paham Islam
yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya karena dalam tata tertib, dituliskan
bahwa semua muri>d mesti selalu menjaga syariat Islam dan selalu menjaga salat
berjamaah.111 Amiruddin, guru silsilah ke-37, berungkali menyatakan bahwa seorang
Suhri Hanafi (42 tahun), Wadek II Fakultas Syariah IAIN Palu, Wawancara, Kampus IAIN
Palu, 5 April 2014.
108
109
Hasaruddin, Mahasiswa UNTAD FKIP, Wawancara, Samudera II Palu, 31 Maret 2014.
110
Kadir, Warga Masyarakat Kayumalue, Wawancara, Pajeko Palu, 1 April 2014.
Sumber Dokumen, Tata Tertib Pondok Pesantren Majelis Zikir Hasan Ma‘shum, dikutip
tanggal 14 September 2013.
111
127
muri>d yang tidak melaksanakan aturan, lebih baik dikeluarkan.112 Bahkan dalam
kegiatan suluk, para muri>d dilatih untuk senantiasa melaksanakan salat berjamaah,
berpuasa ketika suluk di bulan Ramadan.113
Meskipun Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah memberikan sistem bimbingan ruhani untuk mencapai akhla>qul kari>mah, uswatun h{asanah, dan rah{matan li al-
‘Alamin sehingga mampu meningkatkan spiritual masyarakat akan tetapi ada
beberapa faktor penghambat bagi jamaah tarekat untuk mencapai akhlak, sehingga
menyebabkan tarekat rusak. Keadaan semacam ini diungkapkan oleh Prayitno:
Sisi negatif dari tarekat sebetulnya tidak ada, yang ada itu oknum. Oknum
sipengamal yang tidak tahu tujuan tarekat, yang menyebabkan rusaknya
tarekat itu karena oknum. Jika kita memperhatikan ayat ‫ ان ﻟﻮ اﺳﺘﻘﺎﻣﻮا‬jika kalau
saja mereka berpendirian pada jalan yang lurus maka kami akan turunkan
karunia seperti hujan lebat. Apakah tarekat itu sesat jika yang diturunkan itu
adalah karunia. Jadi oknum yang belum mendapatkan karunia yang
menyebabkan tarekat rusak, karena dalam amalannya itu bukan ilahi anta
maqsudi yang dia cari, tapi yang lain-lain dicari.114
Di antara faktor tersebut seperti merasa telah dibebaskan dari aturan-aturan
syariat. Hal yang sangat disayangkan beberapa kalangan ikhwan berlepas diri dari
syariat.115 Mereka itu yang terjebak dalam fenomena dan bertentangan dengan hadap
21 yang tercantum dalam kurikulum Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah.
Kemudian dihadapkan hadap 9 ketika keluar dari suluk.
Keadaan semacam ini diakui oleh Prayitno, Pada hakikatnya oknum
sipengamal tidak tahu tujuan tarekat, kebanyakan dari mereka masuk tarekat karena
112
Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Observasi Penjelasan Tatacara Suluk, Surau Kayumalue Palu, 19 Juli 2013.
113
Akan dipaparkan beberapa aturan yang dilakukan dalam suluk dan salah satunya adalah
melaksanakan salat berjamaah.
114
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
115
Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Observasi Penjelasan Tatacara Suluk, Surau Kayumalue Palu, 19 Juli 2013.
128
ingin kekeramatan, jabatan dan tidak berupaya mencapai tiga tujuan utama tarekat
sehingga melahirkan pemahaman yang sangat berbeda.116
Begitupun juga beberapa jamaah tarekat mengambil baiat karena
menginginkan sebuah kepentingan pribadi dan menjadi penghalang sampai visi dan
misi dalam Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Oleh karena niat awal mereka
masuk tarekat bermacam-macam, tergantung keadaan seseorang. Ada yang masuk
karena ingin mengenal agama yang hakiki.117 Ada yang masuk karena menderita
penyakit, baik berupa sihir hitam, kecanduan narkoba maupun kegelisahan jiwa
seperti yang dialami oleh Rusdin.118 Bahkan ada yang masuk karena kepentingan
politik.
Namun jika seorang muri>d bertekad dan berusaha untuk memahami dan
mencapai tingkatan tertinggi dari tarekat maka keinginan awal tersebut akan
terkikis dan niatnya dimurnikan.119 Oleh karena itu mereka diajarkan sebelum
melakukan amalan muri>d mesti memuji Tuhan sebab salah satu bentuk fatwa dari
guru Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang menyatakan bahwa segala urusan
penting yang tidak dimulai dengan zikir kepada Allah (pahalanya) terputus dan
segala urusan baik yang tidak dimulai dengan memuji Allah akan buntung.120
116
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
Rizal, Jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Surau Kayumalue Palu,
20 Maret 2014.
117
118
Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret
119
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
2013.
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
120
Sumber Dokumen, Fatwa Sang Guru, dikutip tanggal 14 September 2013.
129
3. Peranan Baiat
Baiat merupakan pintu masuknya seorang dalam tarekat. Hanya dengan
berbaiat, seseorang dapat menjadi anggota tarekat. Proses awal dalam baiat dimulai
dengan bertaubat. Taubat merupakan maqam pertama di kalangan para sufi awal,
karena mampu membawa seseorang dalam keberhasilannya dalam suatu perjalanan.
QS Al-Nu>r/24: 31.
Terjemahnya:
ِ‫وﺗُﻮﺑﻮا إِ َﱃ ﱠ‬...
َِ ‫اﻪﻠﻟ‬
(٣١) ‫ﲨ ًﻴﻌﺎ أَﻳﱡﻪَ اﻟْ ُﻤ ْﺆِﻣﻨُﻮ َن ﻟَ َﻌﻠﱠ ُﻜ ْﻢ ﺗُـ ْﻔﻠِ ُﺤﻮ َن‬
ُ َ
… Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang
beriman supaya kamu beruntung.
Proses selanjutnya muri>d menyatakan sumpah setia kepada syekhnya. Janji ini
diungkapkan untuk tetap taat kepada Allah dan rasul-Nya. Baiat ini memiliki
landasan yang bersumber dari al-Qur’an. QS Al-Fath/48: 18.
ِِ
‫ﱠﺠَﺮِة ﻓَـ َﻌﻠِ َﻢ َﻣﺎ ِﰲ ﻗُـﻠُﻮِِ ْﻢ ﻓَﺄَﻧْـَﺰَل اﻟ ﱠﺴ ِﻜﻴﻨَﺔَ َﻋﻠَْﻴ ِﻬ ْﻢ َوأَﺛَﺎﺑَـ ُﻬ ْﻢ‬
‫ﻟََﻘ ْﺪ َر ِﺿ َﻲ ﱠ‬
َ َ‫ﲔ إِ ْذ ﻳـُﺒَﺎﻳِﻌُﻮﻧ‬
َ ‫اﻪﻠﻟُ َﻋ ِﻦ اﻟْ ُﻤ ْﺆﻣﻨ‬
َ ‫ﻚ َْﲢ‬
َ ‫ﺖ اﻟﺸ‬
(١٨) ‫ﻓَـْﺘ ًﺤﺎ ﻗَ ِﺮﻳﺒًﺎ‬
Terjemahnya:
Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka
berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada
dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi
balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).
Begitupun, QS Al-Fath/48: 10.
Terjemahnya:
ِ‫اﻪﻠﻟ ﻳ ُﺪ ﱠ‬
ِ ِ َ َ‫إِ ﱠن اﻟﱠ ِﺬﻳﻦ ﻳـﺒﺎﻳِﻌُﻮﻧ‬
(١٠)... ‫اﻪﻠﻟ ﻓَـ ْﻮ َق أَﻳْ ِﺪﻳ ِﻬ ْﻢ‬
َُ َ
َ َ‫ﻚ إﱠﳕَﺎ ﻳـُﺒَﺎﻳﻌُﻮ َن ﱠ‬
Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya
mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka…
Ayat di atas menjelaskan bahwa berbaiat dengan Rasulullah saw. merupakan wujud
berbaiat dengan Allah.
130
Tradisi Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dalam berbait dengan calon
muri>d memiliki ciri yang khusus. Calon muri>d yang menyatakan diri masuk dan
mengikuti tarekat, terlebih dahulu dibaringkan di depan mihrab guru dengan posisi
menghadap ke arah mihrab dengan menyampingkan badan ke kanan dengan posisi
tangan kanan di bawah kepala dan keseluruhan badan ditutup dengan kain putih.
Pembaringan ini dilakukan mulai tengah malam hingga subuh dan dianjurkan untuk
menjaga tata tertib pembaringan, yaitu: menjaga wudhu dan tidak boleh berbicara
satu katapun selama dibaringkan, hanya diizinkan menepuk lantai ketika hendak ke
wc. Sebelum dibaringkan, ia meminum air tawajuh tiga teguk dan setiap teguk
membaca surah al-Nasyr sambil meniatkan diri masuk tarekat dan mandi ketika
mandi calon muri>d hendaknya membayangkan dirinya dimandikan oleh guru.
Setelah mandi calon muri>d tersebut diminta untuk melakukan dua rakaat salat
wudhu, taubat dan terakhir salat hajat. Di dalam salat hajat calon muri>d dianjurkan
meminta penguatan jiwa ketika tarekat ini benar.
Rusdin mengaku akan beratnya proses pembaringan ini. Seorang khalifah
yang menjadi wakil guru dalam pembaitan melakukan wirid seperdua malam dimulai
dari jam 12 malam sampai subuh. Amalan itu tidak lain hanya berzikir.121 Zikir yang
mereka amalkan merupakan zikir khusus bagi muri>d yang telah mencapai posisi
KMT yaitu khalifah menurunkan tarekat.
Tradisi ini dinamakan talqin zikir. Prayitno mengungkapkan rahasia dibalik
talqin. Ia menyatakan:
Mengapa orang harus dibaringkan? Dibaringkan bukan apa-apa disitu
melainkan ditanamkan potensi nur Allah dalam diri sendiri, itu yang disebut
121
2013.
Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret
131
dengan talqin zikir. Talqin zikir itu adalah seseorang dikondisikan untuk bisa
menerima potensi nur Allah.122
Baiat ini dapat diumpakan dengan sebuah alat elektronik yang memiliki daya
listrik yang rendah mesti diberikan alat untuk menstabilkan alat eloktronik tersebut,
seperti handphone perlu adaptor, sehingga daya listrik yang tinggi itu tidak merusak
handphone yang memiliki daya penerimaan yang terbatas. Begitupun jiwa manusia,
perlu ada adaptor dalam hal ini seorang guru, sehingga mampu terhubung dengan
cahaya Allah yang memiliki kekuatan tanpa batas.
Potensi nur Allah adalah kalimatun tayyibah, tanggap Rusli Amu.123 Ia
merupakan esensi al-Qur'an. Sebuah tulisan yang ditulis oleh salah satu guru Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah, Kadirun Yahya.124 Di dalam tulisan tersebut
menjelaskan bahwa al-Qur'an memiliki dua dimensi.
Pertama: dimensi yang bersentuhan dengan materi. Itu adalah al-Qur'an yang
diajarkan oleh Nabi Muhammad saw. secara lisan kepada para sahabatnya, dan para
sahabatnya menyampaikan pula secara lisan kepada orang-orang Muslim di zaman
sesudah Nabi saw. dan mereka menyampaikannya secara turun temurun, meneruskannya hingga akhirnya sampai kepada kita sekalian. al-Qur'an inilah yang sering
dibaca. 125
122
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
123
Rusli Amu, Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Surau Kayumalue Palu, 18 Maret
2014.
124
Kadirun Yahya merupakan guru Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah namun ia tidak
dikategorikan sebagai pewaris silsilah. Amiruddin sebagai penerus silsilah belajar tarekat melalui
Kadirun Yahya. Begitupun Prayitno. Dalam wawancara membahas tentang tarekat Prayitno mencoba
menunjukkan tulisan ini yang diupload di net.
125
Sumber Dokumen, Kadirun Yahya, "Mutiara al-Qur'an dalam Capita Selecta Jilid III",
Official Bandar Kalbu. http://bandarkalbu.wordpress.com/2011/08/17/mutiara-alquran-dalam-capitaselecta-jilid-iii (08 April 2014).
132
Untuk merealisasikan minat baca al-Qur'an pada jamaah, khalifah Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah kota Palu mendirikan taman pengajian di Surau
Kayumalue dengan mendatangkan guru mengaji dari alumni Pascasarjana IAIN Palu
melalui izin gurunya.126 Namun melalui observasi penelitian di bulan Maret 2014,
peneliti melihat pengajian tersebut tidak aktif, hal ini disebabkan guru pengaji
tersebut masih mengakui Amiruddin sebagai mursyid dan Surau tersebut ditempati
oleh para jamaah yang mengikuti Saharuddin, anak sulung Amiruddin.
Kedua: dimensi non materi. Lebih mereka kenali dengan haqiqi daripada
al-Qur'an yang merupakan kalimah Allah yang Maha Agung, yang diturunkan oleh
Allah swt. kepada ruhani Rasulullah saw. berupa getaran yang Maha Ultra Sonoor
sebagai wahyu yang tidak berhuruf dan bersuara tetapi mengandung getaran yang
Maha Dahsyat serta tak terhingga.127 al-Qur'an inilah yang ditanamkan pada baiat
seorang muri>d.128
Isyarat tersebut diungkapkan dalam al-Qur'an QS al-Zumar/39: 23.
ِ ‫ﻳﺚ ﻛِﺘﺎﺑﺎ ﻣﺘﺸﺎ ِ ﺎ ﻣﺜ ِﺎﱐ ﺗَـ ْﻘﺸﻌِﱡﺮ ِﻣْﻨﻪ ﺟﻠُ ﱠ‬
ِ
ِ ْ ‫اﻪﻠﻟ ﻧَـﱠﺰَل أَﺣﺴﻦ‬
‫ﲔ‬
َ َ َ َ ً َ َُ ً َ ِ ‫اﳊَﺪ‬
ُ ُ ُ
ُ ‫ﻳﻦ َﳜْ َﺸ ْﻮ َن َرﺑـﱠ ُﻬ ْﻢ ﰒُﱠ ﺗَﻠ‬
ُ‫ﱠ‬
َ ‫ﻮد اﻟﺬ‬
ََ ْ
ِ‫ﺟﻠُﻮدﻫﻢ وﻗُـﻠُﻮﺑـﻬﻢ إِ َﱃ ِذ ْﻛ ِﺮ ﱠ‬
(٢٣)...‫اﻪﻠﻟ‬
ْ ُُ َ ْ ُ ُ ُ
Talqin zikir ini merupakan bentuk pelontaran potensi nur Allah dari mursyid
kelubuk hati seorang muri>d yang dibaiat. Seorang muri>d yang menempuh talqin zikir
ini akan mengalami beberapa tingkah, seperti: sering buang air kecil, terasa panas
dalam tubuh bahkan seorang muri>d akan merasakan kelitihan pada lengan.
126
Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret
127
Sumber Dokumen, Kadirun Yahya, "Mutiara al-Qur'an dalam Capita Selecta Jilid III",
2013.
Official Bandar Kalbu. http://bandarkalbu.wordpress.com/2011/08/17/mutiara-alquran-dalam-capitaselecta-jilid-iii (08 April 2014).
128
2013.
Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret
133
Samsuddin dalam menjelaskan efek-efek tersebut merupakan tanda-tanda
bagi muri>d, bahwa ia telah melakukan penyimpangan-penyimpangan, seperti: sering
buang air kecil maka muri>d tersebut telah melakukan maksiat kelamin, badan terasa
panas karena pengaruh maksiat yang selama ini dilakukan atau ketika seseorang
mengalami kelelahan di tangan maka ia telah melakukan dosa terhadap kedua orang
tua.129 Sehingga talqin zikir merupakan salah satu bentuk detection of problem bagi
seorang muri>d untuk mengingatkan beberapa penyimpangan-penyimpangan yang
telah dilakukan sehingga ia bergegas menyadarinya dan bertaubat. Taubat oleh
kalangan sufi, merupakan maqam pertama dalam memulai perjalanan menuju Allah.
Banyak ayat-ayat al-Qur'an yang menganjurkan seseorang untuk bertaubat. Adapun
amaliyah dalam Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah adalah bertalqin yang mampu
menampakkan kesadaran pribadi bagi para muri>>d yang berbaiat.
D. Metode
Khalaqah
Tarekat
Naqsyabandiyah
Khalidiyah
dalam
Upaya
Mencerahkan Spiritual Umat di Kota Palu
Khalaqah ini merupakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan para muri>d ketika
mereka telah masuk tarekat melalui baiat. Seorang muri>d yang telah resmi menjadi
jamaah tarekat maka ia diajarkan beberapa amalan. Amalan-amalan tersebut
tidaklah itu selain suatu bentuk usaha seorang muri>d untuk mendekatkan ruhnya
kepada Allah sehingga spiritual mereka semakin tercerahkan dengan amalan-amalan
tersebut. Ruh muri>d yang mendekati Allah tentu memperoleh penambahan ilmu
yang merupakan alat untuk mengekang hawa nafsu karena menuruti hawa nafsu
merupakan sumber runtuhnya akhlak seseorang.
129
Observasi Proses Talqin, Surau Kayumalue, 28 Februari 2013.
134
Oleh karena itu ada beberapa metode di dalam khalaqah Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah yang memiliki keutamaan dalam mencerahkan spiritual
jamaahnya. Kegiatan-kegiatan tersebut, yaitu:
1. Konneksi dalam Tawassul
Tawassul lebih dikenal oleh kalangan jamaah Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah dengan istilah ra>bit}ah. Ra>bit}ah ini memiliki beberapa tingkatan.130
Namun peranan ra>bit}ah ini terlihat dari ungkapan Prayitno yang menyatakan
bahwa:
…Oleh karena itu kenapa orang harus ra>bit}ah? Ra>bit}ah itu bukan
menghadirkan guru yah.131 Ra>bit}ah itu konneksitas ruhani kita dengan nur
Allah yang ada dalam diri sang mursyid. Wasilah yang ada dalam diri sang
mursyid. Ra>bit}ah itu mengkonnekkan132 ruhani kita dengan channel133 atau
wasilah atau channel Allah yang ada pada diri sang Mursyid. Waliyan mursyid.
Kalau itu terkonnek maka power itu akan hidup dalam diri kita, kayak stop
kontak itu (sambil menunjukkan salah stop kontak dalam rumahnya) Kalau
disitu ada aliran alat apa sajakan misalkan ada lampu maka terang, ada kipas
angin jadi dingin atau ada ac jadi dingin, jadi kita juga begitu.134
Ra>bit}ah itu sendiri merupakan sebuah proses untuk menghubungkan nur Allah ke
dalam diri seseorang melalui seorang penghubung. Penghubung tersebut terletak
dalam diri seorang guru.
Amiruddin menyatakan:
Dalam pola beramal, merabith adalah menggunakan prinsip interaksi antara
perorangan/jamaah dengan Rohani Guru; interaksi tersebut dalam arti mohon
130
Lihat tesis ini, h. 111.
Namun beberapa dari khalifah ketika menjelaskan tentang ra>bit}ah ini, ia mengungkapkan
menghadirkan mursyid dengan membayangkan ruhuni guru ada dihadapan, samping kiri kanan atau
dibelakangnya tanpa menjelaskan tujuan dibalik segala tata cara tersebut.
131
132
Menghubungkan.
133
Channel dalam hal ini merupakan sebuah gelombang yang dipancarkan melalui mursyid.
Diibaratkan sebuah station televisi memancarkan siaran melalui pemancar namun seseorang tidak
mampu mendapatkan siaran tersebut selain menyamakan frequensi yang telah ditetapkan.
134
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
135
syafa'at/berkah/kurnia dengan sikap tawadlu' dengan berdasarkan hadists
Qudsi yaitu "Apakah kalian ingin Kuberi tahu orang-orang yang diharamkan
dikenai siksa api neraka atau api neraka diharamkan baginya? Yaitu api neraka
itu haram bagi orang yang dekat kepada Allah, yang merendahkan diri
kepadaNya yang lemah lembut dan taat".135
Ra>bit}ah itu merupakan salah satu bentuk kegiatan yang dilakukan seseorang
ketika membaca doa iftita>h} di setiap salat yaitu: wajjahtu wajhi (Saya menghadapkan wajahku).
Segala sesuatu itu tidak akan sampai kecuali dengan cahaya-Nya. Untuk kamu
sampai ke Allah maka Allah itu harus langsung. Nah bagaimana langsungnya?
Tidak boleh pakai perantara makanya wajjahtu wajh{i itu kan sebetulnya kan
kata lain dari ra>bit}ah, makanya kalau orang sembahyang tidak tahu dasar
tarekat, sembahyang tidak khusu karena dasar wajjahtu itu dia tidak pahami,
tahunya di tarekat itu. Kuhadapkan wajahku dengan. Itu kan bagaimana,
apakah Tuhan mempunyai wajah? Tapi kalau kita dasar tarekat ada ra>bit}ah
konnektor? Konnek nga? Itu sebetulnya, jadi kalau kamu terbiasa dengan
ra>bit}ah begitu bang ikhwan membaca wajjahtu langsung terkonnek.136
Guru dalam hal ini hanya sebatas wadah. Mursyid dalam ra>bit}ahlah yang
berperan sebagai penghubung. Sehingga ketika seseorang mampu terhubung maka
dalam salat melahirkan kekhusyuan. Oleh karena itu konsep berhubungan dengan
Tuhan, yaitu: wasilah tidak bermakna perantara tetapi mesti dipahami bahwa itu
merupakan
penghubung
atau
pengantar
yang
membawa
kepada
konsep
keterbimbingan menuju Allah. Orang yang terpimpin oleh mursyid mampu berubah
dan meningkat spiritualnya. Akan tetapi, ketika ia belum mampu terhubung dengan
mursyid, ia tidak akan tercipta dalam dirinya ketiga perihal visi dan misi tarekat.
Visi dan misi itu adalah akhla>qul kari>mah, uswatun h{asanah, dan rah{matan li al-
‘Alamin.137
Sumber Dokumen, Sistem dan Metodologi Beragama Yayasan KH Amir KY Pondok
Pesantren Hasan Ma’shum, dikutip tanggal 23 Maret 2014.
135
136
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
137
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
136
Mutawakkil melihat peranan ra>bit}ah ini merupakan bentuk tatacara yang
cepat berhubungan dengan Tuhan. Ia mengibaratkan sebuah aliran internet. Jika
dipancarkan melalui wireless tampak berbeda ketika aliran tersebut disambungkan
dengan kabel. Aliran internet yang dipancarkan melalui wireless akan menyulitkan
dalam pencarian signal kemudian ketika terhubung akan memungkinkan ada
gangguan ketika ada signal wireless yang lain. Berbeda dengan aliran internet yang
menggunakan kabel, ketika kabel itu dihubungkan dengan sumber aliran internet
maka internet pun terhubung.138 Dalam hal ini, mursyid yang menjadi penghubung.
Ketika ra>bit}ah itu berfungsi dengan baik, maka terasa dalam jiwa ada
sentuhan ketenangan yang mengalir karena arus potensi nur Allah tersebut. Rusdin
mengakui telah merasakan dua kali kondisi semacam ini bahkan ia merasakan seperti
es mengalir dalam tubuh, kondisi itu ketika berada dalam suluk dan ketika pernah
terjadi ketika baru bangun.139
Hal ini kayaknya yang dirasakan oleh peneliti ketika berada dalam
sekumpulan jamaah tarekat untuk zikir berjamaah. Ketika itu, terasa sejuk mengalir
disekujur tubuh dan bulu-bulu kuduk berdiri yang semakin membuat jiwa itu tenang.
Namun ada kondisi yang lebih dalam ketika alam sadar (panca indra) kita tidak lagi
berfungsi. Ketika panca indra mulai aktif terasa ada semangat baru dalam jiwa dan
perasaan lebih fresh dan tidak sedikitpun terasa kantuk dan lelah walaupun duduk
berjam-jam berzikir.
Mutawakkil (42 tahun), Dosen tetap sejarah UNTAD, Wawancara, BTN Griya Palupi
Palu, 24 Maret 2014.
138
139
2013.
Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret
137
2. Radiasi zikir.
Zikir merupakan pokok dasar dalam menghidupkan potensi nur Allah. Selain
menghidupkan potensi nur Allah, ia juga mampu membersihkan kekeruhan dalam
jiwa. Oleh karena itu bagi para pemula diberikan amalan dasar berupa zikir ism zat
dengan mengungkap lafaz Allah Allah sebanyak 5000 kali dengan sekali duduk.140
Namun zikir ini berbeda disetiap muri>d, karena sebagian dari mereka telah
menempuh suluk sehingga mereka diberikan zikir yang berbeda dengan yang
lainnya.
Nilai-nilai yang dapat didapatkan dalam pengalaman berzikir bermacammacam, antara lain:
1) Zikir menjauhkan diri dari gangguan syetan dan menghancurkan kekuatannya.
2) Zikir menyebabkan kita dicintai oleh Allah swt. sehingga hati menjadi lapang,
gembira dan berseri dan menjauhkan kegelisahan serta kesedihan hati.
3) Zikir menjadikan rumah dan hati lebih bercahaya.141
Manfaat dari zikir ini dirasakan oleh jamaah Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah seperti, Rizal, ia menyatakan:
Sebelum saya masuk tarekat, saya sering begadang dan ngopi di kafe namun
setelah masuk tarekat keinginan untuk berzikir lebih kuat karena saya
merasakan ketenangan di dalam zikir dan sayapun sekarang senang
melaksanakan salat berjamaah.142
Melalui lantunan zikir para muri>d mampu memasuki alam diluar kesadaran
sehingga zikir merupakan asas utama dalam suatu tarekat. Keutamaan zikir yang
140
Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret
141
Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
2013.
Wawancara, Pue Bongo Palu, 19 April 2014.
Rizal, Jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Surau Kayumalue Palu,
20 Maret 2014.
142
138
dirasakan oleh Risal merupakan aplikasi yang disebutkan dalam al-Qur’an, QS AlRa‘du/13: 28,
Artinya:
ِ‫اﻟﱠ ِﺬﻳﻦ آﻣﻨﻮا وﺗَﻄْﻤﺌِ ﱡﻦ ﻗُـﻠُﻮﺑـﻬﻢ ﺑِ ِﺬ ْﻛ ِﺮ ﱠ‬
ِ ِ‫اﻪﻠﻟ أََﻻ ﺑِ ِﺬ ْﻛ ِﺮ ﱠ‬
(٢٨) ‫ﻮب‬
ُ ُ‫اﻪﻠﻟ ﺗَﻄْ َﻤﺌ ﱡﻦ اﻟْ ُﻘﻠ‬
ْ ُُ
َ َ َُ َ
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram.143
Begitupun QS Al-Zumar/39: 23.
ِ
ِ ْ ‫اﻪﻠﻟ ﻧـَﱠﺰَل أَﺣﺴﻦ‬
ِ ‫ﻳﺚ ﻛِﺘﺎﺑﺎ ﻣﺘﺸﺎ ِ ﺎ ﻣﺜ ِﺎﱐ ﺗَـ ْﻘﺸﻌِﱡﺮ ِﻣْﻨﻪ ﺟﻠُ ﱠ‬
‫ﻮد ُﻫ ْﻢ‬
َ َ َ َ ً َ َُ ً َ ِ ‫اﳊَﺪ‬
ُ ُ‫ﲔ ُﺟﻠ‬
ُ ُ ُ
ُ ‫ﻳﻦ َﳜْ َﺸ ْﻮ َن َرﺑـﱠ ُﻬ ْﻢ ﰒُﱠ ﺗَﻠ‬
ُ‫ﱠ‬
ََ ْ
َ ‫ﻮد اﻟﺬ‬
ِ‫وﻗُـﻠُﻮﺑـﻬﻢ إِ َﱃ ِذ ْﻛ ِﺮ ﱠ‬
(٢٣) ... ‫اﻪﻠﻟ‬
ْ ُُ َ
Artinya:
Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang
serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit
orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan
hati mereka di waktu mengingat Allah.144
Terlihat pada ayat di atas menjelaskan bahwa Allah yang menurunkan
ungkapan yang sangat indah ditampakkan dalam kitab, dengan ungkapan itu orangorang yang takut kepada Tuhannya merasakan getaran pada kulitnya atau berdiri
bulu kudunya sehingga orang yang berzikir akan merasakan kesejukan yang
membawa mereka kepada ketenangan pada kulit dan hati serta lebih larut lagi dalam
zikir. Mahmud Lasawedi mengungkapkan: Ketika berada pada titik kullu jasad maka
reaksi akan muncul seperti bergetarlah semua anggota tubuh.145
Zikir dalam Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dapat dilakukan dengan
zikir sendiri maupun zikir berjamaah. Zikir berjamaah ini dilakukan dengan posisi
143
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 253.
144
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 463.
145
Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Observasi Penjelasan Tatacara Suluk, Surau Kayumalue Palu, 19 Juli 2013.
139
melingkar, dengan mengikuti isyarat pemimpin zikir. Akan tetapi sebelum
melakukan zikir berjamaah biasanya melaksanakan tawajuh terlebih dahulu.
Mahmud Lasawedi melihat bahwa zikir dalam Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
dilakukan dengan khafi dan jahar.146 Zikir khafi ini lebih diutamakan dan hampir
praktek zikirnya secara keseluruhan zikir khafi namun zikir jahar hanya dilakukan
dalam penutupan suluk begitupun juga salawat kepada Rasullah saw. Ketika
penutupan suluk ini, maka jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah menangis
sambil mengungkapkan salawat dan zikir
‫ﻻ إﻟﻪ إﻻ ﷲ‬.
Bagi jamaah yang telah
menerima zikir nafi> is\bat maka terdapat sistem yang diaplikasikan dalam
mengungkapkan zikir nafi> is\bat tersebut.
Achmad Risal melihat bahwa zikir khafi ini memiliki ciri khas dan
keutamaan, ia menyatakan;
Kekuatan spiritual zikir itu terletak di dalam zikir khafi dan itu sesuai dengan
hukum newton. Frequenzi yang kecil itu bisa menghasilkan gelombang yang
besar. Gelombang yang besar mengasilkan energi yang besar. Fisika dan
metafisika itu sejalan. kalau gelombangnya halus energinya besar maka zikir
khafi itu menghaluskan gelombang sehingga mengakibatkan energi yang lebih
tinggi oleh sebab itu ada orang berkata ketika berzikir seakan-akan dia mau
terbang merasa berada di alam lain. Berbeda dengan jahar gelombangnya
terlalu besar karena gelombangnya terlalu besar maka energinya kecil itu bisa
dibuktikan secara fisika. Hukum newton 3 gelombang yang jarak rambatnya
rendah menghasilkan energi yang tinggi kalau jarak rambatnya itu tinggi maka
energinya lebih kecil.147
Mengingat keutamaan zikir ini sebagai sumber hidupnya potensi nur Allah
dalam diri mereka maka para jamaah mengadakan zikir berjamaah di setiap rumah
secara bergilir. Rumah-rumah yang di tempati untuk zikir secara berjamaah ada
enam tempat. Namun rumah yang hendak di tempati untuk berzikir, terlebih dahulu
146
Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Pue Bongo Palu, 19 April 2014.
147
Achmad Rizal (52 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, BTN Bumi Anggur Palu, 08 April 2014.
140
dinaikkan keguru hingga mendapatkan izin dengan pemberian sebuah sejadah.
Adapun persyaratannya harus ditempati berzikir sekali dalam sehari.148 Di samping
itu, ia tetap mengerjakan zikir yang telah diberikan dari guru.
Zikir yang dilakukan secara berjamaah lebih mampu menghidupkan suasana
keheningan dalam berzikir karena energi zikir yang keluar di antara satu jamaah
dengan jamaah lain saling terikat. Unsur senyawa akan terikat dengan unsur
senyawa.
Seorang muri>d sebelum melakukan zikir ia perlu mengkondisikan dirinya
dengan bacaan kaifiya>t. Kaifiya>t itu sendiri merupakan dasar untuk merasakan aliran
potensi nur Allah yang ada dalam diri kita. Prayitno mengatakan:
Setelah konnek dengan potensi nur Allah, bagaimana mengaktifkan diri kita
yang terhijab dari potensi tersebut. Nah ada namanya kaifiyat yang bacaannya
itu tidak lebih dari tiga bacaan istighfa>r, alfatih{a dan qul huwallah. Dasar
inilah yang membuka daripada potensi Allah yang telah hidup dalam diri
kita.149
Ketiga bacaan itu merupakan bacaan pembuka dalam setiap zikir. Seorang muri>d
selalu menjaga diri untuk selalu berusaha mencapai kondisi yang benar-benar
merasakan setiap bacaan kaifiya>t sebelum melakukan zikir ism zat. Kondisi dalam
kaifiya>t terdiri atas:
1) Istigfar yang merupakan kondisi seorang muri>d untuk selalu berupaya kembali
kepada Allah sesuai dengan kehendak-Nya. Amiruddin mengungkapkan:
Kembali kepada Allah sebagaimana telah sebagaimana yang telah
dikehendaki-Nya, makna kembali kepada Allah adalah bertaubat sebagaimana
yang dijelaskan oleh Said ibn Jubair ketika menjelaskan firman Allah:
Sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang kembali (QS al148
Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret
149
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
2013.
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
141
Isra/ 17: 25) Said ibn Jubair berkata “Maksud orang-orang yang kembali
adalah bertaubat kepada Allah.150
2) al-Fatih{ah yang merupakan kondisi seorang muri>d memuji dengan perasaan
bersyukur kepada Allah sehingga merasakan bahwa petunjuk dan pertolongan
itu datangnya dari Allah. Amiruddin mengatakan:
Tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah yang Maha Besar.
Dialah yang memaniskan lisan orang-orang yang berzikir kepada-Nya. Dialah
yang menanamkan rasa takut dalam hati orang-orang yang merenungkan
kelebihan nikmat-Nya, kepada orang-orang yang senantiasa mensyukurinya.
Dialah yang dengan kemurahan-Nya mengasihani orang-orang yang
bermaksiat kepada-Nya.151
3) al-Ikhlas yang merupakan kondisi seorang muri>d mengesakan Allah sehingga
ia benar-benar mampu memurnikan niatnya dan tidaklah dilakukan itu selain
penuh rasa keikhlasan untuk mencapai keridaan Allah.
Ketiga bacaan kaifiya>t tersebut merupakan kondisi seorang muri>d sebelum berzikir,
Prayitno mengungkapkan:
Kalau ketiga ini hidup dalam dirimu bagaimana? Itu terlihat dari Istigfar.
Bagaimana istigfar itu tetap dizikirkan dan diupayakan dizikirkan istigfar itu
berupa kondisi atau sifat. Nah kalau sifat istigfar itu hidup dalam dirimu itu
bagaimana? Apakah setiap detik akan terampuni oleh Tuhan. Selama ini
kegiatan kita hanya dibaca makanya tidak masuk dalam qalbunya. Jadi tarekat
itu pentingkan? Tanpa ini tidak akan bisa, bagaimana orang itu akan
terampuni oleh Tuhan atau Ya Allah minta ampun! Bagaimana
mengkondisikan kita yang implementnya bukan ruh. Oleh karena itu ruh harus
terhubung dengan nur itu yang dikenal dengan rabitah. Jika istigfar itu bukan
kamu yang baca maka potensi itu hidup, sifat itu hidup dalam dirimu, dalam
ruhanimu sifat dari istigfar itu setiap saat kamu terampuni oleh Allah. Terus
kedua al-fatih}a setiap saat kamu ditunjuki dan disayangi oleh Allah bagaimana
kalau kamu disayangi dan ditunjuki? Ketiga kamu bisa mentauhidkan Allah
setiap saat, makanya doanya kan ya Allah! Aku pohonkan seumpama dari
bacaan ini ada pahalanya melalui salurannya itu. Kalau potensi itu kalau
tersalur lewat channelnya dan masuk dalam dirimu pasti was-wasmu kan
150
Sumber Dokumen, Fatwa Sang Guru, dikutip tanggal 14 September 2013.
151
Sumber Dokumen, Fatwa Sang Guru, dikutip tanggal 14 September 2013.
142
hilang, bagaimana tidak hilang? Kamu terampuni, kamu ditunjuki, kamu
mentauhidkan dan bisa hilang was-wasnya.152
Begitu pula, untuk merasakan ketiga kondisi kaifiya>t tersebut, seorang muri>d
perlu dalam kondisi terhubung dengan mursyid dalam hal ini ia perlu mera>bit{ dengan
mursyid sehingga kaifiya>t bukan sekedar bacaan kaifiya>t yang masih diungkapkan
oleh jasad. Akan tetapi benar-benar terasa sehingga ketika ia bezikir, lisan tidak
berzikir lagi tetapi ruh. Rusdin menyatakan:
Diharapkan sebenarnya berzikir bukan lagi kita, dia yang berzikir karena ruh
memiliki fungsi untuk menangkap energi-energi yang halus, seperti: energi
yang mengandung informasi dari alam gaib bisa berbentuk wahyu ataupun
ilham.153
Mahmud Lasawedi pun mengungkapkan hal yang sama dan menguatkannya
dengan ayat: ‫أذﻛﺮﻛﻢ‬
‫أذﻛﺮﻛﻢ‬
‫ﻓﺎذﻛﺮوﱏ‬154 (ingatlah Aku (Tuhan) maka Aku mengingat-mu). Kata
merupakan isyarat dari balasan dari zikir tersebut. Oleh karena itu kata zikir
pada ayat
‫إِﻧﱠﺎ َْﳓ ُﻦ ﻧَـﱠﺰﻟْﻨَﺎ اﻟ ِّﺬ ْﻛَﺮ َوإِﻧﱠﺎ ﻟَﻪُ َﳊَﺎﻓِﻈُﻮ َن‬155
merupakan zikir yang diturunkan dari
Allah kepada orang yang berzikir kepadanya.156
Ketika ruh ini yang berzikir maka ia melakukan mi‘raj. Prayitno mengatakan:
salat itu benar-benar mi’raj.
‫ اﻟﺼﻼة ﻣﻌﺮاج اﳌﺆﻣﻨﲔ‬jadi mi’raj itu bukan hanya khusus
rasul.157 Sehingga gelombang-gelombang zikir yang dirasakan mampu mengubah
keadaan jiwanya.
152
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
153
Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret
154
QS. Al-Baqarah 2: 152.
155
QS. Al-H{ijr 15: 9.
156
Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
2013.
Observasi Penjelasan Tatacara Suluk, Surau Kayumalue Palu, 19 Juli 2013.
157
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
143
Kedalaman zikir seseorang terlihat dari makna ayat al-Qur’an dalam QS AlBaqarah/2: 152.
Terjemahnya:
(١٥٢)... ‫ﻓَﺎذْ ُﻛ ُﺮ ِوﱐ أَذْ ُﻛ ْﺮُﻛ ْﻢ‬
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu…
‘Abdul H{ali>m Mahmud dalam menjelaskan ayat di atas dengan menyatakan:
ِ
ِ
ِ
ِ ِ
‫ أُذْ ُﻛ ُﺮْوِﱏ‬:‫َﺳَﺮا ِر‬
ْ ‫ أَذْ ُﻛ ُﺮُﻛ ْﻢ ﺑِﺘَـَﺮا ُدف اْﳌَﻨَ ِﺢ َواْﻷ‬,‫َﺳَﺮا ٍر‬
ْ ‫ أُذْ ُﻛ ُﺮْوِﱏِ ﺑِﺄ‬:‫ أَذْ ُﻛ ُﺮُﻛ ْﻢ ﺑِﺘَـْﻨﻘْﻴ ِﺢ اْﳉَﻨَﺎن‬,‫أُذْ ُﻛ ُﺮ ِوﱏِ ﺑﺎﻟﻠّ َﺴﺎن‬
ِْ ِ‫ أُذْ ُﻛﺮْوِﱏ ﺑ‬:‫ أَذْ ُﻛﺮُﻛ ْﻢ ﺑِﺎﻟْ َﻔ ْﻮِز اﻟْ َﻌ ِﻈْﻴ ِﻢ‬,‫ أُذْ ُﻛﺮْوِﱏِ ﺑِﺎﻟﺘـ ْﱠﻌ ِﻈْﻴ ِﻢ‬:‫ أَذْ ُﻛﺮُﻛ ْﻢ ﺑِﺎﻟْ َﻔْﺘ ِﺢ َواﻟ ﱡﺴﺮْوِر‬,‫ﻀ ْﻮِر‬
‫ أَذْ ُﻛ ُﺮُﻛ ْﻢ‬,‫ﺎﻹ ْﺣِ َﱰ ِام‬
ْ ِ‫ﺑ‬
ُ ُ‫ﺎﳊ‬
ُ
ُ
ُ
ُ
ُ
ِْ ِ‫ أَذْ ُﻛﺮُﻛﻢ ﺑ‬,‫اﻹﻫﺘِﻤ ِﺎم‬
ِِِ ِ
ِ ِْ ‫ﺑِﺎﻟْ َﻜﺮاﻣ ِﺔ و‬
‫ أَذْ ُﻛ ُﺮُﻛ ْﻢ‬,‫ أُذْ ُﻛ ُﺮْوِﱏ ﺑِﺎﻟْ ُﻘﻠُ ْﻮ ِب‬:‫ْﻤ ِﺔ َواْ ِﻹ ْﳍَ ِﺎم‬
ُْ
َ ‫ﺎﳊﻜ‬
َ ْ ِْ ‫ أُذْ ُﻛ ُﺮْوﱏ ﺑﺎ ْﳍ ﱠﻤﺔ َو‬:‫اﻹ ْﻛَﺮام‬
َ ََ
ِ َ‫ أَذْ ُﻛﺮُﻛﻢ ﺑِﺎﻟْﻤﺤﺒﱠ ِﺔ واﻟْﻌِﺮﻓ‬,‫ أُذْ ُﻛﺮوِﱏ ﺑِ ْﺎﻷَرْﻛﺎَ ِن‬:‫ﻒ أَﺳﺮا ِر اﻟْﻐُﻴـﻮ ِب‬
ِ ِ
.‫ﺎن‬
ُْ
ْ ُ َ ْ ‫ﺑ َﻜ ْﺸ‬
ْ َ ََ ُْ
Artinya:
Ingatlah Aku dengan lisan, maka Aku mengingatmu dengan perbaikan rahasiarahasia. Ingatlah Aku dengan rahasia, maka Aku mengingatmu dengan
pemberian tak terputus dan tersembunyi. Ingatlah Aku dengan kehadiran,
maka Aku mengingatmu dengan kemenangan dan kelapangan. Ingatlah Aku
dengan pengagungan, maka Aku mengingatmu dengan kemenangan yang
agung. Ingatlah Aku dengan pemulian, maka Aku mengingatmu dengan
kemulian. Ingatlah Aku dengan kehasratan dan perhatian, maka Aku
mengingatmu dengan hikma dan ilham. Ingatlah Aku dengan Hati, maka Aku
mengingatmu dengan pembeberan rahasia-rahasia kegaiban. Ingatlah Aku
dengan ketauhidan maka Aku mengingatmu dengan cinta dan irfan.
Begitupun terdapat dalam hadis qudsi yang diriwayatkan bukhari, muslim
dan tirmizi.
ِ
ٍ ‫َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ﻋُ َﻤ ُﺮ ﺑْ ُﻦ َﺣ ْﻔ‬
،ُ‫اﻪﻠﻟُ َﻋْﻨﻪ‬
‫ َﻋ ْﻦ أَِﰊ ُﻫَﺮﻳْـَﺮَة َر ِﺿ َﻲ ﱠ‬،‫ﺻﺎﻟِ ٍﺢ‬
ْ ‫ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ اﻷ‬،‫ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ أَِﰊ‬، ‫ﺺ‬
ُ ‫ َﲰ ْﻌ‬،‫ﺶ‬
َ ‫ﺖ أَﺑَﺎ‬
ُ ‫َﻋ َﻤ‬
‫ ﻓَِﺈ ْن‬،‫ َوأَﻧَﺎ َﻣ َﻌﻪُ إِ َذا ذَ َﻛَﺮِﱐ‬،‫ أَﻧَﺎ ِﻋْﻨ َﺪ ﻇَ ِّﻦ َﻋْﺒ ِﺪي ِﰊ‬:‫اﻪﻠﻟُ ﺗَـ َﻌ َﺎﱃ‬
‫ﻮل ﱠ‬
ُ ‫ " ﻳَـ ُﻘ‬:‫ﺻﻠﱠﻰ ﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬
‫ ﻗَ َﺎل اﻟﻨِ ﱡ‬:‫ﻗَ َﺎل‬
َ ‫ﱠﱯ‬
ِ
ِ
ِِ
‫ﱄ ﺑِ ِﺸ ٍْﱪ‬
‫ب إِ َﱠ‬
َ ‫ َوإِ ْن ﺗَـ َﻘﱠﺮ‬،‫ َوإِ ْن ذَ َﻛَﺮِﱐ ِﰲ َﻣ ٍَﻺ ذَ َﻛ ْﺮﺗُﻪُ ِﰲ َﻣ ٍَﻺ َﺧ ٍْﲑ ﻣْﻨـ ُﻬ ْﻢ‬،‫ذَ َﻛَﺮِﱐ ِﰲ ﻧَـ ْﻔﺴﻪ ذَ َﻛ ْﺮﺗُﻪُ ِﰲ ﻧَـ ْﻔﺴﻲ‬
ِ ‫ وإِ ْن ﺗَـ َﻘﱠﺮب إِ َﱠ‬،‫ﺗَـ َﻘﱠﺮﺑﺖ إِﻟَﻴ ِﻪ ِذراﻋﺎ‬
ِ
,‫ َوإِ ْن أَﺗَ ِﺎﱐ ﳝَْ ِﺸﻲ أَﺗَـْﻴﺘُﻪُ َﻫ ْﺮَوﻟَﺔً )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎرى‬،‫ﺎﻋﺎ‬
ً َ‫ﺖ إِﻟَْﻴﻪ ﺑ‬
ً ‫ﱄ ذ َر‬
ُ ْ‫اﻋﺎ ﺗَـ َﻘﱠﺮﺑ‬
َ
َ ًَ ْ ُْ
(‫ اﻟﱰﻣﺬى‬,‫ﻣﺴﻠﻢ‬
144
Artinya:
‘Umar ibn H{afs} telah menceritakan kepada kami, Ayahku telah menceritakan
kepada kami, al-A‘masy telah menceritakan kepada kami, Saya telah
mendengar Abu S{a>lih dari Abu Hurairah ra. Berkata: Nabi saw. berkata: Allah
swt. Bersabda: Aku berada dalam prasangka hambaku, dan Aku selalu
bersamanya jika ia mengingat-Ku dalam dirinya maka Aku mengingatnya
dalam diri-Ku dan jika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam
perkumpulan, maka Aku mengingatnya lebih baik dari itu. Jika ia
mendekatkan diri kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekatkan diri
kepadanya sehasta. Jika ia mendekatkan diri kepada-Ku sehasta, Aku
mendekatkan diri kepadanya sedepa. Dan jika ia mendatangi-Ku dalam
keadaan berjalan, maka Aku mendatanginya dalam keadaan berlari.
Terlihat dari ayat al-Qur'an dan Hadis di atas dijelaskan bahwa seseorang
dalam berzikir memiliki ketentuan dan tingkatan sesuai kadar kemampuan seseorang
tersebut. Ketika seorang hamba berzikir kepada Allah maka zikir Allah kepadanya
melebihi zikir yang diungkapkan hamba tersebut.
Oleh karena itu di dalam zikir berjamaah Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah, terdapat kegiataan yang bersifat mentransfer potensi. Ini dikenal dengan
tawajuh. Jika diperhatikan kata tawajuh merupakan suatu kata yang bermakna
menghadap atau mengarahkan. Namun dalam pemikiran khalifah, tawajuh
merupakan sebuah konsep untuk berkekalan dengan Allah.158 Tawajuh diperkenalkan
oleh muri>d Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang telah dua kali masuk suluk dan
itu dilakukan setelah salat Asar, Isya dan tengah malam.
Tawajuh memiliki peranan yang sangat penting sebelum berzikir karena
terdapat keheningan. Setiap yang mengikuti tawajuh ini diminta untuk mera>bit}
karena akan diberikan dan disalurkan sebuah potensi ke dalam dirinya. Oleh karena
itu orang yang tidak terhubung maka ia tidak akan mampu menerima potensi yang
dihembuskan ketika tawajuh.
158
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
145
Coba kalau itu kita sebelum dimulai proses tawajjuh itu, betapa heningnya itu,
kita masing-masing disuru untuk konnek, karena akan diberikan sebuah power
akan disalurkan sebuah power ke dalam orang-orang yang bertawajuh itu,
makanya kita harus dalam kondisi konnek, ra>bit}ah, seseorang yang tidak
konnek di saat tawajjuh tidak bisa menerima power itu, coba kamu lihat apa
yang dibaca? Power itu yang dihembuskan159
Sebagian dari mereka ketika dalam tawajuh, tiba-tiba ada yang menangis
tanpa disadari bahkan ia menangis hingga tawajuh dan zikir selesai.160 Itu merupakan
salah satu efek dari hembusan-hembusan yang ditiupkan oleh mursyid dalam
tawajuh. Tawajuh merupakan bentuk berkekalan dengan Tuhan dalam hal ini selalu
terhubung dengan Tuhan. Prayitno menyatakan:
Itulah dasar-dasar untuk menjadikan orang berkekalan dengan Allah harus itu
dulu, harus orang itu dilapangkan, disayangi, harus orang itu terhubung dengan
Tuhan, harus orang itu lapang hatinya, harus orang itu mentauhidkan baru dia
berkekalan dengan Allah kalau salah satu yang ngak ada, bagaimana bisa
berkekalan dengan Allah? Hidup ini kan harus berkekalan dengan Allah ‫ﺍﻟﺫﻳﻥ‬
‫ﻳﺬﻛﺮون ﷲ ﻗﻴﺎﻣﺎ وﻗﻌﻮدا وﻋﻠﻰ ﺟﻨﻮ ﻢ‬161 bagaimana itu? Kalau ditanyakan ada itu. Biar
saya berbicara begini hidup itu pasti.162
Sehingga hembusan berupa bacaan-bacaan beberapa surah dalam al-Qur’an
dan salawat dalam tawajuh merupakan syarat untuk berkekalan dengan Allah.
Ketika salah satu syarat itu tidak dibaca dalam suatu kondisi maka proses
berkekalan itu terputus. Adapun maksud dari berkekalan dengan Allah adalah
seseorang itu senantiasa berzikir dalam segala bentuk kegiatan baik berdiri, duduk,
berbaring bahkan ia ketika kedua mata tertidur ruh tetap berzikir.
159
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
160
Jamaah Tarekat, Observasi Kegiatan Zikir Berjamaah, Surau Kayumalue.
161
QS. A<li ‘Imran 3: 191.
162
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
146
Tawajuh juga merupakan bentuk pemusatan konsentrasi timbal balik antara
satu dengan yang lain dan dapat menghasilkan penyatuan ruhani, penyempurnaan
keyakinan, dan sejumlah gejala yang lain. Sehingga ketika ruhaninya terhubung
dengan ruh mursyid kemudian naik lagi kejenjang yang lebih tinggi yaitu ruh
kenabiaan yang lebih dikenal dalam dunia tarekat dengan nur Muhammad kemudian
nur inilah yang mengantarkan kepada posisi yang lebih dekat dengan Zat Tunggal.
Keadaan itulah hakikat dari berkekalan. Oleh karena itu ketika ruh ini kembali ke
jasad maka rasa itu tetap ada sehingga pribadi itu berada dalam naungan tindakan
Tuhan.
Kapasitas kemampuan seorang pemimpin tawajuh untuk mentransfer potensi
tersebut berbeda. Akan terasa ketika pemimpin zikir memiliki pengalaman yang
besar ketika dihembuskan potensi tersebut. Seorang muri>d lebih mudah merasakan
ketenangan dan rasa sejuk yang mengalir ditubuhnya. Namun hembusan tersebut
bersumber dari mursyid.
Hembusan-hembusannya berasal dari mursyid ruhani yang dihembuskan
melalui pemimpin zikir atau khalifah. Pemimpin zikir atau khalifah hanya
sebatas saluran potensi tersebut, seperti kabel listrik yang mengantarkan arus
listrik.163
3. Penerapan kedisiplinan jiwa melalui suluk
Mahmud Lasawedi ketika ditanya, apa itu suluk? Ia menjawab:
Suluk dari kata salaka salkan wa sulu>kan yang artinya: menuruti, menjalani,
menempuh suatu jalan. Hakikat suluk, yaitu: al-Takhalla> ‘an al-S{ifa>t alMaz\mu>mah (pengosangan diri dari sifat tercela), wa tah}alla> bi al-S{ifa>t alMah{mu>dah (penjernihan diri dengan sifat terpuji, wa al-Tajalla> rabbaka
(penampakan Tuhan). Suluk pada dasarnya memiliki dalil dalam al-Qur’an
Mutawakkil (42 tahun), Dosen tetap sejarah UNTAD, Wawancara, BTN Griya Palupi
Palu, 24 Maret 2014.
163
147
ِ ِ‫ﻓَﺎﺳﻠُ ِﻜﻲ ﺳﺒﻞ رﺑ‬164 (Maka bersuluklah di
surah al-Nah}l ayat 69 disebutkan: ‫ﻚ ذُﻟًُﻼ‬
ْ
َّ َ ُ ُ
jalan-jalan Tuhanmu dalam keadaan merendahkan diri).165
Suluk merupakan amalan yang dilakukan oleh muri>d Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah untuk mendapatkan potensi nur Allah yang lebih besar. Dalam hal
ini merupakan bentuk pelatihan bagi jiwa muri>d untuk disiplin dalam beberapa hari.
Kegiatan suluk ini dilakukan selama 10 hari.166 Suluk juga bisa dilakukan 5
atau 3 hari, tetapi suluk ini hanya dilakukan bagi tingkatan petoto ke atas. Muri>d
yang sering masuk dalam suluk ia akan dinaikkan tingkatannya. Dalam observasi
kegiatan suluk bulan Maret 2014, khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Saharuddin, melihat bahwa suluk merupakan pelatihan untuk merasakan gelombang
zikir yang sangat halus oleh karena itu mesti zikir yang diucapkan mesti diresapi
walaupun ada amalan zikir yang mesti diselesaikan tetapi yang terpenting adalah
bagaimana cara untuk merasakan lebih dalam zikir yang dilafazkan dalam setiap
latifah.
Tingkatan zikir muri>d dalam Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah ini terdiri
dari17, yaitu: 1) Zikir ismu zat, 2) zikir lataif, 3) zikir nafi isbat, 4) zikir wuquf,167 5)
164
QS. Al-Nah}l 16: 79. Namun peneliti melihat ayat ini diperuntukkan lebah untuk berjalan
di jalan Allah dalam keadaan merendahkan diri tetapi ayat ini juga bisa bersifat umum. Oleh kalangan
sufi seorang yang berjalan di jalan Allah mesti menipiskan keegoan dalam diri.
165
Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Pue Bongo Palu, 19 April 2014.
166
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
167
Zikir ini dalam pemaparan Mahmud Lasawedi memiliki landasan dalam al-Qur'an, yaitu: ‫إِ ْذ‬
ِ‫ ﻳـﻐَ ِّﺸﻴ ُﻜﻢ اﻟﻨـﱡﻌﺎس أَﻣﻨَﺔً ِﻣْﻨﻪ وﻳـﻨَـ ِﺰُل ﻋﻠَﻴ ُﻜﻢ ِﻣﻦ اﻟ ﱠﺴﻤ ِﺎء ﻣﺎء ﻟِﻴﻄَ ِﻬﺮُﻛﻢ ﺑِﻪ‬kata ‫ اﻟﻨـﱡﻌﺎس‬pada ayat merupakan bentuk zikir, ketika
َ َ َ ُ
ُ
ْ َّ ُ ً َ َ َ ْ ْ َ ّ ُ َ ُ
َ َ
seseorang berzikir dan terkantuk sehingga perasaan akal menghilang atau kelima indra ini tidak aktif
lagi seperti ketika seseorang tidur akan tetapi terasa dalam sebuah kondisi dan kondisi ini akan
berlanjut ketahap yang lebih tinggi. Sehingga kondisi ini membawa beberapa jamaah tarekat
meyakini hadis Rasulullah saw. yang menyatakan bahwa tidur orang yang berpuasa itu ibadah karena
mereka senantiasa berzikir. Namun tidak tergolong tidur orang yang lalai dari berzikir. Mahmud
Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Observasi Penjelasan
Tatacara Suluk, Surau Kayumalue Palu, 19 Juli 2013.
148
mura>qabah it}laq, 6) mura>qabah ah}diyatul af‘al, 7) mura>qabah ma‘iyah, 8) mura>qabah
aqrabiyah, 9) mura>qabah ah}diyatu zat 10) mura>qabah zatus syarfi walbuhti, 11)
maqam musyahadah, 12) maqam muka>syaf, 13) maqam muqa>balah, 14) maqam
muqa>fahah, 15) maqam fanafillah 16) maqam baqabillah dan 17) tahlil lisan.
Tingkatan-tingkatan zikir di atas diterima oleh seorang muri>d setelah melalui
beberapa kali suluk. Namun amalan suluk untuk pertama kalinya bagi muri>d yang
baru masuk hanya bisa dilakukan setelah tiga bulan dari talqin zikir dengan
mempersiapkan kelambu yang berukuran 1 m3 sebagai tempat untuk berzikir.
Sebelum berangkat untuk bersuluk seorang muri>d terlebih dahulu melakukan salat
hajat di rumah, itu bertujuan untuk memudahkan muri>d dalam pelaksanaan suluk
begitupun mempersiapkan biaya adminstrasi dan juga biaya untuk bersedekah.
Mahmud Lasawedi melihat dalam suluk itu merupakan penggemblengan jiwa
dari pengaruh nafsu untuk membentuk spiritual muri>d. Ia menyatakan:
Disinilah kesempatan kita untuk menggembleng hawa nafsu yang ada di dalam
diri kita. Oleh karena itu Rasulullah saw. bersabda 168‫أﻋﺪ ﻋﺪوك ﻧﻔﺴﻚ ﺑﲔ ﺟﻨﺒﻴﻚ‬
musuhmu yang paling besar adalah hawa nafsumu yang terletak di antara dua
dadamu.169
Prayitno memandang hal yang sama. Ia menyatakan:
Disuluk itu, kita ditraning dan kita diupgrade bagaimana nafsu itu bisa tunduk
supaya diri kita itu patuh sama Tuhan makanya sepuluh hari kita digamleng
bagaimana kita shalat? Bagaimana kita zikir? 10 hari kan cuman itu
kerjaannya.170
Rusdin menyatakan:
168
Setelah mentakhrij lafaz hadis di atas, peneliti tidak menemukan hadis tersebut dilafazkan
dengan sarih. Hanya saja dalam musnad Ahmad yang ditahkik oleh Syu‘aib al-Arnaut} disebutkan
hadis ini sebagai penjelasan ibn al-As\i>r tentang makna lafaz ‫ ﺍﻟﺻﺭﻋﺔ‬dari hadis riwayat bukhari
169
ِ ِ
ِ
. ‫ﻀﺐ‬
‫إِﱠﳕَﺎ اﻟ ﱡ‬
ُ ‫ﺼَﺮ َﻋﺔُ اﻟﱠﺬي ﳝَْﻠ‬
َ َ‫ﻚ ﻧَـ ْﻔ َﺴﻪُ ﻋْﻨ َﺪ اﻟﻐ‬
Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Observasi Penjelasan Tatacara Suluk, Surau Kayumalue Palu, 19 Juli 2013.
170
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
149
Suluk sebuah metode zikir dengan cara mengasingkan diri secara intensif di
Surau selama beberapa hari, tetapi terkadang dilakukan selama 1, 3, 5, 7, 10,
21 dan 40 hari, sesuai dengan petunjuk guru. Suluk ini merupakan latihan
ruhani yang bertujuan untuk membuang atau menghilangkan nafsu dan sifatsifat tercela, mengeluarkan sifat-sifat syaitan dan menggantikannya dengan
nafsu atau sifat-sifat terpuji serta mendatangkan sifat-sifat malakiyah sehigga
dekat dengan Allah swt.171
Observasi peneliti dalam kegiatan suluk di bulan Ramadan tahun 2013,
melihat ada dari jamaah tarekat mengalami gangguan seperti sihir yang telah lama
ada dalam dirinya. Mereka memperistilahkan orang-orang seperti ini dengan
tenggeng. Tenggeng ini banyak dialami oleh masyarakat Palu yang merupakan ilmu
hitam yang diwariskan dari nenek moyangnya. Penyakit mereka dapat dikenali oleh
muri>d ketika ia masuk dalam suluk. Oleh karena ia bertingkah aneh, seperti:
berteriak, menangis, tertawa, muntah ketika proses berzikir tetapi tidak ada yang
keluar, dan beberapa tindakan lain. Selama tarekat ini ada di kota Palu, beberapa
jamaah telah disembuhkan dari penyakit ini. Tiga dari keluarga yang menderita
tenggeng tersebut telah disembuhkan.
Begitupun juga, seorang jamaah tarekat mengaku bahwa sebelum masuk
tarekat ia pernah mengikuti pelatihan tenaga dalam, margaluyu, dan ia sampai
jenjang guru. ia mengungkapkan kondisi yang dirasakan ketika berada dalam suluk
pertamanya. Di dalam suluknya, ia merasakan sakit hingga terasa seakan hampir
mati. Ia tetap melanjutkan suluknya hingga selesai. Adapun suluk-suluk yang dia
ikuti setelahnya tidak merasakan lagi kesakitan tetapi mulai merasakan ketenangan
dalam zikirnya.
171
2013.
Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret
150
Mereka memandang suluk merupakan sumber penerimaan potensi nur Allah
yang besar karena merupakan sarana untuk mengekang hawa nafsu. Oleh karena itu
jiwa mampu melakukan perjalanan atau mi’raj. Untuk mencapai keberhasilan dalam
suluk seorang muri>d perlu memperhatikan beberapa kurikulum suluk yang dijadikan
sebagai aturan dalam pelaksanaan suluk. Kurikulum tersebut dinamakan hadap 21.
Hadap 21 terdiri dari:
a. Hendaklah mensucikan niat daripada segala urusan dunia. Janganlah bermaksud
berlindung dalam suluk karena takut sesuatu urusan dunia atau hendak mencari
supaya disanjung orang supaya dikatakan alim dan lain-lain. Atau hendak menjadi
khalifah supaya pandai mengobati, hendak naik tingkat, hendak mencari keramat
dan sebagainya tetapi hendaklah kita beramal ibadah karena ingin
menghampirkan diri karena Allah swt. juga dii’tikadkan untuk suluk ini seolaholah kita ingin mati.
b. Sebelum kita masuk suluk terlebih dahulu kita melakukan tiga salat sunnat,
sunnat wudu, sunnat taubat dan sunnat hajat demi mengikuti amalan orang-orang
yang shalih, para wali.
c. Dalam kelambu jangan menjulurkan kaki, tidur harus terlipat dalam kelambu.
d. Seolah kita seorang bayi dalam kandungan ibu begitulah kita I’tikadkan dalam
hati. Kandungan ibu ini adalah pimpinan mursyid.
e. Janganlah memimpikan sesuatu lagi walaupun yang dipikirkan itu sesuatu yang
berurusan ibadah. Agar dapat khusu’ dan tawadu di hadapan Allah.
f. Berkekalan wuquf qalbi.
g. Wajib berjamaah dalam shalat, tawajjuh dan zikir. Kalau tertinggal maka mudah
sekali diserang syetan.
h. Tidak berbicara dengan teman lain. Seakan-akan kita sendiri. Jangan berkata-kata
dengan yang lain selain khalifah itupun dibatasi sampai 16 perkataan dalam
sehari.
i. Lazimkan duduk dalam kelambu dan jangan lazimkan duduk diluar kelambu.
Keluar kelambu hanya lima menit. Dalam kelambu tidak boleh makan minum
jangan berkata-kata dan hanya berzikir. Hanya diizinkan minum air tawajuh.172
j. Dalam berzikir hendaknya duduk dengan tawadu dan tawarud dan jangan
bersandar.
k. Selalu memakai kain atau kudung di atas kepala ketika keluar dari kelambu.
l. Selalu mengingat kalimat Allah pada setiap-setiap pekerjaan.
m. Berniatlah hanya berbuat kebajikan kepada ikhwan terlebih dari ikhwan miskin,
supaya mendapat rahmat dari Allah
n. Bersikap sopan santun terhadap petoto yang membantu suluk ini.
o. Sebaik-baiknya memperbanyak sedekah ikhlas dalam suluk supaya Allah
membuka hijab kita.
172
Air tawajuh merupakan air yang telah didoakan oleh guru. Air ini terkadang dipergunakan
dalam pengobatan seseorang yang terkena sihir. Bahkan Mahmud Lasawedi melihat air ini dapat
membersihkan kotoran dalam badan yang merupakan hasil dalam makanan haram.
151
p. Untuk sementara waktu untuk segala bentuk wirid kita tinggalkan dulu agar
supaya kalimat-kalimat Allah mantap.
q. Untuk sementara waktu janganlah makan makanan dari luar karena masaknya
tanpa wudu dan untuk sementara waktu juga tangguhkan makanan dari bentuk
hewani agar mudah terbuka hijab.
r. Janganlah mandi selama 10 hari selain mandi wajib, cukur rambut dan kuku.
s. Kalau datang sesuatu yang ganjil dalam beramal atau dalam mimpi, sebaiknya
melaporkan kepada PDZ karena masalah terbesar dalam suluk itu adalah ilusi.
t. Haruslah menjaga waktu salat untuk berjamaah, tawajjuh dan zikir
u. Lazimkan selalu dalam keadaan berwudu dan selalu berada dalam kelambu.173
Prayitno mengungkapkan:
Kurikulum yang dibuat oleh guru merupakan bentuk pelatihan bagi seseorang
untuk selalu disiplin. Sebagai contoh; muri>d senantiasa menjaga ketapatan
waktu dalam salat, tawajuh, dan zikir. Disitu kita diajarkan tentang kepatuhan,
bagaimana salat lima waktu selama 10 hari berarti 50 kali berjamaah, apa itu
tidak luar biasa?174
Disamping itu, muri>d dibentuk untuk senantiasa menjaga niat dalam
melakukan semua tindakan selama sepuluh hari dalam suluk. Sehingga ketika keluar
dari suluk ada perubahan spiritual tersendiri, walaupun mungkin tidak mengalami
perubahan secara totalitas tetapi sedikit demi sedikit. Perubahan itu dapat dirasakan
oleh seorang muri>d ketika ia bersungguh-sungguh dan melatih dirinya selama tiga
tahun berturut-turut.175
Oleh karena itu muri>d yang senantiasa selalu masuk suluk dan menjaga
kurikulumnya, akan nampak perubahan spiritual dari perilakunya, berbeda dengan
sebelumnya. sikap perilaku yang tadinya suka marah menjadi santun, yang suka
tegesa-gesa lebih hati-hati, yang tadinya sombong menjadi tawadu.176
173
Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Observasi Penjelasan Tatacara Suluk, Surau Kayumalue Palu, 19 Juli 2013.
174
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
175
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
176
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
152
Hasaruddin mengatakan:
Setelah mengikuti suluk saya senantiasa merasa tenang, lebih berhati-hati
dalam setiap pembicaraan dan tingkah laku.177
ABK menyatakan:
Sebelum saya masuk tarekat saya salah seorang pemimpin preman di pasar
Palu, kalau ada Cina yang tidak mau bayar uang keamanan langsung saya
lempar rumahnya. Saya lakukan itu hingga saya lumpuh dua bulan di rumah
sakit tidak dapat disembuhkan hingga saya mendengar tentang pengobatan
yang dilakukan oleh khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, sayapun
berkunjung ke surau dan ketemu dengan ayah, ia mengatakan masuk tarekat
atau berobat. Sayapun mengatakan masuk tarekat dan waktu itu bertepatan
diadakan kegiatan suluk dan saya bersuluk setelah lima hari sayapun mampu
berjalan. Sejak itu saya meyakini tarekat. 178
Berdasar dari observasi banyak jamaah tarekat yang merasakan manfaat
suluk. Ia merasakan semakin tenang. Bahkan ada jamaah sebelum suluk ketika
diadakan rapat mesti ia melemparkan kursi dalam ruangan namun semenjak
melakukan suluk ia tidak pernah lagi melakukan hal tersebut.
Perubahan-perubahan yang dialami para jamaah tarekat tersebut merupakan
buah dari amalan suluk karena dalam suluk mereka diajarkan tentang tujuh titik
point potensi, ketika ketujuh point potensi ini hidup maka perbuatan-perbuatan
tercelapun sirna dengan sendirinya karena meningkatnya kualitas spiritual.
Prayitno menyatakan:
Hidupkan dulu potensi yang ada di latifah qalbumu itu, pasti yang lainnya
akan sirna, makanya dalam tarekat itu mengapa orang butuh suluk? Karena
butuh latifah itu. Dasar membentuk orang memiliki akhlaqul karimah di latifah
itu sebenarnya.179
Latifah inilah merupakan titik point potensi dalam pemikiran khalifah
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Ketujuh titik point potensi itu adalah: latifah
177
Hasaruddin, Mahasiswa UNTAD FKIP, Wawancara, Samudera II Palu, 31 Maret 2014.
178
ABK, Jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Wawancara, Palu, 1 April 2014.
179
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
153
qalbu, latifah ruh, latifah khafi, latifah akhfa, latifah nafsu natiq, latifah kullu jasad.
Setiap latifah memiliki hitungan zikir tersendiri.
Setiap latifah memiliki unsur penyakit dan jika dilafazkan ism zat pada titik
latifah tersebut maka unsur penyakit itu hilang dan berganti dengan sifat yang
terpuji. Berikut ini keadaan setiap latifah.
a. Latifah Qalbi
Merupakan sentral tubuh dan dialah merupakan induk latifah-latifah lainnya dan
merupakan tempat penyimpanan ilmu dan amal. Dialah alam jabarut, tempat
taklut qudra iradah Allah, tempat penuangan ilham dan faid Allah. Dialah yang
dapat mendekati Tuhan ketika dibersihkan dengan zikrulllah dari segala najis
ma’nawi.
b. Latifah Ruh
Tempat terletak sifat-sifat mazmumah (tercela) yang tidak di sukai Allah dan
Rasul Yakni: nafsu atau sifat-sifat bahimiah (binatang jinak, binatang peliharaan)
Nafsu makan, nafsu tidur, bersenang-senang, jimak dll. Sifat penurut syahwat
yang hanya akan membawa ke arah bersenang-senang semata tanpa mengingat
akibatnya. Memusatkan zikir ism zat pada titik ini akan menghilangkan sifat-sifat
tersebut sehingga terbimbing keaarah yang diridai Allah
c. Latifah Sir
Tempat sifat-sifat subu’iyah (binatang jalang/liar) Yakni sifat-sifat binatang
buas, gerang, pemberang/pemarah, emosional, berbuat perpecahan/permusuhan,
pembenci sesama, kejam, aniaya, menindas. Memusatkan zikir ism zat pada titik
ini maka muncul sifat kesempurnaan
d. Latifah Khafi
Tempat sifat-sifat atau nafsu syaitaniah yakni was-was, hasat, dengki, khianat,
cemburu, dusta, munafik, mungkir janji. Jika dipusatkan zikir pada titik tersebut
maka timbul diganti dengan sifat-sifat syukur, rida, sabar dan tawakal.
e. Latifah Akhfa
Tempat sifat-sifat rububiyah/rabbanih (kuasa)Yakni sombong, takabur, riya’,
sana’ah, loba, tamak, ujub (membanggakan diri) segala sifat ketinggi-tinggian
atau kebesar-besaran akulah yang pandai, akulah yang kaya, akulah yang cantik,
gagah dsb. Memusatkan zikir pada titik ini maka muncul sifat-sifat ikhlas,
khusu’, tadaru’, diam (tafakur)
f. Latifah Nafsu Natiq
Tempat sifat-sifat nafsu amarah yakni nafsu yang selalu menyuruh akan
kejahatan khayal dan panjang angan-angan, kewas-wasan. Ketika dipusatkan zikir
pada titik ini maka akan muncul sifat tentram dan pikiran tenang.
g. Latifah Kullu Jasad
Tempat sifat-sifat pemalas, lalai (kebodohan dan kelalaian). Seluruh tubuh dari
ujung rambut, ubun-ubun, sampai keujung telapak kaki, urat, tulang, darah,
daging, kulit/selerang, kuku, sel-sel bulu roma, rongga/pori-pori, seluruhnya
didzikirkan/bergetar menyebut asma Allah karena iblis dan syaitan bisa
154
menetap/masuk melalui salah satu dari padanya. Pemusatan zikir pada titik ini
maka muncul ilmu dan amal.180
Disamping dalam suluk seorang muri>d dilatih untuk disiplin dalam kegiatan
zikir, ia juga dilatih untuk bersedekah. Sedekah merupakan pemberian yang
diberikan secara tulus oleh muri>d dalam bentuk materi dan merupakan amalan yang
dilakukan oleh muri>d dan lebih baik dilakukan secara rutin.181 Sedangkan Prayitno
melihat sedekah merupakan salah satu pembuka hijab, penghapus dosa dan penolak
bala serta alat penopang untuk kesempurnaan keterhubungan dengan Tuhan. Ia
melihat sedekah merupakan penambahan gizi bagi ruh.182
Pembukaan hijab yang dikemukakan oleh Prayitno berupa informasi tentang
suatu kejadian, sehingga hal-hal negatif dapat dihindari. Sesuai kejadian yang
diceritakan oleh Rusdin yang merupakan nilai dari sedekah itu. Ia menyatakan:
Saya kira itu bahagian dari sedekah adalah kita terhindar dari hal-hal yang
negatif seperti: Kalau kita mau keluar rumah terkadang ada hal-hal dari dalam
diri kita, coba periksa dulu peralatan, atau kendaraan yang mau dipakai. Itu
disampaikan dari dalam hati. Pernah saya alami ketika mau keluar rumah
periksa ban belakang sebelah kiri mobilnya, tapi karena saya cuek saya tetap
keluar, pas pulang mau menuju ke rumah kembali, terlempar itu bang
belakang, padahal sudah disuruh periksa sebelum keluar tadi disuruh periksa.183
Namun bukan sekedar pembukaan hijab, tetapi sedekah itu di amalkan dalam
kegiatan suluk terutama bagi mereka yang masih pemula. Ketika ia merasakan
ketidakmampuan dalam berzikir, lutut sakit karena pengaruh duduk maka untuk
meredakan kondisi demikian, orang mesti bersedekah. Sebelum bersedekah,
180
Mahmud Lasawedi (57 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Observasi Penjelasan Tatacara Suluk, Surau Kayumalue Palu, 19 Juli 2013.
181
Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret
182
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
2013.
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
183
2013.
Rusdin (45 tahun), Khalifah Menurunkan Tarekat, Wawancara, Samudra II Palu, 8 Maret
155
seseorang hendaknya merabit terlebih dahulu kemudian membaca kaifiya>t kemudian
mengungkapkan dalam hati keinginannya.
Achmad Risal melihat bahwa hasil dari sedekah itu tergantung dari guru,
siapa yang ia kehendaki untuk diberikan.184 Ia melihat bahwa guru mengetahui
pengetahuan khusus kepada siapa yang berhak tetapi tidak jauh dari kategori yang
telah disebutkan oleh al-Qur'an. Dibalik dari sedekah itu, sesuai keterangan dari para
jamaah, bahwa di dalamnya ada unsur penyakit. Oleh karena itu sewaktu sedekah itu
dihitung maka orang yang menghitungnya memberikan sedekah sebagai tula bala
dari penyakit yang tertimbun dari sedekah tersebut.185
4. Ziyarah
Ziyarah bermakna mengunjungi. Ziyarah ini merupakan bentuk silahturahim
bagi para jamaah, namun ziyarah ini sebatas kepada guru.
Ziyarah itu bagian daripada kita menghormati guru. Ziyarah itu sebenarnya
silaturahim. Itu kan bagian dari etika jadi kita harus menghormati guru, kita
tidak boleh dalam kondisi sombong, angkuh. kalau itu kan aturan-aturan kita
sebagai manusia harus ada hadap harus ada etika. Etika itu kan bagian dari
akhlak. Kita kan dikasih ilmu. Padahal kan, masa kamu telah diberikan ilmu
gurumu, masa kamu tidak menghargai gurumu?186
Ziyarah telah menjadi bagian dari amalan penyempurna bagi para jamaah.
Amalan ini bertujuan bagi para muri>d untuk selalu terinspirasi dengan ungkapanungkapan guru.
Kita kan butuh silaturahmi kalau dengan guru, supaya apa? Supaya ceritacerita guru itu bisa menginspirasi dirimu untuk kemudian kamu bisa berbuat
184
Achmad Rizal (52 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, BTN Bumi Anggur Palu, 08 April 2014.
Mutawakkil (42 tahun), Dosen tetap sejarah UNTAD, Wawancara, BTN Griya Palupi
Palu, 24 Maret 2014.
185
186
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
156
baik. Orangkan melihat kayak fenomena akhirnya ia tidak dapatkan
sesungguhnya ilmu ketuhanan Guru itu kan orang yang dekat dengan Allah,
kalau kita dekati dengan konnek, konnek dengan ruhani sang guru itu, maka
ilmu-ilmunya itu akan tersalur ke dalam diri kita. Itu pentingnya ziarah disitu.
Bukan cuman datang mendengar cerita. Bagian dari mata pelajaran, untuk
mengenal Allah secara sempurna, karena dalam sang guru itu kalau kita
berziarah (silaturahmi) pastikan dia bercerita. Cerita-ceritanya itu pasti untuk
memperbaiki akhlak kita.187
Muri>d yang terbatas melihat fenomena atau karamat tidak akan mampu
memiliki kemajuan spiritual yang mengarah kepada pribudiluhur karena ia asik
dengan fenomena yang dilihat dari guru sehingga mereka tidak memperhatikan dari
ungkapan guru sebagai sarana nasehat yang mengarahkan kepada kemajuan spiritual.
Padahal ketinggian dari tarekat itu ketika seorang muri>d mampu mencapai spiritual
yang tinggi, mampu berinteraksi dengan Tuhan, alam dan masyarakat di bawah
naungan kehendak Tuhan.
Ziyarah ini dapat dilakukan dalam dua bentuk: pertama secara jasmani
seperti yang telah diungkapkan sebelumnya dan kedua ziyarah ruhani, yaitu ketika
ruh seorang muri>d berjumpa dengan ruh seorang mursyid. Meskipun Achmad Risal
tidak
mengakui
akan
adanya
bentuk
ziyarah
ruhani
ini,188
Mutawakkil
mengungkapkan bahwa suatu ketika Prayitno sementara berada di depan TV dan
waktu itu istrinya datang serta memukulnya. Prayitno mengatakan:" wah kamu
mengganggu saja, lagi asyik berbicara dengan guru.189 Begitu juga ungkapan Rusdin
tentang pengalamannya ketika ditalqin.190
187
Satriyo Prayitno (54 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, Palu, 21 Maret 2014.
188
Achmad Rizal (52 tahun), Pimpinan Zahiriyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
Wawancara, BTN Bumi Anggur Palu, 08 April 2014.
Mutawakkil (42 tahun), Dosen tetap sejarah UNTAD, Wawancara, BTN Griya Palupi
Palu, 24 Maret 2014.
189
190
Lihat tesis ini, h. 98.
157
Amalan-amalan yang dijadikan sebagai khalaqah al-sufiyah yang mampu
mencerahkan spiritual seorang muri>d, merupakan amalan yang saling terkait, tidak
dipilah salah satu dari amalan. Dalam pelaksanaan amalan tersebut, seorang muri>d
senantiasa dalam kondisi tera>bit} (terhubung dengan mursyid) sehingga lebih mampu
melakukan amalan semata karena keridaan Tuhan yang tidak bercampur dengan
keinginan-keinginan yang lain.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, dapat
disimpulkan sebagai berikut ini:
1. Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah masuk di kota Palu pada tanggal 9 April
1991 melalui khalifah Kadirun Yahya yang terdiri dari empat gelombang.
Keempat
gelombang
tersebut
merupakan
jenjang
perkenalan
kepada
masyarakat tentang Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Hingga diijazahkan
Amiruddin oleh Muhammad Khair Hasyim, jamaah Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah di kota Palu mulai berkembang yang kemudian didirikanlah
Pondok Pesantren Hasan Ma‘shum. Jumlah jamaah Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah hingga pada tahun 2013 tercatat 4867 jamaah di kota Palu.
Perkembangannya juga dapat dilihat dari banyaknya rumah-rumah jamaah
yang dijadikan tempat berzikir. Terkhusus di kota Palu ada enam rumah
jamaah yang dijadikan tempat berzikir. Begitupun juga khalifah Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah masih aktif mengadakan dakwah ditengah
masyarakat kota Palu.
2. Peran Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di kota Palu dapat terlihat melalui
visi dan misi tarekat. Visi dan misi tersebut adalah membangun jiwa yang
berakhlak mulia sehingga mampu menjadi teladan dan menciptakan kasih
sayang antara sesama makhluk. Oleh karena tarekat tidak terlepas dari tiga
eksitensi yang saling terkait yaitu: mursyid, muri>d, dan bait.
158
159
a. Peranan mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah adalah menuntun dan
membawa muri>d-muri>dnya mencapai rida Allah swt. Sehingga mursyid
senantiasa menyucikan jiwa muri>d dari unsur pengaruh zahir seperti: minum
khamar dan berzina, begitupun juga menyucikan dari unsur pengaruh batin.
b. Peran muri>d terlihat dari bentuk ubudiyah mereka kepada Allah dengan akhlak
yang mulia yang disertai penjagaan terhadap syariat, begitupun juga terlihat dari
bakti mereka kepada gurunya.
c. Peran baiat yang merupakan bentuk detection of problem bagi murid, proses baiat
mampu memberikan efek kepada muri>d yang dibaiat sehingga ia menyegerakan
dirinya untuk bertaubat.
3. Metode khalaqah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah merupakan bentuk
kegiatan dalam upaya pencerahan spiritual umat di kota Palu. Kegiatan
tersebut terdiri dari:
a. Tawassul berupa ra>bit}ah. Ra>bit}ah merupakan konneksitas antara mursyid dan
muri>d sehingga muri>d lebih mudah merasakan potensi nur ketuhanan. Kegiatan
ini serupa dengan doa iftita>h} dalam salat.
b. Zikir merupakan metode untuk menghidupkan potensi nur ketuhanan yang telah
ditanam pada saat baiat. Penyebutan lafaz Allah berulangkali mampu
memberikan ketenangan kepada muri>d yang telah terabit dengan mursyid.
Begitupun zikir dalam Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah bertingkat dan
menghasilkan radiasi pada jiwa muri>d pun bertingkat.
c. Suluk merupakan latihan untuk mendisiplinkan jiwa, baik disiplin dalam
mengerjakan syariat, seperti: salat berjamaah atau zikir begitupun disiplin dalam
mematuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan guru.
160
d. Ziyarah merupakan metode untuk memperkuat jalinan silaturahmi antara guru
dengan muri>d. Begitupun juga memberikan inspirasi bagi muri>d ketika
mendengarkan nasehat-nasehat dari guru.
B. Rekomendasi Penelitian
Hasil penelitian ini, merupakan analisa dan temuan dalam keutamaan Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah dalam mengembangkan kondisi spiritual umat. Disadari
bahwa analisa ini masih memiliki keterbatasan-keterbatasan dalam mengungkapkan
kandungan terdalam dari tarekat. Ini disebabkan proses dalam pemberian amalanamalan tarekat memiliki jenjang yang lama serta waktu penelitian yang sangat
terbatas. Sehubungan dengan itu, penelitian ini merumuskan beberapa rekomendasi,
sebagai berikut.
1. Untuk peneliti selanjutnya, mengadakan penelitian yang lebih detail dari
bentuk perubahan kondisi jiwa sesorang yang masuk dalam tarekat. Dalam hal
ini, perlu mengadakan penelitian yang bentuknya uji coba. Namun akan
membutuhkan waktu lebih lama disebabkan seorang peneliti benar-benar
merasakan keadaan jiwanya dan keadaan orang lain. Peneliti akan mampu
merasakan dan membedakan seorang muri>d rajin berzikir dengan yang tidak.
2. Untuk staf pendidikan yang formal. Perlu mengadakan kurikulum yang
sifatnya pengembangan spiritual siswa melalui pembinaan tarekat.
3. Untuk lembaga tarekat perlu adanya kurikulum yang benar lengkap sehingga
mudah
dipahami
oleh
seorang
muri>d.
Kurikulum
tersebut
dapat
dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu:
a. Kelas syariat. Kelas tersebut mengajarkan ilmu syariat, sehingga para muri>d
pemula yang belum mampu mengetahui ilmu syariat, mereka akan dibimbing
sebelum mendalami ilmu tarekat.
161
b. Kelas tarekat. Kelas tersebut mengajarkan ilmu tarekat sesuai dengan metode
guru tarekat tersebut.
c. Kelas makrifat. Kelas tersebut diajarkan oleh mursyid yang perpengalaman
tentang
pengetahuan
makrifat
kepada
muri>d
yang
memang
layak
mendapatkannya.
4. Untuk oknum pengamal tarekat, perlu pengadaan sosialisasi di tengah
masyarakat sekitar Pesantren dengan mengadakan kegiatan tertentu sehingga
masyarakat di sekitar Pesantren lebih mengenal tentang tujuan dari tarekat dan
tarekat tidak terlihat sebagai pelajaran express.
DAFTAR PUSTAKA
‘Abdillah Muh}ammad ibn al-Kha>ni> al-Kha>lidi> al-Naqsyabandi>. al-Buhjah alSaniyyah, Ed. Terbaru. t.c; Turki: al-Ikhlas, 2002.
‘Abdul al-Ba>qi>, Muhammad Fu’a>d. al-Mu‘jam al-Mufahras li Alfa>z}i al-Qur’an alKari>m. t.c; Kairo: Da>r Kutub al-Mas}riyah, 1364 H.
Abu al-‘Ala> ‘Affi>fi>, al-Tas}awwuf al-S|aurah al-Ru>hiyyah fi> al-Isla>m (Kairo: t.p,
1964) dikutip dalam Abu al-Wafa’ al-Gani>mi> al-Tafta>za>ni>, Madkhal ila> alTasawwuf al-Isla>mi>. Cet. III; Cairo: Da>r al-S\iqa>fah li al-nas\ri wa al-Tauzi‘,
1979.
Abu> Zaid, Muh}ammad al-Rafa>‘i.> al-Qa>mu>s al-Basi>t} fi> ma‘a>ni> al-Qur’an al-Muh}i>t}.
(t.d).
Aceh, Abu Bakar. Pengantar Ilmu Tarekat - uraian tentang mistik. Cet. III; Solo:
Ramadhani, 1985.
-------. Tarekat dalam Tasawuf. Cet. VI; Kelantan: Pustaka Aman Press, 1993.
al-Ahwa>ni>, Ah{mad fua>d. al-Falsafah al-Isla>miyah. t.c; Kairo: al-Haiatu al-Mis}riyah,
1985.
al- A<lu>si>, Abu> Fad}li Syiha>b al-Di>n al-Sayyid Mahmu>d. Ru>h al-Ma‘a>ni> fi Tafsi>r alQur’a>n al-‘Az}i>m wa al-Sab‘u al-Mas\a>ni>, Jil. XXVIII. Cet. II; Beirut: Da>r Ih{ya>
al-Turas\, t.th.
A<min, Ah}mad. Fajr Isla>m. Cet. II; Beirut: al-Kita>b al-‘Arabi>, 1933.
Ansari, Muhammad Abd. Haq. Sufism dan Shari’ah: a study of shaykh Ahmad
Sirhindi’s effort to reform sufism. Terj. Achmad Nashir Budiman, Merajut
Tradisi Syari’ah dengan Sufisme: Mengkaji gagasan Mujaddid Syeikh
Ahmad Sirhindi. Ed. 1. Cet. 2; Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001.
Arnold, dkk. Da>irah al-Ma‘rif al-Isla>miyah, Tahqiq: Ibrahim Zaki> Khaursyi>d, dkk.
Jil. XXII. Cet.I; t.t.: Markaz al-Sya>riqah li Ibda‘ al-Fikr>, 1998.
Arsyad, Mustamin. Islam Moderat: Refleksi Pengamalan Ajaran Tasawuf. Cet.I;
Makassar: Baji Bicara Press, 2012.
‘A<t}if al-Di>n. al-S}ufiyah fi> Naz}ri al-Isla>m: Dirasah wa Tah}li>l. Cet. III; Kairo: alKita>b al-Misriyah, 1985.
Azra, Azyumardi. Islam Reformis: Dinamika Intelektual dan Gerakan. Cet. I;
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999.
Basyu>ni>, Ibra>hi>m. Nasy'ah al-Tas}awwuf al-Isla>mi>. t.c.; Kairo, al-Ma‘arif, t.th.
Bayyu>mi>, ‘Abdul al-Mu‘ti> Muh}ammad. Madkhal ila> dira>sah al-Falsafah alIsla>miyah. Cet. II, Kairo, Kulliyah Us}u>l al-Din Kairo, 1998.
al-Biru>siwiy, Isma>‘il H{uqi>y. Tafsi>r Ru>h al-Baya>n, Jil. I. t.c.; t.t.: al-‘Us\maniyyah,
1330 H.
-------. Tafsi>r Ru>h al-Baya>n, Jil. VIII. t.c.; t.t.: al-‘Us\maniyyah, 1330 H.
162
163
-------. Tafsi>r Ru>h al-Baya>n, Jil. X. t.c.; t.t.: al-‘Us\maniyyah, 1330 H.
BPS 2010 Provinsi Sulawesi Tengah
-------. al-Ja>mi‘ al-Musnad al-Mukhtas}ar min ‘Us}u>l Rasulillah wa Sunanih wa
Ayya>mih. Jil. IX. Cet. I; Beirut: Da>r T{auq al-Naja>h, 1422 H.
Bruinessen, Martin Van. The Tarekat Naqsyabandiyah in Indonesia - a historical,
geographical, and sosiological survey. dengan kata pengantar oleh Hamid
Algar, ter. Ismed Natsir, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia: survei
historis, geografis, dan sosiologis. Cet. IV; Bandung: Mizan, 1996.
Chambert-Loir, Henri dan Claude Guillot. Le culte des saints dans le monde
musulman, terj. Jean Couteau, dkk. Ziarah dan Wali di Dunia Islam. Cet. I;
Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2007.
Chittick, William C. Imaginal Worlds, Ibn al-‘Arabi and Problem of Religious, terj.
Achmad Syahid, Dunia Imajinal Ibnu ‘Arabi; Kreativitas Imajinasi dan
Persoalan Diversitas Agama. Cet. I; Surabaya: Risalah Gusti, 2001.
Darni>qah, Muhammad Ahmad. al-Tasawu>f al-Isla>mi> - al-T{ari>qah al-Naqsyabandiyah
wa A‘la>muha. t.t; Juru>s Bars, t.th.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, Ed. Ilmu Pengetahuan. Cet.
VII; Bandung: al-Mizan Publishing House, 2011.
Faisal, Sanafiah. Metodologi Penelitian Sosial. Cet. I; Jakarta: Erlangga, 2001.
-------. Format-format Penelitian Sosial. Cet. VI; Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2003.
al-Gaza>li>, Abu H{a>mid Muh}ammad ibn Muh}ammad. Ih}ya' al-‘Ulum al-Din, Pengantar
Tasawuf Islam dan analisa tentang kehidupan al-Ghaza>li> serta filsafatnya di
Ih}ya' oleh Badawi> Ahmad, Jil. I. t.c.; Semarang: Karya Toha Putra, t.th.
-------. Ih}ya' al-‘Ulum al-Din, Pengantar Tasawuf Islam dan analisa tentang
kehidupan al-Ghaza>li> serta filsafatnya di Ih}ya' oleh Badawi> Ahmad, Jil. II.
t.c.; Semarang: Karya Toha Putra, t.th.
-------. al-Munqiz min al-Dalalah wa al-Mausu>l ila zi al‘izzah wa al-Jala>l, ditahkik
oleh Jami>l Sali>ban dan Ka>mil ‘Ayya>d. Cet. VII; Beirut: Da>r al-Andalus,
1967.
H{usain ibn Mans}u>r al-H{allaj, Kita>b al-Tawa>si>n, manuskrib, dikutib oleh Annemarie
Schimmel, Mystical Dimensions of Islam. t.c; United States of America: The
University of North Carolina Press, 1975.
H{ilmi>, Muh}ammad Mus}tafa>. al-H{aya>h al-Ruh}iyyah fi> al-Isla>mi>. Cet. II, Kairo, alHai'ah al-Mas}riyah, 1685.
Al-Hujwi>ri>, Kasyf al-Mah}ju>b. t.c; Kairo: al-Majlis al-A‘la> li Syu’u>n al-Isla>mi>, 1974.
-------. Mausu>‘ah al-Kisnaza>n fi>ma> Is}t}alah}a ‘alaih Ahl al-Tasawwuf wa al-‘Irfa>n, Jil.
XIV. t.c., Suriah, Da>r al-Mah{abbah, 2005.
Ibn Asy‘as\, Sulaiman. Sunan Abi Daud bi Tahqi>q Muhammad Muhyi al-Di>n ‘Abdul
Hami>d. t.c; Beirut: al-Maktabah al-‘As}riyah.
164
Ibn Kas\i>r, Abu al-Fida>’ Isma>‘i>l ibn ‘Umar. Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az{i>m. Cet. I; Beirut:
Da>r ibn H{azzam, 2000.
Ibn Khaldun, ‘Abdul al-Rahman. al-Muqaddimah, Tahqiq oleh ‘Abdul al-Sala>m alSyida>di>, Ed. Khusus dalam bentuk Jilid. Jil. III. Cet. I; Maghrib:al-Bayd}a',
2005.
Ibn Muh}ammad ‘Abdul al-Maji>d al-Kha>ni. al-H{ada>iq al-Wardiyah fi> H{aqaiq Ajla>i alNaqsyabandiyyah. Cet. II; Irak: Waza>rah al-Tarbiyah, 2002.
‘Isa>, ‘Abdul Qadir. Haqa>'q al-Tasawwuf, terj. Khairul Amru Harahap dan Afrizal
Lubism, Hakekat Tasawuf. Cet. 13; Jakarta: Qisthi Press, 2011.
Jama>‘ah min Kiba>r al-Lughawiyyi>n al-‘Arab, al-Mu‘jam al-‘Arabi> al-Asa>si>. t.c;
Kairo: al-Munaz}z{amah al-‘Arabiyah li al-tarbiyah wa al-S|iqa>fah wa al‘Ulu>m, t.th.
Jum‘ah, Jama>l Sa‘ad Mah{mu>d. Fi Riya>d} al-Tasawwuf al-Isla>mi>. t.d.
Kalsum, Ummu. Ilmu Tasawuf. Cet. I; Makassar: Alauddin Press, 2011.
Lembaga Penelitian Universitas Islam Malang, Metode Penelitian Kualitatif –
Tinjauan Teroritis dan Praktis, Edisi Revisi. Cet. III; Surabaya: Visipress
Media, 2009.
Lings, Martin. Syekh Ahmad al-‘Alawi His Spritual Heritage and Legacy. Terj.
Abdul Hadi W.M., Syekh Ahmad al-‘Alawi wali sufi abad 20. Cet. IV;
Bandung: Mizan, 1994.
-------. What is Sufism? Terj. Achmad Maimun, Ada apa dengan Sufi? Cet.I;
Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2004.
-------. What is Sufism? Cet. III; Pakistan: The Carvan Press, 2005.
Mah}mu>d, ‘Abdul al-H{ali>m. Qad}iyah al-Tasawwuf al-Munqiz\ min al-D{alalah
Hujjatu al-Isla>m al-Gaza>li>, dengan kata pengantar oleh Muh{ammad Zaki>
Ibra>hi>m. Cet. VIII; Kairo: Da>r al-Ma‘a>rif, t.th.
-------. Qad}iyah al-Tasawwuf al-Munqiz\ min al-D{alalah Hujjatu al-Isla>m al-Gaza>li>,
dengan kata pengantar oleh Muh{ammad Zaki> Ibra>hi>m. ter. Abubakar
Basymelah, Hal Ihwal Tasawuf . t.c.; t.t.p: Daarul Ihya, t.th.
-------. al-Tasawwuf fi> Isla>m, terj. Abdul Zakiy al-Kaaf, Tasawuf di Dunia Islam.
Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 2002.
-------. Sult}a>n al-‘Arifi>n: Abu> Yazi>d al-Bist}ami>. Cet. II; Kairo: al-Ma‘arif, t.th.
Massignon, Lois. Da>irah al-Ma‘arif al-Isla>miyah Maddah Turuq S{u>fiyyah. Kairo: al‘arabiyah, t.th, dikutip dalam ‘Amir Nijja>r, T{uruq al-S{ufiyyah fi Misr:
Nasy’atuha> wa Nuz}umuha>, wa rawa>duha>.
Mulyati, Sri, dkk. Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di
Indonesia. Cet. II; Jakarta: Kencana, 2005.
-------. Peran Tarekat Qa>diriyah Naqsyabandiyah dengan Referensi Utama Suryala,
Ed. I. Cet. I; Jakarta: Kencana, 2010.
165
Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press, 1985.
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Cet. XVII; Jakarta: Raja Grafindo Persada
2010.
-------. The Mystics of Islam. diterjemahkan oleh Tim Penerjemah Bahasa Asing
dengan judul, Mistik dalam Islam. Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 2000.
------. The Mystics of Islam. diarabkan oleh Nu>r al Di>n Syari>bah, al S{u>fiyyah fi al
Isla>m. Cet. II; Kairo: al Dauliyah li al T{aba‘ah, 2002.
Nijja>r, ‘Amir. T{uruq al-S{ufiyyah fi> Misr: Nasy’atuha> wa Nuz}umuha>, wa rawa>duha>.
Cet. V; Kairo, Da>r al-Ma‘a>rif, t.th.
al-Ni>sa>bu>ri>, Abu> al-H{usain Muslim ibn al-Hajja>j al-Qusyairi.> S{ahi>h Muslim, Jil. IV,
Bab. Fad}a>il al-Sahabah. Cet. I; Kairo: Da>r al-H{adi>s\, 1991.
Nurhayati. "Karakteristik Pengamalan Sufisme Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
di kota Palu", Tesis. Makassar: PPs UIN Alauddin, 2006.
al-Qusyairi>, Abu> al-Qa>sim ‘Abd al-Kari>m al-Risa>lah al-Qusyairiyyah, Tahqiq: ‘Abd
al-H{ali>m Mah}mu>d dan Mahmud ibn al-Syari>f, Jil. I. Kairo, Da>r al-Ma‘a>rif,
1119 H.
-------. al-risa>lah al-Qusyairiyyah, Tahqiq: ‘Abd al-H{ali>m Mah}mu>d dan Mahmud ibn
al-Syari>f, Jil. II. Kairo, Da>r al-Ma‘a>rif, 1119 H.
Rahman, Fazlur. Islam, ter. Senoaji Saleh, Islam. Cet. II; Jakarta: PT Bumi Aksara,
1992.
Rusdin, "Pendidikan Spritual dalam Penanganan Penderita Narkoba (Studi Kasus di
Pusat Rehabilitasi Hasan Ma'shum Tarikat Naqsyabandiyah Khalidiyah Kota
Palu)", Disertasi. Makassar: PPs UIN Alauddin, 2013.
Said, A. Fuad. Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah. Cet. IV; Jakarta: Pustaka al-Husna
Baru, 2005.
Salahuddin. Misykat Cahaya-cahaya: Telaah Pemikiran Tasawuf Falsafi Imam alGhaza>li.> Cet. I; Makassar: Alauddin Press, 2011.
Schimmel, Annemarie. Mystical Dimensions of Islam. t.c; United States of America:
The University of North Carolina Press, 1975.
------. Mystical Dimensions of Islam. Terj. Sapardi Djoko Damono (et al.), Dimensi
Mistik dalam Islam. Cet. I; Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009.
------. And Muhammad is His Messenger: The Veneration of the Prophet in Islamic
Piety, terj. Rahmani Astuti dan Ilyas Hasan, Cahaya Purnama Kekasih
Tuhan: dan Muhammad adalah Utusan Allah, Ed. Terbaru, Cet. I; Bandung:
Mizan Pustaka, 2012.
Shihab, Alwi. al-T{asawwuf al-Isla>mi> wa A<sa>ruhu fi al-T{asawwuf al-Indu>ni>si> alMu‘a>shar, terj. Muhammad Nursamad, Islam Sufistik: Islam Pertama dan
Pengaruhnya hingga Kini di Indonesia, dengan kata pengantar oleh
Abdurrahman Wahid. Cet. I; Bandung: Mizan, 2001.
166
Sholikhin, Muhammad. Tasawuf Aktual-Menuju Insan Kamil. Cet. I; Semarang:
Pustaka Nuun, 2004.
Simuh. Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam. Cet. II; Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 1997.
Siregar, A. Rivay. Tasawuf dari sufisme klasik ke neo-sufisme. Cet. II; Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2002.
Smith, Margareth. al-Gazali The Mystic, terj. Amrouni, Pemikiran dan Doktrin
Mistis Imam al Ghazali. Cet. I; Jakarta: Riora Cipta, 2000.
Subagyo, Joko. Metode Penelitian; Dalam Teori dan Praktek. Cet. II; Jakarta:
Rineka Cipta, 1997.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif, dan
R&D. Cet. VI; Bandung: Alfabeta, 2008.
al-Suhrawardi>, Syiha>b al-Di>n Abu Hafs}a ‘Umar. ‘Awa>rif al-Ma‘rif, Tahqiq, ‘Abdul
H{ali>m Mahmu>d dan Mah}mu>d ibn al-Syari>f. Cet. I; Kairo: al-I><ma>n, 2005).
Suprayogo, Imam. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Cet.I; Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2001.
al-Syaibi>, Ka>mil Mus}t}afa>. al-S{ilah Bayna al-Tas}awwuf wa al-Tasyayyi‘, Jil. I. Cet.
III; Beirut: al-Andalus, 1982.
al-Syi>ra>zi>, Na>sr al-Di>n Abi> al-Khair ‘Abdillah ibn ‘Umar. al-Luba>b fi> ‘Ulu>m alKita>b, Jil. 5. Cet. I; Beirut: Da>r Ih{ya>’ al-Tura>s\, t.th.
al-T{abri>, Abu Ja‘far Muhammad ibn Jari>r. Ja>mi‘ al-Baya>n ‘An al-Ta’wi>l A<<y alQur’a>n, Tahqiq: ‘Abdullah ibn ‘Abdul al-Muh{sin al-Turki>, Jil. IX. Cet. II;
Kairo: Da>r Hijr, 2001.
------. Ja>mi‘ al-Baya>n ‘An al-Ta’wi>l A<<y al-Qur’a>n, Tahqiq: ‘Abdullah ibn ‘Abdul alMuh{sin al-Turki>, Jil. XXI. Cet. II; Kairo: Da>r Hijr, 2001.
al-T{ausi>, Abu Nas}r ‘Abdullah ibn ‘Ali al-Sira>j. al-Lum‘ fi> al-Tas{awwuf. Editor oleh
R.A.Nicholson. Cet. I; London: Luzac & Co, 1914.
al-Tafta>za>ni>, Abu al-Wafa’ al-Ghani>mi.> Madkhal ila> al-Tasawwuf al-Isla>mi>. Cet. III;
Cairo: Da>r al-S\iqa>fah li al-nas\ri wa al-Tauzi‘, 1979.
------.“Bahs\ al-Tasawwuf”, Kulliyah al-A<dab Ja>mi‘ al-Qahirah, Desember 1963
dinukil dalam ‘Amir Nijja>r, T{uruq al-S{ufiyyah fi> Misr: Nasy’atuha> wa
Nuz}umuha>, wa rawa>duha>. Cet. V; Kairo, Da>r al-Ma‘a>rif, t.th.
Tim Penyusun Komite Jurusan Akidah dan Filsafat Universitas al-Azhar. alTasawwuf Qada>ya> wa Muna>qasya>t. t.d.
Trimingham, J. Spencer. The Sufi Orders in Islam. t.c.; London: Oxford University
Press, 1971.
-------. The Sufi Orders in Islam. Terj. Luqman Hakim, Madzhab Sufi. Cet. I;
Bandung: Pustaka, 1999.
167
‘Umar, Muh}ammad al-Ra>zi> Fakhr al-Di>n ibn ‘Alla>mah D{iya>’ al-Di>n Mafa>ti>h} alGhayb, Jil. XXIII. Cet. I; Beirut: Da>r al-Fikr, 1981.
-----. Mafa>ti>h} al-Ghayb, Jil. XXX. Cet. I; Beirut: Da>r al-Fikr, 1981.
Umam U. Dkk. Metode Penelitian Agama; Teori dan Praktek. Jakarta: Raja
Grafindo, 2006.
LAMPIRAN LAMPIRAN
PANDUAN WAWANCARA
Khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
1. Kapan lahir dan bagaimana jenjang pendidikan formal yang pernah dilalui?
2. Apa penyebab masuk tarekat dan siapa yang memperkenalkan?
3. Bagaimana Pemahaman tentang anda tentang Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah?
4. Apa itu zikir dan Bagaimana pengaruhnya terhadap jiwa?
5. Apa itu Tawajjuh dan Bagaimana cara pelaksanaannya?
6. Apa itu suluk dan Bagaimana pengaruhnya terhadap jiwa?
7. Apa itu tawassul dan bagaimana pengaplikasiannya?
8. Apa itu ziyarah dan nilai yang terkandung di dalamnya?
9. Siapakah mursyid itu, bagaimana proses pergantiannya dan bagaimana
mengenali mursyid?
10. Apa itu sedekah dan nilai yang terkandung di dalamnya?
11. Apa itu ubudiyah dan bagaimana pengaplikasiannya?
12. Apakah seorang khalifah layak memisahkan diri dari tarekat?
13. Bagaimana bentuk berhubungan antara murid dengan mursyid?
14. Apakah ketika mursyid berlindung seorang murid tetap mendapatkan
bimbingan khusus dari mursyid?
15. Apa penyebab seorang murid mengalami ketidakfokusan dalam berzikir?
16. Bagaimana Tuhan dalam perspektifnya dan apakah ada pemahaman wahdatul
wujud?
17. Bagaimana pemahamannya tentang nabi?
18. Apa manfaat yang ditemukan dalam tarekat bagi pribadi, masyarakat, dan
negara?
19. Apa tujuan utama khalifah Tarekat Naqsyabandiyah?
PANDUAN WAWANCARA
Penganut Tarekat
1. Kapan anda masuk tarekat?
2. Bagaimana keadaan kehidupan saudara sebelum masuk tarekat?
3. Apakah keluarga anda masuk tarekat?
4. Bagaimana mereka masuk tarekat?
5. Apa yang anda rasakan setelah masuk tarekat?
PANDUAN WAWANCARA
Masyarakat Pajeko
1. Apakah anda mengetahui Pesantren Hasan Ma’shum?
2. Apakah pernah berkunjung kesana?
3. Bagaimana bentuk interaksi warga masyarakat dengan jamaah Pesantren?
4. Apakah anda melihat perubahan bagi jamaah tarekat yang anda kenal?
DAFTAR NAMA INFORMAN
No.
Nama Informan
Pekerjaan
1.
Rusdin Husain
Dosen IAIN Datu Karama
2.
Satriyo Prayitno
3.
Achmad Risal
Dosen UNTAD
4.
Mahmud Lasawedi
Pensiunan PNS
5.
Suhri Hanafi
6.
Rusli Amu
7.
Indra
Wiraswasta
Dosen IAIN Datukarama
Pensiunan PNS
PNS
Tanda Tangan
8.
Hasaruddin
Mahasiswa UNTAD
9.
Mutawakkil
Dosen UNTAD
10.
Ati
11.
Kadir
URT
Wiraswasta
PONDOK PESANTREN HASAN MA’SHUM
TAREKAT NAQSYABANDIYAH KHALIDIYAH KOTA PALU
Guru Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
Silsilah ke 37, Amiruddin Kadirun Yahya
Surau Kayumalue terlihat dari depan
Pintu Gerbang Pria
Pintu Gerbang Wanita
Sebelah Kiri
Sebelah Kanan
Mihrab
Ruang Suluk
Kerangka Kelambu Tempat berzikir
Suasana Penutupan Suluk
Pria Sebelah Kanan
Wanita Sebelah Kiri
Ahlul Bait dan
Para Khalifah kota Palu
FOTO WAWANCARA DENGAN KHALIFAH, PENGANUT DAN
MASYARAKAT
Foto Bersama dengan Satriyo
Prayitno usai wawancara
di kediamannya BTN Palupi
Wawancara dengan Rusdin Husain
di kediamannya Samudra II
Wawancara dengan Mahmud
Lasawedi di kediamannya
Wawancara dengan warga masyarakat
sekitar Pesantren Pajeko
Wawancara dengan Zuhri
dosen IAIN Datukarama
Wawancara dengan Indra
Jamaah Tarekat
Wawancara dengan Hasaruddin
Mahasiswa UNTAD
KURIKULUM TAREKAT
NAQSYABANDIYAH KHALIDIYAH
RIWAYAT HIDUP PENELITI
Mubarak, dilahirkan di Pinrang, Kecamatan Watang Sawitto, Kabupaten
Pinrang, Sulawesi Selatan pada tanggal 2 Februari 1984. Anak kelima dari pasangan
H. Taswin, L., S.Ag dan Hatijah.
Menyelesaikan jenjang sekolah formal di:
- SDN 187 Pinrang pada tahun 1997,
- SLTP Negeri 1 Pinrang pada tahun 2000,
- Madrasah Aliyah Muhammadiyah Pinrang pada tahun 2003,
- Universitas al-Azhar Kairo Fakultas Ushuluddin Jurusan Akidah Filsafat
pada tahun 2011,
- Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar pada Pascasarjana Program
Magister (S2) Prodi Dirasah Islamiyah dengan konsentrasi Pemikiran Islam,
tahun 2014
Download