Konsumen belum sadar jaminan hukum 11 Jan 2012 RAYOION SUBIANTORO Bisnis Indonesia JAKARTA Meski sebagian besar konsumen mengetahui tentang haknya, hanya sekitar 20% di antaranya yang menyadari adanya jaminan hukum jika terjadi wanprestasi oleh penyedia jasa dan produk. Direktur Pemberdayaan Konsumen Kementerian Perdagangan Srie Agustina mengatakan hal itu diketahui dari hasil survei oleh Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) pada akhir tahun lalu. Survei terhadap 1.000 orang konsumen di 530 pasar tradisional dan 470 pasar modern menunjukkan konsumen mengetahui hak-haknya, tetapi tidak diikuti dengan pengetahuan bahwa haknya tersebut dijamin dengan UU No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. "Survei itu dilakukan di tujuh wilayah yakni di Riau, Jawa Barat, DKI Jakarta, Bali, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, dan Papua. Pengetahuan konsumen masih rendah terkait dengan jaminan hukum atas hak-haknya," katanya di Jakarta, kemarin. Dia menuturkan survei tersebut menunjukkan bahwa lebih dari 50% konsumen mepgetahui memiliki hak mendapatkan jaminan kualitas, kompensasi, dilayani secara tidak diskriminatif, didengar pendapat dan keluhan, mendapatkan informasi, bebas memilih, dan mendapatkan kenyamanan serta keamanan. Namun, hanya 21,8% konsumen mengetahui bahwa seharusnya berhak mendapat pembinaan dan pendidikan, serta mendapat advokasi dan perlindungan. "Hak-hak itu semua diatur di dalam UU Perlindungan Konsumen, sayangnya konsumen tidak mengetahui itu. Hanya sekitar 20% konsumen yang mengetahui bahwa haknya diatur dalam UU Perlindungan Konsumen," ujar Srie. BPKN merupakan lembaga yang berdiri guna merekomendasikan dan membantu pemerintah dalam membuat kebijakan perlindungan konsumen. Lembaga perlindungan konsumen itu dibangun dengan fondasi UU Perlindungan Konsumen. Sepanjang tahun lalu, BPKN menangani sejumlah isu strategis di antaranya terkait dengan pelayanan telepon seluler, masalah di sektor pendidikan, tewasnya nasabah Citibank, dan kasus lpad yang tidak dilengkapi kartu manual dan kartu garansi berbahasa Indonesia. Namun, BPKN juga mengalami sejumlah kesulitan sehingga tidak bisa bekerja maksimal dalam merumuskan saran dan pertimbangan ke pemerintah. Komisioner BPKN Indah Suksmaningsih mengatakan pihaknya sulit mendapatkan data keluhan konsumen atas produk atau jasa. Dia mengatakan perusahaan-perusahaan penyedia barang dan jasa lebih terbuka mengenai data-data keluhan pelanggan. "Data yang ada pada kami itu jumlahnya sangat berbeda jauh dengan apa yang tercatat di perusahaan. Yang kami perlukan juga adalah data-data empiris," katanya beberapa waktu lalu. BPKN mencatat lima besar sektor yang sering dikeluhkan pelayanannya oleh konsumen adalah perbankan, pembiayaan konsumen, perumahan, listrik, dan otomotif. Adapun menurut data Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, kasus yang banyak dilaporkan di sektor jasa di antaranya adalah terkait dengan pelayanan PLN, PDAM, perbankan, pembiayaan, asuransi, dan telekomunikasi. Konsumen juga banyak melaporkan ketidakpuasan atas produk makanan dan minuman, elektronik, perumaham, dan kosmetik.