08 - HC - BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Saham dan Pasar Modal
Saham adalah bukti penyertaan modal pada sebuah perusahaan. untuk
digunakan pihak manajemen dalam membiayai kegiatan operasional. Imbal
hasil investasi yang dihasilkan dari saham berupa dividen yang dibagikan
berdasarkan keputusan rapat umum pemegang saham tiap akhir tahun dan
capital gain atau keuntungan dari kenaikan harga saham jika saham akan
dilepas kepemilikannya.
Pasar adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli barang dan/atau
jasa. Pada pasar modal yang dijual adalah saham dan/atau instrumen sekuritas
lainnya.
Pada pasar modal Indonesia, khususnya pasar saham, beberapa
institusi yang terlibat dalam perdagangan antara lain:
-
Bursa Efek: menyediakan fasilitas pasar perdagangan
-
Perusahaan Efek: perantara investor yang akan melakukan jual beli saham
dan juga dapat menjadi penjamin emisi efek bagi perusahaan yang akan
melakukan penawaran umum perdana saham
-
Kustodian Sentral Efek: tempat penyimpanan atau penitipan saham
-
Kliring dan penyelesaian: pihak yang mengurus penyelesaian perdagangan
14
15
2.2
Teori Struktur Modal
Struktur Modal (capital structure) mengacu pada bagaimana sebuah
perusahaan membiayai assetnya melalui kombinasi utang jangka panjang,
saham ataupun sekuritas lainnya sedangkan struktur pembiayaan (f inancial
structure) merupakan kombinasi semua komponen yang berada pada sisi
kanan neraca sebuah perusahaan. Dengan kata lain struktur modal merupakan
struktur pembiayaan dikurangi passiva lancar suatu perusahaan.
Teori-teori struktur modal yang diungkapkan oleh Brigham, Eugene,
Houston, Joel (2003, pp498) terbagi atas:
a. Teori 1: Modigliani and miller’s
Teori struktur modal modern yang dicetuskan oleh modigliani dan
miller, dikenal sebagai salah satu teori struktur modal paling berpengaruh
pada dunia keua ngan. Teori tersebut mengungkapkan bahwa di bawah
beberapa asumsi, nilai perusahaan tidak terpengaruh struktur modal yang
dimilikinya dan walau bagaimanapun perusahaan membiayai operasionalnya,
hal itu tidak akan mempengaruhi struktur modalnya.
Asumsi yang diungkapkan oleh pada teori ini adalah sebagai berikut:
-
tidak ada biaya perantara (brokerage cost)
-
tidak ada pajak
-
tidak ada biaya kebangkrutan
-
semua investor mempunyai informasi yang sama tentang peluang
investasi perusahaan di masa yang akan datang
16
-
pendapatan operasional tidak terpengaruhi oleh besarnya jumlah
hutang yang digunakan perusahaan dalam struktur modalnya.
Terlepas dari tidak realistiknya asumsi-asmusi yang diungkapkan di
atas, perlu diakui bahwa hasil yang didapat (walaupun tidak realistik ) adalah
penting, karena dengan tidak realistiknya teori tersebut, malah memberikan
petunjuk tentang apa saja yang dibutuhkan agar struktur modal menjadi
relevan sehingga mempengaruhi nilai perusahaan.
b. Teori 2 – the effect of taxes
Pada tahun 1963, mulai disadari bahwa tidak adanya pajak perusahaan
adalah tidak mungkin, sehingga pada teori pertama, asumsi tersebut
dihilangkan. Pengeluaran bunga sebagai faktor pengurang pendapatan
operasional yang menyebabkan berkurangnya pajak yang dibayarkan
perusahaan mendorong perusahaan untuk lebih banyak menggunakan hutang
dibandingkan dengan menerbitkan saham karena dengan menerbitkan saham,
perusahaan harus membayarkan deviden dan karena deviden tidak bisa
menjadi faktor pengurang dari pendapatan operasional, maka tidak akan
mempengaruhi jumlah pajak yang harus dibayarkan perusahaan. Berdasarkan
hal tersebut, diungkapkan bahwa asumsi pada teori pertama struktur modal
perusahaan
yang
optimal
adalah
100%
hutang.
Namun,
pada
penyempurnaannya kembali beberapa tahun kemudian, teori tersebut
mengungkapkan bahwa pajak individu juga berpengaruh terhadap struktur
17
modal suatu perusahaan, dan juga diungkapkan bahwa dengan kondisi pajak
yang terjadi pada saat itu, para investor relatif akan bersedia menerima imbal
hasil sebelum pajak pada saham dibandingkan dengan imbal hasil saham
sebelum pajak pada hutang. Sehingga dua poin penting pada revisi teori
struktur modalnya adalah:
-
pembayaran bunga yang dapat mengurangi pajak yang harus
dibayarkan perusahaan membuat pembiayaan melalui utang adalah
lebih baik.
-
pengenaan pajak yang rendah pada penerbitan saham berbanding
dengan pajak pada utang menyebabkan rendahnya imbal hasil yang
diinginkan para pemegang saham membuat pembiayaan melalui
penerbitan saham menjadi lebih baik.
c. Teori efek kebangkrutan yang potensial
Hasil tidak relevan didapatkan sebagai akibat asumsi tidak relevan,
dimana diungkapkan bahwa perusahaan tidak akan mengalami kebangkrutan,
sehingga tidak diperhitungkan biaya kebangkrutan (Bankcrupcy Cost) karena
pada kenyataannya, biaya kebangkrutan ternyata memang ada dan terkadang
dapat merupakan biaya yang sangat mahal. Perusahaan yang mengalami
kebangkrutan akan mengalami banyak biaya legal dan akunting, dan yang
paling penting adalah banyak biaya yang harus dikeluarkan seiring hilangnya
kepercayaan konsumen, supplier, dan bahkan karyawannya sendiri. Terlebih
18
lagi, seringkali memaksa perusahaan untuk melikuidasi atau menjual aktiva
yang dimilikinya daripada meneruskan operasional perusahaan.
Masalah- masalah yang berhubunga n dengan kebangkrutan sering
muncul ketika perusahaan lebih banyak menggunakan utang pada struktur
modalnya. Oleh karena itu, biaya kebangkrutan akan membuat perusahaan
menurunkan tingkat penggunaan utang hingga pada level yang wajar.
Biaya kebangkrutan sendiri mempunyai 2 komponen, yaitu:
-
kemungkinan ternjadinya kebangkrutan itu sendiri.
-
biaya yang harus dikeluarkan apabila timbulnya financial distress.
d. Teori leverage trade off
Teori yang diungkapkan stuart myers ini menjelaskan bagaimana
perusahaan dapat melakukan trade-off keuntungan dari penggunaan utang
terhadap tingginya pengeluaran bunga dan biaya kebangkrutan.
Teori ini mencakup hal- hal di bawah ini:
-
pengeluaran bunga menyebabkan penggunaan utang lebih murah dari
pada menerbitkan saham, karena dengan menggunakan utang,
perusahaan mempunyai tax benefit. Semakin besarnya utang yang
digunakan dalam struktur modal perusahaan, akan semakin besar pula
pendapatan bersih yang dimiliki perusahaan yang dapat dinikmati oleh
para investor, yang secara otomatis akan meningkatkan nilai saham
perusahaan tersebut.
19
-
di dunia nyata, perusahaan jarang sekali menggunakan 100% hutang
dalam struktur modalnya dengan alasan utama yaitu agar dapat
menekan jumlah biaya kebangkrutan yang akan ditimbulkan apabila
menggunakan hutang terlalu besar.
-
adanya ambang batas dalam penggunaan utang.
e. Signaling theory
Berdasarkan
asumsi
yang
diungkapkan
bahwa
para
investor
mempunyai informasi yang sama seperti yang dimiliki oleh para manager
adalah tidak demikian adanya, karena pada kenyataannya para manajer
(symmetric information) mempunyai informasi yang lebih baik daripada
informasi yang dimiliki oleh para investor, sehingga terjadi apa yang disebut
Asymmetric information, dan informasi seperti ini mempunya i pengaruh yang
sangat penting pada struktur modal yang optimal.
Implikasi teori ini terhadap struktur modal sebuah perusahaan adalah
penawaran saham dianggap sebagai signal negatif dan cenderung akan
menurunkan harga saham (walaupun sebenarnya bahwa tidak selamanya
kinerja perusahaan akan buruk) maka perusahaan pada masa- masa normal
harus mempertahankan reserve borrowing capacity, atau kemampuan
meminjam uang dengan harga yang wajar pada saat munculnya peluang
berinvestasi.
Perusahaan dalam kondisi norma l, menggunakan lebih sedikit utang
dari apa yang diungkapkan dalam teori struktur modal yang optimal sebagai
20
cadangan bahwa perusahaan masih bisa menggunakan tambahan hutang tanpa
menyebabkan timbulnya cost of financial distress karena menggunakan utang
secara berlebihan.
2.3
Teori Risiko Kebangkrutan
Kebangkrutan adalah ketidakmampuan seorang individu atau suatu
organisasi untuk membayar utang atau kewajibannya kepada kreditor yang
dideklarasikan secara legal. Risiko pembiayaan yang berlebih dapat
mengakibatkan sebuah perusahaan memasuki proses kebangkrutan.
Formula Z-score untuk memprediksi risiko kebangkrutan dibuat pada
tahun 1968 oleh Edward I. Altman, profesor dan ekonom keuangan di
Sekolah Bisnis Leonard N. Stern, New York.
Z-score adalah formula
multivarians yang mengukur kesehatan keuangan sebuah perusahaan dan
memprediksi kemungkinan kebangkrutan dalam dua tahun.
Hasil Penelitian mengukur Z-score merupakan model efektif dengan
tingkat keakuratan lebih dari 70%. Z-score mengkombinasikan empat atau
lima rasio bisnis yang umum dengan menggunakan sistem kalkulasi
tertimbang oleh Altman untuk menentukan kemungkinan kebangkrutan.
Sistem tertimbang awalnya berdasarkan manufaktur yang telah go-public,
tetapi telah dimodifikasi untuk manufaktur yang belum go-public, nonmanufaktur dan perusahaan jasa.
Z-Score awal yang dibuat Altman adalah
21
Z = 1.2T1 + 1.4T2 + 3.3T3 + .6T4 + .999T5 .
dengan
T1 = Modal Kerja (Working Capital) / Total Assets. Mengukur likuiditas aset
dengan hubungannya dengan besarnya perusahaan
T2 = Laba ditahan (Retained Earnings) / Total Assets.
Mengukur tingkat
keuntungan (profitability) yang menggambarkan umur dan kekuatan
keuntungan perusahaan.
T3 = Laba sebelum Bunga dan Pajak (Earnings Before Interest and Taxes
(EBIT)) / Total Assets. Mengukur efisiensi operasional terhadap faktor pajak
dan leverage. Laba operasional disimpulkan merupakan hal penting untuk
kelangsungan hidup jangka panjang suatu perusahaan.
T4 = nilai pasar saham (Market Value of Equity) / Nilai buku total pasifa
(Book Value of Total Liabilities). Penambahan dimensi pasar dapat
menggambarkan fluktuasi harga saham sebagai tanda bahaya kebangkrutan.
T5 = Penjualan (Sales)/ Total Assets. Pengukuran standar untuk rasio
turnover. 0.999 biasanya dibulatkan menjadi 1.0.
Pembagian zona kebangkrutan:
Z > 2.99 – Zona aman
1.8 < Z < 2.99 – Zona pertengahan
Z < 1.80 – Zona tidak aman
Altman menemukan bahwa perusahaan yang memiliki Z-score di bawah 2.7
memiliki kemungkinan kebangkrutan dalam periode dua tahun.
22
2.4
Teori Rasio Keuangan
Manajemen bertanggung jawab untuk memonitor jalannya perusahaan,
tingkat efisiensi, dan profitabilitas perusahaan yang tergambar pada laporan
keuangan perusahaan. Rasio keuangan digunakan untuk mengidentifikasi
tolak ukur kinerja sebuah perusahaan dan dasar perencanaan keuangan.
2.4.1
Debt to Equity Ratio
Menurut Ross, Stephen, Westerfield, Randolph (2002, pp 35) Debt to
Equity Ratio (DER) adalah:
DER = Total Debt / Total Equity
DER digunakan sebagai alat ukur dalam menghitung seberapa besar
leverage yang digunakan
oleh
perusahaan.
Perusahaan
yang
mempunyai DER yang besar dapat memberikan imbal hasil yang lebih
besar kepada shareholder seiring dengan tingginya risiko yang
dihadapi bila dibandingkan dengan perusahaan yang mempunyai DER
yang lebih kecil.
2.4.2
Debt Ratio
Menurut Keown, Martin, John (2004, pp80), Debt Ratio adalah:
Debt ratio = total debt / total asset
Rasio ini mengukur sejauh mana pembelian atau investasi atas aktiva
perusahaan didanai dengan utang. Debt ratio yang tinggi, berarti dapat
mendongkrak
(leverage)
keuntungan
sehingga
berpotensi
meningkatkan Return on Equity dan mengurangi pajak penghasilan
23
yang harus dibayarkan perusahaan. Debt Ratio yang rendah berarti
penggunaan utang yang tidak optimal.
2.4.3
Long Term Leverage
Long Term leverage diukur dengan cara:
Long term leverage = long term debt / total asset
Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat leverage dari suatu
perusahaan. Semakin tinggi rasio ini mengindikasikan bahwa semakin
agresif perusahaan tersebut menggunakan utang untuk membiayai
pertumbuhan perusahaan yang mengakibatkan fluktuasi pendapatan
karena adanya tambahan beban bunga.
2.4.4
Degree of Financial Leverage
Menurut Keown, John (2005, pp 525): degree of financial leverage =
percentage change in earnings per share / percentage change in EBIT
Perusahaan dikatakan mempunyai financial leverage ketika aset
didanai dengan surat berharga berpendapatan tetap atau dengan kata
lain, kehadiran hutang dan atau saham preferen sebagai sumber
pendanaan aset berarti bahwa perusahaan sedang menggunakan
financial leverage. Rasio ini mengukur tingkat sensitifitas laba per
lembar saham (positif atau negatif) terhadap perubahan laba
operasional (EBIT). Berdasarkan hasil pengamatan, semakin besar
DOL, akan semakin besar fluktuasi pendapatan per lembar saham
(EPS).
24
2.5
Teori Imbal Hasil Saham dan Volatilitasnya
Dalam berinvestasi, baik pada financial assets seperti saham dan
obligasi, maupun real assets seperti tanah dan bangunan, pada umumnya
mengandung dua hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu risiko dan tingkat
imbal hasil.
Jika suatu investasi memiliki risiko, berarti bahwa investasi tersebut
tidak dapat memberikan keuntungan yang pasti. Dalam keadaan ini, pemodal
hanya akan mengharapkan untuk dapat memperoleh suatu tingkat imbal hasil
tertentu.
Imbal hasil merupakan sejumlah hasil yang dapat diperoleh dari suatu
aktifitas investasi yang dilakukan sedangkan risiko bisa dilihat dari volatilitas
pergerakan harga saham yang terjadi selama suatu periode. Berikut
merupakan rumus perhitungan imbal hasil saham dan volatilitas harga saham.
1. Imbal Hasil
Rumusan yang digunakan dalam memperoleh tingkat imbal hasil, adalah:
ri =
Pi - Pi-1
Pi-1
dimana:
ri = tingkat imbal hasil realisasi pada saham i
Pi = harga penutupan pada tahun ke i
Pi-1 = harga penutupan pada tahun ke i-1
25
2. Volatilitas Harga Saham
Merupakan tingkat penyebaran pergerakan harga saham pada suatu
periode tertentu. Untuk menghitung tingkat volatilitas digunakan rumus
standar deviasi statistik yang menyatakan seberapa besar penyimpangan
terhadap suatu objek yang diukur.
Rumusan untuk standar deviasi, adalah:
N
σ =
s
=
∑ (x
i =1
i
− x)
2
N −1
Standar Deviasi
xi =
objek ke-i
x =
rata-rata objek yang diukur
N =
jumlah objek yang diukur
Download