ASUHAN KEPERAWATAN CEREBRAL PALSY Askep ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah KEPERAWATAN ANAK yang diampu oleh ibu Ika Purnamasari, S.Kep., Ns. Di susun : kelas IIa 1. Abdullah Azam Mustajab 2. Ade Bagus Fauzan 3. Adi Bagus Fauzi 4. Andika Ratnaningtyas PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNSIQ WONOSOBO TAHUN 2013 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cerebral palsy merupakan kelainan motorik yang banyak diketemukan pada anak-anak. Di Klinik Tumbuh Kembang RSUD Dr.Soetomo pada periode 1988-1991 sekitar 16,8% adalah dengan cerebral palsy. William Little yang pertama kali mempublikasikan kelainan ini pada tahun 1843, menyebutnya dengan istilah “cerebral diplegia”, sebagai akibat dari prematuritas atau asfiksia neonatorium. Pada waktu itu kelainan ini dikenal sebagai penyakit dari Little. Sigmund Freud menyebut kelainan ini dengan istilah “Infantil Cerebral Paralysis”. Sedangkan Sir William Osler adalah yang pertama kali memperkenalkan istilah “cerebral palsy”. Nama lainnya adalah “Static encephalopathies of childhood”. Angka kejadiannya sekitar 1-5 per 1000 anak laki-laki lebih banyak daripada wanita. Sering terdapat pada anak pertama, mungkin karena anak pertama lebih sering mengalami kesulitan pada waktu dilahirkan. Angka kejadiannya lebih tinggi pada bayi BBLR dan anak-anak kembar. Umur ibu sering lebih dari 40 tahun, lebih-lebih pada multipara. Franky (1994) pada penelitiannya di RSUP sanglah Denpasar, mendapat bahwa umur 58,3% penderita cerebral palsy yang diteliti adalah laki-laki,62,5% anak pertama, ibu semua dibawah 30 tahun, 87,5% berasal dari persalinan spontan letak kepala dan 75% dari kehamilan cukup bulan. Dilihat dari skala diatas bila masalah tersebut tidak teratasi maka angka mortalitas bayi akan meningkat. Jumlah bayi yang cacat akan meningkat dan tentu saja akan mempengaruhi masa depan anak tersebut. Dampak lebih lanjut suatu negara akan kehilangan para penerus bangsa. Untuk itu dalam makalah ini kelompok akan menjelaskan tentang cerebral palsy beserta asuhan keperawatannya dan diharapkan bisa membantu mahasiswa, tenaga kesehatan dan masyarakat umum untuk lebih memahami tentang masalah cerebral palsy. 1.2 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Menjelaskan asuhan keperawatan yang harus diberikan kepada anak dengan gangguan cerebral palsy 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mahasiswa mampu memahami definisi dari Cerebral Palsy 2. Mahasiswa mampu memahami etiologi dari Cerebral Palsy 3. Mahasiswa mampu memahami Manifestasi klinis dari Cerebral Palsy 4. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan diagnostic yang dibutuhkan untuk Cerebral Palsy 5. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan dari Cerebral Palsy 6. Mahasiswa mampu memahami komplikasi dari Cerebral Palsy 7. Mahasiswa mampu memahami prognosis dari Cerebral Palsy 8. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi dari Cerebral Palsy 9. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan dari Cerebral Palsy BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya. Walaupun lesi serebral bersifat statis dan tidak progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah akibat maturasi serebral. Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah William John Little (1843), yang menyebutnya dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat prematuritas atau afiksia neonatorum. Sir William Olser adalah yang pertama kali memperkenalkan istilah cerebral palsy, sedangkan Sigmund Freud menyebutnya dengan istilah Infantile Cerebral Paralysis. Menurut the American Academy of Cerebral Palsy, Cerebral palsy merupakan perubahan berbagai gerakan atau fungsi motorik tidak normal dan timbul sebagaiakibat kecelakaan, luka, atau penyakit pada susunan saraf yang terdapat pada rongga tengkorak. Cerebral palsy adalah gangguan klinis yang oleh luka pada otak terutama pada komponen yang menjadi penghalang dalam gerak sehingga keadaan anak dapat digambarkan sebagai kondisi semenjak kanak-kanak dengan kondisi nyata seperti : lumpuh, lemah, tidak adanya koordinasi atau penyimpangan fungsi gerak yang disebabkan oleh patologi pusat control gerak di otak. (efendy,2006) 2.2 Etiologi Penyebab cerebral palsy dapat dibagi dalam tiga periode yaitu: 1) Pranatal : a) Malformasi kongenital. b) Infeksi dalam kandungan yang dapat menyebabkan kelainan janin (misalnya; rubela, toksoplamosis, sifihis, sitomegalovirus, atau infeksi virus lainnya). c) Radiasi. d) Tok gravidarum. e) Asfiksia dalam kandungan (misalnya: solusio plasenta, plasenta previa, anoksi maternal, atau tali pusat yang abnormal). 2) Natal : a) Anoksialhipoksia. b) Perdarahan intra kranial. c) Trauma lahir. d) Prematuritas. 3) Postnatal : a) Trauma kapitis. b) Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri, tromboplebitis, ensefalomielitis. c) Kern icterus. Beberapa penelitian menyebutkan faktor prenatal dan perinatal lebih berperan daripada faktor pascanatal. Studi oleh Nelson dkk (1986) (dikutip dari 13) menyebutkan bayi dengan berat lahir rendah, asfiksia saat lahir, iskemi prenatal, faktor genetik, malformasi kongenital, toksin, infeksi intrauterin merupakan faktor penyebab cerebral palsy. Faktor prenatal dimulai saat masa gestasi sampai saat lahir, sedangkan faktor perinatal yaitu segala faktor yang menyebabkan cerebral palsy mulai dari lahir sampai satu bulan kehidupan. Sedang1 faktor pasca natal mulai dari bulan pertama kehidupan sampai 2 tahun (Hagberg dkk 1975), atau sampai 5 tahun kehidupan (Blair dan Stanley, 1982), atau sampai 16 tahun (Perlstein, Hod, 1964) 2.3 Patofisiologi Perkembangan susunan saraf dimulai dengan terbentuknya neural tube yaitu induksi dorsal yang terjadi pada minggu ke 3-4 masa gestasi dan induksi ventral, berlangsung pada minggu ke 56 masa gestasi. Setiap gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan terjadinya kelainan kongenital seperti kranioskisis totalis, anensefali, hidrosefalus dan lain sebagainya. Fase selanjutnya terjadi proliferasi neuron, yang terjadi pada masa gestasi bulan ke 24. Gangguan pada fase ini bisa mengakibatkan mikrosefali, makrosefali. Stadium selanjutnya yaitu stadium migrasi yang terjadi pada masa gestasi bulan 35. Migrasi terjadi melalui dua cara yaitu secara radial, sel berdiferensiasi dan daerah periventnikuler dan subventrikuler ke lapisan sebelah dalam koerteks serebri; sedangkan migrasi secara tangensial sd berdiferensiasi dan zone germinal menuju ke permukaan korteks serebri. Gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan kelainan kongenital seperti polimikrogiri, agenesis korpus kalosum. Stadium organisasi terjadi pada masa gestasi bulan ke 6 sampai beberapa tahun pascanatal. Gangguan pada stadium ini akan mengakibatkan translokasi genetik, gangguan metabolisme. Stadium mielinisasi terjadi pada saat lahir sampai beberapa tahun pasca natal. Pada stadium ini terjadi proliferasi neuron, dan pembentukan selubung mialin. Kelainan neuropatologik yang terjadi tergantung pada berat dan ringannya kerusakan Jadi kelainan neuropatologik yang terjadi sangat kompleks dan difus yang bisa mengenai korteks motorik traktus piramidalis daerah paraventnkuler ganglia basalis, batang otak dan serebelum. Anoksia serebri sering merupakan komplikasi perdarahan intraventrikuler dan subependim Asfiksia perinatal sering ber- kombinasi dengan iskemi yang bisa menyebabkan nekrosis Kerniktrus secara klinis memberikan gambaran kuning pada seluruh tubuh dan akan menempati ganglia basalis, hipokampus, sel-sel nukleus batang otak; bisa menyebabkan cerebral palsy tipe atetoid, gangguan pendengaran dan mental retardasi. Infeksi otak dapat mengakibatkan perlengketan meningen, sehingga terjadi obstruksi ruangan subaraknoid dan timbul hidrosefalus. Perdarahan dalam otak bisa meninggalkan rongga yang berhubungan dengan ventrikel. Trauma lahir akan menimbulkan kompresi serebral atau perobekan sekunder. Trauma lahir ini menimbulkan gejala yang ireversibel. Lesi ireversibel lainnya akibat trauma adalah terjadi sikatriks pada sel-sel hipokampus yaitu pada kornu ammonis, yang akan bisa mengakibatkan bangkitan epilepsy. PATHWAY Trauma lahir infeksi rubella, sitomegalovirus, sitoplasmosis Kompresi cerebral meningitis, encephalitis, abses serebri Lesi cerebral Cerebral palsy Malformasi congenital Hambatan nyeri akut diplegia, komunikasi verbal hemiplegia, kelumpuhan muntah, nyeri kepala ketidak teraturan perilaku KERUSAKAN MOBILITAS FISIK KEBUTUHAN NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH asfiksia kongenital pusat pernapasan terganggu cedera otak anoksial hipoksia subarachnoid, subdural hematom GANGGUAN PERSEPSI SENSORI 2.4 Manifestasi Klinis Gangguan motorik berupa kelainan fungsi dan lokalisasi serta kelainan bukan motorik yang menyulitkan gambaran klinis cerebral palsy. Kelainan fungsi motorik terdiri dari: 1. Spastisitas Terdapat peninggian tonus otot dan reflek yang disertai dengan klonus dan reflek babinski yang positif . Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang meskipun penderita dalam keadaan tidur.peninggian tonus ini tidak sama derajatnya pada suatu gabungan otot , karena itu tampak sikap yang khas dengan kecendrungan terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan pergelangan tangan dalam pronasi serta jari jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari melintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada sendi paha dan lutut,kaki dalam fleksi plantar dan telapak kaki berputar ke dalam. Tonic neck reflex dan refleks neonatal menghilang pada waktunya. Kerusakan biasanya terletak di traktus kortikospinalis. Golongan spastisitas ini meliputi 2/3 -3/4 penderita cerebral palsy. Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung pada letak dan besarnya kerusakan yaitu : a. Monoplegia/monoparesis : kelumpuhan ke empat anggota gerak ,tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya. b. Hemiplegia/hemiparesis : kelumpuhan lengan dan tungkai di pihak yang sama. c. Diplegia/diparesis : kelumpuhan ke empat anggota gerak tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan. d. Tetraplegia/tetraparesis : kelumpuhan ke empat anggota gerak tetapi lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai 2. Tonus otot yang berubah Bayi pada golongan ini pada usia bulan pertama tampak flasit dan berbaring seperti kodok yang terlentang, sehingga tampak seperti kelainan pada ‟lower motor neuron‟. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari redah hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak flasid dan sikapnya seperti kodok terlentang. Tetapi bila dirangsang atau mulai diperiksa tonus ototnya berubah menjadi spastis. Refleks otot yang normal dan refleks babinski negatif. Tetapi yang khas ialah refleks neonatal dan tonic neck reflex‟ menetap. Kerusakan biasanya terletak di batang otak dan disebabkan oleh asfiksia perinatal atau ikterus. Golongan ini meliputi 10 – 20% dari kasus „cerebral palsy‟. 3. Koreo-atetosis Kelainan yang khas ialah sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi dengan sendirinya ( „involuntary movement‟) . Pada 6 bulan pertama tampak bayi flasd, tapi sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap dan tampak adanya perubahan tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia. Kerusakan terletak di ganglia basal dan di sebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern pada masa neonatus. Golongan ini meliputi 5 – 15% dari kasus cerebral palsy 4. Ataksia Ataksia ialah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flasid dan menunjukan perkembangan motorik yang terlambat . Kehilangan keseimbangan tampak bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semu pergerakan canggung dan kaku. Kerusakan terletak di cereblum.terdapat kira kira 5% dari kasus cerebral palsy. 5. Gangguan pendengaran Terdapat pada 5-10% anak dengan cerebral palsy. Gangguan berupa kelainan neurogen terutama persepsi nada tinggi, sehingga sulit menangkap kata kata. Terdapat pada golongan koreo-atetosis. 6. Gangguan bicara Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retardasi mental. Gerakan yang terjadi dengan sendirinya di bibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot otot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata kata dan sering tampak berliur. 7. Gangguan mata Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraki. Pada keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak. Hampir 25% penderita cerebral palsy menderita kelainan mata. 2.5 Pemeriksaan Diagnosis a. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis cerebral palsy ditegakkan. b. Pungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebabnya suatu proses degeneratif. Pada cerebral palsy CSS normal. c. Pemeriksaan EEG dilakuakan pada penderita kejang atau pada golongan hemiparesis baik yang disertai kejang maupunyang tidak. d. Foto rontgen kepala. e. Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang dibutuhkan. f. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain dari retardasi mental. 2.6 Penatalaksanaan Pengobatan kausal tidak ada, hanya simtomatik. Pada keadaan ini perlu kerjasama yang baik dan merupakan suatu team antara dokter anak,neurolog, psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli ortopedi, psikologi, fisioterapi, occupational therapist, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa, dan orang tua penderita. a. Fisioterapi Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orangtua turut membantu program latihan di rumah. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi penderita pada waktu istirahat atau tidur. Bagi penderita yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal disuatu pusat latihan. Fisioterapi ini dilakuakan sepanjang penderita hidup. b. Pembedahan Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk dilakukan pembedahan otot, tendon atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut. Pembedahan stereotaktik dianjurkan pada penderita dengan pergerekan koreoatetosis yang berlebihan. c. Obat-obatan Pasien sebral palsi (CP) yang dengan gejala motorik ringan adalah baik, makin banyak gejala penyertanya dan makin berat gejala motoriknya makin buruk prognosisnya. Bila di negara maju ada tersedia institute cerebral palsy untuk merawat atau untuk menempung pasien ini. d. Reedukasi dan rehabilitasi. Dengan adanya kecacatan yang bersifat multifaset, seseorang penderita CP perlu mendapatkan terapi yang sesuai dengan kecacatannya. Evaluasi terhadap tujuan perlu dibuat oleh masing-masing terapist. Tujuan yang akan dicapai perlu juga disampaikan kepada orang tua/famili penderita, sebab dengan demikian ia dapat merelakan anaknya mendapat perawatan yang cocok serta ikut pula melakukan perawatan tadi di lingkungan hidupnya sendiri. Fisioterapi bertujuan untuk mengembangkan berbagai gerakan yang diperlukan untuk memperoleh keterampilan secara independent untuk aktivitas sehari-hari. Fisioterapi ini harus segera dimulai secara intensif. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi penderita sewaktu istirahat atau tidur. Bagi penderita yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal di suatu pusat latihan. Fisioterapi dilakukan sepanjang hidup penderita. Selain fisioterapi, penderita CP perlu dididik sesuai dengan tingkat inteligensinya, di Sekolah Luar Biasa dan bila mungkin di sekolah biasa bersama-sama dengan anak yang normal. Di Sekolah Luar Biasa dapat dilakukan speech therapy dan occupational therapy yang disesuaikan dengan keadaan penderita. Mereka sebaiknya diperlakukan sebagai anak biasa yang pulang ke rumah dengan kendaraan bersanrm-sama sehingga tidak merasa diasingkan, hidup dalam suasana normal. Orang tua janganlah melindungi anak secara berlebihan dan untuk itu pekerja sosial dapat membantu di rumah dengan melihat seperlunya. 2.7 Komplikasi Ada anak cerebral palsy yang menderita komplikasi seperti: 1) Kontraktur yaitu sendi tidak dapat digerakkan atau ditekuk karena otot memendek. 2) Skoliosis yaitu tulang belakang melengkung ke samping disebabkan karena kelumpuhan hemiplegia. 3) Dekubitus yaitu adanya suatu luka yang menjadi borok akibat mengalami kelumpuhan menyeluruh, sehingga ia harus selalu berbaring di tempat tidur. 4) Deformitas (perubahan bentuk) akibat adanya kontraktur. 5) Gangguan mental. Anak CP tidak semua tergangu kecerdasannya, mereka ada yang memiliki kadar kecerdasan pada taraf rata-rata, bahkan ada yang berada di atas ratarata. Komplikasi mental dapat terjadi apabila yang bersangkutan diperlakukan secara tidak wajar 2.8 Prognosis Di negeri yang telah maju misalnya Inggris dan Skandinvia, terdapat 20-25% penderita “Cerebral palsy” sebagai buruh penuh dan 30-50% tinggal di “Institute Cerebral palsy”. Prognosis penderita dengan gejala motorik yang ringan adalah baik; makin banyak gejala penyertanya dan makin berat gejala motoriknya, makin buruk prognosis. BAB 3 Asuhan Keperawatan Seorang ibu membawa anaknya yang bernama C yang berusia 5 tahun ke IRD RS Dr. Soetomo. Ibu anak C mengatakan bahwa 6 bulan yang lalu si anak pernah jatuh sampai kepalanya bocor. Sejak saat itu si anak sering jatuh tiba-tiba tanpa sebab dan mata si anak terlihat juling. Bagian tangan anak dan tungkai kanan anak juga sulit atau bahkan tidak dapat bergerak. Diduga anak mengalami hemiplegi sebelah kanan.Setelah di lakukan pemeriksaan tanda rangsang reflex diduga anak mengalami ataksia. 3.1 Analisa Data No. Data Analisis Data Masalah Keperawatan 1. Subyektif : Cerebral Palsy Gangguan persepsi sensori visual - Anak menangis dan rewel Kerusakan nervus okulomotorius Obyektif : - Pergerakan bola mata Strabismus tidak simetris 2. Subyektif : Cerebral palsy Kerusakan fisik - Anak menangis dan rewel Kerusakan pada saraf muskuloskeletal Obyektif : Kelumpuhan ekstremitas kanan - Gangguan saraf motorik - Gangguan pergerakan ekstremitas kanan Hemiplegi kanan mobilitas 3. Subyektif : Cerebral Palsy Gangguan tumbuh kembang - Anak tampak sulit berkata-kata Obyektif : - Klien tidak mampu merespon pemeriksa pertanyaan Kecacatan multifaset Gangguan tumbuh kembang 3.2 Intervensi a.) Diagnosa keperawatan : Gangguan sensori persepsi visual berhubungan dengan strabismus Tujuan : 1. meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu 2. mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhdap perubahan 3. mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan Kriteria Hasil : 1. peningkatan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu 2. klien memahami dengan gangguan sensori yang dialami dan dapat beradaptasi 3. bahaya disekitar klien terminimalisir No Intervensi 1. Tentukan ketajaman penglihatan, Rasional Kebutuhan individu dan pilihan intervensi apakah satu atau kedua mata terlibat bervariasi sebab kehilangan penglihatan terjadi lambat dan progresif. Bila bilateral, tiap mata dapat berlanjut pada laju yang berbeda, tetapi biasanya hanya satu mata diperbaiki per prosedure. 2. Orientasikan lingkungan, pasien staf, terhadap orang kenyamanan dan pascaoperasi Observasi tanda-tanda dan gejala disorientasi, peningkatan lain kekeluargaan, menurunkan cemas dan disorientasi diareanya 3. Memberikan pertahankan Mengurangi resiko bingung/jatuh karena gangguan pagar persepsi tempat tidur sampai benar-benar pulih. 4. Letakkan dibutuhkan/posisi barang bel yang Memungkinkan pasien melihat objek lebih mudah pemanggil dan memudahkan panggilan untuk pertolongan bila dalam jangkauan pada sisi yang tak diperlukan dioperasi. b. ) Diagnosa keperawatan: kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiplegi kanan Tujuan : 1. meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin 2. mempertahankan posisi fungsional 3. meningkatkan kekuatan/ fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh Kriteria Hasil : 1. Mobilitas klien dapat meningkat atau bertahan 2. Klien merasa nyaman dengan posisi di tempat tidur 3. Kekuatan/fungsi bagian tubuh yang sakit dapat meningkat No. Intervensi 1. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan Rasional Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan oleh cedera/ pengobatan dan perhatikan diri/persepsi diri tentang keterbatasan fisik persepsi pasien terhadap imobilisasi aktual, memerlukan informasi/ intervensi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan. 2. Intruksikan pasien untuk/bantu dalam rentang gerak pasien/ aktif Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang pada untuk meningkatkan ekstrimitas yang sakit dan yang tak sakit. mempertahankan gerak tonus sendi otot, mencegah kontraktur/atrofi dan resorpsi kalsium karena tidak digunakan 3. Dorong penggunaan latihan isometrik mulai dengan tungkai yang tak sakit Kontraksi otot isometrik tanpa menekuk sendi atau menggerakkan tungkai dan membantu mempertahankan kekuatan dan masa otot. Catatan: latihan ini dikontraksikan pada peredaran akut/edema 4. Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk /napas dalam. Mencegah/menurunkan insiden komplikasi kulit/ pernapasan ( dekubitus, atelektasis, pneumonia) C. Diagnosa keperawatan :Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kecacatan multifaset Tujuan : Klien tidak mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan Kriteria Hasil : Pertumbuhan dan perkembangan klien tidak mengalami keterlambatan dan sesuai dengan tahapan usia. No. Intervensi 1 Memberikan diet nutrisi untuk pertumbuhan ( asuh ) Rasional Mempertahankan berat badan agar tetap stabil Memberikan stimulasi atau rangsangan untuk Agar perkembangan klien tetap optimal 2. perkembangan kepada anak ( asah ) Memenuhi kebutuhan psikososial Memberikan kasih sayang (asih) 3. BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya. Walaupun lesi serebral bersifat statis dan tidak progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah akibat maturasi serebral. Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah William John Little (1843), yang menyebutnya dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat prematuritas atau afiksia neonatorum. Sir William Olser adalah yang pertama kali memperkenalkan istilah cerebral palsy, sedangkan Sigmund Freud menyebutnya dengan istilah Infantile Cerebral Paralysis 4.2 Saran Diharapkan dengan hadirnya makalah ini, mahasiswa maupun praktisi kesehatan dapat lebih memahami asuhan keperawatan pada anak dengan cerebral palsy dan dapat mengimplementasikan dengan benar. DAFTAR PUSTAKA Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC Corwin, Elizabeth J. 2001. Patofisiologi. Jakarta : EGC Latief, abdul dkk. 2007. Ilmu kesehatan anak. Jakarta : bagian ilmu kesahatan anak fakultas kedokteran universitas Indonesia Putz R dan Pabst R. 1997. sobota. Jakarta : EGC