BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Agency Theory Teori agensi merupakan salah satu teori dasar yang digunakan untuk menjelaskan hubungan yang terjadi pada praktek bisnis modern, yakni hubungan keagenan (agency relationship) antara prinsipal sebagai pemilik perusahaan dan agen sebagai pengelola perusahaan. Pada perusahaan besar saat ini, pemilik perusahaan direpresentasikan secara langsung oleh pemegang saham dan pengelola adalah manajemen perusahaan. Manajemen bisa melakukan tindakantindakan yang tidak menguntungkan perusahaan secara keseluruhan yang dalam jangka panjang bisa merugikan kepentingan perusahaan. Bahkan untuk mencapai kepentingannya sendiri, manajemen bisa bertindak menggunakan akuntansi sebagai alat untuk melakukan rekayasa. Manajemen diasumsikan seringkali bertindak berdasarkan kepentingan pribadi sehingga terjadi konflik kepentingan antara pemegang saham dan manajemen yang pada akhirnya merugikan pemegang saham. Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Oleh karena itu sebagai pengelola, manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Akan tetapi informasi yang disampaikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya. Kondisi ini dikenal sebagai 12 Universitas Sumatera Utara 13 informasi yang tidak simetris atau asimetri informasi (information asymetric). Asimetri informasi terjadi karena manajer lebih superior dalam menguasai informasi dibanding pihak lain (pemilik atau pemegang saham). Asimetri antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) memberikan kesempatan kepada manajer untuk bertindak oportunis, yaitu memperoleh keuntungan pribadi. Dalam hal pelaporan keuangan, manajer dapat melakukan manajemen laba (earnings management) untuk menyesatkan pemilik (pemegang saham) mengenai kinerja ekonomi perusahaan. 2.1.2 Perubahan Laba Laba merupakan salah satu indikator penting dalam mengukur keberhasilan kinerja suatu perusahaan. Adanya perubahan laba dalam suatu perusahaan dapat menunjukkan bahwa pihak-pihak manajemen telah berhasil dalam mengelola sumber-sumber daya yang dimiliki perusahaan secara efektif dan efisien. Suatu perusahaan pada tahun tertentu bisa saja mengalami perubahan laba yang cukup pesat dibandingkan dengan rata-rata perusahaan. Akan tetapi untuk tahun berikutnya perusahaan tersebut bisa saja mengalami penurunan laba. Menurut Harahap (2013) laba adalah perbedaan antara realisasi penghasilan yang berasal dari transaksi perusahaan pada periode tertentu dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan penghasilan itu. Selanjutnya menurut Baridwan (2003:31) laba adalah kenaikan modal (aktiva bersih) yang berasal dari semua transaksi atau kejadian lain yang mempengaruhi badan usaha pada suatu periode kecuali yang timbul dari pendapatan (revenue) atau investasi oleh pemilik. Universitas Sumatera Utara 14 Chariri dan Ghozali (2003:214) menyebutkan bahwa laba memiliki beberapa karakteristik antara lain sebagai berikut: a. Laba didasarkan pada transaksi yang benar-benar terjadi, b. Laba didasarkan pada postulat periodisasi, artinya merupakan prestasi perusahaan pada periode tertentu, c. Laba didasarkan pada prinsip pendapatan yang memerlukan pemahaman khusus tentang definisi, pengukuran dan pengakuan pendapatan, d. Laba memerlukan pengukuran tentang biaya dalam bentuk biaya historis yang dikeluarkan perusahaan untuk mendapatkan pendapatan tertentu, dan e. Laba didasarkan pada prinsip penandingan (matching) antara pendapatan dan biaya yang relevan dan berkaitan dengan pendapatan tersebut. Penyajian laba melalui laporan tersebut merupakan fokus kinerja perusahaan yang penting. Kinerja perusahaan merupakan hasil dari serangkaian proses dengan mengorbankan berbagai sumber daya. Salah satu parameter yang sering digunakan untuk menilai kinerja manajemen perusahaan adalah laba. Perubahan laba merupakan prosentase kenaikan laba yang diperoleh perusahaan dari setiap periode. Oleh sebab itu, kenaikan laba yang diperoleh perusahaan merupakan tujuan perusahaan, jadi informasi yang berhubungan dengan laba akan digunakan para stakeholder dalam setiap pengambilan keputusan agar keputusan yang dihasilkan tersebut efektif dan efisien dalam melakukan aktivitas-aktivitas perusahaan yang berdampak pada kepentingan stakeholder. Universitas Sumatera Utara 15 Menurut Angkoso (2006) menyebutkan bahwa perubahan laba dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : 1. Besarnya perusahaan, semakin besar suatu perusahaan, maka ketepatan perubahan laba yang diharapkan akan semakin tinggi. 2. Umur perusahaan, perusahaan yang baru berdiri kurang memiliki pengalaman dalam meningkatkan laba, sehingga ketepatannya perubahan laba masih rendah. 3. Tingkat leverage, bila perusahaan memiliki tingkat hutang yang tinggi maka manajer cenderung memanipulasi laba sehingga dapat mengurangi ketepatan perubahan laba. 4. Tingkat penjualan, tingkat penjualan di masa lalu yang tinggi semakin tinggi tingkat penjualan di masa yang akan datang sehingga perubahan laba semakin tinggi. 5. Perubahan laba masa lalu, semakin besar perubahan laba masa lalu, semakin tidak pasti laba yang diperoleh di masa mendatang. Perubahan laba dihitung dengan cara mengurangkan laba periode sekarang dengan laba periode sebelumnya kemudian dibagi dengan laba pada periode sebelumnya (Warsidi dan Pramuka, 2000). 2.1.3 Earnings Management Earnings Management adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh pihak manajemen yang menaikkan atau menurunkan laba yang dilaporkan dari unit yang menjadi tanggung jawabnya yang tidak mempunyai hubungan dengan kenaikkan atau penurunan profitabilitas perusahaan untuk jangka panjang. Dengan demikian, manajemen laba dapat diartikan sebagai suatu tindakan manajemen laba yang Universitas Sumatera Utara 16 mempengaruhi laba yang dilaporkan dan memberikan manfaat ekonomi yang keliru kepada perusahaan, sehingga dalam jangka panjang hal tersebut akan sangat menggangu bahkan membahayakan perusahaan. Manajemen laba (earnings management) perusahaan merupakan suatu praktek window-dressing terhadap laporan keuangan. Hal ini tentunya dilakukan agar laporan keuangan perusahaan tampak baik sehingga diharapkan mendapatkan respon positif dari para stakeholder. Manajemen laba perusahaan menitikberatkan pada optimalisasi profitabilitas perusahaan sehingga dapat diciptakan stabilitas kondisi keuangan perusahaan. Manajemen laba dapat mengurangi muatan ekonomi suatu laporan keuangan dan juga dapat mengurangi kepercayaan dalam proses pelaporan. Menurut Scott (2003) faktor-faktor yang memotivasi pihak manajemen untuk melakukan manajemen laba adalah sebagai berikut: 1. Alasan Bonus (bonus scheme). Adanya asimetri informasi mengenai keuangan perusahaan menyebabkan pihak manajemen dapat mengatur laba bersih untuk memaksimalkan bonus mereka. 2. Kontrak Hutang Jangka Panjang. Semakin dekat suatu perusahaan ke pelanggan hutang, manajemen akan cenderung memilih prosedur akuntansi yang dapat ‘memindahkan’ laba periode mendatang ke periode berjalan, yang bertujuan untuk mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami technical defauld (kegagalan dalam pelunasan hutang). 3. Motivasi Politis (political motivation). Perusahaan besar yang menguasai hajat hidup orang banyak akan cenderung menurunkan labanya untuk mengurangi visibilitasnya, misalnya dengan menggunakan praktik atau prosedur akuntansi, khususnya selama periode kemakmuran tinggi. Universitas Sumatera Utara 17 4. Motivasi Pajak (taxation motivation). Salah satu insentif yang dapat memicu manajer untuk melakukan rekayasa laba adalah keinginan untuk meminimalkan pajak atau total pajak yang harus dibayarkan perusahaan. Hal ini karena laba sering dijadikan landasan untuk mengambil keputusan, menyusun kontrak maupun penilaian kinerja suatu manajer. 5. Pergantian CEO (Chief Executive Officer). Banyak motivasi yng timbul disekitar waktu penggantian CEO. Contohnya, CEO yang mendekati masa pensiun (tugas akhirnya) akan melakukan strategi memaksimalkan laba untuk meningkatkan bonusnya. Demikian juga direksi yang kurang berhasil memperbaiki kinerja perusahaan akan cenderung memaksimalkan laba untuk mencegah atau membatalkan pemecatannya 6. IPO (Initial Public Offering). Perusahaan yang baru pertama kali menawarkan sahamnya dipasar modal belum memiliki harga pasar, sehingga terdapat masalah bagaimana menetapkan nilai saham yang ditawarkan. Oleh karena itu, informasi seperti laba bersih dapat digunakan sebagai sinyal kepada calon investor tentang nilai perusahaan, sehingga manajemen perusahaan yang akan go public cenderung melakukan manajemen laba untuk memperoleh harga lebih tinggi atas sahamnya. Ada tiga faktor yang bisa dikaitkan dengan munculnya praktek manajemen laba yaitu: 1. Manajemen Akrual (accruals management). Faktor ini biasanya berkaitan dengan segala aktivitas yang dapat mempengaruhi aliran kas dan juga keuntungan yang secara pribadi merupakan wewenang dari para manajer (managers discretion). Universitas Sumatera Utara 18 2. Penerapan Suatu Kebijaksanaan Akuntansi yang Wajib. Faktor ini berkaitan dengan keputusan manajer untuk menerapkan suatu kebijaksanaan akuntansi yang wajib diterapkan oleh perusahaan yaitu antara menerapkannya lebih awal dari waktu yang ditetapkan atau menundanya sampai saat berlakunya kebijaksanaan tersebut. 3. Perubahan Aktiva Secara Sukarela. Faktor ini biasanya berkaitan dengan upaya manajer untuk mengganti atau merubah suatu metode akuntansi tertentu diantara sekian banyak metode yang dapat dipilih yang tersedia dan diakui oleh badan akuntansi yang ada (Generally Accepted Accounting Principles). Selanjutnya menurut Scott (2003) bahwa pola manajemen laba dapat dilakukan dengan beberapa cara berikut : 1. Taking a Bath. Hal ini terjadi selama periode pada saat terjadinya reorgenerasi, termasuk adanya pergantian CEO baru. Jika manajer merasa harus melaporkan kerugian, maka ia akan melaporkan dalam jumlah yang besar. Dengan tindakan ini manajer berharap dapat meningkatkan laba yang akan datang dan kesalahan atas kerugian perusahaan dapat dilimpahkan kepada manajer lama. 2. Income Minimization. Cara ini mirip dengan taking a bath tetapi lebih halus. Cara ini dilakukan pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi, sehingga jika periode yang akan datang diperkirakan laba turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya. 3. Income Maximization. Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi Universitas Sumatera Utara 19 untuk tujuan bonus yang besar. Pola ini dilakukan oleh perusahaan yang melakukan pelaggaran perjanjian hutang. 4. Income Smoothing. Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil. Manajemen laba merupakan area yang kontroversial dan penting dalam akuntansi keuangan. Manajemen laba tidak selalu diartikan sebagai suatu upaya negatif yang merugikan karena tidak selamanya manajemen laba berorientasi pada manipulasi laba. Manajemen laba tidak selalu dikaitkan dengan upaya untuk memanipulasi data atau informasi akuntansi, tetapi lebih condong dikaitkan dengan pemilihan metode akuntansi yang secara sengaja dipilih oleh manajemen untuk tujuan tertentu dalam batasan GAAP. Untuk mengukur manajemen laba, manajemen laba diproksikan dengan discretionary accruals. Besarnya discretionary accruals dihitung menggunakan Modified Model Jones. Model Modified Jones adalah modifikasi dari model Jones yang dibuat untuk mengeliminasi kecenderungan untuk menggunakan perkiraan yang bisa salah dari model Jones untuk menentukan discretionary accruals ketika discretion melebihi pendapatan (Sulistyanto, 2008). Modified Jones Model ini mengestimasikan tingkat perkiraan akrual sebagai fungsi dari perbedaan antara perubahan revenue dan perubahan receivable, serta level dari property, plan, and equipment. Berikut adalah langkah-langkah dalam menghitung Accrual Discretionary (DACC) : TAC= Nit – CFOit.……………………………………(1) Universitas Sumatera Utara 20 TAC = Total Accruals Nit = Net Income CFOit = Cash Flow From Operations Nilai total accrual (TAC) yang diestimasi dengan persaman regresi OLS sebagai berikut: TAit/Ait-1 = β1 (1 / Ait-1) + β2 (ΔRevt / Ait-1) + β3 (PPEt / Ait-1) + e…….(2) TAit = Total akrual perusahaan i pada periode ke t Ait-1 = Total aktiva perusahaan i pada periode ke t-1 ΔRev t = Perubahan pendapatan perusahaan i pada periode ke t PPE t = Aktiva tetap perusahaan pada periode ke t e = error Dengan menggunakan koefisien regresi di atas nilai Non Discretionary Accruals (NDA) dapat dihitung dengan rumus : NDAit = β1 (1 / Ait-1) + β2 (ΔRevt / Ait-1 - ΔRect/ Ait-1) + β3 (PPEt / Ait-1)..(3) NDAit = Non Discretionary Accruals perusahaan i pada periode ke t Ait-1 = Total aktiva perusahaan i pada periode ke t-1 ΔRevt = Perubahan pendapatan perusahaan i pada periode ke t ΔRect = Perubahan piutang perusahaan i pada periode ke t PPEt = Aktiva tetap perusahaan pada periode ke t Selanjutnya Discretionary Accrual (DA) dapat dihitung sebagai berikut: DAit = TAit / Ait-1 – NDAit..……………..………….…..……(4) DAit = Discretionary Accruals perusahaan i pada periode ke t Tait = Total akrual perusahaan i pada periode ke t Ait-1 = Total aktiva perusahaan i pada periode ke t-1 Universitas Sumatera Utara 21 NDAit = Non Discretionary Accruals perusahaan i pada periode ke t Selain dari nilai Discretionary Accruals perilaku manajemen laba dapat dilihat dari item-item dalam laporan keuangan. Pertama adalah dengan melihat total akrual suatu perusahaan dalam suatu periode. Total akrual adalah selisih antara laba bersih dan arus kas bersih operasi dalam suatu periode. Jika nilai total akrual negatif maka terjadi manajemen laba dengan menurunkan laba. Hal ini karena laba bersih lebih kecil dibandingkan arus kas operasi dan begitu pula sebaliknya. Kedua adalah dengan melihat pemilihan metode akuntansi dan penerapan metode akuntansi dalam catatan atas laporan keuangan perusahaan. 2.1.4 Rasio Keuangan Rasio Keuangan merupakan suatu alat untuk menilai kinerja suatu perusahaan berdasarkan perbandingan data keuangan yang terdapat pada laporan pos keuangan. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau pertimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain. Suatu rasio tidak memiliki arti dalam dirinya sendiri, melainkan harus diperbandingkan dengan rasio yang lain agar rasio tersebut menjadi lebih sempurna dan untuk melakukan analisis ini dapat dengan cara membandingkan prestasi suatu periode dengan periode sebelumnya sehingga diketahui adanya kecenderungan selam periode tertentu, selain itu dapat pula dilakukan dengan membandingkan dengan perusahaan sejenis dalam industri itu sehingga dapat diketahui bagaimana keuangan dalam industri. Analisis rasio keuangan merupakan analisis yang dilakukan dengan menghubungkan berbagai perkiraan yang terdapat pada laporan keuangan dalam bentuk rasio keuangan. Dengan membandingkan rasio keuangan perusahaan dari tahun ke tahun dapat dipelajari komposisi perubahan dan dapat ditentukan apakah Universitas Sumatera Utara 22 terdapat kenaikan atau penurunan kondisi dan kinerja perusahaan selama waktu tersebut. Analisis rasio keuangan memungkinkan manajer keuangan meramalkan reaksi para calon investor dan kreditur serta dapat ditempuh untuk memperoleh tambahan dana. Rasio keuangan dapat menjelaskan dan memberikan gambaran tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan dari suatu periode ke periode berikutnya. Selanjutnya Riyanto (2008) mengelompokan rasio-rasio keuangan sebagai berikut : 1. Rasio Likuiditas adalah rasio-rasio yang dimaksud untuk mengukur likuiditas perusahaan contonya Current ratio, Acid test ratio dan lain sebagainya. 2. Rasio Leverage/solvabilitas adalah rasio-rasio yang dimaksudkan untuk mengukur sampai berapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang contohnya debt to total assets ratio, net worth to debt ratio dan lain sebaginya. 3. Rasio-rasio Aktivitas, yaitu rasio-rasio yang dimaksudkan untuk mengukur sampai berapa besar efektivitas perusahaan dalam mengerjakan sumbersumber dananya contohnya inventory turnover, average collection period dan lain sebagainya. 4. Rasio-rasio Profitabilitas/Rentabilitas, yaitu rasio-rasio yang menunjukkan hasil akhir dari sejumlah kebijaksanaan dan keputusan-keputusan contohnya profit margin on Sales, return on total assets, return on net worth dan lain sebagainya. Universitas Sumatera Utara 23 2.1.4.1 Rasio Likuiditas Likuiditas suatu perusahaan berhubungan erat dengan masalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang harus segera dipenuhi. Untuk dapat memenuhi kewajiban tersebut, maka perusahaan harus mempunyai alat-alat likuid yang berupa aktiva lancar yang jumlahnya harus lebih besar dari jumlah kewajiban-kewajiban yang harus segera dipenuhi yang berupa hutang-hutang lancar. Makin besar jumlah aktiva lancar yang dimiliki oleh suatu perusahaan dibandingkan dengan hutang lancar, maka makin besar tingkat likuiditas perusahaan tersebut. Dan sebaliknya apabila jumlah aktiva lancar lebih kecil daripada hutang lancar, berarti bahwa perusahaan tersebut berada dalam likuid. Suatu perusahaan dikatakan memiliki tingkat likuiditas yang baik apabila tingkat likuiditas berada di atas standar 1 : 1. Dengan mementukan tingkat likuiditas yang baik merupakan suatu tindakan hati-hati dari perusahaan dalam mengantisipasi suatu keadaan. Jika tingkat likuiditas harus dipertahankan pada standar yang normal, maka salah tugas utama manajer adalah untuk menilai rencana kerja mereka dengan memperhitungkan kebutuhan uang tunai untuk jaminan agar dapat memenuhi kewajiban-kewajiban yang mana kewajibankewajiban tersebut berasal dari luar perusahaan yang biasa disebut likuiditas badan usaha, sedangkan kewajiban yang berasal dari dalam perusahaan merupakan suatu untuk memperlancar jalannya operasional seperti gaji karyawan, pembelian bahan baku yang mana kewajiban ini biasanya disebut dengan likuiditas perusahaan atau likuiditas intern. Tingkat likuiditas badan usaha memiliki arti bahwa perusahaan tersebut harus menjaga ketepatan janji keuangan pada pihak luar karena tanpa perusahaan Universitas Sumatera Utara 24 maka kelangsungan hidup perusahaan akan terancam, sedangkan likuiditas intern menyangkut orang-orang yang sewaktu-waktu dapat menghambat jalannya operasi perusahaan. Suatu perusahaan dikatakan memiliki tingkat likuiditas yang baik apabila perusahaan tersebut memiliki tingkat likuiditas yang wajar. Tingkat likuiditas yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki jumlah dana yang banyak menganggur dan apabila terlalu rendah maka keselamatan perusahaan terancam. 1. Current Ratio Rasio ini merupakan ukuran yang sangat berguna untuk mengukur dan menilai kemampuan untuk kekuatan perusahaan dalam memenuhi utang-utang lancarnya yang akan segera dibayar, perhitungan rasio ini dengan membandingkan aktiva lancar dengan hutang lancar. Walaupun belum ada ketentuan yang berlaku di Indonesia mengenai pengukuran standar ratio, akan tetapi melalui literatur dapat dijadikan pedoman. Current ratio yang tinggi memang baik dan dari sudut pandang kreditur tetapi sudut pandang pemegang saham kurang menguntungkan karena aktiva lancar tidak didayagunakan secara efektif tetapi secara sebaliknya current ratio yang rendah relatif lebih merisaukan tetapi menunjukkan bahwa manajemen telah mengoperasikan aktiva lancar yang efektif. Current ratio yang rendah biasanya dianggap menunjukkan terjadinya masalah dalam likuidasi, sebaliknya current ratio yang terlalu tinggi juga kurang bagus, karean menunjukkan banyaknya dana menganggur yang pada akhirnya dapat mengurangi kemampuan laba perusahaan (Sawir, 2009). Universitas Sumatera Utara 25 2. Cash Ratio Rasio kas merupakan cara yang efektif dan cepat untuk menentukan apakah sebuah perusahaan berpotensi memiliki masalah likuiditas jangka pendek. Jika rasio kas di bawah (di atas) 1, berarti bahwa perusahaan tidak akan (akan) memiliki cukup uang tunai di tangan untuk melunasi kewajiban lancar. Cash ratio adalah kemampuan untuk membayar hutang yang segera harus dipenuhi dengan kas yang tersedia dalam perusahaan dan efek yang segera dituangkan, dimana telah diketahui bahwa kas merupakan elemen harta lancar yang paling tinggi baik likuiditasnya karena semakin banyak uang kas yang tersedia dalam perusahaan semakin baik sebab keperluan jangka pendek dapat pula berguna untuk menjaga pada keperluan yang mendesak. Bertambah tinggi Cash Ratio berarti jumlah uang tunai yang tersedia makin besar sehingga pelunasan utang pada saat jatuh tempo tidak akan mengalami kesulitan. Tetapi bila terlalu tinggi akan mengurangi potensi untuk mempertinggi Rate Of Return. 1. Acid Test Ratio Acid Test Ratio merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam memenuhi segala kewajiban jangka pendeknya dengan mengeluarkan komponen persediaan karena dianggap bahwa persediaan waktu yang relatif lama untuk merealisasikan persediaan bisa dijual atau tidak. Persediaan ini merupakan komponen dari aktiva lancar yang dianggap likuiditasnya paling rendah serta mengalami fluktuasi harga. Ratio ini dapat dihitung dengan membandingkan aktiva lancar setelah dikurangi dengan komponen persediaan dengan utang lancar. Acid test ratio merupakan likuiditas setelah dikurangi umur persediaan di dalamnya atau dengan membandingkan jumlah kas dan efek ditambah piutang Universitas Sumatera Utara 26 disatu pihak dengan utang lancar di lain pihak. Ratio ini lebih tegas dari pada current ratio karena hanya membandingkan aktiva yang sangat likuid dengan hutang lancar, sedangkan persediaan merupakan aktiva lancar yang tingkat likuiditasnya yang paling rendah dikeluarkan jika current ratio rendah menunjukkan adanya investasi yang sangat besar dalam persediaan. 2. Cash Turn Over Tingkat perputaran kas merupakan ukuran efesiensi penggunaan kas yang dilakukan oleh perusahaan. Karena tingkat perputaran kas menggambarkan kecepatan arus kas kembalinya kas yang telah ditanamkan didalam modal kerja. Dalam mengukur tingkat perputaran kas yang telah tertanam dalam modal kerja adalah berasal dari aktivitas operasional perusahaan. Manfaat rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat ketersediaan kas untuk membayar tagihan dan biayabiaya yang berkaitan dengan penjualan. Semakin tinggi tingkat perputaran kas berarti semakin cepat kembalinya kas masuk pada perusahaan. Dengan demikian kas akan dapat dipergunakan kembali untuk membiayai kegiatan operasional sehingga tidak mengganggu kondisi keuangan perusahaan. Menurut Riyanto (2008) semakin tinggi perputaran kas akan semakin baik, karena ini berarti semakin tinggi efisiensi penggunaan kasnya dan keuntungan yang diperoleh akan semakin besar. 2.1.4.2 Rasio Profitabilitas Rasio Profitabilitas adalah rasio yang menunjukkan besarnya laba yang diperoleh sebuah perusahaan dalam periode tertentu. Rasio ini digunakan untuk menilai seberapa efisien pengelola perusahaan dapat mencari keuntungan atau laba untuk setiap penjualan yang dilakukan. Rasio ini merupakan ukuran yang Universitas Sumatera Utara 27 menunjukkan kemampuan perusahaan dalam melakukan peningkatan penjualan dan menekan biaya-biaya yang terjadi. Selain itu, rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan seluruh dana yang dimilikinya untuk mendapatkan keuntungan maksimal. Rasio profitabilitas merupakan rasio yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu dan juga memberikan gambaran tentang tingkat efektifitas manajemen dalam melaksanakan kegiatan operasinya. Efektifitas manajemen disini dilihat dari laba yang dihasilkan terhadap penjualan dan investasi perusahaan. Rasio ini disebut juga rasio rentabilitas. 1. Return On Asset Untuk menilai kinerja perusahaan, investor akan melihat dan menganalisa laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan. Salah satu alat ukur financial yang lazim digunakan untuk mengukur tingkat laba adalah Return On Assets. ROA merupakan rasio yang menunjukkan efisiensi manajemen dalam menggunakan seluruh aktiva yang dimiliki perusahaan untuk menghasilkan pendapatan. Menurut Riyanto (2008) ROA adalah rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih bagi semua investor dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva. Semakin tinggi ROA maka semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Semakin tinggi keuntungan yang dihasilkan perusahaan maka semakin besar peluang perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaan, karena laba yang dihasilkan tersebut kemungkinan akan ditanamkan kembali di perusahaan dalam bentuk laba ditahan. Universitas Sumatera Utara 28 2. Return On Equity Return on equity merupakan suatu pengukuran dari penghasilan (income) yang tersedia bagi para pemilik perusahaan (baik pemegang saham biasa maupun pemegang saham preferen) atas modal yang mereka investasikan di dalam perusahaan (Harahap, 2013). Return on equity adalah rasio yang memperlihatkan sejauh manakah perusahaan mengelola modal sendiri (net worth) secara efektif, mengukur tingkat keuntungan dari investasi yang telah dilakukan pemilik modal sendiri atau pemegang saham perusahaan (Sawir 2009). ROE tidak hanya untuk mengukur profitabilitas perusahaan, namun juga efisiensi perusahaan dalam mengelola modal yang dimiliki. ROE yang meningkat dapat diartikan bahwa perusahaan mampu menghasilkan profit yang besar tanpa harus membesarkan modal. 3. Net Profit Margin Net Profi Margin merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu. Semakin besar NPM suatu perusahaan maka kinerja perusahaan semakin produktif sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Selain itu, rasio NPM dapat mengukur kemampuan manajemen perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya dengan meminimalkan beban perusahaan dan memaksimalkan laba perusahaan. Semakin besar nilai rasionya, maka semakin besar profitabilitas yang dimiliki oleh perusahaan. Artinya semakin besar laba bersih yang diperoleh perusahaan. Universitas Sumatera Utara 29 4. Gross Profit Margin Gross profit margin merupakan rasio yang mengukur efisiensi pengendalian harga pokok atau biaya produksinya, mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk berproduksi secara efisien (Sawir, 2009). Gross profit margin merupakan persentase laba kotor dibandingkan dengan sales. Perubahan dalam laba kotor (gross profit) perlu dianalisis untuk mengetahui sebab-sebab perubahan tersebut, baik perubahan yang menguntungkan (kenaikan) maupun perubahan yang tidak menguntungkan (penurunan), sehingga dapat disimpulkan atau dapat diambil tindakan seperlunya untuk periode-periode berikutnya. Semakin besar gross profit margin semakin baik keadaan operasi perusahaan, karena hal ini menunjukkan bahwa harga pokok penjualan relatif lebih rendah dibandingkan dengan sales, demikian pula sebaliknya, semakin rendah gross profit margin semakin kurang baik operasi perusahaan (Syamsuddin, 2009). 2.1.4.3. Rasio Aktivitas Rasio aktivitas adalah rasio yang mengukur seberapa efektif perusahaan dalam memanfaatkan semua sumber daya yang ada padanya. Semua rasio aktivitas ini melibatkan perbandingan antara tingkat penjualan dan investasi pada berbagai jenis aktiva. Rasio-rasio aktivitas menganggap bahwa sebaiknya terdapat keseimbangan yang layak antara penjualan dan beragam unsur aktiva misalnya persediaan, aktiva tetap dan aktiva lainnya. Aktiva yang rendah pada tingkat penjualan tertentu akan mengakibatkan semakin besarnya dana kelebihan yang tertanam pada aktiva tersebut. Dana kelebihan tersebut akan lebih baik bila ditanamkan pada aktiva lain yang lebih produktif. Universitas Sumatera Utara 30 1. Total Assets Turnover Total assets turn over merupakan rasio yang menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan keseluruhan aktiva perusahaan dalam menghasilkan volume penjualan tertentu (Syamsuddin, 2009). Total assets turn over merupakan rasio yang menggambarkan perputaran aktiva diukur dari volume penjualan. Jadi semakin besar rasio ini semakin baik yang berarti bahwa aktiva dapat lebih cepat berputar dan meraih laba dan menunjukkan semakin efisien penggunaan keseluruhan aktiva dalam menghasilkan penjualan. Dengan kata lain jumlah asset yang sama dapat memperbesar volume penjualan apabila assets turn overnya ditingkatkan atau diperbesar. Total assets turn over ini penting bagi para kreditur dan pemilik perusahaan, tapi akan lebih penting lagi bagi manajemen perusahaan, karena hal ini akan menunjukkan efisien tidaknya penggunaan seluruh aktiva dalam perusahaan. Total assets turn over merupakan perbandingan antara penjualan dengan total aktiva suatu perusahaan dimana rasio ini menggambarkan kecepatan perputarannya total aktiva dalam satu periode tertentu. 2. Working Capital Turnover Perputaran modal kerja (Working Capital Turn Over ) merupakan rasio yang mengukur aktivitas bisnis terhadap kelebihan aktiva lancar atas kewajiban lancar serta menunjukkan banyaknya penjualan (dalam rupiah) yang dapat diperoleh perusahaan untuk tiap rupiah modal kerja (Sawir, 2009). Working capital turn over merupakan kemampuan modal kerja (neto) berputar dalam suatu periode siklus kas (cash cycle) dari perusahaan (Riyanto, 2008). Modal kerja selalu dalam keadaan operasi atau berputar dalam perusahaan selama perusahaan yang bersangkutan dalam keadaan usaha. Universitas Sumatera Utara 31 Periode perputaran modal kerja (working capital turn over period) dimulai dari saat dimana kas diinvestasikan dalam komponen-komponen modal kerja sampai dimana saat kembali menjadi kas. Makin pendek periode tersebut berarti makin cepat perputaran atau makin tinggi perputarannya (turn over rate-nya). Berapa lama periode perputaran modal kerja adalah tergantung berapa lama periode perputaran dari masing-masing komponen dari modal kerja tersebut. Perputaran modal kerja merupakan perbandingan antara penjualan dengan modal kerja bersih. Dimana modal kerja bersih adalah aktiva lancar dikurangi utang lancar. 3. Fixed Assets Turnover Fixed assets turn over mengukur efektivitas penggunaan dana yang tertanam pada harta tetap seperti pabrik dan peralatan, dalam rangka menghasilkan penjualan, atau berapa rupiah penjualan bersih yang dihasilkan oleh setiap rupiah yang diinvestasikan pada aktiva tetap (Sawir, 2009). Rasio ini berguna untuk mengevaluasi kemampuan perusahaan menggunakan aktivanya secara efektif untuk meningkatkan pendapatan. Kalau perputarannya lambat (rendah), kemungkinan terdapat kapasitas terlalu besar atau ada banyak aktiva tetap namun kurang bermanfaat, atau mungkin disebabkan hal-hal lain seperti investasi pada aktiva tetap yang berlebihan dibandingkan dengan nilai output yang akan diperoleh. Jadi semakin tinggi rasio ini berarti semakin efektif penggunaan aktiva tetap tersebut. Rasio ini merupakan perbandingan antara penjualan dengan aktiva tetap. Universitas Sumatera Utara 32 4. Inventory Turnover Inventory turnover menunjukkan kemampuan dana yang tertanam dalam inventory berputar dalam suatu periode tertentu, atau likuiditas dari inventory dan tendensi untuk adanya overstock (Riyanto, 2008). Rasio perputaran persediaan mengukur efisiensi pengelolaan persediaan barang dagang. Rasio ini merupakan indikasi yang cukup popular untuk menilai efisiensi operasional, yang memperlihatkan seberapa baiknya manajemen mengontrol modal yang ada pada persediaan. Rasio ini mengukur berapa lama rata-rata barang berada di gudang. Pemikirannya adalah bahwa kenaikan persediaan disebabkan oleh peningkatan aktivitas, atau karena perubahan kebijakan persediaan. Kalau terjadi kenaikan persediaan yang tidak proporsional dengan peningkatan aktivitas, maka berarti terjadi pemborosan dalam pengelolaan persediaan (Husnan, 2011). Perputaran persediaan digunakan untuk mengukur efektivitas manajemen perusahaan dalam mengelola persediaan. Semakin cepat perputaran persediaan maka akan semakin efisien penggunaan persediaan dalam suatu perusahaan. 5. Receivable Turnover Receivable Turnover merupakan rasio aktivitas yaitu rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam menggunakan dana yang tersedia yang tercermin dalam perputaran modal. Rasio perputaran piutang memberikan pandangan mengenai kualitas piutang perusahaan dan seberapa berhasilnya perusahaan dalam penagihannya. Semakin cepat perputaran piutang menandakan bahwa modal dapat digunakan secara efisien. Menurut Munawir (2007) semakin tinggi (turn over) menunjukkan modal kerja yang ditanamkan dalam piutang rendah, sebaliknya kalau rasio semakin rendah berarti ada over investment dalam piutang Universitas Sumatera Utara 33 sehingga memerlukan analisa lebih lanjut, mungkin karena bagian kredit dan penagihan bekerja tidak efektif atau mungkin ada perubahan dalam kebijaksanaan pemberian kredit. 2.1.4.4. Rasio Solvabilitas Solvabilitas suatu perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya baik jangka pendek maupun jangka panjang apabila sekiranya perusahaan dilikuidasi. Suatu perusahaan yang solvable berarti bahwa perusahaan tersebut mempunyai aktiva atau kekayaan yang cukup untuk membayar semua hutanghutang nya begitu pula sebaliknya perusahaan yang tidak mempunyai kekayaan yang cukup untuk membayar hutang-hutangnya disebut perusahaan yang insolvable. 1. Total Debt to Equity Ratio Rasio hutang modal menggambarkan sampai sejauh mana modal pemilik dapat menutupi hutang-hutang kepada pihak luar dan merupakan rasio yang mengukur hingga sejauh mana perusahaan dibiayai dari hutang. DER merupakan rasio yang menggambarkan utang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan tersebut memenuhi seluruh kewajibannya. Menurut Harahap (2013) semakin kecil rasio hutang modal maka semakin baik dan untuk keamanan pihak luar rasio terbaik jika jumlah modal lebih besar dari jumlah hutang atau minimal sama. Struktur modal adalah pembelanjaan permanen dimana mencerminkan pengimbangan antar hutang jangka panjang dan modal sendiri. Universitas Sumatera Utara 34 2. Total Debt to Assets Ratio Rasio ini merupakan perbandingan antara total hutang dengan total aktiva. Sehingga rasio ini menunjukkan sejauh mana hutang dapat ditutupi oleh aktiva. Menurut Sawir (2009) debt ratio merupakan rasio yang memperlihatkan proposi antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh kekayaan yang dimiliki. Apabila debt ratio semakin tinggi, sementara proporsi total aktiva tidak berubah maka hutang yang dimiliki perusahaan semakin besar. Total hutang semakin besar berarti rasio financial atau rasio kegagalan perusahaan untuk mengembalikan pinjaman semakin tinggi. Dan sebaliknya apabila debt ratio semakin kecil maka hutang yang dimiliki perusahaan juga akan semakin kecil dan ini berarti risiko financial perusahaan mengembalikan pinjaman juga semakin kecil. 3. Times Interest Earned Ratio Time interest earned merupakan perbandingan antara laba bersih sebelum bunga dan pajak dengan beban bunga dan merupakan rasio yang mencerminkan besarnya jaminan keuangan untuk membayar bunga utang jangka panjang. Sawir (2009) mengatakan bahwa Rasio ini juga disebut dengan rasio penutupan (coverage ratio), yang mengukur kemampuan pemenuhan kewajiban bunga tahunan dengan laba operasi (EBIT) dan mengukur sejauh mana laba operasi boleh turun tanpa menyebabkan kegagalan dari pemenuhan kewajiban membayar bunga pinjaman. 2.2 Review Penelitian Terdahulu Berikut ini akan diuraikan beberapa tinjauan dari penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini adalah : Universitas Sumatera Utara 35 1. Penelitian Abubakar (2006) yang berjudul “Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan manufaktur di BEJ”. Berdasarkan analisis regresi yang menguji variabel bebas secara individual diperoleh kesimpulan bahwa seluruh rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini tidak berpengaruh secara signifikan untuk memprediksi pertumbuhan laba untuk periode satu tahun mendatang pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. 2. Penelitian Hapsari (2007) dengan judul “Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Pertumbuhan Laba (Studi kasus: Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta Periode 2001-2005)”. Variabel independen terdiri dari variabel Working Capital to Total Asset (WCTA), Current Liabilities To Inventory (CLI), Operating Income to Total Assets (OITL), Total Asset Turnover (TAT), Net Profit Margin (NPM) dan Gross Profit Margin (GPM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Total Asset Turnover (TAT), Net Profit Margin (NPM) dan Gross Profit Margin (GPM) secara persial berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan laba. Sedangkan variabel Working Capital to Total Asset (WCTA), Current Liabilities To Inventory (CLI) dan Operating Income to Total Assets (OITL) tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba. Keenam variabel yang digunakan dalam penelitian ini (WCTA, CLI, OITL, TAT, NPM dan GPM) secara bersama-sama berpengaruh terhadap pertumbuhan laba. 3. Penelitian Triono (2007) yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Laba Satu Tahun dan Dua Tahun Mendatang (Studi Bank Umum di Indonesia Periode Tahun 2001-2015)”. Hasil penelitian Universitas Sumatera Utara 36 menunjukkan bahwa variabel CAR tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Perubahan laba satu tahun mendatang namun CAR mempunyai pengaruh yang signifikan positif terhadap perubahan laba dua tahun mendatang. Variabel ROA berpengaruh signifikan terhadap variabel perubahan laba satu tahun dan dua tahun mendatang. Secara parsial variabel LDR, NPL. BOPO dan GWM tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel perubahan laba satu tahun dan dua tahun mendatang. 4. Penelitian Agustina dan Silvia (2012) yang berjudul “Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Perubahan Laba Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI”. Variabel independen adalah Rasio Keuangan yang terdiri dari Current Ratio (CR), Total Debt to Total Assets (TDTA), Debt to Equity Ratio (DER), Total Assets Turnover (TATO), Gross Profit Margin (GPM) dan Net Profit Margin (NPM). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel CR, TDTA, DER, TATO, GPM dan NPM secara simultan berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba perusahaan manufaktur. Secara parsial, TDTA berpengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan laba pada perusahaan manufaktur. GPM berpengaruh negatif dan signifikan terhadap perubahan laba pada perusahaan manufaktur. Variabel CR, DER, TATO dan NPM tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 20082011. 5. Penelitian Harningsih (2012) yang berjudul “Evaluasi Pengaruh Rasio-Rasio Keuangan Terhadap Perubahan Laba Pada Bank Umum Konvensional Di Indonesia”. Dari hasil uji parsial variabel yang mempunyai pengaruh Universitas Sumatera Utara 37 signifikan positif terhadap perubahan laba adalah ROE, ROA, NPM, OPM Dan yang mempunyai pengaruh tidak signifikan positif terhadap perubahan laba adalah TATO, sedangkan yang mempunyai pengaruh tidak signifikan negatif terhadap perubahan laba adalah DER dan DR. Pada pengujian sampel secara keseluruhan hanya variabel ROA, ROE, NPM, OPM, dan GPM yang dapat mempengaruhi perubahan laba, untuk kategori bank persero hanya variabel ROA, NPM, OPM, GPM, TATO, dan DR yang dapat mempengaruhi perubahan laba dan untuk kategori BUSN hanya variabel ROA, ROE, NPM, OPM, dan GPM yang dapat mempengaruhi perubahan laba. 6. Penelitian Pranjoto (2013) yang berjudul “Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Kinerja Keuangan (Studi Pada Perusahaan Food dan Beverages di BEI)”. Secara bersama-sama variabel (CR, DR, DTE, ROA, ROE, TAT, ITO, OPM, NPM dan NWC) berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba bersih setelah pajak. Secara parsial hanya 6 variabel bebas ( DR, ROA, ROE, TAT, ITO dan OPM) yang berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba bersih setelah pajak 7. Penelitian Wahyuni dan Gunawan (2013) yang berjudul “Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan Perdagangan di Bursa Efek Indonesia”. Variabel independen adalah Total Assets Turnover, Fixed Assets Turnover, Inventory Turnover, Current Ratio, Debt To Assets Ratio dan Debt To Equity Ratio. Secara Parsial variabel Total Assets Turnover dan Inventory Turnover berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan laba, sedangkan variabel Fixed Assets Turnover berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan laba, sementara Current Ratio, Universitas Sumatera Utara 38 Debt To Assets Ratio dan Debt To Equity Ratio tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan laba. 8. Penelitian Fadela (2015) yang berjudul “Pengaruh Rasio Keuangan terhadap Pertumbuhan Laba (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Barang Konsumsi di BEI 2008-2013)”. Variabel independen adalah Rasio Keuangan (Current Ratio, Debt to Equity ratio, Debt to Assets ratio, Total Asset Turnover, Inventory Turnover, dan Return on Asset). Hasil pengujian menunjukkan bahwa secara simultan rasio keuangan yang diukur dengan Current Ratio, Debt to Equity ratio, Debt to Assets rato, Total Asset Turnover, Inventory Turnover, dan Return on Asset memiliki pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba. Secara parsial, hanya variabel Total Assets Turnover yang berpengaruh terhadap pertumbuhan laba, sedangkan variabel lainnya tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan laba. 9. Khan and Khokhar (2015), The Effect of Selected Financial Ratios on Profitability : An Empirical Analysis of listed Firms of Cement Sector in Saudi Arabia. The study covered five hypotheses. Out of the five hypotheses, it is revealed that two variables Debtors’ Turnover Ratio (DTR) and Total Assets Turnover Ratio (TATR) have no significant relationship with Net Profit Margin (NPM) of Cement companies in Saudi Arabia. This reveals that the Debtors’ Turnover Ratio (DTR) and Total Assets Turnover Ratio (TATR) are not considered as a significant determinant of the profitability of the enterprise. Based on the findings of the study, it is cogently revealed that there is a significant relationship between the three selected ratios and Net Profit Margin (NPM) of Cement companies in Saudi Arabia. Universitas Sumatera Utara 39 10. Umobong (2015), Assesses the impact of liquidity and profitability ratios on growth of profits in Pharmaceutical firms in Nigeria. Eight ratios: acid test, current ratio, net working Capital. Return on assets, returns on capital employed, returns on equity, gross profit ratio and net profit ratio were regressed against the dependent variable growth of profit. Haussmann test was conducted to choose between Fixed Effect and Random Effects model. Results justified the use of Fixed Effect model. Test results indicate significant contributions of all the variablesto profit growth of pharmaceutical companies in Nigeria implying that continued improvement in the variables can lead to increases in growth of profit by the Pharmaceutical firms. Berdasarkan uraian tersebut maka review penelitian terdahulu dapat dirangkum pada Tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu No 1 Nama/Tahun Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian Abubakar Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan manufaktur di BEJ Variabel dependen: Pertumbuhan Laba Berdasarkan analisis regresi yang menguji variabel bebas secara individual diperoleh kesimpulan bahwa seluruh rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini tidak berpengaruh secara signifikan untuk memprediksi pertumbuhan laba untuk periode satu tahun mendatang pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Pertumbuhan Laba (Studi kasus: Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta Periode 2001-2005). Variabel dependen: Pertumbuhan Laba (2006) 2 Hapsari (2007) Variabel independen: Rasio keuangan (DER, DR, NITL, CATA, TATO, ITO, NPM, GPM, OIM, CGSS, OES, ROE, ROI, CR, QR) Variabel independen: WCTA, CLI, OITL, TAT, NPM dan GPM Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Total Asset Turnover (TAT), Net Profit Margin (NPM) dan Gross Profit Margin (GPM) secara parsial berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan laba. Sedangkan variabel Working Capital to Total Asset (WCTA), Current Liabilities To Inventory (CLI) dan Operating Income to Total Assets (OITL) tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba. Keenam variabel yang digunakan dalam Universitas Sumatera Utara 40 penelitian ini (WCTA, CLI, OITL, TAT, NPM dan GPM) secara bersama-sama berpengaruh terhadap pertumbuhan laba. 3 4 5 6 Triono (2007) Agustina dan Silvia (2012) Harningsih (2012) Pranjoto (2013) Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Laba Satu Tahun dan Dua Tahun Mendatang (Studi Bank Umum di Indonesia Periode Tahun 20012015) Variabel dependen: Perubahan Laba Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Perubahan Laba Pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2011. Variabel dependen: Pertumbuhan Laba Evaluasi Pengaruh Rasio-Rasio Keuangan Terhadap Perubahan Laba Pada Bank Umum Konvensional Di Indonesia Variabel dependen: Perubahan Laba Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Kinerja Keuangan (Studi Pada Perusahaan Food dan Beverages di BEI) Variabel dependen: Perubahan Laba Bersih Variabel independen: (CAR), (ROA), (BOPO), (LDR), (NPL), (GWM) Variabel independen: CR, TDTA, DER, TATO, GPM, dan NPM Variabel independen: Rasio keuangan (DER, ROA, ROE, NPM, OPM, GPM, TATO dan DR) Variabel independen: Rasio Keuangan (CR, DR, DTE, ROA, ROE, TAT, ITO, OPM, NPM dan NWC) Hasil penelitian menunjukkan bahwa CAR tidak berpengaruh signifikan terhadap Perubahan laba satu tahun mendatang namun CAR berpengaruh signifikan positif terhadap perubahan laba dua tahun mendatang. Variabel ROA berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba satu tahun dan dua tahun mendatang. Secara parsial LDR, NPL. BOPO dan GWM tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba satu tahun dan dua tahun mendatang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa CR, TDTA, DER, TATO, GPM dan NPM secara simultan berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba. Secara parsial, TDTA berpengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan laba. GPM berpengaruh negatif dan signifikan terhadap perubahan laba. Variabel CR, DER, TATO dan NPM tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba. Dari hasil uji parsial variabel yang berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba adalah ROE, ROA, NPM, OPM sedangkan TATO tidak signifikan positif berpengaruh terhadap perubahan laba. sedangkan DER dan DR tidak berpengaruh signifikan negatif terhadap perubahan laba. Secara keseluruhan hanya variabel ROA, ROE, NPM, OPM, dan GPM yang dapat mempengaruhi perubahan laba, untuk kategori bank persero hanya ROA, NPM, OPM, GPM, TATO, dan DR yang dapat mempengaruhi perubahan laba dan untuk kategori BUSN hanya ROA, ROE, NPM, OPM, dan GPM yang dapat mempengaruhi perubahan laba. Secara bersama-sama variabel (CR, DR, DTE, ROA, ROE, TAT, ITO, OPM, NPM dan NWC) berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba bersih setelah pajak. Secara parsial hanya ( DR, ROA, ROE, TAT, ITO dan OPM) yang berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba bersih setelah pajak Universitas Sumatera Utara 41 Wahyuni dan Gunawan (2013) Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan Perdagangan di Bursa Efek Indonesia. 8 Fadela (2015) Pengaruh Rasio Keuangan terhadap Pertumbuhan Laba (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Barang Konsumsi di BEI 20082013). 9 Khan and Khokhar (2015) The Effect of Selected Financial Ratios on Profitability : An Empirical Analysis of listed Firms of Cement Sector in Saudi Arabia. 10 Umobong (2015) Assesses the impact of Dependent variable : liquidity and The Growth of Profit profitability ratios on Independent variables : growth of profits in acid test, current ratio, Pharmaceutical firms net working Capital. in Nigeria Return on assets, returns on capital employed, returns on equity, gross profit ratio and net profit ratio 7 Variabel dependen: Pertumbuhan Laba Variabel independen: Rasio Keuangan (TATO, FATO, ITO, CR, DAR, DER) Secara Parsial TATO dan ITO berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan laba, sedangkan FATO berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan laba, sementara CR, DAR, dan DER tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba. Variabel dependen: Secara simultan rasio keuangan yang Pertumbuhan Laba diukur dengan (CR, DER, DAR, TATO, ITO, ROA) memiliki Variabel independen: pengaruh signifikan terhadap Rasio Keuangan (CR, pertumbuhan laba. Secara parsial, DER, DAR, TATO, hanya variabel TATO yang ITO, ROA) berpengaruh terhadap pertumbuhan laba, sedangkan variabel lainnya tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan laba. Dependent variable : The study covered five hypotheses. The Growth of Profit Out of the five hypotheses, it is revealed that two variables Debtors’ Independent variables : Turnover Ratio (DTR) and Total Debt to Equity Ratio Assets Turnover Ratio (TATR) have (DER), Inventory no significant relationship with Net Turnover Ratio (ITR), Profit Margin (NPM) of Cement Debtors’ Turnover companies in Saudi Arabia. This Ratio (DTR), Creditors’ reveals that the Debtors’ Turnover Velocity (CRSV), Total Ratio (DTR) and Total Assets Assets Turnover Ratio Turnover Ratio (TATR) are not (TATR). considered as a significant determinant of the profitability of the enterprise. Based on the findings of the study, it is cogently revealed that there is a significant relationship between the three selected ratios and Net Profit Margin (NPM) of Cement companies in Saudi Arabia. Results justified the use of Fixed Effect model. Test results indicate significant contributions of all the variablesto profit growth of pharmaceutical companies in Nigeria implying that continued improvement in the variables can lead to increases in growth of profit by the Pharmaceutical firms. Universitas Sumatera Utara