BAB II Tinjauan Pustaka

advertisement
7
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ketersediaan Air dan Air Tanah
2.1.1 Ketersediaan Air
Menurut Effendi (2003) air merupakan salah satu senyawa kimia yang
terdapat di alam secara berlimpah-limpah. Tetapi ketersediaan air yang memenuhi
syarat bagi keperluan hidup manusia relatif sedikit karena dibatasi oleh berbagai
faktor bahwa dibumi terdapat kira-kira 1,3-1,4 milyar km3 air namun 97% di
muka bumi ini merupakan air yang tidak dapat digunakan manusia secara
langsung karena bukan sebagai air tawar. Dari 3% air dapat dimanfaatkan
langsung 2% diantaranya tersimpan sebagai gunung es (glacier) di kutup dan uap
air, yang juga tidak dapat dimanfaatkan secara langsung. Air yang benar benar
tersedia bagi keperluan manusia hanya 0,62%, meliputi air yang terdapat di danau,
air sungai, dan air tanah. Kualitas air yang memadai bagi konsumsi manusia
hanya 0,003 % dari seluruh air yang ada.
Siklus air secara ringkas terdiri dari proses evapotranspirasi dan presipitasi.
Air yang terdapat di bumi berubah menjadi uap air di lapisan atmosfer melalui
proses evapotransrasi air tanah, air sungai, air danau dan air laut. Kemudian uap
air tersebut akan mengalami proses presipitasi.Berkenaan dengan siklus air di
TPA Galuga dan sekitarnya ini, dapat dilihat bagaimana kemungkinan terjadinya
rembesan arah air permukaan (run off) di TPA Galuga. Kemungkinan terjadi
pencemaran air hujan turun terjadi infiltrasi ditempat TPA. Lokasi yang lebih
rendah topografinya dan kelerengan yang lebih rendah dapat mempengaruhi
kualitas air sumur melalui akibat rembesan dengan membawa bahan-bahan
terlarut (senyawa organik, ion-ion larut, gas-gas larut). Kemudian bahan-bahan
yang terlarut menjadi bagian air tanah dan air bawah tanah. Terjadi aliran bawah
permukaan jadi mata air tercemar masuk sumur-sumur gali penduduk (Gambar 2)
8
Sumber: KLH Bogor tahun 2010
Gambar 2 Siklus air dan kemungkinan terjadinya pencemaran mata air dan air sumur gali penduduk
7
8
2.1.2
Air Tanah dan Air Tanah Dangkal
Menurut Suripin (2004) air tanah merupakan sumber air terbesar di planet
bumi, mencakup kira-kira 30% dari total air tawar atau 10,5 juta km3. Akhir- akhir
ini pemanfaatan air tanah meningkat secara cepat, bahkan di beberapa tempat
tingkat eksploitasinya sudah sampai tingkat yang membahayakan. Air tanah dapat
diambil melalui air sumur terbuka dan sumur tabung. Kecenderungan memilih air
tanah sebagai sumber air bersih, dibanding air permukaan karena mempunyai
keuntungan sebagai berikut:
a. Tersedia dekat dengan tempat yang memerlukan, sehingga kebutuhan
bangunan pembawa/distribusi lebih murah
b. Debit (produksi) sumur biasanya relatif stabil
c. Lebih bersih dari bahan cemaran (polotan permukaan)
d. Kualitas lebih seragam
e. Bersih dari kekeruhan, bakteri, lumut, atau tumbuhan binatang air
Pandia (1996) menyatakan bahwa air tanah terdiri dari air tanah dangkal dan
air tanah dalam. Air tanah dangkal adalah bagian dari air di bawah permukaan
bumi yang dapat dikumpulkan dan mengisi sumur-sumur, terowongan atau sistem
drainase, bawah tanah. Air ini secara alami dapat mengalir ke permukaan tanah
melalui pancaran atau rembesan (Kodoatie 1991)
Menurut Sosradorsono (1999) air tanah dangkal adalah air yang bergerak
dalam tanah terdapat dalam ruangan antar butir-butir tanah yang membentuk
didalam retak-retak dari batuan. Menurut Sutrisno dan Suciati (1991), air tanah
dangkal terjadi karena daya proses peresapan air dari permukaan tanah. Lumpur
akan tertahan dan sebagian bakteri akan tertahan, sehingga air tanah akan jernih,
dan lebih banyak mengandung zat kimia (garam-garam yang terlarut) karena
melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur-unsur kimia tertentu untuk masingmasing lapisan tanah. Lapisan tanah berfungsi sebagai saringan. Disamping
penyaringan yang terus berlangsung pada permukaan air yang dekat muka tanah,
kemudian bertemu lapisan rapat air, maka air akan terkumpul disebut air tanah
dangkal. Kodoatie (1999) menjelaskan bahwa air tanah dangkal terjadi pada
perepasan air permukaan tanah, diperoleh pada kedalaman 15 m kualitasnya
kurang karena tergantung musim.
9
2.2 Kualitas Air untuk Air Minum
Kualitas air yang dapat dikonsumsi untuk air minum yang diperoleh dari air
haruslah berupa air bersih. Air bersih merupakan air yang tidak menimbulkan efek
pada kesehatan. Bila dikonsumsi harus memenuhi syarat sesuai standar air minum
yaitu: memenuhi syarat kesehatan, yaitu mempunyai peranan penting dalam
rangka pemeliharaan, perlindungan dan mempertinggi derajat kesehatan
masyarakat. Untuk mencegah adanya penyediaan atau pembagian air minum
untuk umum yang tidak memenuhi syarat kesehatan, maka pemerintah
mengeluarkan peraturan berkenaan dengan air yaitu baku mutu kelas I, adalah air
yang peruntukannya dapat digunakan untuk air minum, dan peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Persyaratan
kualitas air dapat dibagi atas: kualitas fisika, kualitas kimia dan kualitas
mikrobiologi. Kualitas fisika terdiri dari suhu, warna, bau dan rasa.Peruntukan air
minum bagi masyarakat menuntut persyaratan yang tinggi. Karena menyangkut
kehidupan manusia secara langsung jangan ada peluang terjadinya penguraian
bahan yang membahayakan. Ada dua macam akibat yang dapat terjadi jika
kendala tersebut dilewati, yaitu akan segera tampak (akut) dan secara perlahanlahan penampakannya dalam waktu yang lama (kronis). Supaya kemungkinan
timbul akibat akut dan kronis mendorong ditetapkan peraturan air bersih yang
aman untuk penggunaan air minum. Sebagai dasar penetapan baku mutu air telah
ditetapkan berdasarkan:
a. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air Presiden RI
b. Peraturan Menteri Kesehatan no. 416/Men.Kes/Per./IX/1990 syarat-syarat
dan pengawasan kualitas air.
Sesuai PP RI No. 82 Tahun 2001 pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air Presiden RI disebutkan bahwa klasifikasi baku mutu air
ditetapkan menjadi empat kelas. Kualitas air baku. Pemeriksaan kualitas air baku
air minum dilakukan minimal dua kali pertahun, meliputi parameter: E.Coli, pH,
bahan organik, alkalinitas. Kesadahan total, CO2, suhu, DHL, besi dan mangan.
10
2.2.1
Kualitas Fisika Air
a. Warna
Air yang mengandung warna disebabkan oleh jenis-jenis tertentu dari
bahan-bahan organik yang terlarut dalam koloid yang terbilas dari tanah atau
tumbuhan membusuk. Selain itu limbah dari kegiatan industri sering menjadi
penyebab dari adanya warna air.
Kekeruhan air mengurangi kejernihan air yang disebabkan oleh adanya zat
padat tersuspensi seperti liat, lumpur, zat organik, plankton dan zat-zat halus
lainnya. Tingkat kekeruhan tergantung pada kehalusan partikel-partikel dan
konsentrasinya.
Analisis zat padat dalam air sangat penting untuk penentuan komponenkomponen air secara lengkap, juga untuk perencanaan serta pengawasan prosesproses pengolahan dalam bidang air minum maupun dalam bidang air buangan.
Zat padat tersuspensi dapat diklasifikasikan menjadi zat padat terapung yang
selalu bersifat organis maupun anorganis. Zat padat terendap adalah zat padat
yang dalam keadaan tenang dapat mengendap setelah waktu tertentu karena
pengaruh gaya beratnya.
Warna disebabkan oleh zat organik yang berwarna seperti asam humus yang
disebabkan oleh adanya zat besi. Mangan tembaga dan adanya buangan industri.
Fardiaz (1992) membedakan warna atas dua macam yaitu warna sejati (true color)
dan warna semu (apparent colour) yang disebabkan oleh adanya bahan terlarut
juga karena adanya bahan-bahan yang tersuspensi. Termasuk didalamnnya yang
bersifat koloid. Berdasarkan alasan kesehatan (Dinas Kesehatan) air minum tidak
berwarna.
b. Bau
Bau dan rasa air disebabkan oleh adanya bahan organik yang membusuk
atau bahan kimia mudah menguap. Air minum harus bebas dari bau, rasa dan
warna. Bau air tergantung dari sumber airnya. Bau air dapat disebabkan oleh
bahan-bahan kimia, gangguan plankton atau tumbuhan dan hewan air, baik yang
hidup atau yang sudah mati. Air yang berbau suflit dapat disebabkan oleh reduksi
11
sulfat oleh adanya bahan-bahan organik dan mikroorganisme anaerob (Sutisno
dan Suciati 1991).
c. Rasa
Air bersih yang normal tidak mempunyai rasa. Timbulnya rasa yang
disebabkan oleh adanya polusi. Rasa biasanya dihubungkan dengan baunya
karena pengujian terhadap rasa air jarang dilakukan. Air yang memiliki bau tidak
normal juga mempunyai rasa tidak normal. Karena itubersih untuk kegunaan air
minum tidak diinginkan mempunyai rasa (Sutrisno dan Suciati 1991).
d. Suhu
Suhu air merupakan hal yang penting jika dikaitkan dengan tujuan
penggunaannya, pengelolaan untuk membuang bahan-bahan pencemar serta
pengangkutannya. Suhu air tergantung pada sumber airnya. Pada air permukaan
tergantung pada kedalaman sumber air tersebut. Air lindi berasal dari proses
degradasi sampah dari TPA Galuga, merupakan sumber utama yang
mempengaruhi perubahan sifat-sifat fisik air terutama suhu. Suhu limbah yang
berasal dari lindi umumnya tinggi dibandingkan dengan air penerima. Hal ini dapt
mempercepat reaksi-reaksi kimia dalam air. Mengurangi kelarutan gas dalam air,
mempercepat pengaruh rasa dan bau (Husin dan Kustaman 1992).
2.2.2
Kualitas Kimia Air Minum
Menurut Dinas Kesehatan, terdapat beberapa standar. Unsur air minum.
Unsur kimia tersebut terdiri dari beberapa unsur yang tidak dikehendaki ada
karena dapat bersifat racun yang dapat merusak lingkungan dan kesehatan
masyarakat. Maka kualitas air minum dari persyaratan kimia adalah:
a. pH air
Menurut Dinas Kesehatan, derajat keasaman atau pH berdasarkan syarat
kualitas air minum dari Departemen Kesehatan adalah 6,5-9 merupakan syarat
kimia yang diperbolehkan atau dianjurkan dalam air. Syarat kimia air adalah
sangat penting diperhatikan dan spesifik dari sifat fisikanya. Syarat kimia dapat
digunakan untuk menilai sifat atau tingkat pencemaran air. Untuk bahan baku air
minum jumlah unsur-unsur tersebut dapat dilihat dari pada standar kualitas air
12
minum yang ditetapkan oleh PP RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dan Peraturan Menteri Kesehatan
no. 416/Men.Kes/Per./IX/1990 syarat-syarat dan pengawasan kualitas air.
b. Kebutuhan oksigen biologi Biochemical Oxygen Demand (BOD)
BOD adalah singkatan dari Biochemical Oxygen Demand, yaitu jumlah
oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik
menjadi senyawa - senyawa yang stabil. BOD merupakan salah satu indikator
kualitas perairan pada kandungan bahan organiknya. Bahan organik terlarut akan
menghabiskan oksigen dalam limbah serta akan menimbulkan rasa dan bau yang
tidak sedap pada air. Proses yang terlibat proses biologi dan proses kimia (Hariady
et al.1995).
c. Kebutuahan ukuran oksigen kimia Chemical Oksigen Demand (COD)
Nilai Chemical Oksigen Demand (COD) merupakan ukuran bagi
pencemaran air oleh senyawa organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan
melalui proses mikrobiologi yang menyebabkan berkurangnya DO dalam air
(Alaert dan Santika, 1987). Uji COD merupakan suatu uji untuk menentukan
jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh suatu bahan oksidan seperti kalium
dikromat untuk mengoksidasi bahan organik dalam air.
d. Nitrit (NO2)
Nitrit dalam air terbentuk dari oksidasi amoniak oleh bakteri. Kandungan
nitrit dalam air minum berpengaruh pada kesehatan manusia. Karena nitrit
merupakan
zat
yang
bersifat
racun.
Nitrit
menyebabkan
terbentuknya
methemoglogina yang dapat menghambat perjalanan oksigen dalam tubuh.
Persyaratan kualitas air minum yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan bahwa
tidak diperbolehkan terdapat nitrit.
e. Amoniak (NH3)
Amoniak dalam air erat hubungannya dengan siklus nitrogen di alam.
Amoniak dapat terbentuk, pertama melalui dekomposisi bahan-bahan organik
yang mengandung nitrogen berasal dari hewan dan bakteri. Kedua hidrolisa urea
13
yang terdapat pada urin hewan dan ketiga dekomopsisi bahan-bahan organik dari
tumbuh-tumbuhan yang mati oleh bakteri. Siklus nitrogen tersebut diatas jelas
bahwa amoniak dalam air berasal dari tanah dan dari air tersebut apabila terjadi
dekomposisi oleh bakteri. Adanya amoniak dalam air dapat menimbulkan bau dan
perubahan fisik air. Oleh karena itu, standar kalitas air minum tidak diperbolehkan
terdapat amoniak.
f. Zat Organik (KMnO4)
Kandungan zat organik yang terdapat dalam air pada satu sumber air lainnya
disebabkan oleh keadaan lapisan tanah yang dilalui air sampai ke suatu sumber
tertentu. Zat yang terdapat di dalam air berasal dari kegiatan rumah tangga dan
proses industri. Semakin banyak terdapatnya zat bahan organik di dalam air
kemungkinan besar akan banyak bakteri di dalam air tersebut. Standar kandungan
zat di dalam air mmum menurut Permenkes No. 416/1990 bahwa kadar maksimal
diperbolehkan adalah 10 mg/l.
2.2.3
Kualitas Mikrobiologi Air Minum
Air merupakan medium pembawa organisme patogen yang berbahaya bagi
kesehatan. Air yang tercemar oleh kotoran manusia maupun hewan tidak dapat
digunakan untuk keperluan minum, mencuci, maupun makanan karena dianggap
berbahaya. Kualitas air secara mikrobiologis ditentukan oleh banyak parameter,
yaitu parameter mikroba pencemar, patogen dan penghasil toksin khususnya
bakteri pencemar tinja (E. coli).
E. coli tidak diharapkan dalam air untuk
kepentingan hidup. Bakteri E. coli untuk air minum harus kurang dari satu atau
tidak ada sama sekali, yang betul-betul memenuhi syarat (Sutisno dan Suciati
1991). Menurut standar air minum Permenkes No. 416/1990 per 100 ml 50
diperbolehkan bakteri E. coli.
Air merupakan medium pembawa organisme patogen yang berbahaya bagi
kesehatan. Air yang tercemar oleh kotoran manusia maupun hewan tidak dapat
digunakan untuk keperluan minum, mencuci, maupun makanan karena dianggap
berbahaya. Berbagai mikroorganisme penyebab penyakit disajikan pada Tabel 1.
14
Tabel 1 Beberapa Penyakit Bawaan Air dan Agentnya
Agent
Virus:
Rotavirus
V. Hepatitis A
V. poliomyelitis
Bakteri:
Vibrio cholera
Escherichia coli
Enteropatogenik
Salmonella typhi
Salmonella paratyphi
Shigella dysenteriae
Protozoa:
Entamoeba histolytica
Balantidia coli
Giardia lamblia
Metazoan:
Ascaris lumbricoides
Clonorchis sinensis
Diphyllobotrium latum
Taenia saginata/ solium
Schistosoma
Penyakit
Diare pada anak
Hepatotis A
Polio (myelitis anterior acuta)
Cholera
Diare/ Dysentterie
Typhus abdominalis
Paratyphus
Dysenterie
Dysentrye amoeba
Balantidiasis
Giardiasis
Ascariasis
Clonorchiasis
Diphylobothriasis
Taeniasis
Scistosomiasis
Sumber: Slamet 1994
2.3. TPA dan Pencemaran Air
Sampah adalah limbah padat atau setengah padat yang berasal dari kegiatan
manusia dalam lingkungan, yang terdiri dari bahan organik dan anorganik, dapat
dibakar dan tidak dapat dibakar, yang tidak termasuk kotoran manusia. Menurut
Tchobnoglous dan Theisen (1997), sampah adalah benda sisa yang tidak dipakai
dan harus dibuang. Sampah merupakan segala bentuk buangan padat yang
sebagian berasal dari aktivitas manusia. Menurut Benni (1986), sampah adalah
buangan bukan cairan yang dihasilkan dari aktivitas domestik, komersial,
pertanian, pelayanan umum, pembangunan, pertambangan, industri dan lain-lain
ataupun bahan buangan yang berasal dari suatu proses alami yang mungkin
terjadi. Menurut Wardana (2004), sampah domestik lebih banyak didominasi oleh
bahan organik dan anorganik yang sering dinamakan Anthropogenik polutan.
Penamaan seperti ini membedakan bahwa selain manusia masih ada juga mahluk
hidup lainnya (yang menghasilkan limbah).
15
Peningkatan penggunaan bahan-bahan kimia dalam kegiatan rumah tangga
seperti: pembersih, obat-obatan dan deterjen, sangat mempengaruhi proses- proses
yang terjadi pada sampah. Peningkatan berbagai jenis plastik telah meningkatkan
berbagai bahan padat yang tidak dapat terurai dalam sampah Torrey (1979).
Sampah mempunyai bentuk bermacam-macam dan berbeda-beda baik sifat
fisik maupun karakteristiknya. Bahan-bahan yang mudah terbakar atau yang
mudah membusuk. Sampah berdasarkan bentuknya dapat berupa padat, cair dan
gas. Sampah padat yaitu sampah yang berasal dari sisa-sisa tanaman, hewan,
kotoran, ataupun benda lainnya yang bentuknya padat. Sedangkan sampah cair
adalah sampah yang berbentuk cairan seperti air buangan dan air limbah yang
berasal dari pabrik, industri, pertanian, perikanan, peternakan dan manusia.
Sampah gas yaitu sampah yang berasal dari knalfot kendaraan, cerobong pabrik,
dan lain sebagainya yang berbentuk gas atau asap Suriawiria (1980). Berdasarkan
jenis sampah dikelompokkan menjadi dua bagian sampah organik dan anorganik.
Sampah anorganik adalah sampah yang berasal dari sumberdaya alam tidak
terbarui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari
bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat
organik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedangkan
sebagiannya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis
ini pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol, botol plastik, tas plastik dan
kaleng kecuali kertas koran dan karton. Sampah koran dan karton termasuk jenis
sampah organik. Jenis sampah dapat didaur ulang misalnya: gelas, kaleng dan
plastic, termasuk jenis sampah anorganik.
Sampah organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan
yang diambil dari alam atau yang dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan
atau yang lainnya. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami.
Sampah rumah tangga sebagian besar adalah sampah organik, misalnya dari sisa
tepung, sayuran, kulit buah dan daun.
Volume sampah yang jumlahnya berdasarkan data yang diperoleh melalui
kunjungan ke TPA Galuga setiap hari sebanyak 420 ton/hari dan pertahunnya
mencapai 155.588 ton/tahun. Tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Galuga
yang terletak di Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor,
16
memanfaatkan lahan seluas 13 ha dan yang terpakai masih 9,6 ha dengan cara
sistem pengelolaan secara open dumping.
Menurut Sudarmadji dan Subekti (1997) pembuangan sampah secara rutin
setiap hari ke TPA dapat menyebabkan kondisi air di sekitarnya mengalami
perubahan setelah melewati timbunan sampah tersebut. Hal ini menunjukkan
kualitas air mengalami perubahan fisik, kimia dan biologi air. Pengolahan air lindi
mempengaruhi kualitas air di sekitar, karena terjadi rembesan yang terjadi pada
saat hujan. Menurut Mason (1982) dikutip dari Rosalina (2003) dan Emerson
(1999), umur sampah akan menentukan tingkat penguraian yang akan terjadi,
sehingga mencapai kestabilan. Pada pengurai sampah organik dapat menghasilkan
zat-zat hara, zat-zat kimia bersifat toksik dan bahan-bahan organik terlarut. Semua
zat tersebut akan mempengaruhi kualitas air, baik air permukaan maupun air
tanah dan peubah tersebut dapat berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia dan
mikrobiologinya.
2.4 Sistem Pengolahan Sampah dan Permasalahnnya
Pengolahan sampah memiliki tujuan untuk mengubah sampah menjadi
bentuk yang tidak mengganggu dan menekan volume sampah sekecil mungkin
sehingga mempermudah pengaturan selanjutnya. Sistem pengolahan sampah di
TPA Galuga dilakukan secara Open dumping (pembuangan terbuka) yaitu: cara
pembuangan sampah yang sederhana. Sampah dihamparkan disuatu lokasi
dibiarkan terbuka tanpa penutupan dan pengolahan. Meskipun sampah-sampah
tersebut kebanyakan kemudian dibakar tetapi sering menimbulkan masalah
lingkungan, estetika maupun kesehatan. Pembakaran (incinerator) diperlukan
pemilahan antara sampah yang mudah terbakar dan yang sukar terbakar karena
sampah mempunyai kandungan air dan materi yang dapat terbakar dengan
kandungan yang berbeda-beda. Karena itu proses pembakaran sampah tergantung
pada sifat fisika, kimia sampah tersebut (BPPT 1982).
Berdasarkan master plan pengelolaan sampah perkotaan (2008) rencana
pengelolaan sampah di Kota Bogor akan dilakukan secara terpadu. Pada tingkat
operasional sistem pengelolaan sampah terpadu merupakan kombinasi dari
sistem pengelolaan dengan cara daur ulang, pengomposan dan pembakaran
17
(incinerator) dan sistem pembuangan akhir dengan cara sanitari landfill.
Pendekatan ini merupakan sistem reduce, reuse dan recycle atau mengurangi,
penggunaan kembali dan mendaur ulang. Rencana pengelolaan persampahan
yang akan dilaksanakan di Kota Bogor dengan mengacu kepada strategi kegiatan
jangka panjang sebagai berikut:
a. Jangka pendek (1-5 tahun); reevolusi dan rekontruksi TPA Galuga dan
pengelolaan sampah terpadu di TPA
b. Jangka menengah (1-10 tahun); pengelolaan sampah terpadu skala kawasan
(RT, RW, kelurahan dan seterusnya)
c. Jangka panjang (1-20 tahun); pengelolaan sampah di sumber (skala rumah
tangga, pasar, kantor, dsb)
2.5 Dampak Sampah di TPA dari Aspek Sosial Ekonomi
2.5.1 Aspek Sosial
Pengelolaan sampah di TPA pada setiap daerah berbeda-beda tergantung
pada ketersediaan lahan, biaya, teknologi, dan faktor lingkungan sosial sekitarnya.
Keberadaan sampah menimbulkan masalah, karena lahan perkotaan sangat
terbatas. Alokasi serta pengadaan lahan sangat terbatas untuk fasilitasTPA selalu
diabaikan dan tidak terencana dengan tepat. Oleh karena itu, pengelolaan sampah
yang komprehensif harus memperhatikan sumber sampah, lokasi dan interaksi
terhadap lingkungan (Haeruman 1979). Sejak tahun 1980-an, beberapa kota besar
di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan telah mengadopsi
berbagai teknologi pengelolaan sampah. Teknologi tersebut bersifat praktis dan
efesien, tetapi kurang tepat digunakan di Indonesia yaitu dengan tingginya biaya
operasional. Sebagian sampah di Indonesia masih menerapkan pembuangan
sampah terbuka, termasuk TPA sampah Galuga, Cibungbulang. Kesederhanaan
sistem pembungan terbuka, dapat memberikan keuntungan terutama dapat
memberikan lapangan pekerjaan pada masyarakat terutama menyangkut masalah
penurunan estetika, bau dan gangguan kesehatan masyarakat di sekitarnya.
Pengelolaan sampah di TPA Galuga merupakan proyek yang akan
berpengaruh terhadap aspek sosial lainnya baik secara langsung maupun tidak
18
langsung. Setidaknya ada tiga dampak positif yang timbul sebagai kesejahteraan
penduduk, yaitu:
a. Semakin terbukanya informasi daerah sekitar TPA terhadap daerah lainya.
b. Terjadinya peningkatan interaksi sosial masyarakat di sekitar TPA dengan
masyarakat lainnya.
c. Terjadinya
peningkatan
perbedaan
status
sosial,
sejalan
dengan
kesenjangan pendapatan dikalangan masyarakat (Tonny 1990)
2.5.2 Aspek Ekonomi
Menurut Notoatmojo (1997), sampah adalah sesuatu bahan padat yang
sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang. Sampah
merupakan produksi ikutan yang meskipun tidak diharapkan, selama suatu sistem
ekonomi masyarakat dioperasikan. Pemanfaatan kembali limbah padat atau
sampah banyak memberikan kembali keuntungan bagi kehidupan manusia.
Sampah yang semula tidak berharga, setelah dimanfaatkan kembali melalui proses
daur ulang menjadi bernilai ekonomis seperti: kertas, bahan organik,
tekstil/pakaian, gelas, logam karet, kulit dan plastik (Wardhana 2004).
Secara informal pemulung mengambil barang (sampah) yang mempunyai
potensi untuk didaur ulang (kertas, karton, logam dan lain-lain), sehingga bernilai
ekonomi. Masyarakat banyak berpendapat tentang rendahnya pekerjaan
pemulung, tetapi tidak disadari manfaat yang dapat dikerjakan oleh pemulung
sampah. Pekerjaan ini bukanlah menjadi hambatan bagi mereka yang melihatnya
dari aspek pemanfaatan, dan dapat dipakai sebagai mata pencaharian atau dipakai
sebagai aspek ekonomi yang dapat menunjang pendapatan keluarga.
Secara ekonomi ini mempunyai landasan dalam sistem pemulungan. Hal ini
diakibatkan oleh kebutuhan hidup yang ditunjang adanya permintaan terhadap
berbagai jenis barang yang dikumpulkan dari sampah tersebut, sehingga secara
ekonomi terjadi transaksi melalui penawaran dan permintaan antara pemulung
dengan pembeli (Garna et al. 1982).
Kepentingan yang menyangkut orang banyak jelaslah pemungutan sampah
oleh pemulung bukan saja bernilai ekonomi, tetapi mengandung hakekat sosial
yaitu dapat dimanfaatkan kembali melalui sistem daur ulang (recycling).
Download