7 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketersediaan Air dan Air Tanah 2.1.1 Ketersediaan Air Menurut Effendi (2003) air merupakan salah satu senyawa kimia yang terdapat di alam secara berlimpah-limpah. Tetapi ketersediaan air yang memenuhi syarat bagi keperluan hidup manusia relatif sedikit karena dibatasi oleh berbagai faktor bahwa dibumi terdapat kira-kira 1,3-1,4 milyar km3 air namun 97% di muka bumi ini merupakan air yang tidak dapat digunakan manusia secara langsung karena bukan sebagai air tawar. Dari 3% air dapat dimanfaatkan langsung 2% diantaranya tersimpan sebagai gunung es (glacier) di kutup dan uap air, yang juga tidak dapat dimanfaatkan secara langsung. Air yang benar benar tersedia bagi keperluan manusia hanya 0,62%, meliputi air yang terdapat di danau, air sungai, dan air tanah. Kualitas air yang memadai bagi konsumsi manusia hanya 0,003 % dari seluruh air yang ada. Siklus air secara ringkas terdiri dari proses evapotranspirasi dan presipitasi. Air yang terdapat di bumi berubah menjadi uap air di lapisan atmosfer melalui proses evapotransrasi air tanah, air sungai, air danau dan air laut. Kemudian uap air tersebut akan mengalami proses presipitasi.Berkenaan dengan siklus air di TPA Galuga dan sekitarnya ini, dapat dilihat bagaimana kemungkinan terjadinya rembesan arah air permukaan (run off) di TPA Galuga. Kemungkinan terjadi pencemaran air hujan turun terjadi infiltrasi ditempat TPA. Lokasi yang lebih rendah topografinya dan kelerengan yang lebih rendah dapat mempengaruhi kualitas air sumur melalui akibat rembesan dengan membawa bahan-bahan terlarut (senyawa organik, ion-ion larut, gas-gas larut). Kemudian bahan-bahan yang terlarut menjadi bagian air tanah dan air bawah tanah. Terjadi aliran bawah permukaan jadi mata air tercemar masuk sumur-sumur gali penduduk (Gambar 2) 8 Sumber: KLH Bogor tahun 2010 Gambar 2 Siklus air dan kemungkinan terjadinya pencemaran mata air dan air sumur gali penduduk 7 8 2.1.2 Air Tanah dan Air Tanah Dangkal Menurut Suripin (2004) air tanah merupakan sumber air terbesar di planet bumi, mencakup kira-kira 30% dari total air tawar atau 10,5 juta km3. Akhir- akhir ini pemanfaatan air tanah meningkat secara cepat, bahkan di beberapa tempat tingkat eksploitasinya sudah sampai tingkat yang membahayakan. Air tanah dapat diambil melalui air sumur terbuka dan sumur tabung. Kecenderungan memilih air tanah sebagai sumber air bersih, dibanding air permukaan karena mempunyai keuntungan sebagai berikut: a. Tersedia dekat dengan tempat yang memerlukan, sehingga kebutuhan bangunan pembawa/distribusi lebih murah b. Debit (produksi) sumur biasanya relatif stabil c. Lebih bersih dari bahan cemaran (polotan permukaan) d. Kualitas lebih seragam e. Bersih dari kekeruhan, bakteri, lumut, atau tumbuhan binatang air Pandia (1996) menyatakan bahwa air tanah terdiri dari air tanah dangkal dan air tanah dalam. Air tanah dangkal adalah bagian dari air di bawah permukaan bumi yang dapat dikumpulkan dan mengisi sumur-sumur, terowongan atau sistem drainase, bawah tanah. Air ini secara alami dapat mengalir ke permukaan tanah melalui pancaran atau rembesan (Kodoatie 1991) Menurut Sosradorsono (1999) air tanah dangkal adalah air yang bergerak dalam tanah terdapat dalam ruangan antar butir-butir tanah yang membentuk didalam retak-retak dari batuan. Menurut Sutrisno dan Suciati (1991), air tanah dangkal terjadi karena daya proses peresapan air dari permukaan tanah. Lumpur akan tertahan dan sebagian bakteri akan tertahan, sehingga air tanah akan jernih, dan lebih banyak mengandung zat kimia (garam-garam yang terlarut) karena melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur-unsur kimia tertentu untuk masingmasing lapisan tanah. Lapisan tanah berfungsi sebagai saringan. Disamping penyaringan yang terus berlangsung pada permukaan air yang dekat muka tanah, kemudian bertemu lapisan rapat air, maka air akan terkumpul disebut air tanah dangkal. Kodoatie (1999) menjelaskan bahwa air tanah dangkal terjadi pada perepasan air permukaan tanah, diperoleh pada kedalaman 15 m kualitasnya kurang karena tergantung musim. 9 2.2 Kualitas Air untuk Air Minum Kualitas air yang dapat dikonsumsi untuk air minum yang diperoleh dari air haruslah berupa air bersih. Air bersih merupakan air yang tidak menimbulkan efek pada kesehatan. Bila dikonsumsi harus memenuhi syarat sesuai standar air minum yaitu: memenuhi syarat kesehatan, yaitu mempunyai peranan penting dalam rangka pemeliharaan, perlindungan dan mempertinggi derajat kesehatan masyarakat. Untuk mencegah adanya penyediaan atau pembagian air minum untuk umum yang tidak memenuhi syarat kesehatan, maka pemerintah mengeluarkan peraturan berkenaan dengan air yaitu baku mutu kelas I, adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air minum, dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Persyaratan kualitas air dapat dibagi atas: kualitas fisika, kualitas kimia dan kualitas mikrobiologi. Kualitas fisika terdiri dari suhu, warna, bau dan rasa.Peruntukan air minum bagi masyarakat menuntut persyaratan yang tinggi. Karena menyangkut kehidupan manusia secara langsung jangan ada peluang terjadinya penguraian bahan yang membahayakan. Ada dua macam akibat yang dapat terjadi jika kendala tersebut dilewati, yaitu akan segera tampak (akut) dan secara perlahanlahan penampakannya dalam waktu yang lama (kronis). Supaya kemungkinan timbul akibat akut dan kronis mendorong ditetapkan peraturan air bersih yang aman untuk penggunaan air minum. Sebagai dasar penetapan baku mutu air telah ditetapkan berdasarkan: a. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air Presiden RI b. Peraturan Menteri Kesehatan no. 416/Men.Kes/Per./IX/1990 syarat-syarat dan pengawasan kualitas air. Sesuai PP RI No. 82 Tahun 2001 pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air Presiden RI disebutkan bahwa klasifikasi baku mutu air ditetapkan menjadi empat kelas. Kualitas air baku. Pemeriksaan kualitas air baku air minum dilakukan minimal dua kali pertahun, meliputi parameter: E.Coli, pH, bahan organik, alkalinitas. Kesadahan total, CO2, suhu, DHL, besi dan mangan. 10 2.2.1 Kualitas Fisika Air a. Warna Air yang mengandung warna disebabkan oleh jenis-jenis tertentu dari bahan-bahan organik yang terlarut dalam koloid yang terbilas dari tanah atau tumbuhan membusuk. Selain itu limbah dari kegiatan industri sering menjadi penyebab dari adanya warna air. Kekeruhan air mengurangi kejernihan air yang disebabkan oleh adanya zat padat tersuspensi seperti liat, lumpur, zat organik, plankton dan zat-zat halus lainnya. Tingkat kekeruhan tergantung pada kehalusan partikel-partikel dan konsentrasinya. Analisis zat padat dalam air sangat penting untuk penentuan komponenkomponen air secara lengkap, juga untuk perencanaan serta pengawasan prosesproses pengolahan dalam bidang air minum maupun dalam bidang air buangan. Zat padat tersuspensi dapat diklasifikasikan menjadi zat padat terapung yang selalu bersifat organis maupun anorganis. Zat padat terendap adalah zat padat yang dalam keadaan tenang dapat mengendap setelah waktu tertentu karena pengaruh gaya beratnya. Warna disebabkan oleh zat organik yang berwarna seperti asam humus yang disebabkan oleh adanya zat besi. Mangan tembaga dan adanya buangan industri. Fardiaz (1992) membedakan warna atas dua macam yaitu warna sejati (true color) dan warna semu (apparent colour) yang disebabkan oleh adanya bahan terlarut juga karena adanya bahan-bahan yang tersuspensi. Termasuk didalamnnya yang bersifat koloid. Berdasarkan alasan kesehatan (Dinas Kesehatan) air minum tidak berwarna. b. Bau Bau dan rasa air disebabkan oleh adanya bahan organik yang membusuk atau bahan kimia mudah menguap. Air minum harus bebas dari bau, rasa dan warna. Bau air tergantung dari sumber airnya. Bau air dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia, gangguan plankton atau tumbuhan dan hewan air, baik yang hidup atau yang sudah mati. Air yang berbau suflit dapat disebabkan oleh reduksi 11 sulfat oleh adanya bahan-bahan organik dan mikroorganisme anaerob (Sutisno dan Suciati 1991). c. Rasa Air bersih yang normal tidak mempunyai rasa. Timbulnya rasa yang disebabkan oleh adanya polusi. Rasa biasanya dihubungkan dengan baunya karena pengujian terhadap rasa air jarang dilakukan. Air yang memiliki bau tidak normal juga mempunyai rasa tidak normal. Karena itubersih untuk kegunaan air minum tidak diinginkan mempunyai rasa (Sutrisno dan Suciati 1991). d. Suhu Suhu air merupakan hal yang penting jika dikaitkan dengan tujuan penggunaannya, pengelolaan untuk membuang bahan-bahan pencemar serta pengangkutannya. Suhu air tergantung pada sumber airnya. Pada air permukaan tergantung pada kedalaman sumber air tersebut. Air lindi berasal dari proses degradasi sampah dari TPA Galuga, merupakan sumber utama yang mempengaruhi perubahan sifat-sifat fisik air terutama suhu. Suhu limbah yang berasal dari lindi umumnya tinggi dibandingkan dengan air penerima. Hal ini dapt mempercepat reaksi-reaksi kimia dalam air. Mengurangi kelarutan gas dalam air, mempercepat pengaruh rasa dan bau (Husin dan Kustaman 1992). 2.2.2 Kualitas Kimia Air Minum Menurut Dinas Kesehatan, terdapat beberapa standar. Unsur air minum. Unsur kimia tersebut terdiri dari beberapa unsur yang tidak dikehendaki ada karena dapat bersifat racun yang dapat merusak lingkungan dan kesehatan masyarakat. Maka kualitas air minum dari persyaratan kimia adalah: a. pH air Menurut Dinas Kesehatan, derajat keasaman atau pH berdasarkan syarat kualitas air minum dari Departemen Kesehatan adalah 6,5-9 merupakan syarat kimia yang diperbolehkan atau dianjurkan dalam air. Syarat kimia air adalah sangat penting diperhatikan dan spesifik dari sifat fisikanya. Syarat kimia dapat digunakan untuk menilai sifat atau tingkat pencemaran air. Untuk bahan baku air minum jumlah unsur-unsur tersebut dapat dilihat dari pada standar kualitas air 12 minum yang ditetapkan oleh PP RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dan Peraturan Menteri Kesehatan no. 416/Men.Kes/Per./IX/1990 syarat-syarat dan pengawasan kualitas air. b. Kebutuhan oksigen biologi Biochemical Oxygen Demand (BOD) BOD adalah singkatan dari Biochemical Oxygen Demand, yaitu jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik menjadi senyawa - senyawa yang stabil. BOD merupakan salah satu indikator kualitas perairan pada kandungan bahan organiknya. Bahan organik terlarut akan menghabiskan oksigen dalam limbah serta akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak sedap pada air. Proses yang terlibat proses biologi dan proses kimia (Hariady et al.1995). c. Kebutuahan ukuran oksigen kimia Chemical Oksigen Demand (COD) Nilai Chemical Oksigen Demand (COD) merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh senyawa organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologi yang menyebabkan berkurangnya DO dalam air (Alaert dan Santika, 1987). Uji COD merupakan suatu uji untuk menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh suatu bahan oksidan seperti kalium dikromat untuk mengoksidasi bahan organik dalam air. d. Nitrit (NO2) Nitrit dalam air terbentuk dari oksidasi amoniak oleh bakteri. Kandungan nitrit dalam air minum berpengaruh pada kesehatan manusia. Karena nitrit merupakan zat yang bersifat racun. Nitrit menyebabkan terbentuknya methemoglogina yang dapat menghambat perjalanan oksigen dalam tubuh. Persyaratan kualitas air minum yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan bahwa tidak diperbolehkan terdapat nitrit. e. Amoniak (NH3) Amoniak dalam air erat hubungannya dengan siklus nitrogen di alam. Amoniak dapat terbentuk, pertama melalui dekomposisi bahan-bahan organik yang mengandung nitrogen berasal dari hewan dan bakteri. Kedua hidrolisa urea 13 yang terdapat pada urin hewan dan ketiga dekomopsisi bahan-bahan organik dari tumbuh-tumbuhan yang mati oleh bakteri. Siklus nitrogen tersebut diatas jelas bahwa amoniak dalam air berasal dari tanah dan dari air tersebut apabila terjadi dekomposisi oleh bakteri. Adanya amoniak dalam air dapat menimbulkan bau dan perubahan fisik air. Oleh karena itu, standar kalitas air minum tidak diperbolehkan terdapat amoniak. f. Zat Organik (KMnO4) Kandungan zat organik yang terdapat dalam air pada satu sumber air lainnya disebabkan oleh keadaan lapisan tanah yang dilalui air sampai ke suatu sumber tertentu. Zat yang terdapat di dalam air berasal dari kegiatan rumah tangga dan proses industri. Semakin banyak terdapatnya zat bahan organik di dalam air kemungkinan besar akan banyak bakteri di dalam air tersebut. Standar kandungan zat di dalam air mmum menurut Permenkes No. 416/1990 bahwa kadar maksimal diperbolehkan adalah 10 mg/l. 2.2.3 Kualitas Mikrobiologi Air Minum Air merupakan medium pembawa organisme patogen yang berbahaya bagi kesehatan. Air yang tercemar oleh kotoran manusia maupun hewan tidak dapat digunakan untuk keperluan minum, mencuci, maupun makanan karena dianggap berbahaya. Kualitas air secara mikrobiologis ditentukan oleh banyak parameter, yaitu parameter mikroba pencemar, patogen dan penghasil toksin khususnya bakteri pencemar tinja (E. coli). E. coli tidak diharapkan dalam air untuk kepentingan hidup. Bakteri E. coli untuk air minum harus kurang dari satu atau tidak ada sama sekali, yang betul-betul memenuhi syarat (Sutisno dan Suciati 1991). Menurut standar air minum Permenkes No. 416/1990 per 100 ml 50 diperbolehkan bakteri E. coli. Air merupakan medium pembawa organisme patogen yang berbahaya bagi kesehatan. Air yang tercemar oleh kotoran manusia maupun hewan tidak dapat digunakan untuk keperluan minum, mencuci, maupun makanan karena dianggap berbahaya. Berbagai mikroorganisme penyebab penyakit disajikan pada Tabel 1. 14 Tabel 1 Beberapa Penyakit Bawaan Air dan Agentnya Agent Virus: Rotavirus V. Hepatitis A V. poliomyelitis Bakteri: Vibrio cholera Escherichia coli Enteropatogenik Salmonella typhi Salmonella paratyphi Shigella dysenteriae Protozoa: Entamoeba histolytica Balantidia coli Giardia lamblia Metazoan: Ascaris lumbricoides Clonorchis sinensis Diphyllobotrium latum Taenia saginata/ solium Schistosoma Penyakit Diare pada anak Hepatotis A Polio (myelitis anterior acuta) Cholera Diare/ Dysentterie Typhus abdominalis Paratyphus Dysenterie Dysentrye amoeba Balantidiasis Giardiasis Ascariasis Clonorchiasis Diphylobothriasis Taeniasis Scistosomiasis Sumber: Slamet 1994 2.3. TPA dan Pencemaran Air Sampah adalah limbah padat atau setengah padat yang berasal dari kegiatan manusia dalam lingkungan, yang terdiri dari bahan organik dan anorganik, dapat dibakar dan tidak dapat dibakar, yang tidak termasuk kotoran manusia. Menurut Tchobnoglous dan Theisen (1997), sampah adalah benda sisa yang tidak dipakai dan harus dibuang. Sampah merupakan segala bentuk buangan padat yang sebagian berasal dari aktivitas manusia. Menurut Benni (1986), sampah adalah buangan bukan cairan yang dihasilkan dari aktivitas domestik, komersial, pertanian, pelayanan umum, pembangunan, pertambangan, industri dan lain-lain ataupun bahan buangan yang berasal dari suatu proses alami yang mungkin terjadi. Menurut Wardana (2004), sampah domestik lebih banyak didominasi oleh bahan organik dan anorganik yang sering dinamakan Anthropogenik polutan. Penamaan seperti ini membedakan bahwa selain manusia masih ada juga mahluk hidup lainnya (yang menghasilkan limbah). 15 Peningkatan penggunaan bahan-bahan kimia dalam kegiatan rumah tangga seperti: pembersih, obat-obatan dan deterjen, sangat mempengaruhi proses- proses yang terjadi pada sampah. Peningkatan berbagai jenis plastik telah meningkatkan berbagai bahan padat yang tidak dapat terurai dalam sampah Torrey (1979). Sampah mempunyai bentuk bermacam-macam dan berbeda-beda baik sifat fisik maupun karakteristiknya. Bahan-bahan yang mudah terbakar atau yang mudah membusuk. Sampah berdasarkan bentuknya dapat berupa padat, cair dan gas. Sampah padat yaitu sampah yang berasal dari sisa-sisa tanaman, hewan, kotoran, ataupun benda lainnya yang bentuknya padat. Sedangkan sampah cair adalah sampah yang berbentuk cairan seperti air buangan dan air limbah yang berasal dari pabrik, industri, pertanian, perikanan, peternakan dan manusia. Sampah gas yaitu sampah yang berasal dari knalfot kendaraan, cerobong pabrik, dan lain sebagainya yang berbentuk gas atau asap Suriawiria (1980). Berdasarkan jenis sampah dikelompokkan menjadi dua bagian sampah organik dan anorganik. Sampah anorganik adalah sampah yang berasal dari sumberdaya alam tidak terbarui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat organik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedangkan sebagiannya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol, botol plastik, tas plastik dan kaleng kecuali kertas koran dan karton. Sampah koran dan karton termasuk jenis sampah organik. Jenis sampah dapat didaur ulang misalnya: gelas, kaleng dan plastic, termasuk jenis sampah anorganik. Sampah organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau yang dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lainnya. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar adalah sampah organik, misalnya dari sisa tepung, sayuran, kulit buah dan daun. Volume sampah yang jumlahnya berdasarkan data yang diperoleh melalui kunjungan ke TPA Galuga setiap hari sebanyak 420 ton/hari dan pertahunnya mencapai 155.588 ton/tahun. Tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Galuga yang terletak di Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, 16 memanfaatkan lahan seluas 13 ha dan yang terpakai masih 9,6 ha dengan cara sistem pengelolaan secara open dumping. Menurut Sudarmadji dan Subekti (1997) pembuangan sampah secara rutin setiap hari ke TPA dapat menyebabkan kondisi air di sekitarnya mengalami perubahan setelah melewati timbunan sampah tersebut. Hal ini menunjukkan kualitas air mengalami perubahan fisik, kimia dan biologi air. Pengolahan air lindi mempengaruhi kualitas air di sekitar, karena terjadi rembesan yang terjadi pada saat hujan. Menurut Mason (1982) dikutip dari Rosalina (2003) dan Emerson (1999), umur sampah akan menentukan tingkat penguraian yang akan terjadi, sehingga mencapai kestabilan. Pada pengurai sampah organik dapat menghasilkan zat-zat hara, zat-zat kimia bersifat toksik dan bahan-bahan organik terlarut. Semua zat tersebut akan mempengaruhi kualitas air, baik air permukaan maupun air tanah dan peubah tersebut dapat berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia dan mikrobiologinya. 2.4 Sistem Pengolahan Sampah dan Permasalahnnya Pengolahan sampah memiliki tujuan untuk mengubah sampah menjadi bentuk yang tidak mengganggu dan menekan volume sampah sekecil mungkin sehingga mempermudah pengaturan selanjutnya. Sistem pengolahan sampah di TPA Galuga dilakukan secara Open dumping (pembuangan terbuka) yaitu: cara pembuangan sampah yang sederhana. Sampah dihamparkan disuatu lokasi dibiarkan terbuka tanpa penutupan dan pengolahan. Meskipun sampah-sampah tersebut kebanyakan kemudian dibakar tetapi sering menimbulkan masalah lingkungan, estetika maupun kesehatan. Pembakaran (incinerator) diperlukan pemilahan antara sampah yang mudah terbakar dan yang sukar terbakar karena sampah mempunyai kandungan air dan materi yang dapat terbakar dengan kandungan yang berbeda-beda. Karena itu proses pembakaran sampah tergantung pada sifat fisika, kimia sampah tersebut (BPPT 1982). Berdasarkan master plan pengelolaan sampah perkotaan (2008) rencana pengelolaan sampah di Kota Bogor akan dilakukan secara terpadu. Pada tingkat operasional sistem pengelolaan sampah terpadu merupakan kombinasi dari sistem pengelolaan dengan cara daur ulang, pengomposan dan pembakaran 17 (incinerator) dan sistem pembuangan akhir dengan cara sanitari landfill. Pendekatan ini merupakan sistem reduce, reuse dan recycle atau mengurangi, penggunaan kembali dan mendaur ulang. Rencana pengelolaan persampahan yang akan dilaksanakan di Kota Bogor dengan mengacu kepada strategi kegiatan jangka panjang sebagai berikut: a. Jangka pendek (1-5 tahun); reevolusi dan rekontruksi TPA Galuga dan pengelolaan sampah terpadu di TPA b. Jangka menengah (1-10 tahun); pengelolaan sampah terpadu skala kawasan (RT, RW, kelurahan dan seterusnya) c. Jangka panjang (1-20 tahun); pengelolaan sampah di sumber (skala rumah tangga, pasar, kantor, dsb) 2.5 Dampak Sampah di TPA dari Aspek Sosial Ekonomi 2.5.1 Aspek Sosial Pengelolaan sampah di TPA pada setiap daerah berbeda-beda tergantung pada ketersediaan lahan, biaya, teknologi, dan faktor lingkungan sosial sekitarnya. Keberadaan sampah menimbulkan masalah, karena lahan perkotaan sangat terbatas. Alokasi serta pengadaan lahan sangat terbatas untuk fasilitasTPA selalu diabaikan dan tidak terencana dengan tepat. Oleh karena itu, pengelolaan sampah yang komprehensif harus memperhatikan sumber sampah, lokasi dan interaksi terhadap lingkungan (Haeruman 1979). Sejak tahun 1980-an, beberapa kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan telah mengadopsi berbagai teknologi pengelolaan sampah. Teknologi tersebut bersifat praktis dan efesien, tetapi kurang tepat digunakan di Indonesia yaitu dengan tingginya biaya operasional. Sebagian sampah di Indonesia masih menerapkan pembuangan sampah terbuka, termasuk TPA sampah Galuga, Cibungbulang. Kesederhanaan sistem pembungan terbuka, dapat memberikan keuntungan terutama dapat memberikan lapangan pekerjaan pada masyarakat terutama menyangkut masalah penurunan estetika, bau dan gangguan kesehatan masyarakat di sekitarnya. Pengelolaan sampah di TPA Galuga merupakan proyek yang akan berpengaruh terhadap aspek sosial lainnya baik secara langsung maupun tidak 18 langsung. Setidaknya ada tiga dampak positif yang timbul sebagai kesejahteraan penduduk, yaitu: a. Semakin terbukanya informasi daerah sekitar TPA terhadap daerah lainya. b. Terjadinya peningkatan interaksi sosial masyarakat di sekitar TPA dengan masyarakat lainnya. c. Terjadinya peningkatan perbedaan status sosial, sejalan dengan kesenjangan pendapatan dikalangan masyarakat (Tonny 1990) 2.5.2 Aspek Ekonomi Menurut Notoatmojo (1997), sampah adalah sesuatu bahan padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang. Sampah merupakan produksi ikutan yang meskipun tidak diharapkan, selama suatu sistem ekonomi masyarakat dioperasikan. Pemanfaatan kembali limbah padat atau sampah banyak memberikan kembali keuntungan bagi kehidupan manusia. Sampah yang semula tidak berharga, setelah dimanfaatkan kembali melalui proses daur ulang menjadi bernilai ekonomis seperti: kertas, bahan organik, tekstil/pakaian, gelas, logam karet, kulit dan plastik (Wardhana 2004). Secara informal pemulung mengambil barang (sampah) yang mempunyai potensi untuk didaur ulang (kertas, karton, logam dan lain-lain), sehingga bernilai ekonomi. Masyarakat banyak berpendapat tentang rendahnya pekerjaan pemulung, tetapi tidak disadari manfaat yang dapat dikerjakan oleh pemulung sampah. Pekerjaan ini bukanlah menjadi hambatan bagi mereka yang melihatnya dari aspek pemanfaatan, dan dapat dipakai sebagai mata pencaharian atau dipakai sebagai aspek ekonomi yang dapat menunjang pendapatan keluarga. Secara ekonomi ini mempunyai landasan dalam sistem pemulungan. Hal ini diakibatkan oleh kebutuhan hidup yang ditunjang adanya permintaan terhadap berbagai jenis barang yang dikumpulkan dari sampah tersebut, sehingga secara ekonomi terjadi transaksi melalui penawaran dan permintaan antara pemulung dengan pembeli (Garna et al. 1982). Kepentingan yang menyangkut orang banyak jelaslah pemungutan sampah oleh pemulung bukan saja bernilai ekonomi, tetapi mengandung hakekat sosial yaitu dapat dimanfaatkan kembali melalui sistem daur ulang (recycling).