1 BAB 1 PENDAHULUAN

advertisement
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini persaingan yang semakin ketat di antara pemasar, akan mendorong
perusahaan melakukan berbagai cara untuk dapat memasarkan produk dan jasanya. Dalam
memasarkan produk dan jasanya, berbagai strategi dilakukan oleh perusahaan untuk dapat
menarik minat konsumen terhadap barang atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan.
Namun dari berbagai perusahaan yang ada, setiap perusahaan selalu menerapkan berbagai
strategi yang berbeda-beda dari perusahaan yang satu dengan yang lainnya. Fenomena
persaingan di era globalisasi akan semakin mengarahkan sistem perekonomian Indonesia ke
mekanisme pasar yang memposisikan pemasar untuk selalu mengembangkan dan merebut
market share ( pangsa pasar ). Salah satu aset untuk mencapai keadaan tersebut adalah
brand ( merek ).
Pada umumnya setiap perusahaan atau organisasi yang berorientasi pada
keuntungan atau laba selalu ingin untuk dapat mengembangkan dan merebut pangsa pasar (
market share ). Setiap perusahaan menyadari bahwa merek produk merupakan aset bernilai
yang dapat memperkuat, memperluas dan mempertahankan pangsa pasar yang telah
dimilikinya.
Selain itu kondisi pemasaran yang terjadi saat ini bukan hanya adanya pertempuran
produk tapi adanya pertempuran persepsi, maka dalam membangun persepsi dapat
dilakukan melalui jalur merek. Dimana merek yang dominan dan memiliki ekuitas merek
yang tinggi berarti memiliki kesadaran merek, asosiasi, persepsi kualitas serta adanya
2
loyalitas yang tinggi. Perusahaan perlu memperkuat posisi nama mereknya untuk dapat
membangun ingatan akan suatu merek di benak konsumen.
Pada awalnya merek hanyalah sebuah tanda agar konsumen dapat membedakan
satu produk dengan produk lainnya. Merek juga membantu agar konsumen lebih mudah
mengingatnya
sehingga
mempermudah
pengambilan
keputusan
ketika
melakukan
pembelian. Merek yang kuat merupakan aset tak berwujud ( intangible asset ) yang sangat
berharga bagi perusahaan dan merupakan alat pemasaran strategis utama.
Merek yang kuat memungkinkan tercapainya harga premium, dan akhirnya
memberikan laba yang lebih tinggi bagi perusahaan. Sebuah merek yang sangat mapan
dapat memberikan kredibilitas untuk sebuah produk baru, sehingga akan mempermudah
perusahaan dalam melakukan perluasan lini produk. Merek yang kuat akan membantu
perusahaan dalam melakukan perluasan pasar. Dalam menghadapi persaingan yang ketat,
merek yang kuat merupakan suatu pembeda yang jelas, bernilai dan berkesinambungan,
menjadi ujung tombak bagi daya saing perusahaan, dan sangat membantu dalam strategi
pemasaran.
Merek, memang merupakan komponen kecil dari kebijakan produk dan seringkali
hanya dianggap sebagai sekedar nama atau tanda untuk mengidentifikasi suatu produk,
yang mungkin dapat dijadikan atribut kompetitif yang cukup tangguh apabila dikelola secara
tepat dan sungguh-sungguh. Merek mengandung nilai-nilai yang bersifat intangible,
emosional, keyakinan, harapan, serta sarat dengan persepsi pelanggan, sehingga sulit untuk
ditiru oleh pesaing.
Sebuah merek adalah seperangkat asosiasi, biasanya terangkai dalam berbagai
bentuk yang bermakna. Asosiasi-asosiasi tersebut dikelola dalam kelompok-kelompok yang
mempunyai arti tertentu. Suatu merek yang telah mapan akan mempunyai posisi yang
menonjol dalam persaingan karena didukung oleh berbagai asosiasi yang kuat. Merek ini
3
akan bernilai tinggi untuk atribut-atribut yang dikehendaki seperti layanan yang bersahabat,
atau menduduki posisi yang berbeda dari posisi para pesaingnya.
Industri penerbangan di Indonesia mangalami fenomena menarik. Saat ekonomi
Indonesia mengalami krisis, yang berpuncak pada tahun 1997-1998 dan berlangsung sampai
saat ini, industri penerbangan justru mengalami pertumbuhan pesat. Berlawanan dengan
prediksi umum bahwa penurunan daya beli akan berpengaruh negatif pada industri
penerbangan domestik, jumlah penumpang penerbangan domestik terus meningkat.
Pertumbuhan ini diprediksikan akan terus berlanjut sampai tahun 2010. Hal ini
mengakibatkan pasar industri maskapai penerbangan mengalami persaingan yang sangat
ketat. Terlebih lagi dengan banyaknya bermunculan pendatang-pendatang baru yang ikut
bermain dalam industri ini, diantaranya maskapai penerbangan Air Asia, Lion Air, Sriwijaya,
Batavia Air dll.
Sebelum deregulasi sektor transportasi udara diberlakukan di Indonesia, industri
penerbangan merupakan industri yang sangat diproteksi dan digarap hanya oleh
perusahaan-perusahaan milik negara. Maskapai swasta yang pertama kali diizinkan adalah
Sempati Air, yang telah gulung tikar beberapa tahun yang lalu. Akan tetapi sekarang ini
terdapat 57 maskapai yang memegang izin operasi. Dari 57 maskapai ini, hanya 28 yang
masih beroperasi. Tidak saja dari aspek perizinan, pemerintah juga relatif melepas
penentuan harga tiket tanpa banyak memberlakukan tarif referensi. Implikasinya, tahun
2000 menandai perang tarif dalam industri penerbangan yang dipicu oleh konsep Low Cost
Carrier yang ditawarkan oleh Lion Air, yang secara mengejutkan memperkenalkan tarif tiket
murah sehingga secara spektakuler langsung mengangkat dunia industri penerbangan di
Indonesia ke posisi tertinggi dibanding moda transportasi lain ( laut dan darat ).
Seiring dengan pesatnya pertumbuhan industri penerbangan komersial, maka telah
memunculkan persaingan usaha yang sengit di antara perusahaan jasa penerbangan ( airline
4
) yang ada. Telah terjadi perubahan dalam lingkungan persaingan di industri penerbangan
komersial dengan adanya tren munculnya “low cost carriers” di beberapa negara, di samping
tren ke arah codesharing, aliansi, dominasinya perusahaan-perusahaan airline global. Dalam
hal ini, setiap orang yang berkecimpung di dalam dunia penerbangan tentunya dapat
mengharapkan masa depan yang menyenangkan asalkan semua pihak dapat menghadapi
segala tantangan yang ada di depan secara efektif. Diantara banyak tantangan yang sedang
dihadapi di awal abad 21 ini adalah masalah keselamatan penerbangan ( safety ). Tuntutan
akan safety tetap menjadi salah satu ekpektasi customer terhadap industri penerbangan,
selain aspek-aspek
lainnya
seperti pelayanan, pilihan
rute,
jadwal
dan
frekuensi
penerbangan, serta harga, terlebih semenjak adanya “peristiwa WTC” pada tanggal 11
September 2001 lalu di Amerika Serikat, ditambah dengan adanya banyak kecelakaan
pesawat ( accident ) di banyak tempat di berbagai belahan dunia akhir-akhir ini. “Peristiwa
WTC” telah membuktikan adanya dampak yang luar biasa bagi memburuknya dunia bisnis
penerbangan paska kejadian tersebut. Oleh karena itu safety akan menjadi salah satu faktor
penting ( pertimbangan utama ) di dalam industri penerbangan ( airline ).
Mengingat dari kejadian-kejadian yang telah lalu, industri penerbangan di Indonesia
mengalami musibah yaitu kecelakaan pesawat yang menimpa beberapa perusahaan airline
secara beruntun. Salah satunya adalah kecelakaan besar yang menimpa Garuda Indonesia
pada 7 Maret di Yogyakarta, yang banyak menelan korban. Garuda Indonesia yang selama
ini diklaim sebagai maskapai penerbangan nasional paling aman di Indonesia pun bisa
mengalami kecelakaan. Tentunya mitos bahwa Garuda sebagai penerbangan paling aman
bisa dikatakan rontok, dan hal ini berdampak pada image Garuda yang bisa dikatakan turun.
Pertumbuhan dan potensi pasar penerbangan domestik saat ini diperebutkan oleh 28
maskapai penerbangan yang melayani rute-rute domestik dan beberapa menerbangi rute
internasional. Kompetisi menjadi semakin ketat dengan adanya beberapa maskapai yang
5
menggunakan strategi low cost carrier ( LCC ) sehingga memicu perang harga untuk
penerbangan rute-rute domestik. Dinamika industri penerbangan domestik ini membuat
perusahaan-perusahaan maskapai penerbangan membuat strategi untuk memenangkan
persaingan. Salah satu strategi yang ditempuh adalah strategi branding, dimana bertujuan
untuk menempati tempat khusus di benak konsumen dan akhirnya dapat memenangkan
loyalitas konsumen.
PT. Garuda Indonesia adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang industri jasa
penerbangan. PT. Garuda Indonesia berdiri sejak tahun 1949 dimana pada saat itu masih
bernama Indonesian Airways dan tidak lama kemudian berganti nama menjadi Garuda
Indonesian Airways. Tentunya bagi PT. Garuda Indonesia merek adalah salah satu hal yang
penting untuk menghadapi persaingan. Untuk dapat bertahan dalam pangsa pasar yang
semakin kompetitif, PT. Garuda Indonesia perlu mempertahankan nama mereknya dan
menanamkan mereknya didalam benak konsumen serta sampai sejauh mana atribut brand
association melekat dalam benak konsumen. Karena dengan brand association yang kuat,
maka semakin kuat pula daya tariknya dimata konsumen untuk tetap memakai jasanya.
Berkaitan dengan penjelasan yang telah diuraikan diatas maka judul penelitian yang
akan diambil adalah : “Analisis Atribut Brand Association ( Asosiasi Merek )
Maskapai Penerbangan pada PT. Garuda Indonesia. ( Studi Kasus : penumpang
Garuda Indonesia jurusan Jakarta-Surabaya di Bandara Internasional Soekarno
Hatta )”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis mengidentifikasikan
masalah penelitian sebagai berikut :
6
1. Atribut-atribut asosiasi merek ( brand association ) manakah yang melekat dalam
benak konsumen sehingga membentuk brand image maskapai penerbangan Garuda
Indonesia?
2. Apakah sudah terdapat keselarasan antara brand identity yang dibangun Garuda
Indonesia dengan brand image yang dipersepsikan oleh konsumen maskapai
penerbangan Garuda Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penulis mengadakan penelitian ini
adalah :
1. Untuk mengetahui atribut-atribut asosiasi merek ( brand association ) manakah yang
melekat dalam benak konsumen yang membentuk brand image maskapai
penerbangan Garuda Indonesia.
2. Untuk mengetahui apakah sudah terdapat keselarasan antara brand identity yang
dibangun Garuda Indonesia dengan brand image yang dipersepsikan oleh konsumen
maskapai penerbangan Garuda Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
•
Dapat menjadi masukan bagi perusahaan mengenai keadaan atribut-atribut brand
association yang melekat dalam benak konsumen saat ini dan dapat menjadi
landasan untuk perusahaan memperkuat dan mempertahankan brand image.
•
Sebagai sarana dalam mengaplikasikan teori yang telah diterima selama perkuliahan,
khususnya pada bidang Manajemen Pemasaran, sehingga penulis dapat menambah
pengetahuan, memperluas wawasan dan menambah kemampuan dalam membuat
7
tulisan ilmiah khususnya mengenai cara mengukur asosiasi merek suatu jasa
pelayanan.
•
Menambah dan memperkaya hasil penelitian yang nantinya akan memberikan
kontribusi terhadap pengembangan bidang ilmu pemasaran.
Download