BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Manajemen Keuangan
2.1.1 Peranan Manajemen Keuangan Secara Umum
Beberapa pengertian manajemen keuangan, antara lain :
Menurut Horne dan Wachowicz (2007:2) yaitu :
Manajemen keuangan adalah segala aktifitas berhubungan dengan perolehan
pendanaan, dengan pengelolaan dengan beberapa tujuan menyeluruh, oleh
karena itu fungsi pembuatan keputusan dari manajemen keuangan dapat
dibagi menjadi tiga area utama: keputusan sehubungan investasi, pendanaan,
dan manajemen aktiva.
Menurut Keown , et al (2001:2) yaitu :
Manajemen keuangan berkepentingan dengan bagaimana cara menciptakan
dan menjaga nilai ekonomis atau kesejahteraan, konsekuensinya semua
pengambilan keputusan harus difokuskan pada penciptaan kesejahteraan.
Manajemen keuangan mencakup keputusan investasi, pembiayaan, dan
dividen suatu perusahaan. Secara umum, manajemen keuangan berperan untuk
menciptakan dan menjaga nilai ekonomis atau kesejahteraan. Hal ini menyebabkan
setiap pengambilan keputusan-keputusan yang diambil oleh manajer keuangan,
yaitu keputusan investasi, keputusan pendanaan,dan kebijakan dividen harus
dimaksudkan
untuk
meningkatkan
kemakmuran
pemilik
perusahaan
atau
penciptaan kesejahteraan bagi pemegang saham.
2.1.2 Fungsi Manajemen Keuangan
Dalam organisasi bisnis manajemen keuangan dikaitkan dengan
fungsi pengambilan keputusan. Menurut Horne dan Wachowics (2007:2)
jenis-jenis pengambilan keputusan dibagi menjadi tiga jenis keputusan yang
berkaitan dengan peranan seorang manajer keuangan, yaitu:
a. Keputusan Investasi
Keputusan investasi adalah untuk menentukan jumlah alokasi modal ke dalam
bentuk aktiva sesuai dengan kebutuhan perusahaan yang diharapkan akan
mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang dan menentukan kombinasi
dari asset yang paling baik bagi perusahaan agar pendayagunaan modal dapat
berjalan dengan optimal.
b. Keputusan Pendanaan
Keputusan pendanaan ini sering disebut kebijakan struktur modal.
Pada keputusan ini manajer keuangan dituntut untuk mempertimbangkan dalam
menganalisis kombinasi dari sumber-sumber dana yang ekonomis bagi
perusahaan guna membelanjai kebutuhan-kebutuhan investasi serta kegiatan
usahanya.
c. Keputusan Dividen
Dividen merupakan bagian keuntunga yang dibayarkan oleh perusahaan kepada
para pemegang saham. Oleh karena itu dividen ini merupakan bagian dari
penghasilan yang diharapkan oleh pemegang saham. Keputusan dividen
merupakan keputusan manajemen keuangan untuk menentukan :
1. Besarnya presentase laba yang dibagikan kepada para pemegang saham
dalam bentuk cash dividen
2. Stabilitas dividen yang dibagikan
3. Dividen Saham ( stock dividen )
4. Pemecahan saham ( stock split )
5. Penarikan kembali saham yang beredar ( repurchase of stock )
Perusahaan tetap menjual sahamnya kepada masyarakat meskipun hal
tersebut
dapat
mengurangi
dan
menghilangkan
kekuasaan
kontrol
atas
perusahaannya dengan pertimbangan sebagai berikut: ( Sumantoro,2002:11)
a. Untuk menghimpun dana yang diperlukan bagi pembelanjaan perusahaan.
b. Untuk memberi kesempatan kepada masyarakat untuk turut serta dalam
pengelolaan dan perkembangan perusahaan.
c. Untuk lebih memberikan peluang untuk partisipasi pengelolaan perusahaan.
2.2 Manajemen Investasi
2.2.1 Pengertian Investasi
Pengertian investasi menurut Tandelilin (2010: 2) adalah:
Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang
dilakukan pada saat ini dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan
dimasa datang.
Menurut Halim (2005: 4) pengertian investasi adalah:
Investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini
dengan harapan memperoleh keuntungan dimasa mendatang.
Dari kedua definisi investasi di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa
investasi adalah kegiatan untuk mengorbankan uang yang ada sekarang dengan cara
membeli seperangkat aset dan dari aset tersebut diharapkan adanya sejumlah
pengembalian lebih atau keuntungan sebagai kompensasi untuk dana dan waktu
yang dikorbankan. Jadi, mudahnya investasi pada hakekatnya merupakan
penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh
keuntungan di masa mendatang.
2.2.2 Jenis-jenis Investasi
Menurut Sharpe, et al (2005:1), investasi dapat dilakukan dalam dua bentuk
yaitu :
a.
Investasi nyata (real investment) : secara umum melibatkan aset berwujud
(tangible), seperti gedung, pabrik, mesin atau tanah.
b.
Investasi finansial (financial investment) : melibatkan kontrak-kontrak tertulis,
seperti saham dan obligasi.
Sedangkan jenis-jenis investasi menurut Gitman dan Joehnk (2001:6),
dibagi berdasarkan beberapa faktor-faktor dasar yaitu :
a.
Berdasarkan bentuknya, investasi dibagi menjadi dua, yaitu :
(1) Sekuritas (securities), yaitu investasi-investasi yang menunjukan bukti
dari hutang atau kepemilikan atau dokumen untuk mendapatkan atau
menjual sebuah kepentingan kepemilikan.
(2) Properti (property), yaitu investasi-investasi pada bentuk kepemilikan atau
pada kekayaan perorangan yang berwujud (tangible).
b.
Berdasarkan keterlibatan investor, investasi dibagi menjadi dua, yaitu :
(1) Investasi langsung (direct investment), yaitu suatu kegiatan investasi
dimana pihak investor terlibat secara langsung dalam mengelola investasi,
contohnya tabungan dan deposito yang merupakan investasi langsung
yang tidak dapat diperjual-belikan, sedangkan saham, SBI, dan opsi yang
merupakan investasi langsung yang dapat diperjual-belikan.
(2) Investasi tidak langsung (indirect investment), yaitu suatu kegiatan
investasi dimana pihak investor tidak terlibat langsung dalam mengelola
investasi, contohnya reksadana.
c.
Berdasarkan jenis sekuritas, investasi dibagi menjadi tiga, yaitu :
(1) Investasi pada hutang (debt securities), contohnya obligasi.
(2) Investasi pada modal (equity securities), contohnya saham.
(3) Investasi pada sekuritas turunan (derivative securities), contohnya opsi
dan waran.
d.
Berdasarkan tingkat risiko, investasi dibagi menjadi dua, yaitu :
(1) Investasi rendah risiko (low risk investments), contohnya obligasi.
(2) Investasi tinggi risiko (high risk investments), contohnya saham.
e.
Berdasarkan jangka waktu, investasi dibagi menjadi dua, yaitu :
(1) Investasi jangka pendek, yaitu investasi yang masa jatuh temponya kurang
dari satu tahun, contohnya sertifikat deposito.
(2) Investasi jangka panjang, yaitu investasi yang masa jatuh temponya lebih
dari satu tahun, atau tanpa masa jatuh tempo sama sekali, contohnya
saham dan obligasi jangka panjang.
f.
Berdasarkan alokasi tujuan, investasi dibagi menjadi dua, yaitu :
(1) Investasi dalam negeri (domestic investments), investasi pada obligasi,
saham dan derivatif surat berharga atau derivatif riil aset perusahaan
dalam negeri.
(2) Investasi luar negeri (foreign investments), investasi pada obligasi, saham
dan derivatif surat berharga atau derivatif riil aset perusahaan luar negeri.
2.3 Tingkat Pengembalian dan Risiko
Ada dua aspek yang dipertimbangkan investor dalam melakukan investasi,
yaitu tingkat pengembalian (return) dan risiko (risk).
2.3.1 Tingkat Pengembalian (Return)
Secara sederhana, tingkat pengembalian dapat diartikan sebagai imbalan
yang diharapkan akan diperoleh pada masa yang akan datang. Return saham dari
suatu investasi adalah jumlah kas yang diterima akibat peningkatan kekayaan yang
berasal dari investasi. Menurut Fakhruddin (2008:169) return adalah laba atas suatu
investasi yang biasanya dinyatakan sebagai tarif persentase tahunan. Return yang
diperoleh oleh para investor dari investasi saham bisa berupa dividen, yang
merupakan pembagian keuntungan bagi pemegang saham, dan capital gain (loss),
yang merupakan selisih kenaikan atau penurunan harga saham tersebut di pasar
modal.
Hasil pengembalian rata-rata menurut Weston dan Copeland (2002:433)
merupakan penjumlahan seluruh hasil perkalian antara probabilitas pi dari setiap
pengembalian (Ri) dan penjumlahan melebihi semua kemungkinan pengembalian.
Secara matematik, hasil pengembalian rata-rata ini dihitung sebagai berikut:
E ( Ri ) =
N
∑ piRi
t =1
Dimana :
E(Ri)
= Tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return)
pi
= Probabilitas hasil pengembalian ke – i
Ri
= Nilai tingkat pengembalian i yang mungkin
Tingkat pengembalian (return) merupakan hasil yang diperoleh dari
investasi. Menurut Jogiyanto (2007:195), pengembalian investasi (return) terbagi
atas dua macam yaitu :
(1) Pengembalian realisasi (realized return), merupakan pengembalian yang
telah terjadi dari sebuah investasi. Pengembalian realisasi penting karena
digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja perusahaan dan sebagai dasar
penentuan pengembalian ekspetasi (expected return) dan risiko di masa
yang akan datang.
(2) Pengembalian ekspetasi (expected return), merupakan pengembalian yang
diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa mendatang. Berbeda
dengan pengembalian realisasi yang sifatnya sudah terjadi, pengembalian
ekspetasi sifatnya belum terjadi.
Secara umum, menurut Fakhruddin dan Hadianto (2001:31), rumus return
yang diperoleh dari investasi pada saham adalah sebagai berikut :
R t = P t – P t-1
P t-1
Dimana :
Rt
= return pada bulan ke t
P1
= closing price pada bulan ke t
P0
= closing price pada bulan ke t-1
R
Menurut Jogiyanto (2007:324), indeks pasar yang dapat dipilih untuk pasar
Bursa Efek Jakarta adalah indeks harga saham gabungan (IHSG) atau indeks untuk
saham-saham yang aktif saja(LQ45). Jika digunakan indeks harga saham gabungan
(IHSG), maka return pasar untuk waktu ke-t dapat dihitung sebagai berikut :
R mt = IHSG t – IHSG t-1
R
IHSG t-1
Dimana :
R mt
R
: return pasar pada bulan ke-t
IHSG t : indeks pasar pada bulan ke-t
IHSG t-1 : indeks pasar pada bulan ke t-1
2.3.2 Risiko
Beberapa pengertian risiko (risk), antara lain
Menurut Van Horne dan Wachowicz (2007:95)
Risiko sebagai penyimpangan (variasi) dari hasil pengembalian yang
diharapkan.
Menurut Tandelilin (2010:10)
Risiko bisa diartikan sebagai kemungkinan return aktual yang berbeda
dengan return harapan.
Menurut Fakhruddin (2008:173)
Risiko adalah peluang bahwa kemungkinan hasil yang diterima ternyata
berbeda dari yang diharapkan
juga meliputi kemungkinan mengalami
kerugian dari sebagian atau keseluruhan investasi awal.
Dari ketiga definisi di atas risiko mengandung pengertian tentang
penyimpangan dari hasil yang diharapkan, ketidak pastian hasil di masa datang dan
hasil pengembalian sesungguhnya berbeda dengan hasil pengembalian yang
diharapkan.
Semua jenis investasi selalu mempunyai risiko, tidak ada investasi yang
bebas risiko. Risiko selalu melekat pada tiap investasi besar atau kecil. Risiko
memberikan pengaruh yang berbeda untuk setiap orang, tergantung pada konteks
investasi dan bagaimana sikap mereka dalam menghadapi dan memanfaatkan
kesempatan..
Dalam hal manajemen investasi, risiko merupakan besarnya penyimpangan
antara tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return) dengan tingkat
pengembalian aktual (actual return). Semakin besar penyimpangannya berarti
semakin besar tingkat risikonya.
Risiko adalah ketidakpastian bahwa suatu investasi akan memberikan
tingkat pengembalian yang diharapkan atau bisa juga dikatakan sebagai
penyimpangan dari imbalan yang diharapkan. Menurut Jogiyanto (2007:262),
dalam investasi dikenal dua macam risiko :
(1) Risiko sistematis (risiko umum – risiko pasar – risiko yang tidak
terdiversifikasi), yaitu risiko yang tidak dapat dikurangi dengan cara
diversifikasi (nondiversifiable risk). Risiko ini adalah risiko paling
minimum yang harus diambil investor dari investasi/portofolio yang
dilakukannya, seperti pasar lesu (bearish).
(2) Risiko tidak sistematis (risiko unik/spesifik – risiko perusahaan – risiko
yang terdiversifikasi), yaitu risiko yang melekat pada perusahaan seperti
kelalaian manajer, kerugian usaha, pemogokan karyawan, dan lain-lain.
Risiko ini dapat diminimalkan melalui diversifikasi dalam investasi.
2.3.4 Sumber-Sumber Risiko
Beberapa sumber risiko menurut Reilly dan Brown (2000:19), antara lain :
a.
Risiko bisnis (business risk) : ketidakpastian dari pendapatan yang akan
diterima investor, disebabkan karena tidak pastinya aliran pendapatan
perusahaan.
b. Risiko keuangan (financial risk) : jika perusahaan mendanai investasi atau
proyek dengan cara meminjam uang, dengan demikian akan terbebani
kewajiban membayar beban bunga yang tetap jumlahnya dimana prioritas
pembayarannya di atas pembayaran pendapatan deviden kepada investor.
c. Risiko likuiditas (liquidity risk) : risiko atas aset yang memiliki kemampuan
untuk dikonversi menjadi kas dan kemampuan menghasilkan arus kas
(proceeds) untuk dipergunakan sebagai konsumsi atau investasi lainnya.
d. Risiko nilai tukar (exchange rate risk) : risiko yang terjadi bila sekuritas yang
dimiliki mempunyai kurs yang berbeda. Transaksi jual-beli aset lebih berisiko
jika terjadi antar negara, dibandingkan jika hanya terjadi di satu negara.
e. Risiko negara (country risk) juga disebut sebagai risiko politik (political risk),
yaitu ketidakpastian yang disebabkan oleh kemungkinan perubahan dalam
lingkungan politik atau ekonomi suatu negara
2.3.5 Hubungan Tingkat Pengembalian yang diharapkan dengan Risiko
Tingkat pengembalian dan risiko mempunyai hubungan yang positif.
Menurut Jogiyanto (2007:230), semakin besar risiko suatu sekuritas , semakin besar
return yang diharapkan. Sebaliknya juga benar, yaitu semakin kecil return yang
diharapkan, semakin kecil risiko yang harus ditanggung. Hubungan positif ini
hanya berlaku untuk return ekspetasi atau exante return ( before the fact ), yaitu
untuk return yang belum terjadi. Untuk return realisasi (yang sudah terjadi),
hubungan positif ini dapat tidak terjadi.Untuk pasar yang tidak rasional, kadang
kala return realisasi yang tinggi tidak mesti mempunyai risiko yang tinggi pula.
Bahkan keadaan sebaliknya dapat terjadi, yaitu return realisasi yang tinggi hanya
mempunyai risiko yang kecil.
2.4 Saham
2.4.1 Pengertian Saham
Saham ( stock ) merupakan salah satu instrumen pasar keuangan
yang paling popular. Menerbitkan saham merupakan salah satu pilihan
perusahaan ketika memutuskan untuk pendanaan perusahaan. Pada sisi yang
lain,saham merupakan instrument investasi yang banyak dipilih para
investor karena saham mampu memberikan tingkat keuntungan yang
menarik. Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal
seseorang atau pihak
( badan usaha ) dalam suatu perusahaan atau
perseroan terbatas , menurut Warsini (2009:31). Dengan penyertaan modal
tersebut,
maka
pihak
tersebut
memiliki
klaim
atas
pendapatan
perusahaan,klaim atas asset perusahaan,dan berhak hadir dalam Rapat
Umum Pemegang Saham ( RUPS ).
Menurut Fahmi dan Hadi saham (2009:68) adalah:
a. Tanda bukti penyertaan kepemilikan modal/dana pada suatu
perusahaan.
b. Kertas yang tercantum dengan jelas nilai nominal, nama
perusahaan dan diikuti dengan hak dan komitmen yang
dijelaskan kepada setiap pemegangnya.
c. Persediaan yang siap untuk dijual.
Dengan memiliki saham suatu perusahaan, maka investor akan mempunyai
hak terhadap pendapatan dan kekayaan perusahaan, setelah dikurangi dengan
pembayaran semua kewajiban perusahaan. Saham merupakan salah satu jenis
sekuritas yang cukup populer diperjualbelikan di pasar modal.
2.4.2 Jenis-Jenis Saham
Jenis-jenis saham yang umumnya dikenal baik oleh kalangan investor
menurut Jogianto (2007:112), ada tiga jenis, antara lain :
a. Saham biasa (common stock), yaitu jenis saham yang biasanya diperdagangkan
di bursa saham. Pemegang saham adalah pemilik dari perusahaan yang
mewakilkan kepada manajemen untuk menjalankan operasi perusahaan.
b. Saham preferen (preferred stock), yaitu saham yang memiliki sifat gabungan
(hybrid) antara obligasi (bond) dan saham biasa (common stock), karena bisa
menghasilkan pendapatan tetap ( seperti bunga obligasi ),tetapi juga bisa tidak
mendatangkan hasil, seperti yang dikehendaki investor. Serupa saham biasa
karena mewakili kepemilikan ekuitas dan diterbitkan tanpa tanggal jatuh tempo
yang tertulis di atas lembaran saham tersebut dan membayar dividen.
Persamaannya dengan obligasi adalah adanya klaim atas laba dan aktiva
sebelumnya,dividennya tetap selama berlaku dari saham, dan memiliki hak
tebus dan dapat dipertukarkan ( convertible ) dengan saham biasa.
c. Saham treasuri (treasury stock), yaitu saham milik perusahaan yang sudah
pernah dikeluarkan dan beredar yang kemudian dibeli kembali oleh perusahaan
untuk disimpan sebagai sebagai treasuri yang nantinya dapat dijual kembali.
2.5. Capital Asset Pricing Model (CAPM)
Capital Asset Pricing Model (CAPM), menurut Manurung (2004:140), teori
ini sejak dikembangkan oleh Sharpe pada tahun 1964 untuk mengukur risiko dari
aset dan hubungan antara risiko aset dengan tingkat pengembaliannya. Kemudian,
Lintner pada tahun 1965 memperluas dan menjelaskan model sharpe tersebut.
Selanjutnya, Mossin pada tahun 1966 menekankan konsep harga dari risiko dalam
bentuk kemiringan dari garis pasar
2.5.1 Pengertian CAPM
Beberapa definisi tentang CAPM, antara lain yaitu:
Menurut Tandelilin ( 2010; 187)
CAPM merupakan suatu model yang menghubungkan tingkat return
harapan dari suatu aset berisiko dengan risiko dari aset tersebut pada
kondisi pasar yang seimbang.
Menurut Weston dan Copeland (2002:477)
CAPM adalah bahwa model ini memberikan tolak ukur risiko dari
surat berharga tertentu yang konsisten dengan teori portofolio.
Model ini membantu kita dalam menghitung risiko yang tidak
terdiversifikasi dalam suatu portofolio tunggal dan membandingkan
dengan risiko yang tidak terdiversifikasi dari suatu portofolio yang
terdiversifikasi dengan baik.
CAPM didasari oleh teori portofolio yang dikemukakan oleh Markowitz.
Berdasarkan model Markowitz, masing-masing investor diasumsikan akan
mendiversifikasikan portofolionya dan memilih portofolio yang optimal atas dasar
preferensi terhadap return dan risiko, pada titik-titik portofolio yang terletak
disepanjang garis portofolio efisien.
Asumsi-asumsi yang digunakan untuk CAPM menurut Sharpe, et al
(2005:266), adalah sebagai berikut:
a. Investor mengevaluasi protofolio dengan melihat ekspektasi return dan
simpangan baku portofolio untuk satu periode.
b. Investor tidak pernah puas, jadi jika diberi pilihan antara dua portofolio yang
identik, mereka akan memilih portofolio yang memberikan ekspektasi return
lebih tinggi.
c. Investor adalah risk averse, jadi jika diberi pilihan antara dua portofolio identik,
mereka memilih portofolio dengan simpangan baku yang lebih rendah.
d. Aset individual dapat dibagi tidak terbatas, artinya investor dapat membeli
sebagian saham jika dia berminat.
e.
Terdapat tingkat bebas risiko dengan investor dapat memberi pinjaman
(berinvestasi) atau meminjam uang.
f. Pajak dan Biaya transaksi tidak relevan.
Menurut Jogiyanto (2007:463), asumsi-asumsi ini digunakan untuk
menyederhanakan persoalan-persoalan yang sesungguhnya terjadi di dunia nyata.
Asumsi-asumsi diperlukan supaya suatu model lebih mudah untuk dipahami dan
lebih untuk diuji.
Rumus CAPM menurut Damodaran (2001:167)
E (R i ) = R f + β i [ E (R m ) – R f ]
Dimana :
E(R i ) : Tingkat keuntungan yang diharapkan untuk saham i
E(R m ) : Tingkat keuntungan yang diharapkan dari portofolio pasar
Rf
: Tingkat bunga bebas risiko
βi
:
R
2.5.2
Beta dari investasi saham i
Beta
Beta merupakan variabel yang paling penting di dalam Capital Assets
Pricing Model (CAPM), beberapa pengertian tentang beta, antara lain:
Menurut Jogiyanto (2007:357)
Beta merupakan suatu pengukur volatilitas (volatility) return suatu
sekuritas atau return portofolio terhadap return pasar.
Menurut Fakhruddin (2008:16)
Beta merupakan bentuk perhitungan yang menyatakan risiko khusus
(sistematik) dari saham perusahaan terhadap pasar saham secara
keseluruhan (volatilitas).
Dari dua definisi Beta di atas, mudahnya Beta merupakan suatu pengukur
risiko sistematis dari sekuritas.
Menurut
Ross, et al (2005:283), nilai dari beta dapat dicari melalui
persamaan berikut :
β i = Cov (R i , R M )
σ2(R M )
Dimana:
Cov (R i , R M ) adalah covarians antara aset i dengan portofolio pasar
σ2(R M ) adalah varian dari pasar
Untuk mencari beta suatu saham menurut Atmaja (2003:45), secara historis
kita dapat membuat regresi antara keuntungan historis suatu saham sebagai variable
terikat dan keuntungan historis indeks pasar (misalnya IHSG) sebagai variabel
bebas. Koefisien regresi hasil perhitungan kita merupakan beta atau risiko
sistematis.
Untuk mencari beta, menurut Husnan dan Pudjiastuti (2004:58) bisa
memakai rumus berikut ini.
n Σ XY - Σ X Σ Y
b =
_________________
n Σ X 2 - (Σ X) 2
Dimana :
b = Beta (β)
Y = Return saham masing-masing
X = Return saham Pasar (IHSG)
n = Banyaknya observasi (periode penelitian)
Dua rumus Beta di atas akan menghasilkan Beta yang sama, tetapi dalam
penelitian ini penulis akan memakai rumus Beta menurut Husnan dan Pudjiastuti
atau Atmaja di atas, karena rumus ini lebih simpel atau mudah untuk mendapatkan
atau menghitung Beta, bila dibandingkan rumus beta menurut Ross, Westerfield
dan Jaffe.
Arti nilai beta menurut Atmaja (2003:46), beta sebesar 1 artinya setiap
kenaikan/penurunan
keuntungan
pasar
sebesar
1%
akan
mengakibatkan
kenaikan/penurunan keuntungan saham sebesar 1%. Dengan demikian, semakin
besar beta, semakin peka keuntungan saham terhadap perubahan keuntungan pasar,
dan semakin berisiko pula saham tersebut. Saham dengan beta 1 adalah saham yang
memiliki risiko sama denga rata-rata saham di pasar modal. Saham dengan beta
lebih dari 1 disebut saham agresif atau saham berisiko tinggi dan saham dengan
beta kurang dari 1 disebut saham defensif/saham bertahan atau saham berisiko
rendah.
2.6 Telaah Penelitian Sebelumnya
Menurut Jogiyanto (2007:484) ada beberapa penelitian sebelumnya
mengenai CAPM. Beberapa studi yang menguji keabsahan model CAPM
diantaranya adalah Friend dan Blume (1970), Black, Jensen dan Scholes (1972),
Blume dan Friend (1972), Famna dan MacBeth (1972) Basu (1977), Litzenberger
dan Ramaswamy (1979), Gibson (1982). Secara umum, hasil dari pengujian model
CAPM ini setuju dengan kesimpulan sebagai berikut:
a. Nilai dari intercept yaitu δ 0 secara statistik dan signifikan berbeda lebih besar
dari nol.
b. Koefisien dari Beta, yaitu δ 1 bernilai lebih kecil dari perbedaan return portofolio
pasar dikurangi dengan tingkat return bebas risiko (slope ini lebih kecil dari
yang diprediksi oleh teori). Implikasi ini adalah bahwa sekuritas dengan Beta
yang kecil akan mendapatkan return yang lebih tinggi dibandingkan dengan
return ekspektasi yang diprediksi oleh CAPM dan sebaliknya untuk sekuritas
dengan Beta yang besar akan mendapatkan return yanmg lebih rendah
dibandingkan dengan return ekspektasi yang diprediksi oleh CAPM.
c. Walaupun δ 1 < R M,t – R BR,t (lihat hasil di nomor 2), tetapi nilai koefisien ini
adalah positif atau δ 1
>
0. Alasannya adalah karena untuk observasi yang
melibatkan waktu yang lama (misalnya 5 tahun), return dari portofolio pasar
yang lebih berisiko harus lebih besar dari tingkat return aktiva bebas risiko.
d. Hasil yang diperoleh menunjukkan hubungan yang linier.
e. Dengan memasukkan faktor-faktor lain selain Beta di model CAPM, ternyata
faktor-faktor lain ini juga dapat menjelaskan porsi dari return sekuritas yang
tidak dapat ditangkap oleh Beta. Faktor-faktor ini misalnya adalah P/E ratio
(Basu, 1997), ukuran perusahaan (Banz,1981 dan Reiganum, 1981), dividend
yield (Rosenberg dan Marathe, 1977, Litzenberger dan Ramaswamy, 1979) dan
seasonality effect atau January effect (Keim, 1985). Hasil yang mereka peroleh
adalah sebagai berikut ini. P/E ratio yang lebih rendah, ukuran perusahaan
(size) yang lebih kecil, dividend yield yang lebih tinggi dan bulan January akan
menghasilkan return yang lebih tinggi.
Download