BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Keuangan 2.1.1 Peranan Manajemen Keuangan Secara Umum Beberapa pengertian manajemen keuangan, antara lain : Menurut Horne dan Wachowicz (2007:2) yaitu : Manajemen keuangan adalah segala aktifitas berhubungan dengan perolehan pendanaan, dengan pengelolaan dengan beberapa tujuan menyeluruh, oleh karena itu fungsi pembuatan keputusan dari manajemen keuangan dapat dibagi menjadi tiga area utama: keputusan sehubungan investasi, pendanaan, dan manajemen aktiva. Menurut Keown , et al (2001:2) yaitu : Manajemen keuangan berkepentingan dengan bagaimana cara menciptakan dan menjaga nilai ekonomis atau kesejahteraan, konsekuensinya semua pengambilan keputusan harus difokuskan pada penciptaan kesejahteraan. Manajemen keuangan mencakup keputusan investasi, pembiayaan, dan dividen suatu perusahaan. Secara umum, manajemen keuangan berperan untuk menciptakan dan menjaga nilai ekonomis atau kesejahteraan. Hal ini menyebabkan setiap pengambilan keputusan-keputusan yang diambil oleh manajer keuangan, yaitu keputusan investasi, keputusan pendanaan,dan kebijakan dividen harus dimaksudkan untuk meningkatkan kemakmuran pemilik perusahaan atau penciptaan kesejahteraan bagi pemegang saham. 2.1.2 Fungsi Manajemen Keuangan Dalam organisasi bisnis manajemen keuangan dikaitkan dengan fungsi pengambilan keputusan. Menurut Horne dan Wachowics (2007:2) jenis-jenis pengambilan keputusan dibagi menjadi tiga jenis keputusan yang berkaitan dengan peranan seorang manajer keuangan, yaitu: a. Keputusan Investasi Keputusan investasi adalah untuk menentukan jumlah alokasi modal ke dalam bentuk aktiva sesuai dengan kebutuhan perusahaan yang diharapkan akan mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang dan menentukan kombinasi dari asset yang paling baik bagi perusahaan agar pendayagunaan modal dapat berjalan dengan optimal. b. Keputusan Pendanaan Keputusan pendanaan ini sering disebut kebijakan struktur modal. Pada keputusan ini manajer keuangan dituntut untuk mempertimbangkan dalam menganalisis kombinasi dari sumber-sumber dana yang ekonomis bagi perusahaan guna membelanjai kebutuhan-kebutuhan investasi serta kegiatan usahanya. c. Keputusan Dividen Dividen merupakan bagian keuntunga yang dibayarkan oleh perusahaan kepada para pemegang saham. Oleh karena itu dividen ini merupakan bagian dari penghasilan yang diharapkan oleh pemegang saham. Keputusan dividen merupakan keputusan manajemen keuangan untuk menentukan : 1. Besarnya presentase laba yang dibagikan kepada para pemegang saham dalam bentuk cash dividen 2. Stabilitas dividen yang dibagikan 3. Dividen Saham ( stock dividen ) 4. Pemecahan saham ( stock split ) 5. Penarikan kembali saham yang beredar ( repurchase of stock ) Perusahaan tetap menjual sahamnya kepada masyarakat meskipun hal tersebut dapat mengurangi dan menghilangkan kekuasaan kontrol atas perusahaannya dengan pertimbangan sebagai berikut: ( Sumantoro,2002:11) a. Untuk menghimpun dana yang diperlukan bagi pembelanjaan perusahaan. b. Untuk memberi kesempatan kepada masyarakat untuk turut serta dalam pengelolaan dan perkembangan perusahaan. c. Untuk lebih memberikan peluang untuk partisipasi pengelolaan perusahaan. 2.2 Manajemen Investasi 2.2.1 Pengertian Investasi Pengertian investasi menurut Tandelilin (2010: 2) adalah: Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan dimasa datang. Menurut Halim (2005: 4) pengertian investasi adalah: Investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan memperoleh keuntungan dimasa mendatang. Dari kedua definisi investasi di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa investasi adalah kegiatan untuk mengorbankan uang yang ada sekarang dengan cara membeli seperangkat aset dan dari aset tersebut diharapkan adanya sejumlah pengembalian lebih atau keuntungan sebagai kompensasi untuk dana dan waktu yang dikorbankan. Jadi, mudahnya investasi pada hakekatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang. 2.2.2 Jenis-jenis Investasi Menurut Sharpe, et al (2005:1), investasi dapat dilakukan dalam dua bentuk yaitu : a. Investasi nyata (real investment) : secara umum melibatkan aset berwujud (tangible), seperti gedung, pabrik, mesin atau tanah. b. Investasi finansial (financial investment) : melibatkan kontrak-kontrak tertulis, seperti saham dan obligasi. Sedangkan jenis-jenis investasi menurut Gitman dan Joehnk (2001:6), dibagi berdasarkan beberapa faktor-faktor dasar yaitu : a. Berdasarkan bentuknya, investasi dibagi menjadi dua, yaitu : (1) Sekuritas (securities), yaitu investasi-investasi yang menunjukan bukti dari hutang atau kepemilikan atau dokumen untuk mendapatkan atau menjual sebuah kepentingan kepemilikan. (2) Properti (property), yaitu investasi-investasi pada bentuk kepemilikan atau pada kekayaan perorangan yang berwujud (tangible). b. Berdasarkan keterlibatan investor, investasi dibagi menjadi dua, yaitu : (1) Investasi langsung (direct investment), yaitu suatu kegiatan investasi dimana pihak investor terlibat secara langsung dalam mengelola investasi, contohnya tabungan dan deposito yang merupakan investasi langsung yang tidak dapat diperjual-belikan, sedangkan saham, SBI, dan opsi yang merupakan investasi langsung yang dapat diperjual-belikan. (2) Investasi tidak langsung (indirect investment), yaitu suatu kegiatan investasi dimana pihak investor tidak terlibat langsung dalam mengelola investasi, contohnya reksadana. c. Berdasarkan jenis sekuritas, investasi dibagi menjadi tiga, yaitu : (1) Investasi pada hutang (debt securities), contohnya obligasi. (2) Investasi pada modal (equity securities), contohnya saham. (3) Investasi pada sekuritas turunan (derivative securities), contohnya opsi dan waran. d. Berdasarkan tingkat risiko, investasi dibagi menjadi dua, yaitu : (1) Investasi rendah risiko (low risk investments), contohnya obligasi. (2) Investasi tinggi risiko (high risk investments), contohnya saham. e. Berdasarkan jangka waktu, investasi dibagi menjadi dua, yaitu : (1) Investasi jangka pendek, yaitu investasi yang masa jatuh temponya kurang dari satu tahun, contohnya sertifikat deposito. (2) Investasi jangka panjang, yaitu investasi yang masa jatuh temponya lebih dari satu tahun, atau tanpa masa jatuh tempo sama sekali, contohnya saham dan obligasi jangka panjang. f. Berdasarkan alokasi tujuan, investasi dibagi menjadi dua, yaitu : (1) Investasi dalam negeri (domestic investments), investasi pada obligasi, saham dan derivatif surat berharga atau derivatif riil aset perusahaan dalam negeri. (2) Investasi luar negeri (foreign investments), investasi pada obligasi, saham dan derivatif surat berharga atau derivatif riil aset perusahaan luar negeri. 2.3 Tingkat Pengembalian dan Risiko Ada dua aspek yang dipertimbangkan investor dalam melakukan investasi, yaitu tingkat pengembalian (return) dan risiko (risk). 2.3.1 Tingkat Pengembalian (Return) Secara sederhana, tingkat pengembalian dapat diartikan sebagai imbalan yang diharapkan akan diperoleh pada masa yang akan datang. Return saham dari suatu investasi adalah jumlah kas yang diterima akibat peningkatan kekayaan yang berasal dari investasi. Menurut Fakhruddin (2008:169) return adalah laba atas suatu investasi yang biasanya dinyatakan sebagai tarif persentase tahunan. Return yang diperoleh oleh para investor dari investasi saham bisa berupa dividen, yang merupakan pembagian keuntungan bagi pemegang saham, dan capital gain (loss), yang merupakan selisih kenaikan atau penurunan harga saham tersebut di pasar modal. Hasil pengembalian rata-rata menurut Weston dan Copeland (2002:433) merupakan penjumlahan seluruh hasil perkalian antara probabilitas pi dari setiap pengembalian (Ri) dan penjumlahan melebihi semua kemungkinan pengembalian. Secara matematik, hasil pengembalian rata-rata ini dihitung sebagai berikut: E ( Ri ) = N ∑ piRi t =1 Dimana : E(Ri) = Tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return) pi = Probabilitas hasil pengembalian ke – i Ri = Nilai tingkat pengembalian i yang mungkin Tingkat pengembalian (return) merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Menurut Jogiyanto (2007:195), pengembalian investasi (return) terbagi atas dua macam yaitu : (1) Pengembalian realisasi (realized return), merupakan pengembalian yang telah terjadi dari sebuah investasi. Pengembalian realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja perusahaan dan sebagai dasar penentuan pengembalian ekspetasi (expected return) dan risiko di masa yang akan datang. (2) Pengembalian ekspetasi (expected return), merupakan pengembalian yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa mendatang. Berbeda dengan pengembalian realisasi yang sifatnya sudah terjadi, pengembalian ekspetasi sifatnya belum terjadi. Secara umum, menurut Fakhruddin dan Hadianto (2001:31), rumus return yang diperoleh dari investasi pada saham adalah sebagai berikut : R t = P t – P t-1 P t-1 Dimana : Rt = return pada bulan ke t P1 = closing price pada bulan ke t P0 = closing price pada bulan ke t-1 R Menurut Jogiyanto (2007:324), indeks pasar yang dapat dipilih untuk pasar Bursa Efek Jakarta adalah indeks harga saham gabungan (IHSG) atau indeks untuk saham-saham yang aktif saja(LQ45). Jika digunakan indeks harga saham gabungan (IHSG), maka return pasar untuk waktu ke-t dapat dihitung sebagai berikut : R mt = IHSG t – IHSG t-1 R IHSG t-1 Dimana : R mt R : return pasar pada bulan ke-t IHSG t : indeks pasar pada bulan ke-t IHSG t-1 : indeks pasar pada bulan ke t-1 2.3.2 Risiko Beberapa pengertian risiko (risk), antara lain Menurut Van Horne dan Wachowicz (2007:95) Risiko sebagai penyimpangan (variasi) dari hasil pengembalian yang diharapkan. Menurut Tandelilin (2010:10) Risiko bisa diartikan sebagai kemungkinan return aktual yang berbeda dengan return harapan. Menurut Fakhruddin (2008:173) Risiko adalah peluang bahwa kemungkinan hasil yang diterima ternyata berbeda dari yang diharapkan juga meliputi kemungkinan mengalami kerugian dari sebagian atau keseluruhan investasi awal. Dari ketiga definisi di atas risiko mengandung pengertian tentang penyimpangan dari hasil yang diharapkan, ketidak pastian hasil di masa datang dan hasil pengembalian sesungguhnya berbeda dengan hasil pengembalian yang diharapkan. Semua jenis investasi selalu mempunyai risiko, tidak ada investasi yang bebas risiko. Risiko selalu melekat pada tiap investasi besar atau kecil. Risiko memberikan pengaruh yang berbeda untuk setiap orang, tergantung pada konteks investasi dan bagaimana sikap mereka dalam menghadapi dan memanfaatkan kesempatan.. Dalam hal manajemen investasi, risiko merupakan besarnya penyimpangan antara tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return) dengan tingkat pengembalian aktual (actual return). Semakin besar penyimpangannya berarti semakin besar tingkat risikonya. Risiko adalah ketidakpastian bahwa suatu investasi akan memberikan tingkat pengembalian yang diharapkan atau bisa juga dikatakan sebagai penyimpangan dari imbalan yang diharapkan. Menurut Jogiyanto (2007:262), dalam investasi dikenal dua macam risiko : (1) Risiko sistematis (risiko umum – risiko pasar – risiko yang tidak terdiversifikasi), yaitu risiko yang tidak dapat dikurangi dengan cara diversifikasi (nondiversifiable risk). Risiko ini adalah risiko paling minimum yang harus diambil investor dari investasi/portofolio yang dilakukannya, seperti pasar lesu (bearish). (2) Risiko tidak sistematis (risiko unik/spesifik – risiko perusahaan – risiko yang terdiversifikasi), yaitu risiko yang melekat pada perusahaan seperti kelalaian manajer, kerugian usaha, pemogokan karyawan, dan lain-lain. Risiko ini dapat diminimalkan melalui diversifikasi dalam investasi. 2.3.4 Sumber-Sumber Risiko Beberapa sumber risiko menurut Reilly dan Brown (2000:19), antara lain : a. Risiko bisnis (business risk) : ketidakpastian dari pendapatan yang akan diterima investor, disebabkan karena tidak pastinya aliran pendapatan perusahaan. b. Risiko keuangan (financial risk) : jika perusahaan mendanai investasi atau proyek dengan cara meminjam uang, dengan demikian akan terbebani kewajiban membayar beban bunga yang tetap jumlahnya dimana prioritas pembayarannya di atas pembayaran pendapatan deviden kepada investor. c. Risiko likuiditas (liquidity risk) : risiko atas aset yang memiliki kemampuan untuk dikonversi menjadi kas dan kemampuan menghasilkan arus kas (proceeds) untuk dipergunakan sebagai konsumsi atau investasi lainnya. d. Risiko nilai tukar (exchange rate risk) : risiko yang terjadi bila sekuritas yang dimiliki mempunyai kurs yang berbeda. Transaksi jual-beli aset lebih berisiko jika terjadi antar negara, dibandingkan jika hanya terjadi di satu negara. e. Risiko negara (country risk) juga disebut sebagai risiko politik (political risk), yaitu ketidakpastian yang disebabkan oleh kemungkinan perubahan dalam lingkungan politik atau ekonomi suatu negara 2.3.5 Hubungan Tingkat Pengembalian yang diharapkan dengan Risiko Tingkat pengembalian dan risiko mempunyai hubungan yang positif. Menurut Jogiyanto (2007:230), semakin besar risiko suatu sekuritas , semakin besar return yang diharapkan. Sebaliknya juga benar, yaitu semakin kecil return yang diharapkan, semakin kecil risiko yang harus ditanggung. Hubungan positif ini hanya berlaku untuk return ekspetasi atau exante return ( before the fact ), yaitu untuk return yang belum terjadi. Untuk return realisasi (yang sudah terjadi), hubungan positif ini dapat tidak terjadi.Untuk pasar yang tidak rasional, kadang kala return realisasi yang tinggi tidak mesti mempunyai risiko yang tinggi pula. Bahkan keadaan sebaliknya dapat terjadi, yaitu return realisasi yang tinggi hanya mempunyai risiko yang kecil. 2.4 Saham 2.4.1 Pengertian Saham Saham ( stock ) merupakan salah satu instrumen pasar keuangan yang paling popular. Menerbitkan saham merupakan salah satu pilihan perusahaan ketika memutuskan untuk pendanaan perusahaan. Pada sisi yang lain,saham merupakan instrument investasi yang banyak dipilih para investor karena saham mampu memberikan tingkat keuntungan yang menarik. Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak ( badan usaha ) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas , menurut Warsini (2009:31). Dengan penyertaan modal tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan perusahaan,klaim atas asset perusahaan,dan berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ). Menurut Fahmi dan Hadi saham (2009:68) adalah: a. Tanda bukti penyertaan kepemilikan modal/dana pada suatu perusahaan. b. Kertas yang tercantum dengan jelas nilai nominal, nama perusahaan dan diikuti dengan hak dan komitmen yang dijelaskan kepada setiap pemegangnya. c. Persediaan yang siap untuk dijual. Dengan memiliki saham suatu perusahaan, maka investor akan mempunyai hak terhadap pendapatan dan kekayaan perusahaan, setelah dikurangi dengan pembayaran semua kewajiban perusahaan. Saham merupakan salah satu jenis sekuritas yang cukup populer diperjualbelikan di pasar modal. 2.4.2 Jenis-Jenis Saham Jenis-jenis saham yang umumnya dikenal baik oleh kalangan investor menurut Jogianto (2007:112), ada tiga jenis, antara lain : a. Saham biasa (common stock), yaitu jenis saham yang biasanya diperdagangkan di bursa saham. Pemegang saham adalah pemilik dari perusahaan yang mewakilkan kepada manajemen untuk menjalankan operasi perusahaan. b. Saham preferen (preferred stock), yaitu saham yang memiliki sifat gabungan (hybrid) antara obligasi (bond) dan saham biasa (common stock), karena bisa menghasilkan pendapatan tetap ( seperti bunga obligasi ),tetapi juga bisa tidak mendatangkan hasil, seperti yang dikehendaki investor. Serupa saham biasa karena mewakili kepemilikan ekuitas dan diterbitkan tanpa tanggal jatuh tempo yang tertulis di atas lembaran saham tersebut dan membayar dividen. Persamaannya dengan obligasi adalah adanya klaim atas laba dan aktiva sebelumnya,dividennya tetap selama berlaku dari saham, dan memiliki hak tebus dan dapat dipertukarkan ( convertible ) dengan saham biasa. c. Saham treasuri (treasury stock), yaitu saham milik perusahaan yang sudah pernah dikeluarkan dan beredar yang kemudian dibeli kembali oleh perusahaan untuk disimpan sebagai sebagai treasuri yang nantinya dapat dijual kembali. 2.5. Capital Asset Pricing Model (CAPM) Capital Asset Pricing Model (CAPM), menurut Manurung (2004:140), teori ini sejak dikembangkan oleh Sharpe pada tahun 1964 untuk mengukur risiko dari aset dan hubungan antara risiko aset dengan tingkat pengembaliannya. Kemudian, Lintner pada tahun 1965 memperluas dan menjelaskan model sharpe tersebut. Selanjutnya, Mossin pada tahun 1966 menekankan konsep harga dari risiko dalam bentuk kemiringan dari garis pasar 2.5.1 Pengertian CAPM Beberapa definisi tentang CAPM, antara lain yaitu: Menurut Tandelilin ( 2010; 187) CAPM merupakan suatu model yang menghubungkan tingkat return harapan dari suatu aset berisiko dengan risiko dari aset tersebut pada kondisi pasar yang seimbang. Menurut Weston dan Copeland (2002:477) CAPM adalah bahwa model ini memberikan tolak ukur risiko dari surat berharga tertentu yang konsisten dengan teori portofolio. Model ini membantu kita dalam menghitung risiko yang tidak terdiversifikasi dalam suatu portofolio tunggal dan membandingkan dengan risiko yang tidak terdiversifikasi dari suatu portofolio yang terdiversifikasi dengan baik. CAPM didasari oleh teori portofolio yang dikemukakan oleh Markowitz. Berdasarkan model Markowitz, masing-masing investor diasumsikan akan mendiversifikasikan portofolionya dan memilih portofolio yang optimal atas dasar preferensi terhadap return dan risiko, pada titik-titik portofolio yang terletak disepanjang garis portofolio efisien. Asumsi-asumsi yang digunakan untuk CAPM menurut Sharpe, et al (2005:266), adalah sebagai berikut: a. Investor mengevaluasi protofolio dengan melihat ekspektasi return dan simpangan baku portofolio untuk satu periode. b. Investor tidak pernah puas, jadi jika diberi pilihan antara dua portofolio yang identik, mereka akan memilih portofolio yang memberikan ekspektasi return lebih tinggi. c. Investor adalah risk averse, jadi jika diberi pilihan antara dua portofolio identik, mereka memilih portofolio dengan simpangan baku yang lebih rendah. d. Aset individual dapat dibagi tidak terbatas, artinya investor dapat membeli sebagian saham jika dia berminat. e. Terdapat tingkat bebas risiko dengan investor dapat memberi pinjaman (berinvestasi) atau meminjam uang. f. Pajak dan Biaya transaksi tidak relevan. Menurut Jogiyanto (2007:463), asumsi-asumsi ini digunakan untuk menyederhanakan persoalan-persoalan yang sesungguhnya terjadi di dunia nyata. Asumsi-asumsi diperlukan supaya suatu model lebih mudah untuk dipahami dan lebih untuk diuji. Rumus CAPM menurut Damodaran (2001:167) E (R i ) = R f + β i [ E (R m ) – R f ] Dimana : E(R i ) : Tingkat keuntungan yang diharapkan untuk saham i E(R m ) : Tingkat keuntungan yang diharapkan dari portofolio pasar Rf : Tingkat bunga bebas risiko βi : R 2.5.2 Beta dari investasi saham i Beta Beta merupakan variabel yang paling penting di dalam Capital Assets Pricing Model (CAPM), beberapa pengertian tentang beta, antara lain: Menurut Jogiyanto (2007:357) Beta merupakan suatu pengukur volatilitas (volatility) return suatu sekuritas atau return portofolio terhadap return pasar. Menurut Fakhruddin (2008:16) Beta merupakan bentuk perhitungan yang menyatakan risiko khusus (sistematik) dari saham perusahaan terhadap pasar saham secara keseluruhan (volatilitas). Dari dua definisi Beta di atas, mudahnya Beta merupakan suatu pengukur risiko sistematis dari sekuritas. Menurut Ross, et al (2005:283), nilai dari beta dapat dicari melalui persamaan berikut : β i = Cov (R i , R M ) σ2(R M ) Dimana: Cov (R i , R M ) adalah covarians antara aset i dengan portofolio pasar σ2(R M ) adalah varian dari pasar Untuk mencari beta suatu saham menurut Atmaja (2003:45), secara historis kita dapat membuat regresi antara keuntungan historis suatu saham sebagai variable terikat dan keuntungan historis indeks pasar (misalnya IHSG) sebagai variabel bebas. Koefisien regresi hasil perhitungan kita merupakan beta atau risiko sistematis. Untuk mencari beta, menurut Husnan dan Pudjiastuti (2004:58) bisa memakai rumus berikut ini. n Σ XY - Σ X Σ Y b = _________________ n Σ X 2 - (Σ X) 2 Dimana : b = Beta (β) Y = Return saham masing-masing X = Return saham Pasar (IHSG) n = Banyaknya observasi (periode penelitian) Dua rumus Beta di atas akan menghasilkan Beta yang sama, tetapi dalam penelitian ini penulis akan memakai rumus Beta menurut Husnan dan Pudjiastuti atau Atmaja di atas, karena rumus ini lebih simpel atau mudah untuk mendapatkan atau menghitung Beta, bila dibandingkan rumus beta menurut Ross, Westerfield dan Jaffe. Arti nilai beta menurut Atmaja (2003:46), beta sebesar 1 artinya setiap kenaikan/penurunan keuntungan pasar sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan/penurunan keuntungan saham sebesar 1%. Dengan demikian, semakin besar beta, semakin peka keuntungan saham terhadap perubahan keuntungan pasar, dan semakin berisiko pula saham tersebut. Saham dengan beta 1 adalah saham yang memiliki risiko sama denga rata-rata saham di pasar modal. Saham dengan beta lebih dari 1 disebut saham agresif atau saham berisiko tinggi dan saham dengan beta kurang dari 1 disebut saham defensif/saham bertahan atau saham berisiko rendah. 2.6 Telaah Penelitian Sebelumnya Menurut Jogiyanto (2007:484) ada beberapa penelitian sebelumnya mengenai CAPM. Beberapa studi yang menguji keabsahan model CAPM diantaranya adalah Friend dan Blume (1970), Black, Jensen dan Scholes (1972), Blume dan Friend (1972), Famna dan MacBeth (1972) Basu (1977), Litzenberger dan Ramaswamy (1979), Gibson (1982). Secara umum, hasil dari pengujian model CAPM ini setuju dengan kesimpulan sebagai berikut: a. Nilai dari intercept yaitu δ 0 secara statistik dan signifikan berbeda lebih besar dari nol. b. Koefisien dari Beta, yaitu δ 1 bernilai lebih kecil dari perbedaan return portofolio pasar dikurangi dengan tingkat return bebas risiko (slope ini lebih kecil dari yang diprediksi oleh teori). Implikasi ini adalah bahwa sekuritas dengan Beta yang kecil akan mendapatkan return yang lebih tinggi dibandingkan dengan return ekspektasi yang diprediksi oleh CAPM dan sebaliknya untuk sekuritas dengan Beta yang besar akan mendapatkan return yanmg lebih rendah dibandingkan dengan return ekspektasi yang diprediksi oleh CAPM. c. Walaupun δ 1 < R M,t – R BR,t (lihat hasil di nomor 2), tetapi nilai koefisien ini adalah positif atau δ 1 > 0. Alasannya adalah karena untuk observasi yang melibatkan waktu yang lama (misalnya 5 tahun), return dari portofolio pasar yang lebih berisiko harus lebih besar dari tingkat return aktiva bebas risiko. d. Hasil yang diperoleh menunjukkan hubungan yang linier. e. Dengan memasukkan faktor-faktor lain selain Beta di model CAPM, ternyata faktor-faktor lain ini juga dapat menjelaskan porsi dari return sekuritas yang tidak dapat ditangkap oleh Beta. Faktor-faktor ini misalnya adalah P/E ratio (Basu, 1997), ukuran perusahaan (Banz,1981 dan Reiganum, 1981), dividend yield (Rosenberg dan Marathe, 1977, Litzenberger dan Ramaswamy, 1979) dan seasonality effect atau January effect (Keim, 1985). Hasil yang mereka peroleh adalah sebagai berikut ini. P/E ratio yang lebih rendah, ukuran perusahaan (size) yang lebih kecil, dividend yield yang lebih tinggi dan bulan January akan menghasilkan return yang lebih tinggi.