FARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI JAMUR

advertisement
FARMAKOTERAPI PADA
PENYAKIT INFEKSI JAMUR
dr. Agung Biworo, M.Kes
Infeksi oleh jamur disebut mikosis.
Infeksi ini lebih jarang dibanding infeksi bakteri atau
virus.
Infeksi oleh jamur biasanya baru terjadi apabila ada
kondisi yang menghambat salah satu mekanisme
pertahanan tubuh.
Infeksi jamur dibagi menjadi 2 :
- Infeksi superfisial (infeksi dermatofit dan infeksi
mukokutan)
- Infeksi sistemik (infeksi jaringan dan organ yang
lebih dalam)
Infeksi superfisial umumnya diterapi dengan preparat lokal
(dermatologi), kadang dengan obat sistemik.
Infeksi sistemik lebih sulit diobati, memerlukan terapi
jangka panjang dan obat yang tersedia sering
menyebabkan efek samping yang berat.
Obat antijamur terdiri dari :
Kelompok polyene (amfoterisin B, nistatin, natamisin),
kelompok azol (ketokonazol, ekonazol, klotrimazol,
mikonazol,
flukonazol,
itrakonazol),
allilamin
(terbinafin), griseofulvin, dan flusitosin.
Obat-obat yang digunakan untuk
infeksi jamur superfisial
Griseofulvin
Griseofulvin menghambat mitosis jamur dengan berkaitan
dengan mikrotubulus dan menghambat polimerisasi
tubulin menjadi mikrotubulus.
Griseofulvin tidak larut air.
Obat diberikan per oral, dan hanya sekitar 50% dosis oral
yang masuk ke sirkulasi.
Absorbsi meningkat bila diberikan bersama lemak.
Infeksi kulit dan rambut memerlukan terapi 4-6 minggu,
kuku tangan sampai 6 bulan, dan kuku kaki memerlukan
1 tahun terapi.
Griseofulvin dimetabolisme di hati dengan dealkilasi dan
metabolitnya yang inaktif diekskresi dalam urine sebagai
glukuronid.
Griseofulvin
menghambat
jamur
dari
spesies
Microsporum, Tricophyton, dan Epidermophyton.
Griseofulvin biasanya hanya digunakan untuk mengobati
infeksi dermatofit pada kulit, kuku atau rambut.
Griseofulvin tersedia dalam bentuk tablet 125, 250, dan
500 mg, dan suspensi 125 mg/ml.
Dosis dewasa adalah 500-1000 mg/hari dosis tunggal atau
dosis terbagi. Untuk anak, dosisnya adalah 10 mg/kg
BB/hari.
Azol
Azol adalah kelompok obat sintesis dengan aktivitas
spektrum yang luas.
Obat yang masuk kelompok ini antara lain ketokonazol,
ekonazol, kloritmazol, tiokonazol, mikonazol, flukonazol,
itrakonazol.
Pada jamur yang tumbuh aktif, azol menghambat 14-αdemetilase, enzim yang bertanggung jawab untuk sintesis
ergosterol, yang merupakan sterol utama membran sel
jamur. Pada konsentrasi tinggi, azol menyebabkan K+ dan
komponen lain bocor keluar dari sel jamur.
Ketokonazol
Obat ini mempunyai aktivitas antijamur terhadap
Candida,
Coccidioides
immitis,
Cryptococcus
neoformans, H. capsulatum, B. dermatitidis, Sporothrix
spp, dan Paracoccidioides brasiliensis.
Ketokonazol bisa diberikan per oral atau topikal. Pada
pemberian oral, obat ini diserap baik pada saluran cerna
(75%), dan absorpsi meningkat pada pH asam.
Dalam plasma, 84% ketokonazol berikatan dengan
protein plasma terutama albumin, 15% berikatan dengan
sel darah dan 1% dalam bentuk bebas.
Ketokonazol dimetabolisme secara ekstensif oleh hati.
Sebagian besar ketokonazol diekskresi bersama cairan
empedu ke lumen usus dan hanya sebagian kecil yang
keluar bersama urine.
Efek samping yang sering pada pemberian oral adalah
mual dan muntah. Bahaya utama ketokonazol adalah
toksisitas hati. Obat ini harus dihindari pada wanita hamil.
Pada pemberian topikal, efek sampingnya bisa berupa
iritasi, pruritus, dan rasa terbakar.
Diindikasikan pada Paracoccidioides brasiliensis, thrush
(kandidiasis faringeal), kandidiasis mukokutan, dan
dermatofit (termasuk yang resisten terhadap griseofulvin).
Ketokonazol mungkin jangan dikombinasi dengan
amfoterisin B karena ketokonazol mengganggu sintesis
ergosterol.
Ketokonazol tersedia dalam bentuk tablet 200 mg,
gel/krim 2%, dan scalp solution 20 mg/ml.
Mikonazol
Spektrum aktivitas antijamurnya hampir sama dengan
ketokonazol, termasuk dermatofit.
Mikonazol bisa diberikan per oral atau topikal. Obat ini
diindikasikan secara topikal untuk dermatofitosis dan
kandidiasis.
Mikonazol terdapat dalam sediaan krim 2%.
Klotrimazol, ekonazol, dan tiokonazol
Klotrimazol, ekonazol dan tiokonazol adalah obat
antijamur azol yang digunakan hanya untuk penggunaan
topikal.
Obat-obat ini diindikasikan untuk dermatofitosis dan
kandidiasis.
Klotrimazol terdapat dalam bentuk sediaan krim atau
solution 1% dan tablet vagina 100 dan 500 mg.
Tiokonazol terdapat dalam sediaan krim 1%.
Itrakonazol
Spektrum
aktivitas antijamurnya sama dengan
ketokonazol, plus Aspergillus.
Itrakonazol diberikan per oral, setelah diabsopsi akan
mengalami metabolisme hati yang ekstensif.
Obat ini diindikasikan untuk tinea, infeksi Candida
mukokutan dan infeksi sistemik.
Itrakonazol tersedia dalam bentuk kapsul 100 mg.
Flukonazol
Spektrum
aktivitas antijamurnya sama dengan
ketokonazol.
Flukonazol dapat diberikan per oral atau iv.
Flukonazol larut air dan cepat diabsorpsi sesudah
pemberian oral, dengan 90% bioavailabilitas, 12% terikat
pada protein.
Obat ini mencapai konsentrasi tinggi dalam LCS, paru
dan humor aquosus, dan menjadi obat pilihan pertama
untuk meningitis karena jamur. Konsentrasi fungisidanya
juga meningkat dalam vagina, saliva, kulit dan kuku.
Obat ini diindikasikan untuk infeksi sistemik dan
kandidiasis mukokutan.
Flukonazol tersedia dalam bentuk kapsul 50 dan 150 mg
dan infus 2 mg/ml.
Nistatin
Nistatin adalah antibiotik makrolida polyene dari
Streptomyces noursei. Struktur nistatin mirip dengan
struktur amfoterisin B.
Nistatin tidak diserap dari membran mukosa atau dari
kulit. Obat ini terlalu toksik untuk pemberian parenteral.
Bila diberikan per oral, absorpsinya sedikit sekali dan
kemudian diekskresi melalui feses.
Spektrum antijamurnya sebenarnya juga mencakup
jamur-jamur sistemik, namun karena toksisitasnya,
nistatin hanya digunakan untuk terapi infeksi Candida
pada kulit, membran mukosa dan saluran cerna.
Nistatin efektif untuk kandidiasis oral, kandidiasis vaginal
dan esofagitis karena Candida.
Nistatin terdapat dalam sediaan obat tetes/suspensi, tablet
oral, tablet vagina, dan suppositoria
Terbinafin
Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat squalen
epoksidase, enzim yang diperlukan untuk mengkonversi
squalen menjadi squalen epoksid.
Terbinafin diberikan per oral, dan diabsorpsi baik dari
saluran cerna, dengan kadar puncak dalam plasma
tercapai dalam 2 jam.
Terbinafin sangat aktif terhadap dermatofit, dengan
aktivitas lebih baik daripada itrakonazol.
Obat ini diindikasikan pada jamur dan kuku.
Tersedia dalam bentuk krim 1% dan tablet 250mg.
Beberapa sediaan topikal lain
Tolnaflat efektif untuk infeksi dermatofit, tetapi Candida
tidak. Tolnoflat terdapat dalam sediaan krim 1%.
Salep Whitfield kombinasi asam benzoat dan asam
salisilat (2 : 1, biasanya 12% dan 6%). Biasanya
digunakan untuk Tinea pedis.
Asam undesilinat aktif terhadap dermatofit. Tersedia
dalam bentuk salep/krim, kadang dikombinasi dengan
asam benzoat dan asam salisilat.
- Haloprogin efektif terhadap dermatofit dan Candida.
- Siklopiroksolamin efektif untuk infeksi dermatofit
dan kandidiasis kutan.
OBAT-OBAT YANG DIGUNAKAN
UNTUK INFEKSI JAMUR SISTEMIK
Amfoterisin B
Amfoterisin B termasuk ke dalam golongan polyene
(strukturnya mirip dengan nistatin).
Amfoterisin mempunyai spektrum aktivitas terhadap
Aspergillus, B. dermatitidis, Candida, C. neoformans, C.
immitis. H. capsulatum, Mucor, P. brasiliensis.
Amfoterisin tidak larut dalam air, dan tidak diabsorpsi
dari saluran cerna.
Amfoterisin diberikan secara iv lambat pada infeksi
sistemik, intrateka untuk meningitis, iritasi vesika urinaria
untuk sistitis. Amfoterisin juga dapat diberikan secara
topikal.
Farmakokinetik obat ini kompleks, >90% terikat pada
protein plasma, serta beberapa fase distribusi dan
eliminasi dengan waktu paruh 24-48 jam, dan waktu
paruh terminalnya 15 hari.
ABLC (amphotericin B lipid complex) adalah formula
amfoterisin B non-liposomal yang digabungkan dengan 2
fosfolipid.
Efek samping yang paling sering dan paling serius adalah
toksisitas ginjal.
Obat ini diindikasikan untuk infeksi jamur sistemik,
meningitis karena jamur, dan ISK karena jamur.
Amfoterisin B secara topikal juga efektif terhadap
keratitis mitotik.
Amfoterisin merupakan drug of choice untuk terapi
sebagian besar infeksi jamur yang berat.
Meningitis karena Cryptococcus diterapi dengan
amfoterisin saja atau amfoterisin dan flusitosin.
Amfoterisin B tersedia dalam bentuk salep mata/tetes
mata 1%, injeksi 50 mg/10ml atau 0,1 mg/ml larutan.
Flusitosin (5-fluorositosin)
Flusitosin adalah obat antimetabolit yang mengalami
metabolisme intrasel menjadi bentuk aktif, yang
kemudian mengakibatkan inhibisi sintesis DNA.
Flusitosin mempunyai spektrum aktivitas antijamur
terhadap Candida, C. neoformans, Cladosporium,
Phialophora.
Flusitosin diberikan per oral dan diabsorpsi baik dari
saluran cerna serta terdistribusi secara luas pada tubuh,
dengan kadar LCS 70-85% dari kadar plasma.
Download