7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaringan Irigasi Menurut

advertisement
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Jaringan Irigasi
Menurut
Peraturan
Menteri
Pekerjaan
Umum
No.32/PRT/M/2007,
disebutkan bahwa jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan
pelengkap yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan,
pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi.Ada beberapa jenis
jaringan irigasi yaitu:
1. Jaringan irigasi primer adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri atas
bangunan utama, saluran induk/primer, saluran pembuangannya, bangunan
bagi, bangunan bagi-sadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya.
2. Jaringan irigasi sekunder adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri atas
saluran sekunder, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagisadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya.
3. Jaringan irigasi tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai
prasarana pelayanan air irigasi dalam petak tersier yang terdiri atas saluran
tersier, saluran kuarter dan saluran pembuang, boks tersier, boks kuarter, serta
bangunan pelengkapnya.
2.2
Pengertian Pengelolaan
Pengelolaan atau manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisir,
mengarahkan dan mengendalikan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi dengan
menggunakan sumber daya organisasi (Hanafi, 1997). Pengelolaan didefinisikan
8
sebagai suatu aktifitas, seni, cara, gaya, pengorganisasian, kepemimpinan,
pengendalian, dalam mengedalikan atau mengelola kegiatan. Tahapan pengelolaan
dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, operasi dan pemeliharaan,
organisasi, kepemimpinan, pengendalian, sampai pada evaluasi dan monitoring (New
Webster Dictionary, 1997; Echols dan Shadily, 1998; Webster’s New Word
Dictionary, 1983; Collins Cobuild, 1988).
2.3
Pengelolaan Jaringan Irigasi
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 dan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No.32/PRT/M/2007 menyebutkan bahwa Pengelolaan Jaringan
Irigasi adalah kegiatan Operasi dan Pemeliharaan serta rehabilitasi jaringan irigasi di
Daerah Irigasi.
Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi primer dan sekunder menjadi
wewenang dan tanggung jawab pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya. Subak dapat berperan serta dalam
operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuannya. Operasi dan Pemeliharaan jaringan irigasi tersier
menjadi hak dan tanggung jawab subak. Dalam hal subak tidak mampu
melaksanakan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi yang menjadi hak dan
tanggung
jawabnya
pemerintah,
pemerintah
provinsi,
atau
pemerintah
kabupaten/kota dapat memberikan bantuan dan atau dukungan fasilitas berdasarkan
permintaan subak dengan memperhatikan prinsip kemandirian.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2006 khususnya
Pada Bab IV pasal 16, 17 dan 18 menjelaskan tentang kewenangan pengelolaan
9
irigasi utama (primer dan sekunder) menjadi wewenang tanggung jawab pemerintah
pusat dan pemerintah daerah dengan ketentuan: Daerah Irigasi (DI) dengan luas
diatas 3000 ha menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah pusat, Daerah
Irigasi (DI) antara 1000 ha–3000 ha menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan
Daerah Irigasi (DI) lebih kecil dari 1000 ha sepenuhnya menjadi kewenangan dan
tanggung jawab pemerintah kabupaten, sedangkan jika berada pada lintas kabupaten
maka menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi. Jaringan tersier sepenuhnya
merupakan tanggung jawab organisasi petani (P3A) dalam hal ini adalah subak.
2.3.1
Operasi jaringan irigasi
Operasi jaringan irigasi adalah upaya pengaturan air irigasi dan
pembuangannya, termasuk kegiatan membuka menutup pintu bangunan irigasi,
menyusun rencana tata tanam, menyusun system golongan, menyusun rencana
pembagian air, melakukan kalibrasi pintu/ bangunan, mengumpulkan data,
memantau dan mengevaluasi. Agar operasi jaringan dapat dilaksanakan dengan baik
harus tersedia data pendukung antara lain :
1. Peta Wilayah Kerja Pengelolaan Irigasi sesuai dengan tugas dan tanggung
jawab.
2. Peta Daerah Irigasi dengan batas daerah irigasi dan plotting saluran induk dan
saluran sekunder, bangunan air, lahan irigasi serta pembagian golongan.
3. Skema Jaringan Irigasi yang menggambarkan saluran induk dan saluran
sekunder, bangunan air dan bangunan lainnya yang ada disetiap ruas dan
panjang saluran, petak tersier dengan data debit rencana, luas petak, kode
golongan yang masing-masing dilengkapi dengan nomenklatur.
10
2.3.2 Pemeliharaan jaringan irigasi
Pemeliharaan jaringan irigasi adalah upaya menjaga dan mengamankan
jaringan irigasi agar selalu dapat berfungsi dengan baik guna memperlancar
pelaksanaan
operasi
dan
mempertahankan
kelestariannya melalui
kegiatan
perawatan, perbaikan, pencegahan dan pengamanan yang harus dilakukan secara
terus menerus. Adapun jenis pemeliharaan jaringan irigasi terdiri dari:
1. Pengamanan jaringan irigasi.
Pengamanan jaringan irigasi merupakan upaya untuk mencegah dan
menanggulangi terjadinya kerusakan jaringan irigasi yang disebabkan oleh
daya rusak air, hewan atau manusia guna mempertahankan fungsi dari
jaringan irigasi tersebut.
2. Pemeliharaan rutin.
Pemeliharaan
rutin
merupakan
kegiatan
perawatan
dalam
rangka
mempertahankan kondisi jaringan irigasi yang dilaksanakan secara terus
menerus tanpa ada bagian konstruksi yang diubah atau diganti.
3. Pemeliharaan berkala
Pemeliharaan berkala merupakan kegiatan perawatan dan perbaikan yang
dilaksanakan secara berkala yang direncanakan dan dilaksanakan oleh dinas
yang membidangi irigasi dan dapat bekerja sama dengan P3A/ GP3A/ IP3A
secara swakelola berdasarkan kemampuan lembaga tersebut dan dapat pula
dilaksanakan dengan kontraktual.
4. Perbaikan darurat.
Perbaikan darurat dilakukan akibat bencana alam dan atau kerusakan berat
akibat terjadinya kejadian luar biasa (seperti pengrusakan/ penjebolan
11
tanggul, longsoran tebing yang menutup jaringan, tanggul putus dll) dan
penanggulangan segera dengan konstruksi tidak permanen agar jaringan
irigasi tetap berfungsi.
2.4
Daerah Pengaliran Sungai dan Wilayah Sungai
Secara teknis yang disebut sebagai daerah pengaliran sungai atau yang
disingkat DPS adalah suatu kesatuan tata air yang terbentuk secara alamiah, ketika
air meresap dan atau mengalir melalui sungai dan anak-anak sungainya ke danau dan
atau kelaut, termasuk di bawahnya cekungan air bawah tanah (Sunaryo dkk, 2005).
Definisi tersebut menunjukkan bahwa dari gunung tempat air hujan jatuh, melalui
sungai dan aliran air bawah tanah hingga bermuara ke laut/ danau merupakan satu
kesatuan hidrologis dari DPS. Selanjutnya istilah yang digunakan dalam UndangUndang No. 7 tahun 2004 adalah Daerah Aliran Sungai (DAS) yakni suatu wilayah
daratan sebagai satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang
berfungsi untuk menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari
curah hujan ke danau atau ke laut secara alami. Dengan demikian istilah DPS dapat
diartikan sama dengan DAS.
Untuk pengelolaan sumber daya air, Indonesia dibagi menjadi banyak
wilayah sungai. Berdasar Peraturan Menteri PU Nomor 39/PRT/1989, Indonesia
dibagi menjadi 90 Satuan Wilayah Sungai (SWS). Berdasarkan Peraturan Menteri
PU Nomor 11 A/PRT/M/2006 ada perubahan yaitu yang semula 90 Satuan Wilayah
Sungai (SWS) menjadi 133 Wilayah Sungai (WS) yang meliputi lebih dari 5.590
DAS (PerMen PU 2006; Direktorat Sungai, 1994).Wilayah sungai adalah kesatuan
wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/
12
atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2000 km2 (UU No
7 Tahun 2004). Pengaturan air untuk menjamin terselenggaranya tata pengaturan air
secara nasional, pola perlindungan, pengembangan dan penggunaan air dan sumber
air didasarkan atas wilayah sungai. Kemudian berdasarkan letak geografis DAS dan
cakupan pelayanan serta tingkat strategisnya, wilayah sungai dapat diklasifikasikan
sebagai berikut: (Sunaryo dkk, 2005)
1. Wilayah sungai kabupaten/ kota, merupakan daerah aliran sungai yang secara
geografis berada dalam suatu kabupaten/ kota. Secara potensial, wilayah
sungai ini hanya memberi pelayanan atau menimbulkan dampak negatif pada
satu kabupaten/kota. Berarti pengelolaan sumber daya air pada wilayah
sungai menjadi wewenang pemerintah kabupaten/ kota.
2. Wilayah sungai lintas kabupaten/ kota merupakan daerah aliran sungai yang
secara geografis melewati lebih dari satu kabupaten/ kota dalam satu provinsi.
Secara potensial wilayah sungai tersebut memberikan pelayanan atau
menimbulkan dampak negatif pada lebih dari satu kabupaten/ kota namun
masih dalam satu wilayah provinsi. Pengelolaan sumber daya air pada
wilayah sungai tersebut menjadi wewenang pemerintah provinsi.
3. Wilayah sungai lintas provinsi merupakan daerah aliran sungai yang secara
geografis melewati lebih dari satu daerah provinsi. Secara potensial wilayah
sungai tersebut memberikan pelayanan atau menimbulkan dampak negatif
pada lebih dari satu provinsi. Berarti pengelolaan sumber daya air pada
wilayah sungai tersebut menjadi wewenang pemerintah pusat (selanjutnya
disebut pemerintah).
13
4. Wilayah sungai lintas negara merupakan daerah aliran sungai yang secara
geografis melewati lebih dari satu negara. Secara potensial wilayah sungai
tersebut memberikan pelayanan atau menimbulkan dampak negatif pada lebih
dari satu negara. Pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai tersebut
menjadi wewenang pemerintah.
5. Wilayah sungai strategis nasional merupakan wilayah sungai yang
mempunyai nilai strategis bagi kepentingan nasional. Pengelolaan sumber
daya air pada wilayah sungai ini menjadi wewenang pemerintah.
2.5
Daerah Irigasi pada Aliran Tukad Yeh Ho
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 tahun
2006 tentang Irigasi maka luas Daerah Irigasi (DI) antara 1000 ha–3000 ha menjadi
kewenangan pemerintah provinsi. Untuk aliran Tukad Yeh Ho memiliki luas wilayah
sebesar 19.369 Ha meliputi 29 desa di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Penebel (14
desa), Kecamatan Kerambitan (6 desa) dan Kecamatan Selemadeg Timur (9 desa).
DAS Yeh Ho dibagi menjadi 16 Daerah Irigasi (DI) dengan luas lahan sawah sebesar
6.490 ha dimana 2 DI dengan luas diatas 1000 Ha yaitu DI Gadungan Lambuk
(1,508.00 Ha), DI Caguh (1,048.00) dan 14 DI dengan luas dibawah 1000 Ha yaitu
DI Rejasa (165.00 Ha), Sungsang (426.00), DI Penebel (730.00Ha), DI Meliling
(541.00 Ha), DI Pesagi (167.00 Ha), DI Gunung Sari (35.00 Ha), DI Tegallinggah
(29.00 Ha), DI Nyat-Nyatan (40.00 Ha), DI Aya (64.00 Ha), DI Dalem (95.00 Ha),
DI Jatiluih (390.00 Ha), DI Begawan kaja (72.00 Ha) dan DI Tingkih tebel (170.00
Ha) dengan luas Total DI 6,490.00 Ha.
14
2.6
Partisipasi Subak
Sejalan dengan pemberlakuan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2004, maka
kebijakan Pengelolaan Irigasi akan dilakukan melalui pendekatan Pengelolaan Irigasi
Partisipasif, yang secara substansial sebenarnya sudah lama dikenal melalui pola
swadaya
atau
gotong
royong.
Melalui
kebijakan
tersebut
pengembangan
(pembangunan/ rehabilitasi) irigasi tidak hanya menjadi wewenang dan tanggung
jawab pemerintah maupun pemerintah daerah tetapi juga merupakan tanggungjawab
petani. Pada dasarnya pengelolaan irigasi partisipatif adalah suatu pendekatan
strategis dalam pengelolaan infrastruktur irigasi melalui keikutsertaan petani dalam
semua aspek penyelenggaraan irigasi, termasuk perencanaan, desain, pelaksanaan,
pengembangan (pembangunan/ rehabilitasi), pembiayaan, pelaksanaan operasi dan
pemeliharaan, pemantauan dan evaluasi serta penyempurnaan system dari waktu ke
waktu secara berkelanjutan.
2.6.1
Partisipasi dalam Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi.
Dalam pelaksanaan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi sangat
diperlukan adanya partisipasi aktif baik masyarakat subak maupun masyarakat
pedesaan, yang difasilitasikan oleh pemerintah dengan tujuan dapat meningkatkan
kesejahteraan petani atau subak. Kegiatan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi
sampai saat ini dilaksanakan oleh petugas pengairan bersama petani (P3A/ subak).
Hal tersebut dapat dilihat pada pelaksanaan operasi di tingkat jaringan, dimana
terlihat pada kegiatan usulan rencana beserta luas areal oleh subak kepada petugas
pengairan hingga petugas pengairan dan instansi terkait lainnya memutuskan rencana
tersebut melalui Panitia Irigasi yang telah disesuaikan dengan ketersediaan airnya.
15
Partisipasi subak tersebut sifatnya masih pasif, dimana keputusan dan kebutuhan
lainnya masih didominasi oleh petugas pengairan, sehingga subak terkesan hanya
sebagai pemanfaatan air irigasi saja.
Seiring dengan Pembaharuan Kebijaksanaan Pengelolaan Irigasi (INPRES
No. 3 Tahun 1999), subak/P3A sebagai pemanfaat air irigasi ditingkatkan
peranannya sebagai pengelola irigasi sesuai hakekat pembangunan, dari, oleh dan
untuk masyarakat. Untuk mencapai sasaran tersebut tahapan yang saat ini
dilaksanakan adalah dengan mengikut sertakan subak/P3A disetiap kegiatan Operasi
jaringan irigasi.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2007
masyarakat petani/P3A/GP3A/IP3 dapat berpartisipasi dalam pelaksanaan uji
pengaliran dan penyesuaian manual operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi yang
didasarkan pada hasil uji pengaliran dengan cara mengamati dan melaporkan
kejadian pada jaringan irigasi, seperti terjadinya kebocoran, longsor, banjir dan
limpasan selama uji pengaliran berlangsung kepada penanggung jawab kegiatan,
dalam pelaksanaan kegiatan operasi jaringan irigasi, subak (P3A) dapat berpartisipasi
dalam : 1) Pengajuan usulan rencana tata tanam, 2) Pengajuan Kebutuhan air, 3)
Pemberian masukan mengenai perubahan rencana tata tanam, pengubahan pola
tanam, pengubahan jadwal tanam dan pengubahan jadwal pemberian/pembagian air
dalam hal terjadi perubahan ketersediaan air pada sumber air dan dalam pelaksanaan
kegiatan pemeliharaan masyarakat petani/subak dapat berpartisipasi dalam kegiatan
penelusuran jaringan irigasi, penyusunan kebutuhan biaya, dan pelaksanaan
pekerjaan pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder.
16
Menurut pandangan (Sutawan, dalam subak 1993) partisipasi petani subak
dalam setiap tahapan proyek pembangunan irigasi sangat penting karena: 1) dapat
memperlancar proyek melalui dukungan moral para petani, 2) petani dapat
merupakan sumber informasi yang sangat berharga untuk tujuan pembuatan lay out
dan desain, 3) dapat menumbuhkan rasa ikut memiliki dan bertanggung jawab
terhadap proyek sehingga mereka terdorong untuk memelihara jaringan irigasi yang
bersangkutan dengan baik, 4) organisasi irigasi tradisional dapat lebih berperan dan
berfungsi sehingga mendorong berkembangnya lembaga irigasi yang bersangkutan,
5) mengurangi kemungkinan kegagalan proyek dalam arti proyek dapat
dimanfaatkan secara optimal sesuai dengan aspirasi para petani subak.
2.6.2
Sumber Daya Manusia pada Subak Dalam Operasi dan Pemeliharaan
Jaringan Irigasi
Untuk meningkatkan kinerja subak, perlu adanya kemampuan personil dalam
memanfaatkan potensi, anggota subak mampu memanfaatkan secara optimal fasilitas
jaringan irigasi primer, sekunder, dan tersier, memiliki pemahaman yang memadai
terhadap proses tata kelola penggunaan air dan meningkatkan kemampuan anggota
subak terhadap intensitas tanam, guna meningkatkan hasil produksi pertanian.
Perbedaan tingkat pengetahuan yang dimiliki masyarakat yang satu dengan
masyarakat lainnya, akan menimbulkan perbedaan pandangan dan kesadaran akan
kebutuhan teknologi sebagai sarana menuju perbaikan kehidupan dalam mengatasi
berbagai masalah yang ada ditengah masyarakat tersebut. Suatu masyarakat dengan
tingkat pengetahuan yang tinggi biasanya dibarengi dengan kesadaran akan
kebutuhan hidup yang lebih tinggi pula. Dengan adanya kesadaran akan kebutuhan
17
tuntutan hidup yang tinggi (lebih baik), timbul kesadaran akan pentingnya suatu
teknologi yang dapat menciptakan perbaikan dalam kehidupan. Dengan demikian,
suatu masyarakat dengan tingkat pengetahuan yang tinggi akan lebih mudah
menyerap suatu teknologi yang diperkenalkan (Dikti 1990: 23). Untuk itu, dalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia, ada beberapa aspek yang perlu
ditumbuhkan : 1) adanya pengetahuan teknis, 2) penciptaan peluang-peluang
beragrobisnis, 3) juga aspek-aspek administrasi (Sedana 2003, dalam Revitalisasi
Subak Dalam Memasuki Era Globalisasi). Program pendidikan dan pelatihan bagi
para petani, khususnya pengurus subak perlu dilakukan terutama pada hal-hal yang
berkaitan dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam berbagai bidang
seperti operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi.
2.6.3
Organisasi Subak Dalam Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi
Pada dasarnya subak sebagi organisasi perhimpunan petani di Bali
merupakan suatu lembaga yang permanen dan otonom, dan tidak banyak bergantung
pada pemerintahan Desa maupun pemerintahan Daerah. Hal ini dapat dilihat dari
susunan organisasi subak yang terdiri dari Sangkepan Kerama (rapat anggota) dan
Juru Arah/Saya (petugas penghubung). Di samping unsur pimpinan dan pembantu
pimpinan terdapat pula ketua-ketua kelompok sebagai pelaksana yang disebut
dengan Kelihan Tempek dan Keliahan Munduk. Karena subak merupakan lembaga
yang tumbuh dan berkembang secara mandiri sesuai dengan berkembangnya lahan
pertanian basah dalam satu wilayah, oleh karena itu susunan organisasi subak yang
satu dengan lainnya tidak persis sama.
18
Organisasi subak merupakan petani pemakai air yang bersifat religius dan
berkembang terus sebagi organisasi penguasa tanah dalam bidang pengaturan air
untuk persawahan dari suatu sumber air di dalam suatu daerah yang telah disepakati
dan terlibat langsung dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi.
2.6.4
Pendanaan Subak Dalam Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi
Untuk keberlangsungan operasional organisasi dan peningkatan pendapatan
petani, mengatasi persaingan harga produk petanian, maka petani yang masuk dalam
organisasi subak harus memiliki sumber-sumber pendanaan yang cukup, anggota
subak harus memiliki kemampuan yang baik dalam menggalang dana bagi
kebutuhan kegiatan subak, dalam meningkatkan kesejahteraan petani, pemerintah
memfasilitasi adanya wadah ekonomi bagi kepentingan anggota subak.
2.6.5
Sarana dan Prasarana Subak Dalam Operasi dan Pemeliharaan
Jaringan Irigasi
Untuk meningkatkan fungsi sarana dan prasarana subak dalam Operasi dan
Pemeliharaan Jaringan Irigasi yang cukup memadai, diharapkan semua sarana dan
prasarana yang terkait dengan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi seperti
fungsi jaringan irigasi secara teknis cukup handal, dan pemerintah daerah memiliki
komitmen yang baik dalam membantu subak untuk prasarana dan sarana pendukung
yang diperlukan oleh petani dalam beririgasi.
19
2.6.6
Teknologi Subak Dalam Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi
Dalam sistem jaringan irigasi teknis, dipergunakan teknologi yang sesuai
dengan sistem irigasi teknis dan dalam penggunaan teknologi teknis tersebut
diharapkan para anggota subak bisa menerapkan dan melaksanakan di lapangan
sehingga dapat meningkatkan produktifitas dalam sektor pertanian.
2.7
Irigasi Menurut Sistem Irigasi Subak
Pengertian subak yang dinyatakan dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali No.
02/PD/DPRD/1972 adalah suatu masyarakat hukum adat yang memiliki karakteristik
sosio-agraris-relegius yang secara historis didirikan sejak dahulu kala dan
berkembang terus sebagai organisasi penguasa tanah dalam bidang pengaturan air
dan lain-lain untuk persawahan dari suatu sumber air di dalam suatu daerah.
Pada sistem subak, yang ditekankan adalah keadilan dalam memperoleh air.
Apabila air yang mengalir tidak cukup untuk mengairi seluruh areal sawah maka
pemberian air dilakukan dengan cara pergiliran atau rotasi, yaitu subak dibagi bagi
menjadi bagian bagian lebih kecil yang disebut tempek. Pola rotasi biasanya diawasi
oleh patelik (petugas yang ditunjuk untuk mengawasi pergiliran air). Selain dengan
cara rotasi pada sistem subak juga dikenal pengaturan pemberian air dengan sistem
nyorog yaitu dengan mengatur waktu tanam tidak bersamaan.
Sedangkan pola Operasi dan Pemeliharaan ditingkat subak biasanya
diselenggarakan melalui mekanisme musyawarah mufakat dalam sangkepan. Adapun
langkah perbaikan-perbaikan atau rehabilitasi pada bangunan-bangunan dan saluran
irigasi, sehingga kehilangan air akibat kebocoran-kebocoran pada saluran dapat
dihindari, dan juga dikaitkan dengan pola dan jadwal tanam yang hendak diterapkan
20
dalam suatu organisasi subak. Ketika hendak mengambil keputusan tentang pola dan
jadwal tanam itulah musim dan atau iklim akan diperhitungkan. Dasar
perhitungannya biasanya dipakai sasih mirip dengan bulan dalam sistem
penanggalan, tapi penyebutan dan banyaknya hari dari masing masing bulan berbeda,
yang perlu diperhatikan oleh para petani adalah karakter dari masing-masing sasih
secara umum. Sasih kedasa (bulan april) sampai sasih kapat (bulan oktober) pada
umumnya langit terang benderang dan tidak banyak hama sedangkan sasih kapitu
(bulan januari) dan sasih kaulu (bulan februari) angin laut kencang, hama tanaman
bermunculan. Karakter baik buruk masing masing sasih itulah yang senantiasa akan
diperhatikan para petani anggota subak ini dalam menentukan jadwal tanam.
2.7.1 Konsep Irigasi Subak
Pada beberapa sungai di Bali, jaringan irigasi yang ada dipandang sudah
demikian padatnya sehingga dikhawatirkan masalah perselisihan antar berbagai
pihak yang berkepentingan dalam pemanfaatan sumber daya air pada tingkat aliran
sungai akan semakin meningkat pada masa-masa mendatang. Terlebih lebih lagi
mengingat air merupakan sumber daya alam yang semakin langka sebagai akibat
pemanfaatannya yang akan menjadi rebutan antar kelompok petani di satu pihak dan
antara masyarakat petani dengan masyarakat bukan petani. Di lain pihak kebutuhan
akan air di Bali cenderung meningkat sejalan dengan lajunya derap pembangunan di
berbagai bidang khususnya di bidang pariwisata. Jadi pemanfaatan air bukan sematamata untuk kepentingan irigasi tetapi juga untuk keperluan-keperluan lain seirama
dengan tuntutan masyarakat modern.
21
Menurut Norken (1993), subak sebagai sistem irigasi tradisional yang
terdapat di Bali telah dikenal sejak abad XI M, jauh sebelum sistem irigasi teknis
dikenal. Oleh karena itu cara pemberian air pun menggunakan cara-cara tradisional,
walaupun sekarang sudah mulai ditingkatkan sehingga secara teknis irigasi dapat
berfungsi dengan lebih baik.
Secara umum subak-subak yang ada di Bali mendapat air dari sungai, dimana
aliran air dialihkan ke saluran (telabah) atau terowongan dengan membuat
bendungan (empelan). Sumber air yang masuk ke saluran (telabah) atau terowongan
sangat tergantung dari tinggi muka air sungai yang mengalir di sungai. Semakin
tinggi muka air sungai (saat musim hujan), semakin besar air yang masuk ke saluran,
hal mana terjadi karena pengambilan air merupakan pengambilan bebas.(free intake).
2.7.2 Sistem Jaringan Irigasi Subak
Subak sebagai organisasi yang fungsi utamanya adalah mengatur air irigasi
telah membangun sistem jaringan irigasi dengan keunggulan irigasi tradisionalnya,
konstruksi jaringannya sangat disesuaikan oleh kondisi fisik alam. Kondisi alam Bali
yang memiliki perbedaan topografi yang curam menjadikan luasan lahan sawah yang
sempit, oleh karena itu dengan kearifan yang sangat tinggi subak telah berupaya
menekan pemanfaatan lahannya untuk pembangunan jaringan irigasi. Atas dasar
pertimbangan tersebut ketika subak membangun jaringan irigasinya banyak
memanfaatkan alur alam berupa lembah atau pangkung sebagai saluran pembawa.
Sedangkan untuk menghubungkan saluran alam dengan alur sungai subak telah
memiliki ketrampilan yang sangat memadai untuk membangun aungan (trowongan)
melalui tenaga terampil undagi pengarung (ahli trowongan). Nampaknya pilihan itu
22
merupakan alternatif yang paling menguntungkan bila ditinjau dari biaya,
pengerahan tenaga dan waktu.
Jaringan irigasi subak sudah dibangun sedemikian lengkap mulai dari
bangunan pengambilan (empelan), bangunan pembagi (temuku aya), bangunan
pengambilan di saluran (temuku) hingga saluran distribusi ke petak petak sawah,
seperti ditunjukkan dalam gambar jaringan irigasi subak pada gambar 2.1 dengan
jenis dan fungsi banguan seperti berikut:
1. Bangunan pengambilan utama (head work) di sumber air berupa empelan
(bendung) atau buka (free intake), dilengkapi dengan pembatas aliran banjir
yang disebut dengan langki atau tanjerig.
2. Telabah (saluran terbuka) untuk mengalirkan air dari bangunan utama
empelan/ buka yang dilengkapi dengan bangunan pelengkap seperti abangan
(talang), telepus (siphon), petaku (terjunan), pekiyuh (peluap samping).
3. Aungan (terowongan) yang dilengkapi dengan lubang udara dan lubang
kontrol, dimana bila lubang tersebut ditempatkan mendatar disebut dengan
calung dan bila tegak disebut dengan bindu.
4. Bangunan pembagi air dari pembagi utama sampai saluran pembawa di
petak sawah, yaitu tembuku aya (bangunan bagi utama), tembuku pemaron
(bangunan bagi), tembuku daanan (bangunan sadap), tembuku pengalapan
(bangunan bagi di petak sawah).
5. Saluran irigasi dari tembuku pemaron disebut dengan telabah pemaron
(saluran sekunder), sedangkan saluran irigasi yang membawa air dari
23
Gambar 2.1 Jaringan Irigasi Subak (Jelantik Sushila, 2006)
tembuku daanan ke petak sawah disebut dengan telabah daanan (saluran
tersier).
6. Telabah pengutangan (saluran pembuangan) yaitu saluran yang berfungsi
untuk membuang kelebihan air dari petak sawah yang dialirkan kembali ke
sungai atau pangkung (lembah alam).
24
Dari sistem saluran seperti diperlihatkan dalam gambar jaringan irigasi
subak diatas maka saluran irigasi dapat melintasi beberapa wilayah administratif.
Oleh karena itu keanggotaan subak tidak terbatas dalam satu wilayah administratif.
Satu lembaga subak keanggotaannya dapat berasal dari satu desa adat, kecamatan
bahkan kabupaten yang berbeda, sesuai dengan wilayah hidrologis dan topografinya.
Maka dari itu subak dapat dikatakan sebagai lembaga yang otonom terlepas dari
lembaga desa adat. Namun demikian hubungan antara desa adat dengan subak telah
berjalan secara harmonis karena masing-masing lembaga dipayungi oleh filosofi
ajaran agama hindu yang sangat mendalam yaitu Tri Hita Karana. Hubungan wilayah
subak dengan wilayah desa adat dapat dilihat seperti contoh ilustrasi pada gambar 2.2
berikut.
Gambar 2.2 Ilustrasi Wilayah Subak dalam Wilayah Desa Adat
25
2.8
Kelembagaan Pengelolaan Irigasi
Menurut PP No. 20 Tahun 2006, untuk menjamin terwujudnya tertib
pengelolaan jaringan irigasi yang dibangun pemerintah maka dibentuk kelembagaan
pengelolaan irigasi yang meliputi instansi pemerintah yang membidangi irigasi,
perkumpulan petani pemakai air dan komisi irigasi.
Selanjutnya didefinisikan pula bahwa Pengelolaan Sumber Daya Air adalah
upaya merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan
konservasi sumber daya air, penggunaan sumber daya air dan pengendalian daya
rusak air.
Karakteristik sumber daya air sangat dipengaruhi aspek topografi dan
geologi, keragaman penggunaannya, keterkaitannya (hulu-hilir, instream-offstream,
kuantitas-kualitas), waktu serta siklus alaminya. Oleh karena faktor topografi dan
geologi maka sumber daya air dapat bersifat lintas wilayah administratif. Dengan
demikian kuantitas dan kualitas air amat bergantung pada tingkat pengelolaan air
masing-masing daerah. Karena karakteristik aliran yang dapat mencakup beberapa
wilayah maka air sering kali disebut sebagai sumber daya dinamis (dynamic flowing
resource). Oleh karena sifat air yang selalu mengalir, maka dengan sendirinya ada
keterkaitan yang sangat erat antara kuantitas dengan kualitas, hulu dengan hilir,
instream dengan offstream, air permukaan dan air bawah tanah. Akhirnya perlu
diingat bahwa air memerlukan sifat kelanggengan ketika digunakan baik oleh
generasi sekarang maupun generasi mendatang.
26
2.8.1
Kelembagaan Pengelolaan Irigasi Nasional
Komisi irigasi merupakan wadah koordinasi dan komunikasi yang dibentuk
di
tingkat
kabupaten/kota,
maupun
di
tingkat
Provinsi.
Komisi
irigasi
Kabupaten/Kota adalah lembaga koordinasi dan komunikasi antara wakil pemerintah
kabupaten/kota, wakil perkumpulan petani pemakai air di tingkat daerah irigasi, dan
wakil pengguna jaringan irigasi pada kabupaten/kota. Sedangkan Komisi Irigasi
Provinsi merupakan lembaga koordinasi dan komunikasi antara wakil pemerintah
provinsi, wakil petani pemakai air di daerah irigasi, wakil pengguna jaringan irigasi
pada provinsi dan wakil komisi irigasi kabupaten/kota yang terkait.
Komisi Irigasi Kabupaten/Kota dibentuk oleh Bupati/Walikota yang
keanggotaannya terdiri dari wakil pemerintah kabupaten/kota dan wakil nonpemerintah yang meliputi wakil perkumpulan petani pemakai air dan/atau wakil
kelompok pengguna jaringan irigasi dengan prinsip keanggotaan proposional dan
keterwakilan. Komisi Irigasi Kabupatan/Kota membantu Bupati/Wali Kota dengan
tugas:
1. Merumuskan kebijakan untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi
dan fungsi irigasi.
2. Merumuskan pola dan rencana tata tanam pada daerah irigasi dalam
kabupaten/kota.
3. Merumuskan rencana tahunan penyediaan air irigasi.
4. Merumuskan rencana tahunan pembagian dan pemberian air irigasi bagi
pertanian dan keperluan lainnya.
5. Merekomendasikan prioritas alokasi dana pengelolaan irigasi.
6. Memberikan pertimbangan mengenai izin alih fungsi lahan.
27
Sedangkan
Komisi
Irigasi
Provinsi
dibentuk
oleh
gubernur
yang
keanggotaannya terdiri dari wakil komisi irigasi kabupaten/kota yang terkait, wakil
perkumpulan petani pemakai air, wakil pemerintah dan wakil kelompok pengguna
jaringan irigasi dengan prinsip keanggotaan proporsional dan keterwakilan. Komisi
Irigasi Provinsi membantu gubernur dalam hal :
1. Merumuskan kebijakan untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi
dan fungsi irigasi.
2. Merumuskan rencana tahunan penyediaan air irigasi.
3. Merumuskan rencana tahunan pembagian dan pemberian air irigasi bagi
pertanian dan keperluan lainnya.
4. Merekomendasikan prioritas alokasi dana pengelolaan irigasi.
Selanjutnya untuk membangun koordinasi dan komunikasi di tingkat petani
pemakai air maka PP No. 20 Tahun 2006 juga mensyaratkan terbentuknyawadah
koordinasi ditingkat petani pemakai air sebagai berikut :
1. Petani pemakai air wajib membentuk perkumpulan petani pemakai air secara
demokratis pada setiap daerah layanan/petak tersier atau desa.
2. Perkumpulan petani pemakai air dapat membentuk gabungan perkumpulan
petani pemakai air pada daerah layanan/blok skunder, gabungan beberapa
blok skunder, atau satu daerah irigasi.
3. Gabungan perkumpulan petani pemakai air dapat membentuk induk
perkumpulan petani pemakai air pada daerah layanan/blok primer, gabungan
beberapa blok primer atau satu daerah irigasi.
28
2.8.2
Kebijakan Pengelolaan Irigasi Provinsi Bali
Perda No. 02/PD/DPRD/1972 merupakan Perda yang mengatur tentang
Irigasi di Daerah Provinsi Bali, yang hingga saat ini masih berlaku karena belum
pernah dilakukan peninjauan ataupun perubahan. Dalam pasal-pasalnya antara lain
menyebutkan :
1. Subak merupakan kelompok masyarakat hukum adat yang bersifat religius
dan berkembang terus sebagai organisasi penguasa tanah dalam bidang
pengaturan air untuk persawahan dari suatu sumber air didalam suatu daerah.
2. Anggota subak disebut krama subak dipimpin oleh Kelian Subak atau
Pekaseh.
3. Sedahan/Sedahan Yeh/Pengelurah adalah petugas pemerintah Kabupaten
yang mengatur dan mengawasi air irigasi untuk subak-subak dalam
wilayahnya.
4. Sedahan Agung adalah Petugas Pemerintah Kabupaten yang mengatur dan
mengawasi tertib pengairan didalam wilayah kabupaten dan merupakan
penasehat serta pelaksana dari Pemerintah Kabupaten didalam bidang irigasi.
Adapun kewajiban dari unsur-unsur organisasi subak seperti disebutkan diatas adalah
sebagai berikut :
1. Kewajiban Subak.
a. Mengatur rumah tangga sendiri dalam mengusahakan dan mengatur air
untuk persawahan dengan tertib dan efektif dalam wilayahnya.
b. Memelihara dan menjaga prasarana irigasi sebaik-baiknya.
c. Dalam melaksanakan urusan rumah tangga diatur dalam awig-awig
(aturan tertulis) dan sima (kebiasaan) yang berlaku.
29
d. Menyelesaikan segala perselisihan yang timbul dalam rumah tangganya.
e. Pelanggaran dan tindak pidana diselesaikan sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku.
2. Kewajiban Sedahan
a. Mengatur pembagian air untuk masing-masing subak diwilayahnya
menurut waktu, volume dan tata tanam subak.
b. Mengawasi pemakaian dan penyaluran air dan pemeliharaan prasarana
irigasi di wilayahnya.
c. Menyelesaikan perselisihan dan pelanggaran sesuai dengan aturan yang
berlaku.
d. Sedahan meminta ijin Pemerintah Kabupaten melalui atasannya untuk
perluasan sawah dan pendirian subak baru.
e. Dalam melakukan tugasnya para sedahan dibantu oleh PU, Pertanian,
Badan-badan dan Petugas yang ditentukan oleh Pemerintah Kabupaten.
3. Kewajiban Sedahan Agung
a. Mengawasi
pemakaian/
penyaluran/
pengaturan
air
irigasi
dan
pemeliharaan prasarana irigasi dalam daerah persubakan dan pasedahan
diwilayahnya.
b. Mengatur pembagian air irigasi untuk masing-masing pesedahan sesuai
dengan waktu, volume dan tata tanam subak yang telah ditentukan.
c. Menyelesaikan perselisihan diwilayahnya dan di luar wilayahnya melalui
Pemerintah Kabupaten.
d. Meminta persetujuan Pemerintah Kabupaten dalam hal pembukaan dan
pendirian subak baru, perluasan areal sawah/ subak yang telah ada,
30
perubahan jaringan irigasi yang telah ada, dan pembuatan prasarana
irigasi baru
e. Didalam melakukan tugasnya para sedahan dibantu oleh PU, Pertanian,
Badan-badan dan Petugas yang ditentukan oleh Pemerintah Kabupaten.
Kemudian mengenai keterkaitan antara subak dengan pemerintah dimuat
dalam pasal 17, 18 dan pasal 19 yang antara lain menegaskan :
1. Pemerintah berkewajiban mengusahakan adanya air dan mengatur untuk
dimanfaatkan oleh subak untuk pengairan persawahan.
2. Pemerintah Kabupaten menyelesaikan masalah-masalah pengairan yang
diajukan oleh Sedahan Agung dan lain-lain petugas dan mengajukan masalah
yang menyangkut kabupaten lain ke Pemerintah Provinsi.
3. Dalam melaksanakan tugasnya Sedahan Agung dibantu oleh Dinas PU,
Pertanian, Badan-Badan atau petugas yang ditentukan oleh Pemerintah.
4. Pasal 19 ayat 1 menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi mengawasi
pengaturan dan penggunaan air irigasi diseluruh Kabupaten di Bali.
5. Pasal 19 ayat 2 menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi menyelesaikan
masalah-masalah irigasi yang diajukan oleh Pemerintah Kabupaten dan/ atau
Dinas-Dinas di Provinsi Bali.
6. Dalam melaksanakan tugasnya Pemerintah Provinsi dibantu oleh Dinas PU,
Pertanian, Badan-Badan atau petugas yang ditentukan oleh Pemerintah.
Dalam perjalanannya kemudian terjadi pemilahan tugas dilapangan
khususnya yang terkait dengan pemunggutan pajak dimana Sedahan berkembang
menjadi Sedahan Yeh dan Sedahan Abian dengan tugasnya masing-masing. Sedahan
Yeh bertugas melakukan koordinasi dengan Pekaseh/ Kelian Subak dalam
31
wilayahnya, dan menyelenggarakan pemunggutan pajak tanah lahan sawah.
Sedangkan Sedahan Abian menyelenggarakan pemunggutan pajak tanah lahan
kering. Berdasarkan tugas pokok dan kewajiban dari masing-masing organisasi
subak yang dikaitkan dengan fungsi pembinaan dari Pemerintah Kabupaten/ Kota,
Jelantik (2006) menggambarkan struktur kelembagaan subak seperti pada gambar 2.3
Pada dasarnya subak sebagai organisasi perhimpunan petani di Bali
merupakan suatu lembaga yang permanen dan otonom, dan tidak banyak bergantung
pada pemerintahan Desa maupun pemerintah Daerah. Hal ini dapat dilihat dari
susunan organisasi subak yang terdiri dari Sangkepan Kerama (rapat nggota),
Pekaseh/ Kelian Subak (pimpinan subak), Kesinoman (pembantu pimpinan) dan Juru
Arah/ Saya (petugas penghubung).Disamping unsur pimpinan dan pembantu
pimpinan itu terdapat pula ketua-ketua kelompok sebagai pelaksana yang disebut
dengan Kelihan Tempek atauKelihan Munduk. Karena subak merupakan lembaga
yang tumbuh berkembang secara mandiri sesuai dengan berkembangnya lahan
pertanian basah dalam suatu wilayah, oleh karena itu susunan organisasi subak yang
satu dengan lainnya tidak persis sama.
32
Bupati Kdh. Tingkat II
Sedahan Agung/Kadispenda
Dinas Daerah
Tk. II
Sedahan Yeh
Sedahan Abian
Kepala Desa/
Lurah
Pekaseh/
Kelian Subak
Kelihan Banjar/
Kepala Dusun
Kelian Tempek/
Kelian Munduk
Kerama (anggota) Subak
Camat
Kerama (anggota) Banjar/ Dusun
Gambar 2.3 Struktur Organisasi Subak Dalam Kaitannya dengan Pemerintah Daerah
Sumber : Subak Dimasa Lalu Kini dan Nanti.(Sushila, 2006)
Susunan organisasi dan sebutan pengurusnya bervariasi sesuai dengan kebutuhan
subak yang bersangkutan dan mengikuti adagium Desa-Kala-Patra yaitu segala
sesuatunya yang disesuaikan dengan tempat, waktu dan kondisinya, serta DesaMawa-Cara yaitu bahwa setiap tempat memiliki ciri-cirinya sendiri. Namun secara
umum menurut Jelantik Sushila (2006) susunan organisasi secara lengkap dari unsur
pimpinan, pembantu pimpinan, pelaksana dan kerama (anggota) dapat digambarkan
seperti pada gambar 2.4
33
Kekuasaan Tertinggi
Rapat Anggota Subak
(Paruman Kerama)
Pekaseh/ Kelihan
Subak (Ketua Subak)
Pimpinan
Pangliman/ Petajuh
(Wakil Ketua)
Penyarikan/Juru Surat
(Sekretaris)
Pesayahan/Penyade
(Kelompok Kerja)
1. Bidang Umum
2. Bidang Pembangunan
3. Bidang Agama dll
Petengen/Juru Raksa
(Bendahara)
Kesinoman/Juru Arah
(Pembantu Umum)
Pelaksana
Kelihan Tempek
(Ketua Kelompok)
Kelihan Tempek
(Ketua Kelompok)
Kelihan Tempek
(Ketua Kelompok)
Kerama Subak
(Anggota Subak yang Berkelompok dalam Tempek)
Gambar 2.4Susunan Organisasi Subak Secara Umum
Sumber : Subak Dimasa Lalu Kini dan Nanti.(Sushila, 2006)
2.8.2.1 Subak sebagai Pengelola Sistem Irigasi Tradisional
Identitas subak sebagai organisasi tradisional Bali memiliki sifat dasar sosioreligius yang unik, unggul dan kaya kearifan lokal. Kearifan lokal dalam organisasi
subak yang berbasis konsepsi Tri Hita Karana sudah mendapat apresiasi universal.
Esensi dari kearifan lokal adalah komitmen yang tinggi terhadap kelestarian alam,
rasa religiusitas, subyektivikasi manusia dan konstruksi penalaran yang berempati
34
pada persembahan, harmoni dan keseimbangan untuk jagadhita berkelanjutan.
Keseluruhan kearifan lokal yang tercakup dalam organisasi subak yang dikutip dari
studi Peningkatan Efektivitas Pengelolaan Sumber Daya Air Berbasis Pada Lembaga
Subak di Provinsi Bali, Bappeda Provinsi Bali (2007) secara katagorikal terdiri atas;
kearifan religius, kultural, ekologis, institusional, ekonomi, tehnologi dan keamanan.
Makna kearifan religius sangat fokus pada keyakinan tentang ke-Tuhanan,
spiritualitas yang merupakan roh kehidupan berorganisasi subak. Dianjurkan kepada
komunitas subak untuk memelihara dan menjaga kesucian seluruh ranah subak
(Parhyangan, Pawongan dan Palemahan) dan mencegah proses keletehan, termasuk
tanah, sumber daya air sampai dengan prilaku krama subak. Kesucian dianggap
pangkal harmoni dan keletehan adalah signal disharmoni. Eksistensi parhyangan
(pura subak) yang berstrata dari lingkup kecil (bedugul), menengah (masceti) sampai
dengan besar (pura ulun danu) merupakan simbul dan media sakral kearifan religius
subak.
Makna kearifan kultural sangat fokus kepada energi budaya yang mencakup
etika, logika, estetika dan praktika. Melalui landasan filosofi dan tata nilai, tatanan
subak diharapkan secara kokoh mempertahankan konsepsi Tri Hita Karana sebagai
landasan filosofi subak. Keyakinan warga subak yang mengkonsepsikan tanah
sebagai Ibu Pertiwi, air sebagai simbul Dewa Wisnu dan padi sebagai Dewi Sri
memperkuat eksistensi kearifan kultural yang dijiwai oleh agama Hindu.
Makna kearifan ekologis terfokus pada konservasi, keseimbangan dan
sustainabilitas lingkungan. Pemulihan terhadap tanah, air dan aneka sumberdaya
menjadi prefensi para petani yang dikuatkan secara etik dan perundang-undangan
(awig-awig), dan sebaliknya pencemaran terhadap tanah, air dan sumberdaya juga
35
dicegah melalui tindakan, awig-awig dan sistem ritual. Etika dan estetika lingkungan
merupakan kearifan ekologis yang mampu memancarkan pesona persawahan dan
budaya agraris di Bali.
Makna kearifan Institusional terfokus pada potensi integritas organisasi subak
ke ”dalam” dan ke ”luar”. Ke ”dalam” ditujukan kepada warga subak dan ke
”luar”ditujukan kepada organisasi lain yang terkait dengan subak. Konsepsi yang
sangat penting dalam mengimplementasikan kearifan ini adalah berkembangnya
konsep gotong royong. Gotong royong dilaksanakan untuk menyelesaikan kewajiban
subak secara bersama atau ngayah, seperti dalam ritual.
Makna kearifan ekonomis terfokus pada usaha yang bersifat kreatif dan
produktif. Dasar-dasar ekonomi kerakyatan yang menghidupkan usaha-usaha kecil,
bersifat kekeluargaan, berbasis kapital sosial dan spiritual dalam integrasi kapital
material berkembang dari pola budaya petani dalam transformasi kebudayaan
dagang. Adanya bangunan lumbung dalam balai subak atau jineng dalam keluarga
petani merupakan sarana untuk tabungan
hasil pertanian. Ketika NKRI
mengembangkan program Bimas dan Insus dalam upaya meningkatkan produksi
pangan di Indonesia dalam periode 1980’an, subak di Bali merupakan lembaga
tradisional yang bukan saja responsif, melainkan juga menuai berbagai kesuksesan
menuju peningkatan produksi dan penguatan ketahanan pangan.
Makna kearifan Hukum, sangat fokus pada aspek legalitas dengan segala
bentuk penghargaan kepada yang berprestasi dan hukuman kepada yang melanggar
menuju tertib atau kesukertan parhyangan, pawongan, dan pelemahan. Dalam
implementasi bentuk-bentuk kearifan hukum bervariasi dari pasuwara, sima-dresta,
awig-awig, perarem sampai dengan aturan. Tat kala warga subak dihadapkan pada
36
konflik dan ketegangan sosial kearifan hukum yaitu awig-awig merupakan rujukan
bagi pemimpin subak untuk meredam, mendamaikan atau menyelesaikan. Kearifan
hukum dalam organisasi subak juga merefleksikan sifat mandiri dan otonomi
organisasi subak.
Makna kearifan teknologis ini terfokus pada kemampuan teknologis dan
kemampuan pengetahuan tradisional petani dalam memahami dan memecahkan
masalah-masalah kehidupan secara rasional, metodis dan sistematis. Pandangan
petani dan cara-cara petani menjelaskan dan mengantisifasi fenomena alam yang
tertumpu pada pendekatan astronomik, biologis, klimatologis, cukup merefleksikan
tentang derajat kearifan sains dan teknologis para petani. Subak juga telah
memperkenalkan berbagai keunggulan teknologi tradisional dalam kontruksi
bangunan terowongan (aungan). Metode pembagian air tradisional berdasar sistem
tetek juga mereflensikan asas keadilan dan pemerataan yang rasional.
Makna kearifan keamanan sangat fokus pada sekuritas petani dalam seluruh
tahap kehidupan bertani, pengamanan hasil produksi dan area wilayah pertanian.
Setiap subak memiliki tapal batas kesatuan wilayah yang secara geografis patut
diamankan. Pengamanan ini mencakup pengamanan terkait dengan pencemaran,
perusakan oleh hewan, pencurian oleh manusia sampai dengan pengamanan terhadap
serangan hama. Dalam rangka pengamanan pembagian air, subak memiliki
mekanisme dan person pengontrol air. Dalam pengamanan gangguan hewan, subak
memiliki awig-awig dengan sistem denda. Dalam pengamanan dari ancaman
pencurian, subak memiliki sekaa sambang dan dalam mengantisifasi gangguan hama,
seperti hama tikus, subak memiliki tradisi pemburuan tikus. Dalam mengantisifasi
37
hama secara niskala (keyakinan spiritual), subak memiliki ritual nangluk merana.
Pada hahekatnya subak berkembang dalam dua dimensi, sekala-niskala.
2.8.2.2 Subak dalam Pengelolaan Jaringan Irigasi
Subak merupakan suatu
teknologi karena sifatnya yang sesuai dengan
prinsip-prinsip teknologi seperti yang dikemukakan Mangunwijaya (l985), yakni :
(i)
kegiatannya yang berdasarkan pada usaha swadaya, dan tidak tergantung
pada ahli;
(ii)
bersifat desentralisasi;
(iii) kegiatannya berdasarkan pada kerjasama, dan bukan pada persaingan; dan
(iv) merupakan teknologi yang sadar pada tanggungjawab sosial dan ekologis.
Kemudian dalam perannya sebagai pengelola pertanian beririgasi, maka
seperti yang dikemukakan Meskey dan Weber (l996), serta Pusposutardjo (l997)
ternyata
komponen manusia dalam sistem subak sangat dominan dalam sistem
pengelolaan irigasi, yakni dalam aktivitasnya untuk mengendalikan pasokan air yang
dinamis pada sistem pertanian tersebut. Selanjutnya, bagaimana sesungguhnya peran
subak sebagai teknologi sepadan dalam sistem pertanian beririgasi, dapat diamati
dalam hubungan dengan konsep pola pikir, sosial, dan bangunan irigasi.
2.8.3
Kebijakan Pengelolaan Irigasi
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 2006
tentang Irigasi, yang dimaksud dengan Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan
dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi
38
permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa dan irigasi tambak.
Sedangkan sistem irigasi meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi,
kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber daya manusia. Mengingat komponen
sistem irigasi seperti dituangkan dalam peraturan pemerintah juga dijumpai dalam
komponen irigasi pada subak di Bali, maka sistem subak di Bali tidak bertentangan
dengan sistem irigasi seperti yang dimaksud dalam peraturan pemerintah tersebut.
Selanjutnya juga disebutkan bahwa perkumpulan petani pemakai air adalah
kelembagaan pengelolaan irigasi yang menjadi wadah petani pemakai air dalam
suatu daerah pelayanan irigasi yang dibentuk oleh petani pemakai air sendiri secara
demokratis, termasuk lembaga lokal pengelola irigasi. Dengan demikian dapat
dipastikan bahwa subak merupakan bentuk kelembagaan pengelola irigasi di Bali
yang secara resmi diakui keberadaannya oleh pemerintah.
Peran masyarakat petani dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi
sangat diharapkan oleh pemerintah baik yang dilakukan secara perseorangan maupun
melalui perkumpulan petani pemakai air. Partisipasi masyarakat petani dalam
pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi diwujudkan mulai dari pemikiran
awal, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan kegiatan dalam pembangunan,
peningkatan, operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi. Dengan partisipasi aktif
masyarakat petani diharapkan dapat meningkatkan rasa memiliki dan rasa tanggung
jawab guna keberlanjutan sistem irigasi.
Partisipasi masyarakat petani dalam pengembangan dan pengelolaan sistem
irigasi dapat diwujudkan mulai dari pemikiran awal, pengambilan keputusan, dan
pelaksanaan kegiatan dalam pembangunan, peningkatan, operasi, pemeliharaan, dan
39
rehabilitasi. Partisipasi tersebut dapat merupakan sumbangan pemikiran, gagasan,
waktu, tenaga, material, dan dana.
Partisipasi masyarakat harus didasarkan pada kemauan dan kemampuan
masyarakat petani serta semangat kemitraan yang dapat disalurkan melalui
perkumpulan petani pemakai air di wilayah kerjanya.
Dalam
hal
ini
pemerintah,
pemerintah
provinsi,
atau
pemerintah
kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya mendorong partisipasi masyarakat
petani dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi untuk meningkatkan rasa
memiliki dan rasa tanggung jawab guna keberlanjutan sistem irigasi.
Dalam upaya memposisikan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi
sebagai bagian penting dari peran serta masyarakat, khususnya petani pemakai air
(P3A) maka diperlukan suatu pemahaman bahwa sistem irigasi merupakan
sumberdaya yang bersifat sumberdaya milik bersama (common pool resources).
Kemudian hal-hal yang terkait dengan partisipasi perkumpulan petani
pemakai air dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi, sudah diatur pada
pasal 26 dan pasal 27 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 2006
tentang Irigasi. Beberapa hal penting yang dapat dipetik dari kedua pasal tersebut
diantaranya:
1. Partisipasi masyarakat petani dalam pengembangan dan pengelolaan sistem
irigasi diwujudkan mulai dari pemikiran awal, pengambilan keputusan dan
pelaksanaan
kegiatan
dalam
pembangunan,
peningkatan,
operasi,
pemeliharaan dan rehabilitasi.
2. Partisipasi masyarakat petani dapat diwujudkan dalam bentuk sumbangan
pemikiran, gagasan, waktu, tenaga, material dan dana.
40
3. Partisipasi masyarakat petani dilakukan secara perseorangan atau melalui
perkumpulan petani pemakai air.
4. Partisipasi masyarakat petani didasarkan atas kemauan dan kemampuan
masyarakat petani serta semangat kemitraan dan kemandirian.
5. Partisipasi masyarakat petani dapat disalurkan melalui perkumpulan petani
pemakai air di wilayah kerjanya.
6. Pemerintah pusat, pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/ kota
sesuai dengan kewenangannya mendorong partisipasi masyarakat petani
dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi untuk meningkatkan
rasa memiliki dan rasa tanggung jawab guna keberlanjutan sistem irigasi.
Kemudian hal-hal yang terkait dengan upaya pemberdayaan perkumpulan
petani pemakai air, sudah diatur pada pasal 28 dan pasal 29 Peraturan Pemerintah RI
No. 20 Tahun 2006 tentang Irigasi. Beberapa hal penting yang dapat dipetik dari
kedua pasal tersebut diantaranya:
1. Pemerintah kabupaten/ kota melakukan pemberdayaan perkumpulan petani
pemakai air.
2. Pemerintah kabupaten/ kota menetapkan strategi dan program pemberdayaan
perkumpulan petani pemakai air berdasarkan kebijakan kabupaten/ kota
dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi.
3. Pemerintah provinsi memberikan bantuan teknis kepada pemerintah
kabupaten/ kota dalam pemberdayaan dinas atau instansi terkait di bidang
irigasi dan pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air, serta dalam
41
pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi berdasarkan kebutuhan
pemerintah kabupaten/ kota.
4. Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/ kota dapat
memberi
bantuan
kepada
perkumpulan
petani
pemakai
air
dalam
melaksanakan pemberdayaan.
5. Pemerintah, pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/ kota sesuai
dengan kewenangannya :
a. Melakukan penyuluhan dan penyebarluasan teknologi bidang irigasi hasil
penelitian dan pengembangan kepada masyarakat petani.
b. Mendorong masyarakat petani untuk menerapkan teknologi tepat guna
yang sesuai dengan kebutuhan, sumber daya, dan kearifan lokal.
c. Memfasilitasi
dan
meningkatkan
pelaksanaan
penelitian
dan
pengembangan teknologi di bidang irigasi.
d. Memfasilitasi perlindungan hak penemu dan temuan teknologi dalam
bidang irigasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2.8.4
Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi
Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi sudah diatur dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 2006 yaitu pada pasal 4,5,6,7 dan 8.
Adapun hal-hal penting yang diatur pada pasal-pasal tersebut adalah:
1. Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi bertujuan untuk mewujudkan
kemanfaatan air dalam bidang pertanian.
42
2. Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi diselenggarakan secara
partisipatif, terpadu, berwawasan lingkungan, transparan, akuntabel dan
berkeadilan.
3. Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan diseluruh Daerah
Irigasi.
4. Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan oleh Pemerintah
Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/ kota melibatkan semua
pihak yang berkepentingan dengan mengutamakan kepentingan dan peran
serta masyarakat petani.
5. Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan dengan prinsip
satu sistem irigasi satu kesatuan pengembangan dan pengelolaan, dengan
memperhatikan kepentingan pemakai air irigasi dan pengguna jaringan irigasi
di bagian hulu, tengah, dan hilir secara selaras.
Disamping pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi, hal pokok yang harus
diperhatikan agar pelayanan pengaliran air tetap optimal adalah Operasi dan
Pemeliharaan jaringan irigasi. Operasi dan Pemeliharaan jaringan irigasi primer dan
sekunder menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah
provinsi, dan pemerintah kabupaten sesuai dengan kewenangannya, sedangkan
perkumpulan petani pemakai air atau masyarakat petani (Subak) dapat berperan serta
dalam Operasi dan Pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuannya. Jaringan Irigasi tersier sepenuhnya menjadi hak dan
tanggung jawab perkumpulan petani pemakai air atau masyarakat petani (subak).
43
2.9
Pengertian Efektivitas
Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai nilai efektif,
pengaruh atau akibat, bisa diartikan sebagai kegiatan yang bisa memberikan hasil
yang memuaskan, dapat dikatakan juga bahwa efektivitas merupakan keterkaitan
antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukan derajat kesesuaian antara
tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang dicapai. Jadi pengertian efektivitas adalah
pengaruh yang ditimbulkan/disebabkan oleh adanya suatu kegiatan tertentu untuk
mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang dicapai dalam setiap tindakan
yang dilakukan.
Menurut
Komaruddin
(2000;269) mendefinisikan
efektivitas
sebagai
berikut:”Efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan tingkat keberhasilan
atau kegagalan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan
terlebih dahulu”.
Sedangkan menurut Arens dan Loebecke (1999;817) menyebutkan: ”
Efektivitas adalah derajat dimana tujuan organisasi telah dicapai”.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa ”Efektivitas adalah pencapaian
sasaran yang berkaitan dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Untuk mengukur efektivitas teori yang digunakan adalah Devas (1989), yang
menyatakan bahwa efektivitas adalah hubungan antara output dan tujuan atau dapat
juga dikatakan merupakan ukuran seberapa jauh tingkat output, kebijakan dan
prosedur dari organisasi.
Efektivitas juga berhubungan dengan derajat keberhasilan suatu operasi pada
sektor publik sehingga kegiatan dikatakan efektif jika kegiatan tersebut mempunyai
44
pengaruh besar terhadap kemampuan menyediakan pelayanan masyarakat yang
merupakan sasaran yang telah ditentukan.
Pengukuran efektivitas merupakan salah satu indikator kinerja bagi
pelaksanaan suatu kegiatan yang telah ditetapkan untuk menyajikan informasi
tentang seberapa besar pencapaian sasaran atas target.
Dalam perhitungan efektivitas digunakan skor (skala Likert), apabila skor
semakin besar dapat dikatakan bahwa pengelolaan semakin efektif, demikian pula
sebaliknya semakin kecil skor hasilnya menunjukkan pengelolaan semakin tidak
efektif. (Supranto, 2003;Sugiyono,2010)
Efektivitas adalah pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan
yang tepat dari serangkaian alternatif atau pilihan cara dan menentukan pilihan dari
beberapa pilihan lainnya.Efektifitas bisa juga diartikan sebagai pengukuran
keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan.Sebagai contoh
jika sebuah tugas dapat selesai dengan pemilihan cara-cara yang sudah ditentukan,
maka cara tersebut adalah benar atau efektif.
Download