Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS melalui Assessment Complete

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran IPS
Ilmu-ilmu sosial mempunyai peran yang penting bagi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS),
karena ilmu-ilmu sosial merupakan sumber utama dari materi IPS. IPS adalah salah satu
pelajaran
yang
membekali
siswa
untuk
mengembangkan
penalaran
disamping
mengembangkan nilai dan moral. Dalam proses pembelajaran guru menjadi pemeran utama
dalam menciptakan situasi interaktif yang edukatif yaitu interaksi antara guru dan siswa, siswa
dengan siswa, dan siswa dengan lingkungan sebagai sumber belajar. Guru sebagai agen
pembahasan memiliki peranan untuk menyampaikan hal-hal baru yang bersifat inovatif
kepada siswa.
Pengertian IPS telah banyak dikemukakan oleh para ahli IPS atau social studies.
Di sekolah-sekolah Amerika pengajaran IPS dikenal dengan social studies. Jadi, istilah IPS
merupakan terjemahan social studies. Dengan demikian IPS dapat diartikan dengan
“penelaahan atau kajian tentang masyarakat”. Dalam mengkaji masyarakat, guru dapat
melakukan kajian dari berbagai perspektif sosial, seperti kajian melalui pengajaran sejarah,
geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, politik-pemerintahan, dan aspek psikologi sosial
yang disederhanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Pendidikan IPS merupakan penyederhanaan adaptasi, seleksi, dan modifikasi dari
disiplin akademis ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan
pedagogis-psikologis untuk tujuan institusional pendidikan dasar dan menengah dalam
kerangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila. Pendidikan
IPS adalah seleksi dari struktur disiplin akademik ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan dan
disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk mewujudkan tujuan pendidikan dalam kerangka
pencapaian tujuan pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila
IPS adalah salah satu pelajaran yang membekali siswa untuk mengembangkan
penalaran, disamping mengembangkan nilai dan moral. IPS merupakan salah satu mata
pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. Jenjang SMA
tidak diberikan IPS, karena IPS
mengkaji
seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan
6
7
generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Kajian IPS ini merupakan suatu disiplin ilmu
yang terpadu (integrasi) antara materi geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi. Melalui mata
pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang
demokratis, dan bertanggungjawab, serta warga dunia yang cinta damai. Konsekuensinya
peserta didik terlibat aktif dalam pembelajaran.
Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat
karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena
itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan
kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan
bermasyarakat yang dinamis. Hal ini menuntut taraf berpikir tingkat tinggi, sehingga
pembelajaran
perlu
dirancang
keterlibatan
siswa
langsung
untuk
memecahkan
permasalahan-permasalahan sosial secara berkelompok.
Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu
dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di
masyarakat.
Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh
pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.
Pembelajaran IPS bertujuan untuk:
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat dan
lingkungannya.
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri,
memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial .
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat
yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global (Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 22 Tahun 2007 tentang Standar Isi).
Berdasarkan pengertian dan tujuan dari IPS pada jenjang sekolah dasar
sebagaimana dideskripsikan di atas, dibutuhkan suatu desain pembelajaran yang mampu
menjembatani tercapainya tujuan tersebut. Sehingga kemampuan dan keterampilan guru
dalam memilih dan menggunakan berbagai model, metoda, dan strategi pembelajaran
senantiasa terus ditingkatkan (Lasmawan, 2008; McComak, 2007), agar pembelajaran IPS di
SD benar-benar mampu mengkondisikan upaya pembekalan kemampuan dan keterampilan
dasar bagi siswa untuk menjadi manusia dan warga negara yang baik. Karena pengkondisian
iklim belajar merupakan aspek penting bagi tercapainya tujuan pendidikan.
8
Indikator pencapaian tujuan pembelajaran IPS secara terstandar dalam kurikulum
2013 diberikan melalui kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD), yang sekaligus
memberikan ruang lingkup pembelajarannya, yang secara rinci disajikan melalui tabel 2.1. di
bawah ini.
Tabel 2.1
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar
Mata Pelajaran IPS Kelas 4 Semester 1
Kompetensi Inti
Kompetensi Dasar
3. Memahami
pengetahuan faktual
dengan cara mengamati
dan menanya berdasarkan
rasa ingin tahu tentang
dirinya, makhluk ciptaan
Tuhan dan kegiatannya,
dan benda-benda yang
dijumpainya di rumah, di
sekolah dan tempat
bermain
3.1 Mengenal manusia, aspek keruangan, konektivitas antar ruang,
perubahan dan keberlanjutan dalam waktu, sosial, ekonomi, dan
pendidikan
3.2 Memahami manusia, perubahan dan keberlanjutan dalam waktu
pada masa praaksara, Hindu Budha, Islam dalam aspek pemerintah,
sosial, ekonomi, dan pendidikan
3.3 Memahami manusia dalam hubungannya dengan kondisi
geografis di sekitarnya
3.4 Memahami kehidupan manusia dalam kelembagaan sosial,
ekonomi, pendidikan, dan budaya di masyarakat sekitar
3.5 Memahami manusia dalam dinamika interaksi dengan lingkungan
alam, sosial, budaya, dan ekonomi
Adapun ruang lingkup pembelajaran IPS adalah manusia, tempat, dan lingkungan
yang terdiri dari: wilayah geografis tempat tinggal bangsa Indonesia dan konektivitas dan
interaksi sosial kehidupan bangsa di wilayah negara Indonesia; waktu, keberlanjutan, dan
perubahan yang terdiri dari: perkembangan kehidupan bangsa Indonesia dalam waktu sejak
masa pra aksara hingga masa Islam; dan Sistem sosial dan budaya terdiri dari kehidupan
manusia dan kelembagaan sosial, ekonomi, pendidikan, dan budaya masyarakat dan bangsa
Indonesia.
Kompetensi inti dirancang seiring dengan meningkatnya usia peserta didik pada kelas
tertentu. Melalui kompetensi inti, integrasi vertikal berbagai kompetensi dasar pada kelas
yang berbeda dapat dijaga. Berdasarkan kompetensi inti disusun mata pelajaran salah
satunya IPS mulai kelas 4 dan alokasi waktu yang sesuai dengan karakteristik satuan
pendidikan yakni 3 jam perminggu. Setiap tingkat kompetensi berimplikasi terhadap tuntutan
proses pembelajaran dan penilaian.
9
2.1.2 Hasil Belajar
Setiap akhir semester pada jenjang SD, siswa selalu memiliki hasil belajar yang
dinyatakan dalam laporan kemajuan siswa atau raport. Hasil belajar siswa dapat dilaporkan
oleh guru, kalau guru telah melakukan evaluasi terhadap siswa tersebut. Evaluasi dalam
pembelajaran ada dua yakni evaluasi proses belajar dan evaluasi hasil belajar. Evaluasi
proses belajar menurut (Wardani Naniek Sulistya dan Slameto: 2012, 18) adalah evaluasi
atau penilaian yang dilaksanakan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Selanjutnya,
di bagian lain Wardani Naniek Sulistya dan Slameto (51) juga mengungkapkan bahwa
evaluasi hasil belajar adalah evaluasi yang dilakukan oleh guru untuk memantau proses,
kemajuan, perkembangan hasil belajar peserta didik sesuai dengan potensi yang dimiliki dan
kemampuan yang diharapkan secara berkesinambungan. Mendasarkan dua pendapat
Wardani NS, maka evaluasi hasil belajar mencakup evaluasi proses belajar dan evaluasi hasil
belajar itu sendiri.
Selanjutnya Sudjana (2004:22) mengatakan bahwa hasil belajar terdiri dari (a)
ketrampilan dan kebiasaan; (b) pengetahuan dan pengertian; (c) sikap dan cita-cita. Hasil
belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai hasil dari proses belajar yang dilakukan oleh
siswa. Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang diperoleh siswa, untuk itu
perlu dilakukan evaluasi atau penilaian. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan
dinyatakan bahwa
‘penilaian pendidikan sebagai proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk
mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik mencakup: penilaian otentik,
penilaian diri, penilaian berbasis portofolio, ulangan, ulangan harian, ulangan tengah
semester, ulangan akhir semester, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat
kompetensi, ujian nasional, dan ujian sekolah/madrasah’.
Masing-masing penilaian yang dimungkinkan digunakan dalam penelitian ini diuraikan
sebagai berikut.
1. Penilaian otentik merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai
mulai dari masukan (input), proses,dan keluaran (output) pembelajaran.
2. Penilaian diri merupakan penilaian yang dilakukan sendiri oleh peserta didik secara reflektif
untuk membandingkan posisi relatifnya dengan kriteria yang telah ditetapkan.
3. Penilaian berbasis portofolio merupakan penilaian yang dilaksanakan untuk menilai
keseluruhan entitas proses belajar peserta didik termasuk penugasan perseorangan
10
dan/atau kelompok di dalam dan/atau di luar kelas khususnya pada sikap/perilaku dan
keterampilan.
4. Ulangan merupakan proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi
peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk memantau
kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik.
5. Ulangan harian merupakan kegiatan yang dilakukan secara periodik untuk menilai
kompetensi peserta didik setelah menyelesaikan satu kompetensi dasar (KD) atau lebih.
6. Ulangan tengah semester merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk
mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah melaksanakan 8 – 9 minggu
kegiatan pembelajaran. Cakupan ulangan tengah semester meliputi seluruh indikator yang
merepresentasikan seluruh KD pada periode tersebut.
7. Ulangan akhir semester merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur
pencapaian kompetensi peserta didik di akhir semester. Cakupan ulangan meliputi seluruh
indikator yang merepresentasikan semua KD pada semester tersebut.
Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar danmenengah
didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut.
1. Objektif, berarti penilaian berbasis pada standar dan tidak dipengaruhi faktor subjektivitas
penilai.
2. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana, menyatu dengan
kegiatan pembelajaran, dan berkesinambungan.
3. Ekonomis, berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
pelaporannya.
4. Transparan, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan
keputusan dapat diakses oleh semua pihak.
5. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak internal sekolah
maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur, dan hasilnya.
6. Edukatif, berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan guru. Pendekatan penilaian
yang digunakan adalah penilaian acuan kriteria (PAK). PAK merupakan penilaian
pencapaian kompetensi yang didasarkan pada kriteria ketuntasan minimal (KKM). KKM
merupakan kriteria ketuntasan belajar minimal yang ditentukan oleh satuan pendidikan
11
dengan mempertimbangkan karakteristik Kompetensi Dasar yang akan dicapai, daya
dukung, dan karakteristik peserta didik.
Ruang lingkup penilaian meliputi beberapa aspek antara lain penilaian hasil belajar.
Penilaian hasil belajar peserta didik mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan
keterampilan yang dilakukan secara berimbang, sehingga dapat digunakan untuk
menentukan posisi relatif setiap peserta didik terhadap standar yang telah ditetapkan.
Cakupan
penilaian
merujuk
pada
ruang
lingkup
materi,
kompetensi
mata
pelajaran/kompetensi muatan/kompetensi program, dan proses.
Teknik dan instrumen yang digunakan untuk penilaian kompetensi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan sebagai berikut.
1. Penilaian kompetensi sikap. Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui
observasi, penilaian diri, penilaian “teman sejawat” (peer evaluation) oleh peserta didik
dan jurnal. Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antar
peserta didik adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik,
sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik.
a. Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan
dengan menggunakan indera, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang
diamati.
b. Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk
mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian
kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian diri.
c. Penilaian antar peserta didik merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta
didik untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi. Instrumen yang
digunakan berupa lembar penilaian antar peserta didik.
d. Jurnal merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang berisi informasi
hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik yang berkaitan
dengan sikap dan perilaku.
2. Penilaian kompetensi pengetahuan. Pendidik menilai kompetensi pengetahuan melalui tes
tulis, tes lisan, dan penugasan.
12
a. Instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar-salah,
menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi pedoman penskoran.
b. Instrumen tes lisan berupa daftar pertanyaan.
c. Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah dan/atau projek yang dikerjakan secara
individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas.
3. Penilaian kompetensi keterampilan. Pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui
penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu
kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portofolio.
Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang
dilengkapi rubrik.
a. Tes praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan melakukan
suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan tuntutan kompetensi.
b. Projek adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi kegiatan perancangan,
pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam waktu tertentu.
c. Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai kumpulan
seluruh karya peserta didik dalam bidang tertentu yang bersifat reflektif-integratif untuk
mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan/atau kreativitas peserta didik dalam
kurun waktu tertentu. Karya tersebut dapat berbentuk tindakan nyata yang
mencerminkan kepedulian peserta didik terhadap lingkungannya.
Instrumen penilaian harus memenuhi persyaratan substansi yang merepresentasikan
kompetensi yang dinilai; konstruksi yang memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk
instrumen yang digunakan; dan penggunaan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif
sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik.
Hasil belajar dapat diketahui apabila ada pengukuran. Pengukuran menurut Wardani
Naniek Sulistya, dkk (2012, 47) adalah kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk
memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa. Untuk mengukur hasil belajar
siswa digunakanlah alat penilaian hasil belajar seperti yang telah diuraikan di atas.
Teknik penilaian dibedakan menjadi 2 yakni non tes dan tes.
1. Non Tes
Berbeda dengan teknik tes yang digunakan untuk menilai ranah koqnitif, teknik non tes
lazim digunakan dalam menilai ranah afektif dan psikomotorik.
13
Menurut Poerwanti Endang (2008:3-19 – 3-31) macam-macam teknik non tes adalah
sebagai berikut:
a. Observasi. Observasi terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil belajar dapat
dilakukan secara formal yaitu observasi dengan menggunakan instrumen yang sengaja
dirancang untuk mengamati unjuk kerja dan kemajuan belajar peserta didik, maupun
observasi informal yang dapat dilakukan oleh pendidik tanpa menggunakan instrumen.
b. Wawancara. Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi mendalam yang
diberikan secara lisan dan spontan, tentang wawasan, pandangan atau aspek
kepribadian peserta didik.
c. Angket. Suatu teknik yang dipergunakan untuk memperoleh informasi yang berupa
data deskriptif. Teknik ini biasanya berupa angket sikap (attitude questionnaires).
d. Work sample analysis (analisa sampel kerja). Digunakan untuk mengkaji respon yang
benar dan tidak benar yang dibuat siswa dalam pekerjaannya dan hasilnya berupa
informasi mengenai kesalahan atau jawaban benar yang sering dibuat siswa
berdasarkan jumlah, tipe, pola, dan lain sebagainya.
e. Task analysis (analisis tugas). Dipergunakan untuk menentukan komponen utama dari
suatu tugas dan menyusun skills dengan urutan yang sesuai dan hasilnya berupa
daftar komponen tugas dan daftar skills yang diperlukan.
f. Checklist dan rating scales. Dilakukan untuk mengumpulkan informasi dalam bentuk
semi terstruktur, yang sulit dilakukan dengan teknik lain dan data yang dihasilkan bisa
kuantitatif ataupun kualitatif, tergantung format yang dipergunakan.
g. Portofolio. Portofolio adalah kumpulan dokumen dan karya-karya peserta didik dalam
karya tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat, perkembangan belajar
dan prestasi siswa.
h. Komposisi dan presentasi. Peserta didik menulis dan menyajikan karyanya.
i. Proyek individu dan kelompok
2. Tes
Tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk memperoleh
informasi tentang sifat (trait) atau atribut pendidikan yang setiap butir pertanyaan tersebut
mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar (Suryanto Adi, dkk: 2009).Tes
adalah alat ukur indikator atau kompetensi tertentu untuk pemberian angka yang jelas dan
14
spesifik, sehingga hasilnya relatif ajeg bila dilakukan dalam kondisi yang relatif sama
(Wardani Naniek Sulistya 2012: 142). Menurut Poerwanti Endang (2008:4-9) jenis-jenis
tes adalah sebagai berikut.
a. Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan
1) Tes tertulis. Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam hal
soal maupun jawabannya.
2) Tes lisan. Pada tes lisan, baik pertanyaan maupun jawaban (response) semuanya
dalam bentuk lisan. Karenanya, tes lisan relatif tidak memiliki rambu-rambu
penyelenggaraan tes yang baku, karena itu, hasil dari tes lisan biasanya tidak
menjadi informasi pokok tetapi pelengkap dari instrumen asesmen yang lain.
3) Tes unjuk kerja. Pada tes ini peserta didik diminta untuk melakukan sesuatu
sebagai indikator pencapaian kompetensi yang berupa kemampuan psikomotor.
b. Jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya
1) Tes esei (essay-type test). Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa
mengorganisasikan gagasan-gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan
cara mengemukakannya dalam bentuk tulisan.
2) Tes jawaban pendek. Tes dapat digolongkan menjadi tes jawaban pendek jika
peserta tes diminta menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esei, tetapi
memberikan jawaban-jawaban pendek, dalam bentuk rangkaian kata-kata pendek,
kata-kata lepas maupun angka-angka.
3) Tes objektif. Tes objektif adalah tes yang keseluruhan informasi diperlukan untuk
menjawab tes yang telah tersedia. Oleh karenanya sering pula disebut dengan
istilah tes pilihan jawaban (selected response test).
Assessment Complete Sentences (ACS)
ACS adalah bentuk soal uraian jawaban singkat dengan melengkapi. ACS adalah
bentuk asesmen pembelajaran yang sederhana, siswa belajar melengkapi paragraf yang
belum sempurna dengan menggunakan kunci jawaban yang tersedia. Menurut Rachmad
Widodo dalam Wordpress.com 2009 ACS adalah teknik penilaian yang sesuai untuk mata
pelajaran IPS. Siswa belajar melengkapi paragraf yang belum sempurna dengan
menggunakan kunci jawaban yang tersedia. Media pembelajaran yang perlu dipersiapkan
15
adalah blangko isian berupa paragraf yang kalimatnya belum lengkap. Menurut Ilham dalam
(Edublog, 2007:1), ACS adalah teknik penilaian berbentuk tes uraian dengan melengkapi
kalimat. Adapun sintaks dalam pembelajaran adalah siapkan blangko isian berupa paragraf
yang kalimatnya belum lengkap, sampaikan kompetensi, siswa ditugaskan membaca wacana,
guru membentuk kelompok, LKS dibagikan berupa paragraf yang kalimatnya belum lengkap,
siswa berkelompok melengkapi, presentasi.
Menurut Istarani (2011:58) teknik penilaian yang berbentuk complete sentences
merupakan rangkaian proses pembelajaran yang diawali dengan menyampaikan materi ajar
oleh guru, atau dengan penganalisaan terhadap modul yang telah dipersiapkan, pembagian
kelompok yang tidak boleh lebih dari tiga orang dengan kemampuan yang heterogen,
pemberian lembar kerja yang berisi paragraf yang belum lengkap, lalu diberikan kesempatan
kepada siswa untuk berdiskusi dan diakhiri dengan pengambilan kesimpulan.
Menurut Ilham dalam (Edublog, 2007:1) langkah-langkah ACS adalah sebagai berikut
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Guru menyampaikan materi secukupnya atau siswa disuruh membacakan buku atau
modul dengan waktu secukupnya.
3. Guru membentuk kelompok 2 atau 3 orang secara heterogen.
4. Guru membagikan lembar kerja berupa paragraf yang kalimatnya belum lengkap.
5. Siswa berdiskusi untuk melengkapi kalimat dengan kunci jawaban yang tersedia.
6. Siswa berdiskusi secara berkelompok..
7. Setelah jawaban didiskusikan, jawaban yang salah diperbaiki. Tiap peserta membaca
sampai mengerti atau hafal.
8. Kesimpulan.
Menurut Istarani (2011:58) langkah-langkah ACS adalah sebagai berikut:
1. Mempersiapkan lembar kerja siswa dan modul.
2. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
3. Guru menyampaikan materi secukupnya atau siswa disuruh membacakan buku atau
modul dengan waktu secukupnya.
4. Guru membentuk kelompok 2 atau 3 orang secara heterogen.
5. Guru membagikan lembar kerja berupa paragraf yang kalimatnya belum lengkap.
6. Peserta didik berdiskusi untuk melengkapi paragraf dengan kunci jawaban yang tersedia.
16
7. Peserta didik berdiskusi secara berkelompok.
Jadi langkah-langkah ACS dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Guru mempersiapkan lembar kerja siswa dan modul.
2. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
3. Guru menyampaikan materi secukupnya atau siswa disuruh membacakan buku atau
modul dengan waktu secukupnya.
4. Guru membentuk kelompok 2 atau 3 orang secara heterogen.
5. Guru membagikan lembar kerja berupa paragraf yang kalimatnya belum lengkap.
6. Peserta didik berdiskusi untuk melengkapi paragraf dengan kunci jawaban yang tersedia.
7. Peserta didik berdiskusi secara berkelompok.
8. Wakil dari kelompok siswa menyampaikan hasil diskusi kelompoknya.
9. Guru bersama siswa menyimpulkan materi pelajaran.
Dalam melaksanakan ACS, ada beberapa prinsip yang merupakan ciri dari ACS
yakni:
1. Soal yang disampaikan berupa kalimat yang belum lengkap, sehingga makna/ arti kalimat
tersebut belum dapat dimengerti.
2. Kalimat yang banyak dan saling berkaitan dalam sebuah paragraf, dan belum sempurna
serta belum dimengerti maknanya.
3. Kalimat dapat dilengkapi dengan pilihan kata yang disediakan.
4. Harus diisi dengan kata-kata tertentu, misal istilah keilmuan/ kata asing.
5. Jawaban dari kalimat yang belum lengkap itu sudah disediakan.
Kelebihan ACS adalah mudah dibuat guru, hanya dengan menghilangan satu kata
dalam kalimat. Siswa tidak perlu menjelaskan jawabannya, hanya perlu memadukan
rumpang/tidak jawabannya. Siswa diajarkan untuk mengerti dan hafal mengenai materi,
sehingga siswa akan lebih bersemangat dalam belajar. Konsentrasi siswa akan terfokus pada
pengerjaan soal-soal. Siswa tidak punya waktu lagi untuk mengganggu temannya karena
telah disibukkan dengan kegiatan pembelajaran. Materi akan mudah dipahami karena siswa
mendengar penjelasan guru kemudian mempraktikannnya. Proses pembelajaran akan lebih
menyenangkan sehingga anak tidak jenuh. Selain mempunyai keuntungan penerapan
asesmen tersebut juga mempunyai kerugian. Kerugian penerapan assesmen tersebut adalah
Guru harus benar-benar mempersiapkan soal-soal yang menantang. Siswa yang pandai akan
17
jenuh, karena menganggap soal terlalu mudah. Guru harus tanggap dan memberi soal
pengayaan kepada siswa yang cepat menguasai materi tersebut. Siswa kurang terpacu
mencari jawaban karena hanya cukup menebak kata, karena biasanya hanya kata hubung.
Kurang cocok untuk dipergunakan dalam setiap bidang studi.
Pembelajaran ini sebenarnya mempermudah guru namun terkadang gurunya kurang
inovatif dan kreatif dalam membuat soalnya. Dan siswanya kurang terpacu untuk mencari
jawabannya karena hanya tinggal menebak kata-kata yang rumpang yang jawabannya telah
disediakan. Apabila kita menemui kendala dalam menerapkan assesmen complete sentences
maka solusinya adalah Guru harus mempersiapkan soal-soal yang bervariasi pada materi
yang sama; Guru harus membagi waktu dengan efektif dalam skenario pembelajaran agar
pelaksanaan diskusi menjadi lancar.
2.2 Kajian Hasil-hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Anita Pujiningrum (2010) berjudul “Meningkatkan
Pemahaman Siswa Tentang Musyawarah Berdasarkan Suara Terbanyak Melalui Metode
Complete Sentences Di Kelas II Semester 2 SDN Tempur 03” Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pada pembelajaran sebelum siklus ketuntasan belajar siswa baru mencapai 30%.
Pada siklus I meningkat menjadi 65%, sedangkan pada akhir pembelajara siklus II meningkat
menjadi 93%. Kelebihan dari penelitian ini adalah terjadi peningkatan yang signifikan pada
ketuntasan belajar siswa yaitu menjadi 93 % pada akhir siklus II, sedangkan kekurangannya
adalah masih ada kendala ketika dilaksanakan pada siswa kelas II. Solusinya adalah guru
memberikan penjelasan yang cukup kepada siswa sebelum pelaksanaan pembelajaran
dengan ACS.
Penelitian lain dilakukan oleh Kiswati (2011) yang berjudul “Penggunaan Model
Pembelajaran Complete Sentences Dapat Meningkatkan Minat Belajar Siswa Dalam
Mengenal Jenis-Jenis Pekerjaan Dan Pentingnya Orang Harus Bekerja Melalui Metode Tanya
Jawab Di Kelas III SDN Sidomulyo 02 Pati”. Keberhasilan penerapan model pembelajaran
tersebut, nampak pada pembelajaran siklus I ketuntasan belajar meningkat menjadi 55%
dan Siklus II meningkat menjadi 90%. Kelebihannya adalah terjadi peningkatan ketuntasan
belajar siswa, sedangkan kekurangannya adalah minat belajar siswa kurang terukur dengan
baik karena kriterianya kurang jelas.
18
Senada dengan penelitian terdahulu dilakukan oleh Yuliawati Ma’sum (2012) berjudul
“Penerapan Model Complete Sentences Berbasis Gambar untuk Meningkatkan Kemampuan
Mendekripsikan Benda Siswa Kelas II SD Negeri Karang Besuki I Malang”. Hasil penelitian
menyimpulkan dengan menerapkan model complete sentences aktivitas siswa meningkat dari
87% pada siklus I dan 98% pada siklus II. Nilai rata-rata hasil belajar siswa juga meningkat
dari pra tindakan hanya 45,69, siklus I 59,6 dan Siklus II meningkat menjadi 89,69.
Keunggulan dari penelitian di atas adalah dari kegiatan mengisi paragraf yang kosong siswa
akan terdorong untuk mencari jawaban. Dengan adanya aktivitas siswa tersebut akan
meningkatkan hasil belajar siswa. Sedangkan kekurangannya adalah guru kurang dapat
memberikan varian soal yang berbeda karena harus memperhatikan keterkaitan antar
masing-masing kalimat dalam paragraf tersebut.
2.3 Kerangka Berpikir
Pembelajaran IPS yang telah dilakukan tidak memperhatikan aspek koqnitif, afektif,
dan psikomotorik sehingga penilaian terhadap siswa tidak memenuhi ketiga aspek tersebut
akibatnya hasil belajar siswa  KKM. Kondisi ini terjadi terus menerus, penilaian yang
dilakukan terhadap siswa tidak menyeluruh,
perlu ada perbaikan penilaian melalui
pengukuran pembelajaran dengan menggunakan ACS. Dalam ACS, siswa mendapat
pengalaman belajar melalui pengisian paragraf yang belum lengkap. Paragraf tersebut berisi
materi pelajaran yang sedang diajarkan. Dengan mengisi paragraf yang belum lengkap maka
siswa akan terbiasa untuk mencari jawaban atas paragraf yang belum lengkap tersebut,
sehingga aktifitas siswa ini dapat menaikkan hasil belajar. Kegiatan pembelajaran dapat
berhasil karena dipengaruhi oleh salah satu faktor yaitu asesmen pembelajaran. Pada
kenyataannya, dalam kegiatan pembelajaran masih banyak guru yang menggunakan model
pembelajaran konvensional. Pembelajaran yang berlangsung di kelas adalah pembelajaran
yang berpusat pada guru. Guru mendominasi seluruh waktu pembelajaran dengan
menyampaikan materi IPS melalui metode ceramah. Akibatnya pembelajaran yang
berlangsung siswa menerima materi pelajaran dengan pasif. Pada waktu guru menjelaskan
materi pelajaran pada kondisi ini guru tidak menyelipkan pertanyaan-pertanyaan yang harus
dijawab oleh siswa sehingga siswa cenderung pasif, mengantuk dan bermain sendiri. Pada
19
kondisi ini jika siswa diberi pertanyaan atau tes, hasil belajar yang diperoleh siswa masih
dibawah KKM < 80 karena siswa tidak dapat mengerjakan tes secara optimal.
Melihat kenyataan tersebut perlu dilakukan perbaikan dalam proses pembelajaran,
yaitu dengan menggunakan ACS. Asesmen ini diterapkan karena dapat meningkatkan hasil
belajar dan memancing siswa untuk bereksplorasi dalam mengisi paragraf yang kosong
sehingga siswa lebih rajin belajar dan akan berimbas pada hasil belajar IPS yang meningkat.
Berhubungan dengan hal di atas, maka guru perlu melakukan pemantapan tindakan yaitu
mengulang kembali dengan menerapkan ACS untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
optimal di atas KKM ≥ 80.
Dalam pembelajaran IPS yang konvensional, menunjukkan ketuntasan hasil belajar
0%. Pembelajaran yang berlangsung berpusat pada guru, dengan penilaian yang dilakukan
menggunakan tes. Kondisi seperti ini tidak dapat dibiarkan secara terus menerus, sehingga
perbaikan pembelajaran segera dilakukan. Salah satu upaya perbaikan pembelajaran adalah
dengan meningkatkan hasil belajar IPS dengan KD 3.4 Memahami kehidupan manusia dalam
kelembagaan sosial, ekonomi, pendidikan, dan budaya di masyarakat sekitar
Pembelajaran di desain dengan melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran
melalui ACS. ACS adalah salah satu tes yang berbentuk soal uraian jawaban singkat dengan
melengkapi paragraf yang belum sempurna dengan menggunakan kunci jawaban yang
tersedia. Dalam pembelajaran IPS, penggunaan ACS mengikuti langkah-langkah berikut:
1. Siswa menyimak kompetensi yang ingin dicapai.
2. Siswa menyimak materi kelembagaan sosial
3. Siswa membentuk kelompok terdiri dari 3 orang
4. Siswa menerima lembar kerja berupa paragraf yang kalimatnya belum lengkap.
5. Siswa berdiskusi melengkapi paragraf dengan kunci jawaban yang tersedia.
6. Kelompok menyampaikan hasil diskusi kelompoknya.
7. Siswa menyimpulkan materi pelajaran.
Dari langkah-langkah tersebut, maka hasil belajar akan diperoleh dari besarnya skor
aktivitas unjuk kerja dan skor hasil ACS. Jadi hasil belajar meliputi perilaku koqnitif, afektif dan
psikomotorik. Dari proses pembelajaran di atas diharapkan ada kerjasama antar siswa
dengan temannya dalam kelompok. Dengan adanya kerjasama yang efektif diharapkan akan
meningkatkan hasil belajar siswa dalam mencapai kompetensi yang telah ditetapkan.
20
Untuk lebih jelasnya kerangka berpikir dalam penelitian ini secara rinci disajikan
melalui gambar 2.1 sebagai berikut:
21
Pembelajaran IPS: KI. 3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati dan menanya
berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda
yang dijumpainya di rumah, di sekolah dan tempat bermain
Penilaian konvensional
Pembelajaran Konvensional
Hasil belajar tidak tuntas
Asesmen kognitif bentuk esei dan
obyektif
Pembelajaran IPS: KD.
3.4 Memahami kehidupan manusia dalam kelembagaan sosial, ekonomi,
pendidikan, dan budaya di masyarakat sekitar
Pembelajaran berpusat pada siswa
Assessment Complete Sentences
1. menyimak kompetensi
Unjuk kerja
2. Menyimak materi kelembagaan sosial di
Indonesia
Unjuk kerja
3. membentuk kelompok @3 orang
Unjuk kerja
4. menerima lembar kerja berupa paragraf
belum lengkap
Unjuk Kerja
5. berdiskusi melengkapi paragraf
Unjuk kerja
6. penyampaian hasil kelompok
Unjuk kerja
7. Membuat kesimpulan
Unjuk kerja
8. Tes formatif
Penilaian Proses Belajar
(skor unjuk kerja)
Hasil Belajar ≥ 80
Penilaian Hasil Belajar
(Skor tes formatif)
Gambar 2.1
Skema Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui ACS
22
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah diduga Assessment Complete Sentences (ACS)
dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas 4 SDN Gulangpongge 01 Gunungwungkal
Pati semester 1 tahun 2013/2014.
Download