as PDF - Achmad Farajallah

advertisement
Achmad Farajallah | Kolokium Rina Rodiana G34080063
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/kolokium-rina-rodiana-g34080063/
Kolokium Rina Rodiana G34080063
Rina Rodiana, Dyah Perwitasari, dan Achmad Farajallah. 2011. Morfogenetik Kucing di Kecamatan Wonogiri,
Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Kolokium disampaikan tanggal 24 November 2011. Departemen Biologi
FMIPA IPB
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kucing telah mengalami domestikasi sekitar 3000 sampai 4000 tahun yang lalu pada zaman Mesir kuno. Kucing yang telah
mengalami domestikasi dikenal dengan nama ilmiah Felis domesticus. Felis domesticus merupakan hasil domestikasi dari
Felis sylvestris (kucing liar Eropa) (Feldhamer 1999). Felis domesticus termasuk ke dalam kelas Mammalia, ordo Carnivora,
famili Felidae (Dattilo 2000). Kucing dimanfaatkan manusia untuk memburu dan mengusir tikus yang berkeliaran di
lingkungan rumah serta dijadikan sebagai hewan peliharaan (Robinson 1999).
Morfogenetik pada kucing dapat digunakan untuk menduga frekuensi alel yang mengendalikan ekspresi variasi karakter
morfologi dalam suatu populasi kucing (Nozawa et al. 2004). Lokus kucing domestik yang memiliki hubungan dominan-resesif
antar alel antara lain: A~a, B~b~bl, C~cb~cs~ca~c, D~d, i~I, L~l, m~M, o~O, s~S, Ta~T~tb, w~W (Wright & Walters 1980).
Variasi alel pada lokus tersebut menyebabkan variasi pada warna, pola warna, panjang rambut dan ekor. Variasi warna
rambut pada mamalia berdasarkan modifikasi genetik dari dua pigmen dasar yaitu eumelanin dan phaeomelanin. Eumelanin
memproduksi warna hitam atau cokelat, sedangkan phaeomelanin memproduksi warna merah, oranye, atau kuning (Robinson
1999).
Penelitian Kawamoto dan Nozawa (1998) menyatakan bahwa populasi kucing di Malaysia memiliki frekuensi alel dilution (d)
dan color-point (cs) lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia. Nozawa et al. (2004) juga menemukan gen mutan color-point
(cs) di Myanmar, diduga karena adanya migrasi kucing dari Thailand. Penelitian lebih lanjut oleh Nozawa et al. (2004)
menyatakan bahwa populasi kucing di Filipina memiliki kesamaan karakter dengan kucing di Asia Tenggara. Kesamaan
karakter tersebut antara lain tingginya frekuensi alel gen warna oranye (O) dan kinky-tail, kehadiran alel Abyssinian (Ta), dan
ketiadaan alel blotched tabby (tb). Keragaman gen yang terdapat pada suatu populasi dapat dihitung berdasarkan nilai
heterozigositas (h) dan heterozigositas rataan () (Nei 1987).
Panjang rambut dikendalikan oleh gen panjang rambut (lokus L~l) dan panjang ekor dikendalikan oleh gen Manx (lokus m~M)
(Wright & Walters 1980). Gen warna oranye (lokus o~O) terpaut kromosom X, dan akan menghasilkan karakter tortoiseshell
jika genotipe heterozigot (Oo) yang umumnya betina. Gen agouti (lokus A~a) menghasilkan warna hitam pada ujung rambut
dan warna kuning pada dasar rambut. Gen tabby yang terdiri dari Abyssinian (Ta), mackerel (T), dan blotched (tb) merupakan
variasi pola warna pada rambut kucing (Robinson 1999). Gen S (lokus s~S) menyebabkan adanya daerah putih dan bersifat
dominan (Wright & Walters 1980).
Gen B (lokus B~b~bl) merupakan gen penyandi warna hitam dan bersifat dominan dibandingkan alel b (warna cokelat) dan
alel bl (cokelat terang). Gen I (lokus i~I) menekan perkembangan pigmen pada rambut kucing. Gen W (lokus w~W) akan
menghasilkan warna dominan putih dengan tiga variasi warna iris mata, yaitu biru, bukan biru, dan odd eyed. Gen C
menghasilkan pigmentasi penuh dan mutasi gen tersebut menghasilkan warna burmese (cb), siamese (cs), blue eyed albino (c
a), dan albino atau tidak berpigmen (c). Gen D (lokus D~d) akan mengekspresikan pigmentasi pekat dan bila dalam keadaan
homozigot resesif (dd) akan mengekspresikan pigmentasi pudar (Robinson 1999).
Tujuan
Penelitian ini bertujuan menduga keragaman kucing (Felis domesticus) di Kecamatan Wonogiri berdasarkan karakter
morfologi seperti warna, pola warna, panjang rambut dan ekor.
BAHAN DAN METODE
page 1 / 10
Achmad Farajallah | Kolokium Rina Rodiana G34080063
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/kolokium-rina-rodiana-g34080063/
Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilakukan mulai bulan Februari sampai Mei 2012. Pengambilan gambar kucing akan dilakukan di
Kecamatan Wonogiri yang terdiri atas 9 desa (Sendang, Pokoh Kidul, Purworejo, Bulusulur, Purwosari, Manjung, Sonoharjo,
Wonoharjo, Wonokerto) dan 6 kelurahan (Giriwono, Wonokarto, Wonoboyo, Giripurwo, Giritirto, Wuryorejo). Luas wilayah
Kecamatan Wonogiri yaitu 82.92 ha.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan untuk analisis morfogenetik adalah gambar kucing (Felis domesticus) yang diambil dengan
menggunakan kamera digital BenQ tipe DC E1250.
Metode
Pengambilan gambar kucing dengan cara road sampling yaitu berjalan pada setiap lokasi yang telah ditentukan (Ratti &
Garton 1996). Waktu pengambilan gambar dilakukan antara pukul 07.30-11.00 dan pukul 15.00-17.00 WIB. Lokasi, waktu,
dan jenis kelamin kucing dicatat saat pengambilan gambar. Pengambilan gambar tersebut hanya dilakukan sekali pada setiap
ruas jalan untuk menghindari pengulangan. Data gambar yang telah diperoleh dicatat berdasarkan karakter morfologi yang
meliputi warna, pola warna, panjang rambut dan ekor. Terdapat 11 lokus yang diamati berdasarkan karakter morfologi
tersebut, antara lain: A~a, B~b~bl, C~cb~cs~ca~c, D~d, i~I, L~l, m~M, o~O, s~S, Ta~T~tb, w~W. Kemudian dikonversi ke
dalam notasi-notasi alel yang mengacu pada Wright and Walters (1980). Perhitungan frekuensi alel dilakukan menggunakan
metode square root dan maximum likelihood.
Frekuensi alel untuk gen autosom dihitung dengan metode square root (lokus A~a, B~b~bl, C~cb~cs~ca~c, D~d, i~I, L~l,
s~S, Ta~T~tb, w~W). Jumlah individu yang menunjukkan karakter dominan adalah D, sedangkan karakter resesif adalah R,
sehingga diperoleh jumlah individu total n=D+R. Frekuensi alel resesif qx dihitung dengan dan frekuensi alel dominan px dihitung dengan 1-qx, standar eror untuk perhitungan frekuensi alel adalah
Lokus o~O yang terpaut kromosom X, akan menunjukkan tiga macam fenotipe yaitu oranye (a1), tortoiseshell (a2), dan bukan
oranye (a3) dengan jumlah a1+a2+a3=n. Frekuensi alel dapat ditentukan dengan metode maximum likelihood dengan asumsi
perbandingan jantan-betina adalah 1:1, yaitu dengan cara: Perhitungan standar eror ditentukan dengan cara:
Ekspresi karakter ekor pendek diduga bersifat poligen, frekuensi alel ekor pendek (qM) dan ekor normal (qm) dalam suatu
populasi dihitung dengan cara: qM=D/n, (D= jumlah individu dengan ekor pendek); qm=1-qM. Standar eror ditentukan dengan
cara:. Nilai heterozigositas (h) dan nilai heterozigositas rataan () yang diperlukan untuk mengetahui keragaman suatu alel
dalam suatu populasi dihitung dengan cara: hi=2n(1-Σxi2)/2n-1 ; =Σhi/nh, (hi=nilai heterozigositas lokus i, xi=frekuensi alel dari
lokus i, nh=jumlah lokus yang diperoleh). Standar eror untuk kedua nilai tersebut dapat ditentukan dengan cara:
page 2 / 10
Achmad Farajallah | Kolokium Rina Rodiana G34080063
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/kolokium-rina-rodiana-g34080063/
(Nei 1987).
RENCANA PENELITIAN
DAFTAR PUSTAKA
Dattilo B. 2000. The Classification of Living Things (Taxonomy).
[terhubung berkala]. http://faculty.weber.edu/bdattilo/fossils/notes/classification.html [2 Nov
2011].
Feldhamer GA. 1999. Mammalogy: Adaptation, Diversity, and Ecology. America: McGraw-Hill Companies.
Kawamoto Y, Nozawa K. 1998. Coat-color and other morphogenetic variations of the cats in Malaysia. Rep. Soc. Res. Native
Livestock 16:161-172.
Nei M. 1987. Molecular Evolutionary Genetics. New York: Columbia University Press.
Nozawa K et al. 2004. Coat-color and other morphogenetic polymorphisms in the cats of Myanmar. Rep. Soc. Res. Native
Livestock 21:245-256.
Nozawa K, Masangkay JS, Kawamoto Y, Tanaka H, Namikawa T. 2004. Morphogenetic traits and gene frequencies of the feral
cats in the Philippines. Rep. Soc. Res. Native Livestock 21:275- 295.
Ratti JT, Garton EO. 1996. Research and experimental design. Di dalam: Bookhout TA, editor. Research and Management
Techniques for Wildlife and Habitats. USA: Allen Press. hlm 1–23.
Vella CM, Shelton LM, McGonagle JJ, Stanglein TW. 1999. Robinson’s Genetics for Cat Breeders and Veterinarians. Ed ke-4.
London: Reed Educational and Professional Publishing Ltd.
page 3 / 10
Achmad Farajallah | Kolokium Rina Rodiana G34080063
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/kolokium-rina-rodiana-g34080063/
Wright M, Walters S. 1980. The Book of The Cat. London: Pan Book Ltd.
Rina Rodiana, Dyah Perwitasari, dan Achmad Farajallah. 2011. Morfogenetik Kucing di Kecamatan Wonogiri,
Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Kolokium disampaikan tanggal 24 November 2011. Departemen Biologi
FMIPA IPB
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kucing telah mengalami domestikasi sekitar 3000 sampai 4000 tahun yang lalu pada zaman Mesir kuno. Kucing yang telah
mengalami domestikasi dikenal dengan nama ilmiah Felis domesticus. Felis domesticus merupakan hasil domestikasi dari
Felis sylvestris (kucing liar Eropa) (Feldhamer 1999). Felis domesticus termasuk ke dalam kelas Mammalia, ordo Carnivora,
famili Felidae (Dattilo 2000). Kucing dimanfaatkan manusia untuk memburu dan mengusir tikus yang berkeliaran di
lingkungan rumah serta dijadikan sebagai hewan peliharaan (Robinson 1999).
Morfogenetik pada kucing dapat digunakan untuk menduga frekuensi alel yang mengendalikan ekspresi variasi karakter
morfologi dalam suatu populasi kucing (Nozawa et al. 2004). Lokus kucing domestik yang memiliki hubungan dominan-resesif
antar alel antara lain: A~a, B~b~bl, C~cb~cs~ca~c, D~d, i~I, L~l, m~M, o~O, s~S, Ta~T~tb, w~W (Wright & Walters 1980).
Variasi alel pada lokus tersebut menyebabkan variasi pada warna, pola warna, panjang rambut dan ekor. Variasi warna
rambut pada mamalia berdasarkan modifikasi genetik dari dua pigmen dasar yaitu eumelanin dan phaeomelanin. Eumelanin
memproduksi warna hitam atau cokelat, sedangkan phaeomelanin memproduksi warna merah, oranye, atau kuning (Robinson
1999).
Penelitian Kawamoto dan Nozawa (1998) menyatakan bahwa populasi kucing di Malaysia memiliki frekuensi alel dilution (d)
dan color-point (cs) lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia. Nozawa et al. (2004) juga menemukan gen mutan color-point
(cs) di Myanmar, diduga karena adanya migrasi kucing dari Thailand. Penelitian lebih lanjut oleh Nozawa et al. (2004)
menyatakan bahwa populasi kucing di Filipina memiliki kesamaan karakter dengan kucing di Asia Tenggara. Kesamaan
karakter tersebut antara lain tingginya frekuensi alel gen warna oranye (O) dan kinky-tail, kehadiran alel Abyssinian (Ta), dan
ketiadaan alel blotched tabby (tb). Keragaman gen yang terdapat pada suatu populasi dapat dihitung berdasarkan nilai
heterozigositas (h) dan heterozigositas rataan () (Nei 1987).
Panjang rambut dikendalikan oleh gen panjang rambut (lokus L~l) dan panjang ekor dikendalikan oleh gen Manx (lokus m~M)
(Wright & Walters 1980). Gen warna oranye (lokus o~O) terpaut kromosom X, dan akan menghasilkan karakter tortoiseshell
jika genotipe heterozigot (Oo) yang umumnya betina. Gen agouti (lokus A~a) menghasilkan warna hitam pada ujung rambut
dan warna kuning pada dasar rambut. Gen tabby yang terdiri dari Abyssinian (Ta), mackerel (T), dan blotched (tb) merupakan
variasi pola warna pada rambut kucing (Robinson 1999). Gen S (lokus s~S) menyebabkan adanya daerah putih dan bersifat
dominan (Wright & Walters 1980).
Gen B (lokus B~b~bl) merupakan gen penyandi warna hitam dan bersifat dominan dibandingkan alel b (warna cokelat) dan
alel bl (cokelat terang). Gen I (lokus i~I) menekan perkembangan pigmen pada rambut kucing. Gen W (lokus w~W) akan
menghasilkan warna dominan putih dengan tiga variasi warna iris mata, yaitu biru, bukan biru, dan odd eyed. Gen C
menghasilkan pigmentasi penuh dan mutasi gen tersebut menghasilkan warna burmese (cb), siamese (cs), blue eyed albino (c
a), dan albino atau tidak berpigmen (c). Gen D (lokus D~d) akan mengekspresikan pigmentasi pekat dan bila dalam keadaan
homozigot resesif (dd) akan mengekspresikan pigmentasi pudar (Robinson 1999).
Tujuan
Penelitian ini bertujuan menduga keragaman kucing (Felis domesticus) di Kecamatan Wonogiri berdasarkan karakter
morfologi seperti warna, pola warna, panjang rambut dan ekor.
BAHAN DAN METODE
page 4 / 10
Achmad Farajallah | Kolokium Rina Rodiana G34080063
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/kolokium-rina-rodiana-g34080063/
Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilakukan mulai bulan Februari sampai Mei 2012. Pengambilan gambar kucing akan dilakukan di
Kecamatan Wonogiri yang terdiri atas 9 desa (Sendang, Pokoh Kidul, Purworejo, Bulusulur, Purwosari, Manjung, Sonoharjo,
Wonoharjo, Wonokerto) dan 6 kelurahan (Giriwono, Wonokarto, Wonoboyo, Giripurwo, Giritirto, Wuryorejo). Luas wilayah
Kecamatan Wonogiri yaitu 82.92 ha.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan untuk analisis morfogenetik adalah gambar kucing (Felis domesticus) yang diambil dengan
menggunakan kamera digital BenQ tipe DC E1250.
Metode
Pengambilan gambar kucing dengan cara road sampling yaitu berjalan pada setiap lokasi yang telah ditentukan (Ratti &
Garton 1996). Waktu pengambilan gambar dilakukan antara pukul 07.30-11.00 dan pukul 15.00-17.00 WIB. Lokasi, waktu,
dan jenis kelamin kucing dicatat saat pengambilan gambar. Pengambilan gambar tersebut hanya dilakukan sekali pada setiap
ruas jalan untuk menghindari pengulangan. Data gambar yang telah diperoleh dicatat berdasarkan karakter morfologi yang
meliputi warna, pola warna, panjang rambut dan ekor. Terdapat 11 lokus yang diamati berdasarkan karakter morfologi
tersebut, antara lain: A~a, B~b~bl, C~cb~cs~ca~c, D~d, i~I, L~l, m~M, o~O, s~S, Ta~T~tb, w~W. Kemudian dikonversi ke
dalam notasi-notasi alel yang mengacu pada Wright and Walters (1980). Perhitungan frekuensi alel dilakukan menggunakan
metode square root dan maximum likelihood.
Frekuensi alel untuk gen autosom dihitung dengan metode square root (lokus A~a, B~b~bl, C~cb~cs~ca~c, D~d, i~I, L~l,
s~S, Ta~T~tb, w~W). Jumlah individu yang menunjukkan karakter dominan adalah D, sedangkan karakter resesif adalah R,
sehingga diperoleh jumlah individu total n=D+R. Frekuensi alel resesif qx dihitung dengan dan frekuensi alel dominan px dihitung dengan 1-qx, standar eror untuk perhitungan frekuensi alel adalah
Lokus o~O yang terpaut kromosom X, akan menunjukkan tiga macam fenotipe yaitu oranye (a1), tortoiseshell (a2), dan bukan
oranye (a3) dengan jumlah a1+a2+a3=n. Frekuensi alel dapat ditentukan dengan metode maximum likelihood dengan asumsi
perbandingan jantan-betina adalah 1:1, yaitu dengan cara: Perhitungan standar eror ditentukan dengan cara:
Ekspresi karakter ekor pendek diduga bersifat poligen, frekuensi alel ekor pendek (qM) dan ekor normal (qm) dalam suatu
populasi dihitung dengan cara: qM=D/n, (D= jumlah individu dengan ekor pendek); qm=1-qM. Standar eror ditentukan dengan
cara:. Nilai heterozigositas (h) dan nilai heterozigositas rataan () yang diperlukan untuk mengetahui keragaman suatu alel
dalam suatu populasi dihitung dengan cara: hi=2n(1-Σxi2)/2n-1 ; =Σhi/nh, (hi=nilai heterozigositas lokus i, xi=frekuensi alel dari
lokus i, nh=jumlah lokus yang diperoleh). Standar eror untuk kedua nilai tersebut dapat ditentukan dengan cara:
page 5 / 10
Achmad Farajallah | Kolokium Rina Rodiana G34080063
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/kolokium-rina-rodiana-g34080063/
(Nei 1987).
RENCANA PENELITIAN
DAFTAR PUSTAKA
Dattilo B. 2000. The Classification of Living Things (Taxonomy).
[terhubung berkala]. http://faculty.weber.edu/bdattilo/fossils/notes/classification.html [2 Nov
2011].
Feldhamer GA. 1999. Mammalogy: Adaptation, Diversity, and Ecology. America: McGraw-Hill Companies.
Kawamoto Y, Nozawa K. 1998. Coat-color and other morphogenetic variations of the cats in Malaysia. Rep. Soc. Res. Native
Livestock 16:161-172.
Nei M. 1987. Molecular Evolutionary Genetics. New York: Columbia University Press.
Nozawa K et al. 2004. Coat-color and other morphogenetic polymorphisms in the cats of Myanmar. Rep. Soc. Res. Native
Livestock 21:245-256.
Nozawa K, Masangkay JS, Kawamoto Y, Tanaka H, Namikawa T. 2004. Morphogenetic traits and gene frequencies of the feral
cats in the Philippines. Rep. Soc. Res. Native Livestock 21:275- 295.
Ratti JT, Garton EO. 1996. Research and experimental design. Di dalam: Bookhout TA, editor. Research and Management
Techniques for Wildlife and Habitats. USA: Allen Press. hlm 1–23.
Vella CM, Shelton LM, McGonagle JJ, Stanglein TW. 1999. Robinson’s Genetics for Cat Breeders and Veterinarians. Ed ke-4.
London: Reed Educational and Professional Publishing Ltd.
page 6 / 10
Achmad Farajallah | Kolokium Rina Rodiana G34080063
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/kolokium-rina-rodiana-g34080063/
Wright M, Walters S. 1980. The Book of The Cat. London: Pan Book Ltd.
Rina Rodiana, Dyah Perwitasari, dan Achmad Farajallah. 2011. Morfogenetik Kucing di Kecamatan Wonogiri,
Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Kolokium disampaikan tanggal 24 November 2011. Departemen Biologi
FMIPA IPB
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kucing telah mengalami domestikasi sekitar 3000 sampai 4000 tahun yang lalu pada zaman Mesir kuno. Kucing yang telah
mengalami domestikasi dikenal dengan nama ilmiah Felis domesticus. Felis domesticus merupakan hasil domestikasi dari
Felis sylvestris (kucing liar Eropa) (Feldhamer 1999). Felis domesticus termasuk ke dalam kelas Mammalia, ordo Carnivora,
famili Felidae (Dattilo 2000). Kucing dimanfaatkan manusia untuk memburu dan mengusir tikus yang berkeliaran di
lingkungan rumah serta dijadikan sebagai hewan peliharaan (Robinson 1999).
Morfogenetik pada kucing dapat digunakan untuk menduga frekuensi alel yang mengendalikan ekspresi variasi karakter
morfologi dalam suatu populasi kucing (Nozawa et al. 2004). Lokus kucing domestik yang memiliki hubungan dominan-resesif
antar alel antara lain: A~a, B~b~bl, C~cb~cs~ca~c, D~d, i~I, L~l, m~M, o~O, s~S, Ta~T~tb, w~W (Wright & Walters 1980).
Variasi alel pada lokus tersebut menyebabkan variasi pada warna, pola warna, panjang rambut dan ekor. Variasi warna
rambut pada mamalia berdasarkan modifikasi genetik dari dua pigmen dasar yaitu eumelanin dan phaeomelanin. Eumelanin
memproduksi warna hitam atau cokelat, sedangkan phaeomelanin memproduksi warna merah, oranye, atau kuning (Robinson
1999).
Penelitian Kawamoto dan Nozawa (1998) menyatakan bahwa populasi kucing di Malaysia memiliki frekuensi alel dilution (d)
dan color-point (cs) lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia. Nozawa et al. (2004) juga menemukan gen mutan color-point
(cs) di Myanmar, diduga karena adanya migrasi kucing dari Thailand. Penelitian lebih lanjut oleh Nozawa et al. (2004)
menyatakan bahwa populasi kucing di Filipina memiliki kesamaan karakter dengan kucing di Asia Tenggara. Kesamaan
karakter tersebut antara lain tingginya frekuensi alel gen warna oranye (O) dan kinky-tail, kehadiran alel Abyssinian (Ta), dan
ketiadaan alel blotched tabby (tb). Keragaman gen yang terdapat pada suatu populasi dapat dihitung berdasarkan nilai
heterozigositas (h) dan heterozigositas rataan () (Nei 1987).
Panjang rambut dikendalikan oleh gen panjang rambut (lokus L~l) dan panjang ekor dikendalikan oleh gen Manx (lokus m~M)
(Wright & Walters 1980). Gen warna oranye (lokus o~O) terpaut kromosom X, dan akan menghasilkan karakter tortoiseshell
jika genotipe heterozigot (Oo) yang umumnya betina. Gen agouti (lokus A~a) menghasilkan warna hitam pada ujung rambut
dan warna kuning pada dasar rambut. Gen tabby yang terdiri dari Abyssinian (Ta), mackerel (T), dan blotched (tb) merupakan
variasi pola warna pada rambut kucing (Robinson 1999). Gen S (lokus s~S) menyebabkan adanya daerah putih dan bersifat
dominan (Wright & Walters 1980).
Gen B (lokus B~b~bl) merupakan gen penyandi warna hitam dan bersifat dominan dibandingkan alel b (warna cokelat) dan
alel bl (cokelat terang). Gen I (lokus i~I) menekan perkembangan pigmen pada rambut kucing. Gen W (lokus w~W) akan
menghasilkan warna dominan putih dengan tiga variasi warna iris mata, yaitu biru, bukan biru, dan odd eyed. Gen C
menghasilkan pigmentasi penuh dan mutasi gen tersebut menghasilkan warna burmese (cb), siamese (cs), blue eyed albino (c
a), dan albino atau tidak berpigmen (c). Gen D (lokus D~d) akan mengekspresikan pigmentasi pekat dan bila dalam keadaan
homozigot resesif (dd) akan mengekspresikan pigmentasi pudar (Robinson 1999).
Tujuan
Penelitian ini bertujuan menduga keragaman kucing (Felis domesticus) di Kecamatan Wonogiri berdasarkan karakter
morfologi seperti warna, pola warna, panjang rambut dan ekor.
BAHAN DAN METODE
page 7 / 10
Achmad Farajallah | Kolokium Rina Rodiana G34080063
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/kolokium-rina-rodiana-g34080063/
Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilakukan mulai bulan Februari sampai Mei 2012. Pengambilan gambar kucing akan dilakukan di
Kecamatan Wonogiri yang terdiri atas 9 desa (Sendang, Pokoh Kidul, Purworejo, Bulusulur, Purwosari, Manjung, Sonoharjo,
Wonoharjo, Wonokerto) dan 6 kelurahan (Giriwono, Wonokarto, Wonoboyo, Giripurwo, Giritirto, Wuryorejo). Luas wilayah
Kecamatan Wonogiri yaitu 82.92 ha.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan untuk analisis morfogenetik adalah gambar kucing (Felis domesticus) yang diambil dengan
menggunakan kamera digital BenQ tipe DC E1250.
Metode
Pengambilan gambar kucing dengan cara road sampling yaitu berjalan pada setiap lokasi yang telah ditentukan (Ratti &
Garton 1996). Waktu pengambilan gambar dilakukan antara pukul 07.30-11.00 dan pukul 15.00-17.00 WIB. Lokasi, waktu,
dan jenis kelamin kucing dicatat saat pengambilan gambar. Pengambilan gambar tersebut hanya dilakukan sekali pada setiap
ruas jalan untuk menghindari pengulangan. Data gambar yang telah diperoleh dicatat berdasarkan karakter morfologi yang
meliputi warna, pola warna, panjang rambut dan ekor. Terdapat 11 lokus yang diamati berdasarkan karakter morfologi
tersebut, antara lain: A~a, B~b~bl, C~cb~cs~ca~c, D~d, i~I, L~l, m~M, o~O, s~S, Ta~T~tb, w~W. Kemudian dikonversi ke
dalam notasi-notasi alel yang mengacu pada Wright and Walters (1980). Perhitungan frekuensi alel dilakukan menggunakan
metode square root dan maximum likelihood.
Frekuensi alel untuk gen autosom dihitung dengan metode square root (lokus A~a, B~b~bl, C~cb~cs~ca~c, D~d, i~I, L~l,
s~S, Ta~T~tb, w~W). Jumlah individu yang menunjukkan karakter dominan adalah D, sedangkan karakter resesif adalah R,
sehingga diperoleh jumlah individu total n=D+R. Frekuensi alel resesif qx dihitung dengan dan frekuensi alel dominan px dihitung dengan 1-qx, standar eror untuk perhitungan frekuensi alel adalah
Lokus o~O yang terpaut kromosom X, akan menunjukkan tiga macam fenotipe yaitu oranye (a1), tortoiseshell (a2), dan bukan
oranye (a3) dengan jumlah a1+a2+a3=n. Frekuensi alel dapat ditentukan dengan metode maximum likelihood dengan asumsi
perbandingan jantan-betina adalah 1:1, yaitu dengan cara: Perhitungan standar eror ditentukan dengan cara:
Ekspresi karakter ekor pendek diduga bersifat poligen, frekuensi alel ekor pendek (qM) dan ekor normal (qm) dalam suatu
populasi dihitung dengan cara: qM=D/n, (D= jumlah individu dengan ekor pendek); qm=1-qM. Standar eror ditentukan dengan
cara:. Nilai heterozigositas (h) dan nilai heterozigositas rataan () yang diperlukan untuk mengetahui keragaman suatu alel
dalam suatu populasi dihitung dengan cara: hi=2n(1-Σxi2)/2n-1 ; =Σhi/nh, (hi=nilai heterozigositas lokus i, xi=frekuensi alel dari
lokus i, nh=jumlah lokus yang diperoleh). Standar eror untuk kedua nilai tersebut dapat ditentukan dengan cara:
page 8 / 10
Achmad Farajallah | Kolokium Rina Rodiana G34080063
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/kolokium-rina-rodiana-g34080063/
(Nei 1987).
RENCANA PENELITIAN
DAFTAR PUSTAKA
Dattilo B. 2000. The Classification of Living Things (Taxonomy).
[terhubung berkala]. http://faculty.weber.edu/bdattilo/fossils/notes/classification.html [2 Nov
2011].
Feldhamer GA. 1999. Mammalogy: Adaptation, Diversity, and Ecology. America: McGraw-Hill Companies.
Kawamoto Y, Nozawa K. 1998. Coat-color and other morphogenetic variations of the cats in Malaysia. Rep. Soc. Res. Native
Livestock 16:161-172.
Nei M. 1987. Molecular Evolutionary Genetics. New York: Columbia University Press.
Nozawa K et al. 2004. Coat-color and other morphogenetic polymorphisms in the cats of Myanmar. Rep. Soc. Res. Native
Livestock 21:245-256.
Nozawa K, Masangkay JS, Kawamoto Y, Tanaka H, Namikawa T. 2004. Morphogenetic traits and gene frequencies of the feral
cats in the Philippines. Rep. Soc. Res. Native Livestock 21:275- 295.
Ratti JT, Garton EO. 1996. Research and experimental design. Di dalam: Bookhout TA, editor. Research and Management
Techniques for Wildlife and Habitats. USA: Allen Press. hlm 1–23.
Vella CM, Shelton LM, McGonagle JJ, Stanglein TW. 1999. Robinson’s Genetics for Cat Breeders and Veterinarians. Ed ke-4.
London: Reed Educational and Professional Publishing Ltd.
page 9 / 10
Achmad Farajallah | Kolokium Rina Rodiana G34080063
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/kolokium-rina-rodiana-g34080063/
Wright M, Walters S. 1980. The Book of The Cat. London: Pan Book Ltd.
page 10 / 10
Download