pengaruh self congruity terhadap niat perilaku dengan experiential

advertisement
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 37-56
PENGARUH SELF CONGRUITY TERHADAP NIAT
PERILAKU DENGAN EXPERIENTIAL VALUE SEBAGAI
VARIABEL MEDIASI (PADA WISATAWAN DESTINASI
WISATA KOTA BANDA ACEH)
ELLA PUTRI MAGHFIRA1, FARID2
1,2)
Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Syiah Kuala
e-mail: [email protected]
ABSTRACT
This aims of this study are to investigate the effect of self congruity, and
experiential value on behavioral intentions. The tourist destination city of Banda Aceh
travel is a taken as a sample in this study. The method of this study employed questionnairs
as an instrument. Total sampling is applied as the study’s convenience technique.
Hierarchical Linear Modelling methods of analysis are used to determine the influence of
the variables involved. The results of this study indicate that self congruity have positive
effect on behavioral intentions, self congruity have positive influence on experiential value
and experiential value positive effect on behavioral intentions. This study also shows that
self congruity influential significantly against experiential value nor against behavioral
intentions. In addition abtained results that experiential value has partial mediated the
effect of self congruity effect to behavioral intentions.
Keywords: Self Congruity, Experiential Value, Behavioral Intentions
PENDAHULUAN
Pariwisata atau turisme adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk
rekreasi atau liburan, dan juga persiapan yang dilakukan untuk aktivitas ini.
Pariwisata juga merupakan komoditas yang dibutuhkan oleh setiap individu.
Alasannya, karena aktivitas berwisata bagi seorang individu dapat meningkatkan
daya kreatif, menghilangkan kejenuhan kerja, relaksasi, berbelanja, bisnis,
mengetahui peninggalan sejarah dan budaya suatu etnik tertentu, kesehatan dan
pariwisata spiritualisme. Dengan meningkatnya waktu luang sebagai akibat lebih
singkatnya hari kerja dan didukung oleh meningkatnya penghasilan maka aktivitas
kepariwisataan akan semakin meningkat (Yuwana, 2010).
Menurut Soekadijo (2001) wisatawan adalah orang yang mengadakan
perjalanan dari tempat kediamannya tanpa menetap di tempat yang didatanginya,
atau hanya untuk sementara waktu tinggal ditempat yang didatanginya. Mereka
37
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 37-56
yang dianggap sebagai wisatawan adalah orang yang melakukan kesenangan,
karena alasan kesehatan dan sebagainya: orang yang melakukan perjalanan untuk
pertemuan-pertemuan atau dalam kapasitasnya sebagai perwakilan (ilmu
pengetahuan, administrasi, diplomatik, keagamaan, atlit dan alasan bisnis) (Foster,
D 1987, dalam Sukarsa 1999).
Pengertian pariwisata berdasarkan Undang-Undang RI No.10 Tahun 2009,
tentang kepariwisataan, disebutkan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan
wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh
masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Kepariwisataan
adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata yang bersifat
multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap
orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dengan masyarakat setempat,
sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah dan pengusaha.
Definisi yang lebih lengkap, turisme adalah industri jasa. Mereka
menangani jasa mulai dari transportasi, jasa keramahan, tempat tinggal, makanan,
minuman, dan jasa bersangkutan lainnya seperti bank, asuransi, keamanan, dan
lain-lain. Kemudian juga menawarkan tempat istirahat, budaya, pelarian,
petualangan, dan pengalaman baru yang berbeda lainnya. Banyak negara,
bergantung banyak dari industri pariwisata ini sebagai sumber pajak dan
pendapatan untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Sektor
pariwisata merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu
sumber pendapatan daerah. Usaha memperbesar pendapatan asli daerah, maka
program pengembangan dan pemanfaatan sumber daya dan potensi pariwisata
daerah diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi.
Pariwisata dipandang sebagai kegiatan yang mempunyai multidimensi dari
rangkaian suatu proses pembangunan.
Pembangunan sektor pariwisata menyangkut aspek sosial budaya, ekonomi
dan politik (Spillane, 1994 :14). Hal tersebut sejalan dengan yang tercantum dalam
Undang-Undang Nomor10 tahun 2009 Tentang Kepariwisataan yang menyatakan
bahwa Penyelenggaraan Kepariwisataan ditujukan untuk meningkatkan pendapatan
nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat,
memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja,
38
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 37-56
mendorong pembangunan daerah, memperkenalkan dan mendayagunakan obyek
dan daya tarik wisata di Indonesia serta memupuk rasa cinta tanah air dan
mempererat persahabatan antar bangsa. Perkembangan pariwisata juga mendorong
dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Kegiatan pariwisata menciptakan permintaan, baik konsumsi maupun
investasi yang pada gilirannya akan menimbulkan kegiatan produksi barang dan
jasa. Selama berwisata, wisatawan berbelanja, sehingga secara langsung
menimbulkan permintaan pasar barang dan jasa. Selanjutnya wisatawan secara
tidak langsung menimbulkan permintaan akan barang modal dan bahan untuk
berproduksi memenuhi permintaan wisatawan akan barang dan jasa tersebut.
Majunya industri pariwisata suatu daerah sangat bergantung kepada jumlah
wisatawan yang datang, karena itu harus ditunjang dengan peningkatan
pemanfaatan Daerah Tujuan Wisata (DTW) sehingga industri pariwisata akan
berkembang dengan baik.
Secara teoritis dalam Austriana (2005) semakin lama wisatawan tinggal di
suatu daerah tujuan wisata, maka semakin banyak pula uang yang dibelanjakan di
daerah tujuan wisata tersebut. Dengan adanya kegiatan konsumtif baik dari
wisatawan mancanegara maupun domestik, maka akan memperbesar pendapatan
dari sektor pariwisata suatu daerah. Oleh karena itu, semakin tingginya arus
kunjungan wisatawan, maka pendapatan sektor pariwisata di suatu daerah juga akan
semakin meningkat. Secara sederhana konsumsi sektor pariwisata merupakan
barang dan jasa yang dikonsumsi oleh wisatawan dalam rangka memenuhi
kebutuhan (needs), keinginan (wants), dan harapan (expectation) selama tinggal di
Daerah Tujuan Wisata yang dikunjunginya mulai dari paket perjalanan, akomodasi,
makanan dan minuman, transportasi, rekreasi budaya dan olahraga,belanja, dan
lain-lain.
Hal ini menjadi tantangan untuk gencar mempromosikan pariwisata.
Pemerintah harus dapat terus meningkatkan tawaran baik pada barang dan jasa
dalam rangka untuk meningkatkan pengalaman kunjungan mereka bagi para
wisatawan di setiap destinasi wisata (Yusof, Musa & Putit, 2013). Nilai pengalaman
didefinisikan sebagai "suatu yang dirasakan, relativistik, preferensi untuk atribut
produk atau kinerja pelayanan yang timbul dari interaksi dalam mengatur konsumsi
39
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 37-56
yang memfasilitasi atau cara pencapaian tujuan pelanggan (Mathwick, Malhotra &
Ridgedon, 2001). Untuk memberikan nilai pengalaman ini kepada konsumen,
pengecer diantisipasi atau diharapkan untuk dapat menciptakan lingkungan ritel
yang menyenangkan, menekankan kegembiraan dan promosi, serta mendorong
partisipasi pelanggan atau konsumen yang lebih besar dalam pengalaman
berbelanja ritel mereka (Baron, et al, 2000;. Mathwick, Malhotra, & Ridgedon,
2001).
Pengalaman dari konsumen juga dapat memprediksi sikap konsumen dan
niat perilaku terhadap produk atau toko (Fiore, Jin, dan Lee, 2005). Niat perilaku
memainkan peran penting dalam konsumen mengadopsi dan melanjutankan
penggunaan layanan dan produk. Seperti yang disarankan dalam teori tindakan yang
beralasan dan teori perilaku yang direncanakan, niat perilaku merupakan tingkat
usaha sadar bahwa seseorang untuk mengerahkan melakukan perilaku (Ajzen,
1991; Fishbein & Ajzen, 1975).
Sebagian besar kesesuaian diri telah diteliti pada produk, merek, dan toko
(misalnya Jamal & Goode, 2001; Sirgy & Samli, 1985; Sirgy & Su, 2000). Sirgy
(1985) dan Sirgy et al (1997) mendefinisikan self congruity sebagai bagian dari
kesesuaian citra diri dengan citra produk, merek, atau toko. Hal ini terjadi sebagai
interaksi antara produk atau citra toko dan citra diri. Citra keselarasan
mempengaruhi perilaku konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung
melalui aspek fungsional produk, merek, atau toko ritel (Sirgy, Johar, Samli, &
Claiborne, 1991; Sirgy & Samli, 1985).
Berdasarkan data survei, hipotesis yang membahas hubungan antara kesesuaian
diri terhadap nilai pengalaman berpengaruh signifikan. Hasil dari model struktural
menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara keseuaian diri dan
nilai pengalaman. Nilai pengalaman diuji sebagai mediasi antara hubungan
kesesuaian diri dengan niat perilaku. Oleh karena itu, hasil ini merujuk pada
beberapa studi yang telah dilakukan sebelumnya yang menemukan bahwa
hubungan antara kesesuaian diri dengan niat perilaku dimediasikan oleh kepuasan
(Jamal & Goode, 2001;. Margin et al, 2003) dan congruity fungsional (Sirgy &
Samli, 1985). Temuan ini menggarisbawahi pentingnya nilai pengalaman dalam
hubungan kesesuaian diri dan niat perilaku. Selanjutnya, dalam teori kesesuaian
40
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 37-56
diri, nilai pengalaman memiliki kemampuan sebagai mediator dari kesesuaian diri
dan niat perilaku (Jamaliah, Rosidah & Rahman, 2013)
Sesuai dengan statusnya sebagai Ibukota dari Provinsi Aceh, Kota Banda
Aceh mengambil peranan yang cukup strategis yakni menjadi pusat dari segala
aktivitas (ekonomi, politik, sosial, budaya, dan wisata). Kota Banda Aceh, ibukota
provinsi paling barat Indonesia terkenal dengan kaya dengan budaya dan objek
wisatanya. Kota yang telah berumur tua menyimpan sejarah panjang dari berbagai
masa, mulai dari masa Kesultanan, masa Kolonial Belanda, masa konflik hingga
tsunami Tsunami yang menerjang Aceh menambah jejaknya, yang dapat dijadikan
sebagai objek kunjungan maupun menggali ilmu pengetahuan.
Pariwisata Kota Banda Aceh semakin berkembang pesat dan terus berbenah.
Banyak wisatawan yang berkunjung ke Kota Banda Aceh pada tempat yang
bersejarah, termasuk juga mengunjungi tempat-tempat yang bersejarah peninggalan
Tsunami. Beberapa peninggalan bangunan yang tersisa dari musibah Tsunami saat
ini sudah menjadi lokasi wisata. Banyak objek lainnya di Aceh seperti mesjid yang
cukup bersejarah, wisatawan yang datang berziarah ke makam para ulama. Pesisir
pantai Kota Banda Aceh yang terkenal dengan keindahan alamnya, semakin
menunjang kegiatan pariwisata. Kota Banda Aceh juga kaya dengan kulinernya,
restoran yang menyajikan makanan dari makanan khas Aceh, makanan nasional,
hingga makanan luar negeri. Terdapat pula warung-warung kopi yang menyajikan
rasa kopi Aceh yang dengan kekhasannya tersendiri. Kota Banda Aceh juga kaya
akan seni dan budaya seperti diadakannya berbagai pameran kebudayaan Aceh
yang pusatnya dilaksanakan di Kota Banda Aceh.
Menurut data Dinas Pariwisata dan kebudayaan Aceh wistawan nusantara
yang datang ke Kota Banda Aceh pada tahun 2014 berkisar 224.589 orang atau naik
20% dibanding pencapaian 2013 yang mencapai 209.589 orang. Sementara itu,
kunjungan wisatawan mancanegara naik signifikan dari 5.317 orang pada Tahun
2012 menjadi 11.103 orang pada tahun 2014. Pada tahun 2015 Kota Banda Aceh
dikukuhkan sebagai Destinasi Wisata Islami Dunia atau “World Islamic Tourism”.
Peluncuran dilakukan di Kementerian Pariwisata di Jakarta. Banda Aceh secara
islami yaitu sebagai kota syariah satu-satunya di Indonesia. Banda Aceh merupakan
kota spritual yang memiliki nilai heritage dan sejarah yang kuat. Kota Banda Aceh
41
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 37-56
sebagai bagian Provinsi Aceh memiliki keistimewaan dalam mengelola daerah
secara islami. Dengan keistimewaan tersebut, Wali Kota Banda Aceh
mengharapkan Banda Aceh dapat menjadi Kota Wisata Islami Dunia.
Dengan semakin berkembangnya pariwisata Kota Banda Aceh dan
gencarnya promosi yang dilakukan pemerintah maupun pengusaha-pengusaha
industri pariwisata semakin membuka peluang wisatawan mengunjungi Kota
Banda Aceh. Para wisatawan mengharapkan tempat wisata yang sesuai dengan
harapan dan keinginannya, memberikan pengalaman yang mengesankan, dan
menciptakan suatu keinginan untuk dapat berkunjung kembali. Pariwisata Kota
Banda Aceh yang terus dikembangkan maka banyak wisatawan yang berkunjung
di Kota Banda Aceh untuk menikmati wisata-wisata di Kota Banda Aceh. tempat
wisata yang indah, aman, dan nyaman memungkinkan mempengaruhi niat
berperilaku para wisatawan.
Menurut Sirgy, Johar, Samli, dan Claiborne, (1991); Sirgy dan Samli,
(1985) citra keselarasan atau kesesuaian mempengaruhi perilaku konsumen baik
secara langsung maupun tidak langsung melalui aspek fungsional produk, merek,
atau toko ritel. Variabel kesesuaian diri dilihat dari actual self congruity, ideal self
congruity, social self congruity, and ideal social self congruity. Wang & Lin
(2003) mengatakan bahwa adanya hubungan positif antara nilai pengalaman
mempengaruhi kepuasan dan loyalitas.
Banyaknya wisatawan yang berkunjung di Kota Banda Aceh karena
kesesuaian diri mereka terhadap pariwisata Kota Banda Aceh sebaga wisata untuk
berjalan-jalan, berbelanja, atau mendapat suatu pengetahuan di tempat-tempat
wisata kota Banda Aceh serta mengatakan hal-hal positif, merekomendasikan, tetap
berkunjung kembali untuk berwisata di Kota Banda Aceh. Menurut Beerli, Diaz,
dan Martin, (2004); Ekinci dan Riley, (2003); Govers dan Schoormans (2005)
kesesuaian diri memprediksi berbagai jenis perilaku konsumen seperti penggunaan
produk, niat pembelian, niat mengulangi, toko yang menjadi pilihan dan loyalitas
toko.
42
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 37-56
KAJIAN KEPUSTAKAAN
Self Congruity
Kesesuaian citra diri telah digunakan secara bergantian dalam literatur
pemasaran untuk menunjukkan kesesuaian antara dua variabel. Sirgy (1985) dan
Sirgy et al. (1997) menjelaskan teori kesesuaian diri sebagai bagian dari kesesuaian
citra diri dengan citra produk, citra merek, atau citra toko. Hal ini terjadi sebagai
interaksi antara produk dan penggunanya. Produk, pemasok, dan layanan
diasumsikan memiliki citra pribadi. Citra pribadi dapat digambarkan dalam hal satu
set atribut di dalam diri seseorang seperti ramah, modern, berjiwa muda, maupun
tradisional. Atribut dalam citra pribadi terkait dengan produk yang dibedakan dari
atribut fungsional atau utilitarian adalah menggambarkan produk, dan dalam hal
biaya serta manfaat yang nyata seperti kualitas, harga, dan kinerja (Sirgy, 1982).
Secara khusus, citra pribadi produk mencerminkan citra stereotip dari pengguna
umum produk tersebut dan ditentukan oleh sejumlah faktor seperti iklan, harga, dan
pemasaran lainnya serta hubungan psikologis.
Persepsi konsumen terhadap dirinya akan mempengaruhi perilakunya
sebagai konsumen. Bagaimana persepsi konsumen terhadap berbagai produk dan
merek akan dipengaruhi persepsi terhadap dirinya. Solomon (2007) menyatakan
bahwa kegiatan konsumsi berhubungan erat dengan konsep diri. Model Self
Congruence mengemukakan bahwa konsumen akan menggunakan produk yang
memiliki atribut yang sesuai atau dapat mendukung konsep dirinya. Teori
kesesuaian citra produk dengan konsep jati diri (congruity theory) menyatakan
bahwa semakin sesuai citra suatu produk/merek, maka produk tersebut akan
semakin disukai konsumen. Kesesuaian mungkin akan terjadi kepada beberapa
dimensi konsep diri. Suatu produk atau merek mungkin tidak sesuai dengan konsep
diri aktualnya, tetapi dipandang memiliki kesesuaian dengan konsep diri idealnya.
Arti simbolik dari produk, merek, atau toko sering dikaitkan dengan citra stereotip
yang terkait dengan citra pribadi pengguna produk (Sirgy & Samli 1985; Sirgy et
al., 1997). Citra diri melibatkan persepsi diri bersama dimensi citra yang
berhubungan dengan produk. Secara teoritis, efek kesesuaian citra diri pada
perilaku konsumen telah dijelaskan oleh teori kesesuaian diri (Sirgy 1986). Teori
ini mengusulkan bahwa sebagian perilaku konsumen ditentukan oleh kesesuaian
43
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 37-56
yang dihasilkan dari perbandingan psikologis yang melibatkan citra produk dan
konsep diri konsumen (misalnya, citra diri yang sebenarnya, citra diri ideal, citra
diri sosial). Perbandingan psikologis ini dapat dikategorikan sebagai kesesuaian diri
tinggi atau rendah. Kesesuaian diri yang tinggi yang dialami ketika konsumen
merasakan citra produk sesuai dengan citra diri nya, dan sebaliknya. Kesesuaian
diri mempengaruhi perilaku konsumen melalui motif konsep diri seperti kebutuhan
untuk konsistensi diri dan harga diri.
Experiential Value
Nilai pengalaman telah dikembangkan terutama dalam konteks pendidikan sebagai
faktor penting yang mendukung pembelajaran. Konsep ini telah secara tetap mulai
menerima perhatian luas di kalangan pemasar ritel, sarjana serta praktisi. Bahkan,
literatur pemasaran dan ritel selama beberapa tahun terakhir, telah menyoroti peran
penting pengalaman konsumen. Untuk memberikan nilai pengalaman ini kepada
konsumen, yang diperhatikan oleh pemasar secara khusus adalah untuk
menciptakan lingkungan ritel yang menekankan suasana menyenangkan,
kegembiraan, promosi, serta mendorong partisipasi pelanggan yang lebih besar
dalam pengalaman belanja ritel (Baron, et al, 2000;. Mathwick, Malhotra, &
Ridgedon, 2001). Nilai pengalaman didefinisikan sebagai "suatu yang dirasakan,
relativistik, preferensi untuk atribut produk atau kinerja pelayanan yang timbul dari
interaksi yang mempengaruhi konsumsi yang memfasilitasi atau cara pencapaian
tujuan pelanggan (Mathwick, Malhotra & Ridgedon, 2001).
Bagi para pemasar disarankan untuk mengingat bahwa ritel harus memberikan nilai
pengalaman untuk mengubah konsumen yang hanya satu kali melakukan konsumsi
menjadi pelanggan yang
berulang melakukan konsumsi (Steigelman, 2000).
Konsumen saat ini semakin mengharapkan pengalaman yang lebih besar ketika
mereka berbelanja. Ini menunjukkan semakin pentingnya baik ritel atau fitur
produk, yang tidak hanya memfasilitasi proses keputusan pembelian, tetapi juga
untuk memberikan pengalaman belanja yang menyenangkan (Postrel, 2003). Hal
ini ditemukan bahwa pengalaman konsumen dapat memprediksi sikap konsumen
dan niat berperilaku terhadap produk atau toko (Fiore, Jin, & Lee, 2005). Penelitian
lain yang juga mendukung pengaruh produk atau fitur pada nilai pengalaman dan
44
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 37-56
tanggapan positif konsumen (misalnya Demangeot & Broderick, 2007). Dalam
konteks penelitian ini, nilai pengalaman dipandang sebagai manfaat yang dirasakan
yang diperoleh ketika terlibat dalam penawaran produk dan jasa.
Niat Perilaku
Niat perilaku memainkan peran penting dalam konsumen mengadopsi dan
melanjutankan penggunaan layanan dan produk. Seperti yang disarankan dalam
teori tindakan yang beralasan dan teori perilaku yang direncanakan, niat perilaku
merupakan tingkat usaha sadar bahwa seseorang untuk mengerahkan dan
melakukan perilaku (Ajzen, 1991; Fishbein & Ajzen, 1975). Ini melambangkan
tujuan terakhir tentang perilaku tertentu. Niat perilaku adalah suatu rencana (disebut
juga rencana keputusan) untuk terlibat dalam beberapa perilaku. Konsekuensi
dasar, kebutuhan, atau nilai yang ingin dicapai atau dipuaskan konsumen sebagai
tujuan akhir. Tujuan memberikan fokus pada keseluruhan pemecahan masalah. Niat
perilaku, yang disebut juga dengan teori tindakan beralasan (theory of reasoned
action).
Hal ini mengungkapkan bahwa perilaku berasal dari formasi niat spesifik
untuk berperilaku. Jadi niat perilaku tidak berusaha memprediksikan perilaku
seseorang, tetapi niat untuk betindak (Mowen & Minor, 2002). Niat perilaku
merupakan salah satu hal untuk memahami minat konsumen untuk membeli produk
atau dengan kata lain behavioral intention (minat perilaku). Menurut teori
Reasoned Action tersebut, perilaku (behavior) seseorang tegantung pada minatnya
(intention), sedangkan minat untuk berperilaku tegantung pada sikap (attitude) dan
norma subjektif (subjective norm) atas perilaku.
Niat perilaku merujuk pada minat-minat seseorang untuk perilaku ketika
orang tersebut menerima perlakuan tertentu. Suhartono (2000), mengutip dari
Zeithaml, dan Bitner (1996), menempatkan niat perilaku ini sebagai variabel
penghubung yang ditimbulkan oleh kualitas layanan, yang pada akhirnya akan
mempengaruhi apakah seorang konsumen akan tetap setia pada perusahaan atau
berpindah ke kompetitor. Zeithaml, Berry dan Parasumanan (1996) dalam
penelitian mereka tentang kualitas pelayanan yang dirasakan, menyarankan niat
perilaku sebagai kesediaan pelanggan untuk a) mengatakan hal-hal positif tentang
45
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 37-56
penyedia layanan, b) merekomendasikan penyedia pelayanan kepada konsumen
lainnya, c) tetap setia untuk penyedia layanan , e) menghabiskan lebih banyak uang,
dan e) membayar dengan harga yang lebih tinggi.
Pengaruh Self Congruity Terhadap Niat Perilaku
Beerli, Diaz, dan Martin, (2004); Ekinci dan Riley, (2003); Govers dan
Schoormans (2005) mengungkapkan bahwa kesesuaian diri memprediksi berbagai
jenis perilaku konsumen seperti penggunaan produk, niat pembelian, niat
mengulangi, toko yang menjadi pilihan dan loyalitas toko.
Dalam teori yang dikemukakan oleh (Sirgy, 1982; Belk, 1988) teori ini
berlanjut dengan mengatakan bahwa dimensi yang menggambarkan diri mereka
memiliki dampak dalam berperilaku. Lebih khusus, teori menunjukkan bahwa
kesesuaian antara citra konsep diri dan citra produk merupakan penentu berbagai
hasil seperti keputusan pemilihan produk, kepuasan pelanggan dan niat membeli
kembali.
Penelitian lain menunjukkan bahwa kesesuaian diri mempengaruhi perilaku
konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung melalui aspek fungsional
produk, merek, atau toko ritel (Sirgy, Johar, Samli & Claiborne, 1991; Sirgy &
Samli, 1985). Oleh karena itu dapat disimpulkan hipotesisnya sebagai berikut :
H1: Self congruity berpengaruh terhadap niat perilaku
Pengaruh Self Congruity Terhadap Experiential Value
Penelitian mendukung pentingnya pengalaman konsumen bahwa mereka
bisa terlibat dari mengunjungi toko atau melihat citra produk (Pine & Gilmore,
1999). Seperti yang disarankan oleh Jeong, Fiore, Niehm dan Lorenz (2008),
konsumen mengharapkan pengalaman menarik dari merek, produk atau toko . Oleh
karena itu dapat disimpulkan hipotesisnya sebagai berikut :
H2: Self congruity berpengaruh terhadap experiential value
Pengaruh Experiential Value Terhadap Niat Perilaku
Ditemukan bahwa pengalaman konsumen dapat memprediksi sikap
konsumen dan niat perilaku terhadap produk atau toko (Fiore, Jin & Lee, 2005).
Wang & Lin (2003) mengemukakan bahwa adanya hubungan positif antara nilai
46
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 37-56
pengalaman mempengaruhi kepuasan dan loyalitas. Burton, Sheather dan Robert
(2003) mengakui bahwa pengalaman pelanggan terkait dengan niat perilaku. Oleh
karena itu dapat disimpulkan hipotesisnya sebagai berikut :
H3: experiential value berpengaruh dengan niat perilaku
Pengaruh Self Congruity Terhadap Niat Perilaku Dimediasikan oleh
Experiential Value
Citra fungsional toko dan citra tanggung jawab sosial telah diteliti dalam
memediasi hubungan antara kesesuaian diri dan loyalitas (Yusof, Musa, & Rahman,
2011). Jamal dan Goode, (2001); Helgeson dan Supphellen, (2004); Sirgy dan
Samli, (1985 ) mengemukakan bahwa konsep seperti kepuasan, kepercayaan, sikap,
citra toko fungsional serta citra tanggung jawab sosial telah diteliti dan ditemukan
untuk menengahi kesesuaian diri dan hubungan perilaku konsumen. Oleh karena itu
dapat disimpulkan hipotesisnya sebagai berikut :
H4: self congruity berpengaruh terhadap niat perilaku dimediasikan experiential
value
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah wisatawan destinasi wisata Kota Banda
Aceh. Dikarenakan probabilitas elemen dalam populasi untuk terpilih sebagai
sampel tidak diketahui maka teknik pengambilan sampel dilakukan secara non
probability sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan
peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk
dipilih menjadi sampel. Jenis non probability sampling yang dipilih adalah
convenience sampling yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan,
anggota populasi yang di temui peneliti dan bersedia menjadi responden dijadikan
sampel (Sangadji & Sopiah, 2010). Sampel dari populasi sebanyak 96,04 orang,
namun karena ada unsur pembulatan dan untuk mempermudah perhitungan maka
peneliti mengambil sampel sebanyak 100 responden.
47
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 37-56
Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dan informasi yang sesuai dengan objek penelitian
ini, penulis melakukan kegiatan metode pengumpulan data dengan menggunakan
kuesioner (angket).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Validitas
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah niat perilaku, untuk
mengukur konstruk dari variabel tersebut telah diukur dengan 8 pertanyaan, semua
item pertanyaan dapat digunakan karena memiliki loading factor lebih besar dari
0,40 (Hair, et al. 2006). Semua item pertanyaan tersebut dianalisis faktor untuk
mengetahui apakah item pertanyaan tersebut dapat menggambarkan konstruk atau
tidak.
Hasil uji menunjukkan bahwa semua item yang terlibat dalam penelitian
memiliki korelasi konstruk sehingga dapat menjadi suatu pengukuran yang tepat.
Hal ini dilihat dari nilai Eigen 4,197 yang lebih besar dari pada 1 dengan muatan
factor (loading factor) yang memiliki interval 0,798 hingga 0,859. Varians yang
dapat dijelaskan (variance explained) pada faktor mencapai
52,457 %. Nilai
KaiserMeyer-Olkin Measure of Sampling Adequancy pada variabel dependen
sebesar 0,840 menunjukkan bahwa faktor ini masih merupakan satu set dari jumlah
dan layak dianalisis lebih lanjut. Hasil uji Bartlett’s test of Sphericity menunjukkan
signifikan (p<0,01).
Variabel independen dalam penelitian ini adalah self congruity, untuk
mengukur konstruk dari variabel tersebut telah diukur dengan 6 pertanyaan, semua
item pertanyaan dapat digunakan karena memiliki loading factor lebih besar dari
0,40 (Hair, et al. 2006). Semua item pertanyaan tersebut dianalisis faktor untuk
mengetahui apakah item pertanyaan tersebut dapat menggambarkan konstruk atau
tidak. Hasil uji menunjukkan bahwa semua item yang terlibat dalam penelitian
memiliki korelasi konstruk sehingga dapat menjadi suatu pengukuran yang tepat.
Hal ini dilihat dari nilai Eigen 3,740 yang lebih besar dari pada 1 dengan
muatan factor (loading factor) yang memiliki interval 0,719 hingga 0,915. Varians
yang dapat dijelaskan (variance explained) pada faktor mencapai
48
62,328%. Nilai
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 37-56
KaiserMeyer-Olkin Measure of Sampling Adequancy pada variabel independen
sebesar 0,830 menunjukkan bahwa faktor ini masih merupakan satu set dari jumlah
dan layak dianalisis lebih lanjut. Hasil uji Bartlett’s test of Sphericity menunjukkan
signifikan (p<0,01).
Variabel mediasi dalam penelitian ini adalah experiential value, untuk
mengukur konstruk dari variabel tersebut telah diukur dengan 11 pertanyaan, semua
item pertanyaan dapat digunakan karena memiliki loading factor lebih besar dari
0,40 (Hair, et al. 2006). Semua item pertanyaan tersebut dianalisis faktor untuk
mengetahui apakah item pertanyaan tersebut dapat menggambarkan konstruk atau
tidak. Hasil uji menunjukkan bahwa semua item yang terlibat dalam penelitian
memiliki korelasi konstruk sehingga dapat menjadi suatu pengukuran yang tepat.
Hal ini dilihat dari nilai Eigen 6,392 yang lebih besar dari pada 1 dengan muatan
factor (loading factor) yang memiliki interval 0,806 hingga 0,943. Varians yang
dapat dijelaskan (variance explained) pada faktor mencapai 58,106 %. Nilai
KaiserMeyer-Olkin Measure of Sampling Adequancy pada variabel mediasi sebesar
0,900 menunjukkan bahwa faktor ini masih merupakan satu set dari jumlah dan
layak dianalisis lebih lanjut. Hasil uji Bartlett’s test of Sphericity menunjukkan
signifikan (p<0,01).
Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu instrument atau kuesioner
dapat dipercaya atau tidak sebagai hasil penelitian yang baik (Arikunto, 2006). Uji
ini dilakukan secara statistik yaitu dengan menghitung besarnya nilai Cronbach
Alpha. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliable jika memberikan nilai
Cronbach Alpha >0,60 menurut Malhotra (2005). Selanjutnya untuk uji reliabilitas
digunakan alat bantu yaitu SPSS for windows 18.0. dapat dilihat pada tabel dibawah
ini:
Tabel 1. Reliabilitas Variabel Penelitian (Alpha)
No
Variabel
Rata-rata
Item
Variabel
Nilai
Alpha
Kehandalan
1.
Niat Perilaku
3,677
8
0,863
Handal
2.
3.
Self Congruity
Experiential Value
3,672
3,074
6
11
0,876
0,926
Handal
Handal
49
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 37-56
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan nilai koefesien alpha semua variabel
berada diatas 0,60, sehingga dapat disimpulkan bahwa kuesioner yang dijadikan
alat ukur dalam penelitian ini layak digunakan.
Regresi
Berikut ini adalah hasil analisis regresi:
Tabel 2. Hasil Analisis Pengaruh Self Congruity Terhadap Experiential Value
Coefficientsa
Model
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
B
1
Std. Error
(Constant)
1,008
,210
Self
Congruity
,734
,056
Beta
T
,796
Sig.
4,792
,000
13,031
,000
a. Dependent Variable: Experiential Value
Menurut Hair, et al (2006) jika dalam penskalaan digunakan skala likert,
maka untuk koefesien korelasi digunakan nilai standardized coefficients. Dari
tabel 4.2 (model 1) dapat dibentuk garis persamaan linear sebagai berikut:
Z = 0,796 X
Maka dari persamaan tersebut dapat menjelaskan bahwa koefesien regresi self
congruity (X) bernilai positif (0,796) artinya semakin baik self congruity pada
wisatawan destinasi wisata Kota Banda Aceh, maka akan meningkatkan
experiential value yang didapatkan oleh wisatawan destinasi wisata Kota Banda
Aceh.
Tabel 3
Hasil Analisis Pengaruh Self Congruity Terhadap Niat Perilaku dengan Experiential
Value Sebagai Variabel Mediasi
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
B
2
Std. Error
(Constant)
1,341
,220
Self
Congruity
,636
,059
50
Standardized
Coefficients
Beta
T
,738
Sig.
6,103
,000
10,815
,000
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 37-56
3
(Constant)
,740
,201
Self
Congruity
Experiential
Value
,198
,080
,596
,087
3,672
,000
,230
2,473
,015
,638
6,853
,000
a. Dependent Variable: Niat Perilaku
Dari Tabel 3 (model 2) dapat dibentuk garis persamaan linear sebagai
berikut:
Y = 0,738X
Maka dari persamaan tersebut dapat menjelaskan bahwa berdasarkan hasil
nilai standardized coefficients nilai koefesien regresi self congruity (X) yaitu
sebesar 0,738. Koefesien regresi self congruity (X) bernilai positif (0,738) artinya
semakin baik self congruity pada wisatawan destinasi wisata Kota Banda Aceh,
maka akan meningkatkan niat perilaku wisatawan destinasi wisata Kota Banda
Aceh.
Sedangkan pada Tabel 3 (model 3), dapat dibentuk garis persamaan linear
sebagai berikut:
Y = 0,230X + 0,638Z
Maka dari persamaan regresi tersebut dapat menjelaskan bahwa koefesien
regresi experiential value (Z) bernilai positif (0,638) artinya semakin baik
experiential value yang didapatkan wisatawan destinasi wisata Kota Banda Aceh,
maka akan semakin tinggi niat perilaku wisatawan.
PENUTUP
Berdasarkan analisis hasil yang telah dilakukan pada penelitian ini maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Self congruity berpengaruh signifikan terhadap niat perilaku. Kesesuaian diri
yang merupakan kesesuaian antara citra diri wisatawan terhadap pariwisata Kota
Banda Aceh baik dalam actual self congruity maupun ideal self congruity, yang
menjadi penentu kuat dari niat perilaku wisatawan destinasi wisata Kota Banda
Aceh.
51
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 37-56
2. Self congruity berpengaruh signifikan terhadap experiential value. Pentingnya
kesesuaian diri dimana wisatawan mendapatkan nilai pengalaman ketika
mengunjungi atau berwisata pada destinasi wisata Kota Banda Aceh.
3. Experiential value berpengaruh signifikan terhadap niat perilaku. Dengan
mengunjungi destinasi wisata, wisatawan mengalami berbagai jenis nilai
pengalaman, yang meliputi economic value, service excellent, aesthetics,
playfulness. Hal ini pada gilirannya mempengaruhi niat perilaku wisatawan
destinasi wisata Kota Banda Aceh.
4. Experiential value memediasi secara secara partial (partial mediation) pengaruh
self congruity terhadap niat perilaku.
Dalam teori kesesuaian diri, nilai
pengalaman memiliki kemampuan sebagai mediator dari kesesuaian diri dan
hubungan niat perilaku seperti, loyalitas dan kesediaan untuk membayar lebih
dan attachment atau keterikatan antara wisatawan terhadap destinasi wisata Kota
Banda Aceh.
Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis memberikan beberapa saran
sebagai berikut:
1. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa self congruity memberikan pengaruh
signifikan yang positif terhadap niat perilaku. Self congruity merupakan
kesesuaian diri wisatawan terhadap pariwisata Kota Banda Aceh yang kemudian
berpengaruh terhadap niat perilaku wisatawan. Hal ini sangat penting
diperhatikan
oleh
pemerintah,
pengusaha,
dan
masyarakat
untuk
mengembangkan dan terus melakukan pembenahan terhadap pariwisata Kota
Banda Aceh untuk meningkatkan jumlah wisatawan yang berwisata di Kota
Banda Aceh.
2. Hasil Penelitian ini juga menunjukkan bahwa experiential value dapat
mempengaruhi niat perilaku. Dengan pentingnya peran pariwisata terhadap
perekonomian suatu daerah, termasuk bagi perekonomian Kota Banda Aceh,
maka pemerintah, pengusaha dan masyarakat diharapkan dapat terus
mempromosikan dan menawarkan nilai pengalaman yang menarik bagi para
wisatawan yang kemudian akan meningkatkan niat perilaku mereka terhadap
wisata di Kota Banda Aceh.
52
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 37-56
REFERENSI
Ajzen, I (1991) The theory of planned behavior." Organizational Behavior and
Human Decision Processes, Vol. 50, 179-211.
Back, K-J (2001). The Effects Of Image Congruence On Customer Satisfaction And
Brand Loyalty In The Lodging Industry. Dissertation Abstract Internasional
Baron, R.M. and Kenny, D.A (1986) The Moderator- Mediator Variable Distinction
In Social Psychological Research: Conceptual, Strategic, And
Statistical Considerations. Journal Of Personality And Social Psychology.
Vol 51 (6), 1173-1182.
Beerli, A., Diaz, G., & Martin, J. D (2004) The Behavioural Consequences Of
Self-Congruency
In
Volunteers. International Journal of
Nonprofit and Voluntary Sector Marketing . Vol. 1, 28-48.
Bosnjak, M., & Brand, C (2008) The Impact of Undesired Self-Image Congruence
On Consumption related Attitude And Intentions
International
Journal of Management, Vol. 3, 673-683.
Burton, Suzan, Simon Sheather, and John Roberts (2003) Reality or Perception
The Effect of Actual and Perceived Performance on Satisfaction
and
Behavioral Intention, Journal of Service Research, Vol. 5, 292 302
Ekinci, Y., & Riley, M (2003) An Investigation of Self- Concept: Actual and Ideal
Self-Congruence Compared in The Context Of Service Evaluation. Journal
of Retailing and Consumer Service, Vol.1, 201-214.
Demangeot, C., & Broderick, A. J (2007) Conceptualising Consumer
Behavior in Online Shopping Environments. International Journal of
Retailing & Distribution Management, Vol. 35 (11), 878-894.
Ericksen, M. K., & Sirgy, M. J (1992) Employed Females' Clothing Preference,
Self-Image Congruence, and Career Anchorage. Journal of Applied Social
Psycology, Vol. 5, 408-422.
Fiore, A.M., Jin, H.J., & Lee, H. (2005). For Fun and Profit: Hedonic Value
From Image Interactivity and Responses Toward An Online Store.
Psycology and Marketing, Vol. (8), 669-694.
Fishbein, M. & Aizen, I (1975) Believe, Attitude, ntention
and
Behavior:
An Introduction to Theory and research. Reading, MA: Addison-Wesley.
Ghozali, Imam (2013) Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Semarang: Universitas Diponegoro
53
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 37-56
Govers, P. C. M., & Schoormans, J. P. L (2005) Product Personality and
Its Influence On Consumer Preference. Journal of Consumer Marketing
Vol. 4, 189-197.
Graeff, T. R (1996) Image Congruence Effects On Product Evaluations: The Role
Of Self-Monitoring and Public/Private Consumption. Psychology &
Marketing. Vol. 5, 481-499.
Grubb, E. L., & Grathwohl, H. L. (1967). Consumer Self-Concept, Symbolism And
Market Behavior: Atheoretical Approach. Journal Of Marketing, Vol. 4, 2227.
Giuliani, M. V (2003) Attachment and place. In: Bonnes, M., Lee, T., Bonaiuto,
M.(Eds.), Psychological Theories for Environmental Issues.
Ashgate: Aldershot in press.
Hair, dkk (2006) Multivariate Data Analysis. Sixth Edition. New Jersey : Pearson
Education
Holbrook, Morris B (1994) The Nature of Customer Value: An Axiology of Services
in The Consumption Experience In Service Quality: New Direction in
Theory and Practice, Newbury Park: CA: Sage.
Ibrahim, H., & Najjar, F (2007) A Multidimensional Approach To Analyzing The
Effect Of Self Congruity Onshopper's Retail Store Behavior. Innovative
Marketing, Vol. 3 (3), 54-68.
Jeong, S. W., Fiore, A.M., Niehm, L.S., & Lorenz, F.O (2009) The Role Of
Experiential Value in Online Shopping. Internet Research. Vol. 1, 105-124.
Jorgensen, B. S.,&Stedman, R. C (2001) Sense of Place as An Attitude: Lakeshore
Owners Attitudes Toward Their Properties. Journal of Enviromental
Psychology, Vol. 21, 233-248.
Joseph, S (2006) Exploring the consumer exodus from departement to disount
stores (Doctoral
Dissertation). Retrieved from Dissertations and
Theses database. (UMI No.3232398).
Kim, M (2004) The role of Self- and functional congruity on online retail
patronage
behavior (Doctoraldissertation). Retrieved from Dissertation
and Theses Database (UMI No. 3156527).
Malhotra, N (2004) Marketing Research: An Applied Orientation (4th ed.). New
Jersey: Prentice Hall.
Margin, S., Algesheimer, R., Huber, F., & Herrmann, A (2003) The Impacts Of
Brand Personality And Customer Satisfaction On Customer's
54
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 37-56
Loyalty: Theoretical Approach And Findings Of A Causal Analytical Study
In The Sector Of Internet Service Providers. Electronics Market. Vol.4,
294-308.
Nachrowi, dan Hardius Usman (2002) Penggunaan Teknik Ekonometri, Jakarta;
Rajawali Pers
Notoatmodjo, Sukidjo (2010) Metodologi Riset Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Pine, B.J. & Gilmore, J.H. (1999) The Experience Economy, Harvard Business
School Press, Boston, MA.
Postrel, V (2003) The Substance of Style. New York: Harper Collins
Sangadji, Etta Mamang dan Sopiah (2010) Metodologi Penelitian - Pendekatan
Praktis dalam Penelitian Edisi I. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Santoso, S (2006) Menggunakan SPSS Untuk Statistik Multivariat. Jakarta: PT Elek
Media Komputindo
Sirgy, M. J (1982) Self-Concept in Consumer Behavior: A Critical Review. Journal
of Consumer Research, Vol. 9 (3), 287-298.
Sirgy, M. J (1985) Using Self-Congruity and Ideal Congruity to Predict Purchase
Motivation. Journal of Business Research, Vol. 15, 195-206.
Sirgy,
M. J (1986) Self-congruity: Toward a Theory of Personality and
Cybernetics. New York: Praeger.
Sirgy, M. J., Grewal, D., Mangleburg, T. F., Park, J.-o., Chon, K.-S.,
C.B.Claiborne, et al (1997) Assessing The Predictive Validity of Two
Methods Of Measuring Self-Image Congruence. Journal of Academy of
Marketing Science. Vol. 25 (3), 229-241.
Sirgy, M. J., Johar, J. S., Samli, A. C., & C.B.Claiborne (1991) Self-Congruity
Versus Functional Congruity: Predictors of Consumer Behavior. Journal of
Academy of Marketing Science, 363-375.
Sirgy, M. J., & Samli, A. C (1985) A Path Analytical Model Of Store Loyalty
Involving
Self-Concept,
Store Image, Geographic Loyalty and
Socioeconomic Status. Journal of Academy of Marketing Science, Vol. 3,
265-291.
Sirgy, M. J., & Su, C. (2000) Destination Image, Self-Congruity, and Travel
Behavior: Toward An Integrative Model. Journal of Travel resesarch, Vol
2, 340-352.
55
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 37-56
Sugiyono (2009) Metode Penelitan Pendidikan. Bandung : CV. ALFABETA
Sugiyono (2012) Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D Cetakan ke17. Bandung: Alfabeta.
Stern, B. L., Bush, R. F., & Hair, J. F (1977) The self image/store image
matching process - an empirical test. Journal of Business (1), 63-69.
Uma Sekaran (2006) Metodologi Penelitian untuk Bisnis, Edisi 4, Buku 1. Jakarta:
Salemba Empat.
Usakli,
A. (2009) The Relationship Between Destination Personality,Self
Congruity, And Behavioral Intention. Doctoral dissertation. Retrieved from
Dissertations and Theses Database (UMI No. 1472441).
Yanamandram, V & White, L (2006) Exploratory and Confirmatory Factor
Analysis of The Perceived Switching Costs Model in the Business
Services Sector,
Australia and New Zealand Marketing Academy
Conference (ANZMAC)
2006), Brisbane, Queensland
Wang, C.Y. & Lin, C. H. (2010). A Study Of The Effect Of TV Drama On
Relationships Among 107 Tourists’ Experiential Marketing, Experiential
Value and
Satisfaction. International Journal of Organizational
innovation, Vol. 3, 107-123.
56
Download