1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Simalungun

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Simalungun merupakan salah satu suku dengan ragam keunikan yang dimiliki,
tanah yang subur, masyarakat yang ramah dan lemah lembut. Memiliki kekayaan
warisan budaya yang beraneka ragam dengan adat-istiadatnya, pakaian, bangunan
yang dihias oleh ornamen-ornamen Simalungun, kekerabatan, kesenian, kebiasaankebiasaan seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba,
2002).
Nama “Simalungun” berasal dari dua suku kata yakni kata “malungun” yang dalam
bahasa Indonesia diartikan sebagai “sunyi atau tenang”, sedangkan kata “si” merujuk
pada kata penunjuk bagi orang yang memiliki sesuatu (baik identitas, kepemilikan
benda dan lainnya) dan juga sering dipakai sebagai kata penunjuk orang. Sehingga
kata “Simalungun” memiliki arti “orang yang suka dengan kesunyian atau
ketenangan” (Jonris Purba, 2002). Hal paling menonjol dan konkret yang tampak
dalam hidup maupun dalam pribadi setiap orang Simalungun adalah falsafahnya
“Habonaron Do Bona”. Falsafah “Habonaron do Bona” menjadi hakikat orang
Simalungun, yang artinya orang Simalungun menjunjung tinggi kejujuran atau
kebenaran yang berfungsi sebagai cara orang Simalungun untuk bertindak secara hatihati dalam membuat keputusan agar tidak melakukan kesalahan dan dapat membuat
keputusan yang benar. “Habonaron Do bona” mengandung prinsip saling mengasihi
1
Universitas Sumatera Utara
2
terhadap sesama, sehingga tanah Simalungun menjadi salah satu tujuan bagi
pendatang untuk merantau, karakter orang Simalungun yang memandang bahwa tamu
harus dihormati, membuat pendatang merasa nyaman untuk tinggal di tanah
Simalungun. Selain itu Simalungun dikenal dengan tanahnya yang subur. Falsafah ini
mengajak orang Simalungun untuk mencintai budayanya. Adat bagi masyarakat
Simalungun adalah suatu yang harus di tonjolkan. Nilai budaya Simalungun tertuang
dalam Tarian Simalungun, alat musik Simalungun, sastra Simalungun, nyanyian
Simalungun serta pada acara-acara adat Simalungun (Elri Saragih, 2014).
Falsafah ini kemudian menciptakan “Ahap Simalungun” yang memiliki arti
ketetapan hati dalam menjaga dan melestarikan budaya Simalungun yang mengandung
pesan sesama orang Simalungun untuk mampu saling membantu dan tidak saling
menjatuhkan. Menjaga dan mempertahankan identitas merupakan hal yang harus
dilakukan oleh orang Simalungun itu sendiri, sebab terkait dengan falsafah orang
Simalungun yakni ahap Simalungun orang Simalungun harus memiliki ketetapan hati
dalam melestarikan budaya Simalungun.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa partisipan bahwa identitas etnis
Simalungun berbanding terbalik dengan falsafah yang ada yang berakibat pada
eksistensi budaya Simalungun. Sebagai manusia dengan latar belakang etnis
seharusnya mampu bersikap dan bertindak dalam menjaga eksistensi budaya. Menurut
seorang partisipan dari daerah Sidamanik menyatakan bahwa Simalungun telah
mengalami erosi. Hal ini dikarenakan percampuran budaya pendatang yang datang ke
Universitas Sumatera Utara
3
Simalungun. Masyarakat Simalungun yang semula mayoritas seakan berubah drastis
menjadi masyarakat minoritas di daerahnya sendiri.
“ini permasalahan mayoritas dan minoritas ya. Kita memang jadi minoritas
disini, Simalungun itu sendiri jadi minoritas”
(Wawancara Personal pada 17 mei 2017)
Menurut partisipan hal tersebut karena Simalungun memiliki tanah yang subur
sehingga dianggap mampu menjadi ladang perekonomian yang baik. Ketika etnis
minoritas (budaya lain seperti Batak Toba) menjalin kontak dengan etnis mayoritas
(Simalungun) maka dalam rentang waktu tertentu telah mengakibatkan adanya
pergeseran dikarenakan mendapat pengaruh dari masing-masing etnis. Etnis yang
mampu memberi pengaruh yang kuat maka etnis tersebut yang akan bertahan.
Pada dasarnya ada banyak cara dalam mempertahankan budaya, salah satunya
dengan memperkenalkan dan mengajarkan budaya yang dimiliki pada generasigenerasi penerus. Sehingga generasi penerus mengetahui tentang identitas etnisnya
dan mempelajari serta memperkenalkan etnis pada orang lain. Pada kenyataannya,
orangtua bahkan tidak mampu dalam mempelajari etnisnya sendiri, sehingga mereka
tidak mampu untuk memperkenalkan dan mengajari anak-anak mereka mengenai
etnisnya. Hal ini terlihat melalui cara orang Simalungun itu sendiri, seperti
berkomunikasi yang tidak menggunakan bahasa resmi etnisnya maupun menggunakan
ritual adat yang seharusnya.
Ando Sipayung (2013) menjelaskan bahwa “Ahap Simalungun” adalah
perpaduan antara makna dan nilai yang bersumber pada tradisi Simalungun. Dengan
artian bahwa ahap Simalungun dibangun berdasarkan pemahaman orang Simalungun
Universitas Sumatera Utara
4
itu sendiri akan tradisi etnisnya. Orang Simalungun tidak hidup hanya bersama-sama
dengan kelompok etnisnya saja, melainkan mereka juga membangun hubungan
dengan budaya lain. Melalui hubungan tersebut, orang Simalungun mulai mempelajari
dan memahami budaya lain yang kemudian mereka akan melakukan seleksi terhadap
budayanya sendiri dan mencocokkan budayanya dengan budaya orang lain. Melalui
interaksi ini, “Ahap Simalungun” menjadi cerminan orang Simalungun dalam
memandang dirinya dan orang lain. Orang Simalungun yang tinggal bersama-sama
dengan orang lain harus mampu menguasai budaya orang lain, seperti memahami
bahasa mereka yang meskipun hal itu akan mempengaruhi budaya orang Simalungun
itu sendiri. Pada dasarnya, ketika kita memasuki sebuah wilayah (sebagai pendatang)
kita harus menyesuaikan situasi kita dengan situasi penduduk asli. Demikian halnya
dengan pendatang yang datang ke Simalungun, seharusnya pendatang tersebut yang
harus menyesuaikan situasi mereka dengan penduduk asli (Simalungun), namun pada
kenyataanya penduduk asli (Simalungun) yang harus menyesuaikan situasi mereka
dengan orang lain (kepada pendatang). Jika ditinjau dari falsafah orang Simalungun
itu sendiri yaitu ahap Simalungun bahwa mereka harus mampu menguasai budaya
orang lain, termasuk bahasa, walaupun dengan melakukan hal tersebut akan turut
mempengaruhi budayanya sendiri. Dengan berpegang pada falsafah tersebutlah orang
Simalungun yang seharusnya mampu menguasai budaya orang lain, menjadi
melupakan budayanya sendiri dan mereka justru lebih fasih dan mengerti tentang
budaya orang lain.
Universitas Sumatera Utara
5
“karena bercampurnyah budaya lain, itu tadi yang Tua bilang sudah
terpengaruh dia. Adanya bagusnya kadang-kadang kan, kalau dia semakin
modern gitu, bercampur dengan budaya lain pun adanya bagusnya..tapi
itulah.”
(Wawancara Personal pada 16 april 2017)
Mempertahankan budaya erat kaitannya dengan mempertahankan identitas
etnis. Identitas membantu orang lain dalam membedakan satu individu dengan
individu lainnya, sehingga etnis sebagai salah satu identitas membantu individu
menunjukkan bahwa individu tersebut merupakan bagian dari sebuah budaya. Dengan
menggunakan etnis sebagai identitas, Hal itu berarti bahwa kita turut mempertahankan
budaya kita. Identitas etnis merupakan suatu konstruksi yang kompleks yang
mencakup komitmen dan perasaan bersama pada suatu kelompok etnis, evaluasi
positif tentang kelompoknya, adanya minat dan pengetahuan tentang kelompok, serta
keterlibatan dalam aktivitas sosial dalam kelompoknya (Phinney, 1990). Identitas etnis
menjadi penting dikarenakan hal tersebut mempengaruhi penghayatan dan cara
pandang kita kita terhadap diri sendiri dan etnis yang membuat individu merasa
nyaman dan aman berada pada kelompok etnisnya. Sehingga kita dapat melestarikan
nilai-nilai budaya yang dimiliki.
Identitas etnis dapat dipahami melalui cara eksternal dan internal (Jenkins,
1996; Evans, 2010). Cara eksternal meliputi penggunaan bahasa, tradisi-tradisi etnis,
hubungan dengan kelompok etnis dan keterlibatan dalam kegiatan kelompok etnis.
Dalam hal ini sebagai orang Simalungun diharapkan mampu merasa dekat dengan
budayanya. Bergabung dan bersama-sama dengan kelompok etnis mempelajari dan
terlibat dalam kegiatan etnis dengan menggunakan bahasa Simalungun sebagai sarana
Universitas Sumatera Utara
6
komunikasi. Cara internal meliputi kognitif, moral dan afektif. Dimensi kognitif
adalah tentang pandangan mengenai diri, kelompok dan tradisi. Dalam hal ini,
memiliki gambaran mengenai etnis dan kelompok etnis, mempelajari serta
menggunakan budaya sebagai salah satu identitasnya, memiliki keterikatan dan
perasaan yang nyaman berada pada kelompok etnisnya serta memiliki kepercayaan
dan rasa aman pada kelompok etnisnya.
Jika ditinjau dari teori Phinney, bisa dikatakan bahwa identitas etnis orang
Simalungun cenderung rendah. Dikatakan demikian, karena orang Simalungun
cenderung mudah memahami budaya orang lain namun memberikan dampak terhadap
budayanya sendiri. Namun
jika ditinjau dari sudut pandang budaya, orang
Simalungun cukup mudah berbaur dengan orang lain termasuk dengan budaya yang
dibawa oleh pendatang. Hal ini justru merupakan cara mereka dalam mengaplikasikan
budaya mereka. Menurut Phinney (1992) identitas etnis bersifat subjektif, karena
untuk memahami sebuah identitas membutuhkan proses yang panjang. Dimulai dari
cara individu membentuk pandangan terhadap identitas etnisnya sebagai positif atau
negatif, lalu akan dilanjutkan dengan tahap mencari makna sebagai anggota kelompok
dengan membangun komitmen dan terus mengeksplorasi lebih jauh mengenai
identitasnya yang pada akhirnya akan memaknai arti etnis tersebut dalam hidupnya
yang ditunjukkan dengan perasaan nyaman dan aman sebagai bagian dari kelompok
etnis. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa setiap partisipan melalui proses yang
panjang dalam memaknai etnis mereka sampai pada akhirnya mereka mengakui
bahwa mereka merupakan bagian dari etnis Simalungun. Hal ini ditunjukkan dengan
Universitas Sumatera Utara
7
pernyataan
salah
seorang tokoh yang dibesarkan kental dengan kebudayaan
Simalungun dan diperkenalkan dengan budaya Simalungun oleh orangtuanya, yang
artinya bahwa setiap mereka mengalami proses yang panjang selama hidup mereka
dalam mengenal budaya Simalungun. Oleh karena itu, mereka mampu mengakui diri
mereka sebagai orang Simalungun.
Terkait dengan falsafah yang dianut oleh orang Simalungun itu sendiri yang
mengatakan bahwa mereka harus mampu memahami dan menguasai budaya orang
lain. Akan tetapi, ada dampak yang diterima oleh orang Simalungun. Salah satu tokoh
yang peduli dengan permasalahan ini menyatakan bahwa orang Simalungun harus
memperhatikan dampak yang akan terjadi jika orang Simalungun tidak mampu
mempertahankan dan memperkenalkan budaya Simalungun kepada generasi
selanjutnya.
“jadi yaa..harusnya kita memikirkan dampaknya bagi orang-orang yang
nggak mengerti, bagaimana mereka nanti, apakah mereka nanti akan lebih
pintar dengan bahasa yang lain daripada bahasa sendiri padahal mereka asli
Simalungun. Ketika kita tanya, ternyata dia orang Simalungun gitu.
(Wawancara Personal pada 17 Mei2017)
Beliau juga menyatakan bahwa jika situasinya terus seperti itu, maka
Simalungun akan hilang dan hanya tercatat bahwa suku Simalungun pernah ada,
dikarenakan orang Simalungun khususnya orangtua yang tidak mau memperkenalkan
budaya Simalungun kepada anak-anak mereka.
“kalau dampaknya ya jelas ya pasti lambat laun budaya kita ya pasti hilang.
Yahh kalau orang Simalungun dan orangtuanya nggak mau berusaha yahh
jelas memang hilang. Itu saja yang kita takutkan, bisa saja nanti dalam
sejarah kita hanya tercatat suku Simalungun pernah ada. Dan itu yang kita
takutkan. Yahh kalau orang-orang Simalungun nggak mau peduli”
Universitas Sumatera Utara
8
(Wawancara Personal pada 16 April 2017)
Dengan situasi yang demikian, tokoh tersebut menyatakan bahwa dirinya
memang tidak terlalu banyak dalam memperlihatkan keetnisannya. Namun, dirinya
tetap berusaha untuk menggunakan Simalungun sebagai identitasnya yang ditunjukkan
dengan keahliannya dalam masakan Simalungun. Caranya, dengan memperkenalkan
masakan Simalungun pada acara-acara adat maupun dalam kegiatan-kegiatan yang
berkaitan dengan Simalungun.
“kalau saya baru secuil yang bisa saya buat dek, kalau saya yang bisa saya
tunjukkan di Sidamanik ini dari segi masakanlah..Tetapi mudah-mudahan
setiap ada pesta di gereja kita hinasumba pasti muncul, beberapa kali orang
disini memakai tombuan aku yag membuat itu dan mambere namalum
(upacara pemberian berkat berupa makanan kepada orangtua atau tondong)”
(Wawancara Personal pada 16 April 2017)
Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa ahap Simalungun
adalah landasan bagi orang Simalungun dalam bertindak. Ahap Simalungun yang
memiliki arti bahwa orang Simalungun harus memiliki ketetapan hati dalam menjaga
dan melestarikan budaya Simalungun. Orang Simalungun memang tidak tinggal
sendirian, melainkan mereka juga harus hidup bersama-sama dengan budaya lain dan
mampu menyesuaikan diri dengan situasi yang ada. Memiliki Ahap Simalungun,
masyarakat Simalungun diajak untuk mencintai budayanya, dengan mampu menguasai
budaya lain, namun tetap menjaga dan melestarikan budayanya sendiri. Menjadikan
Simalungun sebagai identitas etnisnya merupakan salah satu cara yang dapat
dilakukan oleh orang Simalungun dalam mempertahankan keeksistensian budaya
Simalungun di antara budaya-budaya lain.
Universitas Sumatera Utara
9
Berdasarkan pemaparan tersebut, peneliti tertarik untuk melihat “Gambaran
identitas etnis Suku Simalungun di Sidamanik”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarakan latar belakang masalah, peneliti mengidentifikasikan pertanyaan
yang ingin dijawab, yaitu “Bagaimana Gambaran Identitas Etnis Orang Simalungun di
Sidamanik?”
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran
identitas etnis Orang Simalungun di Sidamanik
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1
Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperluas
ilmu pengetahuan dalam rangka pengembangan kajian Psikologi
secara umum, dan Psikologi Sosial secara khusus.
b. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi
penelitian lanjutan yang berhubungan dengan identitas etnis orang
Simalungun.
Universitas Sumatera Utara
10
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Dalam penelitian ini berfokus pada partisipan-partisipan yang
memiliki identitas etnis yang baik dan dalam penelitian ini juga
akan
didapatkan
upaya-upaya
orang
Simalungun
dalam
mempertahankan identitas etnisnya sebagai orang Simalungun.
b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi
bagi pembaca untuk mengetahui tentang identitas etnis orang
Simalungun, khusunya orang Simalungun di Sidamanik
1.5 Sistematika Penelitian
Sistematika penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
BAB I
: PENDAHULUAN
Pada bab ini digambarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II
: LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan diuraikan mengenai landasan teori mengenai identitas etnis
dan Suku Simalungun
Universitas Sumatera Utara
11
BAB III
: METODE PENELITIAN
Pada bab ini berisikan subjek penelitian, informan penelitian dan lokasi
penelitian. Selain itu juga teknik pengambilan sampel yang dipergunakan
dalam penelitian dan metode pengambilan data.
BAB IV
: ANALISA DATA & PEMBAHASAN
Pada bab ini berisikan deskripsi data, interpretasi data dan hasil wawancara
yang dilakukan selanjutnya membahas data-data penelitian tersebut dengan
teori yang relevan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah ditentukan
sebelumnya.
BAB V
: KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini berisikan kesimpulan dan saran mengenai identitas etnis pada
suku Simalungun di Sidamanik.
Universitas Sumatera Utara
Download