BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari komunikasi. Komunikasi telah menjadi salah satu kebutuhan utama kita, seperti halnya makan, pakaian, dan tempat tinggal. Bila kita cermati, dalam keseharian kita pastilah penuh dengan aktifitas komunikasi, baik secara langsung maupun tak langsung, personal maupun interpersonal. Dalam perkembangannya, komunikasi manusia telah mengalami banyak kemajuan, hal ini tentu tidak terlepas dari semakin majunya teknologi komunikasi atau media komunikasi yang semakin mempermudah manusia untuk saling bertukar informasi. Pada awalnya manusia hanya dapat berkomunikasi secara langsung, namun seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi yang ada, saat ini kita dapat berkomunikasi meskipun berada di tempat yang berbeda jauh satu sama lain. Komunikasi massa adalah proses penyampaian informasi, ide, dan sikap kepada banyak orang (biasanya dengan menggunakan mesin atau media yang diklasifikasikan ke dalam media massa, seperti radio siaran, televisi siaran, surat kabar atau majalah dan film). Agar pesan yang disampaikan oleh komunikator sampai pada komunikan, maka dibutuhkan saluran dan media komunikasi. Saluran komunikasi lebih 1 2 identik dengan proses berjalannya pesan, sedangkan media komunikasi lebih identik dengan alat (benda) untuk menyampaikan. Salah satu unsur penting dalam komunikasi adalah media. Yang dimaksud dengan media disini tidak harus selalu berupa media massa, tetapi lebih secara umum. Bahkan McLuhan menyebutkan “The media is the message,” atau media adalah pesan itu sendiri. Media sendiri telah mengalami perkembangan yang cukup besar. Diawali dengan ditemukannya kertas sebagai salah satu media penyampaian pesan, hingga diciptakannya mesin cetak yang menghasilkan media cetak sebagai media massa pertama. Kemudian diciptakan telegram yang berkembang menjadi telepon dan radio, media elektronik yang menyampaikan pesan dalam bentuk audio. Serta penemuan media terbesar, yaitu televisi. Media massa adalah media yang berkaitan dengan penyampaian pesan. Pesan tersebut berhubungan dengan orang banyak yang membutuhkan pesan dan informasi yang berhubungan dengan apa yang terjadi pada sedikit orang di antara orang banyak tersebut.1 Televisi seperti yang dikatakan oleh Onong Uchyana Effendy adalah “Media komunikasi jarak jauh dengan penayangan gambar dan pendengaran suara, baik melalui kawat maupun secara elektromagnetik tanpa kawat”. Kata program berasal dari bahasa Inggris programme atau program yang berarti acara atau rencana. Undang-undang penyiaran Indonesia tidak menngunakan program untuk acara tetapi menggunakan istilah “siaran” yang didefinisikan sebagai pesan atau rangkaian pesan yang disajikan dalam berbagai 1 Nurani Soyomukti , Pengantar Ilmu Komunikasi, Jogjakarta, 2010, hal. 45 3 bentuk. Namun kata „program‟ lebih sering digunakan dalam dunia penyiaran di Indonesia dari pada kata „siaran‟ untuk mengacu kepada pengertian acara. Program adalah segala hal yang ditampilkan stasiun penyiaran untuk memenuhi kebutuhan audiennya, dengan demikian program memiliki pengertian yang sangat luas. Program berita adalah program siaran yang diproduksi melalui pendekatan jurnalistik, yaitu proses produksi yang mengutamakan segi kecepatan, termasuk dalam proses penyajian kepada khalayak.2 Indonesia mengalami banyak perubahan, termasuk pula perubahan rezim pemerintahan. Perubahan rezim pemerintahan merupakan salah satu pendukung perubahan kehidupan jurnalistik atau media massa di Indonesia. Ketika rezim orde baru masih berlangsung, segala kegiatan media massa, baik cetak maupun elektronik masih dibatasi. Kehidupan media massa pun seakan terkekang, dikarenakan ada banyak regulasi yang harus dipatuhi oleh media. Media massa sebagaimana lembaga-lembaga pendidikan, agama dan seni serta kebudayaan merupakan bagian dari alat kekuasaan Negara yang bekerja secara ideologis guna membangun kepatutan khalayak terhadap kelompok yang berkuasa.3 Akan tetapi pandangan Althusser tentang media ini dianggap oleh Antonio Gramsci (1971) justru mengabaikan resistensi iedologis dari kelas tersubordinasi 2 3 Onong Uchjana Effendy, Televisi Siaran, Teori dan Praktek, Jakarta, 1993, Hal 170 Indiwan Seto Wahyu Wibowo. Semiotika Komunikasi. Jakarta. 2011. Hal. 8 4 dalam ruang media. Bagi Gramsci, media massa merupakan arena pergulatan antar ideologi yang saling berkompetensi.4 Antonio Gramsci melihat media massa sebagai ruang dimana berbagai ideologi dipresentasikan. Ini berarti, di satu sisi media bisa menjadi sarana penyebaran ideologi penguasa, jadi alat legitimasi dan kontrol atas wacana publik.5 Namun, di sisi yang lain, media juga bisa jadi alat resistensi terhadap kekuasaan, media massa bisa menjadi alat untuk membangun kultur dan ideologi dominan, sekaligus juga bisa menjadi instrument perjuangan bagi kaum tertindas untuk membangun kultur dan ideologi tandingan. Dalam masyarakat modern manapun, media memainkan peran penting untuk perkembangan politik masyarakatnya. 6 Pada masa lampau hanya ada satu stasiun televisi nasional yaitu TVRI. Kemudian pelan-pelan industri pertelevisian di Indonesia mulai diramaikan dengan kehadiran beberapa stasiun televisi swasta. Hal ini ditandai dengan berdirinya beberapa televisi swasta. Meskipun televisi-televisi swasta sudah diperbolehkan untuk mengudara dan bersiaran, namun kelima televisi tersebut harus patuh terhadap banyaknya regulasi yang dibuat oleh pemerintah orde baru terhadap media, sehingga kebebasan pers pun tak seutuhnya telah didapatkan oleh masyarakat Indonesia. 4 Ibid. Alex Sobur. Analisis Teks Media : Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika dan Analisis Framing, Remadja Karya, Bandung. 2001. Hal. 30 6 Indiwan Seto Wahyu Wibowo. Semiotika Komunikasi. Jakarta. 2011. Hal. 8-9 5 5 Setelah adanya reformasi dan terjadinya moment pelengseran mantan Presiden Soeharto dari kedudukannya sebagai orang pemegang otoritas tertinggi di negara Indonesia, maka hampir segala kebijakan negara termasuk juga yang berkaitan dengan komunikasi juga ikut berubah. Menurut Prof Sasa Djuarsa Sendjaja, saat pidato pengukuhan pada upacara penerimaan Jabatan sebagai Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia, 28 November 2007, era reformasi yang digulirkan sejak jatuhnya rezim orde baru di tahun 1998 telah membawa kepada upaya demokratisasi kehidupan sosial, ekonomi dan politik di Indonesia. Dalam prakteknya, upaya demokratisasi ini juga telah membawa kita kepada praktek-praktek kebijakan liberalisasi dalam berbagai bidang. Salah satunya adalah terjadinya perubahan kebijakan dan regulasi di bidang komunikasi sebagai akibat dari liberalisasi ekonomi dan politik yang ditetapkan. Walaupun televisi-televisi swasta tersebut mengudara dan bersiaran dibawah banyaknya regulasi ketat dari pemerintah namun kenyataan itu setidaknya menyebabkan pertelevisian Indonesia tidak lagi monoton, seperti yang dialami TVRI saat itu. Kehadiran televisi-televisi swasta membawa harmoni tersendiri bagi masyarakat dalam menjalani segala macam perubahan. Hal tersebut semakin dirasa ketika industri televisi mengalami era-nya dengan banyak bermunculannya televisi swasta berkelas nasional. Kini tercatat ada sepuluh stasiun televisi swasta berkelas nasional, yaitu seperti RCTI, SCTV, TPI (MNCTV), ANTV, INDOSIAR, TRANS TV, TRANS 7, GLOBAL TV, TVONE, dan METRO TV. 6 Era 1998 – 2009 adalah saat pers Indonesia menikmati kebebasan dengan sebebas-bebasnya. Sejalan dengan dihapusnya SIUPP, pers Indonesia termasuk Televisi kemudian berkembang pesat. Siapa saja bisa menerbitkan koran, tabloid, majalah dan media lain, tanpa harus melewati aturan yang berbelit, cukup dengan membentuk badan usaha. Pesatnya perkembangan media massa, dalam hal ini televisi, membuat pihak-pihak (para politisi) yang memiliki kepentingan tertentu akan memanfaatkan media televisi sebagai sarana dalam mewujudkan target yang ingin dicapai untuk tujuan tertentu. Karena, televisi memang merupakan media massa yang paling komunikatif dan paling digemari oleh kedua belah pihak (para politisi dan para pemilik hak pilih) karena televisi mempunyai sifat yang berbeda dari media massa lainnya, yaitu bahwa televisi merupakan perpaduan audio-visual sehingga dengan demikian televisi memberikan kesan sebagai penyampai isi atau pesan seolah-olah secara langsung antara komunikator (pembawa acara atau pengisi acara) dengan komunikan (pemirsa). Informasi yang disampaikan melalui televisi mudah dimengerti karena secara bersamaan bisa didengar dan dilihat. Bahkan televisi bisa berperan sebagai alat komunikasi dua arah, khususnya dalam acara-acara „live show’. Frank Allen Philpot dari Universitas Stanford menyatakan bahwa liputan televisi lebih disukai para politisi karena liputan itu nampak lebih nyata dan akrab daripada foto atau kutipan pembicaraan mereka yang dipublikasikan lewat surat 7 kabar, apalagi televisi bisa melakukan siaran langsung sehingga lebih dipercaya karena tidak dapat diedit seperti halnya media massa cetak7. Ini dapat terlihat pada kasus Wisma Atlet di Palembang. Dimana dalam kasus ini melibatkan banyak kader partai politik seperti Nazaruddin yang merupakan anggota DPR yang menjabat sebagai bendahara umum Partai Demokrat yang saat ini sudah terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus korupsi pembangunan wisma atlet di Palembang dan dijatuhi hukuman pidana penjara selama 4 tahun 10 bulan. Dalam kesaksiannya di persidangan, Nazaruddin juga menyebutkan nama beberapa kader partai Demokrat lainnya seperti Angelina Sondakh, Anas Urbaningrum dan Andi Malarangeng yang menurutnya ikut terlibat dalam kasus pembangunan Wisma Atlet di Palembang. Angelina Sondakh merupakan Anggota DPR Komisi X dari partai Demokrat. Salah satu ruang lingkup Komisi X adalah membidangi olahraga. Saat ini Angelina Sondakh ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait kasus korupsi pembangunan Wisma Atlet. Sedangkan, Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dan Andi Malarangen yang menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olah Raga, saat ini statusnya masih menjadi saksi dalam kasus Wisma Atlet. 7 Frank Allen Philpot, Rivers, Stanford University, USA, 2003, hal 226 8 Berita ini mendapat perhatian yang besar dari media massa dan publik karena apa yang dilakukan oleh para kader Partai Demokrat ini bertentangan dengan komitmen Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden dan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat yaitu memberantas koruspi. Sedangkan, kader di dalam Partai Demokrat sudah menjadi tersangka bahkan terpidana dalam pembangunan Wisma Atlet Sea Games di Palembang. Wakil Sekjen Partai Demokrat Saan Mustofa menjelaskan bahwa pernyataan para terdakwa dalam persidangan yang menyebutkan sejumlah kader partai, termasuk Ketua Umum Anas Urbaningrum itulah yang selama ini membuat perspektif negatif di mata masyarakat.8 Menurut Pengamat Politik Yunarto Wijaya, akibat 'nyanyian' Nazaruddin yang selalu menyebut Anas terlibat dan beberapa kadernya seperti Andi Malarangeng dan Angelina Sondakh membuat pemberitaan media terhadap partai Demokrat menjadi negatif, tercatat sebesar 42 persen perspektif negatif terhadap Partai sehingga kinerja positif Demokrat tertutupi.9 Dengan semua pemberitaan mengenai kader Partai Demokrat yang terlibat dalam kasus Wisma Atlet, ini pasti berimplikasi pada semakin memburuknya citra Partai Demokrat. Harus diakui, pencitraan itu memang penting bagi partai politik. Dan itu tercermin dari pribadi-pribadi para kadernya. Lewat sosok Susilo Bambang Yudhoyono, citra Partai Demokrat menjulang tinggi, membuat Susilo Bambang Yudhoyono identik dengan Partai Demokrat. 8 http://id.berita.yahoo.com/kasus-wisma-atlet-membuat-demokrat-tersandera-045936773.html, diunduh pada 18 Oktober 2012, pukul 15. 45 9 Ibid., 9 Sedikit saja muncul kasus yang melibatkan kader partai, padahal itu kasus pribadi, tetap saja akan merembet pada partainya. Karena publik kesulitan untuk memisahkan pribadi sebagai kader partai atau sebagai warga biasa. Tidak mengherankan, jika kasus Wisma Atlet yang berlarut-larut dan terus-menerus menjadi pemberitaan media, memiliki hubungan yang signifikan terhadap penurunan citra Partai Demokrat. Bukan hanya di tingkat nasional saja, tetapi juga di tingkat lokal dapat mempengaruhi ketertarikan dan kepercayaan publik terhadap partai. Karena itu para politisi harus berhati-hati, sebab apapun tindakan, perilaku, dan kebijakan yang dilakukan pasti akan mendapat respons dari masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul : ”Hubungan Pemberitaan Kasus Wisma Atlet di Metro TV Dengan Tingkat Kepercayaan Mahasiswa Pada Komitmen Partai Demokrat Dalam Memberantas Korupsi”. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : ”Adakah Hubungan Antara Pemberitaan Kasus Wisma Atlet di Metro TV Dengan Tingkat Kepercayaan Mahasiswa pada Komitmen Partai Demokrat dalam Memberantas Korupsi?” 10 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidanya Hubungan Antara Pemberitaan Kasus Wisma Atlet di Metro TV Dengan Tingkat Kepercayaan Mahasiswa Pada Komitmen Partai Demokrat Dalam Memberantas Korupsi. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu sebagai berikut : 1.4.1 Manfaat Akademis 1. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat menjadi wahana memperluas pengetahuan mengenai adanya hubungan dari tindakan, perilaku dan kebijakan yang dilakukan kader partai/politisi khususnya Partai Demokrat di dalam pemberitaan Kasus Wisma Atlet dengan tingkat kepercayaan mahasiswa pada komimen Partai Demokrat dalam memberantas korupsi. 2. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian lebih lanjut mengenai hubungan pemberitaan kasus Wisma Atlet dengan tingkat kepercayaan mahasiswa pada komitmen Partai Demokrat dalam memberantas korupsi. 1.4.2 Manfaat Praktis 1. Bagi pihak media, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan untuk lebih memperhatikan isi dari berita khususnya berita yang 11 bersentuhan dengan politik yang dimuat atau ditayangkan, karena dapat membentuk opini publik dan berhubungan dengan tingkat kepercayaan mahasiswa pada suatu partai politik. 2. Bagi pemerhati media, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan wawasan lebih luas lagi mengenai hubungan pemberitaan (berita politik) dengan tingkat kepercayaan mahasiswa pada partai politik.