TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang sabrang (Eleutherine americana Merr.) diklasifikasikan ke dalam Kingdom Plantae dengan divisi Spermatophyta dan subdivisi Angiospermae. Tanaman bawang sabrang termasuk ke dalam kelas Liliales dengan family adalah Eleutherine Iridaceae. americana Nama Merr. Monocotyledonae, ordo spesies dengan dari genus tanaman ini Eleutherine (Backer dan Bachuizen, 1968) Bawang sabrang memiliki akar serabut, coklat muda. Habitus tanaman ini herba, semusim, tinggi 30-40 cm. Batang bawang sabrang merupakan batang semu, membentuk umbi berlapis bulat telur merah. Tanaman ini berdaun tunggal bentuk pita ujung dan pangkal runcing, tepi rata, hijau. Bunga tanaman ini majemuk, tumbuh di ujung batang, panjang tangkai ± 40 cm, bentuk silindris, kelopak terdiri dari dua daun kelopak, hijau kekuningan, mahkota terdiri dari empat daun mahkota, lepas, panjang ± 5 mm, putih, benang sari terdiri dari empat kepala sari kuning, putik bentuk jarum, panjang ± 4 mm, putih kekuningan (warintek.ristek.go.id, 2007). Syarat Tumbuh Tanaman bawang sabrang memiliki adaptasi yang baik, dapat tumbuh dalam berbagai tipe iklim dan jenis tanah. Selain hal tersebut di atas tanaman ini juga dapat diperbanyak dan di panen dalam waktu yang singkat, sehingga tanaman ini dapat dengan mudah dikembangkan untuk skala industri (Galingging, 2007). Universitas Sumatera Utara Tumbuhan ini menyukai tempat-tempat terbuka yang tanahnya kaya dengan humus dan cukup lembab. Tumbuhan ini mudah dibudidayakan, penanamannya tidak tergantung musim dan dalam waktu 2 hingga 3 bulan setelah tanam sudah dapat dipanen (Saptowaluyo, 2007). Hasil penelitian Yusuf (2009) menunjukkan bahwa tanaman bawang sabrang menyukai cahaya penuh dan berproduksi lebih baik pada kondisi tersebut. Tanaman bawang sabrang dengan penaungan (55%, 65%, dan 75%) mengakibatkan penurunan produksi per sampel masing–masing 25.1%, 33.9% dan 42.9% serta menurunkan produksi per plot masing-masing 24.5%, 22.7% dan 34.3% dibanding perlakuan tanpa naungan. Bawang sabrang tidak membutuhkan banyak air, sebab jika berlebih, dapat mempengaruhi bobot umbi per tanamannya. Hasil penelitian Haryati dkk (2010) menunjukkan interval pemberian air 4 hari sekali cenderung menghasilkan bobot umbi per tanaman lebih berat dibandingkan dengan interval pemberian air yang lain (1 hari, 2 hari dan 3 hari sekali). Hasil penelitian Yusuf (2009) menyatakan bahwa untuk menghasilkan pertumbuhan yang baik (seperti jumlah anakan, jumlah umbi, bobot segar umbi dan bobot segar umbi per plot) tanaman bawang sabrang tidak dipengaruhi oleh kadar pasir yang tinggi pada tanah. Tekstur tanah yang terbaik pada penelitian tersebut adalah lempung berliat namun berbeda tidak nyata dengan lempung liat berdebu. Jarak Tanam Kerapatan/jarak tanam berhubungan erat dengan populasi tanaman per satuan luas, dan persaingan antar tanaman dalam penggunaan cahaya, air, unsur Universitas Sumatera Utara hara, dan ruang, sehingga dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil umbi (Brewster & Salter 1980 dalam Sumarni dkk, 2012). Kerapatan tanaman mempengaruhi penampilan dan produksi tanaman, terutama karena keefisienan penggunaan cahaya. Pada umumnya produksi tiap satuan luas tinggi tercapai dengan populasi tinggi, karena tercapainya penggunaan cahaya secara maksimum di awal pertumbuhan. Pada akhirnya, penampilan masing-masing tanaman secara individu menurun karena persaingan untuk cahaya dan faktor pertumbuhan lain. Tanaman memberikan respons dengan mengurangi ukuran baik pada seluruh tanaman maupun pada bagian-bagian tertentu (Harjadi, 1979). Hasil penelitian Putra (2012) menyatakan bahwa jarak tanam tidak nyata mempengaruhi bobot segar umbi per sampel. Jarak tanam paling rapat, 15x20 cm menghasilkan bobot segar umbi per sampel tertinggi. Penggunaan jarak tanam 20x20 cm dan 25x20 cm mengakibatkan penurunan bobot umbi per sampel masing-masing 6,97 % dan 7,23% bila dibandingkan dengan jarak tanam 15x20 cm, hal ini diduga karena jumlah daun pada perlakuan jarak tanam 15x20 cm lebih banyak, sehingga asimilat yang dihasilkan juga lebih banyak dan berpengaruh pada penambahan bobot pada umbi. Jarak tanam 15x20 cm (jarak tanam paling rapat) memiliki jumlah daun terbanyak dibandingkan perlakuan lainnya dengan jarak tanam yang lebih renggang. Jumlah daun tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan, namun pertambahan jumlah daun cenderung dipengaruhi oleh faktor genetis tanaman hingga fase berbunga. Universitas Sumatera Utara Dalam budidaya bawang merah jarak tanam yang digunakan akan menentukan kepadatan populasi persatuan luas. Jarak tanaman yang terlalu rapat atau tingkat kepadatan populasi yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya persaingan antar tanaman dalam memperoleh air, unsur hara dan sinar matahari (Afrida, 2005). Jarak tanam yang lebih longgar dapat menghasilkan berat kering brangkasan yang lebih besar daripada jarak tanam yang lebih rapat. Hal tersebut mencerminkan bahwa pada jarak tanam rapat, terjadi kompetisi dalam penggunaan cahaya yang mempengaruhi pula pengambilan unsur hara, air dan udara. Kompetisi cahaya terjadi apabila suatu tanaman menaungi tanaman lainnya atau suatu daun menaungi daun lainnya sehingga berpengaruh pada proses fotosintesis (Mursito dan Kawiji, 2001). Menurut Harjadi (1979), jarak tanam akan mempengaruhi efisiensi penggunaan cahaya, kompetisi antara tanaman dalam penggunaan air dan unsur hara yang dengan demikian akan mempengaruhi hasil. Jarak tanam yang optimum dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti iklim, kesuburan tanah, dan varietas yang ditanam. Hasil penelitian Mursito dan Kawiji (2001) menyatakan bahwa ternyata jarak tanam yang lebih rapat mampu memberikan hasil umbi tiap petak yang tinggi dari pada jarak tanam yang lebih renggang. Hal ini dapat diterangkan bahwa dengan jarak tanam yang rapat berarti populasi tanaman tinggi, sementara itu berat umbi per tanaman tidak berbeda nyata sehingga jumlah populasi tanaman sangat menentukan hasil yang didapat tiap petakan (luasan tertentu). Universitas Sumatera Utara Keuntungan menggunakan jarak tanam rapat antara lain : (a) sebagai benih yang tidak tumbuh atau tanaman muda yang mati dapat terkompensasi, sehingga tanaman tidak terlalu jarang, (b) permukaan tanah dapat segera tertutup sehingga pertumbuhan gulma dapat ditekan, dan (c) jumlah tanaman yang tinggi diharapkan dapat memberikan hasil yang tinggi pula. Sebaliknya jarak tanam yang terlalu rapat mempunyai beberapa kerugian yakni : (a) ruas batang tumbuh lebih panjang sehingga tanaman kurang kokoh dan mudah roboh, (c) benih yang dibutuhkan lebih banyak dan (d) penyiangan sukar dilakukan (Supriono, 2000). Pengaturan populasi tanaman pada hakekatnya adalah pengaturan jarak tanam yang berpengaruh pada persaingan dalam penyerapan hara, air dan cahaya matahari, sehingga apabila tidak diatur dengan baik akan mempengaruhi hasil tanaman. Jarak tanam rapat mengakibatkan terjadinya kompetisi intra spesies dan antar spesies. Kompetisi yang terjadi utamanya adalah kompetisi dalam memperoleh cahaya, unsur hara dan air. Beberapa penelitian tentang jarak tanam menunjukkan bahwa semakin rapat jarak tanam, maka semakin tinggi tanaman tersebut dan secara nyata berpengaruh pada jumlah cabang serta luas daun. Tanaman yang diusahakan pada musim kering dengan jarak tanam rapat akan berakibat pada pemanjangan ruas, oleh karena jumlah cahaya yang dapat mengenai tubuh tanaman berkurang. Akibat lebih jauh terjadi peningkatan aktifitas auksin sehingga sel-sel tumbuh memanjang (Budiastuti, 2000). William dalam Djauhariya dan Sufiani (1999) mengemukan bahwa produksi tanaman akan meningkat sampai tingkat populasi tertentu dan bila populasi ditingkatkan lagi justu akan menurunkan produksi. Kondisi lingkungan di sekitarnya mungkin berada pada kondisi yang baik bagi pertumbuhannya, Universitas Sumatera Utara dilain pihak persaingan di antara tanaman tidak terlalu ketat, sehingga produksinya paling tinggi dibanding perlakuan jarak tanam lainnya Kompos Jerami Padi Murbandono (1990) mengungkapkan bahwa pemupukan adalah pemberian bahan-bahan pada tanah agar dapat menambah unsur-unsur atau zat makanan yang diperlukan tanah secara langsung atau tidak langsung. Pemupukan pada umumnya bertujuan untuk memelihara atau memperbaiki kesuburan tanah sehingga tanaman dapat tumbuh lebih cepat, subur, dan sehat. Tanah sebagai tempat tumbuh tanaman harus mempunyai kandungan hara yang cukup untuk menunjang proses pertumbuhan tanaman sampai berproduksi, artinya tanah yang digunakan harus subur. Ketersediaan hara dalam tanah sangat dipengaruhi oleh adanya bahan organik (Sintia, 2012). Jerami merupakan sumber bahan organik in situ yang murah untuk memperbaiki mutu tanah. Jerami padi dapat diberikan dalam bentuk kompos. Jerami padi yang diletakkan di pinggir petak persawahan dan digunakan pada musim tanam berikutnya yang merupakan sistem pengomposan secara sederhana ternyata mampu memperbaiki produktivitas tanaman dan memberikan emisi gas rumah kaca seperti metana dan dinitrogen oksida lebih rendah daripada jerami segar. Jerami yang diletakkan di pinggir petakan akan mengalami proses dekomposisi oleh mikroba pengurai menjadi kompos (Harsanti, dkk, 2012). Pengomposan jerami merupakan langkah yang menguntungkan, selain terjadi konservasi hara juga mengurangi pencemaran lingkungan serta memberikan nilai tambah bagi petani. Kompos yang dikembalikan ke tanah akan Universitas Sumatera Utara melestarikan kesuburan baik fisik, kimia, dan biologi tanah. Dengan demikian dapat mendukung keberlanjutan produksi tanaman (Ekawati, 2003). Dobermann dan Fairhurst (2000) dalam Maratua (2012) menyatakan bahwa potensi bahan organik jerami padi mengandung Si (4-7%), K (1,2 -1,7%), N (0,5-0,8%) dan P (0,07-0,12). Penggunaan jerami padi ke dalam tanah sawah dapat meningkatkan kandungan C-organik tanah, meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan pupuk anorganik. Bilamana jerami padi dikembalikan ke dalam tanah maka dapat mengurangi kebutuhan pupuk K anorganik yang relatif banyak, dan ketersediaan K akan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit tanaman (Harsanti, dkk, 2012). Hasil penelitian Anwar dkk (2006) menyatakan bahwa pemberian kompos jerami mampu memperbaiki kualitas tanah berupa peningkatan pH dan kandungan bahan organik serta penurunan Al-dd, juga meningkatkan kelarutan Fe2+ dan SO42. Pasokan hara dari pembenah organik seperti kompos jerami padi dengan struktur tanah yang mampu mendukung pertumbuhan tanaman akan meningkatkan produktivitas tanaman. Hasil penelitian Wihardjaka (1998), pemberian kompos jerami padi 5 ton/ha meningkatkan hasil gabah padi sawah tadah hujan sebesar 38,1- 50,5% dibandingkan tanpa pemberian bahan organik (Harsanti, dkk, 2012). Kalium diperlukan tanaman untuk berbagai fungsi fisiologis, termasuk di dalamnya adalah metabolisme karbohidrat, aktivitas enzim, regulasi osmotik, efisiensi penggunaan air, serapan unsur nitrogen, sintesis protein, dan translokasi Universitas Sumatera Utara asimilat. Kalium juga mempunyai peranan dalam meningkatkan ketahanan terhadap penyakit tanaman tertentu dan perbaikan kualitas hasil tanaman. Unsur kalium pada tanaman bawang merah memperlancar proses fotosintesis, memacu pertumbuhan tanaman pada tingkat permulaan, memperkuat batang, mengurangi kecepatan pembusukan hasil dan menambah daya tahan terhadap penyakit. Selain itu unsur kalium pada tanaman bawang merah memberikan hasil umbi yang lebih baik, daya simpan umbi bawang merah yang lebih tinggi dan umbi tetap padat meskipun sudah disimpan lama (Gunadi, 2009). Universitas Sumatera Utara