Pengaruh Model Pembelajaran Terpadu Tipe Connected terhadap

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. KAJIAN TEORI
1. Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki
siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar siswa
pada hakikatnya adalah perubahan mencakup bidang kognitif, afektif
dan psikomotoris yang berorientasi pada proses belajar mengajar yang
dialami siswa (Sudjana, 2010). Hasil belajar merupakan hasil dari suatu
interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Tindak mengajar diakhiri
dengan proses evaluasi hasil belajar dan hasil belajar merupakan
berakhirnya pengajaran dan puncak proses belajar. Dampak
pengajaran adalah hasil yang dapat diukur seperti tertuang dalam
angka ulangan, angka rapot (Dimyati dan Mudjiono, 2009). Hasil
belajar adalah sebagai hasil yang telah dicapai seseorang setelah
mengalami proses belajar dengan terlebih dahulu mengadakan
evaluasi dari proses belajar yang dilakukan. Hasil belajar sering
dipergunakan dalam arti yang sangat luas yakni untuk bermacammacam aturan terdapat apa yang telah dicapai oleh siswa, misalnya
ulangan harian, tugas-tugas pekerjaan rumah, tes lisan yang dilakukan
selama pelajaran berlangsung (Arikunto, 2001).
Djamarah (2003) mengatakan bahwa salah satu indikator
tercapai atau tidaknya suatu proses pembelajaran adalah dengan
melihat hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Hasil belajar merupakan
cerminan tingkat keberhasilan atau pencapaian tujuan dari proses
belajar yang telah dilaksanakan yang pada puncaknya diakhiri dengan
suatu evaluasi. Hasil belajar diartikan sebagai hasil akhir pengambilan
keputusan tentang tinggi rendahnya nilai siswa selama mengikuti
proses belajar mengajar, pembelajaran dikatakan berhasil jika tingkat
pengetahuan siswa bertambah dari hasil sebelumnya. Hasil belajar
merupakan tingkat penguasaan yang dicapai dalam mengikuti program
belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan. Belajar merupakan perubahan dalam disposisi atau
kapabilitas manusia selama periode waktu tertentu yang disebabkan
oleh proses perubahan, dan perubahan itu dapat diamati dalam
6
7
bentuk perubahan tingkah laku yang dapat bertahan selama beberapa
periode waktu.
Hasil belajar disini adalah dalam konteks mata pelajaran
matematika. Oleh karena itu, hasil belajar matematika merujuk pada
pencapaian hasil belajar matematika yang diukur dengan suatu alat
evaluasi yaitu tes. Hasil belajar matematika merupakan cerminan
tingkat keberhasilan atau pencapaian tujuan dari proses belajar
matematika yang telah dilaksanakan. Penelitian ini mengacu pada
pandapat Arikunto (2001) yang mengatakan bahwa hasil belajar
adalah sebagai hasil yang telah dicapai seseorang setelah mengalami
proses belajar dengan terlebih dahulu mengadakan evaluasi dari
proses belajar yang dilakukan. Hasil belajar dapat dikatakan tuntas
apabila telah memenuhi kriteria ketuntasan minimum yang ditetapkan
oleh masing-masing guru mata pelajaran. Hasil belajar sering
dipergunakan dalam arti yang sangat luas yakni untuk bermacammacam aturan terdapat apa yang telah dicapai oleh siswa, misalnya
ulangan harian, tugas-tugas pekerjaan rumah, tes lisan yang dilakukan
selama pelajaran berlangsung.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan atas
dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor
tersebut saling mempengaruhi dalam proses belajar individu sehingga
menentukan kualitas hasil belajar (Baharuddin dan Wahyuni, 2007).
1) Faktor internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari
dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu.
Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan psikologis.
a) Faktor fisiologis, adalah faktor-faktor yang berhubungan
dengan kondisi fisik individu. Faktor ini dibedakan menjadi dua
macam. Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus
jasmani pada umumnya sangat mempengaruhi aktivitas
belajar seseorang. Kedua, keadaan fungsi jasmani atau
fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi
fisiologi pada tubuh manusia sangat mempengaruhi hasil
belajar terutama pancaindra.
b) Faktor psikologis, adalah keadaan psikologis seseorang yang
dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor
8
psikologis yang yang utama mempengaruhi proses belajar
adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, dan bakat.
2) Faktor-faktor eksogen atau eksternal
Faktor eksternal juga dapat mempengaruhi hasil belajar
siswa. Menurut Syah sebagaimana dikutip dalam Baharuddin dan
Wahyuni (2007), faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi hasil
belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor
lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.
a) Lingkungan sosial
Lingkungan sosial terdiri dari lingkungan sosial sekolah,
lingkungan sosial masyarakat, dan lingkungan sosial keluarga.
b) Lingkungan nonsosial
Faktor-faktor yang termasuk dalam lingkungan nonsosial
adalah:
Pertama, lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang
segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu
silau atau kuat, suasana yang sejuk dan tenang. Kedua, faktor
instrumenal, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan
dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah,
alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapangan olahraga, dan lain
sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah,
peraturan-peraturan sekolah, dan buku.
c. Macam-Macam Hasil Belajar
Howard kingsley sebagaimana dikutip dalam Sudjana (2010)
membagi tiga macam hasil belajar, yakni (1) keterampilan dan
kebiasaan, (2) pengetahuan dan pengertian, (3) sikap dan cita-cita.
Sedangkan gagne membagi hasil belajar menjadi lima, yaitu (1)
informasi verbal, (2) keterampilan intelektual, (3) strategi kognitif, (4)
sikap, dan (5) keterampilan motoris. Menurut Benyamin Bloom
sebagaimana dikutip dalam Sudjana (2010), secara garis besar
membagi hasil belajar menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah
afektif, dan ranah psikomotorik.
1) Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang
terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintetis, dan evaluasi.
2) Ranah afektif berkenaaan dengan sikap dan nilai. Hasil belajar
afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti
9
perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar,
menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan
hubungan sosial. Ada lima aspek dalam ranah afektif, yaitu
penerimaan, jaawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan
internalisasi.
3) Ranah psikomotoris, hasil belajar psikomotoris tampak dalam
bentuk keterampilan dan kemampuan bertindak individu. Ada
enam aspek dalam ranah psikomotoris, yaitu gerakan reflex,
keterampilan
gerakan
dasar,
kemampuan
perceptual,
keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks,
dan gerakan ekspresif dan interpretatif.
Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Di
antaran ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai
oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para
siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.
2. Minat Belajar
a. Pengertian Minat
Minat adalah kecenderungan untuk selalu memperhatikan dan
mengingat sesuatu secara terus menerus. Minat erat kaitannya
dengan perasaan senang, karena itu dapat dikatakan minat terjadi
karena sikap senang kepada sesuatu, orang yang berminat kepada
sesuatu berarti ia sikapnya senang kepada sesuatu (Nurhidayati, 2006).
Minat adalah rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada sesuatu hal
atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh (Djaali dalam Rubiyo, 2011).
Howett dan Fomess sebagaimana dikutip dalam Abdullah
(2012) menyatakan bahwa minat seseorang akan muncul bersamaan
dengan munculnya perkembangan pengetahuan dan pengalaman
seseorang. Seseorang yang mulai mengenal dunia luar dengan
berbagai obyek, peristiwa dan aktivitas yang menarik untuk
mendorong orang tersebut tertarik terhadap obyek, peristiwa dan
aktivitas tersebut. Minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan
yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal daripada hal
lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu
aktivitas. Siswa yang memiliki minat terhadap subyek tertentu
cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap
subyek tersebut.
10
Hilgard sebagaimana dikutip dalam Dimyati dan Mudjiono
(2009) mengatakan bahwa minat adalah kecenderungan yang tetap
untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan
yang diminati seseorang, diperhatikan terus-menerus dengan disertai
rasa senang dan adanya aktivitas akibat dari perhatian dan rasa
senang.
Reber sebagaimana dikutip dalam Baharuddin dan Wahyuni
(2007) mengatakan bahwa minat (interest) berarti kecenderungan dan
kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.
Minat adalah watak yang tersusun melalui pengalaman yang
mendorong individu mencari objek, aktivitas, untuk tujuan perhatian
dan penguasaan. Minat adalah keingintahuan seseorang tentang
keadaan suatu objek. Minat berpengaruh terhadap aktivitas belajar,
karena jika seseorang tidak memiliki minat untuk belajar, ia akan tidak
bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam
konteks belajar di kelas, seorang guru perlu membangkitkan minat
siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dipelajarinya.
Minat berbanding lurus dengan pencapaian hasil belajar,
semakin tinggi minat siswa dalam belajar maka semakin tinggi pula
hasil belajarnya. Sebaliknya semakin rendah minat siswa dalam
belajar, maka semakin rendah pula hasil belajarnya. Minat siswa dalam
belajar dapat direalisasikan dalam suatu tindakan dengan
meningkatkan berbagai dimensi minatnya dalam kegiatan belajar,
sehingga dapat meningkatkan hasil belajar yang tinggi. Demikian pula
sebaliknya, hasil belajar akan menurun apabila siswa tidak dapat
meningkatkan berbagai dimensi minat dalam kegiatan belajarnya
(Abdullah, 2012).
Minat disini adalah dalam konteks mata pelajaran matematika.
Oleh karena itu, minat belajar matematika adalah rasa lebih suka dan
rasa keterikatan pada matematika atau aktivitas tanpa ada yang
menyuruh serta kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar
terhadap matematika. Seorang guru perlu membangkitkan minat siswa
agar tertarik terhadap materi pelajaran matematika.
b. Unsur-Unsur Minat
Rubiyo (2011), ciri-ciri adanya minat pada seseorang antara
lain: adanya perasaan senang, adanya perhatian, dan adanya aktivitas
yang merupakan akibat dari rasa senang dan perhatian.
11
1) Perasaan Senang
Sagala (2005), perasaan dapat diartikan sebagai suasana
psikis yang mengambil bagian pribadi dalam situasi, dengan jalan
membuka diri terhadap suatu hal yang berbeda dengan keadaan
atau nilai dalam diri. Perasaan juga dapat diartikan sebagai
pengalaman yang bersifat efektif, yang dihayati sebagai suka atau
ketidaksukaan yang timbul karena adanya perangsang-perangsang
tertentu. Perasaan yang menyenangkan adalah perasaan yang
disukai, yang diingini, sehingga diusahakan untuk memperolehnya.
2) Perhatian
Sagala (2005), perhatian adalah cara menggerakkan
bentuk umum cara bergaulnya jiwa dengan bahan-bahan dalam
medan tingkah laku. Surya (2007), perhatian adalah proses
pemusatan pengerahan aktivitas tenaga psikis (pikiran) dan fisik
terutama indra dan gerakan tubuh pada fokus tertentu.
Pengerahan aktivitas pikiran dan fisik sangat dipengaruhi oleh
kadar kesadaran yang turut serta pada aktivitas tersebut. Semakin
tinggi intensitas perhatian pada suatu kegiatan, semakin sukses
kegiatan yang dilakukan. Sebaliknya, jika perhatian lemah, maka
menimbulkan aktivitas yang berkualitas rendah dan menimbulkan
ketidakseriusan. Ketidakseriusan merupakan awal terbentuknya
rasa malas dan bosan. Lemahnya perhatian siswa terhadap proses
belajar disebabkan karena tidak tumbuhnya kesadaran siswa
terhadap manfaat atau arti apa yang akan dipelajarinya.
3) Aktivitas
Ali sebagaimana dikutip dalam Rubiyo (2011) menyatakan
bahwa aktivitas adalah keaktifan atau kegiatan. Aktivitas yang
dimaksud adalah keaktifan atau partisipasi langsung dalam suatu
kegiatan. Mengajar merupakan upaya yang dilakukan oleh guru
agar siswa belajar. Ibrahim dan Syaodih (2005) mengatakan bahwa
siswalah yang menjadi subjek dalam pengajaran dan juga sebagai
pelaku kegiatan belajar, maka guru hendaknya merencanakan
pengajaran yang menuntut siswa banyak melakukan aktivitas
belajar.
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Belajar
Surya sebagaimana dikutip dalam Ali (2009), faktor-faktor yang
mempengaruhi minat belajar siswa adalah sebagai berikut.
12
1) Faktor-faktor yang bersumber dari siswa itu sendiri.
a) Tidak mempunyai tujuan yang jelas, jika tujuan belajar sudah
jelas maka siswa cenderung menaruh minat terhadap belajar.
Besar kecilnya minat siswa dalam belajar tergantung pada
tujuan belajar yang kelas dari siswa.
b) Bermanfaat atau tidaknya sesuatu yang dipelajari bagi individu
siswa. Apabila pelajaran kurang dirasakan bermanfaat bagi
perkembangan dirinya, siswa cenderung untuk menghindar.
c) Kesehatan yang sering mengganggu. Kesehatan ini sangat
berpengaruh dalam belajar, seperti sering sakit, kurang
vitamin atau kelainan jasmani misalnya mata, serta kelenjarkelenjar. Hal ini akan mempengaruhi atau mempersulit siswa
dalam belajar atau menjalankan tugas-tugasnya di dalam
kelas.
d) Adanya masalah atau kesukaran kejiwaan. Masalah atau
kesukaran kejiwaan ini misalnya ada gangguan emosional, rasa
tidak senang, serta gangguan-gangguan dalam proses berfikir.
Semua itu akan mempengaruhi minat belajar siswa.
2) Faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan sekolah.
a) Cara-cara menyampaikan pelajaran. Penyampaian guru dalam
proses belajar mengajar sangat menentukan minat belajar
siswa. Apabila guru menguasai materi tetapi kurang pandai
dalam menerapkan berbagai model mengajar yang tepat, hal
ini akan mengurangi minat belajar siswa.
b) Adanya konflik pribadi antara guru dengan siswa. Konflik
pribadi guru dengan siswa akan mengurangi minat siswa pada
mata pelajaran yang diampu oleh guru tersebut.
c) Suasana lingkungan sekolah. Suasana lingkungan sekolah
diantaranya iklim sekolah, iklim belajar, suasana tempat, dan
fasilitas yang menyebabkan siswa tertuju perhatiannya kepada
kegiatan belajar-mengajar.
3) Faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan keluarga dan
masyarakat.
a) Masalah broken home. Masalah-masalah yang terjadi dari
pihak orang dan lingkungan keluarga akan mempengaruhi
minat belajar siswa.
13
b) Perhatian utama siswa dicurahkan kepada kegiatan-kegiatan di
luar sekolah, misalnya kegiatan olahraga atau bekerja. Hal-hal
tersebut dapat mengurangi minat belajar siswa.
d. Peran Minat Siswa dalam Belajar
Minat mempunyai peranan penting bila dikaitkan dalam
lembaga dan kurikulum pembelajarannya, karena minat mempunyai
kecenderungan pada siswa untuk aktif dan respons terhadap
sasarannya. Apabila sebuah kurikulum pembelajaran sekolah sudah
tidak diminati, maka siswa akan cenderung pasif dan tidak
memperdulikan segala usaha yang telah dilakukan oleh sekolah
tersebut, sebalikanya jika kurikulum yang dilaksanakan diminati oleh
siswa, maka siswa akan cenderung melakukan kegiatan yang berguna
dan berjalan sesuai apa yang diharapkan oleh sekolah. Surakhman
sebagaimana dikutip dalam Ugik (2012) menyatakan bahwa apabila
seseorang telah memutuskan minatnya pada suatu nilai maka bagianbagian lain disekitar atau diluar pergantiannya akan menjadi kabur dan
tidak dihiraukan, karena minat itulah yang mengendalikan seseorang
dari bidang- bidang lain mengarah pada bidang tertentu. Minat belajar
siswa menjadi inti dari keberhasilan dalam pengembangan kurikulum
pendidikan, karena selain kesanggupan sekolah dalam membuat
sebuah program, masih diperlukan ketersediaan dari target (siswa).
Peran minat sangat besar jika dikaitkan dalam pelaksanaan
pembelajaran, karena dengan adanya minat siswa untuk belajar,
proses pembelajaran akan dapat efektif. Menurut Tafsir sebagaimana
dikutip dalam Ugik (2012) menyatakan bahwa, jika siswa telah
berminat dalam kegiatan belajar mengajar, maka hampir dapat
dipastikan proses belajar mengajar akan berjalan dengan baik dan hasil
belajar juga optimal.
Penelitian ini mengacu pada pengertian Hilgard sebagaimana
dikutip dalam Dimyati dan Mudjiono (2009). Unsur-unsur minat pada
seorang siswa adalah adanya perasaan senang, adanya perhatian, dan
adanya aktivitas yang merupakan akibat dari rasa senang dan
perhatian.
3. Model Pembelajaran Terpadu Tipe Connected
a. Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu
pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan
14
pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Model
pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan
digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahaptahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan
pengelolaan kelas (Arends dalam Trianto, 2011). Model pembelajaran
dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model
pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan
pendidikannya (Rusman, 2011).
Model pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar
tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para guru untuk merencanakan dan melaksanakan
aktivitas pembelajaran. Model pembelajaran juga dapat dimaknai
sebagai perangkat rencana atau pola yang dapat dipergunakan untuk
merancang bahan-bahan pembelajaran di kelas atau di tempat-tempat
lain yang melaksanakan aktivitas pembelajaran (Aunurrahman, 2010).
Trianto (2011) mengatakan bahwa dalam mengajarkan suatu
konsep atau materi tertentu, tidak ada satu model pembelajaran yang
lebih baik daripada model pembelajaran yang lainnya. Berarti untuk
setiap model pembelajaran harus disesuaikan dengan konsep yang
lebih cocok dan dapat dipadukan dengan model pembelajaran yang
lain untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, dalam
memilih suatu model pembelajaran harus memiliki pertimbanganpertimbangan, seperti materi pelajaran, jam pelajaran, tingkat
perkembangan kognitif siswa, lingkungan belajar, dan fasilitas
penunjang yang tersedia, sehingga tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan dapat tercapai.
Model-model pembelajaran dikembangkan utamanya
beranjak dari adanya perbedaan berkaitan dengan berbagai
karakteristik siswa, yaitu karakteristik kepribadian, kebiasaankebiasaan, modalitas belajar yang bervariasi antara individu satu
dengan yang lain, maka model pembelajaran guru juga harus
selayaknya tidak terpaku hanya pada model tertentu, akan tetapi
harus bervariasi. Pengembangan model pembelajaran yang tepat pada
dasarnya bertujuan menciptakan kondisi pembelajaran yang
memungkinkan siswa dapat belajar secara aktif dan menyenangkan
15
sehingga siswa dapat meraih hasil belajar dan prestasi yang optimal
(Aunurrahman, 2010).
b. Model Pembelajaran Terpadu
Model pembelajaran terpadu merupakan model pembelajaran
yang mencoba memadukan beberapa pokok bahasan (Beane dalam
Trianto, 2011). Menurut Joni seperti yang dikutip dalam Trianto (2011)
mengatakan bahwa model pembelajaran terpadu merupakan suatu
sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual
maupun kelompok, aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep
serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan otentik.
Hadisubroto sebagaiman dikutip dalam Muhari (2009), model
pembelajaran terpadu adalah pembelajaran yang diawali dengan suatu
pokok bahasan atau tema tertentu yang dikaitkan dengan pokok
bahasan lain, konsep tertentu dikaitkan dengan konsep lain, yang
dilakukan secara spontan atau direncanakan, baik dalam satu bidang
studi atau lebih, dengan beragam pengalaman belajar anak, maka
pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Indrawati (2009) mengatakan bahwa pembelajaran terpadu
sebagai bentuk aktivitas belajar-mengajar yang secara struktur sama
dengan program satuan pembelajaran untuk satu pokok bahasan atau
materi pokok dalam silabus, hanya muatan materinya dan konteksnya
berbeda, yaitu berasal dari beberapa pokok bahasan untuk satu mata
pelajaran atau bahkan antar pokok bahasan dari dua atau lebih mata
pelajaran. Pembelajaran terpadu berfungsi sebagai wadah, ajang, atau
muara penyatupaduan konsep-konsep yang dikandung beberapa
pokok bahasan dan atau beberapa mata pelajaran yang seharusnya
memiliki keterkaitan dan keterpaduan pemahamannya.
1) Karakteristik pembelajaran terpadu
Menurut Depdikbud, pembelajaran terpadu sebagai suatu
proses mempunyai beberapa karakteristik atau ciri-ciri, yaitu:
holistik, bermakna, otentik, dan aktif.
a) Holistik
Suatu gejala atau fenomena yang menjadi pusat
perhatian dalam pembelajaran terpadu diamati dan dikaji dari
beberapa bidang kajian sekaligus, tidak dari sudut pandang
yang tekotak-kotak. Pembelajaran terpadu memungkinkan
siswa untuk memahami suatu fenomena dari segala sisi. Pada
16
gilirannya nanti, hal ini akan membuat siswa menjadi lebih arif
dan bijak di dalam menyikapi atau menghadapi kejadian yang
ada di depan mereka.
b) Bermakna
Pengkajian suatu fenomena dari berbagai macam
aspek seperti yang dijelaskan di atas, memungkinkan
terbentuknya semacam jalinan antar konsep-konsep yang
berhubungan yang disebut schemata. Hal ini akan berdampak
pada kebermaknaan dari materi yang dipelajari.
Rujukan yang nyata dari segala konsep yang diperoleh,
dan keterkaitannya dengan konsep-konsep lainnya akan
menambah kebermaknaan konsep yang dipelajari. Selanjutnya
hal ini akan mengakibatkan pembelajaran yang fungsional.
Siswa mampu menerapkan perolehan belajarnya untuk
memecahkan masalah-masalah yang muncul didalam
kehidupannya.
c) Otentik
Pembelajaran
terpadu
memungkinkan
siswa
memahami secara langsung prinsip dan konsep yang ingin
dipelajarinya melalui kegiatan belajar secara langsung. Mereka
memahami dari hasil belajarnya sendiri, bukan sekedar
pemberitahuan guru. Informasi dan pengetahuan yang
diperoleh sifatnya menjadi lebih otentik.
d) Aktif
Pembelajaran terpadu menekankan keaktifan siswa
dalam pembelajaran, baik secara fisik, mental, intelektual,
maupun emosional guna tercapainya hasil belajar yang
optimal dengan mempertimbangkan hasrat, minat, dan
kemampuan siswa sehingga mereka termotivasi untuk terusmenerus belajar.
2) Langkah-langkah (sintaks) pembelajaran terpadu
Langkah-langkah pembelajaran terpadu mengikuti tahaptahap yang dilalui dalam setiap model pembelajaran yang meliputi
tiga tahap yaitu perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap
evaluasi. Berkaitan dengan itu, maka langkah-langkah model
pembelajaran terpadu dapat direduksi dari berbagai model
pembelajaran. Dengan demikian, sintaks pembelajaran terpadu
17
dapat bersifat luwes dan fleksibel. Artinya, bahwa langkah-langkah
dalam pembelajaran terpadu dapat diakomodasi dari berbagai
model pembelajaran yang dikenal dengan istilah setting atau
merekonstruksi (Trianto, 2011).
a) Tahap perencanaan
(1) Menentukan jenis mata pelajaran dan jenis keterampilan
yang dipadukan
(2) Memilih kajian materi, standar kompetensi, kompetensi
dasar, dan indikator
Langkah ini mengarahkan guru untuk menentukan sub
keterampilan dari masing-masing keterampilan yang dapat
diintegrasikan dalam suatu unit pembelajaran
(3) Menentukan sub keterampilan yang dipadukan
Secara umum keterampilan-keterampilan yang harus
dikuasai meliputi keterampilan berpikir (thinking skills),
keterampilan sosial (social skills), keterampilan
mengorganisasi (organizer skills) yang masing-masing
terdiri atas sub-sub keterampilan yang dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1
Unsur-Unsur Keterampilan Berpikir, Keterampilan Sosial,
dan Keterampilan Mengorganisasi
Keterampilan
berpikir
Memprediksi
Menyimpulkan
Membuat hipotesis
Membandingkan
Mengklasifiksai
Menggeneralisasi
Membuat skala
prioritas
mengevaluasi
Keterampilan sosial
Memperhatikan
pendapat orang
Mengklarifikasi
Menjelaskan
Memberanikan diri
Menerima pendapat
orang
Menolak pendapat
orang lain
Menyepakati
Meringkaskan
Keterampilan
mengorganisasi
Jaringan (jaring labalaba)
Diagram venn
Diagram alir
Lingkaran
sebabakibat
Diagram akur/ tidak
akur
Peta konsep
Diagram rangka ikan
(4) Menentukan langkah-langkah pembelajaran
Langkah ini diperlukan sebagai strategi guru untuk
mengintegrasikan setiap sub keterampilan yang telah
dipilih pada setiap langkah pembelajaran.
18
b) Tahap pelaksanaan
Muchlas sebagaimana dikutip dalam Trianto (2011)
mengatakan bahwa tidak ada model pembelajaran tunggal
yang cocok untuk suatu topik dalam pembelajaran terpadu.
Artinya dalam satu tatap muka dipadukan beberapa model
pembelajaran.
c) Tahap evaluasi
Tahap evaluasi dapat berupa evaluasi proses pembelajaran
dan evaluasi hasil pembelajaran. Tahap evaluasi menurut
Depertemen Pendidikan Nasional hendaknya memperhatikan
prinsip evaluasi pembelajaran terpadu.
(1) Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan
evaluasi diri di samping bentuk evaluasi lainnya.
(2) Guru perlu mengajak para siswa untuk mengevaluasi
perolehan belajar yang telah dicapai berdasarkan kriteria
keberhasilan pencapaian tujuan yang akan dicapai.
Fogarty sebagaimana dikutip dalam Sukayati & Wulandari
(2009) mengatakan bahwa terdapat sepuluh model pembelajaran
terpadu, yaitu (1) the fragmented model (model tergambarkan), (2)
the connected model (model terhubung), (3) the nested model (model
tersarang), (4) the sequenced model (model terurut), (5) the shared
model (model terbagi), (6) the webbed model (model terjaring), (7) the
threaded model (model tertali), (8) the integrated model (model
terpadu), (9) the innersed model (model terbenam), (10) the
nekworked model (model jaringan).
c. Model Pembelajaran Terpadu Tipe Connected
Jumboo (2012) mengatakan bahwa model pembelajaran
terpadu tipe connected adalah model pembelajaran yang
penekanannya terletak pada perlu adanya integrasi inter bidang studi.
Model pembelajaran ini juga secara nyata menghubungkan satu
konsep dengan konsep lain, satu topik dengan topik lain, satu
keterampilan dengan keterampilan lain, tugas yang dilakukan dalam
satu hari dengan tugas yang dilakukan pada hari berikutnya, serta ideide yang dipelajari pada satu semester dengan semester berikutnya.
Sukayati dan wulandari (2009) mengatakan bahwa model
pembelajaran terpadu tipe connected menyajikan hubungan yang
eksplisit di dalam suatu mata pelajaran yaitu menghubungkan satu
19
topik ke topik lain, satu konsep ke konsep lain, satu keterampilan ke
keterampilan lain, satu tugas ke tugas berikutnya.
Fogarty sebagaimana dikutip dalam Trianto (2011)
mengemukakan bahwa model terhubung (connected) merupakan
model integrasi interbidang studi. Model ini secara nyata
mengorganisasikan atau mengintegrasikan satu konsep, keterampilan,
atau kemampuan yang ditumbuhkembangkan dalam suatu pokok
bahasan atau sub pokok bahasan yang dikaitkan dengan konsep,
keterampilan atau kemampuan pada pokok bahasan atau sub pokok
bahasan lain, dalam satu bidang studi. Kaitan dapat diadakan secara
spontan atau direncanakan terlebih dahulu. Dengan demikian,
pembelajaran menjadi lebih bermakna dan efektif. Dengan kata lain,
bahwa pembelajaran terpadu tipe connected adalah pembelajaran
yang dilakukan dengan mengaitkan satu pokok bahasan dengan pokok
bahasan lainnya atau berikutnya, mengaitkan satu konsep dengan
konsep yang lain, mengaitkan satu keterampilan dengan keterampilan
yang lain, dan dapat juga mengaitkan pekerjaan hari itu dengan hari
yang lain atau berikutnya dalam satu bidang studi.
1) Kekurangan model pembelajaran terpadu tipe connected
Kekurangan model pembelajaran terpadu tipe connected
antara lain: (1) masih kelihatan tepisahnya antarbidang studi, (2)
tidak mendorong guru untuk bekerja secara tim sehingga isi
pelajaran tetap terfokus tanpa merentangkan konsep-konsep serta
ide-ide antarbidang studi, (3) dalam memadukan ide-ide pada satu
bidang studi, maka usaha untuk mengembangkan keterhubungan
antar bidang studi menjadi terabaikan (Fogarty dalam Trianto,
2011).
Indrawati (2009) mengatakan bahwa kekurangan model
pembelajaran terpadu tipe connected adalah disiplin-disiplin ilmu
tidak berkaitan serta content terfokus pada satu disiplin ilmu.
Hadisubroto (dalam Trianto, 2011) mengatakan bahwa kekurangan
model ini adalah berbagai bidang studi masih tetap terpisah dan
nampak tidak ada hubungan meskipun hubungan-hubungan itu
telah disusun secara eksplisit didalam satu bidang studi.
2) Kelebihan model pembelajaran terpadu tipe connected
Beberapa keunggulan model pembelajaran terpadu tipe
connected antara lain sebagai berikut: (1) dengan pengintegrasian
20
ide-ide interbidang studi, maka siswa mempunyai gambaran yang
luas sebagaimana suatu bidang studi yang terfokus pada suatu
aspek tertentu, (2) siswa dapat mengembangkan konsep-konsep
kunci secara terus menerus, sehingga terjadilah proses
internalisasi, (3) mengintegrasikan ide-ide dalam interbidang studi
memungkinkan
siswa
mengkaji,
mengkonseptualisasi,
memperbaiki, serta mengasimilasi ide-ide dalam memecahkan
masalah (Fogarty dalam Trianto, 2011).
Indrawati (2009) mengatakan bahwa kelebihan model
pembelajaran terpadu tipe connected adalah konsep-konsep
utama saling terhubung, mengarah pada pengulangan,
rekonseptualisasi, dan asimilasi gagasan-gagasan dalam suatu
disiplin. Hadisubroto (dalam Trianto, 2011) mengatakan bahwa
keunggulan model pembelajaran terpadu tipe connected.
Keunggulannya adalah: (1) dengan adanya hubungan atau kaitan
antar gagasan di dalam satu bidang studi, siswa-siswa mempunyai
gambaran yang lebih komprehensif dari beberapa aspek tertentu
mereka pelajari lebih mendalam, (2) konsep-konsep kunci
dikembangkan dengan waktu yang cukup sehingga lebih dapat
dicerna oleh siswa, (3) kaitan-kaitan dengan sejumlah gagasan di
dalam satu bidang studi memungkinkan siswa untuk dapat
mengkonseptualisasi kembali dan mengasimilasi gagasan secara
bertahap, (4) tipe connected tidak mengganggu kurikulum yang
sedang berlaku.
Penelitian ini mengacu pada definisi dari Fogarty sebagaimana
dikutip dalam Trianto (2011) yang menyatakan bahwa pembelajaran
terpadu tipe connected adalah pembelajaran yang dilakukan dengan
mengaitkan satu pokok bahasan dengan pokok bahasan lainnya atau
berikutnya, mengaitkan satu konsep dengan konsep yang lain,
mengaitkan satu keterampilan dengan keterampilan yang lain, dan
dapat juga mengaitkan pekerjaan hari itu dengan hari yang lain atau
berikutnya dalam satu bidang studi. Kaitan dapat diadakan secara
spontan atau direncanakan. Sintaks pembelajaran yaitu meliputi tahap
perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi.
21
B. Kajian yang Relevan
Beberapa penelitian yang relevan dalam penelitian ini antara lain,
Erawati (2012) yang berjudul “Pengaruh Penerapan Aplikasi E-Learning
Berbasis Model Pembelajaran Kooperatif TGT (Teams Game Tournament)
Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Singaraja”. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap
penerapan aplikasi e-learning berbasis model pembelajaran kooperatif TGT
terhadap hasil belajar TIK siswa kelas VII SMP Negeri 2 Singaraja. Respons
siswa kelas VII SMP Negeri 2 Singaraja terhadap penerapan aplikasi e-learning
berbasis model pembelajaran TGT (Teams Game Tournament) adalah positif
dengan rata-rata respons sebesar 78,72. Persentase respons siswa sebesar
18,42% yang merespons sangat positif, 71,05% merespons positif, 10,53%
merespons cukup positif dan tidak ada siswa yang merespons kurang positif
dan sangat kurang.
Penelitian Muhari (2009) yang berjudul “Impelementasi Pembelajaran
Terpadu Tipe Webbed (Jaring Laba-Laba) untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Hukum Internasional pada Siswa Kelas XI IPA 2 SMA Negeri 1 Surakarta Tahun
2009”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas siswa dalam belajar
mengalami peningkatan dan siswa yang mencapai ketuntasan hasil belajar
minimal atau meraih nilai 72 sebanyak 18 siswa pada siklus 1 kemudian pada
siklus 2 menjadi 23 siswa. Nilai rata-rata ketuntasan pada siklus 1 adalah 79
kemudian pada siklus 2 meningkat menjadi 88.
Penelitian Fitriani, dkk. (2012) yang berjudul “Penerapan Model
Connected Bervisi Science Environment Technology Society pada Pembelajaran
IPA Terpadu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar
kelompok eksperimen lebih baik daripada kelompok kontrol yaitu masingmasing sebesar 82 dan 78. Presentase ketuntasan hasil belajar pada kelas
eksperimen yaitu 90%, sedangkan ketuntasan belajar pada kelompok kontrol
sebesar 79%.
Penelitian Ali (2009) yang berjudul “Upaya Guru dalam Meningkatkan
Minat Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Akuntansi di SMA Al-Mas’udiyah
Bandung”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa minat siswa akan tumbuh jika
dari dalam diri siswa itu sendiri ada suatu tujuan yang jelas dalam belajar serta
guru sebagai tenaga pengajar dituntut untuk mampu menciptakan suasana
yang dapat menarik minat siswa dalam belajar serta memberikan konstribusi
positif kepada siswa agar tujuan pembelajaran tercapai.
22
Penelitian Ambardini (2009) yang berjudul “Model Pembelajaran
Terpadu dengan Pendekatan Fungsional pada Mata Kuliah Histologi”. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran terpadu
dengan pendekatan fungsional dalam mata kuliah Histologi efektif
meningkatkan hasil belajar mahasiswa dengan rata-rata mencapai 6,8 dan
ketuntasan sebesar 80%.
Penelitian Sunandar (2008) yang berjudul “Pengaruh Model
Pembelajaran NHT terhadap Minat dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V
SDN di Kecamatan Banyumanik Kota Semarang Tahun Ajaran 2008/2009”.
Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai F0 = 46,33 lebih besar dari Ft (0,05) =
3,94 dan Ft (0,01) = 6,93, hal ini berarti ada pengaruh positif yang signifikan
penerapan model pembelajaran NHT terhadap hasil belajar matematika siswa
SDN Ngesrep 01/02 Kota Semarang.berdasarkan penghitungan minat
diperoleh nilai F0 hitung = 46,33 lebih besar dari Ft (0,05) = 3,94 dan Ft (0,01) =
6,93, hal ini berarti bahwa ada pengaruh positif yang signifikan penerapan
model pembelajaran NHT terhadap minat belajar matematika siswa SDN
Ngresep 01/02 Kota Semarang.
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, maka penelitian ini
dibuat dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran
terpadu tipe connected terhadap minat dan hasil belajar matematika.
C. Kerangka Berpikir
Matematika memiliki peran yang sangat penting, sebab matematika
adalah ilmu dasar yang digunakan secara luas dalam berbagai bidang
kehidupan. Oleh karena itu siswa membutuhkan pengalaman yang tepat untuk
menghargai kenyataan bahwa matematika adalah penting untuk masa
depannya.
Karakteristik matematika yang abstrak dan sistematis menjadi salah
satu alasan sulitnya siswa mempelajari matematika serta menjadikan kurang
berminat dalam mempelajarinya. Matematika merupakan salah satu pelajaran
yang menurunkan semangat siswa. Matematika telah diberi label negatif
dikalangan siswa, yaitu sebagai pelajaran yang sulit, menakutkan, dan
membosankan, sehingga menimbulkan minat yang rendah untuk belajar. Hal
ini yang terjadi pada siswa kelas VIII SMP N 3 Banyubiru, hasil belajar
matematika rendah serta kurangnya minat dalam mengikuti pembelajaran
matematika. Siswa hanya pasif mendengarkan dan terlihat bosan saat
pembelajaran. Oleh karena itu, diperlukan suatu model pembelajaran yang
dapat mengatasi masalah yang ada, yaitu hasil belajar yang rendah dan
23
kurangnya minat belajar. Model pembelajaran tersebut adalah model
pembelajaran terpadu tipe connected, yaitu model pembelajaran yang
memberikan pengalaman langsung kepada siswa sehingga dapat menambah
kekuatan untuk mencari, menyimpan, dan menerapkan konsep yang telah
dipelajarinya. Dengan demikian, siswa terlatih untuk dapat menemukan sendiri
berbagai konsep yang dipelajari secara menyeluruh (holistik), bermakna,
otentik dan aktif sehingga dapat meningkatkan minat dan hasil belajar
matematika siswa kelas VIII SMP N 3 Banyubiru. Berdasarkan penjelasan di
atas, kerangka berpikir dapat digambarkan sebagai berikut:
Minat belajar
Model pembelajaran
terpadu tipe conected
Hasil belajar
Gambar 1
Diagram Kerangka Berpikir
D. Hipotesis Penelitian
Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah variabel minat dan
hasil belajar, sehingga hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Model pembelajaran terpadu tipe connected berpengaruh terhadap minat
belajar matematika siswa kelas VIII SMP N 3 Banyubiru;
2. Model pembelajaran terpadu tipe connected berpengaruh terhadap hasil
belajar matematika siswa kelas VIII SMP N 3 Banyubiru.
Download