BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Teori

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1 Teori mengenai kebijakan hutang dan pendanaan perusahaan
Kebijakan utang merupakan kebijakan perusahaan tentang seberapa jauh
sebuah perusahaan menggunakan pendanaan hutang. Teori struktur modal dari
Miller dan Modligiani (Capital structure theory) Pada teori ini mereka
berpendapat bahwa dengan asumsi tidak ada pajak, bancruptcy cost, tidak adanya
informasi asimetris antara pihak manajemen dengan para pemegang saham, dan
pasar terlibat dalam kondisi yang efisien, maka value yang bisa diraih oleh
perusahaan tidak terkait dengan bagaimana perusahaan melakukan strategi
pendanaan. Setelah menghilangkan asumsi tentang ketiadaan pajak, hutang dapat
menghemat pajak yang dibayar.
Kebijakan hutang juga termasuk kebijakan pendanaan perusahaan yang
bersumber dari eksternal. Kebijakan ini memiliki dampak pada konflik dan biaya
keagenan. Jensen dan Meckling (1976) dalam Indahningrum dan Handayani
(2009) menyatakan bahwa dengan hutang maka perusahaan akan melakukan
pembayaran periodik atas bunga dan pokok pinjaman. Kebijakan hutang akan
memberikan dampak pada pendisiplinan bagi manajer untuk mengoptimalkan
penggunaan dana yang ada. Karena hutang yang cukup besar akan menimbulkan
18
kesulitan keuangan dan atau risiko kebangkrutan. Hutang yang terlalu besar juga
akan menimbulkan konflik keagenan antara shareholders dan debtholders
sehingga memunculkan biaya keagenan hutang atau yang disebut sebagai agency
cost. Menurut bringham et al (1990) dalam Rita putri indahningrum dan Ratih
handayani (2009) agency cost adalaah biaya yang meliputi semua biaya untuk
monitoring tindakan manajer,mencegah tindakan manajer yang tidak di
kehendaki,dan opportunity cost akibat pembatasan yang dilakukan pemegang
saham terhadap tindakan manajer.
Ada beberapa alternatif untuk mengurangi agency cost, yaitu: pertama, dengan
cara meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen. Kedua,
mekanisme pengawasan dalam perusahaan. Ketiga, dengan meningkatkan deviden
payout ratio dan keempat, dengan meningkatkan pendanaan dengan hutang
(mayangsari 2000). Peningkatan hutang akan menurunkan konflik keagenan dan
menurunkan excess cash flow yang ada dalam perusahaaan sehingga menurunkan
kemungkinan pemborosan oleh manajemen (Wahidahwati 2000) dalam Riska
putri indahningrum dan Ratih handayani 2009.
Untuk mendanai operasional perusahaan yang terus meningkat,kerapkali
perusahaan memakai dana pinjaman yang dikenal dengan leverage keuangan.
Jadi leverage keuangan adalah penggunaan pembiayaan dengan hutangn.
Pembiayaan dengan hutang ini memiliki beberapa kelebihan antara lain :
1. Memperoleh dana melalui hutang membuat pemegang saham dapat
mempertahankan pengendalian atas perusahaan dengan investasi yang
terbatas.
19
2. Kreditur melihat ekuitas,atau dana yang disetor pemilik untuk memberikan
marjin pengaman, sehingga jika pemegang saham hanya memberikan
sebagian kecil dananya sebagai modal, maka kreditur dapat
melihat
bahwa sebagian besarrisiko perusahaan ditanggungnya.
3. Jika perusahaan memperoleh pengembalian yang lebih besar dibanding
pembayaran bunga, maka tingkat pengembalian modal pemilik akan lebih
besar atau leverage.
2.1.1.1 Rasio total hutang
Rasio total hutang adalah rasio yang mengukur persentase dana yang
disediakan oleh kreditur. Rumus perhitungannya adalah total hutang dibagi
dengan total aktiva. Total hutang mencakup hutang lancar dan hutang jangka
panjang. Kreditur lebih menyukai rasio total hutang yang rendah karena semakin
rendah rasio ini semakin besar perlindungan terhadap kerugian kreditur dalam
perirtiwa likuidasi.
2.1.1.2 Rasio kelipatan pembayaran bunga
Rasio kelipatan pembayaran bunga atau disebut times interest (TIE) ratio.
TIE adalah rasio laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) terhadap beban
bunga,rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi pembayaran
bunga tahunan. Rumus rasio TIE, ini yaitu laba sebelum bunga dan pajak dibagi
dengan beban bunga.
2.1.2 Free Cash Flow
Free cash flow merupakan kas perusahaan yang dapat didistribusikan kepada
kreditor atau pemegang saham yang dapat didistribusikan kepada kreditor atau
20
pemegang saham yang tidak diperlukan untuk modal kerja atau investasi pada
aset. Kas tersebut biasanya menimbulkan konflik kepentingan antara manajer dan
pemegang saham. Manajer lebih menginginkan dana tersebut diinvestasikan lagi
pada proyek-proyek yang dapat menghasilkan keuntungan, karena hal ini dapat
meningkatkan insentif yang diterimanya. Sedangkan disisi lain, pemegang saham
mengharapkan sisa dana tersebut dibagikan dalam bentuk dividen sehingga akan
menambah kesejahteraan mereka (Hutomo & Perdana, 2006).
Dalam Hipotesis Jensen (1986) dalam Faisal (2004) mengenai free cash
flow menyatakan bahwa tekanan pasar akan mendorong manajer untuk
mendistribusikan free cash flow kepada pemegang saham atau risiko akan
kehilangan kendali terhadap perusahaan. Free Cash Flow biasanya menimbulkan
konflik kepentingan antara pemegang saham dan manajer. Konflik kepentingan
ini dapat diminimalisasi dengan adanya hutang. Penambahan hutang dapat
mengurangi free cash flow karena adanya pembayaran kembali bunga dan pokok
pinjaman, serta dapat mengurangi kemampuan manajer dalam melakukan
tindakan pemborosan. Hal ini membuat manajemen lebih disiplin sehingga
penggunaan sumber daya perusahaan menjadi lebih produktif. Penelitian yang
dilakukan oleh Faisal (2004) dan Indahningrum & Handayani (2009) dalam jidya
agustina mengatakan bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan antara free
cash flow perusahaan terhadap kebijakan hutang perusahaan.
2.1.3. Deviden
Rozeff (1982) dalam Wahidahwati (2002) menyatakan bahwa pembayaran
dividen adalah bagian dari monitoring aktivitas perusahaan oleh principal
21
terhadap pihak manajemen sebagai agent. Perusahaan akan cenderung untuk
membayar dividen yang lebih besar jika manajemen memiliki proporsi saham
yang lebih rendah. Brigham et.al (1999) dalam Larasati (2011) menyatakan bahwa
untuk mengurangi biaya keagenan diperlukan pembayaran dividen. Dalam
konteks ini perusahaan yang memiliki dividen payout ratio yang tinggi menyukai
pendanaan dengan modal sendiri sehingga mengurangi agency cost. Disamping
itu pembayaran dividen dapat dilakukan setelah kewajiban terhadap pembayaran
bunga dan cicilan hutang dipenuhi. Adanya kewajiban tersebut akan membuat
manajer semakin berhati-hati dan efisien menggunakan hutang.
Setelah memunculkan teori struktur modal,modigliani dan milner (1961)
mengemukakan teori tentang kebijakn deviden yang juga berkesimpulan bahwaa
kebijakan deviden tidak relevan. Pada pasar modal yang sempurna,perusahaan
akan dapat dengan cepat dan murah untuk menerbitkan saham baru kapanpun
diperlukan. Sehingga ketika perusahaan kekurangan dana untuk investasi karena
perusahaan tersebut telah menggunakan sebagian labanya untuk membayar
deviden maka perusahaan tersebut dapat mencari pengganti dana tersebut di pasar
modal.
Bagaimana validitas teori kebijakan deviden yang yang tidak relevan ini jika
kita mempertimbangkan kondisi riill pasar modal,misalnya, adanya biaya emisi
untuk menerbitkan saham baru,lebih tinggi dan tidak dapat di tundanya
pembayaran pajak atas deviden dibandingkan dengan pembayaran pajak atas
capital gain,dan banyaknya temuan bahwa pengumuman penerbitan saham baru
sering di respon dengan menurunnya harga saham. Jika tiga faktor ini di
22
pertimbangkan,seharusnya pembayaran deviden cenderung di hindari oleh
perusahaan. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwaa di amerika
serikat kira kira setengah dari laba bersih perusahaan di bagikan sebagai deviden.
2.1.3.1 Tipe-tipe kebijakan deviden
Secara umum ada tiga dasar dari kebujakn deviden,yaitu:
1. Kebijakan deviden dengan persentase tetap dengan pembayaran tunai
Kebijakan ini dikenal dengan nama constant - payout – ratio payment
policy.Dengan kebijakan ini perusahaan kurang dapat memperkirakan
jumlah pembayaran deviden yang akan dilakukan setiap periode. Jumlah
pembayaran deviden dengan persentase tetap dari EPS akan mempengaruhi
posisi harga saham di pasar. Pada saat laba menurun maka pembayaran
deviden juga menurun dan hal ini akan menyebabkan
harga saham
menurun juga.
2.
Kebijakan deviden biasa
Pada kebijakan deviden biasa atau reguler deviden policy,perusahaan
membayar
deviden perlembar saham dalam jumlah rupiah yangn tetap
setiap periode. Kebijakan ini meniadakan keragu-raguan investor atau
pemegang saham sekaligus menginformasikan bahwa perusahaan dalam
keadaan baik dan lancar. Dengan kebijakan ini pembayaran deviden
perlembar saham hampir tidak pernah turun.
3. Kebijakan deviden rendah plus ekstra
Kebijakan ini dikenal dengan nama low-reguler-and-ekstra deviden
policy.
23
Menurut kebijakan ini perusahaan membayar deviden tunai secara rutin
setiap periode dalam jumlah yang tetap dan rendah,jika laba perusahaan
periode yang bersangkutan sangat baik makan jumlah pembayaran tetap
tersebut akan ditambah pembayaran deviden ekstra. Dengan jumlah
pembayaran reguler/biasa yang tetap ini menjamin kepastian bagi pemilik
saham dan karena jumlahnya rendah,hal ini juga akan menetralkan
perusahaan. Bila ada laba yang sangat bagus perusahaan akan
membayarkan ekstra deviden bagi pemegang saham. Pembayaran ekstra ini
akan disambut baik oleh pasardan akan menaikkan harga saham.
Adapun bentuk lain dari deviden adalah sebagai berikut :
1. Stock devidend
Stock
devidend
yaitu
pembayaran
deviden
kepada
pemegang
saham,dimana deviden yaang di bagikan dalam bentuk saham.
2. Stock split
Stock split umumnya digunakan untuk menurunkan harga pasar saham
yang sudah mencapai tingkat yang cukup tinggi dengan cara menambah
jumlah saham yang dimiliki setiap pemegang saham. Dengan harga
pasarb yang lebih rendah di harapkan aktivitas perdagangan sahamnya
dapat lebih tinggi.
3. Stock repurchasing
Stock repurchasing adalah pembelian kembali saham yang beredar oleh
perusahaan. Tujuan stock repurchase adalam untuk meningkatkan nilai
sahamnya sekaligus menyingkirkan pemegang saham yang tidak di
24
sukai. Laba perlembar saham akan meningkat karena dengan jumlah
laba yang sama dibagi kepada jumlah lembar saham yang berkurang.
Laba perlembar saham yang meningkat akan meningkatkan harga
saham.
Achmad Fauz Rosidi (2007), Bram Hadianto dan Herlina (2010), Abdul
Kadir (2010), dan Eva Rahmawati (2001) menemukan bahwa kebijakan deviden
berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang.
2.1.4. Profitabilitas
Profitabilitas merupakan tingkat keuntungan bersih yang mampu diraih oleh
perusahaan pada saat menjalankan operasionalnya. Profitabilitas menggambarkan
pendapatan yang dimiliki perusahaan untuk membiayai investasi. Profitabilitas
menunjukkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan
aktiva untuk menghasilkan keuntungan bagi investor. Perusahaan dengan tingkat
pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan hutang yang relatif kecil
karena tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan perusahaan untuk
membiayai sebagian besar pendanaan internal. Dengan laba ditahan yang besar,
perusahaan akan menggunakan laba ditahan sebelum memutuskan untuk
menggunakan hutang. Hal ini sejalan dengan pendapat Myers (1984) dalam
Indahningrum & Handayani (2009) yang menyarankan manajer untuk
menggunakan pecking order theory untuk keputusan pendanaan. Pecking order
merupakan urutan penggunaan dana untuk investasi yaitu laba ditahan sebagai
pilihan pertama, kemudian selanjutnya oleh hutang dan ekuitas. Implikasinya
adalah adanya hubungan negative antara profitabilitas perusahaan dengan debt
25
ratio. Satu-satunya ukuran profitabilitas yang paling penting adalah laba bersih.
Para investor dan kreditur sangat berkepentingan dalam mengevaluasi
kemampuan perusahaan menghasilkan laba saat ini maupun di masa mendatang.
Rasio profitabilitas terdiri atas rasio marjin laba atas penjualan,rasio
pengembalian atas total aktiva yang dikenal dengan return on asset ratio,rasio
pengembalian atas ekuitas saham biasa atau dikenal dengan return on equity ratio.
1. Rasio marjin atas penjualan
Rasio ini mengukur laba per rupiah penjualan. Penghitungan rumus ini,
yaitu laba bersih dibagi dengan penjualan.
Rasio ini mencerminkan
kemampuan perusahaan dalam mengendalikan biaya dan pengeluaran
sehubungan dengan penjualan.
2. Rasio pengembalian atas aktiva
Rasio ini dikenal dengan nama return on assset ratio atau ROA. Rasio
ini mengukur pengembalian atas total aktiva setelah bungan dan pajak.
Hasil pengembalian total aktiva atau total investasi menunjukkan kinerja
manajemen dalam menggunakan aktiva perusahaan untuk menghasilkan
laba.
Perusahaan mengharapkan adanya
hasil pengembalian yang
sebanding dengan dana yang digunakan. Hasil pengembalian ini dapat
dibandingkan dengan penggunaan alternatif dari dana tersebut. Sebagai
salah satu ukuran keefektifan, maka semakin tinggi hasil pengembalian,
semakin efektiflah perusahaan Rasio pengembalian atas ekuitas saham
biasa
26
Rasio ini menunjukkan keberhasilan atau kegagalan pihak
manajemen dalam memaksimumkan tingkat hasil pengembalian investasi
pemegang saham dan menekankan pada hasil pendapatan sehubungan
dengan jumlah yang diinvestasikaan. Rasio ini terkenal pula dengan
sebutan return on equity atau ROE. Rasio ini mengukur tingkat
pengembalian atas investasi pemegang saham, rumusnya adalah laba
bersih yang tersedia bagi pemegang saham biasa dibagi jumlah ekquitas
saham biasa. Harjanti dan Tandelilin (2007) dalam lidya agustina
menyatakan bahwa profitabilitas memiliki pengaruh negatif terhadap
kebijakan hutang. Dan hasil penelitian tersebut juga konsisten dengan hasil
penelitian Faisal (2000).
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian
terdahulu
mengenai
pengaruh
variabel-variabel
yang
mempengaruhi kebijakan pembayan dividen dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
Peneliti
Lidya agustina
(2010)
Bram Hadianto
dan Herlina
(2010)
Judul Penelitian
Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Kebijakan
Hutang
(Perusahaan
Manufaktur yang
Terdaftar
di
Bursa
Efek
Indonesia)
Prediksi
Arus
Kas
Bebas,
Kebijakan utang
dan Profitabilitas
terhadap
Metode
Penelitian
Variabel
Penelitian
Hasil Penelitian
Uji Regresi
Berganda
Variabel bebas :
Kepemilikan
manajerial, Free
cash
flow,
dividen,
pertumbuhan
Perusahaan,
Profitabilitas.
Variabel terikat
:
Kebijakan
hutang
Variabel bebas:
Arus Kas Bebas
(FCF),
Kebijakan
utang (DER),
Tinggi
rendahnya
ukuran perusahaan,
profitabilitas
dan
free
cash
flow
menjadi
faktor
penentu utama bagi
perusahan
manufaktur dalam
menentukan
kebijakan hutang
Model
Regresi
Logistik
27
Arus kas bebas tidak
signifikan
dalam
memprediksi
kemungkinan
perusahaan dalam
kemungkinan
dibayarkannya
dividen
dan
Profitabilitas
(ROA).
Variabel
terikat:
Kebijakan
dividen (DIV).
membayarkan
dividen. Kebijakan
Utang
dan
Profitabilitas
menunjukkan hasil
yang
signifikan
dengan arah positif.
Kepemilikan
manajerial, Dividen,
dan
pertumbuhan
perusahaan
tidak
mempunyai
pengaruh
yang
positif
terhadap
kebijakan hutang.
Sedangkan
Kepemilikan
institusional,Free
cash
flow
dan
Profiabilitas
mempunyai
pengaruh
yang
positif
terhadap
kebijakan hutang.
Secara simultan
terdapat pengaruh
yang signifikan dari
variabel-variabel
free cash flow,
kepemilikan
manajerial,
kepemilikan
institusional,
kebijakan hutang
dan collateral asset
terhadap kebijakan
dividen. Secara
parsial, free cash
flow dan
kepemilikan
manajerial
menunjukkan
pengaruh positif
terhadap kebijakan
dividen, tetapi tidak
signifikan.
Kebijakan hutang
menunjukkan
pengaruh negative
dan signifikan
terhadap kebijakan
dividen. collateral
asset menunjukkqn
pengaruh positif dan
Rizka Putri
Indahningrum
dan Ratih
Handayani
(2009)
Pengaruh
Kepemilikan
Manajerial,
Kepemilikan
Institusional,
Dividen,
Pertumbuhan
perusahaan, Free
cash flow dan
Profitabilitas
terhadap
Kebijakan
Hutang
Uji Regresi
Berganda
Variabel bebas :
Kepemilikan
manajerial, Free
cash
flow,
dividen,
pertumbuhan
Perusahaan,
Profitabilitas.
Variabel terikat
:
Kebijakan
hutang
Achmad Fauz
Rosidi (2007)
Pengaruh aliran
kas bebas,
kepemilikan
manajerial,
kepemilikan
institusional,
kebijakan hutang
dan collateral
asset terhadap
kebijakan
dividen.
Model
analisis
Regresi
berganda
Variabel
terikat:
kebijakan
dividen.
Variabel bebas:
free cash flow ,
kepemilikan
manajerial,
kepemilikan
institusional,
kebijakan
hutang dan
collateral asset
28
signifikan terhadap
kebijakan dividen.
Dan variabel
kepemilikan
institusional
menunjukkan
pengaruh negative
dan tidak signifikan
terhadap kebijakan
dividen.
Eva Rahmawati
(2011)
Pengaruh current
ratio, ROA,
kebijakan hutang
dan ukuran
perusahaan
terhadap
kebijakan dividen
dengan
menggunakan
regresi logistik
Model
regresi
logistik
Variabel
terikat:
kebijakan
dividen.
Variabel bebas:
current ratio,
ROA, kebijakan
hutang dan
ukuran
perusahaan
Variabel current
ratio dan ROA tidak
berpengaruh
signifikan terhadap
kebijakan dividen.
Kebijakan hutang
mempunyai
pengaruh negative
dan signifikan
terhadap kebijakan
dividen. Dan
variabel ukuran
perusahaan
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap kebijakan
dividen.
2.3 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual yaitu menjelaskan hubungan antara free cash flow,
profitabilitas dan kebijakan hutang terhadap kebijakan pembayaran dividen.
Kerangka konseptual dari penelitian ini dapat digambarkan sebagaiberikut:
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
Free Cash Flow
Dividen
Profitabilitas
H1
H2
H3
29
Kebijakan hutang
Penjelasan :
2.3.1
Pengaruh Free cash flow dan Kebijakan Hutang
Free cash flow merupakan kas perusahaan yang dapat di distribusikan
kepada kreditur atau pemegang saham yang tidak di perlukan untuk modal kerja
atau investasi pada aset. Hipotesis Jensen (1986) dalam Faisal (2004) mengenai
free cash flow menyatakan bahwa tekanan pasar akan mendorong manajer untuk
mendistribusikan free cash flow kepada pemegang saham atau risiko akan
kehilangan kendali terhadap perusahaan. Free Cash Flow biasanya menimbulkan
konflik kepentingan antara pemegang saham dan manajer. Konflik kepentingan
ini dapat diminimalisasi dengan adanya hutang.
Penambahan hutang dapat mengurangi free cash flow karena adanya
pembayaran kembali bunga dan pokok pinjaman, serta dapat mengurangi
kemampuan manajer dalam melakukan tindakan pemborosan. Hal ini membuat
manajemen lebih disiplin sehingga penggunaan sumber daya perusahaan menjadi
lebih produktif.
2.3.2
Pengaruh Dividen dan kebijakan Hutang
Rozeff (1982) dalam wahidahwati (2002) menyatakan bahwa pembayaran
dividen adalah bagian dari monitoring aktivitas perusahaan oleh principal
terhadap pihak manajemen sebagai agent. Perusahaan akan cenderung untuk
membayar dividen yang lebih besar jika manajemen memiliki proporsi saham
yang lebih rendah. Dalam konteks ini perusahaan yang memiliki dividen payout
ratio yang tinggi menyukai pendanaan dengan modal sendiri sehingga
mengurangi agency cost. Disamping itu pembayaran dividen dapat dilakukan
30
setelah kewajiban terhadap pembayaran bunga dan cicilan hutang dipenuhi.
Adanya kewajiban tersebut akan membuat manajer semakin berhati-hati dan
efisien menggunakan hutang.
2.3.3
Pengaruh Profitabilitas dan Kebijakn Hutang
Profitabilitas merupakan tingkat keuntungan bersih yang mampu diraih oleh
perusahaan pada saat menjalankan operasionalnya. Profitabilitas menggambarkan
pendapatan yang dimiliki perusahaan untuk membiayai investasi. Profitabilitas
menunjukkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan
aktiva untuk menghasilkan keuntungan bagi investor. Perusahaan dengan tingkat
pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan hutang yang relatif kecil
karena tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan perusahaan untuk
membiayai sebagian besar pendanaan internal. Dengan laba ditahan yang besar,
perusahaan akan menggunakan laba ditahan sebelum memutuskan untuk
menggunakan hutang. Hal ini sejalan dengan pendapat Myers (1984) dalam
Indahningrum & Handayani (2009) yang menyarankan manajer untuk
menggunakan pecking order theory untuk keputusan pendanaan. Pecking order
merupakan urutan penggunaan dana untuk investasi yaitu laba ditahan sebagai
pilihan pertama, kemudian selanjutnya oleh hutang dan ekuitas. Implikasinya
adalah adanya hubungan negatif antara profitabilitas perusahaan dengan debt ratio
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan tinjauan dari latar belakang dan rumusan masalah yang telah
diuraikan sebelumnya maka dapat diambil hipotesis sebagai berikut:
1. H : Terdapat pengaruh Deviden terhadap Kebijakan Hutang .
1
31
2. H : Terdapat pengaruh Free Cash Flow terhadap Kebijakan Hutang.
2
3. H : Terdapat pengaruh Profitabilitas Terhadap Kebijakan Hutang.
3
32
Download