1 Bab 1. Pendahuluan 1.1 Definisi Cor pulmonal adalah kondisi yang menyebabkan gagal jantung bagian kanan. Cor pulmonal juga di definisikan sebagai perubahan struktur dan fungsi dari ventrikel kanan yang disebabkan gangguan pada sistem penapasan. Tekanan darah tinggi pada arteri paru-paru dan ventrikel kanan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan cor pulmonal. Cor pulonal adalah kondisi terjadinya perbesaran jantung kanan sebagai akibat dari penyakit yang memengaruhi struktur, fungsi, atau vaskularisasi paruparu. Gangguan ventrikel kanan yang disebabkan keadaan abnormal jantung bagian kiri atau penyakit jantung bawaan tidak dianggap cor pulmonal, tetapi cor pulmonal dapat berkembang menjadi berbagai proses gangguan cardiopulmonal. Cor pulmonal biasanya memiliki perkembangan yang lambat dan kronis, tetapi cor pulmonal yang akut dan memburuk dengan komplikasi dapat mengancam jiwa. 1.2 Epidemiologi Meskipun prevalensi PPOK di Amerika Serikat pada tahun 2006 terdapat sekitar 15 juta, prevalensi yang tepat dari cor pulmonal sulit untuk ditentukan karena tidak terjadi pada semua kasus PPOK, pemeriksaan fisik tidak sensitif untuk mendeteksi adanya hipertensi pulmonal. Cor pulmonal mempunyai insidensi sekitar 6-7 % dari seluruh kasus penyakit jantung dewasa di Amerika Serikat, dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) karena bronchitis kronis dan emfisema menjadi penyebab lebih dari 50% kasus cor pulmonale. Terdapat sekitar 50.000 angka kematian di Amerika Serikat pada tahun 2006 ini dalam setahun akibat emboli paru dan sekitar setengahnya terjadi dalam satu jam pertama akibat gagal jantung kanan. Menurut Boedhi-Damojo (2001) di Indonesia angka prevalensi hipertensi pulmonal penyebab cor pulmonal berkisar antara 0,65-28,6 %. Biasanya kasus terbanyak ada pada daerah perkotaan. Angka tertinggi tercatat di daerah 2 Sukabumi, diikuti daerah Silungkang, Sumatera Barat (19,4 %) serta yang terendah di daerah Lembah Bariem, Irian Jaya. Secara global, insidensi cor pulmonale bervariasi antar tiap negara, tergantung pada prevalensi merokok, polusi udara, dan factor resiko lain untuk penyakit paru-paru yang bervariasi. 1.3 Penyebab Cor Pulmonal disebabkan karena adanya gangguan atau penyakit di paru, misalnya akibat penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), sumbatan pembuluh darah paru (akibat emboli paru, rusaknya jaringan paru, atau kanker paru), hipertensi arteri pulmonal atau penyempitan pembuluh darah pulmonal secara menyeluruh. Sebagian besar kasus cor pulmonal terjadi pada pasien PPOK. 8090% kasus cor pulmonal menimpa penderita PPOK. Cor Pulmonal akan menyebabkan berkurangnya luas permukaan pembuluh darah paru akibat semakin terdesaknya pembuluh darah oleh paru yang mengembang atau kerusakan paru, darah menjadi asam dan kandungan CO2 dalam darah meningkat, oksigen di alveoli paru berkurang sehingga merangsang penyempitan pembuluh darah, dan terjadi peningkatan jumlah sel-sel darah merah dan pengetalan darah. Penyakit yang mendasari terjadinya Cor Pulmonal dapat digolongkan mejadi 5 kelompok : 1. Penyakit paru menahun dengan hipoksia: a. Penyakit paru obstrutif kronik, b. Fibrosis paru, c. Penyakit fibrokistik, d. Cryptogenic fibrosing alveolitis, e. Penyakit paru lain yang berhubungan dengan hipoksia. 2. Kelainan dinding dada : a. Kifos koliosis, b. torakoplasti, c. fibrosis pleura, d. Penyakit neuromuscular. 3. Gangguan mekanisme control pernafasan : a. Obesitas, b. hipoventilasi idopatik, c. Penyakit serebro vascular. 4. Obstruksi saluran nafas atas pada anak : a. Hipertrofi tonsil dan adenoid. 5. Kelainan primer pembuluh darah : 3 a. Hipertensi pulmonale primer emboli paru berulang, dan b. Vaskulitis pembuluh darah paru. 1.4 Tanda dan Gejala Gejala predominan Cor Pulmonal yang terkompensasi berkaitan dengan penyakit parunya, yaitu batuk produktif kronik, pembekakan alveolus, serta penyempitan bronkus (saluran nafas) yang menurunkan ventilasi paru, dispnea karena olahraga, wheezing respirasi, kelelahan dan kelemahan. Jika penyakit paru sudah menimbulkan gagal jantung kanan, gejala - gejala ini lebih berat. Edema dependen dan nyeri kuadran kanan atas dapat juga muncul. Tanda- tanda Cor Pulmonal misalnya sianosis, clubbing, vena leher distensi, ventrikel kanan menonjol atau gallop (atau keduanya), pulsasi sternum bawah atau epigastrium prominen, hati membesar dan nyeri tekan, dan edema dependen. Tanda dan gejala Cor Pulmonal dapat berbeda antar pasien bergantung pada penyakit dasar yang menyebabkan Cor polmonal. 1. Cor Pulmonal akibat Emboli Paru: sesak tiba-tiba pada saat istirahat, kadangkadang didapatkan batuk-batuk, dan hemoptisis. 2. Cor Pulmonal dengan PPOK: sesak napas disertai batuk yang produktif (banyak sputum). 3. Cor pulmonal dengan Hipertensi Pulmonal primer: sesak napas dan sering pingsan jika beraktifitas (exertional syncope). 4. Cor Pulmonal dengan kelainan jantung kanan: bengkak pada perut dan kaki serta cepat lelah. 1.5 Patofisiologi Sirkulasi paru pada orang normal merupakan suatu sistem yang bersifat high flow-low pressure, yaitu suatu sistem dengan aliran besar tekanan rendah, mempunyai resistensi yang rendah dan cadangan yang besar, sehingga mampu menampung bertambahnya aliran darah yang banyak tanpa meningkatkan tekanan arteri paru, atau hanya meningkat sedikit saja pada waktu melakukan aktivitas. 4 Hal ini disebabkan karena terjadinya dilatasi seluruh pembuluh darah paru dan diikutsertakannya pembuluh darah yang tidak diperfusi pada waktu istirahat. Penyakit ini diakibatkan oleh terjadinya kelainan pada paru-paru dengan adanya hipertensi pulmonal dimana peredaran darah pada paru-paru meningkat hingga menyebabkan hipertensi. Kejadian ini merupakan suatu bentuk kompensasi dari peningkatan dalam afterload. Adanya hipertensi pulmonar inilah yang menyebabkan terjadinya resistensi vaskuler paru yang akan meningkat dan terus meningkat seperti halnya yang terjadi pada penyakit-penyakit vaskuler atau sama halnya dengan penyakit parenkim paru yang mengakibatkan peningkatan curah jantung dan oengerahan tenaga fisis yang menjadi pencetus peningkatan tekanan pulmonalis. Hipertensi pulmonal pada klien dengan penyakit paru terutama timbul sebagai akibat dari hipoksia karena penurunan fungsi paru atau pengurangan jaringan pembuluh darah paru. Hipertensi pulmonal akan timbul jika pengurangan jaringan pembuluh darah paru lebih dari 50%. Terdapatnya kombinasi faktor antara lain adanya pengurangan vaskularisasi paru, hipoksia, asidosis, dan polisistemia akan menyebabkan tekanan arteri pulmonalis meningkat dan terjadi hipertrofi ventrikel kanan. Peningkatan tekanan darah arteri akan memaksa ventrikel kanan untuk terus memompa lebih dari keadaan seharusnya sehingga akan membuat jaringan otot jantung ventrikel kanan mengalami hipertorfi atau membesar sebagai kompensasi adanya hipertensi pulmonal. Pengurangan jaringan pembuluh darah, paru akan menurunkan kemampuan pembuluh darah untuk menurunkan resistensi selama melakukan aktivitas sedangkan pada waktu istirahat, terjadi peningkatan aliran darah, sehingga tekanan arteri paru akan meningkat. Hipoksemia merupakan suatu vasokonstriktor arteri pulmonalis terpenting yang dimana menyebabkan lumen arteri pulmonalis menjadi sempit dan meningkatkan tekanan darahnya. Vasokontriksi sendiri terjadi sebagai efek langsung hipoksemia pada otot polos arteri pulmonalis atau sebagai efek tidak langsung melalui pelepasan zat vasoaktif seperti histamin dari sel mast. Zat ini akan memaksa lumen pembuluh darah untuk mengecil dan merelaksasikan dinding-dinding pembuluh darah 5 sehingga lumen otomatis akan mengecil. Asidosis akibat hiperkapnea atau sebab lain juga merupakan vasokonstriktor arteri pulmonalis yang sinergik dengan hipoksia. Polisistemia karena hipoksia menahun menyebabkan kenaikan viskositas yang kemudian mengakibatkan hipertensi pulmonal. Viskositas yang menaik inilah yang menyebabkan darah menjadi semakin kental. Selain dengan adanya beberapa kondisi diatas, hemodinamik paru juga mengambil peran penting disini. Ada sedikitnya dua faktor yang memnegaruhi tekanan arteri pulmonalis, yaitu curah jantung dan resistensi atau diameter pembuluh darah paru. Sebelum timbul kor pulmonal, curah jantung normal pada waktu istirahat akan meningkat secara normal pada saat berolahraga. Pada waktu terjadi kor pulmonal, tekanan pengisian akan menjadi tinggi untuk meningkatkan curah jantung ke batas normal. Tekanan arteri paru meningkar tergantung dari curah jantung dan vasokonstriksi pembuluh darah akibat hipoksemia. Pada saat timbul gagal jantung kanan, tekanan akhir diastolik meningkat dan curah jantung normal waktu istirahat, namun ketika melakukan aktivitas fisik, curah jantung tidak akan mampu naik seperti pada keadaan normal. Hipoksia menyebabkan penurunan fungsi jantung. Adanya hipertensi pulmonal dan penurunan fungsi jantung akibat hipoksia akan menyebabkan kegagalan jantung kanan. Hal ini bisa terjadi dengan berbagai macam mekanisme. Diantaranya seperti terjadinya vasokontriksi karena disebabkan oleh hipoksia, hiperkapnia ataupun keduanya. Hal ini tentunya dapat menyebabkan perubahan fisiologis yang pada suatu waktu akan memengaruhi kinerja jantung, menyebabkan pembesaran ventrikel kanan, dan sering kali berakhir dengan gagal jantung. Beberapa kondisi yang menyebabkan penurunan oksigenasi paru-paru, dapat mengakibatkan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkapnia (peningkatan PaCO2), dan insufisiensi ventilasi. Hipoksia dan hiperkapnia akan menyebabkan vasokontriksi arteri pulmonar dan memungkinkan penurunan vaskularisasi paru-paru seperti pada enfisema dan emboli paru-paru. Akibatnya, akan terjadi peningkatan tahanan pada sistem sirkulasi pulmonal, sehingga menyebabkan hipertensi pulmonal. Arterial mean-pressure pada paru-paru sebesar 45 mmHg atau lebih dan dapat 6 menimbulkan cor pulmonal. Ventrikel kanan akan hipertropi dan mungkin diikuti oleh gagal jantung kanan. 1.6 Pathway PPOK Reduksi pembuluh jaringan paru Alterasi / perubahan perfusi jaringan Hipoksi a Hiperinf asi Hiperkap nia Hipertensi Arteri Pulmonal Reabsorbsi Distal tubular Na+ Cor Pulmonal 1.7 Pemeriksaan Diagnostik 1.7.1 Rontgen Sistem simpatik dan sistem R-A-A Pada foto thoraks, tamapk kelainan paru yang disertai pembesaran ventrikel kanan, dilatasi arteri pulmonal, dan atrium kanan yang menonjol. Kardiomegali sering tertutupi oleh hiperinflasi paru yang menekan diafragma, 7 sehingga jantung tampaknya normal. Pembesaran ventrikel kanan lebih jelas paa posisi oblik atau lateral. Selai itu, harus diteliti adanya kelainan parenkim paru, pleura, tau dinding, dan rongga thoraks. 1.7.2 Ekokardiogram (EKG) Pada tingkat awal (hipoksemia) EKG hanya menunjukkan gambaran sinus takikardia saja. Pada tingkat hipertensi pulmonal EKG akan menunjukkan gambaran sebagai berikut, yaitu: a. Gelombang P mukai tinggi pada lead II b. Depresi segmen S-T di II, III, Avf c. Gelombang T terbalik atau mendatar di V1-3 d. Kadang-kadang teadapat RBBB incomplete atau complete Pada tingkat cor pulmonal dengan hipertrofi ventrikel kanan, EKG menunjukkan: a. Aksis bergeser ke kanan(RAD) lebih dari +90 b. Gelombang P yang tinggi (P pulmonal) di II, III,Avf c. Rotasi kea rah jarum jam (clockwise rotation) d. Rasio R/S di V1 lebih dari 1 e. Rasio R/S di V6 lebih dari 1 f. Gelombang S ang dalam di V5 dan V6 (S persissten di prekordial kiri) g. RBBB incomplete atau incomplete Pada cor-pulmonal akut (emboli paru masif), EKG menunjukkan adanya Right Ventrikular Strain yaitu adanya depresai segmen S-T dan gelombang T yang terbalik pada sandapan perikordial kanan. Kadang-kadang kriteria hipertrofi ventrikel kanan sulit terdapat pada gambaran EKG. Akan tetapi, ada sebuah penelitian yang menyatakan adanya kriteria Vor pulmonal, yaitu : a. b. c. d. rS di V5 dan V6 Aksis bergeser ke kanan qR di AVR P pulmonal 8 EKG sering menyerupai infark miokard, yaitu adanya gelombang Q pada lead II, III, aVF, namun jarang, dalam, dan lebar seperti infark miokard inferior. 1.7.3 Laboratorium Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya polisitemia (Ht > 50%), tekanan oksigen (PaO2) darah arteri < 60 mmHg,tekanan karbondioksida (PaO2) >50 mmHg. 1.7.4 Kateterisasi Jantung Pada kateterisasi jantung ditemukan peningkatan tekanan jantung kanan dan tahanan pembuluh paru. Tekanan atrium kiri dan tekanan kapiler paru normal, menandakan hipertensi pulmonal berasal dari prakapiler dan bukan berasal dari jantung kiri 1.8 Penatalaksanaan Medis 1.8.1 Terapi Oksigen. Terapi oksigen sangat penting diberikan pada pasien cor pulmonar yang memiliki tekanan oksigen (PO2) di bawah 55 mm Hg dan menurun dengan cepat saat beraktivitas ataupun saat pasien sedang tidur. Pemberian terapi oksigen secara terus menerus dapat menurunkan hipertensi pulmonal, polisitemia, dan tarkipneu; memperbaiki keadaan umum, dan mengurangi mortalitas. Selain itu, pemberian oksigen dapat memperbaiki pertukaran gas tahanan vaskular paru. Transport oksigen yang membaik akan meredakan hipertensi paru yang menjadi penyebab cor pulmonal. Terapi oksigen sangat penting, bahkan kadang-kadang perlu ventilator mekanik bila terjadi retensi CO2 yang berbahaya (gagal napas). 1.8.2 Pemberian Diuretik. Pemberian diuretik digunakan pada pasien cor pulmonal, terutama ketika pengisian ventrikel kiri tinggi dan pada edema perifer. Diuretik berperan dalam peningkatan fungsi dari ventrikel kanan maupun kiri. Diuretik memproduksi efek hemodinamik yang berlawanan jika tidak di perhatikan penggunaannya. Pemberian obat diuretik di rekomendasikan pada pasien cor 9 pulmonal dengan memperhatikan pemakaian obat tersebut. Obat diuretik juga dapat mengurangi tanda-tanda yang timbul akibat gagal ventrikel kanan. 1.8.3 Antikoagulan. Antikoagulan diberikan pada pasien cor pulmonal karena dapat mencegah trombosis yang memperberat penyakit paru obstruksi kronik. Terapi koagulan dalam jangka panjang diperlukan jika terdapat Emboli Paru (PE) beulang. 1.8.4 Digitalis Obat digitalis mungkin diberikan jika pasien mengalami gagal ventrikel kanana, disritmia supraventrikular. Obat digitalis diberikan dengan sangat hati-hati, karena penyakit jantungparu tampaknya dapat meningkatkan kerentanan terhadap toksisitas digitalis. 1.8.5 Antikoagulan Antikoagulan diberikan pada pasien kor pulmonal, karena didasarkan pada kemungkinan terjadinya tromboemboli akibat pembesaran dan disfungsi ventrikel kanan dan adanya faktor imobilisasi pasien. 1.8.6 Vasodilator Pedoman untuk menggunakan vasodilator apabila ditemukan respon hemodinamik sebagai berikut : a. Resistensi vaskular paru diturunkan minimal 20% b. Curah jantung meningkat atau berubah. c. Tekanan arteri pulmonal menurun atau tidak berubah. d. Tekanan darah sistemik tidak berubah secara signifikan Kemudian harus dievaluasi setelah 4 samapi 5 bulan untuk menilai apakah hemobinamik menaik atau tidak. 1.9 Penatalaksanaan Keperawatan Terapi untuk pulmonary heart disease kronis di fokuskan pada penatalaksanaan untuk penyakit paru dan peningkatan oksigenasi serta peningkatan fungsi ventrikel kanan dengan menaikkan kontraktilitas dari ventrikel kanan dan menurunkan vasokonstriksi pada pembuluh darah di paru. Pada 10 pulmonary heart disease akut akan dilakukan pendekatan yang berbeda yaitu di fokuskan pada kestabilan klien. Untuk mendukung system kardiopulmonal pada klien dengan pulmonary heart disease harus diperhatikan mengenai kegagalan jantung kanan yang meliputi masalah pengisian cairan di ventrikel dan pemberian vasokonstriktor (epinephrine) untuk memelihara tekanan darah yang adekuat. Tetapi pada dasarnya penatalaksanaan akan lebih baik jika di fokuskan pada masalah utama, misalnya pada emboli paru harus dipertimbangkan untuk pemberian antikoagulan, agen trombilisis atau tindakan pembedaham embolektomi. Khususnya jika sirkulasi terhambat akan dipertimbangkan pula pemberian broncodilator dan penatalaksanaan infeksi untuk klien dengan PPOK; pemberian steroid dan imunosupresif pada penyakit fibrosis paru. Terapi oksigen, pemberian diuretic, vasodilator, digitalis, theophyline, dan terapi antikoagulan di gunakan untuk terapi jangka panjang pada cor pulmonal kronis. a) Terapi Oksigen. Terapi oksigen sangat penting diberikan pada klien. Klien dengan pulmonary heart disease memiliki tekanan oksigen (PO 2) di bawah 55 mm Hg dan menurun dengan cepat ketika beraktivitas atau tidur. Terapi oksigen dapat menurunkan vasokonstriksi hipoksemia pulmonar, kemudian dapat menaikkan cardiac output, mengurangi vasokonstriksi, meringankan hipoksemia jaringan, dan meningkatkan perfusi ginjal. Secara umum, terapi oksigen di berikan jika PaO2 kurang dari 55 mm Hg atau saturasi O2 kurang dari 88%. Manfaat dari terapi oksigen adalah untuk menurunkan tingkat gejala dan meningkatkan status fungsional. Oleh karena itu, terapi oksigen penting di berikan untuk managemen jangka panjang khususnya untuk klien dengan hipoksia atau penyakit paru obstruktif (PPOK). 11 BAB 2. ASUHAN KEPERAWATAN Kasus: Seorang laki-laki (Tn. X) berusia 55 tahun datang ke Rumah Sakit Paru Jember pada hari Sabtu, 4 Maret 2015 dengan No. Registrasi 123456. Pasien mengeluh sesak nafas yang semakin memberat sejak 5 hari yang lalu. Pasien mengatakan bertempat tinggal di pinggir jalan raya, yaitu Jl. Singoludro, RT/TW 01/01 Jember. Awalnya pasien merasakan sesak nafas sejak 1 tahun yang lalu. Sesak nafas dirasakannya terutama saat melakukan aktivitas berat, berkurang saat beristirahat atau melakukan ibadah shalat, dan tidak dipengaruhi posisi. Pasien juga mengeluh batuk kadang-kadang sejak 3 bulan yang lalu dan memberat sejak 1 minggu yang lalu. Tidak didapatkan keluhan demam dan nyeri dada. Pengukuran tanda-tanda vital didapatkan data sebagai berikut: suhu 38 0 C, TD 180/80, N 88 x/menit, frekuensi nafas 22 x/menit, JVP 5 +2 cmH2O. Riwayat rokok 1 bungkus sejak 15 tahun yang lalu. Pada inspeksi didapatkan: barrel chest (+). Perkusi: adanya suara hipersonor pada seluruh lapang paru. Auskultasi didapatkan bunyik nafas vesikuler, wheezing dikedua lapang paru, murmur -/- , gallop -/- . Hepar teraba 2 jari dibawah arcus costae, udem (+), dan terdapat asites. Hasil radiologi torak didapatkan: hipertrofi ventrikel kanan, dilatasi atrium kanan, arteri pulmonalis menonjol, paru tampak hiperplasi dan diafragma mendatar. 2.1 Identitas pasien a. Nama : Tn. X b. Jenis kelamin : Laki-laki c. Usia : 55 tahun d. Alamat : Jl. Singoludro, RT/TW 01/01 Jember e. Agama : Islam f. Tanggal MRS : 4 Maret 2015 g. No. Reg. : 123456 2.2 Keluhan utama : a. Sesak nafas yang semakin memberat sejak 5 hari yang lalu b. Kadang-kadang batuk sejak 3 bulan yang lalu dan memberat sejak 1 minggu yang lalu 2.3 Riwayat keperawatan sekarang 12 Tn. X merasakan sesak nafas sejak 1 tahun yang lalu. Sesak nafas dirasakannya terutama saat melakukan aktivitas berat, berkurang saat beristirahat dan tidak dipengaruhi posisi. Tn. X juga mengeluh batuk kadang-kadang sejak 3 bulan yang lalu dan memberat sejak 1 minggu yang lalu. 2.4 Riwayat penyakit dahulu Tn. X pernah mangalami TBC 5 tahun yang lalu, kemudian sembuh 1 tahun kemudian. Saat di diagnosa mengalami TBC Tn. X mulai berhenti merokok, tapi saat dinyatakan telah sembuh Tn. X merokok kembali. 2.5 Riwayat Penyakit Keluarga Tiga tahun yang lalu ayah Tn. X meninggal akibat stoke. Saat ini 2 orang kakak Tn. X mengalami hipertensi. 2.6 Pengkajian 11 Pola Fungsional Kesehatan dari Marjory Gordon 1. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan Bagaimana pendapat Tn. X tentang penyakit yang diderita, sesak nafas dirasakannya terutama saat melakukan aktivitas berat, berkurang saat beristirahat dan tidak dipengaruhi posisi. 2. Pola Nutrisi/Metabolisme Bagaimana diet yang dilakukan oleh Tn. X, apa saja yang dikonsumsi Tn. X setiap harinya. 3. Pola Eliminasi Bagaimana pengeluaran urine dan feses Tn. X setiap harinya. 4. Pola Aktivitas Bagaimana Tn. X melakukan pekerjaannya, sebelum sesak kegiatan apa saja yang dilakukan Tn. X setiap harinya. 5. Pola Istirahat Tidur Apakah tidur Tn. X setiap harinya cukup, apakah sesak nafas yang diderita Tn. X mengganggu pola tidurnya. 6. Pola Kognitif-Persepsi Apakah Tn. X mengalami gangguan dengan fungsi indra. 7. Pola Peran Hubungan Bagaimana pola dan peran Tn. X dalam keluarga dan masyarakat disekitarnya, apakah sesak nafas yang dideritanya mengganggu pola dan peran tersebut. 13 8. Pola Seksualitas/Reproduksi Bagaimana respon seksualitas Tn. X 9. Pola Koping Toleransi Stress Apakah Tn. X menkonsumsi obat untuk menghilangkan stres, bagaimana keadaan emosi Tn. X sehari-hari. 10. Pola Keyakinan Nilai Apa dan bagaimana keyakinan Tn. X. 11. Pola Konsep diri Bagaimana Tn. X menilai dirinya sendiri. 2.7 Pemeriksaan Fisik Inspeksi : bentuk dada barrel shest, sianosis Palpasi : Hepar teraba 2 jari dibawah arcus costae dan , udem (+), serta terdapat asites. Perkusi : adanya suara hipersonor pada seluruh lapang paru Auskultasi : pada saat auskultasi, didapatkan bunyik nafas vesikuler, wheezing dikedua lapang paru, murmur -/- , gallop -/2.8 Hasil Pemeriksaan Diagnostik Hasil Foto Rontgen : hipertrofi ventrikel kanan, dilatasi atrium kanan, arteri pulmonalis menonjol, paru tampak hiperplasi dan diafragma mendatar. 14 2.9 Problem list No. 1. 2. Tgl 17-03-2015 Data DS: Keluarga pasien mengatakan jika suaminya Problem Gangguan pertukaran Etiologi Adanya hipoksemia secara Jam: 07.00 mengeluh sesak gas reversibel atau menetap, DO: Pasien terlihat susah menunjukkan perbaikan refraktori dan kebocoran oksigenasi interstisial pulmonal atau 17-03-2015 DS: Istri pasien mengatakan jika terkadang suaminya Ketidakefektifan pola alveolar Sempitnya lapang respirasi Jam: 12.00 mengeluhkan kesulitan bernafas nafas dan penekanan toraks DO: Pasien tampak menunjukkan penurunan frekuensi 3. 4. 18-03-2015 pernapasan dan penggunaan otot bantu pernafasan DS: - Perubahan perfusi Masalah pertukaran pada Jam: 07.00 DO: Tanda vital pasien tidak normal dan tampak jaringan tingkar alveolar atau tingkat 18-03-2015 sianosis DS: Pasien mengatakan jika dirinya sesak nafas, lelah kardiopulmonal Intoleransi aktivitas jaringan Kelemahan fisik dan Jam 12.00 DO: Pasien tampak sesak saat melakukan aktivitas, memperlihatkan gejala sesak ketika melakukan aktivitas 2.10 Prioritas Diagnosis Keperawatan keletihan paraf 15 1. Gangguan pertukaran gas yang b.d. hipoksemia secara reversible/menetap, refraktori dan kebocoran interstisial pulmonal/alveolar pada status cedera kapiler paru yang ditandai oleh rasa sesak pada dada pasien dan kesulitan melakukan oksigenasi. 2. Ketidakefektifan pola nafas b.d. sempitnya lapang respirasi dan penekanan toraks yang ditandai oleh pasien mengeluh kesulitan bernafas, penggunaan otot bantu pernafasan serta penurunan frekuensi pernafasan 3. Perubahan perfusi jaringan kardiopulmonal b.d. masalah pertukaran gas pada tingkat jaringan yang ditandai oleh tampak sianosis dan TTV pasien yang tidak normal 4. Intoleransi aktivitas b.d. kelemahan fisik dan keletihan yang ditandai oleh sesak nafas, lelah, sesak terutama saat melakukan aktivitas yang membuatnya lemah. 2.11 No. 1. Nursing Care Plan Tgl 18-02-2015 Jam 07.00 No. Diagnosa I Perencanaan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional Hasil Tujuan: Setelah dilakukan 1. Pantau frekuensi, kedalaman 1. Menentukan derajat distress perawatan selama 2 x 24 pernapasan. Catat penggunaan pernapasan dan/atau kronisnya jam, pasien mempertahankan oksigen yang dapat otot aksesori. proses penyakit. tingkat 2. Tinggikan kepala tempat 2. Pengiriman oksigen dapat adekuat tidur, untuk keperluan tubuh bantu pasien untuk diperbaiki dengan posisi duduk memilih posisi yang mudah tinggi dan latihan nafas untuk paraf 16 Kriteria Hasil: untuk bernapas. menurunkan kolaps jalan nafas, - Pasien tidak mengalami 3. Evaluasi tingkat toleransi dispnea dan kerja nafas. sesak napas. aktifitas. Berikan lingkungan 3. Istirahat diselingi aktifitas - TTV dalam batas normal yang tenang dan kalem. Batasi perawatan penting dari - Tidak ada tanda-tanda aktifitas pasien atau dorong program pengobatan. program sianosis untuk tidur/ istirahat dikursi latihan ditujukan untuk selama fase akut. Mungkinkan meningkatkan ketahanan dan pasien melakukan aktifitas kekuatan tanpa menyebabkan secara bertahap dan tingkatkan dispnea sesuai toleransi individu. dan dapat meningkatkan rasa sehat. 4. Awasi tanda vital dan irama 4. jantung. berat, Mengetahui Tachycardia, adanya disritmia, dan 5. Awasi secara rutin kulit dan perubahan tekanan darah dapat warna membran mukosa. menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung. 5. Sianosis mungkin perifer Keabu-abuan sentral dan diagnosis mengindikasikan beratnya hipoksemia 17 2. 18-03-2015 12.00 II Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 2 x 24 jam, pasien mempertahankan dapat pola Kriteria Hasil: Pasien menunjukkan efektif Pasien dispnea, sianosis, dari awal untuk melihat kemajuan dari pergerakan dada 2. Berikan posisi fowler hasil intervensi yang dan atau pernapasan bibir atau pernapasan diafragmatik abdomen bebas 1. Evaluasi dan dalam frekuensi pernapasan yang - pernafasan atau semi fowler 3. Ajarkan teknik napas pernapasan normal - 1. Kaji jumlah/kedalaman bila diindikasikan atau telah dilakukan 2. Memaksimalkan ekspansi paru, menurunkan kerja pernapasan, dan menurunkan resiko aspirasi 3. Membantu meningkatkan tanda-tanda lain distress difusi gas dan ekspansi jalan pernapasan napas kecil, memberika - pasien beberapa kontrol terhadap pernapasan, membantu menurunkan 3. 19-03-2015 07.00 III Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 2 x 24 1. Observasi warna dan temperatus ansietas 1. Penurunan perfusi kulit dapat diakibatkan oleh 18 jam, pasien mempertahankan dapat perfusi jaringan kulit/membrane mukosa 2. Evaluasi dari Kriteria Hasil: - TTV pasien menjadi normal - Tidak ada tanda sianosis pada pasien- penurunan ekstremitas adanya kualitas 19-03-2015 12.00 IV nadi 3. Kolaborasikan hasil diagnostik atau laboratorium, misalnya EKG, elektrolit, BUN 4. Kolaborasikan Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 2 x 24 jam, pasien dapat beraktivitas normal dan keseimbangan suplai oksigan dapat terjaga Kriteria Hasil: - Pasien dapat melakukan dengan indikasi 1. Evaluasi respons klien terhadap aktivitas 2. Beri lingkungan yang nyaman dengan membatasi pengunjung. Anjurkan jantung 2. Mengetahui indikator kualitas nadi 3. Sebagai pemberian terapi sesuai 4. curah untuk perfusi indikator dan fungsi organ 4. Meminimalkan terjadinya kerusakan- kerusakan organ yang lebih parah 1. Memberikan kemampuan/ kebutuhan klien dan memfasilitasi dalam pemilihan intervensi 2. Mengurangi stress dan menggunakan stimulasi yang menejemen stress dan berlebihan, aktivitas diversional meningkatkan istirahat. 19 aktivitas yang biasa 3. Jelaskan pentingnya 3. Bedrest akan dilakukan dan ditunjukkan beristirahat dengan adanya daya tahan rencana - perlunya keseimbangan kebutuhan antara aktivitas dengan memelihara Pasien menunjukkan penghematan energi - dapat terapi istirahat 4. Bantu klien pada memelihara selama fase dan akut untuk menurunkan metabolic, energi untuk untuk penyembuhan 4. Klien mungkin merasa mengambil posisi yang nyaman dengan kepala nyaman dalam keadaan elevasi, beristirahat untuk dan tidur 5. Ajarkan atau di istirahat klien bagaimana menghadapi aktivitas tidur pada atau meja dengan bantuan bantal 5. Istirahat memungkinkan tubuh kelelahan dan berikan memperbaiki energi periode istirahat tanpa yang digunakan selama gangguan menghindari kursi di antara aktifitas 6. Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai menu aktifitas 6. Dengan gizi,perawat ahli dapat menentukan jenis-jenis 20 makanan pasien makanan yang harus dikonsumsi untuk memaksimalkan pembentukan energi dalam tubuh pasien 2.12 Implementasi No. Tgl Jam 1. 19- 07.00 022015 Implementasi Evaluasi Formatif 1. Memantau frekuensi, kedalaman pernapasan. 2. Mencatat penggunaan membantu otot pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. 4. Mengevaluasi aktifitas. 5. Memberikan pernafasan pasien kurang dari normal dan sedikit aksesori. 3. Meninggikan kepala tempat tidur, dan 1. Frekuensi Paraf tingkat toleransi lingkungan tenang dan kalem. yang dalam 2. Pasien sedikit menggunakan otot bantu 3. Pasien merasa nyaman dan pernafasan pasien mulai sedikit normal ( 13x/mnt) 4. Toleransi aktivitas terbatas 5. Pasien dapat memenuhi pola istirahat dengan maksimal 6. Pasien terlihat tidak susah untuk 21 6. Membatasi aktifitas pasien atau dorong untuk tidur/ istirahat dikursi selama fase akut. 7. Memungkinkan pasien melakukan aktifitas secara tingkatkan bertahap sesuai dan toleransi individu. 8. Memantau tanda vital dan irama jantung. bernafas 7. Pasien mampu bernafas dengan baik dan tidak terlalu dalam 8. Tidak adanya disritmia, Tachycardia, dan tekanan darah normal (110/70mmHg). 9. Tidak ada sianosis/ sianosis berkurang 9. Memantau secara rutin kulit dan 2 19032015 12.00 warna membran mukosa. 4. Mengkaji jumlah/kedalaman 4. Jumlah/kedalaman pernafasan dan pergerakan dada 5. Memberikan posisi fowler atau mulai membaik 5. Pasien terlihat semi fowler 6. Mengajarkan teknik napas dalam dan atau pernapasan bibir atau pernapasan diafragmatik abdomen bila diindikasikan bernafas dan pernafasan mudah resiko semakin berkurang 6. Pasien terlihat mudah untuk aspirasi untuk bernafas, resiko aspirasi semakin berkurang ansietas dan tidak terjadi 22 3 20- 07.00 032015 5. Mengamati warna dan temperatus 5. Warna kulit/membrane mukosa 6. Mengevaluasi ekstremitas kecoklatan, sedikit hangat. 6. Nadi normal 68x/menit. dari adanya kualitas nadi 7. Mengkolaborasikan diagnostik atau hasil laboratorium, kulit normal merah 7. Kerusakan-kerusakan organ yang lebih parah cepat teratasi. 8. Perfusi adekuat secara individual. misalnya EKG, elektrolit, BUN 8. Mengkolaborasikan pemberian 4 20032015 12.00 terapi sesuai dengan indikasi 7. Mengevaluasi respons klien terhadap aktivitas 8. Memberi lingkungan nyaman dengan pengunjung. klien beraktivitas yang membatasi Anjurkan 7. Respon untuk positif, normal mulai namun terbatas. 8. Istirahat klien terpenuhi dengan baik, stress terminimalisir. menggunakan menejemen stress dan aktivitas diversional 9. Menjelaskan pentingnya beristirahat pada rencana terapi dan perlunya keseimbangan antara aktivitas dengan istirahat 10. Membantu klien untuk mengambil 9. Klien dan keluarga mematuhi pola istirahat yang cukup untuk kesembuhan klien. 10. Klien beristirahat dengan 23 posisi yang nyaman untuk nyaman. beristirahat dan atau tidur 11. Mengajarkan klien bagaimana menghadapi aktivitas menghindari 11. Klien mampu menerapkan pola kelelahan dan berikan periode aktivitas-istirahat dengan baik, istirahat tanpa gangguan di antara tidak mudah lelah. aktifitas 12. Mengkolaborasikan dengan ahli gizi mengenai menu makanan pasien 12. Nutrisi pasien meningkat dengan baik. 24 2.13 Evaluasi No. Tgl/Jam No. Evaluasi Diagnosa 1. 19-03- I S : Pasien mengatakan sedikit mudah untuk bernafas, 2015 Jam: tidak sesak. O: a. Pasien bernafas dengan sedikit menggunakan otot 14.00 bantu b. RR: 13x/mnt c. TD : 110/70mmHg d. Tidak adanya Tachycardia, disritmia e. sianosis berkurang A: masalah sebagian teratasi P: Intervensi dilanjutkan dan di tambahkan dengan kolaborasi famakologi dan terapi 2 19-032015 Jam: 20.00 II S : Pasien mengatakan mudah untuk bernafas dan tidak terasa dalam. O : a. RR: 13x/mnt b. Pasien bernafas dengan sedikit menggunakan otot bantu c. Napas dalam berkurang ( VT 500 ml) d. tidak ada ortopnea A : Masalah teratasi Paraf 25 P : Intervensi dapat dilanjutkan untuk hasil yang maksimal 3 20-03- III 2015 Jam : 14.00 4 20-032015 Jam : 20.00 IV S:O : a. Kulit hangat dan kering b. tidak ada edema c. Nadi normal 68x/menit A : Masalah teratasi P : Intervensi dapat dilanjutkan untuk hasil yang maksimal S : Pasien mengatakan jika dirinya tidak merasa sesak jika melakukan aktivitas sedikit berat. O : a. Tidak ada dispnea ( RR: 13x/mnt) saat beraktivitas berat b. Aktivitas dan istirahat seimbang c. Mampu memenuhi kebutuhan diri sendiri A : Masalah teratasi P : Intervensi dapat dilanjutkan untuk hasil yang maksimal DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddart. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah Vol. 1. Jakarta: EGC. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta: Media Aesculapius. Muttaqin, A. 2007. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika http://www.heartcenter.co.id/list-artikel/80-cor-pulmonale.html (diakses pada tanggal 1 Maret 2015) http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35530-Kep%20RespirasiAskep%20Cor%20Pulmonal.html (diakses pada tanggal 1 Maret 2015) http://emedicine.medscape.com/article/154062-overview. (diakses pada tanggal 1 maret 2015) http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000129.htm tanggal 1 maret 2015) (diakses pada