I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki banyak potensi dari sektor agribisnis yang dapat dijadikan tonggak pembangunan nasional. Salah satu sektor agribisnis yang memiliki potensi yang cukup besar yaitu sektor perikanan. Indonesia merupakan negara maritim yang terbesar di dunia, hampir dua per tiga wilayahnya merupakan perairan (Dahuri et al., 1996 dalam Wijiono, 2015). Potensi sumber daya perairan yang dimiliki cukup besar, hal ini mengingat wilayah Indonesia terdiri atas 17.502 buah pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 km dengan luas wilayah perikanan di laut sekitar 5,8 juta km2, yang terdiri atas perairan kepulauan dan teritorial seluas 3,1 juta km2 serta perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) seluas 2,7 juta km2. Fakta tersebut menunjukkan bahwa prospek pembangunan perikanan dan kelautan Indonesia dinilai sangat cerah dan menjadi salah satu kegiatan ekonomi yang strategis (Adisanjaya, 2015). Produksi perikanan Indonesia berasal dari kegiatan perikanan tangkap dan budidaya perikanan. Sebagian dari hasil produksi digunakan untuk bahan baku pengolahan hasil perikanan dan sebagian hasil lainnya langsung dipasarkan untuk dikonsumsi secara segar. Menurut Kementrian Kelautan dan Perikanan (2014), produksi perikanan Indonesia tahun 2014 (angka sementara) mencapai 20,7 juta ton atau meningkat sebesar 6,72% dibandingkan dengan tahun 2013, yang terdiri atas produksi perikanan tangkap sebesar 6,2 juta ton atau meningkat sebesar 1,4% dibandingkan dengan tahun 2013, dan produksi perikanan budidaya sebesar 14,5 juta ton atau meningkat sebesar 1 2 9,18% dibandingkan dengan tahun 2013, untuk jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.1 berikut. Gambar 1.1 Produksi Perikanan di Indonesia Tahun 2009 s.d. 2013 (dalam ton) Industrialisasi perikanan tangkap merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari industrialisasi kelautan dan perikanan. Industrialisasi perikanan tangkap tidak hanya digunakan untuk mendukung pengembangan industri hilir (pengolahan) semata-mata, tetapi merupakan upaya terintegrasi dari seluruh stakeholder untuk meningkatkan produktivitas, nilai tambah, dan daya saing (Tulak, 2013). Hasil perikanan merupakan bahan pangan yang mudah rusak oleh mikroorganisme pembusuk dan enzim, sehingga perlu penanganan yang baik untuk mempertahankan mutunya. Keamanan pangan pada saat ini merupakan tuntutan yang harus diterapkan pada setiap penanganan maupun pengolahan makanan, dikarenakan keamanan pangan sudah sangat diperhatikan baik oleh konsumen maupun produsen. Pangan tidak boleh mengandung bahan berbahaya seperti cemaran pestisida, logam berat, mikroba patogen, ataupun tercemar oleh bahan-bahan yang dapat mengganggu 3 kepercayaan ataupun keyakinan masyarakat, misalnya tercemar bahan yang berbahaya (Sumarwan, 1997 dalam Saragih, 2013). Semakin ketatnya standar kualitas pangan dunia dengan adanya sistem manajemen mutu keamanan pangan, menimbulkan penerapan keamanan pangan dunia termasuk hasil perikanan. Kecerobohan dalam penanganan dan pengolahan hasil perikanan dapat menyebabkan mutu dan kualitas menurun dan berakibat pada hasil penjualan yang ikut menurun, bahkan tidak jarang produk hasil perikanan Indonesia yang diekspor ditolak oleh negara penerima dikarenakan tidak sesuai dengan standar negara tersebut. Penerapan keamanan pangan sudah seharusnya dilakukan oleh industri-industri dalam penanganan hasil perikanan untuk memenuhi standar kesehatan atau mengurangi risiko buruk, sehingga dengan terjaminnya mutu dan kualitas dapat mendorong perusahaan untuk bersaing dan meningkatkan pendapatan (income) ataupun devisa negara. Banyaknya permintaan akan pangan yang aman dan bermutu menuntut agar setiap industri harus memenuhi standar yang sudah disepakati, baik itu standar dalam negeri maupun luar negeri (Saragih, 2013). PT Perikanan Nusantara (Persero) Cabang Benoa Bali merupakan salah satu perusahaan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang penangkapan, pengolahan, dan penyimpanan perikanan tangkap untuk diekspor keluar negeri maupun yang dijual untuk domestik. Perusahaan ini terletak di Pelabuhan Benoa, Denpasar. Beberapa jenis produk yang ditangani seperti penanganan ikan pelagis segar utuh (whole fresh) dan beku utuh (whole frozen). PT Perikanan Nusantara (Persero) Cabang Benoa Bali sudah berdiri dan beroperasi 4 sejak tahun 1972, yang mana perusahaan ini telah menerapkan sistem pengendalian mutu produksi dengan tujuan produk yang dihasilkan oleh perusahaan memiliki mutu dan kualitas yang akan mampu bersaing dipasaran. Namun dalam kenyataannya, peneliti masih menemukan kerusakan ikan pelagis di tahun 2014 dengan persentase kerusakan sebesar 2,74% yang dapat dilihat pada data produksi dan kerusakan ikan pelagis di PT Perikanan Nusantara (Persero) Cabang Benoa Bali tahun 2014 (Lampiran 1). Mengingat pentingnya pengendalian mutu dalam penanganan dan pengolahan hasil perikanan, maka peneliti tertarik untuk meneliti dan mengkaji tentang “Analisis Pengendalian Mutu pada Pengolahan Ikan Pelagis Beku di PT Perikanan Nusantara (Persero) Cabang Benoa Bali”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut. 1. Bagaimana pelaksanaan pengendalian mutu pada pengolahan ikan pelagis beku yang dilakukan oleh PT Perikanan Nusantara (Persero) Cabang Benoa Bali ? 2. Bagaimana menerapkan sistem pengendalian mutu untuk meminimumkan kerusakan pengolahan ikan pelagis beku dengan pendekatan statistical quality control (SQC) yang dilakukan oleh PT Perikanan Nusantara (Persero) Cabang Benoa Bali ? 5 1.3 Tujuan Penelitian Berkaitan dengan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hal-hal berikut ini. 1. Pelaksanaan pengendalian mutu pada pengolahan ikan pelagis beku yang dilakukan oleh PT Perikanan Nusantara (Persero) Cabang Benoa Bali. 2. Sistem pengendalian mutu untuk meminimumkan kerusakan pengolahan ikan pelagis beku dengan pendekatan statistical quality control (SQC) yang dilakukan oleh PT Perikanan Nusantara (Persero) Cabang Benoa Bali. 1.4 Manfaat Penelitian Setelah penelitian ini terlaksana, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak, antara lain sebagai berikut. 1. Peneliti Sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan peneliti dalam mengidentifikasi masalah, menganalisis, dan menemukan solusi yang terkait dengan pengendalian mutu pada pengolahan ikan pelagis beku di PT Perikanan Nusantara (Persero) Cabang Benoa Bali menggunakan metode peta kendali dan biaya mutu pada pendekatan statistical quality control (SQC) serta sebagai syarat kelulusan sarjana dan untuk menerapkan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan. 2. PT Perikanan Nusantara (Persero) Cabang Benoa Bali Sebagai tambahan informasi khususnya tentang pengendalian mutu pada pengolahan ikan pelagis beku, sehingga perusahaan mengetahui bagaimana 6 meminimumkan kerusakan pengolahan ikan pelagis beku dengan menggunakan pendekatan statistical quality control (SQC) dan sekaligus sebagai bahan masukan dalam menentukan strategi pengendalian mutu yang dilakukan perusahaan dimasa yang akan datang dalam upaya peningkatan mutu produksi. 3. Peneliti lain Sebagai tambahan informasi dan arahan bagi kalangan akademisi atau peneliti lain untuk keperluan studi dan penelitian selanjutnya, sehingga dapat menambah pengetahuan dan referensi mengenai pengendalian mutu produk. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah kajian mengenai pelaksanaan pengendalian mutu pada pengolahan ikan pelagis beku di PT Perikanan Nusantara (Persero) Cabang Benoa Bali dan pengendalian mutu untuk meminimumkan kerusakan ikan serta biaya mutu total minimum (minimize total cost quality) menggunakan alat bantu statistical quality control (SQC) yang meliputi analisis peta kendali (control chart) untuk mengetahui batas atas, tengah, dan bawah kerusakan ikan yang dapat ditoleransi dan analisis biaya mutu (quality cost) untuk mengetahui berapa biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam pengendalian mutu yang terdiri atas biaya pengawasan mutu (quality control cost), biaya jaminan mutu (quality assurance cost), dan total biaya atas mutu (total quality cost). Data yang digunakan merupakan data produksi dan kerusakan pengolahan ikan pelagis beku tahun 2014.