BAB 2 Tinjauan Pustaka Di dalam bab ini peneliti akan menguraikan beberapa teori terkait dengan judul yang peneliti sampaikan diatas. Di dalam bab ini peneliti akan menyampaikan teori mengenai kompetensi kepribadian guru, motivasi belajar, persepi, dan teori mengenai remaja. Akan ada pula kerangka berpikir dan hipotesis pada akhir bab. 2.1. Kompetensi Guru Dalam UU RI No 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen dijelaskan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan prilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, seorang guru harus memiliki 4 kompetensi, Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Profesional, dan Kompetensi Sosial Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat (3) butir a, dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan megelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan potensinya (Mulyasa, 2012). Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat (3) butir c, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi professional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam (Mulyasa, 2012). 1 Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir d, yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali dan masyarakat sekitar (Mulyasa, 2012). 2.1.1.Kompetensi Kepribadian Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, dijelaskan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan (Mulyasa, 2012). Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian guru yang mantap, stabil, dewasa, disiplin, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. (Mulyasa, 2012) 2.1.2.Aspek-Aspek Kompetensi Kepribadian 1. Kepribadian yang mantap, stabil, Artinya konsistensi dalam bertindak sesuai norma hukum, norma sosial, dan etika yang berlaku (Sagala, 2009). Hal ini penting karena banyak masalah pendidikan yang disebabkan faktor kepribadian guru yang kurang mantap, dan stabil. Kondisi kepribadian yang demikian sering membuat guru melakukan tindakan yang tidak professional, tidak terpuji yang bisa merusak citra dan martabat guru (Mulyasa, 2012) 2. Kepribadian yang dewasa Kepribadian dewasa, berarti mempunyai kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik, dan memiliki etos kerja sebagai guru (Sagala, 2009). Orang yang telah 2 dewasa memiliki tujuan dan pedoman hidup, melihat segala sesuatu dengan objektif, dan bertanggung jawab. Sebagai tenaga pendidik yang memiliki kepribadian yang dewasa, seorang guru harus memiliki visi jangka panjang dalam memandang suatu situasi dan masalah, hal tersebut akan dapat menunjang pola pikir guru tersebut dalam menyikapi masalah yang ditemui dalam proses belajar-mengajar dan dapat membantu guru tersebut dalam memiliki pandangan yang objektif dan dapat dipertanggung-jawabkan. Dengan sudut pandang yang objektif berdasarkan atas visi jangka panjang yang jelas maka seorang guru akan dapat mengambil keputusan tanpa terpengaruhi oleh faktor-faktor diluar lingkup yang seharusnya. 3. Kepribadian yang arif Artinya menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat, serta menunjukkan keterbukaan dalam berfikir dan bertindak (Sagala, 2009). Seorang guru harus mampu untuk dapat mengambil keputusan yang diambil berdasarkan atas dasar pemikiran yang mengutamakan kepentingan para peserta didiknya, faktor-faktor yang terkait oleh pertimbangan personal yang tidak terkait dengan dasar kompetensi belajar tidak seharusnya mempengaruhi keputusan yang diambil oleh guru tersebut. Dalam konteks keterbukaan seorang guru juga harus dapat mengambil keputusan yang bijaksana dan adil berdasarkan standar penilaian yang transparan dan diketahui oleh para peserta didik. Standar penilaian yang jelas dan dipahami oleh para peserta didik akan membantu dalam proses pembelajaran para siswa karena mereka dapat memahami tujuan yang ingin dicapai dalam proses belajar mengajar tersebut. 4. Kepribadian yang berwibawa 3 Artinya guru berperilaku yang disegani sehingga berpengaruh positif terhadap peserta didik (Sagala, 2009). Guru harus berwibawa atau disegani oleh siswa namun tetap menyenangkan, guru juga harus mengawasi siswa ada jam sekolah sehingga kalau terjadi pelanggaran dapat segera diatasi dan dikendalikan (Mulyasa, 2012). 5. Menjadi teladan bagi peserta didik Artinya memiliki perilaku yang baik sehingga dapat diteladani peserta didik (Sagala, 2009). Menjadi teladan merupakan bagian integral dari seorang guru, sehingga menjadi guru berarti menerima tanggung jawab untuk menjadi teladan dalam bertindak, berbicara agar menjadi contoh oleh siswanya. Guru yang baik adalah guru yang sadar diri, menyadari kelebihan dan kekurangannya. Menjadi teladan merupakan sifat dasar kegiatan pembelajaran. (Mulyasa, 2012) Pribadi guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang di sekitar lingkungannya, ada beberapa hal yang akan menjadi perhatian (Mulyasa, 2012) a. Sikap dasar (keberhasilan, kegagalan, pembelajaran, kebenaran, agama, pekerjaan) b. Bicara dan gaya bicara c. Sikap melalui pengalaman dan kesalahan (luasnya pengalaman) d. Hubungan kemanusiaan (moral, prilaku, pergaulan) e. Keputusan (keterampilan rasional dan intuitif saat menilai situasi) f. Gaya hidup secara umum 6. Berakhlak mulia Kepribadian yang berakhlak mulia, bertindak sesuai dengan norma religious meliputi: iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong (Sagala, 2009). Guru harus memiliki pengetahuan moral, perbuatan yang benar dan yang harusnya dilakukan. Kondisi moral tinggi berarti guru mempunyai percaya diri bahwa ia dapat bekerja dengan baik 4 dan antusiasme berarti guru sungguh-sungguh ingin bekerja dengan baik. Guru harus berakhlak mulia atau berkarakter baik karena tugas utama guru adalah memperkuat daya positif yang dimiliki siswa (Mulyasa, 2012) Kompetensi kepribadian ditunjukan karakteristik kepribadian: (Widodo, 2007) • Moralitas guru • Kebanggaan diri atas profesi guru • Motivasi berprestasi • Keteladanan tindakan sehari-hari • Ketaatan beragama • Berkepribadian kebangsaan-kenegaraan 2.1.3.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kompetensi Kepribadian Menurut (Purwanto, 2011) Beberapa faktor yang bisa mempengaruhi kepribadian antara lain: a. Faktor biologis Yaitu faktor yang berhubungan dengan keadaan jasmani, atau fisiologis yang meliputi keadaan pencernaan, urat, syaraf, pernapasan, peredaran darah, kelenjar dan sebagainya. Keadaan jasmani setiap orang berbeda-beda, ini menunjukan bahwa sifatsifat jasmani yang ada pada setiap orang ada yang diperoleh melalui genetik/keturunan, dan ada pula yang merupakan pembawaan individu itu masingmasing. Keadaan fisik tersebut yang mempengaruhi kepribadian, namun itu merupakan salah satu faktor saja, seperti faktor pendidikan dan lingkunan juga berperan. b. Faktor sosial 5 Yaitu manusia-manusia lain di sekitar individu yang mempengaruhi individu bersangkutan. Termasuk juga kedalam faktor sosial adalah tradisi-tradisi, adat istiadat, peraturan-peraturan, bahasa, dan sebagainya yang berlaku dimasyarakat itu. c. Faktor kebudayaan Perkembangan dan pembentukan kepribadian pada diri masing-masing orang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat di mana seseorang itu dibesarkan. Beberapa aspek kebudayaan yang sangat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan kepribadian antara lain: nilai, adat, bahasa, pengetahuan dan keterampilan. 2.1.4.Teori Persepsi Persepsi adalah proses pemahaman ataupun pemberian makna atas suatu informasi terhadap stimulus. Stimulus didapat dari proses penginderaan terhadap objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan antar gejala yang selanjutnya diproses oleh otak (Lahey, 2009) Menurut Gestalt persepsi adalah sebuah pengorganisasian komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, ataupun kemiripan menjadi kesatuan.(Lahey, 2009) kemampuan persepsi ini merupakan fungsi bawaan manusia, bukan skill yang dipelajari. Menurut Pareek (1996) menyatakan bahwa persepsi dapat didefinisikan sebagai proses menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji, dan memberikan reaksi kepada rangsangan pancaindra atau data (Sobur, 2011) 2.1.4.1.Komponen Persepsi Dari segi psikologi dikatakan bahwa tingkah laku seseorang merupakan fungsi dari cara ia memandang. Jadi untuk mengubah tingkah laku seseorang harus merubah persepsinya. Dalam proses persepsi terdapat tiga komponen utama: (Sobur, 2011) 6 1. Seleksi adalah proses penyaringan oleh indra terhadap rangsangan dari luar. 2. Interpretasi adalah proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang 3. Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi. 2.1.4.2.Faktor-Faktor Persepsi Setiap individu menginterpretasi input sensori yang didapat dan diproses oleh otak kita dengan cara yang unik dan berbeda-beda. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepi setiap individu adalah pengalaman dalam belajar, motivasi, dan emosi (Lahey, 2009). Menurut Krech dan Crutchfield (1994) faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang dapat dikategorikan menjadi faktor fungsional, struktural, situasional dan personal (Sobur, 2011). a. Faktor fungsional Dihasilkan dari kebutuhan, kegembiraan (suasana hati), pelayanan, dan pengalaman masa lalu individu. Persepsi tidak ditentukan oleh jenis atau bentuk stimulus tetapi dari karakteristik orang yang memberikan respon terhadap stimulus. Persepsi bersifat selektif, jika seseorang mempersepsikan sesuatu akan memberikan tekanan yang sesuai dengan tujuan orang tersebut. Contoh: orang lapar dan orang haus duduk di restoran, maka orang lapar akan tertarik pada gambar makanan, orang haus tertarik pada minuman. b. Faktor struktural Faktor tersebut timbul dari bentuk stimuli dan efek-efek netral yang ditimbulkan dari sistem saraf individu. Meskipun stimulus yang diberikan tidak lengkap, kita akan menginterpretasikan secara konsisten. 7 Objek atau peristiwa yang berdekatan dalam ruang dan waktu, atau menyerupai satu sama lain, cenderung ditanggapi sebagai bagian dari struktur yang sama. c. Faktor situasional Faktor ini banyak berkaitan dengan bahasa nonverbal. Seperti ekspresi wajah, gaya tubuh seseorang dan sebagainya d. Faktor personal Terdiri atas pengalaman (didapat tidak harus proses belajar formal namun bertambah melalui peristiwa yang pernah dihadapi), motivasi (orang lapar akan cenderung memperhatikan makanan, tergantung dari kebutuhannya), dan kepribadian. 2.1.4.3. Fungsi Persepsi Penelitian menurut Atkinson mengenai persepsi mencakup dua fungsi utama sistem persepsi, yaitu lokalisasi atau menentukan letak suatu objek, dan pengenalan atau menentukan jenis objek tersebut (Sobur, 2011). 1. Lokalisasi objek kita terlebih dahulu harus menyegregasikan objek kemudian mengorganisasikan objek menjadi kelompok. 2. Pengenalan suatu benda mengharuskan penggolongan dalam kategori dan pendasarannya terutama pada bentuk benda. Sistem visual akan mendeskripsikan ciri suatu benda lalu akan disimpan kedalam memori kita. 2.1.5.Wali Kelas Pengertian dari wali kelas adalah guru yang mempunyai tugas untuk mendampingi kelas tertentu. Wali kelas harus mengenal detail mengenai berbagai karakter siswa dan permasalahan siswa di kelas tersebut. Wali kelas merupakan tugas tambahan yang diberikan kepala sekolah selain sebagai tenaga pendidik dan juga merupakan pengganti orang tua (wali 8 murid) saat-saat siswa di sekolah (Sodikin & Noersasongko, 2009). Adapun tugas-tugas dari wali kelas yaitu: 1. Membantu kepala sekolah dalam kegiatan pengelolaan kelas. 2. Penyelenggara administrasi kelas yaitu membuat denah tempat duduk siswa, papan absen siswa, daftar pelajaran siswa, daftar piket siswa, tata tertib kelas. 3. Membuat buku kegiatan pembelajaran. 4. Bertanggung jawab atas kemajuan/perkembangan dan prestasi siswa melalui kerjasama dengan BK dan orang tua. 5. Mengisi daftar kumpulan data siswa 6. Mencatat mutasi siswa. 7. Membuat catatan khusus untuk pembinaan tentang siswa (pelanggaran disiplin, ketidakhadiran). 8. Mengisi buku laporan hasil belajar 9. Membagi buku laporan penilaian hasil belajar. 2.2.Teori Motivasi Sebelum membicarakan mengenai motivasi dalam belajar, maka akan diuraikan terlebih dahulu pengertian dari motivasi. Motivasi melibatkan proses yang memberikan energi, mengarahkan dan mempertahankan perilaku (Santrock, 2008). Motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada anak yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, yang pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Indikator dalam motivasi belajar dapat diklasifikasikan menjadi (1) adanya keinginan untuk berhasil; (2) adanya kebutuhan dan dorongan untuk belajar; (3) adanya harapan dan cita-cita masa depan; (4) adanya penghargaan dalam belajar; (5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar; (6) adanya 9 lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seorang anak dapat belajar dengan baik. (Uno, 2012) 2.2.1.Aspek-Aspek Motivasi Belajar Menurut Frandsen (dalam Suryabrata, 2012), ada beberapa aspek yang memotivasi belajar seseorang, yaitu: 1. Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas. Sifat ingin tahu mendorong seseorang untuk belajar, sehingga setelah mereka mengetahui segala hal yang sebelumnya tidak diketahui maka akan menimbulkan kepuasan tersendiri pada dirinya. 2. Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju. Manusia terus menerus menciptakan sesuatu yang baru karena adanya dorongan untuk lebih maju dan lebih baik dalam kehidupannya. 3. Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru dan teman-teman. Jika seseorang mendapatkan hasil yang baik dalam belajar, maka orang-orang disekelilingnya akan memberikan penghargaan berupa pujian, hadiah dan bentukbentuk rasa simpati yang lain. 4. Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru baik dengan kooperasi atau kompetisi. Suatu kegagalan dapat menjadikan seseorang merasa kecewa dan depresi atau sebaliknya dapat menimbulkan motivasi baru agar berusaha lebih baik lagi. Usaha untuk mencapai hasil yang lebih baik tersebut dapat diwujudkan dengan kerjasama bersama orang lain (kooperasi), ataupun bersaing dengan orang lain (kompetisi). 5. Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran. 10 Apabila seseorang menguasai pelajaran dengan baik, maka orang tersebut tidak akan merasa khawatir bila menghadapi ujian, pertanyaan-pertanyaan dari guru dan lain-lain karena merasa yakin akan dapat menghadapinya dengan baik. Hal inilah yang menimbulkan rasa aman pada individu. 6. Adanya pemberian hadiah atau hukuman sebagai hasil dari proses belajar Hadiah atau ganjaran patut diberikan pada saat target perilaku tercapai (tugas, ujian, peringkat) dan sebaliknya pada saat hasilnya tidak memenuhi target perlu diberikan hukuman agar memberikan efek jera 2.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Idealnya motivasi haruslah intrinsik yaitu dari dalam diri sendiri. Namun ekstrinsik juga berperan seperti lingkungan sekolah dan guru yang mengajar, beberapa faktor yang bisa mempengaruhi motivasi belajar anak, diantaranya: (Reid, 2007) 1. Motivasi Karena Tugas Menjadi tanggung jawab guru untuk mengembangkan tugas yang dapat dikerjakan oleh anak dengan baik. Jika anak gagal dalam mengerjakan tugas, maka motivasi anak akan berkurang dan anak tidak ingin belajar materi baru. Penting bagi anak memiliki pengalaman kesuksesan dalam mengerjakan tugas dan guru memberikan penghargaan bagi hasil pencapaian anak tersebut. 2. Motivasi Karena Penghargaan Meskipun penghargaan itu bermanfaat bagi anak, namum harus digunakan sebagai strategi jangka pendek saja, seperti memberikan penghargaan jika anak berhasi mengerjakan tugas tertentu yang menantang. 3. Motivasi sosial dan pengaruh kelompok teman sebaya 11 Interaksi sosial sebenarnya sangat menguntungkan karena dapat membantu anak mengembangkan keterampilan sosialnya, seperti menerima, berbagi, dan mendengarkan pendapat orang lain. Proses tersebut dapat menjadi motivasi tersendiri bagi anak. 4. Motivasi karena Feedback Umpan balik atau feedback tidak harus digunakan guru ketika mengoreksi atau menilai anak saja, karena dapat menurunkan motivasi dari anak. Berikan feedback dalam bentuk pujian ketika anak mencapai hasil tertentu sehingga anak akan termotivasi. 5. Motivasi karena pencapaian prestasi Pencapaian prestasi tidak selalu berupa pencapaian sasaran yang ditetapkan oleh guru. Namun pencapaian prestasi bergantung pada siswa dan kesiapannya dalam menyelesaikan tugas. 6. Lingkungan yang memotivasi Lingkungan sangat berpotensi memberikan dampak besar pada siswa, namun preferensi terhadap lingkungan sangat individual dan bergantung dari gaya belajar seseorang. Penting bagi guru untuk membantu siswa menemukan lingkungan belajar terbaiknya 7. Sekolah yang memberi motivasi Motivasi siswa merupakan tanggung jawab seluruh unsur sekolah dan manajemen sekolah. Seperti ruang kelas yang menyediakan berbagai sarana yang mendukung motivasi anak, dan lainnya. 2.3.Teori Perkembangan Adolescene (Remaja) Di dalam perkembangan pada remaja, mencakup tiga proses, yaitu proses biologis yang didalamnya terdapat perubahan fisik dan hormonal, proses kognitif atau perubahan 12 intelegensi, dan proses berpikir dari remaja, lalu yang terakhir proses sosio emosional seperti emosi dan hubungan sosial di lingkungan remaja, yang akan diuraikan selengkapnya. 2.3.1.Proses Biologis (Perubahan Fisik dan Hormonal) Proses biologis mencakup perubahan-perubahan dalam hakikat fisik individu. Pubertas adalah perubahan cepat pada kematangan fisik yang meliputi perubahan tubuh dan hormonal yang terjadi pada remaja. Faktor yang mempengaruhi pubertas meliputi mutu makanan, kesehatan, genetik dan massa tubuh. Biasanya pubertas ditandai dengan menstruasi pada wanita dan mimpi basah pada pria. Diantara perubahan fisik yang terjadi, yang paling tampak nyata adalah meningkatnya tinggi, berat serta kematangan seksual. (Santrock, 2003) Hormon yang mempengaruhi para remaja ketika masa pubertas adalah testosteron dan estradiol. Testosteron berperan penting pada perkembangan pubertal laki-laki, akan mengakibatkan perubahan fisik pada anak laki-laki, perkembangan alat kelamin, peningkatan tinggi badan dan perubahan suara. Estradiol adalah jenis estrogen yang berperan dalam pubertas perempuan, yang mengakibatkan perkembangan payudara, rahim, menstruasi dan perubahan tulang pada kerangka tubuh. (Santrock, 2003) 2.3.2.Proses Kognitif Proses kognitif meliputi perubahan dalam pikiran, intelegensi dan bahasa individu. Menurut Piaget, remaja usia 11-20 tahun berada dalam pemikiran formal operasional yang artinya pemikiran abstrak yang bersifat remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman nyata dan kongkrit sebagai landasan berpikir (Santrock, 2003). Ciri-cirinya adalah: - Mereka mampu membayangkan situasi rekaan, kejadian yang berupa hipotesis dan mengolahnya dengan pemikiran logis. - Lalu meningkatnya kecenderungan untuk memikirkan tentang pemikiran itu sendiri. 13 - Sebagai bagian dari kemampuan untuk berpikir secara abstrak, remaja mengembangkan citra tentang hal-hal yang ideal. Mereka mungkin memikirkan tentang seperti apa orang tua, guru, dan teman-teman yang mereka anggap ideal untuk menjadi contoh di kehidupannya. Remaja mulai memikirkan secara lebih luas mengenai karakteristik ideal, kualitas yang ingin dimilikinya sendiri dan yang diinginkan orang lain. Sehingga sering membuat remaja membandingkan dirinya dengan orang lain. - Berfantasi ke arah kemungkinan masa depan - Berpikir secara logis seperti menyusun rencana pemecahan masalah dan secara sistematis menguji pemecahan masalah tersebut Remaja berusia 11-15 tahun berada dalam pemikiran formal operasional awal yaitu peningkatan kemampuan remaja untuk berpikir secara hipotesis, jadi pemikiran yang mengalahkan realitas, subjektif dan idealis. Sedangkan usia 15-20 tahun berada dalam pemikiran formal operasional akhir yaitu mengembalikan keseimbangan intelektual, mengujikan hasil penalarannya pada realitas dan terjadi pemantapan cara berpikir formal operasional. (Santrock, 2003) 2.3.3. Proses Sosio-Emosional Proses sosio-emosional meliputi perubahan dalam hubungan individu dengan manusia lain, dalam emosi, kepribadian dan peran dari konteks sosial dalam perkembangan. Menurut (Santrock, 2003), masa remaja memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Kontradiksi diri, mereka mendeskripsikan dirinya sendiri dengan cara kontradiktif dan cenderung merendahkan diri sendiri. Remaja 14 mengembangkan kemampuan kognisinya untuk mendeteksi ke tidak konsistenan dalam dirinya sejalan dengan usaha mereka untuk membentuk teori mengenai dirinya sendiri/ teori kepribadian mereka. b. Fluktuasi diri, mereka tidak dapat memahami bagaimana dia dapat berubah dengan cepat moodnya. Diri remaja akan terus memiliki ciri-ciri ketidakstabilan hingga mereka menganut teori dirinya dengan utuh c. Real self dan ideal self, apabila adanya perbedaan yang terlalu jauh antara diri yang nyata dengan diri yang ideal menunjukan remaja tersebut tidak mampu untuk menyesuaikan diri. d. True self dan false self, remaja cenderung menunjukan diri yang palsu ketika berada pada situasi ketika mereka berada disekitar temannya untuk membuat orang lain kagum, mencoba peran baru dan lain sebagainya. e. Perlindungan diri, remaja cenderung menolak akan adanya karakteristik negatif di dalam dirinya sendiri. f. Kegagalan di sekolah, prestasi yang buruk akan berhubungan dengan penggunaan zat adiktif, membolos, dan kenakalan remaja lainnya. g. Integrasi diri, pemahaman diri remaja pada masa remaja akhir, menjadi lebih terintegrasi dimana bagian yang berbeda-beda dari diri mereka secara sistematis menjadi satu kesatuan. 2.3.4.Perkembangan Remaja dalam Dunia Pendidikan Sejalan dengan pendidikan individu menuju sekolah menengah, lingkungan sekolah meningkat dalam hal ruang lingkup dan tingkat kompleksitasnya. Remaja berinteraksi secara sosial dengan bermacam-macam guru dan teman sebaya yang berasal dari beragam latar 15 belakang sosial dan etnis. Perilaku sosial remaja di sekolah ditikberatkan pada interaksi dengan guru, teman sebaya, orang tua dan sekolah. (Santrock, 2003) 1. Interaksi dengan guru Beberapa struktur kepribadian guru diasosiasikan dengan hasil siswa yang positif, contohnya menunjukan antusiasme, kemampuan membuat rencana, kemampuan beradaptasi, kehangatan, keluwesan, serta kesadaran terhadap perbedaan individu. Pembelajaran akan berhasil terhadap remaja apabila karakteristik perkembangan kelompok umur dipahami oleh gurunya sehingga kepercayaan dapat di bentuk, dan remaja bebas bereksplorasi, eksperimen dan melakukan kesalahan. Guru remaja yang berhasil adalah guru yang menampilkan otoritasnya secara alamiah dengan menjadi teman bagi remaja. Guru yang adil dan konsisten yang memberikan batas masuk akal dan menyadari bahwa remaja membutuhkan seseorang yang memotivasi dan mendobrak keterbatasan mereka 2. Interaksi dengan teman sebaya Teman sebaya merupakan sumber status, persahabatan, dan rasa saling memiliki yang penting dalam situasi sekolah. Kelompok teman sebaya juga merupakan komunitas belajar dimana peran-peran sosial dan standar yang berkaitan dengan kerja dan prestasi dibentuk. Hubungan teman sebaya antara laki-laki dan perempuan berbeda. Di dalam beberapa sekolah, remaja laki-laki biasanya aktif dalam bidang olahraga, dan memiliki kemampuan adaptasi yang baik sehingga banyak teman, biasanya memiliki status sosial yang tinggi. Sedangkan menjadi orang yang pintar saja tidak menjamin status sosial yang tinggi. Remaja perempuan yang datang dari kelas menengah dan mempunyai kemampuan adaptasi yang baik sehingga banyak teman, biasanya memiliki status sosial yang tinggi. 3. Orang tua dan sekolah 16 Orang tua mempunyai kewajiban dasar untuk menyediakan keselamatan dan kesehatan bagi anak-anak mereka. Mereka harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai perubahan yang sesuai dengan karakteristik remaja dan program sekolah yang dapat membantu orang tua seperti asosiasi orang tua dan murid dan sebagainya. Sekolah mempunyai kewajiban dasar untuk berkomunikasi dengan orang tua mengenai perkembangan individu remaja, seperti bagaimana prestasi dan perilaku anak di kelas dan di rumah. Lalu keterlibatan orang tua dalam aktivitas belajar dirumah juga harus ditingkatkan agar selalu terpantau akademisnya. Sekolah juga harus berkolaborasi dengan organisasi masyarakat, seperti seminar mengenai bahayanya narkoba, seminar mengenai dunia kerja dan sebagainya. 17 2.4.Kerangka Berpikir Faktor fisik, sosial, budaya Persepsi siswa terhadap Kompetensi Kepribadian guru yang menjadi wali kelas Siswa SMK Motivasi karena tugas, penghargaan, pengaruh teman sebaya, prestasi, lingkungan, dan sekolah Motivasi Belajar 1. Dimensi 1. 2. 3. 4. 5. 6. Kepribadian yang mantap, stabil Kepribadian yang dewasa Kepribadian yang arif Kepribadian wibawa Kepribadian teladan Berakhlak mulia 2. 3. 4. 5. 6. Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia Adanya sifat yang kreatif keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran. Adanya hadiah atau hukuman Persepsi adalah proses pemahaman ataupun pemberian makna atas suatu informasi terhadap stimulus. Stimulus didapat dari proses penginderaan terhadap objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan antar gejala yang selanjutnya diproses oleh otak (Lahey, 2009). Pada saat siswa berinterpretasi terhadap kepribadian dari wali kelas di sekolah maka mereka akan mengorganisasikan informasi dalam memorinya tentang wali kelas tersebut sehingga memiliki arti. Apabila informasi yang didapat oleh siswa berupa guru yang menjadi wali 18 kelas yang memiliki kepribadian tertentu seperti yang terdapat dalam aspek kompetensi kepribadian “berwibawa”, yaitu guru yang disiplin namun fleksibel; guru yang dapat memperlihatkan sisi humornya pada saat menasehati siswa; atau guru yang dapat berfikir objektif terhadap permasalahan siswa, maka siswa akan mengorganisasikan informasi tersebut menjadi informasi yang memiliki arti positif. Artinya guru yang menjadi wali kelas tersebut dalam memori siswa memiliki kepribadian yang baik sehingga bentuk reaksi siswa dari proses interpretasi dan persepsi tersebut akan positif dan dapat berupa peningkatan motivasi belajar. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian guru yang mantap, stabil, dewasa, disiplin, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. (Mulyasa, 2012) Faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi kepribadian guru adalah faktor fisik, sosial, dan budaya. Kompetensi kepribadian sangat penting terutama bagi para siswa yang berada dalam tahapan remaja, karena mereka dalam masa transisi menjelang dewasa yang masih membutuhkan bimbingan dan arahan yang sifatnya membangun dari sosok figur yang dapat dianggap panutan dan mengerti dunia mereka. Dengan diterapkannya kepribadian-keribadian tersebut oleh wali kelas selama proses belajar-mengajar di sekolah maupun pada saat berinteraksi dengan para siswa di luar lingkungan sekolah, maka akan terbentuk rasa percaya dari siswa terhadap wali kelasnya. Para siswa percaya bawa wali kelas mereka tulus dalam memberikan nasihat dan arahan serta solusi atas permasalahan akademis maupun non akademis yang siswa hadapi. Situasi seperti ini secara kondusif akan meningkatkan motivasi siswa untuk belajar dan mengikuti pelajarannya di sekolah. Motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada anak yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, yang pada umumnya dengan beberapa 19 indikator yang mendukung (Uno, 2012). Indikator siswa yang memiliki motivasi dalam belajar adalah adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia, kreatif, keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang, keinginan untuk memperbaiki kegagalan, keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran, pemberian hadiah atau hukuman dari proses belajar. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa adalah motivasi karena tugas, penghargaan, pengaruh teman sebaya, prestasi, lingkungan, dan sekolah. Jadi dari siswa yang termotivasi dalam belajar tersebut maka tujuan dari pembelajaran akan tercapai lalu siswa dapat memenuhi tuntutannya sebagai pelajar sehingga dapat menjadi bekal ilmu pengetahuan yang akan berguna di masa depan nanti, apalagi siswa SMK yang akan terjun langsung ke dalam dunia kerja setelah lulus. 2.5.Hipotesis Hipotesis Alternatif (Ha): Terdapat hubungan antara persepsi siswa terhadap kompetensi kepribadian guru yang menjadi wali kelas dengan motivasi belajar siswa kelas satu di SMK Ki Hajar Dewantoro Hipotesis Null (Ho): Tidak terdapat hubungan antara persepsi siswa terhadap kompetensi kepribadian guru yang menjadi wali kelas dengan motivasi belajar siswa kelas satu di SMK Ki Hajar Dewantoro 20