I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang ikut berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang. Menjaga kesehatan gigi berarti turut berpartisipasi dalam peningkatan kualitas hidup dan produktifitas sumber daya manusia, namun kesehatan gigi dan mulut di Indonesia sampai saat ini masih memprihatinkan dengan masalah utama kesehatan gigi dan mulut adalah karies gigi dan penyakit periodontal. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, indeks DMFT Indonesia menunjukkan hasil sebesar 4,6 dengan nilai masingmasing D-T=1,6; M-T=2,9; dan F-T=0,08 yang berarti kerusakan gigi penduduk Indonesia 460 buah gigi per 100 orang. Yogyakarta termasuk salah satu provinsi yang memiliki indeks DMFT tinggi yaitu sekitar 5,9 (Depkes RI, 2013). Karies gigi adalah suatu penyakit kronis yang merusak jaringan keras gigi disebabkan oleh produk asam hasil fermentasi bakteri terhadap karbohidrat. Proses ini ditandai dengan demineralisasi pada jaringan keras gigi dan biasanya dimulai karena adanya biofilm (plak gigi) yang menutupi permukaan gigi (Selwitz dkk, 2007). Karies gigi timbul jika terjadi interaksi dari empat faktor seperti adanya mikroorganisme, substrat, host (permukaan gigi dan saliva) dan waktu sebagai faktor tambahan (Marya, 2011). Karies merupakan penyakit yang paling umum dan menyerang lebih dari 80% anak-anak di negara maju dan berkembang (Sriyono, 2009). Anak usia sekolah khususnya anak sekolah dasar merupakan satu kelompok yang rentan terhadap penyakit gigi dan mulut karena umumnya anak-anak tersebut 1 2 masih mempunyai perilaku atau kebiasaan diri yang kurang menunjang terhadap kesehatan gigi (Pontonuwu dkk, 2013), hal ini diperkuat oleh hasil Riskesdas (2013) yang melaporkan bahwa pada kelompok umur 12 tahun memiliki indeks DMFT sekitar 1,4. Karies yang parah akan mempengaruhi kualitas hidup anak-anak karena mereka merasakan sakit, ketidaknyamanan, profil wajah yang tidak harmonis, infeksi akut serta kronis, gangguan makan dan tidur, bahkan karies yang parah juga dapat meningkatkan risiko rawat inap sehingga anak tidak hadir ke sekolah dan dapat mempengaruhi proses pembelajaran anak (Sheiham, 2005). Baginska dkk (2012) juga menyatakan hal yang serupa bahwa karies yang sudah lanjut dapat mempengaruhi kesehatan dan kualitas hidup seseorang yang menyebabkan rasa sakit, sulit tidur dan makan, menurunnya indeks massa tubuh, tidak masuk sekolah bahkan rawat inap serta biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan karies yang parah lebih tinggi daripada kasus lesi yang awal. Keadaan mulut yang buruk, misalnya banyaknya gigi hilang sebagai akibat gigi rusak atau trauma yang tidak dirawat, akan mengganggu fungsi dan aktivitas rongga mulut sehingga akan mempengaruhi status gizi serta akan mempunyai dampak pada kualitas hidup. Pada masa anak-anak, kondisi tersebut akan mempunyai dampak pada tumbuh kembang dan kesejahteraan anak serta secara signifikan akan berdampak pada kehidupan mereka kelak (Sheiham, 2005; WHO, 2007). Indikator status kesehatan gigi untuk menilai karies dapat menggunakan indeks dmft dan DMFT. Indeks pufa juga dapat menilai status karies karena indeks ini 3 digunakan untuk menilai karies yang sudah lanjut dan tidak dirawat. Menurut Sriyono (2009), indeks dmft dan DMFT merupakan indeks yang digunakan untuk menilai kerusakan gigi pada seseorang baik berupa gigi berlubang, dicabut dan ditumpat karena karies. Indeks ini masih dipakai untuk mengukur prevalensi karies gigi karena mudah pengaplikasiannya, valid dan dapat dipercaya. Indeks pufa adalah indeks yang digunakan untuk menilai kondisi mulut akibat karies yang tidak dirawat seperti keterlibatan pulpa, ulserasi, fistula dan abses (Monse dkk, 2010). Indeks ini menyediakan informasi tentang keadaan karies yang tidak dirawat seperti keterlibatan pulpa dan abses yang menyebabkan rasa sakit pada rongga mulut sehingga lebih berpengaruh terhadap kualitas hidup seseorang dibandingkan dmft dan DMFT. Kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan mulut (Oral Health Related Quality of Life) merupakan penilaian seseorang mengenai dampak dari gangguan rongga mulut yang dapatmempengaruhi kesejahteraan hidup secara keseluruhan (Locker dan Allen, 2007). Tampubolon (2005) mendefinisikan kualitas hidup sebagai suatu respon individu dalam kehidupannya sehari-hari terhadap fungsi fisik, psikis, dan sosial akibat karies gigi dan penyakit periodontal. Ada beberapa instrument OHRQoL yang digunakan pada anak-anak yaituOral Health Impact Profile (OHIP), Oral Impact on Daily Performance (OIDP), Child Perceptions Questionnaire (CPQ 11-14), Early Childhood Oral Health Impact Scale (ECOHIS) dan Child Oral Health Quality of Life (COHQoL) (Piovesan dkk, 2009). Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh karies yang sudah lanjut terhadap kualitas hidup yang terkait kesehatan mulut pada 4 anak usia sekolah dengan menggunakan indeks Child Perceptions Questionnaire (CPQ). Pada saat ini penelitian yang meneliti tentang karies terhadap kualitas hidup terkait kesehatan mulut pada anak usia sekolah dasar masih sedikit. Penelitian ini penting dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan terutama kesehatan gigi dan mulut pada anak usia sekolah dan mencegah akibat dari karies parah yang tidak dirawat yang dapat mengganggu fungsi dan aktivitas rongga mulut sehingga akan mempengaruhi status gizi dan memiliki dampak pada kualitas hidup anak. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang maka dapat diajukan permasalahan sebagai berikut apakah terdapat hubungan karies yang tidak dirawat terhadap kualitas hidup terkait kesehatan mulut anak di SD Negeri Pakem 1 dan SD Negeri Pakem 4 Yogyakarta tahun 2014? C. Keaslian Penelitian 1. Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Pramesti (2013) dengan judul “Hubungan antara Status Karies Gigi dengan Kualitas Hidup Terkait Kesehatan Mulut pada Lanjut Usia di Panti Wredha Swasta Kota Yogyakarta”. Variabel pengaruh pada penelitian ini adalah status karies gigi dan variabel terpengaruhnya adalah kualitas hidup terkait kesehatan mulut. Kuesioner OHRQoL yang digunakan dalam penelitian ini adalah GOHAI. 2. Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Rajagukguk (2013) dengan judul “Gambaran deft dan pufa serta Kualitas Hidup Pada Siswa Usia 6-8 Tahun di SD Negeri 060889 dan 060894 Medan. Jenis penelitian adalah deskriptif, 5 kuesioner yang digunakan Child Perceptions Questionnaire (CPQ) dan menggunakan analisis data statistik univariat. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada subjek penelitian, lokasi penelitian, kuesioner penelitian, dan analisis data statistik yang digunakan. Penelitian mengukur OHRQoL dengan menggunakan kuesioner Child Perceptions Questionnaire (CPQ) yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara karies gigi yang tidak dirawat dengan kualitas hidup yang terkait kesehatan mulut anak di SD Negeri Pakem 1 dan SD Negeri Pakem 4 Yogyakarta tahun 2014. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui kondisi karies gigi yang tidak dirawat pada anak usia sekolah di Sleman meliputi pemeriksaan status karies gigi dengan menggunakan indeks dmft, DMFT, dan pufa. b. Mengetahui kualitas hidup yang terkait kesehatan mulut pada anak usia sekolah yang salah satunya sakit gigi karena karies yang tidak dirawat. 6 E. Manfaat Penelitian 1. Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian studi kasus di bidang kesehatan gigi dan mulut khususnya tentang karies gigi yang tidak dirawat pada anak usia sekolah. 2. Memberikan informasi kepada masyarakat untuk menjaga dan memelihara kesehatan gigi dan mulut anak agar terhindar dari karies yang tidak dirawatyang dapat mempengaruhi kualitas hidup terkait kesehatan mulut anak.