BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan penting di dunia, dimana saat ini merupakan peringkat kedua penyakit kanker setelah kanker paru-paru dan telah menduduki peringkat pertama penyakit kanker pada wanita (1,67 juta kasus baru) yang terdiagnosis pada tahun 2012. (WHO, 2012).Dan 20% adalah kanker payudara lanjut lokal.(Mittal et al,2011) Kanker payudara sedikit lebih banyak pada negara berkembang dibandingkan negara maju (883.000 dibanding 794.000 kasus). Kematian akibat kanker payudara menduduki peringkat kelima dari semua kematian akibat kanker di dunia pada tahun 2012 (522.000 kasus). Tingkat kematian akibat kanker payudara di negara berkembang lebih tinggi dari pada negara maju yaitu sebanyak 324.000 (14,3% dari total) dibandingkan 198.000 (15,4% dari total). Kanker payudara menduduki peringkat kedua penyebab kematian akibat penyakit kanker di negara berkembang setelah kanker paru-paru. Data di Indonesia pada tahun 2012 menunjukkan bahwa kanker payudara menduduki peringkat pertama dari 5 besar kanker di Indonesia yaitu 48.998 kasus dengan mortalitas sebesar 19.750 (WHO, 2012). Kanker payudara menyebabkan biaya yang sangat tinggi, baik pengertian secara manusiawi maupun ekonomi. American Cancer Society ISDH Indiana Cancer Consortium (2006) mengutip data dari National Institutes of Health yang mencatat bahwa kanker payudara menghabiskan lebih dari $209,9 milyar per tahun pada tahun 2005, di mana sekitar $118,4 milyar adalah mortality cost (hilangnya produktifitas 1 akibat kematian penderita), $74,0 milyar merupakan medical cost (biaya untuk penyedia kesehatan), dan sekitar $17,5 milyar adalah morbidity cost (biaya hilangnya produktifitas akibat penyakit) (Perry, 2007). Belum ada data yang jelas mengenai kerugian secara ekonomi di Indonesia yang diakibatkan oleh kanker payudara (Aryandono, 2006). Kanker payudara juga menyebabkan banyak masalah psikososial, dimana wanita-wanita yang terdiagnosa kanker payudara akan merasa sedih, cemas, kaget dan ketakutan (Perry, 2007). Terapi kanker payudara tergantung stadium. Keberhasilan terapi kanker payudara tergantung antara lain stadium kanker waktu diketemukan dan faktor-faktor prognosis lain. Di negara barat, penderita biasanya datang pada stadium awal (I – II), sedangkan di Indonesia dan negara sedang berkembang lain (Asia, Afrika) pada stadium lanjut atau lanjut lokal. Biaya pengobatan akan bertambah besar apabila penderita datang pada stadium lanjut, dengan keberhasilan terapi yang terbatas (Aryandono, 2006). Untuk mengurangi tingkat kematian akibat kanker payudara di kemudian hari, sangat penting untuk mengetahui karakteristik tumor dengan prognosis buruk, prediksi perilaku biologisnya, dan terapi yang adekuat. Prognosis biomarker dapat memberikan informasi resiko relaps, menghindarkan penderita dari resiko toksisitas kemoterapi tanpa mempengaruhi ketahanan hidupnya (Chen et al, 2010). Dengan diketahuinya faktor prognosis, terapi bisa diberikan secara individual, terapi intensif hanya diberikan pada penderita dengan faktor prognosis buruk, sedangkan penderita dengan faktor prognosis baik terapi bisa diberikan kurang intensif. Lebih jauh, penentuan faktor prognosis yang akurat dapat menghilangkan ketidakpastian penderita kanker, dengan demikian memperkuat aspek humanitas penanganan penderita kanker (Aryandono, 2006). 2 Kurangnya pengetahuan dan ketidaktahuan terhadap pemeriksaan dini payudara sendiri pada wanita yang semakin meningkat terhadap penyakit ini membuat banyak penderita yang terdiagnosa datang pada stadium lanjut, hal ini berpengaruh terhadap angka metastase dan kematian yang semakin meningkat dari tahun ketahun (Aebi et al, 2011). Timbulnya metastasis pada seorang yang didiagnosa menderita kanker payudara, banyak berhubungan dengan status klinikopatologis yang ditemukan. Faktor status klinikopatologis yang sering digunakan antara lain : umur saat didiagnosa, status menarche (pre atau post menopausal), ukuran tumor, ada atau tidaknya keterlibatan limfonodi, stadium, grading, hasil PA, estrogen reseptor (ER), progesteron reseptor (PR) dan HER2Neu (American Breast Cancer 2009. Li Jianyi et al, 2013). Penelitian tentang metastasis pada kanker payudara digunakan untuk melihat dan mengevaluasi angka metastasis jauh pada pasien kanker payudara yang mendapat terapi kombinasi yaitu kemoterapi maupun tindakan operasi. Pada pengukuran stasistik menunjukkan bahwa setiap tahun terdapat lebih dari 1,1 juta penderita baru yang terdiagnosis dan sekitar 410.000 wanita yang meninggal akibat penyakit tersebut. Dilain pihak, seperti yang sudah tersebut diatas, seiring dengan peningkatan kemampuan deteksi dini atau skrening dan perkembangan terapi kanker payudara telah membawa hasil yang menggembirakan dengan penurunan angka metastasis pada penderita kanker payudara .Oleh karena itu masalah metastasis jauh menjadi topik yang semakin menarik yang berhubungan dengan penyakit kanker payudara baik setelah seseorang diagnosis maupun selama menjalani terapi (Montazeri et al, 2008. Moon et al, 2005). Seseorang yang terdiagnosa penyakit kanker payudara dan telah mendapat terapi awal yang lengkap masih berisiko terjadi metastasis. Tindakan pembedahan yang 3 dikombinasikan dengan radioterapi masih dijadikan pegangan terapi dengan tujuan mengontrol terjadinya metastasis. Untuk mencegah metastasis, terapi hormon atau kemoterapi ajuvan sering dipakai. Laporan-laporan sebelumnya, terdapat sekitar 12% hingga 37% rata-rata kejadian metastasis jauh paska mestektomi radikal modifikasi (MRM). Rata-rata metastasis bahkan mencapai 62,5% pada beberapa penelitian.(Mittal et al,2011.Groheux et al 2013). Beberapa penelitian melaporkan bahwa umur muda, besar tumor, tumor multipel, batas tepi irisan tumor positif, keterkaitan kelenjar getah bening aksila, ekstensi ekstranodal, karsinoma duktal in-situ yang ekstensif, dan derajat nuklear yang tinggi merupakan faktor risiko terjadinya metastasis jauh. (Kheradmand, 2010). Metastasis jauh adalah kondisi di mana sel-sel kanker menyebar dari situs tumor asli, daerah payudara yaitu ke daerah tubuh yang berbeda. Sel-sel ini dapat melakukan perjalanan melalui sistem limfatik dan pembuluh darah, berakar di hampir setiap bagian dari tubuh. Metastasis regional biasanya menyebar ke daerah sekitarnya payudara, sedangkan metastasis jauh dapat mencapai hingga ke berbagai organ seperti tulang, paru-paru,hati dan otak (Kheradmand, 2010). Neoajuvan terapi adalah pemberian modalitas terapi lain selain pembedahan dengan tujuan untuk mengeradikasi mikrometastase yang diasumsikan telah ada saat diagnosis ditegakkan. Neojuvan lebih cenderung terfokus untuk membuat suatu tumor payudara yang semula tidak operabel menjadi bisa di operasi, terutama pada kasus kanker payudara lokal lanjut (KPLL). Presentasi/ insiden kasus KPLL di Indonesia masih cukup tinggi dan bervariasi dari daerah yang berbeda. Biasanya berkisar antara 4 40 – 80 %. Yang termasuk dalam KPLL adalah T3, T4 dengan N2 dan atau N3 (Manuaba, 2010. Schott et al, 2012). Modalitas terapi pembedahan pada kasus KPLL yang dianjurkan adalah mastektomi radikal modifikasi (MRM) ataupun mastektomi radikal standart (Halstedt mastectomy). Tiga penelitian acak dan petunjuk meta-analisis dari American Cancer Society of Breast Cancer 2009 mendemostrasikan bahwa radioterapi paska mastektomi menurunkan resiko metastasis juh dan meningkatkan kemampuan hidup pasien dengan kanker payudara. Penggunaan terapi neoajuvant meningkat, terutama pada kasus KPLL. Meskipun belum dapat dibuktikan bahwa serangkaian dari kemoterapi berpengaruh terhadap kemampuan hidup seseorang, tetapi pasien premenopause yang lebih muda mungkin lebih menguntungkan, dan respon terhadap kemoterapi neoajuvant menjadi prediktif baik pada kontrol lokal dan kemampuan hidup. Respon terhadap kemoterapi neoajuvant dipengaruhi oleh beberapa variabel, termasuk status reseptor, tipe kemoterapi, dan stadium inisial saat datang (Wright et al, 2013). I.2. Perumusan Masalah Berdasarkan dari uraian latar belakang diatas dapat dibuat penelitian mengenai 1. Apakah ada hubungan antara status klinikopatologik pada penderita kanker payudara lanjut lokal yang menjalani mastektomi radikal modifikasi paska kemoterapi neoadjuvant dengan kejadian metastasis jauh setelahnya. 5 2. Seberapa besar kekuatan hubungan dan kemampuan prediktif masingmasing status klinikopatologis tersebut terhadap kejadian metastasis jauh I.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk memperoleh data kontribusi ilmiah status klinikopatoplogik pada penderita kanker payudara lanjut lokal yang telah menjalani mastektomi radikal modifikasi setelah sebelumnya dilakukan kemoterapi neoadjuvant dengan kejadian metastasis jauh setelahnya. 2. Mengetahui Seberapa besar kekuatan hubungan dan kemampuan prediktif masing-masing status klinikopatologis tersebut terhadap kejadian metastasis jauh. I.4. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti Mengetahui potensi dan kemungkinan terjadi metastasis jauh pada penderita kanker payudara setelah dilakukan mastektomi radiakal modifikasi dan kemoterapi neoadjuvant dihubungkan dengan status klinikopatologik yang didapat. 6 2. Bagi masyarakat Memberikan informasi mengenai metastasis jauh pada penderita kanker payudara sehubungan dengan status klinikopatologik setelah pasien tersebut mendapat kemoterapi neoadjuvant dan mastektomi radikal modifikasi. I.5. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai hubungan antara status klinikopatologik pada pasien kanker Payudara lanjut lokal yang menjalani mastektomi radikal modifikasi pasca neoajuvant kemoterapi dengan metastasis jauh belum pernah dilakukan di RSUP Dr SardjitoYogyakarta. Berikut ini beberapa penelitian yang berhasil dikumpulkan oleh peneliti sebagai perbandingan dengan penelitian ini. PENELITI LOKASI HASIL PENELITIAN WG Cance,et al,2008 NC,USA Penelitian pada 122 pasien KPLL sudah diterapi mastektomy , kemoterapi dilihat hubungan dengan histopatologi ditemukan 94% ductal tumor , 49%melibatkan limfonodi dan DFSdengan metode univariate dan multivariat didapatkan (P<.0001 keduanya) ini menyatakan jmlah limfonodi,ukuran , umur, merupakan faktor independen mutlak untuk memprediksi metastasis jauh. 7 Kennecke H,et al.2010 Kanada Meneliti kebiasaan dari subtipe tumor payudara dari 3.726 pasien didapatkan 44,0% (luminalA) ,24,0% (luminalB), 6,5% (luminal/HER2), 9,8% (basal like), 7,1%(HER2-), 8,5%(TNnonBasal). waktu rata rata untuk terjadinya metastasis jauh 2,2tahun (luminal A), 1,6tahun (LuminalB), 1,3tahun (Luminal / HER2), 0,7tahun (HER2-) dan 0,5tahun (basal like) . Tulang paling sering terkena metastasis pada semua subtipe kecuali subtipe basal-like yang akan sering metastasis keotak. Foekens et al, 2006 Belgia Dilakukan penelitian hubungan faktor histopatologi pada penderita KPLL dengan kejadian metastasis jauh dengan hasil jmlah limfenodi <4,umur<35tahun ,HER2+,ER+,PR+ mempunyai presentase tinggi untuk bebas dari metastasis jauh sebesar 94%-96%, ini membuktikan bahwa faktor histopatologi berpengaruh dengan kejadian metastasis jauh Akhsan A, Aryandono T (2010) RSUP Sardjito Yogyakarta Penelitian dilakukan pada 52 pasien kanker payudara lanjut lokal secara retrospektif dari Januari 2003 sampai Juni 2006 yang mendapatkan neoajuvan dan ajuvan kemoterapi. Hasil yang didapat bahwa stadium klinis dan grading histopatologi merupakan faktor prognostik yang paling berpengaruh terhadap metastasis Mittal et al 2011 India Penelitian dilakukan pada 16 penderita kanker payudara nonmetastatik pasca kemoterapi neoajuvan 2010, dicari hubungan antara stadium TNM menurut AJCC 2003 (fokus pada jumlah keterlibatan limfonodi aksila dan perkembangan tumor di payudara) dengan disease free survival dan overall survival. Didapatkan hasil bahwa stadium TNM dan grading histopatologi berpengaruh terhadap metastasis jauh 8