Studi Pembungaan dan Isolasi Gen APETALA1

advertisement
VII. UJI EKSPRESI GEN TcAP1 (APETALA1 KAKAO) PADA
TANAMAN MODEL
Abstrak
Pada berbagai spesies termasuk kakao, gen AP1 (APETALA1) diketahui
sebagai gen penanda pembungaan yang mengendalikan terbentuknya jaringan
sepal dan petal. Pengujian ekspresi fenotipe TcAP1 dilakukan dengan transgenesis konstruk konstitutif 35S-TcAP1 menggunakan teknik leaf disk eksplan
daun tembakau dan mediasi Agrobacterium tumefaciens. Pengujian PCR spesifik
TcAP1 menunjukkan bahwa teknik tersebut cukup efektif dalam mengintroduksikan konstruk 35S-TcAP1 ke dalam sel tanaman tembakau. RT-PCR dari daun
planlet tembakau transgenik membuktikan bahwa level ekspresi TcAP1 tersebut
bervariasi. Perbedaan tingkat ekspresi TcAP1 ini memberikan pengaruh yang
sebanding terhadap perkembangan morfologis planlet tembakau in vitro. Kultur
yang mengekspresikan TcAP1 pada level sedang mampu beregenerasi menjadi
planlet sempurna dan membentuk bunga lebih cepat.
Kata kunci : sepal, petal, transgenik, in vitro, Agrobacterium tumefaciens.
Pendahuluan
APETALA1 adalah gen penyandi faktor transkripsi yang dengan atau
tanpa gen pembungaan lainnya, berperan dalam transisi perkembangan vegetatif
ke pembungaan (Pelaz et al. 2001; Pena et al. 2001; Putterill et al. 2004).
Homolog gen APETALA1 telah berhasil diklon dari organ bunga kakao.
Pendekatan bioinformatika yang dikombinasikan dengan beberapa teknik biologi
molekuler terbukti dapat digunakan untuk mengisolasi gen pembungaan kakao
full-length APETALA1. Pendekatan kloning gen relatif lebih sederhana daripada
cara yang umumnya digunakan, misalnya melalui penapisan (screening) pustaka
cDNA. Dengan primer heterologous yang dirancang berdasarkan sekuen
homolog gen APETALA1 dari berbagai spesies yang dapat diakses dari bank
gen (genebank) melalui situs http://www.ncbi.nlm.nih.gov atau http://www.ebi.uk,
cDNA homolog APETALA1 dapat disintesis dari RNA total bunga kakao dan
diamplifikasi dengan teknik RT-PCR.
106
DNA amplikon hasil RT-PCR tersebut terbukti merupakan homolog
APETALA1. Setelah diklon dengan vektor-T, sekuen keseluruhan dari DNA hasil
PCR tersebut (sekitar 900 pb), dapat ditentukan dengan primer universal M13.
Analisis BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) menunjukkan bahwa
sekuen cDNA tersebut memiliki tingkat homologi yang tinggi dengan gen
APETALA1 dari berbagai spesies.
Untuk
lebih
memastikan
identitas
dan
fungsinya,
homolog
gen
APETALA1 dari kakao tersebut (TcAP1), perlu dilakukan pengujian ekspresi dan
pengaruhnya terhadap perkembangan organ reproduktif tanaman. Pengujian
semacam ini biasanya dilakukan menggunakan tanaman model Arabidopsis
(Chaidamsari 2005). Namun karena menumbuhkan tanaman Arabidopsis di
daerah atau lingkungan tropis sangat sulit, sebagai alternatif dalam pengujian
tersebut maka digunakan eksplan tanaman tembakau in vitro.
Dengan teknik transformasi standar leaf disk, konstruk ekspresi gen
TcAP1 diintroduksikan ke dalam sel tanaman model tembakau melalui
Agrobacterium tumefaciens. Kultur eksplan setelah inokulasi terdiri atas seleksi
pada media padat yang mengandung dua antibiotika penyeleksi dan anti
Agrobacterium, yang dilanjutkan regenerasi pada media yang sama dengan
satu antibiotika penyeleksi atau tanpa antibiotika. Pengamatan terhadap
perkembangan eksplan menunjukkan bahwa eksplan transgenik yang membawa
konstruk TcAP1 secara morfologi berbeda dengan eksplan kontrol nontransgenik.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji ekspresi gen APETALA1 kakao
(TcAP1) pada tanaman model, yaitu eksplan tembakau in vitro.
107
Bahan dan Metode
Bahan Tanaman
Bahan tanaman yang digunakan adalah eksplan tembakau in vitro,
yang ditumbuhkan di Ruang Kultur Jaringan, Laboratorium Biologi Molekuler
dan Rekayasa Genetika, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia
di Bogor.
Modifikasi dan Transformasi Genetik
Konstruk ekspresi gen TcAP1 pada tanaman dibuat dengan meligasikan
promoter konstitutif 35S CaMV di ujung 5’ dan terminator Nos di ujung 3’ dari gen
tersebut. DNA untuk ligasi ini sebelumnya dipotong dengan enzim endonuklease
restriksi
yang
sesuai.
Untuk
keperluan
transformasi,
konstruk
tersebut
diposisikan di antara right border (RB) dan left border (LB) dari vektor
transformasi biner. Recombinant vector transformasi yang diperoleh dimasukkan
ke dalam sel Agrobacterium tumefaciens galur AGL0 kompeten dengan cara
elektroforasi (Chaidamsari 2005). Untuk menyeleksi dan konfirmasi Agrobacterium yang positif membawa konstruk ekspresi TcAP1, dilakukan PCR
koloni dengan primer spesifik TcAP1 terhadap beberapa koloni bakteri yang
tumbuh pada media seleksi.
Transformasi genetik TcAP1 ke dalam sel tanaman model dilakukan
dengan teknik cakram daun (leaf disk) yang dimodifikasi dari Sain et al. (1994),
sebagaimana juga diuraikan dalam Santoso et al. (2000). Agrobacterium yang
membawa konstruk 35S-TcAP1 ditumbuhkan dalam media cair LB yang
mengandung kanamisin 50 ppm selama 24-48 jam pada suhu 28 oC dengan
pengocokan 150 rpm dalam keadaan gelap. Setelah diencerkan 100-1.000
108
kalinya dengan media yang sama, Agrobacterium tersebut dikulturkan kembali
selama sekitar 3 jam. Potongan-potongan eksplan daun tembakau, ukuran
cakram diameter 0.5-1.0 cm diinkubasi selama 15 menit dengan 1/10 volume
kultur cair Agrobacterium tersebut. Ko-kultivasi pada media MS padat yang
mengandung acetosyringon 100 ppm dilakukan selama 2 hari. Setelah itu
dilakukan seleksi pada media MS padat yang mengandung antibiotika timentin
100 ppm atau cefotaxime 500 ppm dan 50-100 ppm kanamisin.
Kultur Jaringan
Kultur jaringan untuk regenerasi planlet tembakau dilakukan metode
standar melalui organogenesis. Potongan eksplan daun steril dikulturkan pada
media MS padat yang mengandung BAP 0.5 ppm (Murashige dan Skoog 1962).
Kultur diinkubasi pada suhu 26-28 oC dengan program penyinaran 16 jam per
hari. Subkultur ke media segar dilakukan setiap 4-6 minggu sekali. Kultur eksplan
transgenik dilakukan dengan metode dan kondisi yang sama dengan nontransgenik kecuali komposisi media. Untuk seleksi dan kultur eksplan transgenik,
ke dalam media tumbuhnya ditambahkan antibiotika penyeleksi yang sesuai,
yaitu kanamisin 50 ppm.
Polymerase Chain Reaction (PCR)
PCR dilakukan untuk mengetahui apakah planlet transgenik yang
diregenerasikan dari eksplan yang telah diinokulasi dengan Agrobacterium
pembawa konstruk 35S-TcAP1 masih tetap membawa gen target. Campuran
pereaksi PCR mengadung DNA template sebanyak 1-10 ng, keempat dNTP
masing-masing 0.2 µM, sepasang primer DNA spesifik TcAP1 masing-masing
sebanyak 20-100 nM dan DNA Taq polymerase 1 - 2.5 Unit. Reaksi dilakukan
109
dengan volume 25-50 µl, dengan program PCR sebagai berikut : denaturation
pada suhu 94 oC selama 30 detik, annealing pada suhu 50 oC selama 30 detik,
extension pada suhu 72 oC selama 2 menit, dengan pengulangan sebanyak
35 siklus. Hasil PCR diperiksa menggunakan gel agarose dengan konsentrasi
0.7 - 1% yang telah diberi ethidium bromida (Sambrook et al. 1989).
Reverse Transcriptase PCR (RT-PCR)
Analisis RT-PCR dilakukan dalam satu rangkaian percobaan yang terdiri
atas preparasi mini RNA total, sintesis first strand cDNA dan PCR menggunakan
utas tunggal cDNA sebagai template. RNA total dipreparasi dari daun tembakau
menggunakan Kit RNeasy dari QIAGEN. Untuk proses ini digunakan 100 mg
sampel daun tembakau dari kultur in vitro. Kualitas dan kuantitas RNA total yang
diperoleh ditentukan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 230,
260 dan 280 nm, dan dengan elektroforesis gel agarose.
Sintesis first strand cDNA dilakukan dengan Kit dari Invitrogen. Reaksi
berlangsung dengan volume 50 µl pada suhu 42 oC selama 50 menit dengan
RNA total sebanyak 1 µg. Tahapan lainnya dilakukan sebagaimana diuraikan
dalam Instruction Manual yang diberikan bersama dengan kit. Sebanyak 1 ml
hasil sintesis first strand cDNA digunakan sebagai template dalam reaksi PCR.
Reaksi PCR dilakukan dengan kondisi dan cara sebagaimana diuraikan di atas.
Primer yang digunakan dirancang dari sekuen TcAP1 dengan ukuran amplikon
sekitar 400 pb.
110
Hasil dan Pembahasan
Pengalaman sebelumnya membuktikan bahwa metode transformasi
genetik tanaman sebagaimana diuraikan dalam Bahan dan Metode, memiliki
efektivitas yang baik pada tanaman tembakau. Pada percobaan ini, sekali lagi
transfer DNA ke dalam sel tanaman tembakau telah dapat dibuktikan. Hasil
pengujian PCR spesifik TcAP1 menggunakan template DNA genomik dari
plantlet tembakau transgenik, memberikan amplikon DNA dengan ukuran sesuai
dengan jarak kedua primer spesifik yang digunakan. Adapun ketebalan amplikon
tersebut bervariasi dan secara umum tidak setebal kontrol positifnya yaitu
plasmid rekombinan yang membawa konstruk 35S-TcAP1 (Gambar 26).
1
2
3
4
5
6
7
8
Gambar 26 Pengujian PCR spesifik TcAP1 terhadap DNA genomik planlet
tembakau. Lini 1 = DNA marker, lini 2 = DNA tembakau nontransgenik, lini 3 = DNA plasmid rekombinan, dan lini 4-8 = DNA
tembakau yang membawa konstruk 35S-TcAP1.
Variasi intensitas amplikon tersebut kemungkinan terkait dengan kualitas
ataupun kuantitas DNA template. Kemungkinan masih adanya kontaminan yang
dapat menghambat reaksi PCR menyebabkan amplifikasi tidak berlangsung
optimal. Kemungkinan lainnya adalah di dalam larutan DNA template, terutama
yang berasal dari tanaman tembakau mungkin terdapat kontaminan RNA dalam
jumlah yang bervariasi. Dengan demikian planlet tembakau transgenik yang
mengekspresikan RNA TcAP1 memberikan amplikon yang lebih banyak daripada
yang ekspresinya lemah. Apapun kemungkinannya, data ini jelas menunjukkan
111
bahwa dengan cara transformasi sebagaimana diuraikan dalam Bahan dan
Metode, konstruk TcAP1 telah masuk ke dalam sel tanaman tembakau dan tetap
stabil hingga jaringan daun tembakau beregenerasi menjadi planlet.
Setelah konstruk 35S-TcAP1 terbukti masuk ke dalam genom tembakau,
pemeriksaan selanjutnya adalah menguji apakah gen tersebut terekspresi di
dalam sistem inang yang baru. Pengujian ini bisa dilakukan di tingkat molekuler,
morfologis, atau kombinasinya. Ekspresi gen TcAP1 dalam sel tanaman
tembakau diharapkan dapat menghasilkan protein faktor transkripsi yang aktif
sehingga memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan morfologis dari
planlet yang mengekspresikannya. Pada Arabidopsis, aktivitas AP1 dalam
mempengaruhi perkembangan tanaman terjadi melalui proses prenilisasi
(Yalovsky et al. 2000). Hasil pengamatan perkembangan tembakau transgenik
pada saat 2-3 bulan setelah transformasi disajikan pada Gambar 27. Dengan
adanya transgen TcAP1, paling tidak terdapat dua fenotipe morfologis yang
nyata beda penampakannya. Pertama adalah planlet transgenik yang memiliki
daun terbelah (Gambar 27, panel B). Tipe yang kedua memiliki struktur seperti
kuncup bunga yang bergerombol (Gambar 27, panel C).
Kenampakan fenotipe yang bervariasi ini kemungkinan terkait dengan
level ekspresi transgen TcAP1. Hal semacam ini terjadi pula pada ekspresi
ektopik AGAMOUS pada tanaman model Arabidopsis thaliana (Kitahara et al.
2004; Chaidamsari et al. 2006). Pada planlet tembakau yang memiliki daun
terbelah kemungkinan mengekspresikan TcAP1 pada level yang sedang, atau
hanya sekedar memberikan dampak perubahan morfologis yang sedang saja.
Sementara
pada
kultur
transgenik
yang
menghasilkan
struktur
seperti
gerombolan kuncup bunga, kemungkinan karena ekspresi yang tinggi dari
TcAP1.
112
A
B
C
Gambar 27 Morfologi kultur planlet tembakau setelah transformasi genetik.
Panel A, B, C masing-masing adalah planlet kontrol non-transgenik,
transgenik dengan helai daun terbelah (perubahan ringan), dan
struktur mirip kuncup bunga yang bergerombol (perubahan berat).
Sebagaimana disebutkan bahwa gen pembungaan AP1 menginduksi
ekspresi gen LEAFY (Putterill et al. 2004). Over ekspresi TcAP1 menyebabkan
ekspresi NtLFY terinduksi yang pada akhirnya memberikan perkembangan
morfologis yang unik tersebut. Sementara itu, pecobaan ekspresi ektopik dari
gen AtLFY mampu menginduksi terbentuknya struktur seperti bunga pada kultur
eksplan in vitro (Wagner et al. 2004). Gen LEAFY yang merupakan pengendali
transisi dari perkembangan vegetatif ke pembungaan juga menginduksi gen AP1
(Wagner et al. 1999). Terjadinya saling induksi inilah yang mungkin menjadi
pemicu terbentuknya struktur mirip bunga meskipun dalam kultur in vitro.
113
Untuk membuktikan bahwa perubahan morfologis tersebut terkait dengan
tingkat ekspresi transgen TcAP1, dilakukan pengujian RT-PCR menggunakan
primer spesifik TcAP1 terhadap transkrip masing-masing planlet tersebut. Hasil
pengujian ekspresi (Gambar 28) mengindikasikan bahwa terdapat hubungan
yang positif antara tingkat perubahan morfologis planlet transgenik dengan
tingkat ekspresi transgen TcAP1. Pada tembakau non-transgenik, tidak diperoleh
pita DNA hasil RT-PCR. Sementara itu pada planlet transgenik dan kontrol
positif, PCR menggunakan template rekombinan 35S-TcAP1, diperoleh hasil
RT-PCR yang relatif kuat. Adanya diferensiasi intensitas pita DNA hasil PCR
diduga kuat terkait dengan perbedaan level transkrip gen target, TcAP1. Dalam
beberapa hal, RT-PCR termasuk cara yang mudah untuk menguji tingkat
ekspresi gen yang telah diketahui sekuen nukleotidanya, misalnya gen TcAG
(Chaidamsari et al. 2006) dan gen LEC2 Arabidopsis (Stone et al. 2001).
400 pb
349 pb
1
Gambar 28
2
3
4
5
6
7
8
Hasil RT-PCR spesifik TcAP1 terhadap RNA total daun planlet
tembakau. Lini 1 = DNA marker, lini 2 = kontrol negatif tembakau
non-transgenik, dan lini 8 = kontrol positif rekombinan 35S-TcAP1.
Lini 3-7 = ekspresi TcAP1 pada tembakau transgenik individual
yang menampakkan perubahan morfologis, dimana dari kiri ke
kanan ekspresinya semakin kuat.
Berfungsinya TcAP1 di dalam sistem interaksi dan ekspresi pada
tembakau, dapat dijelaskan secara empiris maupun melalui analisis kemiripan
sekuen gen pembungaan antar spesies tanaman. Sebagai salah satu gen
MADS-box, AP1 dari berbagai spesies tanaman memiliki tingkat kemiripan
114
sekuen yang tinggi, termasuk antara TcAP1 dengan NtAP1. Secara empiris,
fungsionalitas ini dapat dikaitkan dengan ekspresi transgen di dalam inang yang
baru. Ekspresi gen pembungaan AP1 dan LEAFY dari Arabidopsis pada
tanaman jeruk yang secara kekerabatan cukup jauh, telah memberikan pengaruh
terhadap perkembangan bunganya (Pena et al. 2001). Tanaman jeruk memiliki
masa TBM (juvenile) yang panjang. Organ reproduktifnya tidak terbentuk hingga
tanaman berumur 6-20 tahun, tergantung spesiesnya.
Konstruksi konstitutif dari gen AtLFY atau AtAP1, yang merupakan
penginduksi pembungaan pada Arabidopsis, telah ditransformasikan dan
diekspresikan pada kecambah jeruk. Tanaman jeruk transgenik tersebut
menghasilkan bunga fertile dan buah dini pada tahun pertama. Selanjutnya,
ekspresi AP1 tersebut sama efisiennya dengan LFY dalam menginisiasi bunga
dan tidak mengakibatkan abnormalitas pada perkembangannya. Tanaman jeruk
transgenik tersebut juga tetap berbunga pada tahun-tahun berikutnya, dan
respon pembungaannya dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Selain itu, bibit dari
biji yang berasal dari tanaman transgenik memiliki masa TBM yang sangat
pendek, membuktikan bahwa fenotipe yang terekspresi tersebut merupakan sifat
yang stabil dan menurun. Hasil tersebut dapat membuka peluang baru dalam
pemuliaan tanaman, terutama pada tanaman tahunan (Pena et al. 2001).
Perkembangan in vitro selanjutnya dari planlet tembakau transgenik
menegaskan bahwa TcAP1 mempercepat pembungaan pada planlet uji tersebut.
Pada subkultur yang ke dua atau pada umur planlet sekitar 3.5 bulan, pada ujung
planlet telah terbentuk kuncup bunga tembakau (Gambar 29). Pembungaan dini
ini terjadi pada planlet yang daunnya nampak sedikit terbelah atau yang
mengekspresikan TcAP1 pada level yang sedang. Sementara itu, pada kultur
transgenik yang mengekspresikan TcAP1 pada level yang tinggi belum terjadi
perubahan pertumbuhan lanjutan.
115
A
B
Gambar 29 Planlet tembakau in vitro pada umur 3.5 bulan. Panel A adalah
tembakau kontrol non-transgenik, dan panel B adalah tembakau
transgenik 35S-TcAP1.
Dalam keadaan dan cara subkultur yang baku, pembungaan tembakau
in vitro hampir tidak pernah terjadi. Berdasarkan hasil tersebut dan laporan Pena
et al. (2001), dapat dikatakan bahwa interaksi antara faktor transkripsi AP1
dengan faktor atau protein pembungaan terkait lainnya, memiliki spesifisitas yang
relatif luas. Dimana AP1 dari spesies kecil seperti Arabidopsis ternyata dapat
berfungsi menginduksi pembungaan pada spesies tanaman tahunan seperti
jeruk, demikian pula sebaliknya AP1 dari spesies tanaman tahunan kakao dapat
berfungsi pada spesies yang lebih kecil seperti tembakau.
Kesimpulan
Transformasi eksplan daun tembakau dengan konstruk 35S-TcAP1
melalui Agrobacterium tumefaciens, memberikan tingkat ekspresi TcAP1 dan
perubahan morfologis yang bervariasi. Pada planlet tembakau transgenik,
ekspresi TcAP1 pada level yang sedang telah mampu menginduksi pembungaan
secara in vitro.
Download