II. TINJAUAN PUSTAKA Vertikultur adalah salah satu contoh urban farming yang diartikan sebagai teknik budidaya tanaman secara vertikal dengan penanaman dilakukan secara bertingkat untuk memaksimalkan penggunaan lahan dalam menghasilkan tanaman. Pemanfaatan teknik vertikultur memungkinkan untuk berkebun dengan memanfaatkan tempat secara efisien. Dalam budidaya tanaman secara vertikultur salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah menentukan jumlah populasi tanaman atau menentukan jarak tanam dalam satu areal penanaman karena jumlah populasi dapat mempengaruhi produksi tanaman. Selain menentukan populasi tanaman, dalam budidaya sayuran dengan sistem vertikultur neraca unsur hara sangat penting dalam menentukan pertumbuhan dan hasil tanaman. Dengan mengetahui neraca unsur hara tanah kita dapat mengetahui jumlah input (pupuk) yang harus diberikan sehingga tidak berlebihan atau kekurangan unsur hara oleh tanaman. 2.1 Tinjauan Umum Vertikultur Vertikultur berasal dari bahasa Inggris yaitu vertical dan culture yang artinya teknik bercocok tanam di ruang sempit dengan memanfaatkan bidang vertikal sebagai tempat bercocok tanam. Teknik vertikal berawal dari ide vertical garden yang dilakukan oleh sebuah perusahaan di Swiss pada tahun 1944. Setelah ide vertical garden dilontarkan pemilik rumah kaca komersial di Guensey (the chennel Islands) dan di Inggris yang mengadaptasi teknik tersebut untuk memproduksi strowberi (Liferdi Lukman, 2003). Popularitas bertanam bertingkat 5 6 berkembang pesat di Negara Eropa. Pertanian dengan menggunakan sistem vertikultur merupakan solusi atau jawaban bagi yang berminat dalam budidaya tanaman namun memiliki ruang atau lahan sangat terbatas. Kelebihan sistem pertanian vertikultur antara lain: (1) efisiensi dalam penggunaan lahan, (2) penghematan pemakaian pupuk dan pestisida, (3) dapat dipindahkan dengan mudah karena tanaman diletakkan dalam wadah tertentu, dan (4) mudah dalam hal monitoring/pemeliharaan tanaman. Namun demikian, sistem budidaya vertikultur juga memiliki kelemahan, yaitu: (1) investasi awal cukup tinggi dan (2) sistem penyiraman harus kontinyu serta memerlukan beberapa peralatan tambahan, misalnya tangga sebagai alat bantu penyiraman. Media tanam adalah komponen utama dalam menunjang pertumbuhan tanaman. Bagi tanaman, media tanam memiliki banyak peran seperti sebagai tempat bertumpu agar tanaman tetap tumbuh tegak. Di dalam media tanam terkandung air, hara, dan udara yang diperlukan oleh tanaman, selain itu media tanam juga berfungsi untuk menjaga kelembaban daerah di sekitar akar, penyedia udara yang cukup dan dapat menahan ketersediaan unsur hara (Purwanto, 2012). Untuk itulah diperlukan media tanam yang sesuai untuk diterapkan dalam teknik vertikultur. Media dapat berupa media cair maupun padat seperti kompos, pasir, sekam, dan tanah. Di beberapa negara maju, penggunaan vertikultur telah dipadukan dengan sistem hidroponik maupun aeroponik. Media tanam dapat ditampung dalam kaleng-kaleng, paralon PVC, bambu, atau papan kayu yang disusun secara bertingkat (BPTP, 2006). Bentuk atau susunan vertikultur tentunya harus disesuaikan dengan morfologi tanaman agar semua tanaman memperoleh sinar matahari (Lubis, 7 2004). Selanjutnya disebutkan, bahwa pada umumnya jenis tanaman yang digunakan atau dibudidayakan dalam teknik vertikultur adalah tanaman sayuran semusim dengan tinggi maksimal 1 meter. Sayuran menjadi penting dalam kebutuhan pangan penduduk karena menjadi salah satu penyedia gizi berupa serat, vitamin, mineral, dan zat lain-lainnya yang dibutuhkan oleh tubuh manusia (Purwanto, 2012). Dalam budidaya sistem vertikultur banyak jenis tanaman yang dapat di tanam. Beberapa diantaranya misalnya adalah: a) tanaman sayuran semusim (sawi, selada, kubis, wortel, tomat, terong, cabai, kangkung, dan lain-lainnya), b) tanaman bunga seperti anggrek, mawar, melati, azalea, kembang sepatu, dan c) tanaman obat-obatan (Litbang Deptan, 2014). 2.2 Populasi Tanaman Populasi atau jarak tanam merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan dalam budidaya tanaman. Jarak tanam adalah pengaturan pertumbuhan dalam satuan luas. Jarak tanam erat kaitannya dengan jumlah anakan yang dihasilkan. Jarak tanam atau kerapatan tanaman merupakan bagian dari teknik bercocok tanam yang perlu diperhatikan secara serius agar pemanfaatan sumber daya lahan dapat digunakan secara maksimal. Selain itu, untuk mendapatkan hasil yang maksimal yang dapat meningkatkan perekonomian. Setiap tanaman memiliki jarak tanam yang berbeda-beda tergantung dari jenis perakaran dan lebar kanopi tanamannya. Pada sistem bercocok tanam, apabila kerapatan tanaman (jumlah populasi) melebihi batas optimum, maka akan terjadi hambatan pertumbuhan tanaman akibat persaingan dengan tanaman lain. 8 Semakin dekat jarak tanam makin hebat pula persaingannya (Aryawijaya dalam Candrakirana 1993). Kompetisi yang terjadi utamanya adalah dalam memperoleh cahaya, unsur hara dan, air. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa semakin rapat jarak tanam, maka semakin tinggi tanaman tersebut dan secara nyata berpengaruh pada jumlah cabang serta luas daun. Tanaman yang diusahakan pada musim kering dengan jarak tanam rapat akan berakibat pada pemanjangan ruas, oleh karena jumlah cahaya yang dapat mengenai tubuh tanaman berkurang. Selain itu terjadi peningkatan aktivitas auksin sehingga sel-sel tumbuh memanjang dan pemanjangan ruas tercermin pada jumlah cabang. Cabang tanaman merupakan tempat tumbuhnya daun. Apabila jumlah cabang sedikit, maka jumlah daun juga menjadi kecil. Hal tersebut berkaitan langsung dengan luas daun seluruh tanaman (Budiastuti, 2000). Menurut Musa et al (2007) pemanfaatan potensi sumberdaya lahan setempat secara optimal bagi tujuan pembangunan pertanian berkelanjutan dan salah satunya adalah dengan penerapan teknologi pengaturan jarak tanam. Keunggulan sistem ini dapat mempengaruhi populasi tanaman, efisien dalam penggunaan cahaya, menekan perkembangan hama penyakit dan mengurangi kompetisi tanaman dalam penggunaan air dan unsur hara. Upaya peningkatan produksi tanaman perluasan tertentu dapat dilakukan dengan meningkatkan populasi tanaman dengan jarak tanam yang juga mempengaruhi produktivitas tanaman. Kerapatan atau ukuran populasi tanaman sangat penting untuk memperoleh hasil yang optimal, tetapi bisa terjadi persaingan dalam hara, air dan ruang tumbuh serta mengurangi perkembangan tinggi dan kedalaman akar tanaman. Pengaturan populasi tanaman melalui pengaturan jarak tanam pada suatu 9 tanaman akan mempengaruhi keefisienan tanaman dalam memanfaatkan matahari dan persaingan tanaman dalam pemanfaatan hara dan air yang pada akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Penentuan kerapatan tanam pada suatu areal pertanaman pada hakekatnya merupakan salah satu cara untuk mendapatkan hasil tanaman secara maksimal. Dengan pengaturan kepadatan tanaman sampai batas tertentu, tanaman dapat memanfaatkan lingkungan tumbuhnya secara efisien. Kepadatan populasi berkaitan erat dengan jumlah radiasi matahari yang dapat diserap oleh tanaman. Selain itu, kepadatan tanaman juga mempengaruhi persaingan diantara tanaman dalam menggunakan unsur hara (Atus’sadiyah, 2004). Pengaturan kerapatan tanam didalam satu areal penanaman sangat diperlukan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi terjadinya kompetisi diantara tanaman untuk memperoleh peningkatan hasil dari tanaman yang dibudidayakan. (Susilowati, 2002,). 2.3 Kebutuhan Hara Tanaman Suatu unsur hara disebut makro esensial jika dibutuhkan dalam jumlah besar biasanya di atas 500 ppm dan disebut mikro esensial jika dibutuhkan dalam jumlah sedikit, biasanya kurang dari 50 ppm. Di samping itu juga dikenal unsur hara penunjang, yaitu unsur hara yang peranannya belum diketahui secara spesifik dan hanya penting untuk tanaman tertentu saja, unsur-unsur hara tersebut adalah sebagai berikut. (1) Unsur hara makro esensial meliputi unsur hara karbon (C), unsur hara hidrogen (H) dan oksigen (O), yang masing-masing rerata 45%, 45%, dan 6% (jadi unsur-unsur lain hanya 4%, ketiga unusur ini tersedia melimpah terdapat 10 pada air (H2O) dan/atau udara (C02 dan O2). Unsur C, H dan O ini akan berkombinasi melalui proses fotosintesis, dalam klorofil dengan bantuan cahaya matahari. Dalam proses ini, air dipecah dan H protonnya bergabung dengan karbon dioksida membentuk karbohidrat dan molekul oksigen sebagai berikut. CO2 + H2O CHO + O2 (2) Unsur makro esensial terbatas meliputi nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), belerang (sulphur,S), kalsium (Ca) dan masing-masing (Mg), yang masingmasing menyusun >0,1% bagian tanaman. (3) Unsur hara mikro esensial meliputi boron (Bo), besi (ferrum Fe), mangan (Mn), tembaga (kuprum,Cu), seng (zincum, Zn), molybdenum (Mo), dan khlorin (Cl). (4) Unsur hara penunjang meliputi kobalt (Co) yang hanya penting bagi tanaman/mikrobia pengikat N-bebas, silisium (Si) khusus untuk tanaman berdaun bendera seperti padi dan Na untuk tanaman yang tumbuh pada tanah alkalin, juga F (flour), I (iodin), Al (aluminium) dan V (vanadium), Ni (nikel), Se (selenium). Kedelapan macam unsur ini, umumnya menyusun <0,01% tanaman. Tidak semua unsur yang diserap tanaman merupakan hara, banyak yang diserap tanaman hanya karena tersedia dalam tanah. Dari analisis jaringan tanaman dijumpai lebih dari 50 unsur yang diserap, berarti sekitar 70% unsurunsur ini bukan hara tanaman. Dalam pemenuhan kebutuhan hara tanaman selain unsur-unsur yang tersedia di dalam tanah pupuk merupakan salah satu yang dapat menyediakan unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Pupuk merupakan zat yang ditambahkan ke dalam media tumbuh dengan tujuan untuk menyediakan satu atau lebih unsur hara agar tanaman berkembang dengan baik. 11 Pupuk harus diberikan sesuai dosis yang direkomendasikan. Dosis pupuk umumnya dinyatakan dalam satuan kg/ha atau cc/ha atau L/ha. Kebutuhan pupuk sangat tergantung dari luas pertanaman yang akan dipupuk dan kandungan hara dalam pupuk. Pemupukan dilakukan berdasarkan hasil uji dosis pupuk dan bervariasi dengan skala selang yang luas. Aplikasi seperti ini kurang optimal bagi perkembangan dan pertumbuhan tanaman karena tidak mempertimbangkan ketersediaan hara yang ada di dalam tanah (Al-Jabri, 2007). Penanaman sayuran pada jenis tanah yang marjinal (kandungan unsur hara yang terbatas/rendah) dan pada jenis tanah subur (kandungan hara tinggi) akan berbeda. Pada lahan marjinal diperlukan kajian lebih mendalam tentang penambahan unsur hara melalui aplikasi teknologi pemupukan yang optimal. Aplikasi pemupukan kimia jangan sampai secara berlebihan dan kekurangan. Kedua kondisi tersebut akan berakibat terganggunya pertumbuhan tanaman dan pencemaran lingkungan (Cisse dan Amar, 2002). Saat ini, usaha tani sayuran masih belum memiliki standar yang tepat dan baku (precision farming). Salah satu komponen dalam standar usaha tani sayuran adalah penggunaan pupuk kimia. Penggunaan pupuk kimia pada tingkat petani umumnya tidak sesuai dan tidak berimbang (Hilman et al. 2005). Akibatnya adalah banyak kerugian yang timbul seperti penurunan nilai ekonomis dan pengurangan pendapatan petani karena input produksi yang tinggi, berpotensi besar menyebabkan polusi pada lahan pertanian dengan tingginya kadar hara tertentu, eutropik dan terpengaruhnya ketersediaan unsur hara lainnya (Beck et al, 2004; Horta dan Torrent, 2007; Guerin et al., 2007). Uji tanah umumnya diterapkan pada analisis unsur hara esensial bagi tanaman khususnya sayuran 12 seperti fosfor (P) dan kalium (K). Kedua unsur hara ini sangat berperan penting dalam proses metabolisme dan fisiologi tanaman (Du Zhenyu et al., 2006). Defisiensi kedua unsur hara ini akan berakibat rendahnya produktivitas tanaman (Mendoza et al., 2009). Uji tanah dapat mencegah terjadinya kondisi ekstrim seperti kelebihan, kehilangan dan kekurangan unsur hara esensial yang dibutuhkan tanaman, sehingga pertumbuhan optimum tanaman akan terpenuhi (Maguire dan Sims, 2002). Pupuk merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting selain lahan, tenaga kerja dan modal. Pemupukan berimbang memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan hasil tanaman. Anjuran (rekomendasi) pemupukan harus dibuat lebih rasional dan berimbang berdasarkan kemampuan tanah menyediakan hara dan kebutuhan tanaman akan unsur hara, sehingga meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan pupuk dan produksi tanpa merusak lingkungan akibat pemupukan yang berlebihan. Hara N, P, dan K merupakan hara esensial bagi tanaman dan sekaligus menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman. Peningkatan dosis pemupukan N di dalam tanah secara langsung dapat meningkatkan kadar protein (N) dan produksi tanaman. 2.4 Neraca Unsur Hara Tanaman Neraca unsur hara menggambarkan kesetimbangan kandungan unsur hara tanah yang dihitung dari selisih kandungan awal tanam dan panen. Kesetimbangan ini akan ditentukan oleh jumlah input dalam bentuk pupuk yang diberikan dan output unsur hara yang terangkut melalui panen (Dobermann, et al. 1996). Penghitungan neraca unsur hara sangat penting dalam setiap periode 13 penanaman tanaman guna untuk mengetahui efisiensi penggunaan pupuk sehingga tidak terjadi kelebihan ataupun kekurangan unsur hara tanaman. Perhitungan neraca hara penting untuk dilakukan sebagai salah satu penilaian kelestarian dan keberlanjutan pengelolaan hara dalam jangka panjang dalam sistem pertanian. Dalam sistem budidaya pertanian, sangatlah penting untuk mengetahui neraca hara (input dan output) agar dapat dinilai tingkat keberlanjutan produktivitas dalam upaya menjaga (maintaining) kesuburan tanah dalam jangka panjang. Neraca hara sederhana (Setyorini dan Hartatik., 2009) dihitung berdasarkan unsur hara yang hilang (nutrient loss) dan unsur yang ditambahkan (nutrient gain). Unsur hara yang hilang merupakan hara yang terangkut tanaman lewat hasil panen dan dihitung dari produksi bahan kering saat panen dikalikan kadar unsur hara dalam biomassa. Unsur hara yang masuk (input) berasal dari pupuk majemuk N, P, K yang ditambahkan. Hara N yang sangat dibutuhkan tanaman, khususnya tanaman sayuran berdaun harus ditambahkan kembali agar pertumbuhan tanaman tidak terganggu. Strategi penambahan N dapat melalui rotasi dengan tanaman legum yang mempunyai kemampuan fiksasi N2 udara atau memberikan pupuk hijau dari tanaman legume. Nilai neraca unsur hara berada pada kisaran negatif (-) dan positif (+) Neraca hara negatif memberikan arti bahwa hara yang terangkut keluar lebih tinggi dibandingkan input yang ditambahkan ke lahan. Dalam jangka panjang kondisi ini dapat menguras hara tanah yang berakibat pada penurunan kesuburan tanah. Neraca hara nol berarti bahwa jumlah hara yang berada di dalam tanah jumlahnya sesuai dengan kebutuhan tanaman jadi tidak adanya defisit hara 14 maupun surflus. Neraca hara positif memberikan arti bahwa hara yang terangkut keluar lebih sedikit dibandingkan input yang ditambahkan ke lahan. Neraca hara positif ini dapat meningkatkan kesuburan fisik, kimia, dan biologi tanah. N nitrogen (N) merupakan salah satu unsur yang paling luas penyebarannya di alam. Di atmosfer terdapat sekitar 3,8 x 1015 ton N2 molekuler, sedangkan pada lithosfer terdapat 4,74 kalinya. Dalam atmosfer di atas sehektar areal laut terdapat sekitar 77.350 ton N2. Menurut Delwiche cit. Foth (1984), biosfer diperkirakan menerima tambahan N sebesar netto 9 juta metric ton setiap tahun, dari selisih total tambahan dari fiksasi biologis (30 daratan + 14 dari tanaman legume + 10 dari lautan) + 30 dari fiksasi industri + 7,6 fiksasi atmosfer + 0,2 fiksasi lainnya) dengan total kehilangan akibat denitrifikasi (43 daratan + 40 lautan) + 0,2 sedimentasi) (dalam satuan juta metrik ton). Berdasarkan (Hanafiah, K.A. 2004). Siklus N secara lengkap tertera pada Gambar 2.4. Gambar. 2.4 siklus N Secara umum, kulit bumi mengandung 0,1% P atau setara 2 ton P ha-1, tetapi kebanyakan berbentuk apatit terutama Fluo-rapatit [Ca10 (PO4)6F2] dalam 15 bebatuan beku dan bahan induk tanah, sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Menurut (Hanafiah, K.A. 2004). Prinsip penyediaan P bagi tanaman terlihat pada siklus P (Gambar 2.5). Gambar 2.5 siklus fosfor dalam tanah Dalam siklus P terlihat bahwa kadar P-larutan tanah merupakan hasil keseimbangan antara suplai P dari pelapukan mineral-mineral P, pelarutan (solubilitas) P-terfiksasi dan mineralisasi P-organik dan kehilangan P berupa immobilisasi oleh tanaman, fiksasi dan pelindin P. Sumber utama P larutan tanah, di samping dari pelapukan bebatuan/bahan induk juga berasal dari mineralisasi Porganik hasil dekomposisi sisa-sisa tanaman yang mengimobilisasikan P dari larutan tanah dan hewan. Umumnya kadar P dalam bahan organik adalah 1%, yang berarti dari 1 ton bahan organik tanah bernisbah C/N = 10 (matang) dapat dibebaskan 10 kg P (setara 22 kg TSP). Unsur P diambil tanaman dalam bentuk ion orthofosfat primer dan sekunder (H2PO4- atau HPO42-). Proporsi penyerapan kedua ion ini dipengaruhi oleh area perakaran tanaman sebagai berikut: 16 1. Pada pH lebih rendah, tanaman lebih banyak menyerap ion orthofosfat primer. 2. Pada pH yang lebih tinggi ion orthofosfat sekunder yang lebih banyak diserap tanaman. 2.5 Hubungan Populasi Tanaman dengan Neraca Unsur Hara Jumlah hara yang hilang karena diserap tanaman dipengaruhi oleh produksi yang dihasilkan. Data ini memberikan gambaran hara hilang diangkut keluar dari lahan karena terbawa organ yang dipanen. Pertumbuhan kehidupan tanaman sangat berhubungan dengan kesuburan tanah. Dalam kaitan ini, akar tanaman berperan sangat penting karena fungsi akar sebagai penyerap unsur hara tanaman dan translokasi unsur dari akar ke batang, daun, ataupun buah. Unsur hara tanaman pada dasarnya berasal dari mineral tanah yang mengalami pelapukan dan bahan organik yang mengalami mineralisasi. Di samping itu, akar tanaman juga mempunyai fungsi mempercepat proses pelepasan unsur dari mineral tanah karena kemampuan akar mengeluarkan senyawa-senyawa yang melepaskan unsur dari mineral tanah. Makin panjang dan banyak akar rambut, maka makin besar pula kemampuan tanaman untuk menyerap unsur atau mengubah unsur menjadi tersedia untuk tanaman. Akar mempunyai fungsi menambang unsur hara dari mineral tanah untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Selama pertumbuhan, tanaman mengumpulkan unsur hara tersedia dan kemudian disusun menjadi bahan organik. Setelah tanaman mati, bahan organik mengalami perombakan (dekomposisi). Dalam proses ini, unsur hara yang dikumpulkan tersebut dilepaskan kembali kedalam 17 tanah atau larutan tanah dengan memecah terlebih dahulu bahan organik tanaman tersebut. Tidak semua unsur hara tanaman yang dilepaskan kembali ke dalam tanah diserap oleh tanaman yang hidup di atasnya, angkanya sekitar 20%-30%. Keadaan unsur hara dalam tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: kecepatan pelapukan mineral tanah, sifat bahan induk, keadaan tanaman yang hidup di atasnya, laju pencucian oleh air hujan dan populasi tanaman. Populasi tanaman dapat menentukan jumlah input maupun output unsur hara di dalam tanah sehingga populasi tanaman erat kaitannya dengan neraca unsur hara. Apabila unsur hara yang tersedia di dalam tanah tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman maka akan dapat menyebabkan terjadinya persaingan dalam memperebutkan unsur hara di dalam tanah. Dengan populasi tanaman dapat menentukan jumlah input pupuk ataupun unsur hara ke dalam tanah. 2.6 Morfologi dan Persyaratan Agronomis Budidaya Sawi Hijau dan Kangkung Secara umum tanaman sawi hijau biasanya mempunyai daun panjang, halus, tidak berbulu, dan tidak berkrop. Petani hanya mengenal 3 macam sawi yang biasa dibudidayakan yaitu : sawi putih (sawi jabung), sawi hijau, dan sawi huma. Sekarang ini masyarakat lebih mengenal caisin atau sawi bakso. Selain itu juga ada pula jenis sawi kriting dan sawi monument. Tanaman sawi hijau mempunyai akar tunggang dengan akar samping yang banyak tetapi relatif dangkal. yakni antara 20 – 30 cm. Batang tanaman sawi hijau umumnya pendek, langsing dan banyak mengandung air. Disekililing batang hingga titik tumbuh terdapat helai daun yang bertangkai pendek. Urat daun 18 utamanya lebih sempit dari pada urat daun petsai, tetapi tekstur daunnya lebih liat dari petsai (Subekti dkk., 2009) Pada umumnya pola pertumbuhan daun tanaman sawi hijau berserak (roset) hingga sukar membentuk krop (Delvin, 1975). Struktur bunga sawi terdiri dari 4 helai daun kelopak berwarna hijau, 4 helai daun mahkota berwarna kuning, 4 helai benang sari bertangkai panjang, 2 helai benang sari bertangkai pendek dan satu buah putik yang beruang 2. Selama 1-2 bulan tanaman sawi hijau dapat berbunga terus dan jumlah bunga yang dihasilkan mencapai lebih dari 500 kuntum. Tanaman sawi hijau termasuk mudah sekali kawin silang, tetapi sukar untuk mengadakan penyerbukan sendiri (Anon., 1993). Sawi dapat ditanam di dataran tinggi maupun dataran rendah. Akan tetapi, umumnya sawi dibudidayakan di dataran rendah, yaitu dipekarangan, di ladang, atau disawah. Sawi termasuk tanaman sayuran yang tahan terhadap hujan sehingga dapat ditanam sepanjang tahun, asalkan pada saat musim kemarau disediakan air yang cukup untuk penyiraman (Fisher dan Goldsworth, 1992). Pada mulanya sawi dikenal sebagai sayuran daerah dingin (sub tropis,) sehingga di Indonesia cocok ditanam di dataran tinggi antara 1000-3000 m dpl yang suhu udaranya dingin dan lembab. Tanaman sawi hijau dapat tumbuh baik di tempat yang berhawa panas maupun berhawa dingin. Pada kenyataan hasil yang diperoleh lebih baik di dataran tinggi, pertumbuhan yang optimal pada kisaran suhu 160C-18,50C. Tanaman tidak tumbuh baik apabila suhu maksimum 27-290C dan suhu minimum 6-80C. Sayuran dataran tinggi memiliki penyesuaian yang baik dengan dataran rendah (Noggle dan Fritzs, 1979). 19 Syarat penting bertanam sawi adalah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), drainasenya baik, dan pH tanahnya sekitar 6-7. Waktu tanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (bulan Maret). Tanah yang cocok untuk tanaman sawi hijau adalah tanah latosol, andosol dan regosol, dengan kandungan air tanah yang cukup untuk pertumbuhan tanaman sawi hijau (Sunarjono, 2008). Tanaman kangkung (Ipomoea reptans) disebut juga swamp cabbage, water convovulus, water spinach. Tanaman kangkung berasal dari India yang kemudian menyebar ke Malaysia, Burma, Indonesia, China Selatan Australia dan bagian negara Afrika. Kangkung termasuk suku Convolvulaceae (keluarga kangkungkangkungan). Menurut Ong (2007) tanaman kangkung memiliki sistem perakaran tunggang dan cabang–cabang akarnya menjalar ke semua arah, dapat menembus tanah sampai kedalaman 60–100 cm, dan melebar secara mendatar pada radius 100–150 cm atau lebih, terutama pada jenis kangkung air. Batang tanaman kangkung berbentuk bulat panjang, berbuku–buku, banyak mengandung air (herbaceous), dan berongga. Batang tanaman ini tumbuh merambat atau menjalar dan percabangannya banyak. Tangkai daun melekat pada buku-buku batang dan di ketiak daunnya terdapat mata tunas yang dapat tumbuh menjadi percabangan baru. Bentuk daun umumnya seperti jantung hati, ujung daun runcing ataupun tumpul, permukaan daun sebelah atas berwarna hijau tua, dan permukaan daun bagian bawah berwarna hijau muda. Selama fase pertumbuhannya, tanaman kangkung dapat berbunga, berbuah, dan berbiji, terutama jenis kangkung darat. Bentuk bunga kangkung seperti terompet dengan daun mahkota bunga berwarna putih 20 atau merah lembayung. Buah kangkung berbentuk bulat telur yang di dalamnya berisi tiga butir biji. Bentuk biji kangkung bersegi – segi atau agak bulat, berwarna coklat atau kehitam – hitaman, dan termasuk biji berkeping dua. Pada jenis kangkung darat, biji kangkung berfungsi sebagai alat perbanyakan tanaman secara generatif. Tanaman kangkung dapat tumbuh dengan baik sepanjang tahun. Menurut Rukmana (1994) kangkung darat dapat tumbuh pada daerah yang beriklim panas dan beriklim dingin Jumlah curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman ini berkisar antara 500-5000 mm/tahun. Pada musim hujan tanaman kangkung pertumbuhannya sangat cepat dan subur asalkan di sekelilingnya tidak tumbuh rumput liar. Kangkung pada umumnya dapat tumbuh di padang rumput, kebun/ladang yang agak rimbun. Tanaman kangkung membutuhkan lahan yang terbuka atau mendapat sinar matahari yang cukup. Di tempat yang terlindung (ternaungi) tanaman kangkung akan tumbuh memanjang (tinggi) tetapi kuruskurus. Kangkung sangat kuat menghadapi panas terik dan kemarau yang panjang. Apabila ditanam di tempat yang agak terlindung, maka kualitas daun bagus dan lemas sehingga disukai konsumen. Suhu udara dipengaruhi oleh ketinggian tempat, setiap tinggi tempat naik 0 100 m, maka temperatur udara turun 1 C. Apabila kangkung ditanam di tempat yang terlalu panas, maka batang dan daunnya menjadi agak keras, sehingga tidak disukai konsumen. Kangkung darat menghendaki tanah yang subur, gembur banyak mengandung bahan organik dan tidak dipengaruhi keasaman tanah. Tanaman kangkung darat tidak menghendaki tanah yang tergenang, karena akar akan mudah membusuk, sebaliknya kangkung air membutuhkan tanah yang selalu 21 tergenang. Tanaman kangkung membutuhkan tanah datar bagi pertumbuhannya, sebab tanah yang memiliki kelerengan tinggi tidak dapat mempertahankan kandungan air secara baik. Kangkung dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai dataran tinggi (pegunungan) ± 2000 meter dpl. Kangkung darat dan kangkung air dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi. Tanaman sawi hijau dan kangkung sangat mudah untuk dibudidayakan dan dapat dilakukan di pekarangan rumah dengan sistem vertikultur. Sawi hijau mengandung berbagai khasiat bagi kesehatan. Kandungan yang terdapat pada caisim adalah protein, lemak, karbohidrat, Ca, P, Fe, Vitamin A, Vitamin B, dan Vitamin C. Menurut Margiyanto (2008) manfaat caisim atau sawi bakso sangat baik untuk menghilangkan rasa gatal di tenggorokan pada penderita batuk, penyembuh sakit kepala, bahan pembersih darah, memperbaiki fungsi ginjal, serta memperbaiki dan memperlancar pencernaan. Daun B. juncea berkhasiat untuk peluruh air seni, akarnya berkhasiat sebagai obat batuk, obat nyeri pada tenggorokan dan peluruh air susu, bijinya berkhasiat sebagai obat sakit kepala (Anonim, 2008).