II. TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
Vertikultur adalah salah satu contoh urban farming yang diartikan
sebagai teknik budidaya tanaman secara vertikal dengan penanaman
dilakukan secara bertingkat untuk memaksimalkan penggunaan lahan dalam
menghasilkan
tanaman.
Pemanfaatan teknik
vertikultur
memungkinkan
untuk berkebun dengan memanfaatkan tempat secara efisien. Dalam budidaya
tanaman secara vertikultur
salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah
menentukan jumlah populasi tanaman atau menentukan jarak tanam dalam satu
areal penanaman karena jumlah populasi dapat mempengaruhi produksi tanaman.
Selain menentukan populasi tanaman, dalam budidaya sayuran dengan sistem
vertikultur neraca unsur hara sangat penting dalam menentukan pertumbuhan dan
hasil tanaman. Dengan mengetahui neraca unsur hara tanah kita dapat mengetahui
jumlah input (pupuk) yang harus diberikan sehingga tidak berlebihan atau
kekurangan unsur hara oleh tanaman.
2.1 Tinjauan Umum Vertikultur
Vertikultur berasal dari bahasa Inggris yaitu vertical dan culture yang
artinya teknik bercocok tanam di ruang sempit dengan memanfaatkan bidang
vertikal sebagai tempat bercocok tanam. Teknik vertikal berawal dari ide vertical
garden yang dilakukan oleh sebuah perusahaan di Swiss pada tahun 1944. Setelah
ide vertical garden dilontarkan pemilik rumah kaca komersial di Guensey (the
chennel Islands) dan di Inggris yang mengadaptasi teknik tersebut untuk
memproduksi strowberi (Liferdi Lukman, 2003). Popularitas bertanam bertingkat
5
6
berkembang pesat di Negara Eropa. Pertanian dengan menggunakan sistem
vertikultur merupakan solusi atau jawaban bagi yang berminat dalam budidaya
tanaman namun memiliki ruang atau lahan sangat terbatas. Kelebihan sistem
pertanian vertikultur antara lain: (1) efisiensi dalam penggunaan lahan, (2)
penghematan pemakaian pupuk dan pestisida, (3) dapat dipindahkan dengan
mudah karena tanaman diletakkan dalam wadah tertentu, dan (4) mudah dalam hal
monitoring/pemeliharaan tanaman. Namun demikian, sistem budidaya vertikultur
juga memiliki kelemahan, yaitu: (1) investasi awal cukup tinggi dan (2) sistem
penyiraman harus kontinyu serta memerlukan beberapa peralatan tambahan,
misalnya tangga sebagai alat bantu penyiraman.
Media tanam adalah komponen utama dalam menunjang pertumbuhan
tanaman. Bagi tanaman, media tanam memiliki banyak peran seperti sebagai
tempat bertumpu agar tanaman tetap tumbuh tegak. Di dalam media tanam
terkandung air, hara, dan udara yang diperlukan oleh tanaman, selain itu media
tanam juga berfungsi untuk menjaga kelembaban daerah di sekitar akar, penyedia
udara yang cukup dan dapat menahan ketersediaan unsur hara (Purwanto, 2012).
Untuk itulah diperlukan media tanam yang sesuai untuk diterapkan dalam teknik
vertikultur. Media dapat berupa media cair maupun padat seperti kompos, pasir,
sekam, dan tanah. Di beberapa negara maju, penggunaan vertikultur telah
dipadukan dengan sistem hidroponik maupun aeroponik. Media tanam dapat
ditampung dalam kaleng-kaleng, paralon PVC, bambu, atau papan kayu yang
disusun secara bertingkat (BPTP, 2006).
Bentuk atau susunan vertikultur tentunya harus disesuaikan dengan
morfologi tanaman agar semua tanaman memperoleh sinar matahari (Lubis,
7
2004). Selanjutnya disebutkan, bahwa pada umumnya jenis tanaman yang
digunakan atau dibudidayakan dalam teknik vertikultur adalah tanaman sayuran
semusim dengan tinggi maksimal 1 meter. Sayuran menjadi penting dalam
kebutuhan pangan penduduk karena menjadi salah satu penyedia gizi berupa serat,
vitamin, mineral, dan zat lain-lainnya yang dibutuhkan oleh tubuh manusia
(Purwanto, 2012).
Dalam budidaya sistem vertikultur banyak jenis tanaman yang dapat di
tanam. Beberapa diantaranya misalnya adalah: a) tanaman sayuran semusim
(sawi, selada, kubis, wortel, tomat, terong, cabai, kangkung, dan lain-lainnya), b)
tanaman bunga seperti anggrek, mawar, melati, azalea, kembang sepatu, dan c)
tanaman obat-obatan (Litbang Deptan, 2014).
2.2 Populasi Tanaman
Populasi atau jarak tanam merupakan salah satu faktor penting yang perlu
diperhatikan dalam budidaya tanaman. Jarak tanam adalah pengaturan
pertumbuhan dalam satuan luas. Jarak tanam erat kaitannya dengan jumlah anakan
yang dihasilkan. Jarak tanam atau kerapatan tanaman merupakan bagian dari
teknik bercocok tanam yang perlu diperhatikan secara serius agar pemanfaatan
sumber daya lahan dapat digunakan secara maksimal. Selain itu, untuk
mendapatkan hasil yang maksimal yang dapat meningkatkan perekonomian.
Setiap tanaman memiliki jarak tanam yang berbeda-beda tergantung dari
jenis perakaran dan lebar kanopi tanamannya. Pada sistem bercocok tanam,
apabila kerapatan tanaman (jumlah populasi) melebihi batas optimum, maka akan
terjadi hambatan pertumbuhan tanaman akibat persaingan dengan tanaman lain.
8
Semakin dekat jarak tanam makin hebat pula persaingannya (Aryawijaya dalam
Candrakirana 1993). Kompetisi yang terjadi utamanya adalah dalam memperoleh
cahaya, unsur hara dan, air. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa semakin
rapat jarak tanam, maka semakin tinggi tanaman tersebut dan secara nyata
berpengaruh pada jumlah cabang serta luas daun. Tanaman yang diusahakan pada
musim kering dengan jarak tanam rapat akan berakibat pada pemanjangan ruas,
oleh karena jumlah cahaya yang dapat mengenai tubuh tanaman berkurang. Selain
itu terjadi peningkatan aktivitas auksin sehingga sel-sel tumbuh memanjang dan
pemanjangan ruas tercermin pada jumlah cabang. Cabang tanaman merupakan
tempat tumbuhnya daun. Apabila jumlah cabang sedikit, maka jumlah daun juga
menjadi kecil. Hal tersebut berkaitan langsung dengan luas daun seluruh tanaman
(Budiastuti, 2000).
Menurut Musa et al (2007) pemanfaatan potensi sumberdaya lahan
setempat secara optimal bagi tujuan pembangunan pertanian berkelanjutan dan
salah satunya adalah dengan penerapan teknologi pengaturan jarak tanam.
Keunggulan sistem ini dapat mempengaruhi populasi tanaman, efisien dalam
penggunaan cahaya, menekan perkembangan hama penyakit dan mengurangi
kompetisi tanaman dalam penggunaan air dan unsur hara. Upaya peningkatan
produksi tanaman perluasan tertentu dapat dilakukan dengan meningkatkan
populasi tanaman dengan jarak tanam yang juga mempengaruhi produktivitas
tanaman. Kerapatan atau ukuran populasi tanaman sangat penting untuk
memperoleh hasil yang optimal, tetapi bisa terjadi persaingan dalam hara, air dan
ruang tumbuh serta mengurangi perkembangan tinggi dan kedalaman akar
tanaman. Pengaturan populasi tanaman melalui pengaturan jarak tanam pada suatu
9
tanaman akan mempengaruhi keefisienan tanaman dalam memanfaatkan matahari
dan persaingan tanaman dalam pemanfaatan hara dan air yang pada akhirnya akan
mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman.
Penentuan kerapatan tanam pada suatu areal pertanaman pada hakekatnya
merupakan salah satu cara untuk mendapatkan hasil tanaman secara maksimal.
Dengan pengaturan kepadatan tanaman sampai batas tertentu, tanaman dapat
memanfaatkan lingkungan tumbuhnya secara efisien. Kepadatan populasi
berkaitan erat dengan jumlah radiasi matahari yang dapat diserap oleh tanaman.
Selain itu, kepadatan tanaman juga mempengaruhi persaingan diantara tanaman
dalam menggunakan unsur hara (Atus’sadiyah, 2004). Pengaturan kerapatan
tanam didalam satu areal penanaman sangat diperlukan. Hal ini dilakukan untuk
mengurangi
terjadinya
kompetisi
diantara
tanaman
untuk
memperoleh
peningkatan hasil dari tanaman yang dibudidayakan. (Susilowati, 2002,).
2.3 Kebutuhan Hara Tanaman
Suatu unsur hara disebut makro esensial jika dibutuhkan dalam jumlah
besar biasanya di atas 500 ppm dan disebut mikro esensial jika dibutuhkan dalam
jumlah sedikit, biasanya kurang dari 50 ppm. Di samping itu juga dikenal unsur
hara penunjang, yaitu unsur hara yang peranannya belum diketahui secara spesifik
dan hanya penting untuk tanaman tertentu saja, unsur-unsur hara tersebut adalah
sebagai berikut.
(1) Unsur hara makro esensial meliputi unsur hara karbon (C), unsur hara
hidrogen (H) dan oksigen (O), yang masing-masing rerata 45%, 45%, dan 6%
(jadi unsur-unsur lain hanya 4%, ketiga unusur ini tersedia melimpah terdapat
10
pada air (H2O) dan/atau udara (C02 dan O2). Unsur C, H dan O ini akan
berkombinasi melalui proses fotosintesis, dalam klorofil dengan bantuan cahaya
matahari. Dalam proses ini, air dipecah dan H protonnya bergabung dengan
karbon dioksida membentuk karbohidrat dan molekul oksigen sebagai berikut.
CO2 + H2O
CHO + O2
(2) Unsur makro esensial terbatas meliputi nitrogen (N), fosfor (P), kalium
(K), belerang (sulphur,S), kalsium (Ca) dan masing-masing (Mg), yang masingmasing menyusun >0,1% bagian tanaman.
(3) Unsur hara mikro esensial meliputi boron (Bo), besi (ferrum Fe),
mangan (Mn), tembaga (kuprum,Cu), seng (zincum, Zn), molybdenum (Mo), dan
khlorin (Cl).
(4) Unsur hara penunjang meliputi kobalt (Co) yang hanya penting bagi
tanaman/mikrobia pengikat N-bebas, silisium (Si) khusus untuk tanaman berdaun
bendera seperti padi dan Na untuk tanaman yang tumbuh pada tanah alkalin, juga
F (flour), I (iodin), Al (aluminium) dan V (vanadium), Ni (nikel), Se (selenium).
Kedelapan macam unsur ini, umumnya menyusun <0,01% tanaman.
Tidak semua unsur yang diserap tanaman merupakan hara, banyak yang
diserap tanaman hanya karena tersedia dalam tanah. Dari analisis jaringan
tanaman dijumpai lebih dari 50 unsur yang diserap, berarti sekitar 70% unsurunsur ini bukan hara tanaman. Dalam pemenuhan kebutuhan hara tanaman selain
unsur-unsur yang tersedia di dalam tanah pupuk merupakan salah satu yang dapat
menyediakan unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Pupuk merupakan zat
yang ditambahkan ke dalam media tumbuh dengan tujuan untuk menyediakan
satu atau lebih unsur hara agar tanaman berkembang dengan baik.
11
Pupuk harus diberikan sesuai dosis yang direkomendasikan. Dosis pupuk
umumnya dinyatakan dalam satuan kg/ha atau cc/ha atau L/ha. Kebutuhan pupuk
sangat tergantung dari luas pertanaman yang akan dipupuk dan kandungan hara
dalam pupuk. Pemupukan
dilakukan berdasarkan hasil uji dosis pupuk dan
bervariasi dengan skala selang yang luas. Aplikasi seperti ini kurang optimal bagi
perkembangan dan pertumbuhan tanaman karena tidak mempertimbangkan
ketersediaan hara yang ada di dalam tanah (Al-Jabri, 2007). Penanaman sayuran
pada jenis tanah yang marjinal (kandungan unsur hara yang terbatas/rendah) dan
pada jenis tanah subur (kandungan hara tinggi) akan berbeda. Pada lahan marjinal
diperlukan kajian lebih mendalam tentang penambahan unsur hara melalui
aplikasi teknologi pemupukan yang optimal. Aplikasi pemupukan kimia jangan
sampai secara berlebihan dan kekurangan. Kedua kondisi tersebut akan berakibat
terganggunya pertumbuhan tanaman dan pencemaran lingkungan (Cisse dan
Amar, 2002).
Saat ini, usaha tani sayuran masih belum memiliki standar yang tepat dan
baku (precision farming). Salah satu komponen dalam standar usaha tani sayuran
adalah penggunaan pupuk kimia. Penggunaan pupuk kimia pada tingkat petani
umumnya tidak sesuai dan tidak berimbang (Hilman et al. 2005). Akibatnya
adalah banyak kerugian yang timbul seperti penurunan nilai ekonomis dan
pengurangan pendapatan petani karena input produksi yang tinggi, berpotensi
besar menyebabkan polusi pada lahan pertanian dengan tingginya kadar hara
tertentu, eutropik dan terpengaruhnya ketersediaan unsur hara lainnya (Beck et al,
2004; Horta dan Torrent, 2007; Guerin et al., 2007). Uji tanah umumnya
diterapkan pada analisis unsur hara esensial bagi tanaman khususnya sayuran
12
seperti fosfor (P) dan kalium (K). Kedua unsur hara ini sangat berperan penting
dalam proses metabolisme dan fisiologi tanaman (Du Zhenyu et al., 2006).
Defisiensi kedua unsur hara ini akan berakibat rendahnya produktivitas tanaman
(Mendoza et al., 2009).
Uji tanah dapat mencegah terjadinya kondisi ekstrim seperti kelebihan,
kehilangan dan kekurangan unsur hara esensial yang dibutuhkan tanaman,
sehingga pertumbuhan optimum tanaman akan terpenuhi (Maguire dan Sims,
2002). Pupuk merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting selain
lahan, tenaga kerja dan modal. Pemupukan berimbang memegang peranan penting
dalam upaya meningkatkan hasil tanaman. Anjuran (rekomendasi) pemupukan
harus dibuat lebih rasional dan berimbang berdasarkan kemampuan tanah
menyediakan hara dan kebutuhan tanaman akan unsur hara, sehingga
meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan pupuk dan produksi tanpa
merusak lingkungan akibat pemupukan yang berlebihan. Hara N, P, dan K
merupakan hara esensial bagi tanaman dan sekaligus menjadi faktor pembatas
bagi pertumbuhan tanaman. Peningkatan dosis pemupukan N di dalam tanah
secara langsung dapat meningkatkan kadar protein (N) dan produksi tanaman.
2.4 Neraca Unsur Hara Tanaman
Neraca unsur hara menggambarkan kesetimbangan kandungan unsur hara
tanah yang dihitung dari selisih kandungan awal tanam dan panen.
Kesetimbangan ini akan ditentukan oleh jumlah input dalam bentuk pupuk yang
diberikan dan output unsur hara yang terangkut melalui panen (Dobermann, et al.
1996). Penghitungan neraca unsur hara sangat penting dalam setiap periode
13
penanaman tanaman guna untuk mengetahui efisiensi penggunaan pupuk sehingga
tidak terjadi kelebihan ataupun kekurangan unsur hara tanaman.
Perhitungan neraca hara penting untuk dilakukan sebagai salah satu
penilaian kelestarian dan keberlanjutan pengelolaan hara dalam jangka panjang
dalam sistem pertanian. Dalam sistem budidaya pertanian, sangatlah penting
untuk mengetahui neraca hara (input dan output) agar dapat dinilai tingkat
keberlanjutan produktivitas dalam upaya menjaga (maintaining) kesuburan tanah
dalam jangka panjang.
Neraca hara sederhana (Setyorini dan Hartatik., 2009) dihitung
berdasarkan unsur hara yang hilang (nutrient loss) dan unsur yang ditambahkan
(nutrient gain). Unsur hara yang hilang merupakan hara yang terangkut tanaman
lewat hasil panen dan dihitung dari produksi bahan kering saat panen dikalikan
kadar unsur hara dalam biomassa. Unsur hara yang masuk (input) berasal dari
pupuk majemuk N, P, K yang ditambahkan. Hara N yang sangat dibutuhkan
tanaman, khususnya tanaman sayuran berdaun harus ditambahkan kembali agar
pertumbuhan tanaman tidak terganggu. Strategi penambahan N dapat melalui
rotasi dengan tanaman legum yang mempunyai kemampuan fiksasi N2 udara atau
memberikan pupuk hijau dari tanaman legume.
Nilai neraca unsur hara berada pada kisaran negatif (-) dan positif (+)
Neraca hara negatif memberikan arti bahwa hara yang terangkut keluar lebih
tinggi dibandingkan input yang ditambahkan ke lahan. Dalam jangka panjang
kondisi ini dapat menguras hara tanah yang berakibat pada penurunan kesuburan
tanah. Neraca hara nol berarti bahwa jumlah hara yang berada di dalam tanah
jumlahnya sesuai dengan kebutuhan tanaman jadi tidak adanya defisit hara
14
maupun surflus. Neraca hara positif memberikan arti bahwa hara yang terangkut
keluar lebih sedikit dibandingkan input yang ditambahkan ke lahan. Neraca hara
positif ini dapat meningkatkan kesuburan fisik, kimia, dan biologi tanah.
N nitrogen (N) merupakan salah satu unsur yang paling luas
penyebarannya di alam. Di atmosfer terdapat sekitar 3,8 x 1015 ton N2 molekuler,
sedangkan pada lithosfer terdapat 4,74 kalinya. Dalam atmosfer di atas sehektar
areal laut terdapat sekitar 77.350 ton N2. Menurut Delwiche cit. Foth (1984),
biosfer diperkirakan menerima tambahan N sebesar netto 9 juta metric ton setiap
tahun, dari selisih total tambahan dari fiksasi biologis (30 daratan + 14 dari
tanaman legume + 10 dari lautan) + 30 dari fiksasi industri + 7,6 fiksasi atmosfer
+ 0,2 fiksasi lainnya) dengan total kehilangan akibat denitrifikasi (43 daratan +
40 lautan) + 0,2 sedimentasi) (dalam satuan juta metrik ton). Berdasarkan
(Hanafiah, K.A. 2004). Siklus N secara lengkap tertera pada Gambar 2.4.
Gambar. 2.4
siklus N
Secara umum, kulit bumi mengandung 0,1% P atau setara 2 ton P ha-1,
tetapi kebanyakan berbentuk apatit terutama Fluo-rapatit [Ca10 (PO4)6F2] dalam
15
bebatuan beku dan bahan induk tanah, sehingga tidak tersedia bagi tanaman.
Menurut (Hanafiah, K.A. 2004). Prinsip penyediaan P bagi tanaman terlihat pada
siklus P (Gambar 2.5).
Gambar 2.5
siklus fosfor dalam tanah
Dalam siklus P terlihat bahwa kadar P-larutan tanah merupakan hasil
keseimbangan antara suplai P dari pelapukan mineral-mineral P, pelarutan
(solubilitas) P-terfiksasi dan mineralisasi P-organik dan kehilangan P berupa
immobilisasi oleh tanaman, fiksasi dan pelindin P. Sumber utama P larutan tanah,
di samping dari pelapukan bebatuan/bahan induk juga berasal dari mineralisasi Porganik hasil dekomposisi sisa-sisa tanaman yang mengimobilisasikan P dari
larutan tanah dan hewan. Umumnya kadar P dalam bahan organik adalah 1%,
yang berarti dari 1 ton bahan organik tanah bernisbah C/N = 10 (matang) dapat
dibebaskan 10 kg P (setara 22 kg TSP).
Unsur P diambil tanaman dalam bentuk ion orthofosfat primer dan
sekunder (H2PO4- atau HPO42-). Proporsi penyerapan kedua ion ini dipengaruhi
oleh area perakaran tanaman sebagai berikut:
16
1.
Pada pH lebih rendah, tanaman lebih banyak menyerap ion orthofosfat
primer.
2.
Pada pH yang lebih tinggi ion orthofosfat sekunder yang lebih banyak diserap
tanaman.
2.5 Hubungan Populasi Tanaman dengan Neraca Unsur Hara
Jumlah hara yang hilang karena diserap tanaman dipengaruhi oleh
produksi yang dihasilkan. Data ini memberikan gambaran hara hilang diangkut
keluar dari lahan karena terbawa organ yang dipanen. Pertumbuhan kehidupan
tanaman sangat berhubungan dengan kesuburan tanah. Dalam kaitan ini, akar
tanaman berperan sangat penting karena fungsi akar sebagai penyerap unsur hara
tanaman dan translokasi unsur dari akar ke batang, daun, ataupun buah. Unsur
hara tanaman pada dasarnya berasal dari mineral tanah yang mengalami
pelapukan dan bahan organik yang mengalami mineralisasi. Di samping itu, akar
tanaman juga mempunyai fungsi mempercepat proses pelepasan unsur dari
mineral tanah karena kemampuan akar mengeluarkan senyawa-senyawa yang
melepaskan unsur dari mineral tanah. Makin panjang dan banyak akar rambut,
maka makin besar pula kemampuan tanaman untuk menyerap unsur atau
mengubah unsur menjadi tersedia untuk tanaman.
Akar mempunyai fungsi menambang unsur hara dari mineral tanah untuk
memenuhi kebutuhan tanaman. Selama pertumbuhan, tanaman mengumpulkan
unsur hara tersedia dan kemudian disusun menjadi bahan organik. Setelah
tanaman mati, bahan organik mengalami perombakan (dekomposisi). Dalam
proses ini, unsur hara yang dikumpulkan tersebut dilepaskan kembali kedalam
17
tanah atau larutan tanah dengan memecah terlebih dahulu bahan organik tanaman
tersebut. Tidak semua unsur hara tanaman yang dilepaskan kembali ke dalam
tanah diserap oleh tanaman yang hidup di atasnya, angkanya sekitar 20%-30%.
Keadaan unsur hara dalam tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain: kecepatan pelapukan mineral tanah, sifat bahan induk, keadaan tanaman
yang hidup di atasnya, laju pencucian oleh air hujan dan populasi tanaman.
Populasi tanaman dapat menentukan jumlah input maupun output unsur hara di
dalam tanah sehingga populasi tanaman erat kaitannya dengan neraca unsur hara.
Apabila unsur hara yang tersedia di dalam tanah tidak sesuai dengan kebutuhan
tanaman
maka
akan
dapat
menyebabkan
terjadinya
persaingan
dalam
memperebutkan unsur hara di dalam tanah. Dengan populasi tanaman dapat
menentukan jumlah input pupuk ataupun unsur hara ke dalam tanah.
2.6 Morfologi dan Persyaratan Agronomis Budidaya Sawi Hijau dan
Kangkung
Secara umum tanaman sawi hijau biasanya mempunyai daun panjang,
halus, tidak berbulu, dan tidak berkrop. Petani hanya mengenal 3 macam sawi
yang biasa dibudidayakan yaitu : sawi putih (sawi jabung), sawi hijau, dan sawi
huma. Sekarang ini masyarakat lebih mengenal caisin atau sawi bakso. Selain itu
juga ada pula jenis sawi kriting dan sawi monument.
Tanaman sawi hijau mempunyai akar tunggang dengan akar samping yang
banyak tetapi relatif dangkal. yakni antara 20 – 30 cm. Batang tanaman sawi hijau
umumnya pendek, langsing dan banyak mengandung air. Disekililing batang
hingga titik tumbuh terdapat helai daun yang bertangkai pendek. Urat daun
18
utamanya lebih sempit dari pada urat daun petsai, tetapi tekstur daunnya lebih liat
dari petsai (Subekti dkk., 2009)
Pada umumnya pola pertumbuhan daun tanaman sawi hijau berserak
(roset) hingga sukar membentuk krop (Delvin, 1975). Struktur bunga sawi terdiri
dari 4 helai daun kelopak berwarna hijau, 4 helai daun mahkota berwarna kuning,
4 helai benang sari bertangkai panjang, 2 helai benang sari bertangkai pendek dan
satu buah putik yang beruang 2. Selama 1-2 bulan tanaman sawi hijau dapat
berbunga terus dan jumlah bunga yang dihasilkan mencapai lebih dari 500
kuntum. Tanaman sawi hijau termasuk mudah sekali kawin silang, tetapi sukar
untuk mengadakan penyerbukan sendiri (Anon., 1993).
Sawi dapat ditanam di dataran tinggi maupun dataran rendah. Akan tetapi,
umumnya sawi dibudidayakan di dataran rendah, yaitu dipekarangan, di ladang,
atau disawah. Sawi termasuk tanaman sayuran yang tahan terhadap hujan
sehingga dapat ditanam sepanjang tahun, asalkan pada saat musim kemarau
disediakan air yang cukup untuk penyiraman (Fisher dan Goldsworth, 1992).
Pada mulanya sawi dikenal sebagai sayuran daerah dingin (sub tropis,)
sehingga di Indonesia cocok ditanam di dataran tinggi antara 1000-3000 m dpl
yang suhu udaranya dingin dan lembab. Tanaman sawi hijau dapat tumbuh baik di
tempat yang berhawa panas maupun berhawa dingin. Pada kenyataan hasil yang
diperoleh lebih baik di dataran tinggi, pertumbuhan yang optimal pada kisaran
suhu 160C-18,50C. Tanaman tidak tumbuh baik apabila suhu maksimum 27-290C
dan suhu minimum 6-80C. Sayuran dataran tinggi memiliki penyesuaian yang
baik dengan dataran rendah (Noggle dan Fritzs, 1979).
19
Syarat penting bertanam sawi adalah tanahnya gembur, banyak
mengandung humus (subur), drainasenya baik, dan pH tanahnya sekitar 6-7.
Waktu tanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (bulan Maret). Tanah
yang cocok untuk tanaman sawi hijau adalah tanah latosol, andosol dan regosol,
dengan kandungan air tanah yang cukup untuk pertumbuhan tanaman sawi hijau
(Sunarjono, 2008).
Tanaman kangkung (Ipomoea reptans) disebut juga swamp cabbage,
water convovulus, water spinach. Tanaman kangkung berasal dari India yang
kemudian menyebar ke Malaysia, Burma, Indonesia, China Selatan Australia dan
bagian negara Afrika. Kangkung termasuk suku Convolvulaceae (keluarga kangkungkangkungan).
Menurut Ong (2007) tanaman kangkung memiliki sistem perakaran
tunggang dan cabang–cabang akarnya menjalar ke semua arah, dapat menembus
tanah sampai kedalaman 60–100 cm, dan melebar secara mendatar pada radius
100–150 cm atau lebih, terutama pada jenis kangkung air. Batang tanaman
kangkung berbentuk bulat panjang, berbuku–buku, banyak mengandung air
(herbaceous), dan berongga. Batang tanaman ini tumbuh merambat atau menjalar
dan percabangannya banyak. Tangkai daun melekat pada buku-buku batang dan di
ketiak daunnya terdapat mata tunas yang dapat tumbuh menjadi percabangan baru.
Bentuk daun umumnya seperti jantung hati, ujung daun runcing ataupun tumpul,
permukaan daun sebelah atas berwarna hijau tua, dan permukaan daun bagian
bawah berwarna hijau muda. Selama fase pertumbuhannya, tanaman kangkung
dapat berbunga, berbuah, dan berbiji, terutama jenis kangkung darat. Bentuk
bunga kangkung seperti terompet dengan daun mahkota bunga berwarna putih
20
atau merah lembayung. Buah kangkung berbentuk bulat telur yang di dalamnya
berisi tiga butir biji. Bentuk biji kangkung bersegi – segi atau agak bulat,
berwarna coklat atau kehitam – hitaman, dan termasuk biji berkeping dua. Pada
jenis kangkung darat, biji kangkung berfungsi sebagai alat perbanyakan tanaman
secara generatif.
Tanaman kangkung dapat tumbuh dengan baik sepanjang tahun. Menurut
Rukmana (1994) kangkung darat dapat tumbuh pada daerah yang beriklim panas
dan beriklim dingin Jumlah curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman
ini berkisar antara 500-5000 mm/tahun. Pada musim hujan tanaman kangkung
pertumbuhannya sangat cepat dan subur asalkan di sekelilingnya tidak tumbuh
rumput liar. Kangkung pada umumnya dapat tumbuh di padang rumput,
kebun/ladang yang agak rimbun. Tanaman kangkung membutuhkan lahan yang
terbuka atau mendapat sinar matahari yang cukup. Di tempat yang terlindung
(ternaungi) tanaman kangkung akan tumbuh memanjang (tinggi) tetapi kuruskurus. Kangkung sangat kuat menghadapi panas terik dan kemarau yang panjang.
Apabila ditanam di tempat yang agak terlindung, maka kualitas daun bagus dan
lemas sehingga disukai konsumen.
Suhu udara dipengaruhi oleh ketinggian tempat, setiap tinggi tempat naik
0
100 m, maka temperatur udara turun 1 C. Apabila kangkung ditanam di tempat
yang terlalu panas, maka batang dan daunnya menjadi agak keras, sehingga tidak
disukai konsumen. Kangkung darat menghendaki tanah yang subur, gembur
banyak mengandung bahan organik dan tidak dipengaruhi keasaman tanah.
Tanaman kangkung darat tidak menghendaki tanah yang tergenang, karena akar
akan mudah membusuk, sebaliknya kangkung air membutuhkan tanah yang selalu
21
tergenang. Tanaman kangkung membutuhkan tanah datar bagi pertumbuhannya,
sebab tanah yang memiliki kelerengan tinggi tidak dapat mempertahankan
kandungan air secara baik. Kangkung dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik
di dataran rendah sampai dataran tinggi (pegunungan) ± 2000 meter dpl.
Kangkung darat dan kangkung air dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun di
dataran tinggi.
Tanaman sawi hijau dan kangkung sangat mudah untuk dibudidayakan
dan dapat dilakukan di pekarangan rumah dengan sistem vertikultur. Sawi hijau
mengandung berbagai khasiat bagi kesehatan. Kandungan yang terdapat pada
caisim adalah protein, lemak, karbohidrat, Ca, P, Fe, Vitamin A, Vitamin B, dan
Vitamin C. Menurut Margiyanto (2008) manfaat caisim atau sawi bakso sangat
baik untuk menghilangkan rasa gatal di tenggorokan pada penderita batuk,
penyembuh sakit kepala, bahan pembersih darah, memperbaiki fungsi ginjal, serta
memperbaiki dan memperlancar pencernaan. Daun B. juncea berkhasiat untuk
peluruh air seni, akarnya berkhasiat sebagai obat batuk, obat nyeri pada
tenggorokan dan peluruh air susu, bijinya berkhasiat sebagai obat sakit kepala
(Anonim, 2008).
Download