ANALISIS FAKTOR PEMBENTUK LOYALITAS KONSUMEN SUPERMARKET DI BANDAR LAMPUNG BERDASARKAN FAKTOR MARKETING ACTIVITY DAN BRAND EQUTY Rinaldi Bursan Dosen FEB Universitas Lampung ABSTRAK Perusahaan yang memiliki merek-merek yang kuat dan menjadi pilihan konsumen, Merek-merek yang kuat kemudian diakui sebagai memiliki nilai tambah dibandingkan merek-merek yang lemah. Nilai tambah dari suatu merek ini kemudian yang dikenal sebagai brand equity. Hasil penelitian diketahui bahwa kegiatan pemasaran yang menyatakan bahwa harga, image toko, intensitas distribusi, iklan dan kesepakatan harga berpengaruh signifikan terhadap persepsi kualitas konsumen yang mengkonsumsi sabun Lifebouy dapat diterima. Hal ini didasarkan pada hasil uji F yang menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,000 dengan besarnya koefisien determinasi (R 2) sebesar 58,5%. Hipotesis kedua yang menyatakan bahwa intensitas distribusi dan iklan berpengaruh signifikan terhadap loyalitas merek pengguna sabun Lifebouy dapat diterima. Hal ini berdasarkan angka signisikansi uji F sebesar 0,007. Angka ini lebih kecil dari angka pembanding yaitu sebesar 0,05. Besarnya koefisien determinasi (R2) variabel bebas terhadap variabel terikatnya sebesar 54,8%. Kata Kunci: brand ekuity, marketing activity I. PENDAHULUAN Konsep tentang merek berkembang sangat cepat. Adanya perubahan paradigma terhadap short-term sales menjadi long-term relationship menjadikan konsep tentang ekuitas merek sebagai hal yang sangat penting. Ekuitas merek menjadi penting, berkenaan dengan meningkatnya nilai tambah dari sebuah produk dengan memperbaiki kinerja merek dari produk, diharapkan mampu menarik konsumen untuk menggunakan produk yang ditawarkan oleh perusahaan. Manajemen merek sendiri merupakan suatu proses kegiatan yang amat komplek, terutama apabila perusahaan memiliki banyak merek atau brand portofolio. Kompleksitas bidang pengelolaan merek ini membuat banyak hal yang harus dipilih dan diputuskan. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan sebelum pengambilan keputusan tentang pemilihan, penerapan dan penggunaan merek. Perkembangan manajemen merek yang semakin canggih ini, menurut Keller (1998) perusahaan yang berhasil membangun merek-merek yang kuat pada dekada 1950-an, 1960-an, dan 1980-an. Merek-merek yang kuat kemudian diakui sebagai memiliki nilai tambah dibandingkan merek-merek yang lemah. Nilai tambah dari suatu merek ini kemudian yang dikenal sebagai brand equity. Walaupun secara konsep, definisi dari brand equity atau ekuitas merek ini sangat banyak, namun semua praktisi pemasaran menyetujui bahwa ekuitas merek pada dasarnya mempresentasikan nilai tambah dari suatu merek. Ekuitas merek kemudian ditentukan berdasarkan persepsi pelanggan tentang pengetahuan tentang merek, familiarity, dan asosiasi-asosiasi terhadap merek (Keller, 2003). Hal ini seharusnya merupakan hasil dari strategi yang dimiliki perusahaan, yang kemudian diterjemahkan lebih lanjut menjadi program-program pemasaran yang dilakukan perusahan. Program pemasaran ini dikenal juga sebagai marketing mix (4P) atau bauran pemasaran. Untuk mengukur keberhasilan dari sebuah merek, menurut Yoo, Donthu dan Lee (2000) tidak dapat dilakukan tanpa mengukur performance dari kegiatan pemasaran. Merek akan diingat dengan asosiasi yang kuat, dipersepsikan sebagai produk yang berkualitas, dan loyalitas pelanggan akan terbangun melalui kegiatan pemasaran secara berkesinambungan dan terukur. Pengukuran keberhasilan kegiatan pemasaran itu dapat dilakukan dengan mengukur nilai yang didapatkan perusahan dan nilai yang didapatkan pelanggan. Nilai yang didapatkan perusahan dapat dilihat dari perkembangan market share, return on investment, dan pengukuran kinerja keuangan lainnya. Sedangkan untuk mengukur nilai yang didapatkan pelanggan dapat dilakukan dengan melihat persepsi pelanggan terhadap merek. Yoo, Donthu dan Lee (2000) kemudian membangun sebuah model untuk mengukur sebuah model untuk mengukur seberapa kuat hubungan antara kegiatan pemasaran, dimensi-dimensi ekuitas mrek, dan ekuitas merek itu sendiri. Penelitian ini melihat yang ada pada pelanggan karena menurut mereka nilai yang didapatkan pelanggan itu sendiri akan mempengaruhi secara positif nilai yang didapatkan perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model yang digunakan oleh Yoo, et al (2000) dapat diterima sebagai salah satu masukan untuk pengembangan penelitian terhadap ekuitas merek. Berdasarkan peringkat merek-merek yang dikeluarkan Majalah Swa Bulan April 2009, terlihat merek-merek seperti Supermie, Pocari Sweat dan sabun Lifibouy merupakan merek-merek pilihan utama konsumen. Peringkat merek-merek tersebut harus dipertahankan oleh produsen masing-masing merek sehingga memberikan kontribusi pendapatan bagi perusahaan. Berdasarkan uraian diatas maka masalah pokok dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengaruh harga, image toko, intensitas distribusi, iklan dan kesepakatan harga terhadap persepsi kualitas? 2. Bagaimana pengaruh intensitas distribusi dan faktor iklan terhadap kesetian merek? 3. Bagaimana pengaruh image toko, intensitas distribusi, iklan dan kesepakatan harga terhadap perhatian (awareness) merek? Berdasarkan pada latar belakang di atas, terlihat bahwa penelitian ini pada dasarnya ingin mengetahui hubungan kegiatan pemasaran dengan ekuitas merek melalui penggunaan sebuah model yang sudah berhasil untuk shopping goods untuk untuk dicoba pada consumer conveneience goods. Karenanya itu penelitian ini memiliki dua tujuan pokok, yaitu untuk mengetahui dan memahami kegiatan pemasaran apa yang berpengaruh secara signifikan terhadap ekuitas merek. Untuk mengetahui faktor mana yang paling dominan sebagai faktor pembentuk ekuitas merek. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk meningkatkan referensi bagi perusahaan pemilik merek tentang tanggapan konsumen atas penerapan kegiatan pemasaran yang dilakukan perusahaan, menambah referensi bagi peneliti lainnya yang meneliti tentang ekuitas merek. II. STUDI LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Definisi Merek Banyak konsepti tentang merek itu sendiri. Menurut American Marketing Associations (AMA) : “Brand is name, term, sign, symbol, or design, or a combination of therm, intended to identify the grpups of sellers and to differentie them from those of competition.” Namun, Keller (2003) lebih memberikan tekanan pengertian merek sebagai berikut: “a brand in term of having actually created a certain amount of awareness, reputation, prominence, and so on in marketplace” Hedlund (2003) merangkum beberapa definisi dari sudut pandang pelanggan, antara lain Lagergen (1998) mendefinisikan merek dari sudut pandang pelanggan bahwa merek adalah jaminan dari kualitas. Kapferer 91997) juga mendefinisikan merek sebagai jaminan kualitas. Dolak (2001) mendefinisikan sebuah merek adalah identifiable entity yang membuat janji-janji yang spefisik dari nilai yang ditawarkan. Dimensi Ekuitas Merek Menurut Aaker (1991), ekuitas merek mempunyai beberapa dimensi utama, antara lain perceived quality(persepsi kualitas), brand loyalty (kesetian Merek), brand awareness (Perhatian Merek), brand associations (Asosisasi Merek) dan other propnetary brand assets. Sedangkan Keller 92003) menyatakan brand knowledge antara lain brand awareness dan brand image. Dari kedua peneliti ini, menurut Yoo, Dontho dan Lee (2000), dapat disimpulkan bahwa ekuitas merek terdiri dari empat dimensi utama yaitu : perceived quality, brand loyalty, brand awareness, brand awareness dan other propnetary brand assets. Persepsi Kualitas Persepsi kualitas dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau superioritas dari sebuah produk atau jasa dibandingkan dengan alternatif-alternatif yang relevan. Kemudian, perceived quality adalah sebuah penilaian global berdasarkan pada persepsi pelanggan atas apa inti dari kualitas produk dan seberapa baiknya penilaian terhadap merek. Akan lebih sulit untuk mencapai pada level satisfaction dari percevied quality bila perusahaan melakukan perbaikan dan penambahan fitur-fitur baru pada produk secara terus menerus karena hal itu membuat ekspektasi pelanggan akan terus naik terhadap kualitas produk (Keller, 2003). Menurut Aaker 92000), perceived quality merupakan tipe yang khusus dari asosiasi terhadap merek, sebagian karena hal itu mempengaruhi brand associations di berbagai keadaan, dan sebagian karena secara empiris mempengaruhi profitabilitas perusahaan yang dapat diukur oleh ROI dan Stock Return (Aaker, 2000). Sedankan Zeithami dalam Yoo, et al. (2000) mendefinisikan percevied quality sebagai penilaian subjektif pelanggan tentang keseluruhan keunggulan atau superioritas produk. Perceived Quality yang tinggi mempunyai arti bahwa melalui pengalaman yang panjang dengan merek, pelanggan dapat mengenali perbedaan dan superioritas mereka itu terhadap merek lain. Perceived Quality yang tinggi akan mengarahkan seorang pelanggan untuk memilih sebuah merek daripada merek yang lain (Yoo, et al. 2000). Kesetiaan Merek Oliver dalam Yoo, et al. (2000) mendefinisikan brand loyalty sebagai sebuah komitmen yang secara kuat dipegang pelanggan untuk kembali membeli atau terus berlangganan sebuah barang atau jasa secara konsisten di masa yang akan datang. Pelanggan yang setia menunjukkan respon yang lebih menyenangkan terhadao suatu merek dibandingkan dengan pelanggan yang tidak loyal. Pelanggan yang setiap terhadap sebuah merek akan melakukan pembelian secara rutin dan menolak untuk mengganti atau menukar dengan merek yang lain (Yoo, et. al. 2000). Dampak dari brand loyalty pada biaya pemasaran bersifat substansial. Karena biaya pemasaran akan lebih kecil ketika biaya tersebut digunakan untuk menjaga dan mengelola pelanggan lama daripada harus mencari pelanggan baru. Loyalitas dari pelanggan lama dan yang sudah ada juga menggambarkan sebuah substansial entry barrier terhadap kompetitor karena biaya untuk membujuk pelanggan untuk merubah atau mengganti merek sangat mahal (Aaker, 1996). Brand Loyalty adalah inti dari setiap nilai yang dimiliki merek. Konsepnya adalah untuk memeprkuat ukuran dan intensitas dari setiap segmen yang loyal . sebuah merek yang mempunyai pelanggan yang kecil namun sangat setia dapat memiliki ekuits yang signifikan (Aaker dan Joachimsthaler, 2000). Perhatian Merek Brand Awareness dengan asosiasi yang kuat membentuk citra merek yang spesifik. Brand Awareness dihubungkan pada kuatnya kesan yang tersimpan dalam memori yang direfleksikan pada kemampuan pelanggan untuk mengingat kembali atau mengenali kembali sebuah merek di dalam kondisi yang berbeda. Brand Awareness dapat dikarakteristikan menurut kedalaman dan keluasaanya. Kedalaman dari brand awareness berhubungan dengan kemungkinan sebuah merek dapat diingat atau dikenali kembali. Keluasan dari brand awareness berhubungan dengan keanekaragaman situasi pembelian dan konsumsi di mana ketika sebuah merek diingat (Keller, 2003). Yoo, et. al (2000) menunjukkan bahwa brand associations adalah akibat dari brand awareness di mana merek yang telah diketahui oleh pelanggan akan diasosiakan sesuai dengan apa yang dicitrakan pelanggan terhadap merek. Oleh karena itu, brand awareness dan brand associatons dapat disatukan dalam satu dimensi pengukuran. Brand associations di mana merupakan akibat dari brand awareness secara positif berhubungan dengan ekuitas merek karena mereka dapat menjadi isyarat dari kualitas dan komitmen dan membantu pelanggan untuk menentukan pilihan mereka d mana dipastikan melalui perilaku yang menyenangkan terhadap merek (Yoo, et. al. 2000). Aaker (1991) mendefinisikan brand associations sebagai segala sesuatu yang dihubungkan dengan memori terhadap sebuah merek dan citra merek, biasanya dalam bentuk-bentuk yang mempunyai arti. Brand associations selain sangat rumit dan saling berhubungan juga terdiri atas beberapa ide, episode, contoh, dan fakta yang membentuk sebuah jejaring dari brand knowledge. Asosiasi-asosiasi itu akan semakin kuat ketika pengalaman pelanggan bertambah pula (Aaker, 1991). Kegiatan Pemasaran Menurut Yoo, et all (2000), ekuitas dari sebuah merek dapat diciptakan, dikelola dan diperluas dengan memperkuat dimensi-dimensi sebuah ekuitas merek. Kegiatan pemasaran, yang merupakan anteseden (pra kondisi) dan dimensi ekuitas merek, mempunyai potensi untuk mempengaruhi ekuitas sebuah merek karena hal itu mempresentasikan pengaruh dari akumulasi investasi pemsaran terhadap merek. Pada penelitian ini, kegiatan pemasaran yang diteliti merupakan bagian dari bauran pemasaran, tradisional “4P”, antara lain harga, citra toko distribusi, iklan dan promosi harga. Harga Banyak konsumen menggunakan harga sebagai sebuah indikator sebuah kualitas dari produk. Pemasar memahami bahwa konsumen sering secara aktif memproses informasi harga, menginterprestasikan harga berdasarkan dari pengalaman pembelian sebelumnya. Konsumen sering membandingkan harga sebuah produk berdasarkan internal reference price (informsi harga dari pengalaman pribadi) atau sebuah external reference price contoh nya yang harga digunakan oleh ritel (reguler retail price). Image Toko Perusahaan ritel dalam saluran distribusinya, berhadapan langsung dengan pelanggan sebuah merek. Maka dari itu, memilih dan mengelola perusahaan ritel yang sesuai dengan keinginan pelanggan merupakan tugas utama pemasaran untuk dapat memuaskan pelanggannya. Konsumen mempersepsikan citra baik dari sebuah toko ketika konsep diri mereka sama dengan citra toko (Yoo, et. al, 2000). Toko yang memiliki citra yang baik juga lebih menarik perhatian dan lebih sering dikunjungi oleh pelanggan potensial dan memberikan kepuasan yang lebih tingi serta men-stimulasi komunikasi word-of-mouth yang aktif di antara pelanggan (Rao dan Monroe, 1989). Intensitas Distribusi Distribusi sebuah produk akan intensif ketika produk itu ditempatkan di banyak toko untuk memenuhi kebutuhan pasar. Untuk mengangkat citra produk dan memperoleh bantuan dari ritel, perusahaan cenderung mendistribusikan produknya secara eksklusif dan selektif dibandingkan secara intensif (Yoo, et. al. 2000). Iklan Advertising adalah bentuk apapun yang disponsori oleh nonpersonal berupa presentasi dan promosi dari ide, barang, atau jasa (Kotler dan Keller, 2006). Tujuan periklanan adalah tugas komunikasi yang spesifik dan tingkatan pencapaia yang akan diselesaikan dengan konsumen yang spesifik pada waktu tertentu, karenanya periklanan dapat mempengaruhi ekuitas merek dalam berbagai cara. Hal ini dapat menciptakan awareness dari merek dan meningkatkan probabilitas bahwa merek dimasukkan ke dalam bentuk-bentuk yang dapat membangkinkan awareness konsumen (CobbWalgren, Rubiem dan Donthu, 1995). Kesepakatan Harga Pemasar menggunakan berbagai cara untuk meningkatkan ketertarikan dari produk yang ditawarkan dan meningkatkan penjualan seperti melakukan promosi penjualan. Simonson, Carmon dan O’Curry 91994) menyatakan bahwa konsumen yang tidak pasti tentang pilihan mereka antara alternatif pilihan yang ada cenderung untuk menghindari produk yang menawarkan promosi yang dipersepsikan tidak mempunyai nilai. Promosi pemasaran, dalam hal ini promosi harga, terdiri dari sekumpulan alat insentif, sebagian besar jangka pendek didesain untuk menstimulasi dengan pembelian yang lebih cepat atau lebih besar terhadap produk, atau jasa oleh konsumen (Kotler, et. al, 2006). Telah diketahui bahwa harga merupakan salah satu indikator kualitas dari sebuah produk. Namun, indikator harga ini tergantung dari ketersediaan variabel-variabel lainnya (Erickson dan Johansson, 1985) Ketika sebuah merek terlalu sering melakukan promosi harga, nilai yang telah dipersepsikan konsumen sebelumnya akan mengalami penurunan dan akan membeli kembali hanya ketika merek itu melakukan promosi harga. Kompetisi harga sering digunakan oleh merek yang kurang terkenal untuk memperluas pangsa pasar tapi itu kurang efektif dilakukan oleh pemimpin pasar untuk memperluas pasar. III. METODA PENELITIAN Penelitian ini menggunakan mahasiswa yang merupakan konsumen merek sabun mandi padat Lifebouy sebagai unit analisis. Metode yang digunakan untuk menentukan sampel adalah nonprobability sampling di mana setiap unit analisis atau responden dalam populasi tidak memiliki peluang atau kesempatan yang sama untuk dijadikan sebagai sampel (Malhotra, 2004). Teknik yang digunakan dalam metode ini adalah conveinence sampling di mana responden yang terpilih merupakan konsumen yang berbelanja pada Supermarket Hypermart, Chandra dan Hypermart. . Jumlah sampel yang digunakan mengacu pada pendapat Hair et al (1995), dimana dikatakan jumlah sampel yang mencukupi untuk studi tentang konsumen minimal memiliki perbandingan 5:1 antara variabel yang diukur dengan jumlah indkator pertanyaan. Peneltian ini memiliki jumlah indikator sebanyak 34 buah dengan demikian maka jumlah sampel minimal dalam penelitian ini adalah 34 x 5 = 170 sampel. Berdasarkan jumlah sampel sebanyak 170 tersebut dilakukan teknik pengambilan sampel dengan menggunakan judgment sampling dengan terlebih dahulu responden diberi pertanyaan apakah mereka pernah menggunakan sabun Lifebouy. Sampel dibagi secara merata diketiga supermarket. Jumlah sampel masing-masing supermarket adalah: Supermarket Hypermart 57 sampel, Chandra Supemarket 57 sampel dan Hypermart 56 sampel. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Jumlah pengeluaran terbanyak terjadi pada kelompok konsumen sebanyak 39 orang yang melakukan belanja sampai dengan 2 kali dengan jumlah pengeluaran Rp. 100.000 – Rp. 200.000. Untuk pengeluran sampai dengan Rp. 100.000 juga didominasu dengan frekuensi kunjungan sampai dengan 2 kali. Konsumen yang mengeluarkan uang sekali berbelanja lebih dari Rp. 200.000 dengan frekuensi pembelian samapi dengan 2 kali. Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa frekuensi kunjungan 2 kali merupakan jumlah terbanyak untuk setiap pengeluran. Pengaruh Harga, Image Toko Intensitas Distribusi, Iklan dan Kesepakatan Harga Terhadap Persepsi Kualitas. Hasil perhitungan diketahui bahwa variabel harga, image toko, intensitas distribusi,iklan dan kesepakatan harga berpenaruh signifikan secara bersama-sama terhadap kualitas yang dipersepsikan oleh konsumen terhadap merek sabun Lifbouy. Hal ini didasarkan pada nilaisignifikansi F ynng lebih kecil dari 0,05. Berdasarkan Tabel 4.31 nilai signifikansi model ini sebesar 0.000. Besarnya pengaruh kelima variabel bebas ini adalah sebesar 58,5%. Angka ini memiliki makna bahwa variabel harga, image toko, intensitas distribusi, iklan dan kesepakatan harga dapat menerangkan sebesar 58,5% (R2) terhadap variasi variabel persepsi kualitas atas merek sabun Lifebouy oleh konsumen yang membeli sabun tersebut pada supermarket Hypermart, Chandra dan Hypermart, sisinya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dihitung dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa seluruh variabel memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perrsepsi kualitas. Hal ini didasarkan pada nilai signifikansi masing-masing variabel yang lebih kecil dari dari 0,05. Pengaruh terbesar terhadap pembentukan persepsi kualitas sabun Lifebouy dimata konsumen yang berbelanja pada supermarket Hypermart, Chandra dan Hypermart adalah faktor iklan. Pengaruh faktor iklan sebesar 49,1% diikuti oleh faktor harga sebesar 25,0%, faktor image toko memiliki pengaruh sebesar 20,2% dan faktor kesepakatan harga sebesar 18,5% dan intensitas distribusi berpengaruh sebesar 4,5%. Pengaruh Intensitas Distribusi dan Iklan Terhadap Kesetiaan Merek Pengaruh variabel intensitas distribusi dan ilkan berpengaruh secara signifikan terhadap loyalitas konsumen terhadap merek sabun Lifebouy pada konsumen yang berbelanja di supermarket Hypermart, Chandra dan Hypermart. Sumbangan kedua varaibel tersebut sebesar 54,8%. Berdasarkan angka tersebut diketahui bahwa R2 variabel intensitas distribusi dan iklan berpengaruh sebesar 54,8% terhadap variasi variabel loyalitas merek sabun Lifebouy. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa intensitas distribusi dan iklan berpengaruh signifikan terhadap loyalitas merek pengguna sabun Lifebouy dapat diterima. Variabel distribusi tidak dilahat oleh konsumen sebagai faktor terbesar dalam pembentukan kesetian terhadap merek oleh konsumen. Pemegang merek dalam membangun kesetian merek harus lebih fokus pada faktor iklan. Iklan akan membentuk kesetian merek apabila iklan memilki isi yang menarik dan ditayangkan dengan intensitas yang tinggi diberbagai media promosi baik cetakj maupaun elektronik. Pengaruh Image Toko, Intensitas Distribusi, Iklan dan Kesepakatan Harga Terhadap Perhatian Merek Sabun Lifebouy. Pengaruh image toko,intensitas distribusi iklan dan kesepakatan harga secara bersama-sama memiliki pegaruh yang signifikan sebesar 40,2% terhadap awareness merek sabun Lifebouy pada konsumen yang membeli sabun tersebut pada supermarket Hypermart, Chandra dan Hypermart. Hal ini didasrkan pada nilai signifikannya Fisher (F) model regresi sebesar 0,000. Angka ini lebih kecil dari alpha (α) yaitu 0,05. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa image toko, intensitas distribusi, iklan dan kesepakatan harga berpengaruh signifikan terhadap pembentukan awareness merek sabun Lifebouy dapat diterima. Keempat variabel bebas tersebut dapat menerangkan (R 2) sebesar 40,2% dari variasi perhatian konsumen atas merek sabun Lifebouy. Implikasi Manajerial Hasil regresi yang menunjukan pengaruh variabel bebas harga, image toko intensitas distribusi, iklan dan kesepakatan harga mereangkan variasi sebesar 58,5% terhadap persepsi kualitas. sisanya sebesar 42,5% dijelaskan oleh variabel yang tidak diukur dalam model ini. Jika pengaruh dilihat berdasarkan masing-masing variabel,maka diketahui bahwa variabel bebas iklan memiliki pengaruh terbesar yaitu sebesar 49,1%. Berdasatkan hasil penelitian yang dilakukan Afiff (2006) mendapatkan hasil yang sama bahwa variabel iklan memiliki mpengaruh terbesar dalam membentuk persepsi konsumen atas kualitas sebuah produk. Iklan memiliki tujuan untuk mengenalkan, memberikan informasi serta membujuk konsumen untuk mengkonsumsi suatu produk. Pemilik merek sabun Lifebouy sebaiknya memperhatikan pendapat para konsumen tentang iklan produk yang disampaikan kepada konsumen. Iklan yang disampaikan harus mampu memberikan efek ingatan yang lama dibenak konsumen sehingga sabun Lifebouy tetap menjadi pilihan utama konsumen. Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan mengeluarkan serial iklan yang baik dan ditayangkan pada bebabgai macam media. Temporal (2007) menyatakan bahwa tayangan iklan yang kreatif dan diputar dalam jangka waktu lama akan memilki efek yang kuat terhadap merek tersebut dibenak konsumennya. Variabelintensitas distribusi merupakan varaibel yang memiliki pengaruh terkecil tehadap persepsi kualitas konsumen atas produk sabun Lifebouy. Besarnya pengaruh faktor ini hanya sebesar 4,5%. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa konsumen yang berbelanja pada ketiga supermarket ini tidak terlalu memperhatikan faktor intensitas distribusi sebagai faktor yang mempengaruhi persepsi kualitas.Hal ini dapat terjadi dikarenakan obyek penelitian adalah konsumen yang berbekanja pada supermarket besar di Bandar Lampung. Secara teknis masalah distribusi tidak terjadi pada ketiga supermarket ini. Supermarket besar tentunya memiliki manajemen stok yang baik sehingga kekosongan produk sngat kecil terjadi. Masalah distribusi akan terabaikan apabila produk yang menjadi obyek penelitian adalah produk top of mind (Temporal ; 2007). Sabun Lifebouy berdasarkan riset AC Nilsen (2009) seperti dikuti majalah Swasembada (April, 2009) merupakan produk yang memiliki indek tertinggi pilihan konsumen. Berdasarkan hal ini maka faktor distribusi dapat dikatakan memiliki pengaruh yang kecil terhadap pembentukan persepsi kualitas konsumen. Hasil regresi kedua yang melihat pengaruh intensitas distribusi dan iklan terhadap loyalitas merek diketahui faktor yang terbesar memiliki pengaruh adalah faktor iklan. Pengaruh faktor ini sebesar 71,4% diikuti oleh faktor distribusi sebesar 63,0%. Berdasarkan hal ini maka apabila pemilik merek menginginkan konsumennya loyal, dapat menggunakan strategi iklan yang baik yang mampu menariak konsumen baru dan tetap mempertahankan konsumen yang ada. Cara yang dapat dilakukan untuk menarik konsumen baru dengan beriklan secara kontinu pada berbagai media periklanan. Cara lain yang perlu dilakukan duntuk mempertahankan loyalitas konsumen adalah dengan memberikan program hadiah bagi pembelian produk dalam jumlah tertentu dan program undian bagi para konsumen yang membeli sabun Lifebouy. Menurut Kotler (2008) promosi penjualan merupakan cara yang paling efektif untuk mempertahankan loyalitas konsumen. Regresi ketiga yang mengukur pengaruh image toko, intensitas distribusi, iklan dan kesepakatan harga terhadap awareness sabun Lifebouy didapat hasil bahwa iklan merupakan faktor yang memiliki pengaruh terbesar dalam pembentukan awareness terhadap merek. Iklan memiliki pengaruh sebesar 60,8% dan faktor image toko hanya memilki pengaruh sebesar 13,7%. Aaker (2003) menyatakan bahwa untuk membangun awareness sebuah marek maka cara yang paling baik adalah dengan beriklan dengan kreatif. Iklan yang kreatif akan mendorong konsumen untuk melakukan evaluasi terhadap produk yang diiklankan dan tahap selanjutnya konsumen akan menjadikan produk tersebut sebagi prosuk yang dikonsumsi. Melihat hasil ketiga regresi yang ada maka dapat disimpulkan bahwa iklan menjadi bagian yang paling penting dan memilki pengaruh terbesar dalam membangun loyalitas terhadap merek, perhatian dan persepsi terhadap kualitas. Iklan yang dibuat untuk meperkenalkan produk dan pada akhirnya produk tersebut menjadi pilihan konsumen harus memilki kesan yang kuat dibenak konsumen. Kesan ini dpaat dibentuk dengan berbagai cara. Temporal (2007) menyatakan beberapa cara membuat iklan sehingga menyebabkan konsumen mengkonsumsi produk yang diiklankan adalah dengan membuat iklan yang memiliki pesan kreatif yang tinggi, memiliki tag-line yang mudah dingat dan dikomunikasikan dengan berbagai macam media promosi dan dikomunikasikan secara kontinu. Sabun Lifebouy jika ingin mmepertahankan posisinya sebagai produk yang dipilih konsumen di Indonesia menurut Swasembada (April; 2009) pelu memperhatikan serialiklan yang telah ditayangkan. Iklan yang telah lama sebaiknya diganti dengan iklan yang baru dengan tetap memprtahakan image sebagai sabun keluarga. Setelah merek sebuah produk menjadi kuat dan menjadi pilahan utama konsumen,maka perusahaan pemegang merek dapat menyatakan merek tersebut memiliki ekuitas (Temporal; 2007). Ekuitas merek dibentuk dari persepsi kualitas, loyaliats merek, awareness terhadap merek. Menurut You et al (2000) dalam Afif dan Roni (2007) menyatakan bahwa brand associations adalah akibat dari brang awareness dimana merek yang telah diketahui oelh pelanggan akan diasosiasikan sesuai dengan apa yang dicitrakan pelanggan terhadap merek. Berdasarkan hal ini, maka brand awarness dan brand assosciations dapat disatukan dalam satu dimensi pengukuran. Berdasarkan hasil penelitian faktor kesetiaan terhadap merek merupakan faktor terbesar pembentuk ekuitas merek. Hal ini dapat dijelaskan bahwa konsumen yang loyal terhadap merek akan terus mempertahankan merek tersebut dan cendrung akan merekomendasikan kepada konsumen yang lainnya (Kotler ; 2008). Konsumen yang loyal akan melakukan pembelian ulang dan pada akhirnya akan membawa dampak pada peningkatan pendapatan perusahaan Seiring dengan peningkatan pendapatan juga akan terjadi peningkatan asset perusahaan. Merek sebagai salah satu asset perusahaan akan terus meningkat, sehingga merek dapat menjadi suatu ekuitas bagi perusahaan. DAFTAR PUSTAKA Aaker, David A. (1991)., Managing Brand Equity. The Free Press, New York. Aaker, David A. dan Jaco bson, Robert (1994). The Financial Information Content of Perceived Quality. Journal of Marketing Research. Vol. 31 Hal. 191-201 Aaker, David A. (1996) Measuring Brand Equity Management Review, Vol. 38, Hal. 102-120. Across Products and Markets. California Aaker, David A dan Joachimsthaler, Erich. (2000), Brand Leadership. The Free Press. New York. Afif, Adi Zakaria dan Romi, “Analisis Pengaruh Kegiatan Pemasaran Terhadap Ekuitas Merek PadaConsumer-Convenience Goods; Afif dan Romi; Manajemen Usahawan Indonesia, September 2007 Hair, F Joseph, JR, Rolph E. Anderson, Ronald L Tatham, William C. Black, :” Multivariate Data Analysis”, Prantice Hall 2003. Kotler, Philip (2003), “Marketing Management: Analysis, Planning, Implementing and Control”, Eight Edition, A Paramount Communication Company, Engelwood, New Jersey. Loudon, L David and Albert J. Della Bitta (1993), “Consumer Behaviour”, InternationalEdition, The Dryden Press, Harcourt Brace Collage, Orlando Florida. Maholtra (2004),”Marleting Research”, Prentice Hall; Asia Edition Mowen, John C and Minor , (2001) : “Perilaku Konsumen”, Alih Bahasa Lina Salim, SE, MBA, MA, Jilid 1 Edisi Kelima, Erlangga Smith, Daniel C, dan Park, C. Whan (1992). The Effect of Brand Extensions on Market Share and Advertising Efficiency. Journal et Marketing Research, Vol. 29, Hal. 296-313. Yoo, Boonghoe, Donthu, Navean, dan Lee, Sungho (2000). An Examination of Selected Marketing Mix Elements and Brand Equity. Journal The Academy of Marketing Science, Vol. 28, Hal. 195 – 211.