Mengakhiri Karier Para Koruptor Oleh : Wilson Lalengke Rabu, 18 Mei 2011 13:09 KOPI, Sampai kapan pun dan di manapun, keberadaan koruptor selalu membuat penderitaan berat bagi rakyat. Penguasa yang koruptor, akan menghabiskan uang negara. Ujung-ujungnya, keuangan negara menjadi defisit. Pengusaha yang suka korupsi juga dipastikan merugikan kelangsungan hidup perusahaan yang menaungi banyak pekerja. Kalangan akademisi yang punya mental koruptif secara karambol berdampak luas pada mutu pendidikan. Plagiatisme, penyunatan dana bantuan operasional sekolah (BOS) dan bantuan pendidikan lain, adalah dua bentuk skandal korupsi yang riskan membawa bencana sosial bagi berbagai pihak. Pada pokoknya segala bentuk korupsi menjadi sumber prahara bagi kehidupan. Praktik-praktik korupsi dalam berbagai bidang kehidupan, mulai dari skala mikro hingga berkaliber raksasa, kita akui sudah menjadi rahasia umum yang tidak perlu ditutup-tutupi lagi. Tak ada jalan lain untuk membasmi para koruptor kecuali memeranginya sampai liang kubur. Artinya, benar-benar membasmi para pelaku korupsi sampai kapok, kalau perlu hingga sampai titik darah penghabisan. Karena, tindakan korupsi bisa dipicu oleh sistem birokasi maupun faktor budaya yang terdominasi oleh hasrat manusia yang cenderung rakus akan harta, kekuasaan dan kesenangan duniawi lain. Sebagaimana perang puputan (yang pernah terjadi di Bali), berperang melawan koruptor, idealnya menjadi adu tanding habis-habisan segala kemampuan dengan mempertaruhkan denyut kehidupan, nyawa. Catatan prestasi para penegak hukum di negeri ini dalam mencokok para pelaku kejahatan korupsi masih pilih kasih. Terbukti, meskipun media massa cetak dan elektronik kerap kali memberitakan aparat penegak hukum yang berhasil mengungkap para koruptor, nyatanya kasus-kasus korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) masih banyak yang belum terungkap. Terbatasnya jumlah aparat penegak hukum, misalnya, petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang jumlahnya terbatas, sangat mustahil menindaklanjuti laporan-laporan dugaan kasus korupsi tingkat nasional yang setiap tahunnya bisa mencapai ribuan kasus. Mengharapkan KPK bisa membongkar satu per satu dari berbagai bentuk skandal korupsi kelas kakap di Tanah Air, jelas sangat muluk dan 1/3 Mengakhiri Karier Para Koruptor Oleh : Wilson Lalengke Rabu, 18 Mei 2011 13:09 terlalu berat direalisasikan. Pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono tidak bisa lagi berpangku tangan membiarkan kasus-kasus korupsi mengendap di meja-meja kantor, karena keterbatasan sumber daya manusia (SDM) - baca: penegak hukum -, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Masih tingginya jumlah uang negara yang bocor setiap tahun, gara-gara ulah para koruptor, pelan-pelan akan menggembosi kemampuan finansial bangsa ini. Tidak lama lagi, utang luar negeri milik negeri ini akan berlipat ganda. Beban pemerintah semakin berat dalam memuluskan program-program pembangunan yang sudah ditetapkan. Imbas negatif lainnya, percepatan pembangunan tidak bisa dicapai, karena jumlah keluarga miskin semakin membengkak. Jumlah pengangguran pun akhirnya berbanding lurus dengan kuantitas orang miskin tersebut. Pada stadium lanjut, lantas terjadi permasalahan-permasalahan sosial ikutan, seperti masalah di bidang kesehatan, pendidikan, industri dan masih banyak lagi. Memerangi aksi para koruptor memang tidak boleh dilakukan dengan setengah hati. Melainkan harus dengan sepenuh hati. Kalau bisa diposisikan, dampak yang ditimbulkan koruptor itu lebih kejam jika dibandingkan dengan imbas yang ditimbulkan para pelaku kejahatan apa pun. Pasalnya, dampak kejahatan korupsi amat luas bagi banyak kalangan. Mereka laksana racun dalam urat nadi jantung yang siap mencerabut nyawa siapa saja yang kedapatan di dalam tubuh manusia. 2/3 Mengakhiri Karier Para Koruptor Oleh : Wilson Lalengke Rabu, 18 Mei 2011 13:09 Membasmi korupsi butuh pengorbanan dan perjuangan keras. Nyali aparat penegak hukum dalam menegakkan supremasi hukum tidak boleh lemah. Banyaknya kasus korupsi yang melibatkan oknum anggota kepolisian, kejaksaan, KPK, memperburuk upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Jalan tegas untuk menghukum para koruptor kelas berat, memang paling tepat diberlakukan hukuman mati. Sehingga, hukuman mati bagi para terpidana kasus korupsi kelas berat, hendaknya diimplementasikan dalam kitab hukum pidana maupun perdata di negeri ini. Para penegak hukum tak boleh berkompromi lagi dalam menindak setiap pelaku kejahatan korupsi. Kemampuan bangsa ini melunasi utang-utang luar negerinya serta melakukan percepatan pembangunan nasional terhambat ketika terjadi kebocoran uang negara dalam jumlah besar akibat skandal korupsi yang marak sepanjang tahun. Tidak bisa tidak lagi, seluruh elemen bangsa ini perlu berkomitmen dalam memerangi para koruptor. Membersihkan institusi pemerintahan mulai dari tingkat pusat hingga daerah agar terbebas dari oknum-oknum yang gemar menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan, otomatis menjadi pekerjaan berat yang pantang diabaikan. Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan hukum positif. Indonesia juga miliki penduduk yang menganut berbagai ajaran agama yang menentang dan mengharamkan perbuatan korupsi dan kejahatan turunannya. Langkah-langkah emergensi dan sistematis harus segera ditempuh pemerintah yang berkuasa untuk memusnahkan berbagai kejahatan korupsi. Ini penting agar praktik korupsi tidak berubah menjadi kejahatan sistemik, yang amat mustahil dihilangkan.*** Keterangan: Artikel ini pernah dimuat di Harian Suara Karya, edisi Kamis, 7 April 2011 ( http:// www.suarakarya-online.com/news.html?id=276262) 3/3