BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal di Indonesia merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut utama yang menduduki urutan kedua (Wahyukundari, 2009). Lumentut dkk. (2013) menyatakan bahwa berdasarkan data RISKESDAS tahun 2007 menunjukkan prevalensi penyakit periodontal di Indonesia mencapai 96,58%. Periodontitis merupakan penyakit jaringan periodontal yang disebabkan oleh mikroorganisme dan mengakibatkan kerusakan ligamentum periodontal hingga tulang alveolar. Penyakit jaringan periodontal dapat menyebabkan resesi pada gingiva marginal diikuti hilangnya perlekatan ligamentum periodontal. Tanda klinis periodontitis adalah berupa perubahan warna, kontur, konsistensi, dan perdarahan ketika dilakukan probing. Hilangnya perlekatan ligamentum periodontal menyebabkan permukaan akar terpapar dengan lingkungan rongga mulut, sehingga dapat mengakibatkan akumulasi plak, pembentukan kalkulus, struktur kolagen hilang, kontaminasi dari endotoksin bakteri (lipopolisakarida), terjadi penurunan kemampuan pertumbuhan sel dan kelangsungan hidup fibroblas dalam peranannya pada regenerasi atau pembentukan perlekatan jaringan yang baru (Newman dkk., 2015). Salah satu perawatan kerusakan jaringan periodontal akibat periodontitis adalah perawatan regeneratif. Perawatan regeneratif berbeda dengan perawatan konvensional walaupun keduanya terjadi penyembuhan namun perawatan 1 konvensional tidak mengembalikan struktur periodonsium secara proporsional. Regenerasi merupakan suatu proses pembuatan ulang jaringan yang hilang atau injuri sebagai hasil dari luka atau infeksi (Zohar dan Tenenbaum, 2005). Regenerasi juga akan terjadi pada jaringan ikat gingiva yang rusak akibat periodontitis (Ramseier dkk., 2012). Proses regenerasi, perbaikan jaringan yang rusak, dan pembentukan perlekatan baru merupakan aspek penyembuhan periodontitis. Kuretase merupakan tindakan bedah periodontal yang bertujuan untuk membentuk perlekatan kembali (re-attachment) atau membentuk perlekatan baru (new attachment). Tindakan bedah periodontal ini dilakukan dengan cara mengerok dinding poket periodontal untuk memisahkan jaringan lunak yang sakit dan membuang jaringan granulasi kronis pada dinding bagian dalam poket periodontal (Suryono, 2014). Keberhasilan regenerasi jaringan periodontal dapat diperoleh karena aktivitas sel-sel progenitor yang mengisi kerusakan jaringan. Growth factor berperan penting dalam mengatur proses regenerasi jaringan periodontal, meliputi migrasi, perlekatan, proliferasi, dan diferensiasi sel-sel progenitor jaringan periodontal (Hardhani dkk., 2013). Beberapa growth factor juga berperan dalam menstimulasi angiogenesis pada proses regenerasi jaringan periodontal. Angiogenesis merupakan proses pembentukan pembuluh darah baru, suplai darah akan berperan penting untuk memberikan nutrisi pada pembentukan jaringan periodontal baru (Poetri dan Murdiastuti, 2015). Pembentukan kapiler baru akan dimulai pada hari 3-5 setelah luka dan mencapai puncaknya pada hari ke-7 (Li dan Li, 2003; Simon dan Brenner, 2002). 2 Tetrasiklin HCl merupakan antibiotik yang digunakan untuk kasus periodontitis (Setiawati, 2008). Berdasarkan penelitian Chahal dkk. (2014) antibiotik ini digunakan sebagai bahan demineralisasi pada proses regenerasi jaringan periodontal, tetrasiklin HCl merupakan bahan yang paling baik jika dibandingkan dengan bahan demineralisasi lainnya. Derajat keasaman (pH) tetrasiklin HCl yang rendah dapat menyebabkan demineralisasi permukaan akar gigi yang akan meningkatkan perlekatan fibronektin pada permukaan akar. Hal ini akan meningkatkan pertumbuhan fibroblas gingiva. Tetrasiklin HCl dapat meregulasi angiogenesis yang akan berperan dalam kemotaksis dan mitogenik sel salah satunya adalah fibroblas (Fernandes dkk., 2010; Singh dkk., 2014). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ishi dkk. (2008), konsentrasi tetrasiklin paling efektif pada proses perawatan regenerasi jaringan periodontal adalah 75 mg/ml. Penggunaan tetrasiklin HCl 0,7% dapat diterima jaringan (Wahyukundari, 2009). Bahan pelarut yang dapat digunakan untuk melarutkan tetrasiklin HCl adalah akuades atau saline. Pelarut akuades mampu melarutkan seluruh tetrasiklin didalamnya, sehingga ketika aplikasi tidak meninggalkan residu pada permukaan akar gigi (Soares dkk., 2010). Salah satu hewan coba yang biasanya digunakan dalam penelitian adalah kelinci. Hewan coba kelinci secara histologis memiliki struktur dan susunan jaringan rongga mulut yang mirip dengan manusia (Samuelson, 2007). Kelinci juga sering digunakan dalam perawatan jaringan periodontal yang bersifat regeneratif (Meredith, 2007). 3 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan masalah penelitian apakah terdapat pengaruh aplikasi tetrasiklin hidroklorid 75 mg/ml dengan pelarut akuades pasca kuretase terhadap angiogenesis pada proses regenerasi model periodontitis kelinci. C. Keaslian Penelitian Sebuah penelitan yang telah dilakukan oleh Chahal dkk. (2014) dengan judul “Effect of Citric Acid, Tetracycline, and Doxycycline on Instrumented Periodontally Involved Root Surfaces: A SEM Study” menyimpulkan bahwa tetrasiklin HCl merupakan bahan demineralisasi permukaan akar gigi yang paling efektif dibandingkan asam sitrat maupun doksisiklin. Aplikasi bahan demineralisasi permukaan akar gigi tetrasiklin HCl berperan penting dalam periodontal wound healing dan new attachment secara invivo. Penelitian yang dilakukan oleh Fernandes dkk. (2010) dengan judul “Experimental Periodontal Disease Treatment by Subgingival Irrigation with Tetracycline Hydrochloride in Rats” menunjukkan bahwa aplikasi tetrasiklin HCl untuk penyakit periodontal melalui irigasi subgingiva pada tikus secara signifikan dapat menyebabkan adanya pengurangan bone loss akibat periodontitis pada daerah furkasi. Penelitian Ishi dkk. (2008) dengan judul “Smear Layer Removal and Collagen Fiber Exposure Using Tetracycline Hydrochloride Conditioning” menyimpulkan bahwa tetrasiklin hidroklorid yang paling efektif sebagai root 4 conditioning adalah konsentrasi 75 mg/ml diaplikasikan dengan cara brushing atau burnishing permukaan akar selama 2 atau 3 menit. Penelitian mengenai pengaruh tetrasiklin HCl 75 mg/ml dengan pelarut akuades pasca kuretase terhadap angiogenesis pada proses regenerasi model periodontitis kelinci belum pernah dilakukan. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tetrasiklin HCl 75 mg/ml dengan pelarut akuades pasca kuretase terhadap angiogenesis pada proses regenerasi model periodontitis kelinci. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai pengaruh tetrasiklin HCl 75 mg/ml dengan pelarut akuades pasca kuretase terhadap angiogenesis pada proses regenerasi model periodontitis kelinci. Diharapkan kepada dokter gigi agar dapat meningkatkan keberhasilan perawatan jaringan periodontal secara regeneratif. 5