Pengaruh pengawetan menggunakan biji picung (Pangium edule

advertisement
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Kembung (Rastrelliger brachysoma Blkr)
Ditinjau dari aspek gizi, ikan merupakan bahan pangan somber protein
hewani yang cukup potensial dan dapat disejajarkan dengan bahan pangan hewani
lainnya seperti daging sapi, unggas, telur dan soso (Hadiwiyoto 1983).
Ikan kembung merupakan salah satu dari jenis ikan ekonomis penting, yaitu
jenis ikan yang mempunyai nilai pasaran tinggi, volume produksi tinggi dan daya
produksi tinggi (Ditjen Perikanan 1990).
Klasifikasi ikan kembung, menurut Saanin (1984) adalah :
Phylum
: Chordata
Class
: Pisces
Subclass
: Teleostei
Ordo
: Percommorphy
Subordo
: Scombroidea
Genus
: Rastrelliger
Family
: Scomberidae
Spesies
: Rastrelliger brachysoma (Blkr)
Rastrelliger neglectus (van Kampen)
Rastrelliger kanagurta (C)
Rangka Phylum Chordata dengan Klas Pisces dan Subklas Teleostei terdiri
dari tulang benar, bertutup insang, sirip punggung terdiri dari bagian yang berjarijari keras, langsung berhubungan bagian yang berjari-jari temah. Jari di belakang
sirip punggung dan sirip dubur merupakan sirip yang terpisah, ordo Percomorphi.
Sirip punggung dan sirip dubur tidak panjang. Sub ordo Scombroidea tulang
rahang atas depan dan tulang hidung tidak membentuk cuta (alat runcing panjang
kemuka); sirip dubur satu dengan atau tidak dengan sirip kecil dibelakangnya.
Badan berbentuk cerutu, jari-jari lemah sirip ekor bercabang pada pangkalnya,
sirip keeil dibelakangnya sirip punggung dan sirip dubur ada. Family
Scomberidae sisik-sisik menutup rata seluruh badan, dua gigi rendah pada tiaptiap sisi ekor, 5-7 sirip-sirip keci!. Sisik-sisik pada daerah sirip dada seolah-olah
membentuk lapisan sendiri satu rigi pada tiap-tiap sisi ekor, 6-9 sirip-sirip kecil,
badan tidak bersisik atau bersisik rudimenter. Genus Rastrelliger tulang mata
bajak dan langit-Iangit tidak bergigi, sirip dubur tidak berjari-jari keras. Tulang
saringan insang kelihatan jika mulut terbuka. Spesies Rastrelliger brachysoma
(Blkr) panjang 2,8 x tinggi, panjang kepala sarna dengan tinggi kepala. Spesies
Raslrelliger negleclus (van Kampen) atau kembung perempuan panjang 3,1 - 3,4
x tinggi, panjang kepala sarna dengan tingginya. Spesies Rastrelliger kanagurta
(C) atau kembung lelaki panjang 3,4 - 3,8 x tinggi, panjang kepala lebih dari
tingginya.
Ikan kembung lelaki memiliki warna biru kehijauan pada bagian atas, putih
kekuningan pada bagian bawah, dua baris totol-totol hitam pada bagian punggung,
dan satu totol hitam dekat sirip dada. Ada garis warna gelap memanjang dibagian
atas dari rusuk/garis rusuk. Bentuk badan sedikit langsing, gepeng, terdapat
selaput lemak pada kelopak mata.
Tabel I Kandungan Gizi Ikan Kembung (Raftrelliger brachysoma BlAT) Segar
dalarn 100 gram lkan
Komponen
Energi
Protein
Lemak
Kalsium
Fosfor
Besi
Vitamin A
Vitamin Bl
Air
Sumber: Depkes RI (1995)
Jumlah
103.00 kal
22.00gram
I.Ogr~m
20.0 miligram
200.0 miligram
1.0 miligram
30.00 SI
0.05 miligram
76.0 gram
Daerah penyebaran ikan kembung lelaki di perairan pantai Indonesia dengan
konsentrasi terbesar di Kalimantan, Sumatra Barat, Laut Jawa, Selat Malaka,
Muna Buton dan laut Arafuru.
Ikan kembung lelaki merupakan sumber nilai gizi yang baik karena di
samping merupakan sumber protein juga sumber kalsium dan fosfor yang sangat
baik bagi pertumbuhan anak-anak. Di samping itu, ikan kembung relatif lebih
murah dibandingkan jenis ikan lainnya atau bahan hewani lainnya (Ditjen
Perikanan 1990). Menurut Depkes RI (1995) bagian yang dapat dimakan dad
ikan kembung sebesar 80%. Kandungan gizi ikan kembung terdapat pada Tabe1 1.
6
2.2 Karakteristik Biji Picung
Pohon picung banyak ditemukan di hutan-hutan atau ditanam di
pekarangan rumah, berikut ini taksonomi tanaman picung. Picung memiliki nama
botani Pangium edule Reinw termasuk tanaman berkeping ganda (dicotiledon),
menurut Heyne (1987) klasifikasinya adalah sebagai berikut :
Kingdom
Plantarum
Divisi
Spermatophyta
Subdivisi
Angiospermae
Klas
Dicotyledone
Ordo
Parietales (Cistales)
Famili
Flacourtiaceae
Genus
Pangium
Spesies
Pangium edule Reinw
Gambar 1 Buah Picung (Pangium edule Reinw)
Menurut Burkill (1935) dan Heyne (1987). Picung sering pula disebut
pucung (Jakarta) atau kluwak (Jawa), pakem (didaerah Bali, Jawa, Kalimantan),
pacung atau picung (Sunda), gempalli atau hapesong (Toba), kayu tuha huah
(Lampung),
leho
(Minangkabau),
(Enggano),
kuam
kapenceung,
(Kalimantan),
kapecong
pangi (Minahasa,
atau
simaung
Ambon),
kalowa
(Sumbawa, Makasar), Ilgaju (Tanimbar), calli, lioja (Seram), kapait (Burn, Aru)
awaran (Manokwari), kepayang (Malaysia) danjoolballfruit (lnggris).
7
Tumbuhan picung dapat hidup pada berbagai kondisi tanah dan tumbuh
liar di hutan maupun tempat-tempat lain yang dekat air, dengan ketinggian 300 1000 meter di atas permukaan laut, didaerah pinggiran sungai, daerah hutan jati,
tanah yang kering ataupun tergenang air, tanah berlempung, bahkan kadangkadang pada tanah yang berbatu dan ada juga yang disengaja ditanam orang.
Tumbuhan ini berbatang besar dan tinggi, diameter batang bisa mencapai 2,5
meter dan tingginya dapat mencapai 10 - 40 meter (Heyne 1987).
Menurut Koorders dan Valeton (1896) dalam Heyne (1987) kayunya
dianggap tidak awet dan seringkali digunakan sebagai batang korek api. Kulit
kayu tanaman picung berwama coklat kemerahan dan licin, tetapi kadang-kadang
kasar dengan banyak celah mengeras. Daun tanaman picung berbentuk seperti
jantung dengan permukaan licin dan mengkilap. Di bagian puncak banyak
terdapat cabang yang masih muda berbulu, sedangkan cabang yang tua tak
berbulu
Gambar 2 Daun Picung (Pang;um edule Reinw)
Daun picung terkumpul pada ujung ranting, bertangkai panjang pada
pohon muda berlekuk tiga, pada pohon tua bulat telur dan lebar, dengan pangkal
yang terpancung atau berbentuk jantung, meruncing, mengkilat dan berwarna
hijau tua. Tulang daun pada sisi bawah menonjol.
8
Menurut Burkill (1935) pohon picung berbuah sejak berumur 15 tabun
secara terus rnenerus sepanjang musim. Buahnya agak tidak simetris, berbentuk
bulat telur dengan kedua ujung tumpul. Ukuran buah bervariasi dengan panjang
17-30 cm dan lebar 7-10 cm atau lebih. Tangkai buah berulruran panjang 8-15 cm
dengan diameter 7-12 mm. Di dalam buah picung terdapat banyak biji berwama
kelabu, berbentuk telur limas dan keras. Dalam biji terdapat daging biji yang
banyak mengandung lemak picung. Menurut Heyne (1987), Musim berbuahnya
jatuh pada awal musim hujan, 300 biji buah setiap pohonnya, di dalam picung
terdapat 20-30 biji yang berbentuk segitiga dengan panjang 5 cm. Kulit biji kasar
dengan perikarp setebal 6-10 mm, berkayu dan beralur. Biji-biji tersebut tertutup
oleh daging buah yang berwama putih apabila masih segar dan kehitaman jika
sudah lama disimpan.
Gambar 3 Biji Picung (Pangium edule Reinw)
2.3 Komposisi Kimia dan Kegunaan Picung
Seluruh bagian dari tanaman picung bersifat racun. Tanaman picung
mengandung asam sianida yang cukup besar jumlahnya baik pada batang, daun
dan buah (Heyne 1987). Asam sianida ini adalah hasil hidrolisis dari glikosida
sianogenik (Bishop 1997). Kadar hydrogen sianida dalam buah picung sekitar
1834 uglg bobot kering (Voon-boon-hoc & Kuch-hong-siong. \999). Biji dari
Picung merupakan bagian paling beracun dari tanaman ini, karena banyak
mengandung ginokardin, yaitu suatu g1ikosida yang mudah melepaskan asam
sianida karena hidrolisa oleh enzim ginokardase. Asam sianida yang dilepaskan
ini bersifat racun, yang pada konsentrasi rendah dapat menyebabkan orang sakit
9
kepala, pusing, mual dan muntah apabila termakan atau terhirup pernapasan, dan
pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kematian. Biji picung di Philipina
digunakan sebagai campuran racun anak panah (Quisumbling 1947).
Daging biji picung sebagian besar terdiri atas air, lemak, karbohidrat,
protein dan sebagian kedl mineral dan vitamin (Tabel 2).
Tabel2 Komposisi Daging Biji Picung Segar Setiap 100 gr*
Komposisi penyusun
Kalori (kal)
Protein (g)
Lemak(g)
Karbohidrat (g)
Kalsium(Cal (m~)
F osfor (I') (mg)
BesiJFel (mg)
Vitamin A (mg)
Vitamin B I (mg)
Vitamin C (mg)
Air (g)
..
*Daftar komposisl bahan makanan, Dlr.
Kadar
237.0
10.0
24.0
13.5
40.0
100.0
2.0
0
0.15
30.0
51.0
. .
Gizi Depkes. (1995)
Lemak biji picung apabila diasamkan akan menghasilkan asam lemak
siklik yang tidak jenuh yaitu asam hidnokarpat (CIc;H2S02) dan asam khaulmograt
(C1sH3202). Asam lemak siklik ini mempunyai sifat antibakteri (Hilditch dan
Williams 1964). Struktur kimia senyawa tersebut dapat dilihat pada gambar 4.
(CH2)10COOH
(CH2)6CHCH(CH2)4COOH
(CH)12COOH
Gambar 4 Struktur Kimia Asam Hidnokarpat (A), Asam Gorlat (B) dan
Asam Khaulmograt (C) (Hilditch dan Williams 1964)
Biji picung yang lebih tua mengandung ginokardin yang lebih sedikit
dibandingkan dengan biji yang lebih muda. Bagi tanaman, glikosida tersebut
berfungsi untuk menyembuhkan luka pada jaringan yang aktil; oleh karena itu zat
ini terutama terdapat pada bagian vegetatit; khususnya biji. Setelah biji matang,
jumlah glikosida berkurang dan pertumbuhan bijinya berhenti (Burkill 1935).
10
.\!lwar (1992) dan Panghegar (1990) mengisolasi komponen antioksidan
alami daTi daging biji picung Komponen biji picung yang memiliki aktivitas
sebagai antioksidan antara lain : vitamin C, ion besi, B karoten dan golongan
flavonoid. Aktivitas dari senyawa antioksidan ini diteliti lebih lanjut oleh Adidjaja
(1991) dan Romlah (1992). Adidjaja (1991) meneliti aktivitas antioksidan alami
dari biji picung, sedangkan Romlah (1991) mempelajari perubahan aktivitas
antioksidan dan lemak selama fermentasi daging biji plcung. Sedangkan
Meirianto (1988) dalam Indriyati (1989) melaporkan bahwa pembaluran ikan
mujair (Tilapia mossambica) dengan ekstrak 10% daging picung segar
memberikan penurunan nilai TBA yang sarna dengan penambahan antioksidan
sintetis BHT sebanyak 0,01% dan 0,02%. Hal ini menunjukkan adanya komponen
anti oksidasi lipid pada ikan mujair yang diberi ekstrak 10% daging picung segar.
Rumphius (1741-1755) dalam Heyne (1987) menyatakan bahwa selama
tnl tanaman picung lebih banyak digunakan sebagai tanaman obat-obatan
tradisional. Penggunaan tersebut antara lain: (1) daun dan biji setelah diseduh
dapat digunakan sebagai desinfektan, (2) kulit, kayu dan daun picung digunakan
sebagai racun ikan, (3) minyak dari daging picung digunakan untuk membuat
ekstrak yang dipakai untuk obat rheumatik dan penyakit kulit, (4) daging biji
picung segar yang dilarutkan dalam air dapat digunakan untuk obat pembasmi
kutu.
Seduhan dingin dari daun-daun segar ataupun biji-biji picung dapat
digunakan sebagai obat antiseptik, pemusnah hama dan pencegah parasit yang
mustajab. Mengenai daya pembunuh yang kuat daTi picung ini dapat
dimanfaatkan bagi pemberantasan serangga perusak tanaman budidaya. Sifat atsiri
dari racunnya memiliki keuntungan karena setelah penggunaannya tidak ada bau
atau rasa apapun yang tertinggal pada tanaman yang telah diperlakukan
dengannya (Greshoff (\893) dalam Heyne 1987).
Menurut Rumphius (1660-1701) yang dikutip Jacaline (1960) dalam
Heyne (J 987)
kulit kayu dari picung yang diremas-remas dan ditaburkan di
perairan dapat mematikan ikan oleh karena itu digunakan sebagai tuba ikan.
Demikian juga daunnya dapat dipakai dengan cara yang sarna untuk menangkap
11
udang. Seduhan dari daun-daunnya yang diteteskan dalam luka terlantar akan
mematikan ulat-ulat dan organisme hewan lainnya.
2.4 Senyawa Antimikroba
Senyawa antimikroba didefinisikan sebagai senyawa biologis atau kimia
yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba (Reid dan Pelczar,
1979 dalam Winamo (1991). Menurut Winamo (1991) senyawa antimikroba
adalah jenis bahan tambahan makanan yang digunakan dengan tujuan untuk
mencegah kebusukan atau ketidak amanan oleh mikroorganisme pada bahan
pangan.
Beberapa jenis senyawa yang mempunyai aktivitas antimikroba menurut
Winamo (1991) adalah sodium benzoat, senyawa fenol, asam-asam organik, asam
lemak rantai medium dan esternya, sorbat, sulfur dioksida dan sui fit, nitrit,
senyawa kolagen dan surfaktan, dimetil dikarbonat dan dietil bikarbonat,
antimikroba alami baik dan produk hewani, tanaman maupun mikroorganisme,
misalnya bakteriosin. Senyawa antimikroba dalam biji picung adalah asam sianida
dan tanin. (Gimlette 1929 dalam Burkil 1935, Hilditch & Williams el al. 1964).
Selain asam sianida, biji picung juga mengandung tanin. Keistimewaan
senyawa-senyawa tersebut adalah kemampuannya untuk mengobati lepra, kudis
dan beberapa penyakit sejenis (Hilditch & Williams 1964) serta mempunyai
peranan dalam pengawetan ikan karena bersifat antibakteri sehingga mampu
memberikan efek pengawetan terhadap ikan (Gimlette 1929 dalam BurkiIl1935).
Biji picung sebagai bahan baku dan kluwak telah diteliti dan temyata biji
picung mempunyai manfaat lain selain dapat dikonsumsi setelah dihilangkan
racunnya Penelitian Indriyati (1989) melaporkan bahwa biji picung segar
mempunyai aktivitas antibakteri pembusuk ikan yaitu Bacillus sp, Micrococcus
sp, Pseudomonas sp. dan coliform yang tumbuh pada ikan mas (Cyprinus carpio)
yang membusuk. Bakteri yang paling sensitif adalah Micrococcus sp. dan yang
paling resislen adalah coliform. Esktrak biji picung sebanyak 3% (b/v) mampu
menghambat keempat bakteri tersebut, sedangkan pada konsentrasi 5% ekstrak
biji picung lebih bersifat bakterisidal.
12
Menurut Emmawati (1998) dan Kristikasari (2000), biji picung memiliki
"ktivita, antimikroba, sedangkan menurut Indriyati (1989) biji picung memiliki
aktivitas sebagai antibakteri terhadap beberapa jenis bakteri pembusuk ikan secara
in vitro seperti bakteri Pseudomonas aeroginosa, Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus, lndriyali (1989) menduga bahwa komponen antibakteri
pada biji picung adalah asam sianida, asam hidnokarpat, asam khaulmograt, asam
gorlat dan tanin.
2.4.1
Sianogenik Glukosida
Daftar sianogenik gluko,ida yang menyangkut toksisitasnya pada manusia
telah dibuat Wong (1989) ada 3 jenis, Salah satunya adalah amigdali n pertama
kali diidentifikasi dalam almond pahit dan juga terdapat dalam biji buah-buahan
lainnya, Pada umumnya sianida yang dihasilkan oleh bahan-bahan nabati lersebu(
bervariasi antara 10 - 800 mg per 100 g, Biji almond pahit mengandung 250 mg
HeN per 100 g.
®
Gambar 5 (A) Amygdalin
(B) Linamarin
(C) Dhurrin
Amigdalin dari biji buah adalah sua!u glukosida dari benzaldehid
sianohidrin
(mandelonitril),
yang
apabila
dihidrolisis
sempurna
akan
menghasilkan glukosa, benzaldehid dan hidrogen sianida. Apabila hidrolisis
tersebut dilakukan secara enzimatis yang terkontrol, maka glukosa akan
dilepaskan dalam dua tahap, Dengan alkali atau asam pekat, akan dihasilkan asam
amigdalinat. Selanjutnya sianida yang terbebaskan oleh aktivitas hidrolisis
enzimatik mikroba, lamt dalam air dan terbuang pada proses pencucian
berikutnya, Bila dari proses tersebut masih tersisa sianida di dalamnya, akan
menurun alau hi lang dalam proses pemanasan dalam pengolahannya Sianida
13
dalam jumlah sedikit sekali tersebar luas dalam tanaman, terutama dalam bentuk
sianogenik glukosida, konsentrasi yang relatif tinggi ditemukan dalam rumputrumputan tertentu, kacang-kacangan, umbi-umbian dan biji buak. Tetapi perlu
diingat bahwa glukosida tersebut bukan satu-satunya sumber sianida dan juga
sianida tersebut bukan hanya berasal dari tanaman, tetapi kapang, bakteri dan
bahkan beberapa jenis hewan dapat memproduksi sian ida (paris 1913 dalam
Muchtadi 1989). Biji picung merupakan tanaman yang banyak mengandung
ginokardin glukosida yang mudah melepaskan asam sianida dengan bantuan
enzim ginokardase. Pelepasan asam sianida tersebut dapat dicegah dengan
pemanasan yang menghancurkan enzim ginokardase (Burkil1 \935). Ginokardin
glukosida dan enzim ginokardase sekarang masing-masing dikenal dengan nama
sianogenik glukosida dan enzim glukosidase (Muchtadi 1989).
+ 2 Glucose
CYNIOHYIlRIN
AMYGDAlIN
HCN
HYDROCYANIC
AC10
+
o
II~
H-C-{2;
BENZALDEHYDE
Gambar 6 Memperlihatkan Struktur Amigdalin dan Produk-Produk Hidrolisisnya.
Menurut Wong (\989) glikosida sianogenetik merupakan senyawa yang
terdapat pada bahan makanan nabati dan secara potensial sanga! beracun karena
dapat terurai dan mengeluarkan hidmgen sianida. Hidmgen sianida dikeluarkan
apabila komoditi tersebut dihancurkan, dikunyah, diiris atau dirusak. Dalam
saluran pencernaan HCN mudah terserap usus dan masuk ke dalam peredaran
darah. Akibatnya keracunan sianida dapat menyebabkan sakit sampai kematian,
bergantung kepada jumlahnya. Dosis yang mematikan dari HeN adalah 0,5 - 3,5
mglkg berat badan.
14
Kandungan sianida dalam ketela pohon (singkong) sangat bervariasi.
Kadar sianida rata-rata dalam singkong manis di bawah SO mglkg. Menurut F AO,
singkong dengan kadar SO mglkg masih aman untuk dikonsumsi. Pengupasan
kulit, pengirisan tipis-tipis, pengeringan, perendaman dan fermentasi dalam
pengolahan singkong dapat menurunkan atau menghilangkan kandungan sianida
yang ada.
Tanda-tanda keracunan HCN umumnya antara lain; sakit kepala, pusing,
mata melotot, muntah, mencret, sesak nafas, badan menjadi lemah dan mengalami
sianosis, yaitu seluruh badan kebiru-biruan. Sianosis merupakan tanda spesifik
keracunan HCN.
Ion fero banyak terdapat dalam darah sebagai komponen hemoglobin.
Apabila ion sianida terdapat dalam darah maka ion fero dalam darah akan
bereaksi dengan ion sianida sehingga hemoglobin kehilangan kemampuannya
untuk mengangkut oksigen. Pada konsentrasi rendah asam sianida tersebut dapat
mengakibatkan pusing, mual dan muntah pada orang, sedangkan pada konsentrasi
tinggi (>50 mg) dapat mengakibatkan kernatian (Wong 1989).
Asam sianida adalah suatu asam lemah yang berbentuk cairan pada suhu
kamar, mempunyai bau khas dan apabila terbakar mengeluarkan nyala biru.
Senyawa sianida dapat bereaksi dengan beberapa ion logam membentuk senyawa
Fe(CN)/- atau Fe(CN)63- (Winarno 1991).
Semua senyawa tersebut adalah beta - g1ukosida, yang kurang larut dalam
air. Karena sifatnya tersebut senyawa ini merupakan tempat penyimpanan yang
baik dari senyawa lain seperti sianida, sampai tiba saatnya untuk digunakan.
Diduga bahwa kepentingan senyawa tersebut bagi tanaman adalah sebagai alat
pertahanan terhadap serangan insekta (Con 1969 dalam Muchtadi 1989).
Meskipun asam sianida yang berada dalam biji picung sangat beracun
akan tetapi asam sianida ini dengan mudah dapat dihilangkan karena sifatnya
yang mudah larut dalam air dan menguap pada suhu 26°C, sehingga biji picung
dapat digunakan sebagai bahan makanan. Secara alami buah dan biji picung
menjadi makanan kelelawar dan tikus, biji picung apabila telah dihilangkan
racunnya dapat digunakan sebagai bumbu masakan dan dapat juga dibuat menjadi
is
terasi pucung didaerah Madiun (Jawa timur), kecap pangi di kepulauan Saparua
serta dapat dibuat dage di Jawa barat (Vooderman 1899 dalam Heyne 1987).
Menurut Burkill (1935) penghilangan racun pada biji picung dapat
dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut : (1) biji picung dikupas dan direbus,
kemudian direndam sehari dalam air mengalir, selanjutnya direbus lagi. Hasilnya
dikenal dengan nama "dage", (2) seperti cara pertama dan setelah perebusan
kedua dibiarkan kurang lebih satu minggu supaya terjadi
fermentas~
(3)
merendam biji picung yang telah direbus dan dibungkus dengan abu, dibiarkan
kurang lebih 40 hari supaya terjadi fermentasi. Cara ini menghasilkan cita rasa
terbaik yang dikenal dengan "kluwak", seperti cara ketiga, tetapi hari ke -15
direbus dan direndam dalam air mengalir dan akhirnya dibiarkan terjadi
fermentasi lebih lanjut, yaitu kurang lebih 4 hari.
Dosis mematikan minimal dari HCN rnelalui mulut telah diperkirakan
antara 0,5 sampai 3,5 mglkg berat badan (Wong 1989). Dosis mematikan sianida
alkalis kira-kira 2 kali lipatnya HCN. Suatu dosis yang relatif sangat tinggi dapat
menyebabkan kematian dalarn beberapa menit, tetapi pada dosis yang lebih
rendah telah dilaporkan bahwa penderita dapat bertahan hidup sampai 3 jam.
Gejala yang timbul mula-mula adalah mati rasa pada sekujur tubuh dan pusingpusing. Hal ini diikuti oleh kekacauan mental dan pingsan, sianosis, kejangkejang dan sawan (menggelepar-gelepar), dan akhirnya koma (pingsan yang
lama). Dosis yang lebih rendah (non fatal) dapat mengakibatkan sakit kepala,
sesak pada tenggorokan dan dada, berdebar-debar, serta kelemahan pada otot-otot.
Hidrolisis terhadap sianogenik glukosida dapat terjadi apabila bahan
dihancurkan dengan adanya air, sehingga terjadi pe\epasan HeN. Untuk
menghilangkan HCN yang terbentuk secara tradisi dilakukan pencucian dengan
air mengalir setelah pengupasan. Senyawa HCN mudah teruapkan selama
perebusan, tetapi bila dilakukan dalarn wadah tertutup rnaka HCN akan
berkondensasi lagi dan larut dalam air perebus.
Telah diketahui bahwa enzirn glukosidase inaktif pada pH cairan larnbung
atau saliva dan juga inaktif bila terdapat selulosa atau glukosa. Dengan demikian
kernungkinan terjadinya hidrolisis tersebut selarna pencernaan sangat kecil sekali.
Akan tetapi secara teoritis kernungkinan tersebut ada, rnisalnya pada orang yang
16
kekurangan makan dimana keasaman perutnya sangat rendah (pH tinggi), otolisis
dapat berlangsung terus dalam perut untuk beberapa lama, sampai perut terisi oleh
cairan lambung. Salah satu percobaan menunjukkan bahwa apabila tidak terdapat
enzim glukosidase dalam jumlah cukup, cairan saliva atau Hel encer pada suhu
tubuh tidak dapat melepaskan HeN dalam jumlah yang nyata dari kacang
Phaseolus lunatus (Muchtadi 1989).
Pencegahan keracunan oleh sianida dapat dilakukan dengan penghilangan
HeN yang terbentuk selama pengupasanlpenghancuran bahan dan dengan cara
pencucian serta perebusan dan menghilangkan air perebusannya.
2.4.2
Tanio
Tanin merupakan senyawa polifenol alami yang mengandung gugus
hidroksi fenolik dan gugus karboksil dengan bobot molekul yang cukup tinggi
(500 - 3000 Dalton) sehingga dapat membentuk ikatan yang stabil dengan protein
dan makromolekul lain dalam kondisi yang sesuai (Hidayat 2003). Senyawa ini
terdapat sebagai serbuk amorf yang berwarna kekuningan sampai coklat terang
dan akan menjadi gelap bila dibiarkan di udara terbuka, mempunyai bau yang
khas dan berasa sepat. Senyawa polifenol ini larut dalam senyawa polar tetapi
tidak larut dalam senyawa non polar (Hidayat 2003).
Berdasarkan struktur kimia dan reaksinya, tanin digolongkan menjadi
tanin terhidrolisis (hidrolyzable tannin) dan tanin terkondensasi (condensed
tannin). Tanin terhidrolisis yang dibagi menjadi galotanin dan elagitanin (Hidayat
2003) dapat dihidrolisis oleh enzim dan asam menjadi senyawa polifenolat dan
gula. Tanin terkondensasi yang sering disebut proantosianidin merupakan polimer
katekin dan epikatekin yang banyak terdapat dalam tanaman leguminosa.
Sifat kimia tanin yang utama sebagai zat antinutrisi adalah interaksi
dengan protein yang membentuk ikatan yang sangat kuat. Interaksi ini disebabkan
adanya ikatan kovalen, ikatan hidrogen, dan interaksi hidrofobik (Hidayat 2000).
Ikatan kovalen terbentuk apabila tanin telah mengalami oksidasi dan membentuk
polimer kuinon yang selanjutnya melalui reaksi adisi eliminasi atom N dari gugus
amino pada molekul protein menggantikan atom oksigen dari senyawa
polikuinon.
Ikatan hidrogen yang terbentuk merupakan ikatan antara atom H
yang polar dengan atom 0 baik dari protein atau tanin.
Ketiga interaksi
17
hidrofobik yang terjadi antara gugus nonpolar dari protein (dari asam amino yang
memiliki rantai samping non polar) dan tanin (cincin benzena).
Adapun yang
mendominasi kekuatan ikatan ini adalah ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik.
Interaksi tanin-protein sangat dipengaruhi oleh pH lingkungan. Interaksi
yang optimal terjadi pada pH isoelektrik protein (Hidayat 2000). Nilai pH yang
rendah akan menurunkan kekuatan ikatan tanin-protein sebagai akibat adanya
efek elektrostatik dari protein.
Senyawa tanin biasanya terdapat pada tanaman dan dapat bereaksi dengan
kulit hewan mengakibatkan warna coklat, oleh karena itu sering digunakan untuk
menyamak kulit. Tanin membentuk warna kehitaman dengan beberapa ion logam
misalnya ion besi, kalsium, tembaga dan ion magnesium. Senyawa tanin terdiri
dari katekin, leukoantosianin dan asam gal at, asam kafeat dan khlorogenat serta
ester dari asam-asam tersebut yaitu 3 - galloilepikatekin, 3 - galloilgallokatekin,
fenilkafeat dan sebagainya. (Muctadi 1989). Adanya tanin tersebut dapat
menyebabkan warna daging biji picung menjadi coklat. Reaksi tersebut dikenal
dengan reaksi "browning enzymatic", yang terjadi jika dikatalis oleh enZlm
polifenolase dengan substrat berupa senyawa fenolik (Winarno 1991).
Efektivitas antimikroba dalam mengawetkan bahan makanan terjadi baik
dengan
cara mengontrol pertumbuhan mikroorganisme (Winarno
Mekanisme zat
1991).
antimikroba dalam membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroba antara lain
(I) merusak dinding sel bakteri sehingga
mengakibatkan lisis atau menghambat pembentukan dinding sel pada sel yang
sedang tumbuh, (2) mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang
menyebabkan kebocoran nutrien dari dalam sel, misalnya oleh senyawa fenolik,
(3) menyebabkan denaturasi sel, misalnya oleh alkohol dan (4) menghambat kerja
enzim di dalam sel (Reid dan Pelczar 1977 dalam Winarno 1991).
2.5 Garam Sebagai Pengawet Makanan
Penggunaan garam sebagai bahan pengawet makanan khususnya untuk
produk perikanan tampaknya masih tetap diandalkan oleh negara-negara
berkembang dan peranannya masih tetap menduduki yang terpenting dalam
pengolahan tradisional. Keampuhan daya pengawet dari garam yang murah dan
18
aman bagi kesehatan dan tersedia dimana-mana barangkali merupakan faktor faktor penting yang menentukan pilihan terhadap pemakaian garam.
Garam merupakan salah satu bahan pokok yang digunakan oleh
masyarakat Indonesia sebagai bumbu, bahan pengawet pada ikan, telur, daging
dan buah serta untuk industri kimia. Afriantono (1989) menyatakan bahwa
penggunaan garam dalam proses pengolahan bertujuan untuk memberikan rasa
gurih pada ikan, menurunkan kadar cairan dalam tubuh ikan, serta menghambat
pertumbuhan bakteri pembusuk dan organisme lainnya. Sedangkan menurut
Afriantono (1989) perendaman dalam larutan garam bertujuan untuk melarutkan
sisa-sisa darah, memberikan rasa dan memperbaiki tekstur ikan.
Selain
dapat
menarik air, garam juga mencegah terjadinya proses autolisis oleh enzim sebab
kebanyakan enzim tersebut akan musnah atau ditahan aktifitasnya (Moelyanto
1982).
Menurut Afriantono (1989), selama proses penggaraman akan terjadi
penetrasi garam ke dalam tubuh ikan yang diikuti dengan keluamya cairan dalam
tubuh ikan. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan
garam di sekitar tubuh ikan dengan cairan yang ada dalam tubuh ikan. Cairan ini
dengan cepat akan melarutkan kristal garam. Bersamaan dengan keluamya cairan
dari dalam tubuh ikan, partikel garam memasuki tubuh ikan. Lama-kelamaan
kecepatan proses pertukaran garam dan cairan semakin lambat dengan
menurunnya konsentrasi garam di luar tubuh ikan dan meningkatnya konsentrasi
garam di dalam tubuh ikan, bahkan akhimya pertukaran garam dan cairan tersebut
terhenti setelah terjadi keseimbangan.
Larutan garam dapur yang encer mempunyai tekanan uap yang sedikit
lebih rendah bila dibandingkan dengan air murni, demikian juga titik bekunya
menjadi lebih rendah. Masing-masing molekul garam bergabung sedemikian rupa
dengan molekul air sehingga tidak lagi menunjukkan sifat-sifat normalnya
(Widaningsih 2001)
Perendaman dalam air garam (brine) merupakan salah satu usaha untuk
mengurangi drip pada produk-produk seperti fillet ikan, jadi sebaiknya fillet
direndam dulu dalam brine sebelum dibekukan. Penyebab perendaman dalam
brine dapat mengurangi drip masih belum diketabui. Adanya ion-ion Na+ dan K+
19
yang diserap myosin dan penambahan muatan listrik pada protein serta akibat
penambahan NaCI &
KCI, secara seder han a merupakan pengisapan air
(hydration) yang bertambah dari bagian-bagian protein yang muatan listriknya
makin besar (Moelyanto 1982).
Di samping memberikan rasa gurih pada ikan yang diolah, garam dapat
menarik cairan dari dalam tubuh ikan maupun bakteri. Proses ini akan
menghambat aktivitas biologis bakteri bahkan dapat menyebabkan kematiannya
(Afriantono 1989).
Sebenarnya
garam
tidak
bersifat
membunuh
mikroorganisma (germicidal). Ingram dan Kitchel (1967) telah memberikan
indikasi berbagai mikroorganisma, khususnya bakteri patogen yang mungkin
dapat tumbuh pada produk-produk yang diawet dengan garam. Dalam konsentrasi
rendah (1-3%) justru garam membantu pertumbuhan bakteri. Ada bakteri yang
dapat tumbuh pada garam konsentasi tinggi misalnya : red halophilic bacteria
(merah). Aktomiosin tak larut dalam air tetapi larut dalam larutan garam NaCI
±
1,0 % (Hadiwiyoto 1983).
2.6 Mutu Mikrobiologis
Mutu mikrobiologis dari produk pangan ditentukan oleh tingkat
pertumbuhan mikroba dan mikroba spesifik yang terdapat dalam bahan pangan
tersebut. Sebagai akibat dari pertumbuhan tersebut akan terjadi perubahan sifat
fisik dan kimianya yang akan mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen.
Apabila perubahan tersebut diterima oleh konsumen berarti produk tersebut baik
dan apabila konsumen menolak berarti produk tersebut dinyatakan telah
mengalami penurunan mutu atau telah mengalami kerusakan.
Upaya standarisasi mutu ikan segar telah dilakukan, dimana kriteria mutu
mikrobilogis ikan segar adalah jumlah mikroba yang tumbuh pada ikan segar.
Persyaratan mutu ikan segar menurut Standar Perikanan Indonesia secara
organoleptik dan mikrobiologi dapat dilihat pada Tabel 3. Menurut ketetapan dari
Standar Nasional Indonesia (1992) batas maksimum jumlah mikroba pada ikan
5
segar tiap gramnya adalah 5 x 10 sel mikroba.
20
Tabel 3 Spesifikasi Persyaratan Mutu Ikan Segar SNI 01-2729-1992
Jenis Uji
Satuan
Persyaratan Mutu
a. Organoleptik :
Nilai hedonik
Min. 7
Nilai minimal
(skala 1-9)
b. Cemaran Mikroba :
5
1. ALT/gr, maks
Koloni/gram
5 x 10
2. Escherichia coli
APMlgram
<3
3. Vibrio cholera*
Per 25 gram
negatif
*) blla dlmmta oleh Importlr
Keterangan: ALT
=
Angka Lempeng Total
APM = Angka Paling Memungkinkan
2.7 Mutu dan Daya Awet Ikan Segar
Salah satu tujuan dari pengawetan ikan segar dengan menggunakan bahan
bioaktif alami biji picung (Pangium edule Reinw) ada1ah untuk meningkatkan
umur simpan (daya awet) dari ikan segar. Peningkatan umur simpan ikan segar
terutama dipengaruhi oleh faktor suhu dingin (0_5° C). Secara umum a w ikan segar
adalah 6,8 sedangkan kerusakan ikan segar ditandai dengan timbulnya bau busuk
dan lendir di permukaan tubuh ikan.
2.8 Karakteristik Bakteri Patogen dan Perusak Makanan
2.8.1 Escherichia coli
E. coli merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk batang, termasuk
dalam famili Enterobacteriaceae. E. coli disebut juga koliform fecal karena
ditemukan dalam saluran usus hewan dan manusia. Bakteri ini sering digunakan
sebagai indikator kontaminasi kotoran (Fardiaz 1992). Kisaran suhu pertumbuhan
bakteri E. coli adalah antara 10 - 40°C dengan suhu optimum 37°C. Kisaran pH
antara 4 - 9 dengan nilai pH optimum untuk pertumbuhan adalah 7,0 - 7,5 dan
nilai a w minimum untuk pertumbuhan adalah 0,96. Bakteri ini sanga! sensitif
terhadap panas sehingga inaktif pada suhu pasteurisasi (F ardiaz 1983). Selain itu
E. coli tumbuh baik dalam medium yang sederhana dan stabil serta mengandung
glukosa, amonium sulfat dan sedikit garam mineral (Fardiaz 1983).
21
2.8.2 Salmonella typhimurium
Bakteri ini termasuk dalam famili Enterobactericeae, merupakan bakteri
gram negatif yang berbentuk batang. Salmonella sp. tidak membentuk spora,
bersifat aerobik atau anaerobik fakultatif, motil dengan flagela peritrikat (Salle
1978 dalam Fardiaz 1983). Salmonella typhimurium dapat tumbuh pada suhu
antara 5_47° C dengan suhu optimum 35-37"C. Nilai pH optimim untuk
pertumbuhannya berkisar 6,5-7,5 sedangkan aw optimum untuk pertumbuhannya
ada1ah 0,945-0,999 (Fardiaz 1983).
Menurut Fardiaz 1983 makanan-makanan yang sering terkontaminasi oleh
Salmonella typhimurium adalah telur dan hasil olahannya, ikan dan hasil
olahannya, daging ayam, daging sapi, susu dan hasil olahannya. Bakteri ini dapat
menyebabkan penyakit tipus pada manusia.
2.8.3 Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, berbentuk kokus
dan termasuk famili
Micrococcaceae. Bakteri ini tumbuh secara anaerobik
fakultatif dengan membentuk kumpulan sel-sel seperti buah anggur. Beberapa
galur membentuk pigmen kuning keemasan dan tidak larut air. Sifat koagulase
positif dari galur bakteri ini dapat memproduksi bermacam-macam toksin
sehingga mempunyai potensi patogenik tinggi dan dapat menyebabkan keracunan
makanan (Fardiaz 1983).
Staphylococcus
aureus
pertumbuhannya, dengan aw
membutuhkan
aw
minimal
0,86
untuk
optimum 0,990-0,995. Sedangkan suhu optimum
petumbuhannya adalah 3SoC-38°C. Bakteri ini sering terdapat pada pori-pori dan
permukaan kulit, kelenjar keringat dan saluran usus serta dapat menyebabkan
intoksikasi dan infeksi seperti bisul, pneumonia, mastitis pada hewan dan manusia
(Fardiaz 1983).
2.8.4 Bacillus cereus
Bacillus cerells merupakan patogen pembentuk spora, berbentuk batang"
berukuran
1,0-1,2 mikron dengan panjang 3,0-5,0 mikron, bersifat anaerobik
fakultif (Fardiaz 1983). Bacilius cereus memproduksi spora tahan panas dan
radiasi, dan tetap aktif setelah pemanasan selama 4 jam pada suhu 135° C (Fardiaz
22
1983)
Umumnya makanan terkontaminasi oleh Bacillus cereus setelah
pendinginan yang lambat, pada makanan yang telah dimasak dalam waktu lama,
dan pada waktu dan suhu yang kondusifpertumbuhan substansial (Fardiaz 1992)
2.S.5 Pseudomonas fluorescens
Pseudomonas mernpakan salah satu jenis bakteri gram negatif yang
berbentuk batang lurns atau kokus dan pada umumnya memproduksi pigmen yang
larut air. Sebagian besar bakteri ini bersifat aerob obligat dan oksidase positif
(Fardiaz 1992). Spesies Psedomonas banyak ditemukan dalam air dan tanah
dan sering menyebabkan kebusukan pada makanan (Fardiaz 1983).
Bakteri ini umumnya bersifat mesofil
dengan suhu
optimum 37° C
(P.aeruginosa dan P.fluorcens ) dan tidak tahan terhadap panas (mati pada suhu
lebih dari 43°C). Bakteri ini juga
bersifat
tidak tahan C02
dan keadaan
kering, namun pada aw 0,970 -0,998 dapat tumbuh dengan baik (Fardiaz 1992).
23
Download