BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah perkembangan akuntansi yang berkembang pesat setelah terjadi revolusi industri, menyebabkan pelaporan akuntansi lebih banyak digunakan sebagai alat pertanggungjawaban kepada pemilik modal (kaum kapitalis) sehingga mengakibatkan orientasi perusahaan lebih berpihak kepada pemilik modal. Dengan keberpihakan perusahaan kepada pemilik modal mengakibatkan perusahaan melakukan eksploitasi sumber-sumber alam dan masyarakat (sosial) secara tidak terkendali sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan alam dan pada akhirnya mengganggu kehidupan manusia. Kapitalisme, yang hanya berorientasi pada laba material, telah merusak keseimbangan kehidupan dengan cara menstimulasi pengembangan potensi ekonomi yang dimiliki manusia secara berlebihan yang tidak memberi kontribusi bagi peningkatan kemakmuran mereka tetapi justru menjadikan mereka mengalami penurunan kondisi sosial (Anggraini, 2006). Untuk mengatasi permasalahan itu, banyak perusahaan kini mengembangkan apa yang disebut Corporate Social Responsibility. Corporate Social Responsibility pada umumnya adalah sebuah konsep yang menyatakan bahwa tanggung jawab perusahaan tidak hanya terhadap pemiliknya atau pemegang saham saja tetapi juga terhadap para stakeholder yang terkait dan/atau terkena dampak dari keberadaan perusahaan. Perusahaan yang menjalankan aktivitas CSR akan memperhatikan dampak operasional 1 2 perusahaan terhadap kondisi sosial dan lingkungan dan berupaya agar dampaknya positif. Sehingga dengan adanya konsep CSR diharapkan kerusakan lingkungan yang terjadi di dunia, mulai dari penggundulan hutan, polusi udara dan air, hingga perubahan iklim dapat dikurangi (Anggara, 2010). Tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) merupakan sebuah gagasan yang menjadikan perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial) saja. Tapi tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines yaitu juga memperhatikan masalah sosial dan lingkungan (Daniri, 2008) dalam Badjuri (2011). Daniri (2008) dalam Badjuri (2011) mengungkapkan bahwa korporasi bukan lagi sebagai entitas yang hanya mementingkan dirinya sendiri saja sehingga teralienasi atau mengasingkan diri dari lingkungan masyarakat di tempat mereka bekerja, melainkan sebuah entitas usaha yang wajib melakukan adaptasi kultural dengan lingkungan sosialnya. Sejalan dengan perkembangan tersebut, Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas diterbitkan dan mewajibkan perseroan yang bidang usahanya di bidang atau terkait dengan bidang sumberdaya alam untuk melaksanakan pelaporan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Pelaporan tersebut merupakan pencerminan dari perlunya akuntabilitas perseroan atas pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan, sehingga para stakeholders dapat menilai pelaksanaan kegiatan tersebut. 3 Banyak peristiwa yang ikut menyadarkan pentingnya penerapan tanggung jawab sosial perusahaan khususnya di Indonesia. Kasus PT. Freeport yang ada di Papua yang membuang limbahnya ke pegunungan dan sungaisungai yang mengalir turun ke dataran rendah basah sehingga daerah tersebut tidak cocok untuk kehidupan mahluk hidup ( Nor Hadi, 2011: 4). Selain itu, kasus lumpur Lapindo yang merupakan contoh paling nyata yang dapat menyadarkan bahwa konsep tanggung jawab sosial perusahaan memang sangat penting diterapkan (Nor Hadi, 2011: 11). Dengan pemahaman dan fenomena tersebut, maka pada dasarnya pengungkapan CSR memiliki fungsi atau peran strategis bagi perusahaan, yaitu sebagai bagian dari manajemen risiko khususnya dalam membentuk katup pengaman sosial (social security). Selain itu melalui pengungkapan CSR perusahaan juga dapat membangun reputasinya, seperti meningkatkan citra perusahaan maupun pemegang sahamnya, posisi merek perusahaan, maupun bidang usaha perusahaan. Pentingnya pengungkapan CSR telah membuat banyak peneliti untuk melakukan penelitian dan diskusi mengenai praktik dan motivasi perusahaan untuk melakukan CSR. Beberapa penelitian yang terkait dengan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan telah banyak dilakukan, baik di dalam maupun di luar negeri. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Reverte (2009); Sembiring (2005); Anggraeni (2006); Tjakrawala dan Pangesti (2011); Badjuri (2011); Marzully dan Denis (2012) dan Heni (2013) yang meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan 4 CSR. Beberapa faktor yang menjadi variabel dalam penelitian tersebut adalah size (ukuran) perusahaan, profitabilitas, leverage dan ukuran dewan komisaris. Size (ukuran) perusahaan merupakan variabel penduga yang banyak digunakan untuk menjelaskan variasi pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan. Hal ini dikaitkan dengan teori agensi, dimana perusahaan besar yang memiliki biaya keagenan yang lebih besar akan mengungkapkan informasi yang lebih luas untuk mengurangi biaya keagenan tersebut (Heni, 2013). Di samping itu perusahaan besar akan melakukan pengungkapan yang lebih besar yang merupakan pengurangan biaya politis sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan (Sembiring, 2005). Penelitian yang berhasil menunjukkan hubungan kedua variabel ini antara lain Sembiring (2005), Reverte (2009), Badjuri (2011) dan Marzully dan Denies (2012). Akan tetapi, tidak semua penelitian mendukung hubungan antara ukuran perusahaan dengan tanggung jawab sosial perusahaan. Penelitian yang tidak berhasil menunjukkan hubungan kedua variabel ini adalah Anggraini (2006), Tjakrawala dan Pangesti (2011) dan Heni (2013) Faktor lain yang diduga mempengaruhi pengungkapan CSR adalah profitabilitas. Menurut Anggraini (2006) mengungkapkan bahwa rasio profitabilitas menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Perusahaan yang memiliki kondisi keuangan yang kuat, juga akan mendapatkan tekanan yang lebih dari pihak ekternal perusahaan untuk lebih mengungkapkan pertanggung jawaban sosialnya secara luas, semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan 5 informasi sosialnya (Hackston dan Milne, 1996) dalam Sembiring (2005). Penelitian yang berhasil mendukung hubungan profitabilitas dengan pengungkapan CSR adalah Badjuri (2011). Sedangkan penelitian yang tidak berhasil menemukan hubungan profitabilitas dengan pengungkapan CSR antara lain: Reverte (2009), Sembiring (2005), Anggraeni (2006), Tjakrawala dan Pangesti (2011), Marzully dan Denis (2012), Heni (2013) Leverage memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki perusahaan, sehingga dapat dilihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu utang. Jansen & Meckling (1976) dalam Anggraini (2006) berpendapat bahwa perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi, karena biaya keagenan perusahaan dengan struktur modal seperti itu lebih tinggi. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan keraguan pemegang saham terhadap dipenuhinya hak-hak mereka sebagai kreditur. Pendapat lain mengatakan bahwa semakin tinggi leverage kemungkinan besar perusahaan akan mengalami pelanggaran terhadap kontrak utang, maka manajer akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi dibandingkan laba dimasa depan (Scott, 2000) dalam Anggraini (2006). Perusahaan yang memiliki rasio leverage tinggi akan lebih sedikit mengungkapkan CSR supaya dapat melaporkan laba sekarang yang lebih tinggi (Scott, 2000 dalam Anggraini (2006). Penelitian yang berhasil menemukan hubungan antara leverage dan pengungkapan CSR adalah Marzully dan Denies (2012). Sedangkan penelitian yang tidak berhasil menemukan hubungan antara leverage dan pengungkapan CSR antara lain: 6 Sembiring (2005), Anggraini (2006), Reverte (2009), Tjakrawala dan Pangesti (2011), Badjuri (2012) dan Heni (2013). Faktor lain yang mempengaruhi pengungkapan CSR adalah ukuran dewan komisaris. Coller dan Gregory (1999) dalam Sembiring (2005) menyatakan bahwa semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, maka akan semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan monitoring yang dilakukan akan semakin efektif. Dikaitkan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial, maka tekanan terhadap manajemen juga akan semakin besar untuk mengungkapannya. Penelitian yang berhasil menunjukkan hubungan antara ukuran dewan komisaris dengan pengungkapan CSR antara lain: Sembiring (2005), Marzully dan Denies (2012). Sedangkan penelitian yang tidak berhasil menemukan hubungan antara dewan komisaris dengan pengungkapan CSR adalah Badjuri (2011). Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi pengungkapan CSR menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Pertentangan hasil penelitian tersebut dapat terjadi karena beberapa alasan seperti: perbedaan periode waktu penelitian, interpretasi peneliti terhadap laporan keuangan perusahaan atas variabel yang digunakan maupun perbedaan populasi sampel pengujian yang ditempuh oleh peneliti. Penelitian ini menarik untuk dilakukan karena untuk memverifikasi ulang hasil penelitian terdahulu tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi praktek pengungkapan informasi pertanggung jawaban sosial perusahaan. 7 Penelitian ini akan memfokuskan empat variabel independen yang menjadi faktor pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) diantaranya size (ukuran), profitabilitas, leverage dan ukuran dewan komisaris. Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul MEMPENGARUHI “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENGUNGKAPAN CORPORATE YANG SOCIAL RESPONSIBILITY” (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Aneka Industri Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2012-2014). B. Rumusan Masalah Atas dasar uraian tersebut permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah size (ukuran) perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan CSR pada perusahaan manufaktur sektor aneka industri yang terdaftar di BEI 2012-2014? 2. Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan CSR pada perusahaan manufaktur sektor aneka industri yang terdaftar di BEI 2012-2014? 3. Apakah leverage berpengaruh terhadap pengungkapan CSR pada perusahaan manufaktur sektor aneka industri yang terdaftar di BEI 2012=2014? 8 4. Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan CSR pada perusahaan manufaktur sektor aneka industri yang terdaftar di BEI 2012-2014? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti secara empiris terhadap hal-hal tersebut diatas, antara lain : 1. Untuk menguji pengaruh ukuran (size) perusahaan terhadap pengungkapan CSR pada perusahaan manufaktur sektor aneka industri yang terdaftar di BEI 2012-2014 2. Untuk menguji pengaruh profitabilitas terhadap pengungkapan CSR pada perusahaan manufaktur sektor aneka industri yang terdaftar di BEI 2012-2014 3. Untuk menguji pengaruh leverage terhadap pengungkapan CSR pada perusahaan manufaktur sektor aneka industri yang terdaftar di BEI 2012-2014 4. Untuk menguji pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap pengungkapan CSR pada perusahaan manufaktur sektor aneka industri yang terdaftar di BEI 2012-2014 Selain itu, penelitian ini memberikan manfaat dan kegunaan antara lain : 1. Bagi perusahaan, dapat memberikan sumbangan pemikiran betapa pentingnya kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) yang berkelanjutan yang akan memberikan dampak 9 positif berupa citra atau image perusahaan yang semakin meningkat. 2. Bagi investor, dapat mempertimbangkan hal- hal yang perlu diperhitungkan dalam investasi yang tidak terpaku pada ukuranukuran moneter. 3. Bagi masyarakat, dapat meningkatkan kesadaran masyarakat atas hak- hak yang diperoleh dari perusahaan yang beroperasi di lingkungan sekitar masyarakat tersebut. 4. Bagi pemerintah, tercipta hubungan antara pemerintah dan perusahaan dalam mengatasi berbagai masalah sosial, seperti kemiskinan, rendahnya kualitas pendidikan, minimnya akses kesehatan dan lainnya.