bab ii landasan teori

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Sistem Informasi
2.1.1 Pengertian Sistem Informasi
Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2010:6), sistem informasi
adalah sekumpulan dari komponen yang saling berhubungan dan
berfungsi
untuk
menyediakan
mengumpulkan,
output
berupa
memproses,
informasi
yang
menyimpan,
dibutuhkan
dan
untuk
menyelesaikan tugas – tugas. Adapun menurut Stair, Reynolds (2008:8),
sistem informasi adalah sebuah kumpulan elemen yang saling
berhubungan
dan
komponen-
komponen
yang
bertugas
untuk
mengumpulkan, memenipulasi, menyimpan, menyebarkan data dan
informasi serta menyediakan pembenaran untuk mencapai suatu objektif.
Connolly dan Begg (2009:66), mengatakan sistem informasi adalah
sebuah sistem perangkat lunak yang memungkinkan pengguna untuk
mendefinisikan, membuat, memelihara, dan mengontrol akses ke basis
data.
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa
sistem informasi adalah sekumpulan elemen atau komponen yang saling
berhubungan dan berfungsi mengumpulkan, memanipulasi, memproses,
dan menyebarkan output berupa data maupun informasi untuk mencapai
suatu tujuan yang telah ditetapkan.
9
10
2.1.2 Komponen Sistem Informasi
Menurut Stair dan Reynolds (2010:10), sistem informasi merupakan
kumpulan komponen yang saling berhubungan dalam mengumpulkan,
memanipulasi, dan menghasilkan serta memberikan suatu reaksi
terhadap tujuan dari sistem informasi tersebut. Sehingga dapat
disimpulkan dari pernyataan diatas bahwa komponen sistem informasi
yang terpenting ialah input, process, output, dan feedback.
Adapun menurut Marakas dan O’Brien (2014:28), sistem informasi
bergantung pada sumber daya manusia, hardware, software, data, dan
jaringan untuk menyokong aktifitas input, processing, output, storage
dan control dalam merubah sumber data menjadi informasi.
2.2 Tata Kelola TIK
2.2.1 Pengertian Tata Kelola TIK
Menurut Grembergen dan Haes (2009:1), tata kelola TIK adalah
konsep yang relative baru dalam literature dan semakin mendapatkan
ketertarikan lebih banyak dalam dunia akademik dan praktisi. Tata
kelola TIK merupakan penentuan dan pelaksanaan atau implementasi
dari proses, struktur, dan mekanisme relasional yang memudahkan
pihak bisnis dan TIK dalam melaksanakan tanggung jawab mereka
dalam mendukung keselarasan bisnis dan TIK serta memberikan suatu
nilai TIK tersendiri dari investasi bisnis yang dilakukan. Sedangkan
menurut Weill and Ross (2004:8), IT gorvernance is specifying the
decision right and accountability framework to encourage desirable
behavior in using IT. Dari kalimat tersebut dapat diartikan bahwa tata
11
kelola teknologi informasi merupakan framework yang spesifik dalam
pengambilan keputusan dan akuntabilitas untuk mendukung kebiasaan
perusahaan dalam menggunakan TI. Selain itu menurut Tarigan
(2006:5), tata kelola taknologi informasi diartikan sebagai struktur dari
hubungan dan proses yang mengarahkan dan mengatur organisasi
dalam rangka mencapai tujuannya dengan memberikan nilai tambah
dari pemanfaatan teknologi informasi sambik menyeimbangkan resiko
dibandingkan dengan hasil yang diberikan oleh teknologi informasi dan
prosesnya. Tata kelola TIK menjadi bagian penting dari tata kelola
perusahaan dan perlu diintegrasikan ke dalamnya. Tata kelola
perusahaan adalah sistem dimana perusahaan diarahkan dan dikontrol.
Ketergantungan bisnis terhadap TIK telah menghasilkan fakta bahwa
isu-isu tata kelola perusahaan tidak dapat diselesaikan tanpa
mempertimbangkan sisi TIK. TIK berfungsi sebagai pendorong yang
penting untuk mencapai nilai bisnis melalui investasi di bidang TIK itu
sendiri, hal ini dapat mempengaruhi peluang strategis sebagaimana
yang digariskan oleh perusahaan dan mampu memberikan masukan
penting untuk rencana strategis perusahaan. Dalam mempelajari tata
kelola TIK dibutuhkan pemahaman mengenai perbedaan antara tata
kelola TIK/ IT Governance dengan manajemen TIK/ IT Management.
Perbedaan terletak pada ruang lingkup dan perannya, jika manajemen
TIK berfokus pada penyediaan pasokan internal dari layanan dan
produk TIK secara efektif dan efisien serta pengaturan operasional TIK,
sedangkan cakupan tata kelola TIK jauh lebih luas dan berkonsentrasi
dalam melaksanakan dan mengubah TIK perusahaan untuk memenuhi
12
kebutuhan bisnis baik untuk saat ini maupun di masa depan sebagai
fokus internalnya dan memenuhi kebutuhan kebutuhan pelanggan bisnis
saat ini maupun dimasa depan sebagai fokus eksternalnya.
2.2.2 Prinsip Tata Kelola TIK
Berikut ini adalah prinsip tata kelola TIK perusahaan berdasarkan ISO
/ IEC 38500 (Grembergen dan Haes, 2009:4) :
1. Tanggung jawab
Orang-orang
yang
memiliki
kewenangan
dalam
melakukan permintaan dan pemasokan TIK di dalam
organisasi.
2. Strategi
Penyelarasan strategi bisnis yang memperhitungkan
kemampuan TIK saat ini dan masa depan dengan strategi TIK
sendiri yang harus memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan
sesuai dengan strategi bisnis perusahaan.
3. Akuisisi
Akuisisi TIK dibuat untuk alasan yang sah, atas dasar
analisis yang tepat dan berkelanjutan, dengan pembuatan
keputusan yang jelas dan transparan. Terdapat keseimbangan
antara manfaat, peluang, biaya, dan resiko baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang.
4. Kinerja
TIK sesuai dengan tujuannya untuk mendukung
perusahaan, memiliki fungsi menyediakan layanan, level dari
13
layanan, dan kualitas layanan yang diperlukan untuk memnuhi
kebutuhan bisnis saat ini dan masa depan.
5. Kesesuaian
Setiap kebijakan, aturan, dan praktik-praktik TIK harus
bersifat jelas dan dilaksanakan.
6. Perilaku manusia
Kebijakan, praktik, dan keputusan TIK yang ada menunjukan
rasa hormat terhadap perilaku manusia yang terlibat dalam
proses tersebut.
Tata kelola TIK mengintegrasikan dan mengadopsi praktik-praktik
terbaik mengenai perencanaan, pengorganisasian, pengembangan,
implementasi, penyampaian, dukungan, dan pemantauan serta evaluasi
kinerja TIK untuk memastikan bahwa informasi perusahaan dan
teknologi yang terkait, mendukung tujuan bisnisnya. Tata kelola TIK
memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan penuh dari
informasinya, sehingga memaksimalkan manfaat dan peluang untuk
meningkatkan keunggulan kompetitif yang dimilikinya.
2.3 COBIT 5
Menurut ISACA (2012:15), COBIT 5 merupakan generasi terbaru dari
panduan ISACA yang membahas mengenai tata kelola dan manajemen TIK.
COBIT 5 dirancang berdasarkan pengalaman banyak perusahaan dan
pengguna dari bidang bisnis, komunitas TIK, resiko, asuransi, dan keamanan
selama lebih dari 15 tahun di dalam penggunaan COBIT itu sendiri.
14
COBIT dapat membantu perusahaan dalam menciptakan nilai TIK yang
optimal dengan mewujudkan keseimbangan antara manfaat yang diharapkan
dan mengoptimalkan tingkat resiko serta penggunaan sumber daya. COBIT
framework 5 memiliki lima prinsip didalam pengelolaan dan manajemen TIK
perusahaan, yaitu:
1. Memenuhi kebutuhan stakeholder
2. Menyediakan layanan secara menyeluruh bagi perusahaan
3. Menerapkan kerangka kerja yang terintegrasi
4. Melakukan pendekatan secara menyeluruh
5. Memisahkan antara tata kelola dan manajemen.
Gambar 2.1 Prinsip COBIT 5
Disebutkan bahwa, COBIT framework 5 menyediakan prinsip-prinsip,
praktek-praktek, alat-alat analisis, dan model yang diterima secara global dan
dirancang untuk membantu memaksimalkan kepercayaan pimpinan bisnis dan
TIK, mengenai nilai dari informasi dan aset teknologi perusahaan yang telah
15
ditinjau lebih dari 95 ahli di seluruh dunia dan secara efektif membantu
perusahaan dalam mengatur dan mengelola aset tersebut. (ISACA, 2012:1;
Kessinger).
Keunggulan COBIT framework 5 diungkapkan pula oleh Alastair Walker, et
all (2012:159) yang mengemukakan bahwa mereka telah mengidentifikasi
beberapa tantangan yang dihadapi COBIT maturity model dan menawarkan
model penilaian alternatif. Mereka telah mendemonstrasikan bahwa ternyata
alternatif model penilaian berdasarkan ISO/IEC 15504 yaitu COBIT framework
5 memiliki kriteria penilaian yang lebih akurat, konsisten, dan objektif. Oleh
karena itu mereka menyatakan bahwa model penilaian berdasarkan ISO 15504
lebih superior.
COBIT 5 dikembangkan untuk mengatasi kebutuhan-kebutuhan penting
seperti :
1. Membantu stakeholder dalam menentukan apa yang mereka
harapkan dari informasi dan teknologi terkait mengenai apa
keuntungannya, berapa tingkat resikonya, berapa biayanya,
dan apa yang menjamin mereka bahwa nantinya nilai tambah
yang
diharapkan
benar-benar
tersampaikan.
Hal
ini
dikarenakan stakeholder ingin terlibat lebih banyak dan juga
menginginkan transparansi terkait bagaimana ini akan terjadi
serta hasil yang akan diperoleh nantinya.
2. Membahas
peningkatan
ketergantungan
kesuksesan
perusahaan pada pihak lain seperti outsource, pemasok,
konsultan, klien, cloud, dan penyedia layanan lain serta
16
beragam alat internal dan mekanisme untuk memberikan nilai
tambah yang diharapkan.
3. Mengatasi jumlah informasi yang meningkat secara signifikan
dengan berbagai cara memilih informasi yang relevan dan
kredibel
yang
akan
mengarahkan
perusahaan
kepada
keputusan bisnis yang efektif dan efisien.
4. Pengelolaan TIK yang sudah semakin meresap ke dalam
perusahaan. Hal ini perlu diperhatikan karena TIK perlu
menjadi bagian penting dari proyek bisnis, struktur organisasi,
manajemen resiko, kebijakan, kemampuan, proses, dan
sebagainya. Sehingga TIK dan bisnis harus diintegrasikan
dengan lebih baik.
5. Menyediakan panduan lebih jauh dalam area inovasi dan
teknologi
baru.
Hal
ini
berkaitan
dengan
kreatifitas,
penemuan, pengembangan produk baru, membuat produk saat
ini lebih menarik bagi pelanggan, dan meraih tipe pelanggan
baru. Inovasi juga menyiratkan perampingan pengembangan
produk, produksi dan proses supply chain agar dapat
memberikan produk ke pasar dengan tingkat efisiensi,
kecepatan, dan kualitas yang lebih baik.
6. Mendukung perpaduan bisnis dan TIK secara menyeluruh, dan
mendukung semua aspek yang mengarah pada tata kelola dan
manajemen TIK perusahaan secara efektif, seperti struktur
organisasi, kebijakan, dan budaya.
17
7. Mendapatkan kontrol yang baik berkaitan dengan solusi TIK.
8. Memberikan perusahaan :
•
Nilai tambah melalui penggunaan TIK yang efektif dan
inovatif.
•
Kepuasaan pengguna dengan keterlibatan dan layanan
TIK yang baik.
•
Kesesuaian dengan peraturan, regulasi, persetujuan,
dan kebijakan internal.
•
Peningkatan hubungan antara kebutuhan bisnis dengan
tujuan TIK.
9. Menghubungkan dan jika relevan terhadap penggunaan
framework dan standar lainnya seperti ITIL, TOGAF,
PMBOK, PRINCE2, COSO, dan ISO. Hal ini akan membantu
stakeholder mengerti bagaimana kaitan berbagai framework
dan standar serta bagaimana mereka dapat digunakan secara
bersama-sama.
10. Mengintegrasikan semua framework dan panduan ISACA
dengan fokus pada COBIT, Val IT, dan Risk IT akan tetapi
juga mempertimbangkan BMIS, ITAF, dan TGF, sehingga
COBIT 5 mencakup seluruh perusahaan dan menyediakan
dasar integrasi framework dan standar lain ini menjadi satu
kesatuan.
18
2.3.1 Implementasi COBIT 5
Menurut ISACA (2012:20), tujuh tahap yang terdapat dalam
siklus hidup implementasi COBIT 5 adalah:
a. Tahap 1 – Apa penggeraknya?
Tahap 1 mengidentifikasikan penggerak perubahan dan
menciptakan keinginan untuk berubah di level manajemen
eksekutif, yang kemudian diwujudkan berupa kasus bisnis.
Penggerak perubahan bisa berupa kejadian internal
maupun eksternal, dan kondisi atau isu penting yang
memberikan dorongan untuk berubah. Kejadian, tren,
masalah kinerja, implementasi perangkat lunak, dan
bahkan tujuan dari perusahaan dapat menjadi penggerak
perubahan. Resiko yang terkait dengan implementasi dari
program ini sendiri akan dideskripsikan di dalam kasus
bisnis,
dan
dikelola
sepanjang
siklus
hidupnya.
Menyiapkan, menjaga, dan mengawasi kasus bisnis
sangatlah mendasar dan penting untuk membenarkan,
mendukung, dan kemudian memastikan hasil akhir yang
sukses dari segala inisiatif, termasuk pengembangan GEIT.
Mereka memastikan fokus yang berkelanjutan terhadap
keuntungan dari program dan perwujudannya.
b. Tahap 2 – Dimana kita sekarang?
Tahap 2 membuat agar tujuan TIK dengan strategi dan
resiko perushaaan menjadi selaras, dan memprioritaskan
tujuan perusahaan, tujuan TIK, dan proses TIK yang
19
paling penting. COBIT 5 menyediakan panduan pemetaan
tujuan perusahaan terhadap proses TIK untuk membantu
penyeleksian. Dengan mengetahui tujuan perusahaan dan
TIK, proses penting yang harus mencapai tingkat
kapabilitas tertentu dapat diketahui. Manajemen perlu tahu
kapabilitas yang ada saat ini dan dimana kekurangan yang
ada. Hal ini dapat dicapai dengan cara melakukan
penilaian kapabilitas proses terhadap proses - proses yang
terpilih.
c. Tahap 3 – Dimana kita ingin berada?
Tahap 3 menetapkan target untuk peningkatan, diikuti
oleh
analisis
selisih
untuk
mengidentifikasi
solusi
potensial. Beberapa solusi akan berupa quick wins dan
beberapa berupa tugas jangka panjang yang sulit. Prioritas
harus diberikan kepada proyek yang lebih mudah untuk
dicapai dan lebih mungkin memberikan keuntungan yang
paling besar. Tugas jangka panjang perlu dipecah menjadi
bagian – bagian yang lebih mudah untuk diselesaikan.
d. Tahap 4 – Apa yang harus dilakukan?
Tahap 4 merencanakan solusi praktis yang layak
dijalankan dengan mendefinisikan proyek yang didukung
dengan
kasus
bisnis
yang
dapat
dibenarkan
dan
mengembangkan rencana perubahan untuk implementasi.
Kasus bisnis yang dibentuk dengan baik akan membantu
20
memastikan
bahwa
keuntungan
proyek
dapat
teridentifikasi dan diawasi terus – menerus.
e. Tahap 5 – Bagaimana kita sampai kesana?
Tahap 5 mengubah solusi yang disarankan menjadi
kegiatan rutin dari hari ke hari dan menetapkan
perhitungan
sistem
pemantauan
untuk
memastikan
kesesuaian dengan bisnis tersebut tercapai serta kinerja
dapat diukur. Kesuksesan membutuhkan pendekatan,
kesadaran, komunikasi, pengertian, dan komitmen dari
manajemen tingkat tinggi maupun kepemilikan fari
pemilik proses TIK dan bisnis yang terpengaruh.
f. Tahap 6 – Apakah kita sampai kesana?
Tahap 6 berfokus dalam transisi berkelanjutan dari
pengelolaan
dan
praktik
manajemen
yang
telah
ditingkatkan ke operasi bisnis normal dan pemantauan
pencapaian dari peningkatan menggunakan metrik kinerja
dan keuntungan yang diharapkan.
g. Tahap 7 – Bagaimana kita menjaga momentumnya?
Tahap 7 mengevaluasi kesuksesan dari inisiatif secara
umum, mengidentifikasi kebutuhan tata kelola atau
manajemen lebih jauh, dan meningkatkan kebutuhan akan
peningkatan secara terus – menerus. Tahap ini juga
memprioritaskan
kesempatan
meningkatkan GEIT.
lebih
banyak
untuk
21
2.3.2 COBIT 5 Process Assessment Model
Menurut ISACA
(2011:1), pada
tahun
2010 ISACA
menemukan bahwa 89% dari sekitar 1400 responden survey
menyatakan bahwa mereka memiliki kebutuhan akan penilaian
kapabilitas proses TIK yang tepat dan dapat diandalkan.
Gary Baker, CA, CGEIT, mengatakan bahwa COBIT PAM
yang didasarkan pada COBIT 5 dan ISO/IEC 15504-2:2003
Information Technology - Process Assessment - Part 2 : Performing
an assessment memenuhi kebutuhan tersebut.
Baker mengemukakan bahwa, COBIT PAM menyediakan
dasar bagi penilaian proses TIK perusahaan terhadap COBIT 5 dan
memungkinkan penilaian kapabilitas proses untuk mendukung
peningkatan dari proses – proses tersebut. Penilaian tersebut
berdasarkan bukti untuk memastikan bahwa proses penilaian dapat
diandalkan, konsisten, dan dapat dilakukan rutin di area tata kelola
dan manajemen TIK.
Menurut ISACA (2011:7), COBIT 5 PAM dibuat berdasarkan
COBIT 5 dan International Organization for Standardization (ISO) /
International Electrotechnical Commision (IEC) 15504. Model ini
digunakan sebagai dokumen basis referensi untuk menilai performa
kapabilitas TIK organisasi serta:
1. Mendefinisikan kebutuhan – kebutuhan minimum
untuk
melakukan
dibutuhkan)
penilaian
(input-input
yang
22
2. Mendefinisikan proses kapabilitas dalam 2 dimensi
yaitu proses dan kapabilitas
3. Menggunakan indikator proses kapabilitas dan proses
performa untuk menentukan apakah atribut dari setiap
proses telah terpenuhi
4. Mengukur performa proses berdasarkan sebuah urutan
praktik dasar dan aktifitas – aktifitas untuk memenuhi
suatu hasil pekerjaan
Mengukur proses kapabilitas melalui pencapaian atribut
berdasarkan bukti spesifik (level 1) dan generic (level yang lebih
tinggi) practices dan work products.
2.3.3 Indikator Kapabilitas Proses
Menurut ISACA (2011:51), indikator kapabilitas proses adalah
kemampuan proses dalam meraih tingkat kapabilitas yang ditentukan
oleh atribut proses. Bukti atas indikator kapabilitas proses akan
mendukung penilaian atas pencapaian atribut proses.
Dimensi kapabilitas dalam model penilaian proses mencakup
enam tingkat kapabilitas. Didalam enam tingkat tersebut terdapat
Sembilan atribut proses. Tingkat 0 tidak memiliki indikator apapun,
karena tingkat 0 menyatakan proses yang belum diimplementasikan
atau proses yang gagal untuk mencapai hasil akhirnya.
Kegiatan penilaian yang dilakukan membedakan antara
penilaian untuk level 1 dengan level yang lebih tinggi. Hal ini
23
dilakukan karena level 1 menentukan apakah suatu proses dapat
mencapai tujuannya, dan sangat penting untuk dicapai, karena
menjadi pondasi dalam meraih level yang lebih tinggi.
Menurut ISACA (2012:45), dalam penilaian ditiap levelnya,
hasil yang diperoleh akan diklasifikasikan dalam 4 kategori sebagai
berikut :
1) N (Not achieved/tidak tercapai)
Dalam kategori ini tidak ada atau hanya sedikit bukti
pencapaian atribut proses tersebut. Range nilai yang
diraih pada kategori ini berkisar 0 – 15%.
2) P (Partially achieved/tercapai sebagian)
Dalam kategori ini terdapat beberapa bukti mengenai
pendekatan, dan beberapa pencapaian atribut atas
proses tersebut. Range nilai yang diraih pada kategori
ini berkisar 15 – 50%.
3) L (Largely achieved/secara garis besar tercapai)
Dalam kategori ini terdapat bukti atas pendekatan
sistematis, dan pencapaian signifikan atas proses
tersebut, meski mungkin masih ada kelemahan yang
tidak signifikan. Range nilai yang diraih pada kategori
ini berkisar 50 – 85%.
4) F (Fully achieved/tercapai penuh)
Dalam kategori ini terdapat bukti atas pendekatan
sistematis dan lengkap, dan pencapaian penuh atas
24
atribut proses tersebut. Tidak ada kelemahan terkait
atribut proses tersebut. Range nilai yang diraih pada
kategori ini berkisar 85 – 100%.
Menurut ISACA (2011:51 - 58), untuk penilaian capability
level terbagi menjadi level – level sebagai berikut :
1. Level 1 – Performed Process
Pada level ini menentukan apakah suatu proses
mencapai tujuannya. Ketentuan atribut proses pada level 1
adalah sebagai berikut :
PA 1.1 Process Performance
Pengukuran mengenai seberapa jauh tujuan dari suatu
proses berhasil diraih. Pencapaian penuh atas atribut ini
mengakibatkan proses tersebut meraih tujuan yang sudah
ditentukan.
2. Level 2 – Managed Process
Pada level ini proses diimplementasikan dalam suatu
cara
pengelolaan
(direncanakan,
dimonitor,
dan
disesuaikan) dan hasil pekerjaan tersebut ditetapkan
dengan tepat, dikendalikan dan dipelihara.
a. PA 2.1 Performance Management
Mengukur sampai mana performa proses dikelola.
b. PA 2.2 Work Product Management
Mengukur sejauh mana hasil kerja yang dihasilkan
oleh proses dikelola. Hasil kerja yang dimaksud dalam
hal ini adalah hasil dari proses
25
3. Level 3 – Established Process
Pada level ini proses diiimplementasi melalui suatu
proses yang telah didefinisikan dan mampu untuk
mencapai hasil dari proses tersebut, yang telah disepakati
bersama.
a. PA 3.1 Process Definition
Mengukur sejauh mana proses standar dikelola untuk
mendukung
pengerjaan
dari
proses
yang
telah
didefinisikan.
b. PA 3.2 Process Deployment
Mengukur sejauh mana proses standar secara efektif
telah dijalankan seperti proses yang telah didefinisikan
untuk mencapai hasil dari proses.
4. Level 4 – Predictable Process
Pada level ini proses beroperasi didalam batasan agar
mampu meraih hasil dari proses tersebut.
a. PA 4.1 Process Measurement
Pengukuran mengenai seberapa jauh hasil pengukuran
digunakan untuk memastikan bahwa performa proses
mendukung
pencapaian
tujuan
proses
dalam
mendukung tujuan perusahaan. Pengukuran dapat
berupa pengukuran proses ataupun pengukuran produk
bahkan kedua – duanya.
26
b. PA 4.2 Process Control
Pengukuran tentang seberapa jauh suatu proses secara
kuantitatif dapat menghasilkan proses yang stabil,
mampu, dan dapat diprediksi dalam batasan yang telah
ditentukan.
5. Level 5 – Optimising Process
Pada level ini proses ditingkatkan secara berkelanjutan
untuk mewujudkan arah yang relevan dan target bisnis
yang terproyeksi.
a. PA 5.1 Process Inovation
Mengukur sebuah perubahan proses yang telah
diidentifikasi dari analisis penyebab umum dari adanya
variasi
didalam
pendekatan
performa
inovatif
untuk
dan
dari
investigasi
mendefinisikan
dan
melaksanakan proses.
b. PA 5.2 Process Optimisation
Mengukur peubahan didalam definisi, manajemen, dan
performa proses agar memiliki hasil yang berdampak
secara efektif untuk mencapai tujuan dari proses
peningkatan.
27
2.3.4 Pemetaan Enterprise dan IT Goals COBIT 5
Berikut ini adalah gambar 2.2 pemetaan Enterprise Goals
terhadap proses COBIT 5.
Gambar 2.2 Pemetaan Enterprise Goals COBIT
28
Berikut ini adalah gambar 2.3 pemetaan IT Goals terhadap
Enterprise Goals pada COBIT 5.
Gambar 2.3 Pemetaan Hubungan Enterprise and IT Goals COBIT 5
P = Primary
S = Secondary
Dari gambar tersebut dapat terlihat 17 kriteria enterprise goals COBIT yang
akan diselaraskan dengan IT goals serta hubungan primary maupun secondary antara
setiap proses COBIT yang ada dengan panduan IT goals secara umum.
29
Berikut ini adalah gambar 2.4 pemetaan IT Goals terhadap proses COBIT 5.
30
Gambar 2.4 Pemetaan IT Processes COBIT
P = Primary
S = Secondary
Dari gambar tersebut dapat terlihat 37 proses COBIT serta
hubungan primary maupun secondary antara setiap proses COBIT
yang ada dengan panduan IT goals secara umum.
31
2.3.5 COBIT 5 Process Reference Model
Gambar 2.5 Model Proses COBIT 5
Gambar diatas merupakan beberapa komponen contol objectives
dalam melakukan penilaian yang terdapat pada COBIT 5, dapat dilihat
dengan jelas bahwa setiap poin kriteria penilaian tersebut memiliki
domainnya masing – masing dan terbagi menjadi dua kriteria yaitu sisi
governance dan sisi manajemen dalam menentukan penilaian yang akan
dilakukan. Pada saat melakukan pemilihan control objectives untuk
melakukan penilaian, hal ini didasari dari hasil pengumpulan data awal
sehingga kita dapat menentukan hal kritis pada perusahaan apa saja yang
harus dinilai.
32
2.3.6 Perbandingan COBIT 5 dengan Framework lain
ISACA (2012), COBIT 5 merupakan gabungan dari COBIT 4.1, Val
IT dan Risk IT dalam 1 kerangka kerja, dan telah diperbaharui untuk
diselaraskan dengan best practice yang terkini, seperti ITIL V3 2011,
TOGAF, ISO/IEC 20000, dll. Berikut ialah gambar 2.6 pemetaan beberapa
framework penilaian standarisasi TIK terhadap COBIT 5.
Gambar 2.6 Pemetaan Framework Lain Terhadap COBIT 5
33
2.3.7 Proses COBIT 5 yang Menjadi Titik Evaluasi
Berikut ini merupakan daftar proses COBIT 5 yang dilakukan
evaluasi beserta penjelasan mengenai masing – masing prosesnya :
1. Proses EDM02 – Ensure Benefits Delivery
Menurut ISACA (2012:38), deskripsi dari proses EDM02
adalah memastikan penyampaian keuntungan – keuntungan dari nilai
TIK
yang
dimiliki
perusahaan
dapat
diterima,
dimengerti,
dikomunikasikan, serta dilakukan kegiatan pengidentifikasian.
Tujuan dari proses ini adalah untuk memastikan bahwa
penyampaian keuntungan dari penggunaan aspek – aspek TIK
terhadap
perusahaan
dapat
berjalan
lancar,
serta
tetap
mengidentifikasi dan mengelola segala kemungkinan yang dapat
menyebabkan penyampaian keuntungan tersebut bermasalah.
2. Proses APO01 – Manage The IT Management Framework
Menurut ISACA (2012:51), deskripsi dari proses APO01
adalah mengklarifikasi dan menjaga pengelolaan atas visi dan msi
divisi IT, serta mengimplementasi dan menjaga mekanisme dan
otoritas untuk mengelola informasi dan penggunaan TIK dalam
perusahaan untuk mendukung tujuan pengelolaan, sejalan dengan
setiap prinsip dan kebijakan.
Tujuan dari proses ini adalah menyediakan pendekatan
pengelolaan
yang
konsisten
untuk
memungkinkan
kebutuhan
pengelolaan perusahaan terpenuhi, termasuk proses manajemen,
struktur organisasi, peran dan tanggung jawab, serta aktifitas yang
dapat diandalkan dan diandalkan.
34
3. Proses APO02 – Manage Strategy
Menurut ISACA (2012:57), deskripsi dari proses APO02
adalah mengklarifikasi dan menjaga pengelolaan strategi divisi IT,
serta mengimplementasi dan menjaga mekanisme dan otoritas dari
strategi TIK dengan strategi perusahaan yang telah ditetapkan.
4. Proses APO04 - Manage Innovation
Menurut ISACA (2012:69), deskripsi dari proses APO04
adalah menjaga kesadaran akan tren mengenai TIK, kesempatan
inovasi, dan merencanakan bagaimana caranya untuk mendapatkan
keuntungan dari inovasi dalam kaitannya dengan kebutuhan bisnis.
Inovasi TIK ini dapat berupa pengadaan teknologi baru maupun
perbaikan teknologi yang ada dan dapat mempengaruhi perencanaan
strategis ataupun keputusan arsitektural perusahaan.
Tujuan dari proses tersebut adalah mencapai
keunggulan
kompetitif, inovasi bisnis, dan peningkatan efektifitas dan efisiensi
operasional dengan mengeksploitasi perkembangan TIK.
5. Proses APO05 – Manage Portfolio
Menurut ISACA (2012:73), deskripsi dari proses APO05
adalah mengeksekusi arahan strategis untuk investasi sejalan dengan
visi arsitektur perusahaan dan karakteristik yang diinginkan atas
investasi
tersebut
dan
portfolio
layanan
terkait,
dan
mempertimbangkan kategori – kategori inestasi berbeda dan sumber
daya serta berbagai tantangan pendanaan, berdasarkan kesesuaiannya
dengan tujuan strategis, dan resiko bagi perusahaan. Memindahkan
program yang terpilih kedalam portfolio layanan aktif untuk eksekusi.
35
Mengawasi performa dari semua layanan dan program, mengajukan
penyesuaian apabila dibutuhkan sebagai respon dari performa layanan
dan program atau perubahan dalam prioritas perusahaan.
Tujuan dari proses tersebut adalah mengoptimalkan performa
dari portfolio program – program dalam respon terhadap perubahan
dalam prioritas dan permintaan perusahaan.
6. Proses APO06 – Manage Budget and Costs
Menurut ISACA (2012:79), deskripsi dari proses APO06
adalah mengelola kegiatan TIK yang berhubungan dengan keuangan
baik dalam fungsi bisnis dan fungsi TIK yang meliputi anggaran,
manajemen biaya dan manfaat, serta prioritas dalam penggunaan
praktek anggaran formal dan sistem pengalokasian biaya perusahaan
secara adil dan merata. Konsultasi dengan stakeholder untuk
mengidentifikasi dan mengontrol biaya dan manfaat dalam konteks
rencana strategis dan taktis TIK, lalu mulai tindakan korektif jika
diperlukan.
Tujuan dari proses tersebut adalah mengembangkan kemitraan
antara stakeholder perusahaan dengan stakeholder TIK untuk
memungkinkan penggunaan sumber daya TIK yang efektif, efisien,
transparan serta akuntabilitas nilai biaya dan nilai bisnis untuk solusi
dan layanan. Memungkinkan perusahaan untuk membuat keputusan
mengenai solusi dan layanan penggunaan TIK.
7. Proses APO07 – Manage Human Resource
Menurut ISACA (2012:83), deskripsi dari proses APO07
adalah menyediakan pendekatan terstruktur untuk memastikan
36
penataan, penempatan, keputusan, dan keterampilan sumber daya
manusia yang optimal. Hal ini termasuk mengkomunikasikan peran
dan tanggung jawab, rencana pembelajaran dan pengembangan, serta
ekspetasi kinerja yang didukung oleh para staf kompeten dan
termotivasi.
Tujuan dari proses ini adalah mengoptimalkan kemampuan
sumber daya manusia untuk memenuhi tujuan perusahaan.
8. Proses APO08 – Manage Relationship
Menurut ISACA (2012:89), deskripsi dari proses APO08
adalah mengelola hubungan antara bisnis dan TIK dengan cara yang
formal dan transparan untuk memastikan fokus pada pencapaian
tujuan bersama yaitu tujuan kesuksesan perusahaan yang mendukung
tujuan strategis dan sesuai dengan kendalan anggaran dan toleransi
resiko. Basis hubungan dasar yaitu kepercayaan, menggunakan istilah
terbuka dan mudah dimengerti, bahasa umum, dan rasa kepemilikan
dan akuntabilitas untuk keputusan penting.
Tujuan dari proses tersebut adalah membuat hasil yang lebih
baik, meningkatkan kepercayaan diri, kepercayaan akan TIK, dan
penggunaan sumber daya secara efektif.
9. Proses APO09 – Manage Service Agreements
Menurut ISACA (2012:93), deskriupsi dari proses APO09
adalah menyelaraskan tingkat layanan berbasis TIK dengan kebutuhan
dan harapan perusahaan, termasuk identifikasi, spesifikasi, desain,
penyebaran, persetujuan, dan pemantauan layanan TIK, tingkat
layanan, dan indikator kinerja.
37
Tujuan dari proses ini adalah memastikan bahwa layanan TIK
dan tingkat layanan memenuhi kebutuhan perusahaan saat ini dan
masa mendatang.
10. Proses APO13 – Manage Security
Menurut ISACA (2012:113), deskrispsi dari proses APO13
adalah mendefinisikan, mengoperasikan, dan mengawasi, sistem
untuk manajemen keamanan informasi.
Tujuan dari proses tersebut adalah menjaga agar dampak dan
kejadian dari insiden keamanan informasi masih berada pada level
resiko yang dapat diterima perusahaan.
11. Proses BAI02 – Manage Requirement Definition
Menurut ISACA (2012:129), deskripsi dari BAI02 adalah
mengidentifikasi solusi dan menganalisa persyaratan sebelum akuisisi
atau pembuatan untuk memastikan bahwa semuanya sesuai dengan
persyaratan strategis perusahaan yang meliputi proses bisnis, aplikasi,
informasi/data, infrastruktur, dan layanan. Berkoordinasi dengan
stakeholder yang terkait untuk meninjau pilihan – pilihan yang layak
termasuk biaya dan manfaat, analisi resiko, dan persetujuan
persyaratan serta solusi yang diusulkan.
Tujuan dari proses tersebut adalah menciptakan solusi optimal
yang memenuhi kebutuhan perusahaan dan dapat meminimalkan
resiko.
12. Proses BAI04 – Manage Availability and Capacity
Menurut ISACA (2012:141), deskripsi dari proses BAI04
adalah menyeimbangkan kebutuhan saat ini dan masa mendatang baik
38
dalam segi ketersediaan, kinerja, dan kapasitas dengan biaya efektif.
Termasuk penilaian kemampuan saat ini, peramalan kebutuhan masa
mendatang berdasarkan kebutuhan bisnis, analisis dampak bisnis, dan
penilaian resiko untuk merencanakan dan melaksanakan tindakan
dalam memenuhi persyaratan yang teridentifikasi.
Tujuan dari proses ini adalah menjaga ketersediaan layanan,
manajemen sumber daya yang efisien, dan mengoptimalkan kinerja
sistem melalui prediksi kinerja masa depan dan kebutuhan kapasitas.
13. Proses BAI05 – Manage Organizational Change Enablement
Menurut ISACA (2012:145), deskripsi dari proses BAI05
adalah memaksimalkan keberhasilan dalam mengimplementasikan
perubahan organisasi yang berkelanjutan dengan cepat dan dengan
penurunan resiko, meliputi perubahan siklus hidup secara lengkap dan
semua stakeholder yang terkait dalam bisnis dan TIK.
Tujuan dari proses tersebut adalah menyiapkan dan melakukan
komitmen
dengan
stakeholder
untuk
perubahan
bisnis
dan
mengurangi resiko kegagalan.
14. Proses BAI07 – Manage Change Acceptance and Transitioning
Menurut ISACA (2012:153), deskripsi dari proses BAI07
adalah menerima secara formal dan mengoperasionalkan solusi baru,
termauk implementasi dan perencanaan, konversi sistem dan data,
UAT, komunikasi, persiapan pelepasan, memasukkan proses bisnis
baru atau proses bisnis yang berubah dan layanan TIK ke lingkungan
produksi, dukungan masa – masa awal, dan tinjauan setelah
implementasi.
39
Tujuan dari proses ini adalah mengimplementasikan solusi
dengan aman dan sejalan dengan ekspetasi dan hasil yang sudah
disetujui.
15. Proses BAI08 – Manage Knowledge
Menurut ISACA (2012:159), deskripsi dari proses BAI08
adalah mempertahankan ketersediaan pengetahuan relevan yang saat
ini sudah divalidasi dan dapat dipercaya untuk mendukung seluruh
aktifitas proses dan memfasilitasikan pembuatan keputusan.
Tujuan dari proses ini adalah menyediakan pengetahuan yang
dibutuhkan
untuk
mendukung
seluruh
staf
dalam
aktifitas
pekerjaannya dan meningkatkan produktifitas kinerjanya.
16. Proses BAI10 – Manage Configuration
Menurut ISACA (2012:167), deskripsi dari proses BAI10
adalah mendefinisikan dan mempertahankan hubungan antara kunci
sumber daya dan kemampuan yang dibutuhkan untuk penyampaian
layanan TIK, meliputi pengumpulan informasi mengenai konfigurasi,
menetapkan baseline, memverikasi dan mengaudit informasi, serta
memperbaharui repositori konfigurasi.
Tujuan dari proses tersebut adalah menyediakan informasi
yang cukup tentang aset layanan untuk memungkinkan layanan secara
efektif dikelola, menilai dampak perubahan dan berurusan dengan
insiden layanan.
17. Proses DSS03 – Manage Problems
Menurut ISACA (2012:181), deskripsi dari proses DSS03
adalah mengidentifikasi dan mengklarifikasi masalah, sebab, dan
40
resolusi dengan jangka waktu untuk mencegah terulangnya insiden
dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan.
Tujuan dari proses ini adalah meningkatkan ketersediaan,
memperbaiki level layanan, mengurangi biaya, dan meningkatkan
kenyamanan pelanggan, serta kepuasan dengan mengurangi jumlah
masalah operasional.
18. Proses DSS04 – Manage Continuity
Menurut ISACA (2012:185), deskripsi dari proses DSS04
adalah menetapkan dan menjaga rencana untuk memungkinkan bisnis
dan TIK merespon insiden dan gangguan dalam upaya melanjutkan
operasi proses bisnis yang penting dan layanan TIK yang dibutuhkan
serta menjaga ketersediaan informasi di tingkat yang bisa diterima
perusahaan.
Tujuan dari proses ini adalah melanjutkan operasi bisnis yang
penting dan menjaga ketersediaan informasi di tingkat yang dapat
diterima perusahaan ketika terjadi gangguan yang signifikan.
41
2.3.8 Penelitian Terdahulu
Banyak penelitian-penelitian yang dilakukan untuk mengaudit sistem
informasi yang digunakan oleh suatu perusahaan. Beberapa penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya menghasilkan berbagai indikasi yang berbeda,
misalnya penelitian yang pernah dilakukan Oleh Stefanus Ariyanto (2007)
dengan judul “Audit Sistem Informasi Pada PT Pelangi Haurgeulis
Resources”. Hasil dari penelitiannya menunjukkan bahwa PT Pelangi
Hargeulis Resources masih memiliki banyak kelemahan dalam pengelolaan
TIK-nya, kesadaran dan keinginan manajemen untuk memiliki kinerja TIK
yang baik memang telah ada, namun tenggelam dalam rutinitas yang
menjadikan TIK hanya sebagai alat bantu dalam menyelesaikan tugas-tugas
administrasi rutin saja. Manajemen juga tidak terlalu menyadari risiko dari
aplikasi dan data-data perusahaan yang dikelola apa adanya.
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Dwi Kesuma Wardhani
(2012) dengan judul “Evaluasi IT Governance Berdasarkan CobIT
framework 4.1 (Studi Kasus PT Timah (Persero) Tbk).” Hasil dari
penelitiannya adalah sebagian besar penerapan proses dari CobIT framework
4.1 di PT Timah (Persero) Tbk berada pada level rata-rata 3,7. Pada level
kematangan ini, secara kesuluruhan proses TIK di PT Timah (Persero) Tbk
berada pada skala rata-rata 3, yaitu Defined yang berarti bahwa seluruh
proses telah didokumentasikan dan telah dikomunikasikan, serta dilaksanakan
dengan pengembangan sistem komputerisasi yang baik, namun proses
evaluasi belum dilakukan secara menyeluruh, sehingga masih ada
kemungkinan dapat terjadinya penyimpangan. Kemudian penelitian yang
dilakukan oleh Lina Wijaya (2012), dengan judul penelitian “Audit Sistem
42
Informasi Pada PT Duta Semesta Raya (DSR Insurance Broker)” dengan
hasil penelitian bahwa sistem informasi yang diterapkan perusahaan sudah
berjalan dengan baik, tetapi perlu dilakukannya perbaikan-perbaikan guna
meningkatkan pertumbuhan di masa yang akan datang. Secara umum,
pemisahan tugas dan tanggungjawab setiap karyawan sudah memadai, tetapi
sangat diperlukannya koneksi yang kuat, proses pemantauan, dan pengecekan
atas pengendalian antar departemen. Internal meeting pun sangat dianjurkan
dilakukan setiap dua minggu sekali guna pembahasan aktivitas yang
berkesinambungan.
Download