solusi numerik harga opsi dengan model volatilitas

advertisement
SOLUSI NUMERIK HARGA OPSI DENGAN
MODEL VOLATILITAS STOKASTIK
ANDI MARIANI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Solusi numerik harga opsi
dengan model volatilitas stokastik” adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2015
Andi Mariani
G551120181
RINGKASAN
ANDI MARIANI. Solusi numerik harga opsi dengan model volatilitas stokastik.
Dibimbing oleh ENDAR H NUGRAHANI dan DONNY C LESMANA.
Dalam penentuan harga opsi dengan model Black-Scholes Standar, volatilitas
diasumsikan diketahui dan konstan. Asumsi ini mendapatkan banyak bantahan
karena tidak sesuai dengan apa yang terjadi pada pasar sebenarnya, di mana
volatilitas memiliki kecenderungan turun dan pada suatu saat akan naik lagi. Karena
itu dikembangkan model untuk memperbaiki hal tersebut. Salah satu model yang
dikembangkan adalah model volatilitas stokastik yang mengasumsikan bahwa
proses volatilitas akan berfluktuasi dalam batasan volatilitas minimum dan
volatilitas maksimum. Model volatilitas stokastik memiliki bentuk berupa
persamaan diferensial taklinear yang tidak memiliki solusi analitik sehingga
diperlukan suatu metode numerik untuk menentukan solusi harga opsi. Metode
numerik yang digunakan adalah metode beda hingga upwind. Tujuan penelitian ini
adalah untuk menganalisis perilaku dan kecepatan kekonvergenan metode beda
hingga upwind dalam terapannya pada penyelesaian model harga opsi dengan
volatilitas stokastik.
Skema diskretisasi upwind digunakan untuk diskretisasi ruang (harga saham)
dan metode implisit untuk diskretisasi waktu pada persamaan diferensial parsial
taklinear dari model volatilitas stokastik. Skema diskretisasi upwind menghasilkan
matriks sistem yang disebut matriks-M. Skema diskretisasi upwind terbukti
monoton, konsisten dan stabil untuk penyelesaian harga opsi dengan model
volatilitas stokastik.
Pada simulasi numerik, orde kekonvergenan diperoleh dengan menggunakan
metode iteratif. Penyelesaian numerik persamaan taklinear diperoleh dengan
memilih serangkaian mesh yang dibangkitkan dengan membagi-dua parameter
mesh pada iterasi sebelumnya. Hasil simulasi numerik perhitungan harga opsi
dengan model volatilitas stokastik menunjukkan bahwa metode beda hingga
upwind stabil untuk kasus terbaik (ketika tambahan nilai opsi yang diperoleh adalah
yang maksimum) dan kasus terburuk (ketika tambahan nilai opsi yang diperoleh
adalah yang minimum) pada. Orde kekonvergenan posisi sebagai pembeli opsi
(long position)yang diperoleh adalah sekitar 1.6 untuk kasus terburuk dan 1.7 untuk
kasus terbaik.
Kata kunci : model volatiltas stokastik, harga opsi, metode beda hingga upwind,
orde kekonvergenan, persamaan diferensial parsial taklinear
SUMMARY
ANDI MARIANI. Numerical solution of option pricing with stochastic volatility
model. Supervised by ENDAR H NUGRAHANI and DONNY C LESMANA.
In the standard Black-Scholes model of option pricing, the volatility is
assumed to be known and constant. This assumption is not confirmed with the
market data, where the volatility has a tendency to go down and will go up again at
some point, therefore several models for volatility movement have been proposed
in the option pricing research. One of them is stochastic volatility model which
assumes that the volatility will fluctuate within the range of minimum and
maximum volatility. This model has the form of a nonlinear differential equations
and does not have analytical solutions, hence we need to apply numerical method
to determine the option prices. The numerical method that we used in this paper is
based on upwind finite difference method. The purpose of this study is to analyze
the behavior of the solution and the order of convergence from the upwind finite
difference method on the option pricing with stochastic volatility model.
The upwind finite difference scheme is used for the spatial discretisation
(stock prices) and implicit methods is used time-stepping scheme for nonlinear
partial differential equations of stochastic volatility model. This scheme results in
a matrix system in the form of an M-matrix. It is proved that the method is
monotone, consistent and stable.
In the numerical simulations, the order of convergence is obtained by using
iterative method with selecting a set of mesh which was generated by dividing the
mesh from the previous iteration by half. Numerical simulation results show that
the upwind finite difference method was stable for the best case (when the
additional option value which is obtained is the maximum) and worst case (when
the additional option value which is obtained is the minimum) of the option pricing
with stochastic volatility model. The order of convergence of this scheme is about
1.6 for the worst case and about 1.7 for the best case with the position as an option
buyer (long position).
Keywords : stochastic volatility model, option pricing, upwind finite difference
method, order of convergence, nonlinear partial differential equation
equation
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
SOLUSI NUMERIK HARGA OPSI DENGAN
MODEL VOLATILITAS STOKASTIK
ANDI MARIANI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Matematika Terapan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. I Gusti Putu Purnaba, DEA
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
ridho-Nya, kesempatan, dan kesehatan yang dikaruniakan-Nya sehingga karya
ilmiah yang berjudul “Solusi numerik harga opsi dengan model volatilitas
stokastik” ini dapat diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Endar H Nugrahani, MS dan
Bapak Dr Donny C Lesmana, MFinMath selaku pembimbing, atas kesediaan dan
kesabaran untuk membimbing dan membagi ilmunya kepada penulis dalam
penyusunan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan sebesarbesarnya kepada seluruh Dosen Departemen Matematika Terapan IPB yang telah
mengasuh dan mendidik penulis selama di bangku kuliah hingga berhasil
menyelesaikan studi, serta seluruh staf Departemen Matematika IPB atas bantuan,
pelayanan, dan kerjasamanya selama ini.
Ucapan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang tak terhingga juga
penulis ucapkan kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta Andi Datu dan Daeng
Niasi yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang
demi keberhasilan penulis selama menjalani proses pendidikan, juga kakak dan adik
penulis tersayang Andi Srikandi Riski, ST dan Andi Arwan, SKom serta keluarga
besar penulis atas doa dan semangatnya.
Terakhir tak lupa penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh
mahasiswa Pascasarjana Program Studi Matematika Terapan dan Rumana Sulsel
IPB atas segala bantuan dan kebersamaannya selama menghadapi masa-masa
terindah maupun tersulit dalam menuntut ilmu, serta semua pihak yang telah
banyak membantu dan tak sempat penulis sebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.
Bogor, April 2015
Andi Mariani
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
1
1
1
2
2
2
2
2
4
5
6
6
7
8
9
9
9
10
12
17
19
25
25
27
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Opsi
Aset yang Mendasari (Underlying Asset)
Jenis Opsi
Nilai Opsi
Persamaan Black-Scholes
Proses Harga Saham
Persamaan Black-Scholes Standar
Model Volatilitas Stokastik
Metode Numerik Untuk Harga Opsi
3 METODE PENELITIAN
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Syarat Awal dan Syarat Batas
Diskretisasi
Kekonvergenan dari Skema Numerik
Solusi dari Sistem Taklinear
Simulasi Numerik
5 SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
Hasil perhitungan error dan ratio untuk opsi Call
Hasil perhitungan error dan ratio untuk opsi Put
Hasil perhitungan error dan ratio untuk opsi Butterfly
Hasil perhitungan error dan ratio untuk opsi Cash or Nothing
20
22
23
25
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
Payoff untuk opsi call dengan K = 40 pada t = T
Payoff untuk opsi put dengan K = 40 pada t = T
Payoff untuk opsi butterfly dengan ๐พ1 = 20, ๐พ2 = 40, ๐พ3 = 60 pada t = T
Payoff untuk opsi cash or nothing dengan K = 40 dan B = 1 pada t = T
Harga opsi Call Eropa untuk posisi sebagai pembeli opsi dengan
(a) kasus terbaik dan (b) kasus terburuk
6 Harga opsi Call untuk kasus terbaik dan kasus terburuk pada waktu t = 0
7 Harga opsi Put Eropa untuk posisi sebagai pembeli opsi dengan
(a) kasus terbaik dan (b) kasus terburuk
8 Harga opsi Put untuk kasus terbaik dan kasus terburuk pada waktu t = 0
9 Harga opsi Butterfly Eropa untuk posisi sebagai pembeli opsi dengan
(a) kasus terbaik dan (b) kasus terburuk
10 Harga opsi Butterfly untuk kasus terbaik dan kasus terburuk pada waktu
t=0
11 Harga opsi Cash or Nothing Eropa untuk posisi sebagai pembeli opsi
dengan (a) kasus terbaik dan (b) kasus terburuk
12 Harga opsi Cash or Nothing untuk) kasus terbaik dan kasus terburuk
pada waktu t = 0
3
3
3
3
19
20
21
21
22
23
24
24
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu aplikasi matematika di bidang keuangan adalah pada masalah
investasi. Meningkatnya aktivitas dunia investasi ditunjukkan oleh banyaknya
alternatif-alternatif produk investasi. Produk investasi yang akan dibahas dalam
penelitian ini adalah opsi. Opsi merupakan suatu bentuk perjanjian berupa kontrak
yang memberikan hak kepada pemegang opsi untuk membeli atau menjual aset
tertentu dengan harga tertentu dan pada jangka waktu tertentu.
Teori penentuan nilai opsi telah dikembangkan sejak tahun 1973 oleh Fisher
Black dan Myron Scholes yang berhasil merumuskan masalah penentuan nilai opsi
Eropa ke dalam bentuk persamaan diferensial parsial Black Scholes (Black &
Scholes 1973). Dalam formula Black-Scholes ada beberapa asumsi yang
digunakan, salah satunya adalah volatilitas (variansi harga) bersifat konstan (tetap)
selama usia opsi. Asumsi ini mendapatkan banyak bantahan karena tidak sesuai
dengan apa yang terjadi pada pasar sebenarnya (pasar saham), di mana nilai
volatilitas memiliki kecenderungan untuk turun dan pada suatu saat akan naik lagi,
sehingga menyerupai bentuk smile dan disebut dengan volatility smile (Dupire
1994).
Beberapa model yang diusulkan oleh beberapa peneliti untuk memodelkan
perilaku volatilitas antara lain model dari Anderson dan Brotherton-Ratcliffe 1998
(Anderson & Brotherton-Ratcliffe 1998), model yang mengasumsikan bahwa
volatilitas mengikuti proses acak (Heston 1993), dan model volatilitas stokastik
(Hull & White. 1987; Lyons 1995; Avellaneda et al. 1995). Model volatilitas
stokastik ini mengasumsikan bahwa proses volatilitas akan berfluktuasi dalam
batasan volatilitas minimum dan volatilitas maksimum. Model ini memfokuskan
pada penentuan harga ekstrem, atau pada batas atas dan batas bawah dari harga
opsi, yang bersesuaian dengan skenario kasus terbaik dan kasus terburuk dengan
posisi sebagai penjual maupun posisi pembeli opsi. Model ini berbentuk persamaan
diferensial parsial taklinear yang tidak memiliki solusi analitik, sehingga diperlukan
suatu metode numerik untuk menentukan solusi harga opsi.
Beberapa pendekatan secara numerik dapat dilakukan untuk menentukan
harga opsi, antara lain pendekatan numerik dengan metode beda hingga (finite
difference method), metode beda hingga upwind (upwind finite difference method)
dan metode volume hingga (finite volume method). Metode beda hingga upwind
(upwind finite difference method) dan metode volume hingga (finite volume
method) terbukti konsisten, stabil dan monoton (Zhang dan Wang 2009; Lesmana
dan Wang 2013). Metode beda hingga (finite difference method) dengan metode
diskretisasi fully implisit monoton dan konvergen ke solusi viskositas, sedangkan
Crank-Nicolson hanya monoton bersyarat (Pooley et al. 2001).
Berdasarkan uraian di atas, maka pada penelitian ini yang ingin dikaji adalah
perilaku kekonvergenan solusi numerik dengan metode beda hingga upwind, untuk
model harga opsi dengan volatilitas stokastik.
2
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perilaku dan kecepatan
kekonvergenan metode beda hingga upwind dalam terapannya pada penyelesaian
model harga opsi dengan volatilitas stokastik (stochastic volatility model).
2 TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Opsi
Opsi adalah suatu kontrak atau perjanjian antara dua pihak, di mana salah satu
pihak (sebagai pembeli opsi) mempunyai hak untuk membeli atau menjual suatu
aset tertentu dengan harga yang telah ditentukan, pada atau sebelum waktu yang
ditentukan (Hull 2009). Pemegang opsi tidak diwajibkan untuk menggunakan
haknya atau akan menggunakan haknya jika perubahan dari harga aset yang
mendasarinya akan menghasilkan keuntungan, baik dengan menjual atau membeli
aset yang mendasari tersebut.
Aset yang Mendasari (Underlying Asset)
Aset yang mendasari (underlying asset) adalah aset yang dijadikan sebagai
objek atau dasar transaksi. Dalam perdagangan opsi terdapat beberapa aset yang
dapat digunakan sebagai aset dasar, antara lain indeks (index), valuta asing (foreign
currency), surat berjangka (future) dan saham (stock). Opsi indeks adalah suatu opsi
dengan aset berbasis indeks pasar saham. Opsi valuta asing adalah suatu opsi
dengan aset berbasis mata uang asing dengan kurs tertentu, opsi berjangka adalah
suatu opsi dengan aset berbasis kontrak berjangka. Sedangkan opsi saham adalah
suatu opsi dengan aset yang mendasarinya adalah saham. Dalam tulisan ini,
underlying asset yang digunakan adalah saham.
Jenis Opsi
Ada dua jenis opsi yaitu opsi call dan opsi put. Opsi call memberikan hak
kepada pembeli untuk membeli suatu aset tertentu dengan jumlah tertentu pada
harga eksekusi (strike price, exercise price) sampai waktu jatuh tempo. Sedangkan
opsi put memberikan hak kepada pembeli untuk menjual suatu aset tertentu dengan
jumlah tertentu pada harga eksekusi sampai waktu jatuh tempo.
Berdasarkan waktu eksekusinya, opsi dibedakan atas opsi tipe Eropa dan opsi
tipe Amerika. Opsi Eropa (European option) adalah opsi yang memberikan hak
kepada pemegangnya untuk membeli atau menjual underlying asset hanya pada
waktu jatuh tempo, sedangkan opsi Amerika (American option) memberikan hak
kepada pemegangnya untuk membeli atau menjual underlying asset sebelum atau
pada saat jatuh tempo.
Dalam (Hull 2009) disebutkan bahwa strategi trading yang melibatkan dua
atau lebih opsi yang sama jenisnya, misalnya dua atau lebih call, atau dua atau lebih
put disebut sebagai spread. Salah satu strategi spread adalah butterfly spread.
Butterfly spread adalah strategi di mana terdapat tiga harga strike yang berbeda.
3
Strategi ini melibatkan pembelian opsi call dengan harga strike ๐พ1 , pembelian opsi
call dengan harga strike ๐พ3 yang lebih tinggi dan penjualan dua opsi call dengan
harga strike ๐พ2 yang merupakan nilai tengah dari ๐พ1 dan ๐พ3 . Strategi ini dipilih
jika investor melihat bahwa harga saham tidak dapat diperkirakan arah kenaikan
atau penurunannya.
Payoff adalah keuntungan dari opsi. Payoff untuk opsi call, opsi put, opsi
butterfly dan opsi cash or nothing (CoN) pada waktu jatuh tempo adalah
max(๐‘† − ๐พ, 0) ,
untuk call
max(๐พ − ๐‘†, 0) ,
untuk put
๐‘๐‘Ž๐‘ฆ๐‘œ๐‘“๐‘“ =
untuk butterfly
max(๐‘† − ๐พ1 , 0) − 2 max(๐‘† − ๐พ2 , 0) + max(๐‘† − ๐พ3 , 0)
untuk CoN
{๐ต(โ„‹(๐‘† − ๐พ))
dengan ๐พ, ๐พ1 , ๐พ2 dan ๐พ3 adalah harga strike dari opsi, ๐‘† harga saham, โ„‹ adalah
fungsi heaviside dan ๐ต adalah konstanta. Fungsi heaviside yang digunakan adalah
0,
jika ๐‘† ≤ ๐พ
โ„‹={
1,
jika ๐‘† > ๐พ
(Lesmana dan Wang, 2013).
Diagram payoff untuk opsi call, opsi put, opsi butterfly dan opsi cash or
nothing (CoN) digambarkan pada Gambar 1 – 4
Gambar 1 Payoff untuk opsi call
dengan K = 40 pada t = T
Gambar 2 Payoff untuk opsi put
dengan K = 40 pada t = T
Gambar 3 Payoff untuk opsi butterfly
dengan ๐พ1 = 20 , ๐พ2 = 40
dan ๐พ3 = 60 pada t = T
Gambar 4 Payoff untuk opsi cash or
nothing dengan K = 40
dan B = 1 pada t = T
4
Nilai Opsi
Nilai opsi adalah besarnya biaya yang dikeluarkan oleh seorang investor
untuk mendapatkan kontrak opsi dan pembayarannya dilakukan pada saat kontrak
dibuat. Ada beberapa hal yang mempengaruhi nilai opsi, yaitu
a) Harga saham (S)
Harga saham memiliki pengaruh terhadap perubahan harga opsi, di mana hal
tersebut bergantung pada jenis opsi. Untuk opsi call, jika harga saham naik
maka harga opsi akan meningkat, sedangkan untuk opsi put, jika harga saham
naik maka harga opsi akan turun.
b) Harga strike (K)
Harga strike merupakan harga jual atau harga beli saham yang tercantum dalam
kontrak opsi dan besarnya akan tetap selama umur opsi tersebut. Jika faktor lain
diasumsikan tetap, maka semakin rendah harga strike maka akan semakin tinggi
harga opsi call, sedangkan untuk opsi put semakin tinggi harga strike maka akan
semakin tinggi harga opsi tersebut.
c) Waktu jatuh tempo (T)
Semakin besar jangka waktu jatuh tempo maka akan semakin besar peluang
berubahnya harga saham yang juga akan mempengaruhi perubahan harga opsi.
d) Volatilitas (σ)
Volatilitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar harga
berfluktuasi dalam suatu periode (Lo 2003). Volatilitas atas underlying asset
adalah suatu ukuran tingkat ketidakpastian mengenai pergerakan underlying
asset tersebut di masa yang akan datang. Jika volatilitas semakin meningkat
maka akan semakin meningkat juga peluang underlying asset untuk mengalami
peningkatan atau penurunan.
e) Tingkat suku bunga bebas risiko (r)
Pada tingkat suku bunga bebas risiko yang tinggi, investor akan lebih tertarik
untuk membeli opsi daripada membeli saham. Hal ini akan menyebabkan harga
opsi naik.
f) Dividen (q)
Dividen merupakan bagian dari keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada
para pemegang saham. Dividen menyebabkan harga saham turun sesaat setelah
pembagian dividen, sehingga mempengaruhi harga opsi.
Beberapa istilah yang berhubungan dengan harga saham (S) dan harga strike
(K), yaitu
1. Opsi call
a) Jika ๐‘† > ๐พ, maka opsi call dikatakan dalam keadaan in the money. Pemegang
opsi akan mengeksekusi opsi call, yaitu dengan membeli saham dengan harga
strike (K), yang lebih kecil dari harga saham (S), kemudian menjualnya di
pasar dengan harga sebesar (S), sehingga pemegang opsi tersebut akan
mendapatkan imbalan sejumlah ๐‘† − ๐พ.
b) Jika ๐‘† = ๐พ, maka opsi call dikatakan dalam keadaan at the money.
c) Jika ๐‘† < ๐พ, maka opsi call dikatakan out of the money.
2. Opsi put
a) Jika ๐‘† < ๐พ, maka opsi put dikatakan in the money.
b) Jika ๐‘† = ๐พ, maka opsi put dikatakan dalam keadaan at the money.
c) Jika ๐‘† > ๐พ, maka opsi put dikatakan dalam keadaan out of the money.
5
Persamaan Black-Scholes
Black dan Scholes (Black & Scholes 1973) dalam merumuskan nilai suatu opsi
mendasarkan pada beberapa asumsi, yaitu
1. Suku bunga bebas risiko, r, adalah konstan untuk semua waktu jatuh tempo.
2. Dimungkinkan adanya short selling terhadap aset (saham). Short selling adalah
suatu strategi dalam penjualan saham, di mana investor meminjam dana untuk
menjual saham dengan harga tinggi, dengan harapan akan membeli kembali dan
mengembalikan pinjaman saham ke pialangnya pada saat harga saham turun.
3. Perdagangan dari aset yang mendasari bersifat kontinu.
4. Tidak terdapat peluang arbitrase atau peluang untuk memperoleh keuntungan
dari perbedaan harga pasar yang satu dengan pasar yang lain.
5. Tidak ada pembayaran dividen atau keuntungan perusahaan yang dibagikan
kepada pemegang saham selama opsi berlaku.
6. Harga dari aset yang mendasari mengikuti proses Wiener yang mempunyai
fungsi kepekatan peluang lognormal.
7. Tidak ada biaya transaksi dalam pembelian atau penjualan aset atau opsi dan
tidak ada pajak.
Untuk memodelkan persamaan Black-Scholes, diperlukan beberapa definisi
istilah yang disebutkan dalam (Ross 2007) dan (Hull 2009) berikut
Proses Stokastik
Proses stokastik ๐‘Š = {๐‘Š(๐‘ก), ๐‘ก ∈ ๐ป} adalah suatu koleksi (gugus, himpunan, atau
kumpulan) dari peubah acak (random variables). Untuk setiap t pada himpunan
indeks H, W(t) adalah suatu peubah acak dan t sering diinterpretasikan sebagai
waktu (Ross 2007).
Gerak Brown
Proses stokastik ๐‘Š = {๐‘Š(๐‘ก), ๐‘ก ∈ ๐ป} disebut gerak Brown jika memenuhi persyaratan
berikut
1. ๐‘Š (0) = 0,
2. Untuk 0 < ๐‘ก1 < ๐‘ก2 < โ‹ฏ < ๐‘ก๐‘› peubah acak โˆ†๐‘Š(๐‘ก๐‘– )=๐‘Š(๐‘ก๐‘– ) − ๐‘Š(๐‘ก๐‘–−1 ), dimana
๐‘– = 1,2,3, … , ๐‘› saling bebas,
3. Untuk setiap ๐‘ก > 0, ๐‘Š(๐‘ก) berdistribusi normal dengan rataan 0 dan ragam ๐œŽ 2 ๐‘ก,
(Ross 2007).
Proses Wiener
Proses Wiener adalah gerak Brown dengan rataan 0 dan variansi 1 (Ross 2007).
Proses Wiener Umum (Generalized Wiener Process)
Proses Wiener Umum untuk suatu peubah acak S dapat dinyatakan sebagai berikut
(1)
๐‘‘๐‘† = ๐‘Ž๐‘‘๐‘ก + ๐‘๐‘‘๐‘Š(๐‘ก)
dengan ๐‘Ž๐‘‘๐‘ก disebut komponen deterministik dan ๐‘๐‘‘๐‘Š(๐‘ก) menyatakan komponen
stokastik, serta ๐‘Š(๐‘ก) adalah proses Wiener, sedangkan ๐‘Ž dan ๐‘ masing-masing
menyatakan rataan (drift rate) dan standar deviasi (variance rate) dari S (Hull 2009).
6
Proses Ito
Proses Ito’ adalah proses Wiener umum dengan ๐‘Ž dan ๐‘ menyatakan suatu fungsi
dari peubah acak S dan waktu t. Secara aljabar proses Ito’ dinyatakan sebagai
๐‘‘๐‘† = ๐‘Ž(๐‘†, ๐‘ก)๐‘‘๐‘ก + ๐‘(๐‘†, ๐‘ก)๐‘‘๐‘Š(๐‘ก)
(2)
(Hull 2009).
Lemma Ito
Misalkan fungsi ๐น(๐‘ฅ, ๐‘ก) merupakan fungsi kontinu yang dapat diturunkan secara
๐œ•๐น ๐œ•๐น ๐œ•2 ๐น
parsial terhadap x dan t, yaitu ๐œ•๐‘ก , ๐œ•๐‘ฅ , ๐œ•๐‘ฅ 2 ada. Selanjutnya didefinisikan persamaan
diferensial stokastik dari variabel x dengan drift rate ๐‘Ž(๐‘ฅ, ๐‘ก) dan variance rate
๐‘ 2 (๐‘ฅ, ๐‘ก),
๐‘‘๐‘ฅ = ๐‘Ž(๐‘ฅ, ๐‘ก)๐‘‘๐‘ก + ๐‘(๐‘ฅ, ๐‘ก)๐‘‘๐‘Š,
(3)
dengan ๐‘‘๐‘Š merupakan gerak Brown, ๐‘Ž dan ๐‘ adalah fungsi dari x dan t. Maka
fungsi ๐น(๐‘ฅ, ๐‘ก) akan mengikuti proses:
๐œ•๐น
๐œ•๐น
1 2
๐œ• 2๐‘‰
๐œ•๐น
(4)
๐‘‘๐น = {
๐‘Ž(๐‘ฅ, ๐‘ก) +
+ ๐‘ (๐‘ฅ, ๐‘ก) 2 } + ๐‘(๐‘ฅ, ๐‘ก)
๐‘‘๐‘Š
๐œ•๐‘ฅ
๐œ•๐‘ก
2
๐œ•๐‘ฅ
๐œ•๐‘ฅ
(Hull 2009).
Proses Harga Saham
Hull (2009) menjelaskan bahwa harga saham merupakan variabel stokastik
karena dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak dapat ditentukan secara pasti.
Faktor-faktor ini dipandang sebagai komponen stokastik yang tidak dapat
ditentukan sebelumnya. Oleh karena itu, perubahan harga saham dapat dimodelkan
menggunakan persamaan diferensial stokastik berikut
(5)
๐‘‘๐‘†(๐‘ก) = ๐œ‡๐‘†(๐‘ก)๐‘‘๐‘ก + ๐œŽ๐‘†(๐‘ก)๐‘‘๐‘Š(๐‘ก)
dengan ๐œ‡๐‘†(๐‘ก)๐‘‘๐‘ก adalah komponen deterministik, ๐œŽ๐‘†(๐‘ก)๐‘‘๐‘Š(๐‘ก) adalah komponen
stokastik dan ๐‘Š(๐‘ก) adalah proses Wiener. Sedangkan ๐œ‡ dan ๐œŽ masing-masing
menyatakan rataan dan volatilitas dari harga saham tersebut. Persamaan ini juga
dikenal sebagai model pergerakan harga saham.
Selanjutnya dari Lemma Itô, diketahui bahwa jika harga saham ๐‘†(๐‘ก)
mengikuti model saham pada persamaan (5), maka bentuk persamaan diferensial
stokastik untuk sebuah fungsi V(t)= f(S(t),t) dengan ๐‘ก ∈ [0, ∞) dapat dinyatakan
dalam bentuk
๐œ•๐‘‰
๐‘‘๐‘‰(๐‘ก) = (๐œ‡๐‘†(๐‘ก) ๐œ•๐‘† +
๐œ•๐‘‰
๐œ•๐‘ก
+
1
๐œ•2 ๐‘‰
๐œ•๐‘‰
๐œŽ 2 ๐‘†(๐‘ก)2 ๐œ•๐‘†2 ) ๐‘‘๐‘ก + ๐œŽ๐‘†(๐‘ก) ๐œ•๐‘† ๐‘‘๐‘Š(๐‘ก).
2
(6)
Solusi dari persamaan (5) adalah
๐œŽ2
๐‘†(๐‘‡) = ๐‘†0 exp {(๐œ‡ −
) ๐‘‡ + ๐œŽ๐‘Š(๐‘‡)}
2
(7)
dengan ๐‘†0 , ๐‘†(๐‘‡), ๐œ‡, ๐œŽ, dan T berturut-turut adalah harga saham pada awal kontrak,
harga saham pada saat jatuh tempo, rataan harga saham, volatilitas harga saham,
dan waktu jatuh tempo.
7
Persamaan Black-Scholes Standar
Dalam Hull (2009) dikemukakan bahwa misalkan ๐‘‰(๐‘†, ๐‘ก) merupakan nilai
opsi pada harga saham S dan pada waktu t. Jika diketahui perubahan harga saham
mengikuti proses
(8)
๐‘‘๐‘† = ๐œ‡๐‘†๐‘‘๐‘ก + ๐œŽ๐‘† ๐‘‘๐‘Š
maka dari Lemma Ito, proses untuk V berbentuk persamaan (6).
Versi diskrit dari persamaan (8) dan (6) adalah
(9)
โˆ†๐‘† = ๐œ‡๐‘†โˆ†๐‘ก + ๐œŽ๐‘† โˆ†๐‘Š
dan
๐œ•๐‘‰ ๐œ•๐‘‰ 1 2 2 ๐œ• 2 ๐‘‰
๐œ•๐‘‰
(10)
โˆ†๐‘‰ = (๐œ‡๐‘†
+
+ ๐œŽ ๐‘†
)
โˆ†๐‘ก
+
๐œŽ๐‘†
โˆ†๐‘Š,
2
๐œ•๐‘†
๐œ•๐‘ก
2
๐œ•๐‘†
๐œ•๐‘†
di mana โˆ†๐‘† dan โˆ†๐‘‰ adalah perubahan harga saham S dan harga opsi V pada selang
waktu โˆ†๐‘ก. โˆ†๐‘Špada persamaan (9) dan (10) adalah โˆ†๐‘Š = ๐œ€√โˆ†๐‘ก karena proses
Wiener pada persamaan (9) dan (10) adalah sama. Selanjutnya dipilih sebuah
portofolio dari saham S dan opsi V sehingga proses Wiener โˆ†๐‘Š dapat dihilangkan.
๐œ•๐‘‰
Portofolio tersebut adalah -1 opsi dan + ๐œ•๐‘† saham. Pemegang portofolio ini
akan menjual satu opsi dan membeli saham sebanyak
tersebut adalah sebesar x, dengan
๐œ•๐‘‰
๐‘ฅ = −๐‘‰ +
๐‘†
๐œ•๐‘†
๐œ•๐‘‰
๐œ•๐‘†
. Nilai dari portofolio
Perubahan nilai portfolio โˆ†๐‘ฅ dalam selang waktu โˆ†๐‘ก adalah
๐œ•๐‘‰
โˆ†๐‘ฅ = −โˆ†๐‘‰ + ๐œ•๐‘† โˆ†๐‘†.
Substitusi (9) dan (10) ke dalam (12), menghasilkan
๐œ•๐‘‰
(11)
(12)
๐œ•2 ๐‘‰
1
โˆ†๐‘ฅ = (− ๐œ•๐‘† − 2 ๐œŽ 2 ๐‘† 2 ๐œ•๐‘†2 ) โˆ†๐‘ก.
(13)
Portofolio ini dikatakan tidak berisiko karena tidak ada gerak random
Brown. Gerak Brown menyebabkan terjadinya ketidakpastian perubahan harga.
Portofolio ini dikatakan konstan sehingga portofolio ini mempunyai pendapatan
yang sama dengan saham jangka pendek lainnya yang bebas risiko. Jika pendapatan
yang diperoleh lebih tinggi dari portofolio ini, maka arbitrageur dapat memperoleh
keuntungan dengan cara memilih saham bebas risiko dan menggunakan keuntungan
dari saham bebas risiko ini untuk membeli portofolio. Tetapi jika pendapatan yang
diperoleh lebih kecil maka arbitrageur dapat memperoleh keuntungan bebas risiko
dengan cara memilih portofolio dan menggunakan keuntungan ini untuk membeli
aset bebas risiko. Portofolio bebas risiko dapat dinyatakan dengan โˆ†๐‘ฅ = ๐‘Ÿ๐‘ฅโˆ†๐‘ก,
dengan r adalah suku bunga bebas risiko. Dengan mensubstitusi x dan โˆ†๐‘ฅ diperoleh
๐œ•๐‘‰
๐œ•๐‘‰ 1 2 2 ๐œ• 2 ๐‘‰
(14)
(๐‘Ÿ๐‘‰ −
๐‘Ÿ๐‘†) โˆ†๐‘ก = (
+ ๐œŽ ๐‘†
) โˆ†๐‘ก
๐œ•๐‘†
๐œ•๐‘† 2
๐œ•๐‘† 2
1
2
๐œŽ 2๐‘† 2
๐œ•2 ๐‘‰
๐œ•๐‘† 2
+ ๐‘Ÿ๐‘†
๐œ•๐‘‰
๐œ•๐‘†
+
๐œ•๐‘‰
๐œ•๐‘ก
− ๐‘Ÿ๐‘‰ = 0.
Persamaan (15) ini dikenal sebagai persamaan Black-Scholes standar.
(15)
8
Model Volatilitas Stokastik
Misalkan ๐œ = ๐‘‡ − ๐‘ก; didefinisikan transformasi ๐‘‰(๐‘†, ๐‘ก) ≅ ๐‘ˆ(๐‘†, ๐œ) sehingga
persamaan diferensial parsial (15) untuk harga opsi dengan volatilitas stokastik
berbentuk
๐œŽ2 (๐›ค)
๐œ•2 ๐‘ˆ
๐œ•๐‘ˆ
๐‘ˆ๐œ = 2 ๐‘† 2 ๐œ•๐‘†2 + ๐‘Ÿ๐‘† ๐œ•๐‘† − ๐‘Ÿ๐‘ˆ
(16)
di mana ๐‘† adalah harga saham, T waktu jatuh tempo, ๐œ = ๐‘‡ − ๐‘ก ๐œ–[0, ๐‘‡], t adalah
๐œ•2 ๐‘ˆ
waktu, ๐›ค = ๐œ•๐‘†2 adalah turunan parsial kedua U terhadap S, ๐œŽ(๐›ค) adalah volatilitas
sebagai fungsi dari ๐›ค , dan ๐‘Ÿ adalah suku bunga bebas risiko. Syarat batas untuk
persamaan diferensial di atas ketika ๐‘† = 0 adalah
๐‘ˆ๐œ = −๐‘Ÿ๐‘ˆ.
(17)
Sedangkan pada saat ๐‘† โŸถ ∞, syarat batasnya adalah
๐‘ˆ โ‰ƒ ๐ด(๐œ)๐‘† + ๐ต(๐œ),
(18)
di mana A dan B dapat dihitung dengan penalaran keuangan. Dalam praktiknya, kita
menggunakan domain komputasi yang terbatas sehingga syarat (18) diterapkan
pada nilai yang terbatas ๐‘†๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ .
Volatilitas diasumsikan berada pada selang
๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘› ≤ ๐œŽ(๐›ค) ≤ ๐œŽ๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ
dengan rentang nilai volatilitas yang demikian, persamaan (16) adalah taklinear dan
tidak memiliki solusi khusus. Namun, nilai kasus terbaik maupun kasus terburuk
diharapkan khusus. Nilai-nilai tersebut diperoleh dengan memaksimumkan maupun
meminimumkan persamaan (16) dengan cara memilih ๐œŽ berdasarkan nilai dari
๐œ•2 ๐‘‰
๐›ค = 2 . Secara khusus, jika kita mempertimbangkan kasus terburuk untuk
๐œ•๐‘†
investor dengan posisi sebagai pembeli opsi, maka nilai ๐œŽ 2 (๐›ค) adalah
๐œŽ2
jika ๐›ค ≤ 0
๐œŽ 2 (๐›ค) = { 2๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ
(19)
๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘› jika ๐›ค > 0.
Berdasarkan persamaan (16) dapat dilihat bahwa kasus terburuk bagi investor
terjadi ketika tambahan nilai opsi yang diperoleh adalah yang terkecil. Jika
2
๐›ค ≤ 0, maka ๐œŽ 2 (๐›ค) yang dipilih adalah ๐œŽ๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ
, sehingga nilai opsi yang diperoleh
2
2
adalah yang terkecil. Jika ๐›ค > 0, maka ๐œŽ (๐›ค) yang dipilih adalah ๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘›
, sehingga
nilai opsi yang diperoleh adalah yang terkecil.
Di sisi lain, kasus terbaik untuk investor dengan posisi sebagai pembeli opsi,
๐œŽ2
jika ๐›ค > 0
๐œŽ 2 (๐›ค) = { 2๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ
(20)
๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘› jika ๐›ค ≤ 0.
Kasus terbaik bagi investor adalah ketika tambahan nilai opsi yang diperoleh adalah
2
yang terbesar. Jika ๐›ค > 0, maka ๐œŽ 2 (๐›ค) yang dipilih adalah ๐œŽ๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ
, sehingga nilai
2
opsi yang diperoleh adalah yang maksimal. Jika ๐›ค ≤ 0, maka ๐œŽ (๐›ค) yang dipilih
2
adalah ๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘›
, sehingga nilai opsi yang diperoleh adalah yang maksimal. Sedangkan
untuk investor dengan posisi sebagai penjual opsi, kasus terbaik dan kasus
terburuknya adalah kebalikan dari (19) dan (20).
Metode Numerik untuk Harga Opsi
Niwiga (2005) mengemukakan bahwa beberapa pendekatan secara numerik
dapat dilakukan untuk menentukan harga opsi, antara lain pendekatan numerik
dengan metode beda hingga (finite difference method), dan metode volume hingga
9
(finite volume method). Metode beda hingga upwind (upwind finite difference
method) adalah bagian dari metode beda hingga yang juga merupakan salah satu
metode numerik untuk menyelesaikan suatu persamaan diferensial dengan
mengaproksimasi turunan-turunan variabel pada persamaan tersebut menjadi
sistem persamaan linear atau taklinear. Untuk menerapkan metode beda hingga
pada suatu permasalah persamaan diferensial parsial, beberapa hal perlu
diperhatikan, yaitu: diskretisasi dari suatu persamaan, bentuk aproksimasi beda
hingga, kondisi syarat akhir dan syarat batas, serta kestabilan dari skema beda
hingga tersebut. Pooley et al (2001) mengungkapkan bahwa metode beda hingga
(finite difference method) dengan metode diskretisasi fully implisit menghasilkan
skema yang monoton dan konvergen ke solusi viskositas, sedangkan metode CrankNicolson hanya monoton bersyarat. Metode beda hingga upwind digunakan dalam
penyelesaian persamaan diferensial untuk menghasilkan suatu matriks sistem yang
disebut matriks-M (Lesmana & Wang 2013).
Definisi Matriks M
Matriks M merupakan matriks tridiagonal dengan invers matriks bernilai
positif dimana diagonal utama bernilai positif dan elemen yang lainnya bernilai
takpositif. Atau, misalkan A adalah suatu matriks taksingular berukuran ๐‘› × ๐‘›,
dengan ๐‘Ž๐‘–๐‘— ≤ 0 untuk setiap ๐‘– ≠ ๐‘—, 1 ≤ ๐‘–,๐‘— ≤ ๐‘› dan ๐‘Ž๐‘–๐‘— > 0 untuk setiap ๐‘– = ๐‘— dan
๐‘Ž๐‘–๐‘– ≥ ∑๐‘›๐‘—=1,๐‘–≠๐‘—| ๐‘Ž๐‘–๐‘— |, maka matriks A disebut matriks M (Fujimoto & Ranade 2004).
3 METODE PENELITIAN
Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah
1. melakukan diskretisasi untuk model Black-Scholes taklinear menggunakan
metode diskretisasi beda hingga upwind untuk diskretisasi ruang dan metode
implisit untuk diskretisasi waktu,
2. menguji kekonvergenan skema numerik metode beda hingga upwind,
3. melakukan simulasi numerik untuk menunjukkan akurasi dari metode
diskretisasi beda hingga upwind.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada tahap ini, akan dilakukan diskretisasi untuk model Black-Scholes
taklinear dengan terlebih dahulu menentukan syarat awal dan syarat batasnya.
Selanjutnya, diperiksa kekonvergenan skema diskretisasi beda hingga upwind
dengan membuktikan kemonotonan, kestabilan dan kekonsistenannya. Terakhir
dilakukan simulasi numerik untuk menentukan orde kekonvergenan dari metode
beda hingga upwind.
Syarat Awal dan Syarat Batas
Persamaaan Black-Scholes taklinear mempunyai domain ๐‘† ∈ (0, ∞) ,
maka untuk perhitungan komputasi perlu dipotong menjadi ๐‘† ∈ (0, ๐‘†๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ ), dengan
๐‘†๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ merupakan nilai yang cukup besar yang menjamin akurasi dari solusi. Syarat
10
awal dan syarat batas untuk persamaaan Black-Scholes taklinear adalah sebagai
berikut
(21)
๐‘ˆ(๐‘†, 0) = ๐‘”1 (๐‘†),
๐‘† ∈ (0, ๐‘†๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ ),
(22)
๐‘ˆ(0, ๐œ) = ๐‘”2 (๐œ),
๐œ ∈ (0, ๐‘‡],
(๐œ),
(23)
๐‘ˆ(๐‘†๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ , ๐œ) = ๐‘”3
๐œ ∈ (0, ๐‘‡],
dengan ๐‘”1 , ๐‘”2 , dan ๐‘”3 adalah suatu fungsi yang diberikan dengan ๐‘”1 (0) = ๐‘”2 (0)
dan ๐‘”1 (๐‘†๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ ) = ๐‘”3 (0). Fungsi ๐‘”1 , ๐‘”2 , dan ๐‘”3 dipilih berdasarkan tipe opsi, di
mana dalam penelitiaan ini opsi yang akan digunakan adalah opsi Eropa yaitu opsi
vanilla call, vanilla put, butterfly, dan cash or nothing (CoN) dengan syarat awal
dan syarat batas sebagai berikut
max(S-K,0)
untuk call
max(K-S,0)
untuk put
๐‘”1 =
max(S-๐พ1 ,0)-2 max(S-๐พ2 ,0) + max(S-๐พ3 ,0)
untuk butterfly
{B×โ„‹(S-K)
untuk CoN
0
untuk ๐‘๐‘Ž๐‘™๐‘™
๐พ๐‘’ −๐‘Ÿ๐œ
untuk ๐‘๐‘ข๐‘ก
๐‘”2 = {
0
untuk ๐‘๐‘ข๐‘ก๐‘ก๐‘’๐‘Ÿ๐‘“๐‘™๐‘ฆ
0
untuk ๐ถ๐‘œ๐‘
๐‘†๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ − ๐พ๐‘’ −๐‘Ÿ๐œ
untuk ๐‘๐‘Ž๐‘™๐‘™
0
untuk ๐‘๐‘ข๐‘ก
๐‘”3 = {
0
untuk ๐‘๐‘ข๐‘ก๐‘ก๐‘’๐‘Ÿ๐‘“๐‘™๐‘ฆ
๐ต๐‘’ −๐‘Ÿ๐œ
untuk ๐ถ๐‘œ๐‘
dengan โ„‹ adalah fungsi heaviside, ๐ต adalah konstanta, ๐พ, ๐พ1 , ๐พ2 , dan ๐พ3 adalah
harga strike. Fungsi heaviside yang digunakan adalah
0,
jika ๐‘† ≤ ๐พ
โ„‹={
1,
jika ๐‘† > ๐พ
(Lesmana & Wang 2013).
Diskretisasi
Persamaan Black-Scholes taklinear (16) akan diaproksimasi dengan
mendiskretisasi variabel harga dan waktu. Untuk diskretisasi harga, misalkan ๐ผ =
(0, ๐‘†๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ ) dibagi menjadi ๐‘€ sub-interval, di mana
๐ผ๐‘– = (๐‘†๐‘– , ๐‘†๐‘–+1 ),
๐‘– = 0,1, … . , ๐‘€ − 1
dengan 0 = ๐‘†0 < ๐‘†1 < โ‹ฏ < ๐‘†๐‘€ = ๐‘†๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ , dan untuk setiap ๐‘– = 0,1, … . , ๐‘€ − 1
dimisalkan โ„Ž๐‘– = โ„Ž = ๐‘†๐‘–+1 − ๐‘†๐‘– , . Untuk diskretisasi waktu, misalkan ๐œ = (0, ๐‘‡)
dibagi menjadi ๐‘ sub-interval, di mana
๐œ๐‘› = (๐œ๐‘› , ๐œ๐‘›+1 ),
๐‘› = 0,1, … . , ๐‘ − 1
dengan 0 = ๐œ0 < ๐œ1 < โ‹ฏ < ๐œ๐‘› = ๐‘‡ dan untuk setiap ๐‘› = 0,1, … . , ๐‘ − 1
dimisalkan โˆ†๐œ๐‘› = ๐œ๐‘›+1 − ๐œ๐‘› .
Aproksimasi turunan parsial pertama dan kedua diperoleh dari ekspansi
deret Taylor. Untuk sembarang ๐‘Š ๐‘› = (๐‘Š0๐‘› , ๐‘Š1๐‘› , … , ๐‘Š๐‘€๐‘› )๐‘‡ dan ๐‘Š๐‘– = (๐‘Š๐‘–0 ,
๐‘Š๐‘–1 , … , ๐‘Š๐‘–๐‘ )๐‘‡ dengan ๐‘– = 0,1, … . , ๐‘€ dan ๐‘› = 0,1, … . , ๐‘ , turunan pertama dan
turunan kedua mengikuti operator beda hingga berikut
๐‘Š๐‘–๐‘›+1 − ๐‘Š๐‘–๐‘›
(24)
(๐›ฟ๐œ ๐‘Š๐‘– )(๐‘›) =
โˆ†๐œ๐‘›
11
๐‘›
๐‘Š๐‘–+1
− ๐‘Š๐‘–๐‘›
๐‘›
๐‘›
๐‘Š −๐‘Š
(25)
,
(๐›ฟ๐‘†− ๐‘Š ๐‘› )(๐‘–) = ๐‘– โ„Ž ๐‘–−1
โ„Ž
+ ๐‘›
− ๐‘›
(๐›ฟ๐‘† ๐‘Š )(๐‘–) − (๐›ฟ๐‘† ๐‘Š )(๐‘–)
(๐›ฟ๐‘†๐‘† ๐‘Š ๐‘› )(๐‘–) =
2โ„Ž/2
(26)
๐‘›
๐‘›
๐‘Š๐‘–−1 − 2 ๐‘Š๐‘–๐‘› + ๐‘Š๐‘–+1
=
โ„Ž2
Dengan menggunakan persamaan (24) - (26), persamaan Black-Scholes
taklinear (16) diaproksimasi mengikuti bentuk metode beda hingga upwind berikut
1
๐›ฟ๐œ ๐‘ˆ๐‘– (๐‘›) − 2 ๐œŽ 2 ((๐›ฟ๐‘†๐‘† ๐‘ˆ ๐‘›+1 )(๐‘–)๐‘†๐‘–2 (๐›ฟ๐‘†๐‘† ๐‘ˆ ๐‘›+1 )(๐‘–) −
(27)
1+๐‘ ๐‘–๐‘”๐‘›(๐‘Ÿ)
1−๐‘ ๐‘–๐‘”๐‘›(๐‘Ÿ)
(๐›ฟ๐‘†+ ๐‘ˆ ๐‘›+1 )(๐‘–) − (
(๐›ฟ๐‘†− ๐‘ˆ ๐‘›+1 )(๐‘–) + ๐‘Ÿ๐‘ˆ๐‘–๐‘›+1 = 0.
(
)
๐‘Ÿ๐‘†
)
๐‘Ÿ๐‘†
๐‘–
๐‘–
2
2
Karena nilai ๐‘Ÿ > 0, persamaan di atas menjadi:
1
๐›ฟ๐œ ๐‘ˆ๐‘– (๐‘›) − 2 ๐œŽ 2 ((๐›ฟ๐‘†๐‘† ๐‘ˆ ๐‘›+1 )(๐‘–)๐‘†๐‘–2 (๐›ฟ๐‘†๐‘† ๐‘ˆ ๐‘›+1 )(๐‘–) − ๐‘Ÿ๐‘†๐‘– (๐›ฟ๐‘†+ ๐‘ˆ ๐‘›+1 )(๐‘–) +
(28)
๐‘Ÿ๐‘ˆ๐‘–๐‘›+1 = 0.
Selanjutnya diperoleh
1
1
1
๐‘›+1
๐‘ˆ๐‘–−1
(− 2โ„Ž2 ๐œŽ 2 (๐›ฟ๐‘†๐‘† ๐‘ˆ ๐‘›+1 )(๐‘–)๐‘†๐‘–2 ) + ๐‘ˆ๐‘–๐‘›+1 (โˆ†๐œ + โ„Ž2 ๐œŽ 2 (๐›ฟ๐‘†๐‘† ๐‘ˆ ๐‘›+1 )(๐‘–)๐‘†๐‘–2 +
๐‘›
(29)
๐‘ˆ๐‘–๐‘›
๐‘Ÿ๐‘†๐‘–
1
๐‘Ÿ๐‘†๐‘–
๐‘›+1
2
2
๐‘›+1
+
๐‘Ÿ)
+
๐‘ˆ
(−
๐œŽ
(๐›ฟ
๐‘ˆ
)(๐‘–)๐‘†
−
)
=
.
๐‘†๐‘†
๐‘–+1
๐‘–
โ„Ž
2โ„Ž2
โ„Ž
โˆ†๐œ
(๐›ฟ๐‘†+ ๐‘Š ๐‘› )(๐‘–) =
๐‘›
Untuk penyederhanaan, persamaan (29) dapat dituliskan menjadi bentuk
1
๐‘›+1
๐‘›+1
๐›ผ๐‘–๐‘›+1 (๐‘ˆ ๐‘›+1 )๐‘ˆ๐‘–−1
+ ๐›ฝ๐‘–๐‘›+1 (๐‘ˆ ๐‘›+1 )๐‘ˆ๐‘–๐‘›+1 + ๐›พ๐‘–๐‘›+1 (๐‘ˆ ๐‘›+1 ) ๐‘ˆ๐‘–+1
= โˆ†๐œ ๐‘ˆ๐‘–๐‘› ,
๐‘›
untuk ๐‘– = 1, … . , ๐‘€ − 1 dan ๐‘› = 1, … . , ๐‘ − 1, di mana
1
๐›ผ๐‘–๐‘›+1 (๐‘ˆ ๐‘›+1 ) = − 2โ„Ž2 ๐œŽ 2 (๐›ฟ๐‘†๐‘† ๐‘ˆ ๐‘›+1 )(๐‘–)๐‘†๐‘–2 ,
๐›ฝ๐‘–๐‘›+1 (๐‘ˆ ๐‘›+1 ) =
1
โˆ†๐œ๐‘›
1
+ โ„Ž2 ๐œŽ 2 (๐›ฟ๐‘†๐‘† ๐‘ˆ ๐‘›+1 )(๐‘–)๐‘†๐‘–2 +
1
๐›พ๐‘–๐‘›+1 (๐‘ˆ ๐‘›+1 ) = − 2โ„Ž2 ๐œŽ 2 (๐›ฟ๐‘†๐‘† ๐‘ˆ ๐‘›+1 )(๐‘–)๐‘†๐‘–2 −
๐‘Ÿ๐‘†๐‘–
๐‘Ÿ๐‘†๐‘–
โ„Ž
(30)
(31)
+ ๐‘Ÿ,
(32)
.
(33)
Berdasarkan syarat (21) - (23), didefinisikan syarat awal dan syarat batas
untuk persamaan (30) adalah sebagai berikut
๐‘›
(34)
๐‘ˆ๐‘–0 = ๐‘”1 (๐‘†๐‘– )
๐‘ˆ0๐‘› = ๐‘”2 (๐œ๐‘› )
๐‘ˆ๐‘€
= ๐‘”3 (๐œ๐‘› )
untuk ๐‘– = 1, 2, … . , ๐‘€ − 1 dan ๐‘› = 1, … . , ๐‘ , sehingga persamaan (30) dapat
dituliskan menjadi bentuk matriks berikut
ฬ‚ ๐‘›+1 =
๐ด๐‘›+1 (๐‘ˆ ๐‘›+1 ) ๐‘ˆ
1
โˆ†๐œ๐‘›
โ„Ž
ฬ‚ ๐‘› + ๐ต ๐‘›+1 ,
๐‘ˆ
(35)
untuk ๐‘› = 1, … . , ๐‘ − 1, di mana
๐‘˜
ฬ‚ ๐‘˜ = (๐‘ˆ1๐‘˜ , ๐‘ˆ2๐‘˜ , … , ๐‘ˆ๐‘€−1
)๐‘‡ untuk ๐‘˜ = ๐‘›, ๐‘› + 1
๐‘ˆ
๐‘›+1 ๐‘›+1 )๐‘‡
๐ต ๐‘›+1 = (−๐›ผ1๐‘›+1 ๐‘ˆ0๐‘›+1 , 0, … ,0, −๐›พ๐‘€−1
๐‘ˆ๐‘
๐‘›+1
๐›ฝ๐‘›+1
๐›พ
0
1
1
๐›ผ๐‘›+1
2
๐‘›+1
๐ด
(๐‘ˆ
๐‘›+1 )
0
โ‹ฎ
=
[
0
0
0
๐›ฝ๐‘›+1
2
๐›ผ๐‘›+1
3
โ‹ฎ
0
0
0
…
…
…
0
0
0
0
0
0
0
0
0
โ‹ฎ
โ‹ฑ
0
0
0
โ‹ฏ
…
…
โ‹ฎ
๐›ฝ๐‘›+1
๐‘€−3
โ‹ฎ
๐›พ๐‘›+1
๐‘€−3
โ‹ฎ
0
๐›พ๐‘›+1
2
๐›ฝ๐‘›+1
3
๐›ผ๐‘›+1
๐‘€−2
๐›ฝ๐‘›+1
๐‘€−2
0
๐›ผ๐‘›+1
๐‘€−1
๐›พ๐‘›+1
๐‘€−2
๐›ฝ๐‘›+1
๐‘€−1 ]
12
Teorema 1. Matriks-M
Untuk sembarang ๐‘› = 0, 1, … , ๐‘, ๐ด๐‘› = (๐ด๐‘›๐‘–๐‘— ) adalah suatu matriks-M untuk ๐‘ˆ ๐‘›
yang diberikan.
Bukti:
Untuk membuktikan Teorema 1, harus ditunjukkan bahwa untuk ๐‘– = 1, , … , ๐‘€ − 1
(36)
๐›ผ๐‘–๐‘› < 0, ๐›ฝ๐‘–๐‘› > 0, ๐›พ๐‘–๐‘› < 0
(37)
๐›ฝ๐‘–๐‘› ≥ |๐›ผ๐‘–๐‘› | + |๐›พ๐‘–๐‘› |
๐‘›+1
Untuk matriks ๐ด , dari persamaan (31) - (33) dapat dilihat bahwa syarat (36)
1
terpenuhi. Selanjutnya syarat (37), karena ๐‘Ÿ ≥ 0 dan
≥ 0 maka
โˆ†๐œ๐‘›
1
๐›ฝ๐‘–๐‘›+1 ≥ |๐›ผ๐‘–๐‘›+1 | + |๐›พ๐‘–๐‘›+1 | + ๐‘Ÿ +
โˆ†๐œ๐‘›
๐‘›+1
๐‘›+1
(38)
≥ |๐›ผ๐‘– | + |๐›พ๐‘– |.
๐‘›
Dari definisi ๐ด๐‘› = (๐ด๐‘–๐‘— ) dan berdasarkan (38), diperoleh
๐‘€−1
๐ด๐‘›๐‘–๐‘—
≤ 0,
๐ด๐‘›๐‘–๐‘–
๐‘– ≠ ๐‘—,
> 0,
๐ด๐‘›๐‘–๐‘–
> ∑ |๐ด๐‘›๐‘–๐‘— |
โˆŽ
๐‘—=1
Dengan demikian, ๐ด๐‘› merupakan matriks-M karena matriks tridiagonal ๐ด๐‘›
memiliki diagonal utama yang bernilai positif dan elemen di atas dan di bawah
diagonal utama bernilai takpositif.
Kekonvergenan dari Skema Numerik
Barles (1997) telah menunjukkan bahwa metode numerik dikatakan
konvergen ke solusi viskositas jika metode tersebut terbukti konsisten, stabil dan
monoton. Pada bagian ini akan ditunjukkan bahwa skema diskretisasi metode beda
hingga upwind yang digunakan memenuhi syarat konvergen tersebut.
Untuk 1 ≤ ๐‘– ≤ ๐‘€ − 1 dan 0 ≤ ๐‘› ≤ ๐‘ − 1 didefinisikan suatu fungsi
๐‘›+1
๐น๐‘– dengan
๐‘›+1
๐‘›+1
๐น๐‘–๐‘›+1 (๐‘ˆ๐‘–๐‘›+1 , ๐‘ˆ๐‘–+1
, ๐‘ˆ๐‘–−1
, ๐‘ˆ๐‘–๐‘› ) = 0
di mana
๐น๐‘–๐‘›+1 = (−
๐‘Ÿ๐‘†๐‘–
โ„Ž
1
๐‘›+1
) ๐‘ˆ๐‘–+1
+ (โˆ†๐œ +
๐‘ˆ๐‘›
+ ๐‘Ÿ) ๐‘ˆ๐‘–๐‘›+1 − โˆ†๐œ๐‘– −
โ„Ž
๐‘›+1
๐‘›
(39)
๐œŽ
((Γ
)(๐‘–))(Γ
)(๐‘–).
โ„Ž2
Berikut ini adalah pembuktian sifat kemonotonan, kestabilan dan kekonsistenan
dari skema diskretisasi beda hingga upwind yang menjadi syarat skema tersebut
konvergen ke solusi viskositas.
1
๐‘›
๐‘Ÿ๐‘†๐‘–
2
๐‘›+1
Kemonotonan
Kemonotonan skema diskretisasi (39) ditunjukkan dengan pembuktian Lemma 1.
Lemma 1
Untuk sembarang ๐œ€ > 0 dan 1 ≤ ๐‘– ≤ ๐‘€ − 1, berlaku
๐‘›+1
๐‘›+1
๐‘›+1
๐‘›+1
๐น๐‘–๐‘›+1 (๐‘ˆ๐‘–๐‘›+1 , ๐‘ˆ๐‘–+1
+ ๐œ€, ๐‘ˆ๐‘–−1
+ ๐œ€, ๐‘ˆ๐‘–๐‘› + ๐œ€) ≤ ๐น๐‘–๐‘›+1 (๐‘ˆ๐‘–๐‘›+1 , ๐‘ˆ๐‘–+1
, ๐‘ˆ๐‘–−1
, ๐‘ˆ๐‘–๐‘› )
dan
๐‘›+1
๐‘›+1
๐‘›+1
๐‘›+1
๐น๐‘–๐‘›+1 (๐‘ˆ๐‘–๐‘›+1 , ๐‘ˆ๐‘–+1
, ๐‘ˆ๐‘–−1
, ๐‘ˆ๐‘–๐‘› ) ≥ ๐น๐‘–๐‘›+1 (๐‘ˆ๐‘–๐‘›+1 , ๐‘ˆ๐‘–+1
+ ๐œ€, ๐‘ˆ๐‘–−1
+ ๐œ€, ๐‘ˆ๐‘–๐‘› + ๐œ€).
13
Bukti:
๐‘Ÿ๐‘†
1
1
๐‘Ÿ๐‘†
Karena − โ„Ž ๐‘– ≤ 0, โˆ†๐œ > 0 dan โˆ†๐œ + โ„Ž ๐‘– + ๐‘Ÿ > 0, maka tiga bagian pertama pada
๐‘›
๐‘›
๐‘›+1
, naik
ruas kanan dari persamaan (39) secara berturut-turut tak naik terhadap ๐‘ˆ๐‘–+1
terhadap ๐‘ˆ๐‘–๐‘›+1 dan turun terhadap ๐‘ˆ๐‘–๐‘› .
๐‘‡
Misalkan ๐ธ๐‘˜ = (0, 0, … , โŸ
1 , 0, … , 0) adalah suatu matriks berukuran ๐‘€ − 1 × 1.
๐‘˜
Berdasarkan definisi ๐›ฟ๐‘†๐‘† (26), diperoleh
๐‘›+1
๐‘›+1
(๐‘ˆ๐‘–−1
+ ๐œ€) − (2๐‘ˆ๐‘–๐‘›+1 ) + (๐‘ˆ๐‘–+1
+ ๐œ€)
๐‘›+1
๐›ฟ๐‘†๐‘† (๐‘ˆ
+ ๐œ€๐ธ๐‘–−1 + ๐œ€๐ธ๐‘–+1 )(๐‘–) =
2
โ„Ž
๐‘›+1
๐‘›+1
๐‘ˆ๐‘–−1
+ ๐œ€ − 2๐‘ˆ๐‘–๐‘›+1 + ๐‘ˆ๐‘–+1
+๐œ€
=
2
โ„Ž
๐œ€
๐‘›+1
= (๐›ฟ๐‘†๐‘† ๐‘ˆ )(๐‘–) + 2
โ„Ž
1
= (Γ ๐‘›+1 )(๐‘–)
โˆ†๐œ๐‘›
dan
๐‘›+1
๐‘›+1
(๐‘ˆ๐‘–−1
) − 2(๐‘ˆ๐‘–๐‘›+1 + ๐œ€) + (๐‘ˆ๐‘–+1
)
๐‘›+1
(๐‘ˆ
)(๐‘–)
๐›ฟ๐‘†๐‘†
+ ๐œ€๐ธ๐‘–
=
โ„Ž2
๐‘›+1
๐‘›+1
๐‘›+1
๐‘ˆ๐‘–−1 − 2๐‘ˆ๐‘–
− 2๐œ€ + ๐‘ˆ๐‘–+1
=
โ„Ž2
2๐œ€
= (๐›ฟ๐‘†๐‘† ๐‘ˆ ๐‘›+1 )(๐‘–) − 2
โ„Ž
2๐œ€
= (Γ ๐‘›+1 )(๐‘–) − โ„Ž2.
1
Lebih lanjut diperiksa tanda pada bagian tak-linear − โ„Ž2 ๐œŽ 2 ((Γ ๐‘›+1 )(๐‘–))(Γ ๐‘›+1 )(๐‘–),
di mana ๐œŽ 2 (Γ) didefinisikan untuk kasus terbaik dan kasus terburuk dengan
๐œŽ2
jika ๐›ค ≤ 0
๐œŽ 2 (๐›ค) = { 2๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ
Kasus Terburuk
๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘› jika ๐›ค > 0.
๐œŽ2
jika ๐›ค > 0
๐œŽ 2 (๐›ค) = { 2๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ
Kasus Terbaik
๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘› jika ๐›ค ≤ 0.
Kasus 1 dan Kasus 2 adalah kasus terburuk untuk investor dengan posisi sebagai
pembeli opsi (long position). Kasus 3 dan kasus 4 adalah kasus terbaik untuk
investor dengan posisi sebagai pembeli opsi (long position).
Kasus 1 : Kasus terburuk untuk pembeli opsi ketika nilai ๐›ค๐‘–๐‘›+1 ≤ 0.
2
Untuk ๐›ค๐‘–๐‘›+1 ≤ 0, menunjukkan bahwa ๐œŽ 2 (๐›ค๐‘–๐‘›+1 )= ๐œŽ๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ
> 0, sehingga
๐œŽ2
๐œŽ2
− โ„Ž2 (๐›ค ๐‘›+1 (๐‘–))(๐›ค ๐‘›+1 (๐‘–))= − ๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ
(๐›ค ๐‘›+1 (๐‘–))
โ„Ž2
๐œŽ 2 (๐‘†, ๐›ค) . ๐›ค = ๐œŽ 2 (๐‘†, ๐‘) . ๐‘.
Misalkan untuk sembarang ๐‘†, ๐‘1 dan ๐‘2 , dengan ๐‘1 dan ๐‘2 ≤ 0,
1
1
2 )๐‘
2
− 2 (๐œŽ 2 (๐‘†, ๐‘1 )๐‘1 − ๐œŽ 2 (๐‘†, ๐‘2 )๐‘2 ) = − 2 ((๐œŽ๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ
1 − (๐œŽ๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ )๐‘2 )
โ„Ž
โ„Ž
๏ƒ˜ untuk ๐‘1 , ๐‘2 ≤ 0, dengan ๐‘1 < ๐‘2 , maka
1
1 2
2 )๐‘
2
− 2 ((๐œŽ๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ
1 − (๐œŽ๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ )๐‘2 ) = − 2 ๐œŽ๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ (๐‘1 − ๐‘2 )
โ„Ž
โ„Ž
≥0
14
๏ƒ˜ untuk ๐‘1 , ๐‘2 ≤ 0, dengan ๐‘1 > ๐‘2 , maka
1
1 2
2 )๐‘
2
− 2 ((๐œŽ๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ
1 − (๐œŽ๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ )๐‘2 ) = − 2 ๐œŽ๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ (๐‘1 − ๐‘2 )
โ„Ž
โ„Ž
≤ 0.
Atau
−
1
2 )๐‘
2
((๐œŽ๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ
1 − (๐œŽ๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ )๐‘2 )
โ„Ž2
1 2
(๐‘1 − ๐‘2 ) ≥ 0;
− 2 ๐œŽ๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ
={ โ„Ž
1 2
(๐‘1 − ๐‘2 ) ≤ 0;
− 2 ๐œŽ๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ
โ„Ž
jika ๐‘1 < ๐‘2
๐‘1 , ๐‘2 ≤ 0
jika ๐‘1 > ๐‘2
๐‘1 , ๐‘2 ≤ 0
Kasus 2: Kasus terburuk untuk pembeli opsi ketika nilai ๐›ค๐‘–๐‘›+1 > 0.
2
Untuk ๐›ค๐‘–๐‘›+1 > 0, menunjukkan bahwa ๐œŽ 2 (๐›ค๐‘–๐‘›+1 )= ๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘›
> 0, sehingga
๐œŽ2
๐œŽ2
− โ„Ž2 (๐›ค ๐‘›+1 (๐‘–))(๐›ค ๐‘›+1 (๐‘–))= − ๐‘š๐‘–๐‘›
(๐›ค ๐‘›+1 (๐‘–))
โ„Ž2
๐œŽ 2 (๐‘†, ๐›ค) . ๐›ค = ๐œŽ 2 (๐‘†, ๐‘) . ๐‘.
Misalkan untuk sembarang ๐‘†, ๐‘1 dan ๐‘2 , dengan ๐‘1 dan ๐‘2 > 0,
1
1
2
2
)๐‘1 − (๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘›
)๐‘2 )
− 2 (๐œŽ 2 (๐‘†, ๐‘1 )๐‘1 − ๐œŽ 2 (๐‘†, ๐‘2 )๐‘2 ) = − 2 ((๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘›
โ„Ž
โ„Ž
๏ƒ˜ Untuk ๐‘1 , ๐‘2 > 0, dengan ๐‘1 < ๐‘2 , maka
1 2
1
2
2
)๐‘1 − (๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘›
)๐‘2 ) = − 2 ๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘›
(๐‘1 − ๐‘2 )
− 2 ((๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘›
โ„Ž
โ„Ž
>0
๏ƒ˜ Untuk ๐‘1 , ๐‘2 > 0, dengan ๐‘1 > ๐‘2 , maka
1 2
1
2
2
)๐‘1 − (๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘›
)๐‘2 ) = − 2 ๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘›
(๐‘1 − ๐‘2 )
− 2 ((๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘›
โ„Ž
โ„Ž
< 0.
Atau
1
2
2
)๐‘1 − (๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘›
)๐‘2 )
− 2 ((๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘›
โ„Ž
1 2
(๐‘1 − ๐‘2 ) > 0;
− 2 ๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘›
jika ๐‘1 < ๐‘2 ๐‘1 , ๐‘2 > 0
โ„Ž
={
1 2
(๐‘1 − ๐‘2 ) < 0;
− 2 ๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘›
jika ๐‘1 > ๐‘2 ๐‘1 , ๐‘2 > 0
โ„Ž
Kasus 3: Kasus terbaik untuk pembeli opsi ketika nilai ๐›ค๐‘–๐‘›+1 > 0.
2
Untuk ๐›ค๐‘–๐‘›+1 > 0, menunjukkan bahwa ๐œŽ 2 (๐›ค๐‘–๐‘›+1 )= ๐œŽ๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ
> 0, sehingga
๐œŽ2
๐œŽ2
− โ„Ž2 (๐›ค ๐‘›+1 (๐‘–))(๐›ค ๐‘›+1 (๐‘–))= − ๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ
(๐›ค ๐‘›+1 (๐‘–))
โ„Ž2
๐œŽ 2 (๐‘†, ๐›ค) . ๐›ค = ๐œŽ 2 (๐‘†, ๐‘) . ๐‘.
Misalkan untuk sembarang ๐‘†, ๐‘1 dan ๐‘2 , dengan ๐‘1 dan ๐‘2 > 0,
1
1
2 )๐‘
2
− 2 (๐œŽ 2 (๐‘†, ๐‘1 )๐‘1 − ๐œŽ 2 (๐‘†, ๐‘2 )๐‘2 ) = − 2 ((๐œŽ๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ
1 − (๐œŽ๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ )๐‘2 )
โ„Ž
โ„Ž
๏ƒ˜ untuk ๐‘1 , ๐‘2 > 0, dengan ๐‘1 < ๐‘2 , maka
1
1 2
2 )๐‘
2
− 2 ((๐œŽ๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ
1 − (๐œŽ๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ )๐‘2 ) = − 2 ๐œŽ๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ (๐‘1 − ๐‘2 ) > 0
โ„Ž
โ„Ž
15
๏ƒ˜ untuk ๐‘1 , ๐‘2 > 0, dengan ๐‘1 > ๐‘2 , maka
1
1 2
2 )๐‘
2
− 2 ((๐œŽ๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ
1 − (๐œŽ๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ )๐‘2 ) = − 2 ๐œŽ๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ (๐‘1 − ๐‘2 )
โ„Ž
โ„Ž
< 0.
Atau
1
2 )๐‘
2
− 2 ((๐œŽ๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ
1 − (๐œŽ๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ )๐‘2 )
โ„Ž
1 2
(๐‘1 − ๐‘2 ) > 0;
− 2 ๐œŽ๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ
jika ๐‘1 < ๐‘2 ๐‘1 , ๐‘2 > 0
โ„Ž
={
1 2
(๐‘1 − ๐‘2 ) < 0;
− 2 ๐œŽ๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ
jika ๐‘1 > ๐‘2 ๐‘1 , ๐‘2 > 0
โ„Ž
Kasus 4: Kasus terbaik untuk pembeli opsi ketika nilai ๐›ค๐‘–๐‘›+1 ≤ 0.
2
Untuk ๐›ค๐‘–๐‘›+1 ≤ 0, menunjukkan bahwa ๐œŽ 2 (๐›ค๐‘–๐‘›+1 )= ๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘›
> 0, sehingga
๐œŽ2
๐œŽ2
− โ„Ž2 (๐›ค ๐‘›+1 (๐‘–))(๐›ค ๐‘›+1 (๐‘–))= − ๐‘š๐‘–๐‘›
(๐›ค ๐‘›+1 (๐‘–))
โ„Ž2
๐œŽ 2 (๐‘†, ๐›ค) . ๐›ค = ๐œŽ 2 (๐‘†, ๐‘) . ๐‘.
Misalkan untuk sembarang ๐‘†, ๐‘1 dan ๐‘2 , dengan ๐‘1 dan ๐‘2 > 0,
1
1
2
2
)๐‘1 − (๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘›
)๐‘2 )
− 2 (๐œŽ 2 (๐‘†, ๐‘1 )๐‘1 − ๐œŽ 2 (๐‘†, ๐‘2 )๐‘2 ) = − 2 ((๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘›
โ„Ž
โ„Ž
๏ƒ˜ untuk ๐‘1 , ๐‘2 ≤ 0, dengan ๐‘1 < ๐‘2 , maka
1
1 2
2
2
)๐‘1 − (๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘›
)๐‘2 ) = − 2 ๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘›
(๐‘1 − ๐‘2 )
− 2 ((๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘›
โ„Ž
โ„Ž
≥0
๏ƒ˜ untuk ๐‘1 , ๐‘2 ≤ 0, dengan ๐‘1 > ๐‘2 , maka
1
1 2
2
2
)๐‘1 − (๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘›
)๐‘2 ) = − 2 ๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘›
(๐‘1 − ๐‘2 )
− 2 ((๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘›
โ„Ž
โ„Ž
≤ 0.
Atau
1
2
2
)๐‘1 − (๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘›
)๐‘2 )
− 2 ((๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘›
โ„Ž
1 2
(๐‘1 − ๐‘2 ) ≥ 0;
− 2 ๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘›
jika ๐‘1 < ๐‘2 ๐‘1 , ๐‘2 ≤ 0
={ โ„Ž
1 2
(๐‘1 − ๐‘2 ) ≤ 0;
− 2 ๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘›
jika ๐‘1 > ๐‘2 ๐‘1 , ๐‘2 ≤ 0
โ„Ž
Sehingga untuk sembarang ๐œ€ > 0 dan 1 ≤ ๐‘– ≤ ๐‘€ − 1 diperoleh gabungan
bagian linear dan bagian taklinear dari persamaan (39) sebagai berikut
๐‘›+1
๐‘›+1
๐น๐‘–๐‘›+1 (๐‘ˆ๐‘–๐‘›+1 , ๐‘ˆ๐‘–+1
+ ๐œ€, ๐‘ˆ๐‘–−1
+ ๐œ€, ๐‘ˆ๐‘–๐‘› + ๐œ€)
๐‘Ÿ๐‘†๐‘–
1
๐‘Ÿ๐‘†๐‘–
1
๐‘›+1
(๐‘ˆ ๐‘› + ๐œ€)
= (− ) ( ๐‘ˆ๐‘–+1
+ ๐œ€) + (
+
+ ๐‘Ÿ) ๐‘ˆ๐‘–๐‘›+1 −
โ„Ž
โˆ†๐œ๐‘›
โ„Ž
โˆ†๐œ๐‘› ๐‘–
1
๐œ€
๐œ€
− 2 ๐‘†๐‘–2 [๐œŽ 2 (๐‘ข๐‘–๐‘›+1 + 2 )] (๐‘ข๐‘–๐‘›+1 + 2 )
โ„Ž
โ„Ž
โ„Ž
๐‘›+1
๐‘›+1
, ๐‘ˆ๐‘–−1
, ๐‘ˆ๐‘–๐‘› )
≤ ๐น๐‘–๐‘›+1 (๐‘ˆ๐‘–๐‘›+1 , ๐‘ˆ๐‘–+1
dan,
16
๐‘›+1
๐‘›+1
๐น๐‘–๐‘›+1 (๐‘ˆ๐‘–๐‘›+1 + ๐œ€, ๐‘ˆ๐‘–+1
, ๐‘ˆ๐‘–−1
, ๐‘ˆ๐‘–๐‘› )
1
๐‘Ÿ๐‘†๐‘–
1
๐‘Ÿ๐‘†๐‘–
๐‘›+1
)+(
(๐‘ˆ ๐‘› )
+
+ ๐‘Ÿ) ( ๐‘ˆ๐‘–๐‘›+1 + ๐œ€) −
= (− ) ( ๐‘ˆ๐‘–+1
โˆ†๐œ๐‘›
โ„Ž
โˆ†๐œ๐‘› ๐‘–
โ„Ž
2๐œ€
2๐œ€
1
− 2 ๐‘†๐‘–2 [๐œŽ 2 (๐‘ข๐‘–๐‘›+1 − 2 )] (๐‘ข๐‘–๐‘›+1 − 2 )
โ„Ž
โ„Ž
โ„Ž
๐‘›+1
๐‘›+1
≥ ๐น๐‘–๐‘›+1 (๐‘ˆ๐‘–๐‘›+1 , ๐‘ˆ๐‘–+1
โˆŽ
, ๐‘ˆ๐‘–−1
, ๐‘ˆ๐‘–๐‘› ).
Skema yang memenuhi Lemma 1, disebut sebagai skema yang monoton. Skema
diskretisasi (30) memenuhi Lemma 1, sehingga skema diskretisasi (30) terbukti
monoton.
Kestabilan
Kestabilan dari skema diskretisasi (30) dibuktikan dengan Lemma 2.
Lemma 2
๐‘‡
๐‘›+1
ฬ‚ ๐‘›+1 )๐‘‡ , ๐‘ˆ๐‘€
ฬ‚ ๐‘›+1
) dengan ๐‘ˆ
Untuk setiap 0 ≤ ๐‘› ≤ ๐‘ − 1 , ๐‘ˆ ๐‘›+1 = (๐‘ˆ0๐‘›+1 , (๐‘ˆ
adalah solusi dari (35), berlaku
โˆฅ ๐‘ˆ ๐‘›+1 โˆฅ∞ ≤ max{โˆฅ ๐‘”1 โˆฅ∞ , โˆฅ ๐‘”2 โˆฅ∞ , โˆฅ ๐‘”3 โˆฅ∞ }
(40)
di mana ๐‘”1 , ๐‘”2 dan ๐‘”3 adalah syarat awal dan syarat batas (21) – (23) dan โ€–. โ€–∞
adalah norm ๐‘™∞ .
Bukti:
Untuk sembarang 0 ≤ ๐‘› ≤ ๐‘ − 1, persamaan (30) dapat dituliskan sebagai berikut
1 ๐‘›
๐‘›+1
๐‘›+1
๐›ฝ๐‘–๐‘›+1 ๐‘ˆ๐‘–๐‘›+1 = −๐›ผ๐‘–๐‘›+1 ๐‘ˆ๐‘–−1
− ๐›พ๐‘–๐‘›+1 ๐‘ˆ๐‘–+1
+
๐‘ˆ
โˆ†๐œ๐‘› ๐‘–
untuk tiap 1 ≤ ๐‘– ≤ ๐‘€ − 1. Perlu diingat kembali bahwa ๐›ผ๐‘–๐‘›+1 < 0, ๐›พ๐‘–๐‘›+1 < 0 dan
๐›ฝ๐‘–๐‘›+1 > 0. Dari bentuk di atas diperoleh
1
๐‘›+1
๐‘›+1
|๐‘ˆ ๐‘› |
๐›ฝ๐‘–๐‘›+1 |๐‘ˆ๐‘–๐‘›+1 | ≤ −๐›ผ๐‘–๐‘›+1 |๐‘ˆ๐‘–−1
| − ๐›พ๐‘–๐‘›+1 |๐‘ˆ๐‘–+1
|+
โˆ†๐œ๐‘› ๐‘–
1
๐‘›+1
๐‘›+1
โ€–๐‘ˆ ๐‘› โ€–
≤ −๐›ผ๐‘–๐‘›+1 โ€–๐‘ˆ๐‘–−1
โ€–∞ − ๐›พ๐‘–๐‘›+1 โ€–๐‘ˆ๐‘–+1
โ€–∞ +
โˆ†๐œ๐‘› ๐‘– ∞
untuk 1 ≤ ๐‘– ≤ ๐‘€ − 1.
Jika โˆฅ ๐‘ˆ ๐‘›+1 โˆฅ∞ = |๐‘ˆ๐‘˜๐‘›+1 | untuk ๐‘˜ ∈ {1,2, … , ๐‘€ − 1}, maka persamaan berikut
1
๐‘›+1
๐‘›+1
โ€–๐‘ˆ ๐‘› โ€–
๐›ฝ๐‘–๐‘›+1 โ€–๐‘ˆ๐‘–๐‘›+1 โ€–∞ ≤ −๐›ผ๐‘–๐‘›+1 โ€–๐‘ˆ๐‘–−1
โ€–∞ − ๐›พ๐‘–๐‘›+1 โ€–๐‘ˆ๐‘–+1
โ€–∞ +
โˆ†๐œ๐‘› ๐‘– ∞
dengan ๐‘– = ๐‘˜ menjadi
1
(๐›ผ๐‘–๐‘›+1 + ๐›ฝ๐‘–๐‘›+1 + ๐›พ๐‘–๐‘›+1 )โ€–๐‘ˆ ๐‘›+1 โ€–∞ ≤
โ€–๐‘ˆ ๐‘› โ€–∞ .
โˆ†๐œ
๐‘›
Dengan demikian, karena ๐›ผ๐‘–๐‘›+1 < 0 dan ๐›พ๐‘–๐‘›+1 < 0 maka diperoleh bentuk
pertidaksamaan berikut ini
1/โˆ†๐œ๐‘›
โ€–๐‘ˆ ๐‘›+1 โ€–∞ ≤ ๐‘›+1
โ€–๐‘ˆ ๐‘› โ€–∞ ≤ โ€–๐‘ˆ ๐‘› โ€–∞
(41)
๐‘›+1
๐‘›+1
(๐›ผ๐‘– + ๐›ฝ๐‘– + ๐›พ๐‘– )
≤ โ€–๐‘ˆ ๐‘›−1 โ€–∞ ≤ โ‹ฏ ≤ โ€–๐‘ˆ 0 โ€–∞ ≤ โ€–๐‘”1 โ€–∞ .
๐‘›+1 |maka
Selanjutnya jika โ€–๐‘ˆ ๐‘›+1 โ€–∞ = |๐‘ˆ0๐‘›+1 | atau โ€–๐‘ˆ ๐‘›+1 โ€–∞ = |๐‘ˆ๐‘€
berdasarkan
persamaan (34), (22) dan (23) dapat dilihat bahwa
๐‘›+1 | }
(42)
โˆฅ ๐‘ˆ ๐‘›+1 โˆฅ∞ ≤ max{|๐‘ˆ0๐‘›+1 |, |๐‘ˆ๐‘€
≤ max{โˆฅ ๐‘”2 โˆฅ∞ , โˆฅ ๐‘”3 โˆฅ∞ }
Dengan menggabungkan (41) dan (42), diperoleh (40):
๐‘›+1 |}
โˆฅ ๐‘ˆ ๐‘›+1 โˆฅ∞ ≤ max{โˆฅ ๐‘ˆ ๐‘› โˆฅ∞ , |๐‘ˆ0๐‘›+1 |, |๐‘ˆ๐‘€
≤ max{โˆฅ ๐‘”1 โˆฅ∞ , โˆฅ ๐‘”2 โˆฅ∞ , โˆฅ ๐‘”3 โˆฅ∞ }
โˆŽ
17
Skema yang memenuhi Lemma 2, disebut sebagai skema yang stabil. Skema
diskretisasi (30) memenuhi Lemma 2, sehingga skema diskreisasi (30) terbukti
stabil.
Lemma 3. Kekonsistenan
Skema diskretisasi (30) konsisten.
Bukti:
Teorema ekuivalensi Lax menyatakan bahwa metode beda hingga konsisten untuk
masalah nilai awal yang diberikan (Strikwerda 1989).
โˆŽ
Teorema 2. Kekonvergenan
Skema diskretisasi (30) konvergen ke solusi (16) dengan syarat batas (21) - (23)
sebagai (โ„Ž, โˆ†๐œ) → (0,0).
Bukti:
Barles (1997), membuktikan bahwa jika suatu diskretisasi dari persamaan
diferensial parsial taklinear orde-2 adalah konsisten, stabil dan monoton, maka
diskretisasi tersebut konvergen ke solusi viskositas. Karena diksretisasi (30)
terbukti konsisten, stabil dan monoton, maka diskretisasi (30) konvergen. Teorema
โˆŽ
2 merupakan akibat dari Lemma 1, 2 dan 3.
Skema diskretisasi (30) terbukti konvergen dengan melihat hasil pembuktian
kemonotonan, kestabilan dan kekonsistenan pada Lemma 1, 2 dan 3.
Solusi dari Sistem Taklinear
Pada bagian ini, disusun sebuah metode iterasi untuk menyelesaikan sistem
taklinear (35) pada setiap langkah waktu. Diawali dengan menuliskan (35) yang
berbentuk
1 ๐‘›
ฬ‚ ๐‘›+1 =
ฬ‚ + ๐ต ๐‘›+1
๐ด๐‘›+1 (๐‘ˆ ๐‘›+1 )๐‘ˆ
๐‘ˆ
โˆ†๐œ๐‘›
1
dalam bentuk persamaan matriks ๐น ๐‘›+1 (๐‘ˆ ๐‘›+1 ) dengan ๐บ = โˆ†๐œ , menjadi
๐‘›
ฬ‚ ๐‘›+1 − ๐บ๐‘ˆ
ฬ‚ ๐‘› − ๐ต ๐‘›+1 = 0.
๐น ๐‘›+1 (๐‘ˆ ๐‘›+1 ) = ๐ด๐‘›+1 (๐‘ˆ ๐‘›+1 )๐‘ˆ
Misalkan
๐‘›+1 (๐‘ˆ ๐‘›+1 ))๐‘‡
๐น ๐‘›+1 (๐‘ˆ ๐‘›+1 ) = (๐‘“1๐‘›+1 (๐‘ˆ ๐‘›+1 ), ๐‘“2๐‘›+1 (๐‘ˆ ๐‘›+1 ), … . , ๐‘“๐‘€−1
.
Komponen ke-i dari ๐น ๐‘›+1 (๐‘ˆ ๐‘›+1 ) adalah
๐‘›+1
๐‘›+1
+ ๐›ฝ๐‘–๐‘›+1 ๐‘ˆ๐‘–๐‘›+1 + ๐›พ๐‘–๐‘›+1 ๐‘ˆ๐‘–+1
๐‘“๐‘–๐‘›+1 (๐‘ˆ ๐‘›+1 ) = ๐›ผ๐‘–๐‘›+1 ๐‘ˆ๐‘–−1
−
1
โˆ†๐œ๐‘›
๐‘ˆ๐‘–๐‘› ,
๐‘›+1
dengan ๐‘ˆ0๐‘›+1 dan ๐‘ˆ๐‘€
. Didefinisikan Matriks Jacobi dari ๐น ๐‘›+1 (๐‘ˆ ๐‘›+1 ) yang
dinotasikan sebagai ๐ฝ๐‘›+1 (๐‘ˆ ๐‘›+1 ), dengan
๐‘›+1
๐ฝ11
๐‘›+1
๐ฝ21
0
๐‘›+1 (๐‘ˆ ๐‘›+1 )
โ‹ฎ
๐ฝ
=
0
0
0
[
๐‘›+1
๐ฝ12
๐‘›+1
๐ฝ22
๐‘›+1
๐ฝ32
โ‹ฎ
๐‘›+1
๐ฝ23
๐‘›+1
๐ฝ33
0
0
0
0
0
0
0
โ‹ฎ
…
…
…
โ‹ฑ
0
0
0
โ‹ฎ
๐‘›+1
โ‹ฏ ๐ฝ(๐‘€−3)(๐‘€−3)
๐‘›+1
… ๐ฝ(๐‘€−2)(๐‘€−3)
…
0
0
0
0
โ‹ฎ
๐‘›+1
๐ฝ(๐‘€−3)(๐‘€−2)
0
0
0
โ‹ฎ
0
๐‘›+1
๐ฝ(๐‘€−2)(๐‘€−2)
๐‘›+1
๐ฝ(๐‘€−2)(๐‘€−1)
๐‘›+1
๐ฝ(๐‘€−1)(๐‘€−2)
๐‘›+1
๐ฝ(๐‘€−1)(๐‘€−1)
]
18
๐œ•๐‘“ ๐‘›+1
๐‘›+1
di mana,๐ฝ๐‘–๐‘—
โ‰” ๐œ•๐‘ˆ๐‘–๐‘›+1 untuk semua i dan j. Dengan menggunakan persamaan (31)
๐‘—
- (33), (19) dan (19), diperoleh persamaan untuk turunan berikut
๐‘›+1
๐‘›+1
๐‘›+1
๐‘›+1
๐‘›+1 ๐œ•๐›ผ๐‘–
๐‘›+1 ๐œ•๐›ฝ๐‘–
๐‘›+1 ๐œ•๐›พ๐‘–
๐ฝ๐‘–,๐‘–−1
= ๐›ผ๐‘–๐‘›+1 + ๐‘ˆ๐‘–−1
+
๐‘ˆ
+
๐‘ˆ
๐‘–
๐‘–+1
๐‘›+1
๐‘›+1
๐‘›+1
๐œ•๐‘ˆ๐‘–−1
๐œ•๐‘ˆ๐‘–−1
๐œ•๐‘ˆ๐‘–−1
1
๐‘›+1
)+
= ๐›ผ๐‘–๐‘›+1 − (2โ„Ž2 ๐‘†๐‘–2 (๐‘ˆ๐‘–−1
๐›ผ๐‘–๐‘›+1
1
โ„Ž2
๐‘†๐‘–2 (๐‘ˆ๐‘–๐‘›+1 ) +
1
2โ„Ž2
๐‘›+1
))
๐‘†๐‘–2 (๐‘ˆ๐‘–+1
๐œ•๐œŽ2 (Γ)
๐‘›+1
๐œ•๐‘ˆ๐‘–−1
=
.
Dengan cara yang serupa, diperoleh
๐‘›+1
๐ฝ๐‘–,๐‘–
= ๐›ฝ๐‘–๐‘›+1 ,
๐‘›+1
๐ฝ๐‘–,๐‘–+1
= ๐›พ๐‘–๐‘›+1 .
Menggunakan Jacobi dari ๐น ๐‘›+1 , diberikan metode Newton untuk penyelesaian
persamaan (35)
Algoritma 1.
0
ฬ‚ 0 = (๐‘ˆ10 , … . , ๐‘ˆ๐‘€−1
)๐‘‡
1. Pilih ๐œ€ > 0. Misalkan ๐‘› = 0, evaluasi syarat awal ๐‘ˆ
menggunakan (34);
ฬ‚๐‘›.
2. Pilih ๐‘™ = 0 dan ๐‘Š ๐‘™ = ๐‘ˆ
3. Selesaikan
๐ฝ๐‘›+1 (๐‘Š ๐‘™ )๐›ฟ๐‘Š = −๐น ๐‘›+1 (๐‘Š ๐‘™ )
untuk ๐›ฟ๐‘Š dan ditentukan
๐‘Š ๐‘™+1 = ๐‘Š ๐‘™ + ๐›ฟ๐‘Š.
4. Jika โ€–๐›ฟ๐‘Šโ€–∞ ≥ ๐œ€, tentukan ๐‘™ โ‰” ๐‘™ + 1dan kembali ke langkah 3. Jika sebaliknya,
lanjutkan.
ฬ‚ ๐‘›+1 = ๐‘Š ๐‘™+1 . Jika ๐‘› < ๐‘ − 1, tentukan ๐‘› โ‰” ๐‘› + 1 dan kembali ke
5. Tentukan ๐‘ˆ
langkah 2. Jika sebaliknya, berhenti.
Dengan menggunakan matriks Jacobi ๐ฝ๐‘›+1, diperoleh Teorema 3 berikut
Teorema 3
Untuk sembarang ๐‘ˆ ๐‘›+1 dengan ๐‘› = 0,1, . , ๐‘, ๐ฝ๐‘›+1 (๐‘ˆ ๐‘›+1 ) adalah suatu matriks-M.
Bukti:
Untuk membuktikan Teorema 3, harus ditunjukkan bahwa
๐‘›+1
๐‘›+1
๐ฝ๐‘–,๐‘–−1
< 0, ๐ฝ๐‘–๐‘–๐‘›+1 > 0, ๐ฝ๐‘–,๐‘–+1
<0
๐‘›+1
๐‘›+1
๐‘›+1
๐ฝ๐‘–๐‘– ≥ |๐ฝ๐‘–,๐‘–−1 | + |๐ฝ๐‘–,๐‘–+1 |
๐‘›+1 (๐‘ˆ ๐‘›+1 )
Untuk matriks ๐ฝ
, dari persamaan (32) dapat dilihat bahwa
1
๐‘›+1
๐‘›+1
2
๐ฝ๐‘–,๐‘–−1 = ๐›ผ๐‘–
= − 2โ„Ž2 ๐œŽ (๐›ฟ๐‘†๐‘† ๐‘ˆ ๐‘›+1 )(๐‘–)๐‘†๐‘–2 < 0 terpenuhi.
Hal yang sama untuk
1
1
๐‘Ÿ๐‘†
๐ฝ๐‘–๐‘–๐‘›+1 = ๐›ฝ๐‘–๐‘›+1 = โˆ†๐œ + โ„Ž2 ๐œŽ 2 (๐›ฟ๐‘†๐‘† ๐‘ˆ ๐‘›+1 )(๐‘–)๐‘†๐‘–2 + โ„Ž ๐‘– + ๐‘Ÿ > 0,
๐‘›+1
๐ฝ๐‘–,๐‘–+1
=
๐›พ๐‘–๐‘›+1
๐‘›
1
= − 2โ„Ž2 ๐œŽ 2 (๐›ฟ๐‘†๐‘† ๐‘ˆ ๐‘›+1 )(๐‘–)๐‘†๐‘–2 −
1
๐‘Ÿ๐‘†๐‘–
โ„Ž
< 0.
Selanjutnya, karena ๐‘Ÿ ≥ 0 dan โˆ†๐œ ≥ 0 maka
๐‘›
๐‘›+1
๐‘›+1
๐ฝ๐‘–๐‘–๐‘›+1 = |๐ฝ๐‘–,๐‘–−1
| + |๐ฝ๐‘–,๐‘–+1
|+๐‘Ÿ+
๐‘›+1
๐‘›+1
≥ |๐ฝ๐‘–,๐‘–−1
| + |๐ฝ๐‘–,๐‘–+1
|.
1
โˆ†๐œ๐‘›
19
๐‘›+1
untuk sembarang ๐‘– = 1,2, … . , ๐‘€ − 1 dengan ketentuan bahwa ๐ฝ1,0
=0=
๐‘›+1
๐‘›+1 (๐‘ˆ ๐‘›+1 )
๐ฝ๐‘€−1,๐‘€ .Oleh karena itu, matriks ๐ฝ
adalah suatu matriks-M.
โˆŽ
Sistem linear pada langkah 3 dari algoritma 1 biasanya berskala besar dan
teorema di atas menjamin bahwa sistem linear tersebut memiliki solusi khusus.
Solusi untuk sistem linear dengan dekomposisi LU atau metode iteratif, stabil
secara numerik.
Simulasi Numerik
Pada bagian ini akan disajikan hasil pendekatan numerik dari empat jenis
harga opsi tipe Eropa untuk melihat perilaku dan kekonvergenan dari metode beda
hingga upwind. Pada simulasi numerik ini akan ditentukan derajat kekonvergenan
dari metode iteratif untuk penyelesaian persamaan taklinear dengan memilih
serangkaian mesh yang dibangkitkan dengan membagi-dua parameter mesh pada
iterasi sebelumnya.
a) Opsi Call
Perhitungan nilai opsi menggunakan parameter ๐‘Ÿ = 0.1 , ๐‘‡ = 1 , ๐พ = 40 ,
2
2
2
๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘›
= 0.0225, ๐œŽ๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ
= 0.0625, ๐‘†๐‘š๐‘–๐‘›
= 0.0225 dan ๐‘†๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ = 80, dengan mesh
seragam โ„Ž = 2 , ๐‘€ = 41 dan ๐‘ = 21. Perbandingan harga opsi pada kasus
terbaik dan kasus terburuk untuk posisi sebagai pembeli opsi (long position)
dapat dilihat pada Gambar 5.
(a)
(b)
Gambar 5 Harga opsi Call Eropa untuk posisi sebagai pembeli opsi dengan, (a)
kasus terbaik dan (b) kasus terburuk
20
Gambar 6 Harga opsi call untuk kasus terbaik dan kasus terburuk pada waktu
t=0
Dari Gambar 5 terlihat bahwa untuk kasus terbaik dan kasus terburuk, metode
numerik yang digunakan stabil. Harga opsi call untuk kasus terbaik dan kasus
terburuk pada waktu t = 0 ditunjukkan dengan Gambar 6. Selanjutnya akan dihitung
orde kekonvergenan metode tersebut dengan membandingkan solusi eksaknya.
Dalam menghitung orde kekonverenan metode tersebut, dipilih serangkaian mesh
yang dibangkitkan secara berurutan dengan membagi dua ukuran mesh sebelumnya.
Karena solusi eksak tidak diketahui, maka digunakan solusi numerik dari mesh
seragam dengan โ„Ž = 0.03125, ๐‘€ = 2561 dan โˆ†๐œ = 0.00078125 , ๐‘ = 1281
sebagai solusi eksak, ๐‘‰eksak . Selanjutnya dengan menggunakan solusi eksak
tersebut, dihitung ratio dari solusi numerik dari mesh yang berurutan dengan
โ€–๐‘‰โ„Žโˆ†τ − ๐‘‰eksak โ€–โ„Ž,∞
๐‘…๐‘Ž๐‘ก๐‘–๐‘œ =
⁄2
โ€–๐‘‰โ„Žโˆ†τ
⁄2 − ๐‘‰eksak โ€–
โ„Ž,∞
di mana ๐‘‰โ„Žโˆ†๐œ adalah solusi pada mesh dengan โ„Ž ukuran mesh saham dan โˆ†๐œ ukuran
mesh waktu, serta
โ€–๐‘‰โ„Žโˆ†๐œ − ๐‘‰๐‘’๐‘˜๐‘ ๐‘Ž๐‘˜ โ€–โ„Ž,∞ โ‰”
max |๐‘‰๐‘–๐‘› − ๐‘‰eksak (๐‘†๐‘– , ๐œ๐‘› )|.
1≤๐‘–≤๐‘€;1≤๐‘›≤๐‘
Untuk orde kekonvergenan metode numeriknya diperoleh dari rata-rata ratio.
Tabel 1 Hasil perhitungan error dan ratio untuk opsi Call
Kasus Terbaik
Kasus Terburuk
M
N
โ€–. โ€–โ„Ž,∞
โ€–.
โ€–
Ratio
Ratio
โ„Ž,∞
41
21
2.1583e-01
1.7887e-01
81
41
1.2705e-01
1.70
9.9884e-02
1.79
161
81
7.7695e-02
1.64
5.6592e-02
1.76
321
161
4.7794e-02
1.63
3.2573e-02
1.74
641
321
2.7615e-02
1.73
1.8008e-02
1.81
1281 641
1.2437e-02
2.22
7.9266e-03
2.27
Hasil perhitungan ratio di Tabel 1 menunjukkan orde kekonvergenan metode
upwind pada opsi call dengan kasus terbaik dan kasus terburuk, secara berturut
adalah sekitar 1.6 dan 1.7.
21
b) Opsi Put
Perhitungan nilai opsi menggunakan parameter ๐‘Ÿ = 0.1 , ๐‘‡ = 1 , ๐พ = 40 ,
2
2
2
= 0.0625, ๐‘†๐‘š๐‘–๐‘›
= 0.0225dan ๐‘†๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ = 80, dengan mesh
๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘›
= 0.0225, ๐œŽ๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ
seragam โ„Ž = 2 , ๐‘€ = 41 dan ๐‘ = 21 . Perbandingan harga opsi pada kasus
terbaik dan kasus terburuk untuk posisi sebagai pembeli opsi (long position)
dapat dilihat pada Gambar 7.
(a)
(b)
Gambar 7 Harga opsi Put Eropa untuk posisi sebagai pembeli opsi dengan,
(a) kasus terbaik dan (b) kasus terburuk
Gambar 8 Harga opsi put untuk kasus terbaik dan kasus terburuk pada waktu
t=0
Dari Gambar 7 terlihat bahwa untuk kasus terbaik dan kasus terburuk, metode
numerik yang digunakan stabil. Harga opsi put untuk kasus terbaik dan kasus
terburuk pada waktu t = 0 ditunjukkan dengan Gambar 8. Dengan perhitungan yang
serupa dengan opsi call, diperoleh hasil perhitungan error dan ratio untuk opsi put
di Tabel 2.
22
Tabel 2 Hasil perhitungan error dan ratio untuk opsi Put
Kasus Terbaik
Kasus Terburuk
M
N
โ€–. โ€–โ„Ž,∞
โ€–. โ€–โ„Ž,∞
Ratio
Ratio
41
21
2.1534e-01
1.7838e-01
81
41
1.2693e-01
1.70
9.9764e-02
1.79
161
81
7.7666e-02
1.63
5.6563e-02
1.76
321
161
4.7787e-02
1.63
3.2565e-02
1.74
641
321
2.7613e-02
1.73
1.8006e-02
1.81
1281 641
1.2437e-02
2.22
7.9264e-03
2.27
Hasil perhitungan ratio di Tabel 2 menunjukkan orde kekonvergenan metode
upwind pada opsi put dengan kasus terbaik dan kasus terburuk, secara berturut
adalah sekitar 1.6 dan 1.7.
c) Opsi Butterfly
Perhitungan nilai opsi menggunakan parameter ๐‘Ÿ = 0.1, ๐‘‡ = 1, ๐พ1 = 20, ๐พ2 =
2
2
2
40, ๐พ3 = 60, ๐œŽ๐‘š๐‘–๐‘›
= 0.0225, ๐œŽ๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ
= 0.0625, ๐‘†๐‘š๐‘–๐‘›
= 0.0225dan ๐‘†๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ = 80,
dengan mesh seragamโ„Ž = 2, ๐‘€ = 41 dan ๐‘ = 21. Perbandingan harga opsi
butterfly pada kasus terbaik dan kasus terburuk untuk posisi sebagai pembeli
opsi (long position) dapat dilihat pada Gambar 9.
(a)
(b)
Gambar 9 Harga opsi butterfly Eropa untuk posisi sebagai pembeli opsi dengan,
(a) kasus terbaik dan (b) kasus terburuk
Dari Gambar 9 terlihat bahwa untuk kasus terbaik dan kasus terburuk, metode
numerik yang digunakan stabil. Harga opsi butterfly untuk kasus terbaik dan
kasus terburuk pada waktu t = 0 ditunjukkan dengan Gambar 10. Dengan
perhitungan yang serupa dengan opsi call, diperoleh hasil perhitungan error dan
ratio untuk opsi butterfly di Tabel 3
23
Gambar 10 Harga opsi butterfly untuk kasus terbaik dan kasus terburuk pada
waktu t = 0
M
41
81
161
321
641
1281
Tabel 3 Hasil perhitungan error dan ratio untuk opsi Butterfly
Kasus Terbaik
Kasus Terburuk
N
โ€–. โ€–โ„Ž,∞
โ€–. โ€–โ„Ž,∞
Ratio
Ratio
21
3.6712e-01
4.4986e-01
41
2.0051e-01
1.83
2.5554e-01
1.76
81
1.1319e-01
1.77
1.5544e-01
1.64
161
6.5140e-02
1.74
9.5585e-02
1.63
321
3.6015e-02
1.81
5.5229e-02
1.73
641
1.5853e-02
2.27
2.4874e-02
2.22
Hasil perhitungan ratio di Tabel 3 menunjukkan bahwa orde kekonvergenan
metode beda hingga upwind pada opsi butterfly dengan kasus terbaik dan kasus
terburuk, secara berturut adalah sekitar 1.7 dan 1.6.
d) Opsi Cash or Nothing
Perhitungan nilai opsi menggunakan parameter ๐‘Ÿ = 0.1 , ๐ต = 1 , ๐‘‡ = 1, ๐พ =
2
2
40, ๐‘†๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ = 80, ๐œŽ๐‘š๐‘Ž๐‘ฅ
= 0.0625, ๐‘†๐‘š๐‘–๐‘›
= 0.0225, dengan mesh seragam โ„Ž = 2,
๐‘€ = 41 dan ๐‘ = 21. Perbandingan harga opsi cash or nothing pada kasus
terbaik dan kasus terburuk untuk posisi sebagai pembeli opsi (long position)
dapat dilihat pada Gambar 11.
24
(a)
(b)
Gambar 11 Harga dari opsi Cash or Nothing Eropa untuk posisi sebagai
pembeli opsi dengan, (a) kasus terbaik dan (b) kasus terburuk
Gambar 12 Harga opsi cash or nothing untuk kasus terbaik dan kasus terburuk
pada waktu t = 0
Dari Gambar 11 terlihat bahwa untuk kasus terbaik dan kasus terburuk, metode
numerik yang digunakan stabil. Harga opsi cash or nothing untuk kasus terbaik dan
terburuk pada waktu t = 0 ditunjukkan dengan Gambar 12. Dengan perhitungan
yang serupa dengan opsi call, diperoleh hasil perhitungan error dan ratio untuk opsi
cash or nothing di Tabel 4.
25
Tabel 4 Hasil perhitungan error dan ratio opsi untuk Cash or Nothing
Kasus Terbaik
Kasus Terburuk
M
N
โ€–. โ€–โ„Ž,∞
โ€–. โ€–โ„Ž,∞
Ratio
Ratio
41
21
2.7348e-01
2.0049e-01
81
41
2.0030e-01
1.37
1.5698e-01
1.28
161
81
1.5435e-01
1.30
1.1745e-01
1.34
321
161
1.2128e-01
1.27
8.6226e-02
1.36
641
321
9.1088e-02
1.33
6.6065e-02
1.31
1281
641
5.4175e-02
1.68
3.8505e-02
1.72
Hasil perhitungan ratio di Tabel 4 menunjukkan bahwa orde kekonvergenan
metode upwind pada opsi cash or nothing dengan kasus terbaik dan kasus terburuk
adalah sekitar 1.3.
SIMPULAN
Pada penelitian ini digunakan metode beda hingga upwind untuk diskretisasi
ruang dan metode implisit untuk diskretisasi waktu persamaan diferensial parsial
taklinear dari model volatilitas stokastik dalam penentuan harga opsi. Skema
diskretisasi ini terbukti monoton, konsisten dan stabil. Berdasarkan hasil dari
simulasi numerik, terlihat bahwa orde kekonvergenan untuk metode beda hingga
upwind dengan model volatilitas stokastik adalah sekitar 1.6 untuk kasus terburuk
dan 1.7 untuk kasus terbaik dengan posisi sebagai pembeli opsi (long position).
DAFTAR PUSTAKA
Anderson L B G & Brotherton-Ratcliffe R. 1998. The equity option volatility
smile: An implicit finite-difference approach. Journal of Computational
Finance 1: 5-37.
Avellaneda M, Levy A, Paras A. 1995. Pricing and hedging derivative securities
in markets with uncertain volatilities. Appl. Math. Finance 2: 73-88.
Bermon A & Plemmons R J. 1994. Nonnegative Matrices in the Mathematical
Sciences, Philadelphia: Society for Industrial and Applied Mathematics.
Barles G. 1997. Convergence of numerical schemes for degenerate parabolic
equations arising in finance. In L. C. G. Rogers, D. Talay (Eds). Numerical
Methods in Finance. Cambridge University Press. Cambridge.
Black F & Scholes M. 1973. The pricing of options and corporate liabilities. J.
Political Economy 81: 637-659.
Dupire B. 1994. Pricing with smile. Risk. 7: 18-20.
Fujimoto T & Ranade R. 2004. Two characterizations of inverse-positive
matrices: the hawkins-simon condition and the le chatelier-braun principle.
Electronic Journal of Linear Algebra 11: 59–65.
Heston S L. 1993. A closed-form solution for option with stochastic volatility with
applications to bond and currency option. Review of Financial Studies 6:
327-343.
Hull J &White A. 1987. The pricing of option on asset with stochastic volatilities.
J. Finance. 42: 281-300.
26
Hull J. 2009. Option, Futures and Other Derivatives. Sixth Edition. New Jersey:
Prentice – Hall.
Lesmana DC & Wang S. 2013. An upwind finite difference method for a nonlinear
Black-Scholes equation governing European option valuation under
transaction cost. Appl. Math. Comput. 219: 8811-8828.
Lo MS. 2003. Generalized Autoregressive Conditional Heterscedasticity Time
Series Model [tesis]. Burnaby(CA): Simon Fraser University.
Lyons TJ. 1995. Uncertain volatility and the risk free synthesis of derivatives.
Appl. Math. Finance. 2: 117-133.
Niwiga DB. 2005. Numerical method for valuation of financial derivatives [tesis].
South Africa (ZA): University of Western Cape.
Pooley DM, Forsyth PA, Vetzal KR. 2001. Numerical convergence properties of
option pricing PDEs with uncertain volatility. IMA J. Numer. Anal. 23: 241267.
Ross SM. 2007. Stochastic Process. John Wiley & Son Inc. New York.
Zhang K & Wang S. 2009. A computational scheme for uncertain volatility model
in option pricing. Appl. Numer. Math. 59: 1754–1767.
27
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pengga pada tanggal 29 Desember 1988, sebagai anak
kedua dari pasangan Andi Datu dan Dg. Niasi. Pendidikan sekolah menengah
ditempuh di SMA Negeri 1 Benteng Program IPA, lulus pada tahun 2006. Pada
tahun yang sama penulis diterima di program studi Matematika Universitas
Hasanuddin, Makassar dan menyelesaikannya pada tahun 2011. Tahun 2011
penulis diterima sebagai mahasiswa pascasarjana di Institut Pertanian Bogor pada
Program Studi Matematika Terapan.
Sebuah artikel dengan judul Numerical solution for option pricing with
stochastic volatility model telah diterima untuk diterbitkan di jurnal Applied
Mathematical Sciences (AMS), Hikari Ltd, Bulgaria. Karya ilmiah tersebut
merupakan bagian dari penelitian S-2 penulis.
Download