Pengelolaan Obligasi Daerah Oleh: DR. Adler Haymans Manurung, M.Com., ME Pendahuluan Pemerintah regional atau daerah yang dapat dikelompokkan dari menjadi dua kelompok besar yaitu Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten. Pemerintah tersebut membelanjai kebutuhan daerahnya melalui pendapatan daerah yang setiap tahun dibuat dalam APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) disahkan oleh DPRD (dewan perwakilan rakyat daerah) yang bersangkutan. Pendapatan daerah diperoleh melalui redistribusi, DAU (dana alokasi umum) dari pusat dana bagi hasil dan sebagainya. Seringkali daerah kurang cukup pendapatannya untuk membiayai projek yang sedang dikerjakan sehingga mempunyai kesulitan dalam penyelesaian bahkan menunggu dana dari pusat maupun untuk berikutnya. Sejak berlakunya Undang-undang Otonomi daerah yang dituangkan pada UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah maka penataan pemerintahan dan keuangan daerah semakin mempunyai peranan. Kesulitan yang dihadapi akan terpecahkan dengan keluarnya Undang-undang ini. Kemudian, kekurangan dana dalam APBD dapat dilakukan melalui pinjaman atau obligasi daerah yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 54 tahun 2005 Tentang Pinjaman Daerah. Dalam PP ini disebutkan daerah melakukan pinjaman atau menerbitkan Obligasi daerah yang bersangkutan. Tetapi, hanya pinjaman daerah yang akan dapat dikerjakan karena penerbitan obligasi belum secara jelas diuraikan dalam PP ini. Selanjutnya, karena penerbitan obligasi merupakan wewenang Menteri Keuangan maka dikeluarkanlah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/KMK.07/2006 tentang Tatacara Penerbitan, Pertanggunjawaban dan Publikasi Informasi Obligasi Daerah. Peraturan ini secara jelas menguraikan cara menerbitkan obligasi daerah dan diharapkan dapat membantu daerah untuk mendapatkan dana. Selanjutnya, Pemerintah daerah harus memikirkan bagaimana mengelola obligasi daerah tersebut agar obligasi daerah yang diterbitkan diminati investor. Walaupun sebenarnya, Peraturan Menkeu tersebut menguraikan didirikannya Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk menindaklanjuti dan mempersiapkan serta penerbitan sampai jatuh tempo obligasi daerah tersebut. Penerbitan obligasi yang waktunya sesuai dengan dana yang dimiliki investor merupakan faktor penting untuk membuat obligasi daerah dapat laku dijual di pasar primer. Pemberian informasi juga sangat penting agar transaksi obligasi di pasar sekunder menjadi sangat likuid. Inbvestor yang melakukan investasi terhadap obligasi daerah juga memerlukan pengetahuan yang mendalam mengelola obligasi ini. Pengetahuan khusus diperlukan untuk mengelola obligasi ini karena mempunyai ciri tersendiri dan umumnya memberikan yield sedikit diatas yield obligasi Pemerintah Pusat yang saat ini banyak beredar di pasar. Bagaimana pengelolaan portofolio obligasi baik dari segi pemerintah daerah sebagai penerbit dan investor sebagai pemilik merupakan pembahasan paper ini. Paper ini dibagi dalam lima bagian. Bagian berikutnya membahas konsep dan definisi obligasi daerah dimana didalamnya diuraikan obligasi yang sesuai diterbitkan pemerintah daerah. Bagian Ketiga membahas mengenai investor obligasi daerah dan mungkinkan obligasi daerah ini akan diserap pasar dikemudian hari. Bagian keempat menjelaskan pengelolaan obligasi daerah baik dari pemerintah daerah dan investor. Akhirnya, tulisan akan memberikan kesimpulan ringkas. Obligasi Daerah Obligasi daerah adalah surat hutang yang dikeluarkan pemerintah daerah untuk mendapatkan dana dalam rangka membiayai daerah yang bersangkutan. Peraturan Pemerintah No. 54 tahun 2005 tentang Pinjaman daerah dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/KMK.07/2006 menyatakan Obligasi adalah pinjaman daerah yang ditawarkan kepada ublik melalui penawaran umum di pasar modal. Obligasi daerah yang dikenal dengan Municipal Bond sudah sangat terkenal di Amerika Serikat bahkan investor banyak melakukan investasi pada obligasi ini baik dana pension, asuransi, manajer investasi maupun perusahaan swasta serta pemerintah daerah lain yang kelebihan dana. Obligasi daerah sudah bisa diterbitkan daerah dengan peraturan yang dikeluarkan Menteri Keuangan yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/KMK.07/2006 tentang Tatacara Penerbitan, Pertanggunjawaban dan Publikasi Informasi Obligasi Daerah. Peraturan ini memberikan peluang dan juga kehati-hatian bagi daerah untuk menerbitkan obligasi daerah. Obligasi negara yang diterbitkan Pemerintah Pusat melalui Menteri Keuangan mempunyai jangka waktu dari 3 tahun sampai dengan 30 tahun. Obligasi daerah ini akan mempunyai umur sangat bervariasi tergantung dari perencanaan keuangan daerah tersebut. Persoalan utama yang muncul adalah Kepala Daerahnya sudah tidak memerintah lagi tetapi obligasinya belum jatuh tempo, sehingga kepastian pembayaran obligasi tersebut belum bisa dikatakan dibayar. Sebaiknya, Pemerintah membuat peraturan lagi yang terikat kepada semua Kepala Daerah yang menjabat turut bertanggungjawab atas seluruh pinjaman tersebut. Alternatif lain yang bisa dilakukan yaitu membuat periode obligasi daerah tidak melebihi 4 tahun. Obligasi harus sudah terbayar sebelum Kepala Daerah tidak memimpin kembali. Dalam kasus ini, perencanaan keuangan daerah harus lebih jelas dan teliti sehingga pemberdayaan pihak yang terkait seperti Kantor Bappeda dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sangat mutlak dilaksanakan. SKPD harus mempunyai kualifikasi yang memadai dengan cara mengikuti pelatihan dan pendidikan yang sesuai serta bersertifikasi. Alternatif lain yang bisa dilakukan yaitu dengan cara membuat struktur obligasi yang mana obligasi tersebut mempunyai jaminan akan terbayar melalui struktur produk yang dilakukan. Struktur produk yang dilakukan sebagai berikut: Obligasi daerah diterbitkan Rp. 1 trilliun dengan periode 30 tahun, kemudian dananya sebesar Rp. 100 milyar dibelikan obligasi Pemerintah Pusat dengan kupon 8% selama periode 30 tahun. Nilai hasil obligasi Pemerintah Pusat tersebut akan bernilai Rp. 1 trilliun setelah 30 tahun, artinya pokok obligasi daerah akan terbayar, tetapi daerah hanya memikirkan pembayaran kuponnya. Pembayaran kupon dapat dilakukan melalui proyek dari Rp. 900 milyar atas kelebihan penerbitan obligasi daerah tersebut. Kasus ini akan menyelesaikan persoalan permintaan jaminan Pemerintah atas obligasi daerah tersebut. Karena obligasi Pemerintah Pusat sudah menjamin terbayarnya obligasi daerah tersebut. Bagan 1: Penerbitan Obligasi Daerah dengan Struktur Penjaminan Pasar Obligasi Obligasi PP Rp. 100 B Daerah “XYZ” Bond of Rp. 1 tr INVESTOR IDR 1 tr Bank Kustodian Menurut Fabozzi (2004) bahwa obligasi dapat dikelompokkan menurut penerbit dank upon obligasi. Obligasi daerah merupakan obligasi berdasarkan penerbitnya. Obligasi dikelompokkan berdasarkan kuponnya yaitu obligasi berkupon nol (Zero Coupon bond); obligasi berkupon tetap dan obligasi berkupon mengambang serta obligasi pendapatan. Obligasi berkupon nol adalah obligasi yang tidak mempunyai kupon selama periode obligasi. Investor membeli obligasinya pada harga diskon dan pada jatuh tempo mendapatkan nilai jatuh tempo yang tertera pada obligasi tersebut. Sebenarnya, obligasi ini membayar kupon di awal pembelian obligasi. Harga obligasi ini akan mengalami kenaikan secara garis lurus dari mulai dibeli investor sampai jatuh tempo dengan catatan tidak melakukan perdagangan atas obligasi ini. Bila terjadi tingkat bunga naik atau turun maka obligasi ini mempunyai harga jauh lebih rendah dari harga yang dihitung secara amortisasi garis lurus. Obligasi berkupon tetap adalah obligasi yang mempunyai kupon tetap selama periode obligasi tersebut. Bila pada saat diterbitkan besarnya kupon 10 persen maka obligasi tersebut akan membayar kupon tetap 10 persen selama periode obligasi. Bila terjadi tingkat bunga pasar naik maka harga obligasi ini yang mengalami penurunan dan sebaliknya harga obligasi mengalami kenaikan bila tingkat bunga pasar mengalami kenaikan. Obligasi berkupon mengambang adalah obligasi yang tingkat kupon tidak tetap selama periode obligasi. Biasanya obligasi ini mengacu kepada sebuah tingkat bunga dengan tambahan premium, misalkan tingkat bunga SBI + 200 bps (basis poin = 2%). Bahkan Australia menerbitkan obligasi yang dikaitkan dengan inflasi dengan tambahan premium beberapa ratus basis poin. Tingkat bunga kupon ditentukan sekali enam bulan dimana penentuan paling cepat satu minggu sebelum tingkat bunga kupon tersebut diberlakukan. Obligasi pendapatan adalah obligasi yang kuponnya didasarkan kepada pendapatan penerbit obligasi. Obligasi ini sudah ada di Indonesia diterbitkan PT Citra Marga NP. Obligasi sangat cocok untuk obligasi yang mempunyai pendapatan dapat dihitung secara jelas dan pasti misalkan jalan tol, perusahaan air minum dan listrik dan sebagainya. Berdasarkan uraian jenis obligasi tersebut, maka obligasi yang sangat sesuai dengan daerah yaitu obligasi berkupon nol dan obligasi pendapatan. Obligasi berkupon nol sangat tepat diterbitkan oleh daerah karena daerah tidak perlu memikirkan pembayaran bunga setiap periode yang dijanjikan seperti obligasi umumnya. Pemerintah daerah hanya memikirkan nilai jatuh tempo pada saat jatuh tempo. Artinya, dalam perencanaan keuangan daerah tersebut sudah dibuat besaran pembayaran yang akan dilakukan setiap tahun. Penerbitan obligasi daerah membuat Kepala daerah yang bersangkutan harus memahami keuangan daerah dan tidak membuat persoalan kepada pegawai yang membatu untuk mengaturnya. Obligasi ini membuat daerah harus tertib dalam keuangan dalam jangka panjang serta terencana. Bila daerah tersebut telah menerbitkan obligasi berkupon nol maka kemungkinan untuk menerbitkan obligasi pendapatan sangat besar bila ada projek yang sangat menguntungkan akan dikerjakan. Misalkan, pemerintah daerah ingin mendirikan taman bermain untuk masyarakat sekitar atau proyek listrik maka pemerintah daerah dapat menerbitkan obligasi pendapatan berdasarkan pendapatan dari projek tersebut sehingga APBDnya tidak terganggu. Investor Obligasi Daerah Keberhasilan obligasi daerah tidak terlepas dari berbagai partisan yang ikut berkecimpung dalam transaksi obligasi tersebut. Pemerintah Daerah sebagai penerbit mempunyai peranan penting. Pemerintah Daerah tidak bisa berjalan dengan sendirinya karena sangat dibutuhkan investor yang dapat membeli obligasi tersebut. Investor obligasi daerah bisa diketahui secara jelas yaitu investor individu, Dana Pensiun, Perusahaan Asuransi, Bank, BPR, perusahaan multifinance, perusahaan swasta dan pemerintah, pemerintah daerah yang surplus dan investor luar negeri. Tabel dalam lampiran paper ini memperlihatkan dana yang dimiliki investor tersebut. Jumlah dana masyarakat yang terhimpun di perbankan pada akhir 2006 sebanyak Rp 1.300 trilliun dimana dana tersebut sekitar 57 persen atau Rp. 742 trilliun merupakan milik peorarangan; sekitar 24,3 persen atau Rp. 315 trilliun milik perusahaan swasta; sekitar 9 persen atau Rp. 118 trilliun merupakan milik pemerintah. Bank Perkreditan Rakyat yang juga menghimpun dana masyarakat di pedesaan telah menghimpun dana sebesar Rp. 14 trilliun pada akhir tahun 2006. Data ini memberikan informasi bahwa obligasi daerah masih mempunyai tempat di masyarakat. Obligasi tersebut akan sangat laku dijual bila obligasi tersebut memenuhi kriteria yang selalu diinginkan investor seperti yield yang sedikit tinggi, risiko yang sangat rendah dan terjamin. Bila obligasi daerah yang diterbitkan dalam dua tahun kedepan sebesar Rp. 10 trilliun tidak akan mempengaruhi keseimbangan dana perbankan, karena dana tersebut hanya merupakan 0,8% dari dana yang dikumpulkan perbankan. Dana Rp. 10 triliiun tersebut masih 12,8 persen dari bunga yang dibayarkan perbankan dimana tingkat bunga sebesar 6%. Pemerintah daerah yang kelebihan dana juga dapat melakukan investasi pada obligasi daerah. Dana yang dimilik pemerintah daerah ada sebanyak Rp. 68 trilliun pada akhir tahun 2006. Artinya, daerah sendiri bisa saling bantu dan tidak perlu melakukan penawaran kepada pihak lain untuk mendapatkan dana melalui obligasi daerah ini. Dana pensiun yang juga menghimpun dari pekerja untuk keperluan pensiun di masa pensiun pekerja telah mempunyai dana investasi sebesar Rp. 120 trilliun.1 Dana ini cukup besar dan pantas diinvestasikan pada obligasi daerah yang memberikan yield melebihi kebutuhan dana pensiun tersebut. Perusahaan asuransi yang juga mengumpulkan dana dengan premi asuransi dan investasi untuk menanggung risiko yang dihadapi investor telah mempunyai dana investasi sekitar Rp. 60 trilliun pada akhir 2006. Dana ini juga sangat layak diinvestasikan pada obligasi daerah yang mempunyai periode mengenah dan panjang. Pengelolaan Obligasi Daerah Obligasi daerah yang telah terbit dipasar merupakan tempat investasi dari dana investor dan sumber dana bagi pemerintah daerah. Obligasi daerah ini perlu dikelola dengan baik agar memperoleh image baik sehingga investor mau terus melakukan investasi pada obligasi tersebut sehingga pemerintah daerah tidak kewalahan untuk menerbitkannya. Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/KMK.07/2006 pasal 2 disebutkan bahwa pengelolaan obligasi daerah oleh Kepala Daerah meliputi: a. penetapan strategi dan kebijakan termasuk pengendalian risiko; b. perencanaan dan penetapan struktur portofolio pinjaman daerah; c. penerbitan obligasi daerah d. penjualan obligasi daerah; e. pembelian kembali obligasi daerah sebelum jatuh tempo; f. pelunasan pada saat jatuh tempo; dan g. pertanggungjawaban. Pengendalian risiko oleh Pemerintah Daerah sangat penting terutama risiko obligasi daerah yang diterbitkan. Risiko utama yang harus dikelola Pemerintah daerah yaitu ketepatan waktu atas pembayaran bunga dan prinsipal obligasi. Untuk ini, Pemerintah daerah harus membuat arus kas keuangan Pemerintah Daerah tersebut. Arus kas ini harus dibuat dalam jangka panjang dan diperbaharui setiap bulannya. Oleh karenanya, sistim informasi pada SKPD harus lebih rapih, cermat dan tepat. Bila Pemerintah Daerah tidak ingin timbul persoalan dalam pembayaran bunga maka obligasi yang diterbitkan sebaiknya obligasi berkupon nol. Dalam menjual obligasi daerah ini, Pemerintah daerah perlu memperhatikan alokasi pembeli dari obligasi tersebut. Kejadian obligasi Pemerintah Pusat yang selalu harganya diturunkan ketika Pemerintah ingin menerbitkan obligasi baru 2 agar obligasi tersebut mempunyai yield yang tinggi. Setelah penawaran obligasi selesai, harga obligasi kembali ke level semula. Kejadian ini sudah berulang dan diharapkan tidak terjadi pada obligasi daerah bila alokasi penjualan obligasi sangat bervariasi sehingga likuiditas terjamin. Pemerintah Daerah perlu mempergunakan Invesment Banking yang bisa 1 Data ini diperoleh dari bahan presentasi Ketua Bapepam Dr. Fuad Rahmani, pada diskusi “Pembiayaan Sektor Riil” di Bank Indonesia 25 Juli 2007 2 Sejak tahun 2006, Menteri Keuangan telah mengumumkan tanggal penerbitan obligasi dan sekarang ini setiap bulannya ada obligasi yang ditawarkan dan umumnya diantara tanggal 20 - 25 setiap bulannya. mengatasi persoalan yang diuraikan sebelumnya. Carter dan Manaster (1990) menyatakan bahwa reputasi underwriter (investment banking) sangat berpengaruh terhadap penawaran public offering. Walaupun penelitian tersebut di bidang saham tetapi hasil penelitian tersebut bisa sebagai warning untuk penerbit obligasi daerah. Dalam penerbitan obligasi daerah jua diperhatikan PP No. 3 tahun 2003 tentang Pengendalian jumlah kumulatif Defisit APBN dan APBD serta jumlah kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pada PP terebut dinyatakan rumusan Rasio Kemampuan membayar kembali pinjaman sebagai berikut: DSCR = {PAD + ( DBH − DBHDR) + DAU } − BelanjaWajib ≥ 2.5 AngsuranPokokPinjaman + Bunga + BiayaLain DSCR = Debt Service Coverage Ratio atau Rasio Kemampuan Membayar Kembali Pinjaman. PAD = Pendapatan Asli Daerah DAU = Dana Alokasi Umum DBH = Dana Bagi Hasil; dan DBHDR Dana Bagi Hasi; Dana Reboisasi Selanjutnya, Pemerintah Daerah yang menerbitkan obligasi daerah sangat perlu melakukan edukasi mengenai obligasi ini terutama yang menjadi staf pada SKPD. Semakin baik pengetahuan staff SKPD maka semakin baik informasi yang diberikan investor maka reputasi pemerintah daerah semakin bagus. Pengetahuan yang baik juga membuat perencanaan keuangan daerah semakin baik dan perencanaan investasi juga semakin dan kemajuan ekonomi daerah yang bersangkutan semakin dan akhirnya pendapatan masyarakat daerah tersebut mengalami peningkatan. Pengelolaan obligasi bagi investor umumnya harus disesuaikan dengan karakteristik investor tersebut. Fong dan Fabozzi (1985) menyatakan bahwa pengelolaan portofolio dalam bentuk aset finasial berpendapatan tetap (fixed Income) dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok besar yaitu pengelolaan aktif, pengelolaan passif dan immunisasi & mencocokkan arus kas. Ketiga pendekatan pengelolaan portofolio tersebut digambarkan dalam bentuk segi tiga yang setiap sudut mengambarkan pengelolaan portofolio. Sudut pertama menyatakan bahwa pengelolaan portofolio dengan aktif. Dalam pengelolaan ini investor harus mampu melakukan antisipasi terhadap tingkat bunga dan menilai sektor dari perusahaan yang menerbitkan obligasi. Antisipasi tingkat bunga merupakan sebuah tindakan yang membuat investor atau manajer investasi menaikan durasi dari portofolio agar kenaikan yield tidak membuat harga obligasi portofolio turun tajam atau melakukan perubahan portofolio. Pemilihan dan penilaian sektor usaha sangat penting agar obligasi yang dikelola tetap membayar bunga. Sudut kedua memberikan metode pengelolaan lai yaitu pengelolaan secara pasif dimana manajer investasi membeli dan menahan obligasi sampai jatuh tempo atau pada saat dana dibutuhkan. Disamping, manajer investasi bisa juga mengikuti pola pasar yaitu indeks obligasi. Sudut ketiga menyatakan pengelolaan portofolio dengan menggabungkan kedua pendekatan yang diuraikan sebelum. Ketiga pengelolaan ini akan diuraikan dengan berbagai contoh pada bab berikutnya. Immunization & Cash Flow Matching Expectations Active management 1. Rate anticipation 2. Sector valuation Nonexpectations Passive management 1. Buy and hold 2. Indexing Bagan 1.3: Pendekatan Pengelolaan portofolio Obligasi Salah satu faktor penting yang harus diperhatikan oleh investor atau manajer investasi dalam mengelola portofolio obligasi yaitu tingkat bunga. Untuk pengelolaan aktif portofolio, investor atau manajer investasi setiap saat harus mengetahui perkembangan tingkat bunga. Investor atau Manajer investasi harus membuat antisipasi agar portofolio yang dikelola tidak mengalami penurunan. Sedangkan, pengelolaan passif portofolio tidak begitu memperhatikan tingkat bunga selama portofolio dikelola. Tetapi, investor atau manajer investasi hanya mempelajari benchmark portofolio saja. Pada pengelolaan immnunisasi, investor atau manajer investasi membangun portofolio dengan cara membuat portofolio tersebut kebal (immun) dari perubahan tingkat bunga. Awal membuat portofolio, investor atau manajer investasi harus memahami arah tingkat bunga sehingga portofolio yang dibangun dapat memberikan kepuasan investor. Kesimpulan Sesuai dengan uraian sebelumnya maka dapat diberikan kesimpulan sebagai berikut: 1. Obligasi daerah sangat layak diterbitkan. 2. Obligasi daerah yang layak diterbitkan pemerintah daeraj yaitu obligasi berkupon nol dan obligasi pendapatan, untuk melindungi kepentingan pemerintah daerah dan investor. 3. Obligasi daerah harus dikelola dengan baik agar memberikan image yang cukup baik untuk mendukung penerbitan obligasi berikutnya. 4. Waktu penerbitan obligasi harus diperhatikan Pemerintah Daerah dalam rangkan penjualan obligasi tersebut. 5. Investor dapat menggunakan berbagai pendekatan untuk mengelola obligasi daerah tersebut. Daftar Referensi Charter R. dan S. Manaster (1990); Initial Public Offering dan Underwriter Reputation; Journal of Finance, Vol. VL; pp. 1045 – 1067. Fabozzi, F. (2004); Bond Market, Analysis and Strategies; 5th eds.; Prentice Hall International Editions ____________ (1997); Managing Fixed Income Portfolios; Frank J. Fabozzi Associates, New Hope, Pennsylvania. ____________ (1996); Bond Portfolio Management; Frank J. Fabozzi Associates. Fabozzi, F. J. and Gifford Fong (1994); Advanced Fixed Income Portfolio Management: The State of the Art; Probus Publishing Company, Chicago, USA. Fong, H. Gifford and F. J. Fabozzi (1985); Fixed Income Portfolio Management; Dow Jones, Irwin, Illinois, USA. Fabozzi, F.J.; Martellini, L. And Philippe Priaulet (2006); Advanced Bond Portfolio Management: Best Practices in Modelling and Strategies; John Wiley & Sons Inc. Alat Likuid di Sistim Keuangan Indonesia Posisi Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Pada Bank Umum Menurut Golongan Pemilik (Rupiah & Valas Rp. Bio) KETERANGAN 1. Bukan Penduduk 2. Badan / Lembaga pemerintah 3. Badan Usaha Milik Negara - Perusahaan Asuransi - Perusahaan Pembiayaan - Lainnya Total Badan Usaha Milik Negara 4. Pemerintah Antara lain pemerintah daerah (total) - Dati I - Dati II 5. Badan Usaha Milik Daerah 6. Badan Usaha Milik Swasta - Perusahaan Asuransi - Perusahaan Pembiayaan - Koperasi - Dana Pensiun - Yayasan & Badan Sosial - Lainnya 1) Total Badan Usaha Milik Swasta 7. BPR 8. Perorangan Total Dana Dihimpun Tahun 2004 8,710 12,984 2002 16,917 18,477 2003 9,230 18,182 2005 14,156 14,655 2006 21,211 12,269 24,728 1,357 36,538 62,623 49,262 22,126 8,507 13,619 1,193 23,386 405 32,138 55,929 53,937 21,464 8,105 13,359 1,680 20,308 669 30,367 51,344 55,189 24,463 9,851 14,612 1,209 25,688 376 44,231 70,295 83,704 41,713 15,761 25,952 1,359 31,267 176 52,290 83,733 117,650 68,541 19,529 49,012 2,446 7,495 1,515 3,453 21,191 14,196 153,012 200,862 1,017 494,664 845,015 7,786 2,026 3,401 21,536 14,177 170,372 219,298 1,507 542,562 902,325 8,818 4,914 2,600 15,492 13,051 194,475 239,350 1,475 594,818 965,079 11,147 2,475 3,058 15,681 17,433 217,970 267,764 1,954 680,191 1,134,078 13,127 2,313 4,717 19,464 20,488 255,767 315,876 2,841 742,728 1,298,754 Posisi Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Pada BPR Menurut Produk Bank (Dalam Rupiah dan Valas Rp. Bio) Tahun 2004 3,329,786 7,859,701 11,189,487 2005 3,790,494 9,420,749 13,211,243 2006 3,868,793 10,059,636 13,928,429 2003 18,204 54,047 72,251 Tahun 2004 17,630 70,403 88,033 2005 20,553 93,804 114,357 2006 27,563 117,924 145,487 2003 205,428 2,931,390 3,136,818 Tahun 2004 242,260 3,085,114 3,327,374 2005 297,345 3,541,018 3,838,363 2006 272,901 3,550,509 3,823,410 Jumlah Alat Likuid pada Perusahaan Pembiayaan (dalam Milyar Rph) Tahun KETERANGAN 2002 2003 2004 Kas (Cash in Vault) 81 68 136 2005 297 2006 536 KETERANGAN Tabungan Deposito Berjangka TOTAL 2002 2,020,803 4,124,398 6,145,201 2003 2,640,393 6,251,198 8,891,591 Jumlah Alat Likuid pada Bank Umum (dalam Milyar) KETERANGAN Kas (Cash in vault) Giro pada BI (Demand deposit in BI) TOTAL 2002 17,732 39,139 56,871 Jumlah Alat Likuid pada BPR (dalam miliar Rph) KETERANGAN Kas (Cash in vault) Antar Bank Aktiva TOTAL 2002 173,626 1,670,982 1,844,608