bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengaruh perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) , dapat
dirasakan di berbagai instansi, baik instansi swasta maupun pemerintah. Perkembangan TIK yang ada, selalu memaksa seseorang untuk segera melakukan
perubahan yang fundamental dalam pekerjaaan mereka. Bagi sebagian orang yang
bisa mengikuti, perubahan tersebut dinilai sangat positif, tapi bagi sebagian lagi
akan sangat menyulitkan [1] dan dapat mengganggu kenyamanan sehingga
menyebabkan munculnya resistensi dalam organisasi. Masalah lain yang timbul
dari resistensi adalah kegagalan dalam mengadopsi TIK, merusak hubungan kerja
organisasi dan terhambatnya komitmen untuk berubah. Organisasi yang tidak mau
untuk berubah mengikuti perkembangan lingkungan, yang salah satunya adalah
perkembangan TIK, hampir dapat dipastikan tidak akan mampu berkembang dan
bertahan. Lingkungan organisasi yang dinamis akan selalu menuntut untuk terus
fleksibel dan mengadaptasi suatu perubahan yang ada [2].
Begitu juga kondisi yang dialami di pemerintahan saat ini, bahwa perubahan
bentuk layanan pemerintah menuju e-government, memerlukan kondisi atau
keadaan tertentu (pre-condition) yang mendukung terwujudnya tujuan egovernment. Pre-condition dapat diartikan sebagai kesiapan (readiness) dan perlu
diukur dari sisi penyedia maupun pengguna layanan, untuk mengetahui peluang
keberhasilan implementasi e-government [3]. Salah satu perubahan menuju ke egovernment adalah pelayanan kepegawaian menggunakan Sistem Informasi
Manajemen Kepegawaian (SIMPEG), yang artinya kesiapan individu dalam
menghadapi perubahan sangatlah dibutuhkan untuk mampu mengimplementasikan
SIMPEG dengan baik.
SIMPEG merupakan salah satu perwujudan e-government yang berfungsi
sebagai pencatatan, pengelolaan, penyimpanan dan pelaporan data dan informasi di
bidang kepegawaian. Keberadaan SIMPEG diperkuat oleh Keputusan Menteri
Dalam Negeri No. 17 Tahun 2000 [4], yang menyebutkan bahwa untuk pelaksanaan
1
tentang Pokok-pokok Kepegawaian, perlu diselenggarakan dan dipelihara sistem
informasi, yang dikembangkan dan dioperasikan melalui Sistem Informasi
Manajemen Kepegawaian (SIMPEG). Keputusan tersebut juga mendefinisikan
SIMPEG sebagai totalitas yang terpadu terdiri atas perangkat pengolah meliputi
pengumpul, prosedur, tenaga pengolah dan perangkat lunak, perangkat penyimpan
meliputi pusat data dan bank data serta perangkat komunikasi yang saling berkaitan,
berketergantungan dan saling menentukan dalam rangka penyediaan informasi di
bidang kepegawaian. Kedudukan dan pengelolaan SIMPEG juga diatur dalam
peraturan ini, yang menyebutkan bahwa SIMPEG Kabupaten/Kota berkedudukan
di Kabupaten/Kota, yang pengelolaannya secara fungsional dilaksanakan oleh
Bagian Kepegawaian Kabupaten/Kota.
Bagian Kepegawaian di Kabupaten Wonosobo adalah Badan Kepegawaian
Daerah (BKD). BKD mempunyai wewenang dan berkewajiban dalam mengelola
data dan informasi kepegawaian, hal ini adalah tugas dari sub bidang informasi dan
pengolahan data, dibawah bidang umum kepegawaian. Tugas pokok dan fungsi
utama adalah pemutakhiran data yang output setiap bulan menjadi laporan ke
Bupati sebagai pertimbangan kebijakan kepegawaian. Selain itu, sub bidang
informasi dan pengolahan data, juga bertugas untuk memenuhi segala permintaan
data kepada semua stakeholder sesuai dengan kebutuhan dan jenis data yang
mereka inginkan. Stakeholder tersebut diantaranya adalah BAPPEDA, DPPKAD,
BKN Kanreg I Yogyakarta, BKN Pusat, BKD Provinsi Jawa Tengah. Data tersebut
juga berfungsi sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan. Hal tersebut
membuktikan bahwa data kepegawaian merupakan komponen yang sangat penting
dalam menentukan arah kebijakan dan sebagai pendukung keputusan-keputusan
strategis di bidang kepegawaian. Data yang baik adalah data yang bisa dipercaya
kebenarannya (reliable), tepat waktu dan mencakup ruang lingkup yang luas atau
bisa memberikan gambaran tentang masalah secara menyeluruh (relevan).
Menyediakan data kepegawaian yang reliable dan tepat waktu adalah tugas dari
BKD Kabupaten Wonosobo.
Kondisi saat ini, BKD Kabupaten Wonosobo mengadopsi sistem aplikasi
pengolahan data kepegawaian yang fungsi dan kegunaannya masih dalam lingkup
2
internal BKD. Yang artinya, segala proses pengolahan data, dari proses input
sampai output masih ditangani oleh BKD. Selama ini proses waktu pengerjaanya
masih dianggap lama, karena mekanisme yang dipakai saat ini, dalam pengajuan
usulan administrasi kepegawaian, pengguna masih memberikan berkas usulan
berupa data kertas, yang kemudian diterima oleh masing-masing bidang yang
bersangkutan dan barulah proses input dilakukan. Harapan kedepan, BKD
Kabupaten Wonosobo ingin merubah mekanisme tentang pemutakhiran dan
pengolahan data, yang tadinya dilakukan oleh internal BKD Kabupaten Wonosobo,
kemudian untuk mekanisme baru melibatkan pengguna luar dalam proses entri data.
Pengguna luar adalah petugas yang berkedudukan di luar BKD Kabupaten
Wonosobo yang ditunjuk untuk menangani urusan kepegawaian yang bearada di
setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Ada 60 SKPD di Kabupaten
Wonosobo [5], dan di setiap SKPD ada beberapa petugas yang terlibat dalam
kepengurusan kepegawaian dan merekalah yang dipersiapkan untuk menjadi
petugas pemutakhiran data SIMPEG. Harapannya adalah dengan melibatkan
pengguna tersebut, proses pemutakhiran data akan terealisasi secara tepat waktu
sehingga mampu mendukung kebijakan strategis dalam pengambilan keputusan di
bidang kepegawaian dan kecepatan proses layanan akan menjadi keuntungan
tersendiri bagi pengguna.
Dengan melibatkan pengguna luar, dalam pengolahan data SIMPEG,
konsekuensinya harus mempersiapkan pengguna tersebut secara matang agar
sistem baru yang diadopsi bisa tepat guna dan tepat sasaran. Menurut Desplaces,
kesiapan individu untuk menghadapi perubahan (Readiness for Change) akan
menjadi daya pendorong yang membuat perubahan itu akan memberikan hasil yang
positif [6]. Kesiapan individu untuk menghadapi perubahan akan mempengaruhi
pola pikir, perasaan, dan perhatian individu sebagaimana tercermin dalam sikap dan
perilakunya. Selain itu, rasa percaya diri harus ditanamkan terhadap pengguna
SIMPEG. Dengan rasa percaya diri, maka keyakinan seseorang dalam mengadopsi
teknologi yang diperkenalkan secara mantap, bahkan dengan kemauan sendiri akan
menyebarkan pengalamannya kepada orang lain agar ikut mengadopsi teknologi
baru tersebut [7]. Selain itu, dengan di online kan secara luas ke pengguna luar,
3
otomatis pengguna akan semakin banyak, permasalahan yang timbul juga akan
semakin komplek, karena setiap individu memiliki mental map yang berbeda,
sehingga tidak jarang saling bersinggungan bahkan bertentangan. Secara
psikologis, masing-masing individu memiliki karakteristik dan pola pikir yang
berbeda terhadap cara pandang mengenai TIK. Karakteristiklah yang mendukung
individu untuk berubah [6] dan karakteristik pula yang akan membedakan ciri dan
sifat setiap individu. Perbedaan perkembangan berbagai karakteristik individual itu
tampak di beberapa aspek, diantaranya aspek fisik, aspek intelek, aspek emosi,
aspek sosial, aspek bahasa, aspek bakat.
Dalam mengadopsi SIMPEG, kesiapan individu merupakan faktor yang
sangat penting, hal itu sebagai respon terhadap perubahan budaya organisasi di
pemerintah. Kesiapan individu lebih cenderung ke keyakinan, optimis dan rasa
percaya diri dalam mengadopsi teknologi baru. Individu dikatakan siap dalam
mengadopsi SIMPEG, apabila individu tersebut memiliki keyakinan terhadap
kemampuannya dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan serta memiliki rasa
optimis dan percaya diri bahwa teknologi akan meningkatkan kontrol, fleksibilitas
dan efisien dalam pekerjaan sehari-hari.
Ada beberapa metode untuk menganalisis tingkat kesiapan individu dalam
menghadapi perubahan untuk mengadopsi teknologi, diantaranya Technology
Readiness Index (TRI) yang dikembangkan oleh Parasuraman [8], yaitu indeks
untuk mengukur kesiapan pengguna terhadap teknologi baru. Metode ini memiliki
empat variabel yang digunakan sebagai variabel analisis terhadap tingkat kesiapan,
yaitu rasa optimis (Optimism), memiliki inovasi (Innovativeness), rasa tidak
nyaman (Discomfort) dan rasa tidak aman (Insecurity).
Alat ukur lainnya menggunakan indikator yang ada pada Self efficacy Theory
yang merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri atau tingkat
keyakinan mengenai seberapa besar kemampuannya dalam mengerjakan suatu
tugas tertentu untuk mencapai hasil tertentu [9], artinya self efficacy merupakan
tingkat keyakinan seseorang terhadap dirinya sendiri mengenai kemampuannya
dalam mengerjakan tugas untuk mencapai hasil tertentu. Self efficacy memiliki tiga
4
variabel untuk menganalisis tingkat kesiapan, yaitu tingkatan/level (Magnitude),
percaya diri (Strength) dan keluasan (generality).
Framework STOPE (Strategy, Technology, Organization, People and
Environtment) merupakan pengembangan dari metode Linstone yang meneliti
perkembangan teknologi di masyarakat dengan memperhatikan tiga domain utama,
yaitu T : Technology, O : Organization / Institution, P : People / Individuals,
kemudian Bakry, mengembangkan metode Linstone dengan menambah dua
domain lagi, yaitu S : Strategy dan E : Environment. Sehingga STOPE memiliki
lima domain utama yang digunakan dalam indeks pengukuran terhadap analisis
kesiapan [10].
CID (Center for International Development) yang dikembangkan oleh
Harvard University, yang menggunakan lima domain pengukuran, yaitu Networked
Access, Networked Learning, Networked Society, Networked Economy dan
Networked Policy. Mekanisme pengukuran tingkat kesiapan menggunakan model
perangkingan (stage), yaitu setiap indikator diberi rangking sebagai cara untuk
mengetahui tingkat kesiapan. Stage 1 (not ready – belum siap), stage 2 (almost
ready – cukup siap), stage 3 (ready - siap) dan stage 4 (completely ready – sangat
siap) [11].
Dari contoh metode yang digunakan untuk menganalisis kesiapan individu
dalam mengadopsi teknologi, maka penelitian ini akan menggunakan Technology
Readiness Index (TRI) dan teori self efficacy, karena metode tersebut memiliki
variabel-variabel pengukuran yang fokus pada kesiapan individu dalam
menggunakan SIMPEG.
Kelebihan yang didapat dari dari kedua metode tersebut adalah mengenai
fokus sasaran yang dikaji, TRI menggunakan pendekatan penggunaan teknologi
dalam menganalisis kesiapan individu, sedangkan self efficacy menggunakan
pendekatan sosial. Kajian yang dilakukanpun berbeda, metode TRI lebih ke
kesiapan seseorang/individu dalam mengadopsi teknologi baru, sedangkan self
efficacy lebih ke faktor keyakinan individu dalam menghadapi tugas / tantangan
yang diberikan. Dengan adanya perbedaan tersebut, maka dalam penelitian ini,
ingin menggabungkan kedua pendekatan tersebut dalam menganalisis kesiapan
5
individu dalam mengadopsi Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian
(SIMPEG).
1.2. Perumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
a. Belum diketahuinya kesiapan individu dalam menghadapi perubahan untuk
mengadopsi aplikasi kepegawaian.
b. Belum diketahuinya variabel-variabel yang mempengaruhi kesiapan individu
dalam menghadapi perubahan untuk mengadopsi aplikasi kepegawaian.
1.3. Keaslian Penelitian
Penelitian terhadap teori self efficacy, Technology Readiness Index serta
mengenai kesiapan dalam menghadapi perubahan (Readiness for Change) pernah
dilakukan oleh beberapa peneliti, di antaranya :
1. Florestiyanto telah meneliti kesiapan pengguna dalam mengadopsi Sistem
Informasi Keuangan dengan menggunakan Technology Readiness Index.
Penelitian ini menggunakan metode quota sampling yang dilakukan kepada 100150 responden. Kesimpulan penelitian ini adalah rata-rata pengguna SI
Keuangan di UGM merupakan individu-individu dengan Optimisme tinggi,
tetapi memiliki rasa ketidaknyamanan dan ketidakamanan yang tinggi, sehingga
masuk dalam kategori Paranoid, yaitu percaya pada teknologi dan memiliki
tingkat Optimisme yang tinggi tetapi tidak memiliki kecenderungan untuk
berinovasisi, serta memiliki rasa ketidaknyamanan dan ketidakamanan yang
tinggi [12].
2. Analisis kesiapan juga pernah diteliti oleh Bramanti [13], dengan menggunakan
model yang dikembangkan oleh Rosnberg dan model Chapnick. Penelitian
kesiapan dengan model tersebut mencakup kesiapan organisasi dan lingkungan
organisasi. Model chapnick bisa mengukur kesiapan individu, karena di
dalamnya terdapat aspek kesiapan pesikologi. Model chapnick fokus pada
pengukuran kesiapan organisasi dalam implementasi e-Learning. Sehingga
metode tersebut tidak cocok digunakan untuk mengukur kesiapan individu
secara khusus.
6
3. Penelitian menggunakan metode TRI juga pernah dilakukan oleh Ling dkk [14],
yang meneliti mengenai kesiapan mahasiswa di Malaysia dalam menerima
teknologi e-Learning. Responden penelitian ini adalah mahasiswa yang kuliah
di bidang akuntansi profesional dan yang sedang studi tentang sekretaris,
sehingga jumlah total responden adalah 2.189. Dari jumlah tersebut, kuesioner
yang kembali sejumlah 453 dan sudah dapat digunakan untuk menganalisis data,
sehingga tingkat respon adalah 20,7 % (453/2.189). Hasil dari penelitian ini telah
menemukan kesiapan teknologi bervariasi dari masing-masing responden
(siswa). Sekitar 9% dari mahasiswa telah menggunakan e-Learning dengan baik,
sementara 3% memiliki sikap yang negatif dan masih lamban. Rata-rata, siswa
memiliki niat cukup kuat untuk menggunakan sistem e-Learning. Terutama,
penggunaan internet dan e-mail. Namun, penggunaan perangkat lunak akuntansi
dan paket statistik masih relatif rendah.
4. Abdullah [15] meneliti mengenai hubungan antara kesiapan dalam mengadopsi
teknologi dengan kepuasan pengguna terhadap penggunaan Self-Service
Technology (SSL). Penelitian ini menggunakan Technology Readiness Index
(TRI) yang dikembangkan oleh Parasuraman [8] untuk menganalisis mengenai
kesiapan pengguna dalam mengadopsi SSL, selain itu Abdullah juga
menganalisa tentang hubungan karakteristik demografis pengguna dengan
kesiapan dalam mengadopsi SSL. Lokasi penelitian ini berada di bandar udara
di Malaysia yaitu di Kuala Lumpur International Airport (KLIA) and L ow
Cost Carrier Terminal (LCCT) di Sepang, Selangor, Malaysia. Responden
penelitian berjumlah 383 orang, yang merupakan sampel dari jumlah
penumpang dari kedua bandar udara per hari. Penelitian ini menggunakan model
penelitian kuantitatif dengan metode survei untuk mengumpulkan data. Hasil
dari penelitia ini adalah optimisme dan inovasi secara signifikan berkorelasi
dengan kepuasan pengguna dalam penggunaan SSL. Inovasi memiliki efek
positif dan berpengaruh secara signifikan pada tingkat kepuasan penggunaan
teknologi baru, namun pengguna SSL memiliki perasaan tidak nyaman dan
merasa tidak aman untuk menggunakan SSL. Hubungan antara karakteristik
demografi pengguna dan kesiapan menggunakan teknologi disebutkan bahwa
7
usia dan tingkat pendidikan tidak berpengaruh pada tingkat kesiapan
mengadopsi teknologi SSL di bandara. Namun pada kelompok jenis kelamin
disebutkan bahwa laki-laki cenderung lebih siap dalam menggunakan teknologi
inovatif dibandingkan wanita dan lebih merasa kurang aman dibandingkan
dengan perempuan dalam menagdopsi teknologi baru.
5. Wahyudi [16], meneliti tingkat kesiapan dalam pengembangan layanan Learning
Gateway. Tingkat kesiapan diukur menggunakan metode yang dikembangkan
oleh Center for International Development (CID) dari Havard University.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan penyusunan kuesioner dan hasil
survei. Hasil penelitian menyebutkan bahwa pengembangan layanan learning
gateway, berdasarkan indikator kriteria masih belum “ready”.
6. Penelitian mengenai Self Afficacy pernah dilakukan oleh Bay [16]. Penelitian ini
menganalisis mengenai sikap karyawan dalam penerpan perencanaan karir
berbasis kompetensi dengan metode simple random sampling yang dilakukan
kepada 148 responden dari penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa self
efficacy dan sikap karyawan berpengaruh terhadap Turnover intention.
7. Febriandy [17], meneliti mengenai pengaruh support computer self efficacy dan
computer anxiety dalam penggunaan teknologi informasi. Dalam penelitian ini
membahas mengenai refleksi sikap organisasi terhadap perilaku individual
karyawan di dalam organisasi, sehinga diharapkan mampu mempengaruhi hasil
ekspektasi yang diinginkan. Dalam teknik pengambilan sampel menggunakan
metode purposive sampling dengan tujuan agar responden yang dipakai benarbenar menggunakan Teknologi Informasi.
8. Nugraheni [18], meneliti mengenai Pelatihan Self efficacy untuk meningkatkan
kesiapan dalam menghadapi perubahan pada karyawan di PT. PLN Pusdiklat.
Penelitian ini mencoba menganalisis mengenai pengaruh self efficacy dan
transformational leadership dengan kesiapan untuk berubah (Readiness for
Change). Penelitian ini menggunakan metode lapangan, yaitu yaitu penyelidikan
ilmiah non eksperimental yang bertujuan untuk menemukan hubungan dan
interaksi antara variabel-variabel sosiologis, psikologis, dan pendidikan dalam
struktur sosial yang nyata dan dilakukan kepada 51 orang responden di PT PLN
8
(Persero) Pusdiklat Kantor Induk. Hasil perhitungan dengan menggunakan uji
regresi ganda menunjukkan bahwa self efficacy dan transformational leadership
secara bersama–sama memberikan pengaruh sebesar 66,9% terhadap kesiapan
menghadapi perubahan dengan taraf signifikasi 0,000. Self efficacy memberikan
sumbangan sebesar 43,6% dan transformational leadership sebesar 23,3%.
Berdasarkan hasil tersebut, subyek diintervensi melalui pelatihan self efficacy
untuk meningkatkan kesiapan menghadapi perubahan.
9. Muafi [19] meneliti tentang Readiness for Change dengan judul Pengaruh
Kesiapan Perubahan Organisasional terhadap Pembelajaran Organisasional.
Metode penelitian yang digunakan adalah survei dengan menggunakan
kuesioaner secara cross sectional, yang dilakukan pada Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) yang sudah menjadi perusahaan publik, dengan responden
antara lain Dirktorat Utama yang terdiri dari lima divisi, direktorat produksi yang
terdiri dari dua divisi, direktorat litbang dan operasi yang terdiri dari tiga divisi,
direktorat pemasaran yang terdiri dari tiga divisi dan direktorat keuangan yang
terdiri dari empat divisi. Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan
manajer, yang diharapakan mampu memahami kuesioner tentang kesiapan
karyawan untuk berubah. Target responden sebanyak 180 manajer dan 165
responden menjawab dengan lengkap sehingga layak untuk dianalisis. Penelitian
ini menggunakan teknik stastistik analisis regresi parsial. Kesimpulan dari
penelitian ini adalah bahwa karyawan yang memiliki kesiapan organisasional
untuk berubah yang dikaji dari sikap agresif, pasif dan sikap karyawan dalam
mengkoordinasikan perubahan akan memilki dampak positif terhadap
pembelajaran organisasional.
Penelitian tentang Analisis Kesiapan Individu dalam Mengadopsi Sistem
Informasi Manajemen Kepegawaian memiliki beberapa perbedaan dengan apa
yang sudah dilakukan peneliti-peniliti sebelumnya, perbedaan itu diantaranya
adalah ada beberapa peneliti yang sudah memasukkan faktor pengaruh organisasi
dan faktor kepemimpinan dalam kesiapan menghadapi perubahan, sementara
penelitian ini fokus pada pengkajian kesiapan individu dalam menghadapi
perubahan, perbedaan hasil penelitian dimungkinkan karena faktor metode yang
9
digunakan, lingkungan dan responden yang memiliki ciri khas dan karakteristik
yang berbeda, dari beberapa penelitian, belum ada yang menggabungkan antara
TRI dan self efficacy untuk meneliti tentang kesiapan individu (pengguna suatu
teknologi).
Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan TRI dan self efficacy, yang
menjelaskan bahwa domain penelitian TRI mengacu pada kesiapan penggunaan
teknologi. Sedangkan self efficacy, lebih cenderung ke sifat individu untuk bisa
menjalankan dan melaksanakan tugas yang diberikan, sehingga TRI dan self
efficacy mampu menganalisis, menilai dan mempengaruhi kesiapan individu dalam
menghadapi perubahan organisasi, baik berdasarkan penyelesaian tugas yang
diberikan maupun dalam penggunaan teknologi baru.
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kesiapan individu dalam
mengadopsi SIMPEG di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Wonosoobo.
Beberapa isu utama dalam penelitian ini adalah :
1. Menganalisis tingkat kesiapan dalam mengadopsi SIMPEG dilihat dari
perspektif kesiapan dalam menggunakan teknologi (Technology Readiness) dan
keyakinan diri untuk bisa menjalankan dan melaksanakan tugas yang diberikan
(Self Efficacy).
2. Mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh dari Technology Readiness dan
Self Efficacy dalam kesiapan mengadopsi SIMPEG.
3. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai rekomendasi dalam upaya menentukan
kebijakan strategis dalam hal layanan kepegawaian.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Manfaaf bagi Badan Kepegawaian Daerah kabupaten Wonosobo adalah :
a. Sebagai gambaran kondisi individu terkini untuk menghadapi perubahan
sistem layanan kepegawaian berbasis IT.
10
b. Sebagai rekomendasi dalam menentukan kebijakan strategis dalam rangka
peningkatan pelayanan kepegawaian terutama dilihat dari aspek individu
sebagai pengguna SIMPEG.
2. Manfaat bagi ilmu pengetahuan adalah memberikan suatu pengetahuan dan
pemahaman mengenai analisis kesiapan pengguna TIK pada instansi pemerintah
dengan memberikan bukti empiris dengan menggunakan pendekatan self
efficacy dan metode TRI.
3. Manfaat bagi penulis adalah sebagai media untuk mengaplikasikan teori yang
didapat dari perkuliahan untuk diterapkan di lapangan dalam hal ini adalah
instansi pemerintah. Meningkatkan kapabilitas diri, merupakan manfaat lain
yang dapat diperoleh.
11
Download