BAB IV PELAKSANAAN PENDAMPINGAN KELUARGA 4.1

advertisement
BAB IV
PELAKSANAAN PENDAMPINGAN KELUARGA
4.1. Pelaksanaan
4.1.1. Waktu
Adapun waktu dari pelaksanaan pendampingan keluarga Ibu Made
Nyangkih ini termasuk ke dalam Jam Kerja Efektif Mahasiswa (JKEM) yang harus
dipenuhi oleh setiap mahasiswa yaitu minimal 15 kali dalam sebulan, maka dari itu
selama pelaksanaan KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Desa Sukawati kunjungan yang
dilakukan ke rumah KK dampingan adalah sebanyak 20 kali. Kunjungan yang
dilakukan bersifat kondisional atau menyesuaikan dengan jadwal pemilik
rumahatau KK dampingan yaitu sesudah pemilik rumah pulang kerja ataupun
ketika libur kerja.
4.1.2. Lokasi
Lokasi pelaksanaan program KK Dampingan ini adalah di Banjar Tameng, Desa
Sukawati, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar.
4.1.3.
Kegiatan Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan pendampingan keluarga ini dilaksanakan sesuai
dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh kelompok mahasiswa KKN PPM
Universitas Udayana di Desa Sukawati. Kegiatan yang dilakukan melakukan survei
terhadapan KK Dampingan dan berkunjung ke rumah keluarga Ni Made Nyangkih
secara berkala. Selama Kunjungan berlangsung, kedekatan personal dengan KK
Dampingan sangat diperlukan, guna menciptakan hubungan yang harmonis dan
rasa nyaman. Ketika kedekatan personal sudah terjalin maka, secara tidak langsung
permasalahan-permasalahan yang dialami keluarga Ibu Made Nyangkih dapat
diketahui satu persatu dan dapat diberikan solusi alternatif yang kiranya dapat
membantu. Kunjungan ke rumah KK dampingan dilakukan sejumlah 20 kali
dengan waktu yang disesuaikan dan kondisional.
4.2. Hasil Pendampingan Keluarga
1. Masalah Ekonomi atau Pendapatan
Terkait dengan hasil pendampingan dalam penyelesaian permasalahan ekonomi
dan pendapatan keluarga Ibu Made Nyangkih selama kurun waktu pendampingan,
tentu sangat diharapkan menuai hasil yang positif. Selama pendampingan atau 20
kali kunjungan yang dilakukan, dirasakan ada perubahan yang cukup baik. Hal
tersebut dilihat dari semangat Ibu Made meningkat untuk mengisi waktu senggang
dengan membuat ceper sebagai pekerjaan tambahan, dan juga mulai menanam sayur
bayam di pekarangan rumahnya untuk keperluan memasak. Ibu Made juga mulai
bisa menyisihkan penghasilannya dengan menabung di celengan yang saya berikan.
Meski terlihat kecil bahkan remeh, namun upaya menyisihkan uang 5000/harinya itu
sangat bermanfaat sebagai cakangan keperluan tak terduga, terlebih ketika Hari
Raya Galungan sudah sangat dekat tentu akan banyak keperluan lain yang
mendesak. Sang anak yaitu Komang Warta juga kerap kali membantu ibunya untuk
membuat ceper ketika waktu senggang setelah pulang kerja. Hal itu juga membuat
Ibu Made sangat senang karena dapat berkumpul dengan anak satu-satunya sembari
melakukan aktifitas membuat ceper, secara otomatis waktu untuk bermain ataupun
sekedar nongkrong di warung yang kerap kali dilakukan sang anak juga sedikit
berkurang.
Ceper yang dibuat oleh Ibu Made awalnya saya beli dengan harga
6.000/ikat,sebagai bentuk motivasi bahwa sebenarnya pekerjaan sampingan ini juga
bisa menjadi penghasilan tambahan keluarga. Kedepan ceper yang dihasilkan bisa
dipasarkan diwarung dekat rumah ataupun pasar tradisional sukawati yang jaraknya
tidak jauh dari lokasi rumah.
2. Masalah Kesehatan
Banyak orang beranggapan bahwa kesehatan itu sangatlah mahal. Hal tersebut
sepertinya kurang disadari oleh keluarga Ibu Made dan juga Komang Warta karena
Ibu Made sering kali membeli makanan sudah jadi sebagai lauk makanan di
keluarganya. Alasannya memang dapat diterima, mengingat mereka hanya hidup
berdua. Namun, sebenarnya justru karena hidup hanya berdualah kesehatan harus
menjadi prioritas. Setelah lebih dari 5 kali kunjungan, Ibu Made akhirnya rutin
memasak di pagi hari sekaligus membungkuskan nasi dan lauk seadanya untuk
dibawa Komang ke tempatnya bekerja. Kebiasaan makan pagi sebelum berangkat ke
tempat bekerja juga rutin dilakukan Ibu Made meski hanya dengan lauk telur
goreng, dan tak jarang juga membawa bekal ke tempatnya bekerja. Hal tersebut
sangat tepat untuk menghindari penyakit maag yang diderita Ibu Made semakin
parah. Terkait dengan penyakit rematik yang juga diderita, setelah diberikan
pengertian tentang upaya-upaya yang dilakukan, kini Ibu Made sudah menggunakan
air hangat ketika merasa aktifitasnya terlalu melelahkan. Meracik obat herbal
(boreh) juga kerap kali dilakukan sebagai upaya pencegahan penyakit timbul.
Orang-orang zaman dahulu percaya kemampuan obat herbal yang diracik sendiri
tidak kalah fungsinya, maka dari itu Ibu Made sudah secara rutin melumuri kakinya
dengan racikan beras kencur setiap malam hari.
3. Masalah Pendidikan dan Sosial
Setiap orang tentu memiliki harapan untuk dapat memiliki pendidikan
yang tinggi. Hal tersebut juga menjadi salah satu harapan Komang Warta. Namun,
apa daya kendala ekonomi yang menghimpit mau tidak mau menenggelamkan
mimpinya untuk dapat meraih gelar sarjana. Namun, setelah sempat berbicangbincang selama kunjungan semangatnya mulai pulih. Komang yang saat ini
bekerja sebagai satpam/ penjaga villa mengutarakan niatnya untuk melanjutkan
pendidikan meskipun hanya D1 (Diploma 1) agar nantinya kesempatan untuk
mendapat pekerjaan yang lebih baik di bidang pariwisata lebih terbuka lebar. Di
era globalisasi seperti sekarang ini bukan hanya pendidikan formal yang penting
namun juga softskill, maka dari itu ketika keinginan untuk melanjutkan sekolah
ataupun menempuh khursus kepariwisataan sudah ada dan direalisasikan maka
kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan dan upah yang lebih tinggi akan
menanti.
4.3 Kendala Pendampingan Keluarga
Selama pendampingan yang dilakukan di keluarga Ibu Made tidak ada kendala
khusus yang dialami. Meskipun pada awal kunjungan suasana masih terlihat kaku,
namun perlahan suasana mencair bahkan sampai saat ini sudah seperti keluarga
sendiri. Terkait dengan waktu kunjungan hanya perlu disepakati ketika Ibu Made
ataupun Bli Komang sudah pulang kerja yaitu rata-rata pukul 4 sore.
Download