BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Tradisional Indonesia sebagai negara beriklim tropis, mempunyai tanaman obat yang sangat beragam, sehingga tradisi penggunaan tanaman obat sudah ada dari nenek moyang yang dipercaya dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit, baik penyakit dalam maupun penyakit luar. Obat tradisional adalah ramuan dari tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat yang diketahui dari penuturan orang-orang tua dan pengalaman. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan ternyata tidak dapat begitu saja menghilangkan arti pengobatan tradisional. Apalagi keadaan perekonomian Indonesia saat ini yang mengakibatkan harga obat-obatan modern menjadi mahal. Oleh karena itu peranan obat tradisional dalam pelayanan kesehatan masyarakat dapat ditingkatkan, perlu dilakukan upaya pengenalan, penelitian, pengujian, dan pengembangan khasiat dan keamanan suatu tumbuhan obat (Yuharmen et al. 2002). Menurut Tampubolon (1995) tumbuhan obat adalah tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat maupun diperkirakan berkhasiat sebagai obat, dan khasiatnya ini diketahui berdasarkan penuturan orang tua atau dari pengalaman. Meskipun perkembangan obat modern maju pesat, namun pengobatan tradisional tak pernah surut dari arus kemajuan teknologi kedokteran (Aziddin & Syarifuddin 1990). Saat ini pengobatan tradisional sudah menjadi pengobatan alternatif di samping pengobatan modern. Hal Universitas Sumatera Utara ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat (Hayati 2003). Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat merupakan warisan nenek moyang. Tumbuhan obat tesebut telah digunakan dalam waktu cukup lama hampir seluruh negara di dunia (Djauhariya & Hernani 2004). Penggunaan tanaman atau ekstrak tanaman untuk tujuan pengobatan telah berlangsung selama beribu-ribu tahun, dan herbalisme serta obat rakyat, baik yang kuno maupun yang modern merupakan sumber terapi yang banyak berguna (Foye 1996). Pemakaian tanaman obat dalam dekade terakhir ini cenderung meningkat sejalan dengan berkembangnya industri jamu atau obat tradisional, farmasi, kosmetik, makanan dan minuman. Tanaman obat yang digunakan biasanya dalam bentuk simplisia (bahan yang telah dikeringkan dan belum mengalami pengolahan apapun). Simplisia tersebut berasal dari akar, daun, bunga, buah, biji, terna dan kulit batang (Syukur & Hernani 2001). Pada umumnya sebagian anggota masyarakat dalam mencari pemecahan terhadap masalah kesehatan memanfaatkan pengobatan tradisional sebagai salah satu pilihannya. Sebagian kecil masyarakat di Indonesia akan mencoba mengobati sendiri terlebih dahulu kalau sakit, dengan cara-cara atau bahan-bahan tradisional yang sehari-hari dipergunakan di lingkungan keluarga. Biasanya masyarakat memanfaatkan bahan-bahan asal tumbuhan obat dalam keadaan segar, artinya yang baru diambil langsung dari alam, maupun yang telah dikeringkan sehingga dapat disimpan lama (Agoes & Jacob 1992). Alasan penggunaan tumbuhan obat sebagai Universitas Sumatera Utara obat yaitu karena biaya relatif murah dan cara pengolahannya sangat sederhana, disamping itu bahan-bahan yang digunakan tidak mengandung unsur kimia yang biasanya reaktif. Reaksi kimia kadang mempunyai efek samping yang kurang baik terhadap sel-sel syaraf pada organ tertentu. Rendahnya resiko yang ditimbulkan oleh obat-obatan tradisional dikarenakan efek dari bahannya yang bersifat alamiah, tidak sekeras obat-obatan kimia (Hayati 2003). Kelebihan pengobatan dengan menggunakan ramuan tumbuhan secara tradisional tersebut selain tidak menimbulkan efek samping, juga tumbuhantumbuhan tertentu mudah didapat di sekitar pekarangan rumah, serta mudah dibuat. Proses pengolahan obat tradisional pada umumnya sangat sederhana, diantaranya ada yang diseduh dengan air, dibuat bubuk kemudian dilarutkan dalam air, ada pula yang diambil sarinya. Cara pengobatan pada umumnya dilakukan peroral (diminum) (Pudjarwoto et al. 1992). 2.2. Herba Meniran (Phyllanthus niruri L.) Meniran merupakan herba, semusim, tumbuh tegak, tinggi 30-50 cm, bercabang–cabang. Batang berwarna hijau pucat. Daun tunggal, letak berseling. Helaian daun bundar memanjang, ujung tumpul, pangkal membulat, permukaan bawah berbintik kelenjar, tepi rata, panjang sekitar 1,5 cm, lebar sekitar 7 mm, berwarna hijau. Dalam satu tanaman ada bunga betina dan bunga jantan. Bunga jantan keluar di bawah ketiak daun, sedangkan bunga betina keluar di atas ketiak Universitas Sumatera Utara daun. Buahnya kotak, bulat pipih, licin, bergaris tengah 2-2,5 mm. Bijinya kecil, keras, berbentuk ginjal, berwarna coklat (Syamsyuhidayat & Hutapea 1991). Herba meniran tumbuh liar di dataran dan daerah pegunungan dari ketinggian 1 mm sampai 1000 m dari permukaan laut. Tumbuhan ini tumbuh liar di tempat terbuka pada tanah gembur, berpasir di ladang, di tepi sungai dan di pantai, bahkan tumbuh liar di sekitar pekarangan rumah (Dalimarta 2000). Pemanenan dilakukan setelah tanaman berumur 2-3 bulan. Ciri tanaman meniran yang siap dipanen adalah daun tampak hijau tua hampir menguning dan buah agak keras jika dipijit. Potensi herba meniran di Indonesia untuk dijadikan obat alternatif terhadap berbagai penyakit sangat besar. Hal ini disebabkan karena herba meniran mudah ditemukan di Indonesia. Herba meniran telah digunakan masyarakat untuk pengobatan diabetes. Pada dosis 10 mg per 200 g BB ekstrak metanol herba meniran efektif menurunkan kadar glukosa darah tikus putih (Rattus norvegitus L.) diabetik (Fahri et al. 2005). Penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa herba meniran memiliki efek imunostimulator dan aktivitas antiviral terhadap virus Hepatitis B dan virus Herpes Simpleks. Selain itu pada hewan uji mencit, ketika diberikan infusa herba meniran menunjukkan efek yang relatif tidak berbeda dengan kotrimoksazol dalam pengobatan infeksi kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus subkutan. Masa penyembuhan hewan uji yang diinfeksi kulitnya dengan S. aureus adalah 22,10 hari dengan menggunakan ekstrak herba meniran dan 20,77 hari dengan kotrimoksazol (Praseno et al. 2001). Penelitian lain menyebutkan herba meniran Universitas Sumatera Utara mengandung senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas sebagai antimalaria. Pada dosis 800.128 mg/kg BB hewan uji optimal dalam menghambat pertumbuhan 6182 parasitemia tiap 10000 eritrosit dalam tubuh hewan uji (Latra 2004). Herba meniran (Gambar 1) memiliki sistematika sebagai berikut: kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, bangsa Euphorbiales, suku Euphorbiaceae, marga Phyllanthus, jenis P. niruri Linn (Van Steenis 2003). Gambar 1. Herba meniran (Phyllanthus niruri L) Nama lain dari Phyllanthus niruri L. adalah Phyllanthus urinaria L., Phyllanthus alatas BI, Phyllanthus cantonensis Hornen, Phyllanthus echinatus Wall, Phyllanthus leptocarpus Wight. Nama daerah Jawa: meniran, meniran merah, Universitas Sumatera Utara meniran hijau. Sunda: memeniran. Maluku: gosau cau, hsieh hsia chu (Dalimarta 2000). 2.3. Bakteri dan Khamir Patogen Bakteri dan khamir yang digunakan pada penelitian ini merupakan mikroflora normal yang dapat bersifat patogen pada manusia. Bakteri dan khamir patogen tersebut adalah Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan khamir Candida albicans. S. aureus merupakan bakteri berbentuk bulat (coccus), yang bila diamati di bawah mikroskop tampak berpasangan, membentuk rantai pendek, atau membentuk kelompok yang tampak seperti tandan buah anggur. Beberapa strain dapat menghasilkan racun protein yang sangat tahan panas, yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Hampir semua orang pernah mengalami beberapa tipe infeksi S. aureus sepanjang hidupnya, bervariasi dalam beratnya mulai dari keracunan makanan atau infeksi kulit ringan sampai infeksi berat yang mengancam jiwa. S. aureus merupakan patogen utama pada manusia. Bakteri ini bersifat Gram-positif dan hampir setiap orang pernah mengalami infeksi yang disebabkan oleh spesies ini (Jawetz et al. 1996) . S. aureus merupakan bakteri yang dapat menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan penyakit keracunan makanan (Ajizah et al. 2007). E. coli salah satu jenis spesies utama bakteri Gram-negatif dan merupakan kelompok bakteri Enterobacteriaceae yang hidup di dalam saluran pencernaan manusia sebagai penghuni usus (enteron) dan bersifat patogen. Bakteri ini dapat Universitas Sumatera Utara menyebabkan gastroenteritis pada manusia (Jawetz et al. 1996). Walaupun E. coli merupakan bagian dari mikroba normal saluran pencernaan, tetapi galur-galur tertentu mampu menyebabkan gastroenteritis tingkat rendah sampai ke tingkat tinggi pada manusia dan hewan. Pengujian mikrobiologi menunjukkan hasil bahwa mikroorganisme tersebut merupakan indikator adanya mikroorganisme patogen dan pencemaran pada suatu ekosistem yaitu dari jumlah E. coli yang diperoleh (WHO 1982). C. albicans adalah suatu khamir lonjong, bertunas yang menghasilkan pseudomiselium baik dalam biakan maupun dalam jaringan dan eksudat. Khamir ini adalah anggota flora normal selaput mukosa saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan genitalia wanita. Di tempat-tempat ini, khamir dapat menjadi dominan dan menyebabkan keadaan-keadaan patologik. Candida dapat menimbulkan invasi dalam aliran darah, tromboflebilitas, endokarditis, atau infeksi pada mata dan organ-organ lain bila dimasukkan secara intravena (kateter, jarum, hiperalimentasi, penyalahgunaan narkoba, dan sebagainya) (Jawetz et al. 1996). C. albicans merupakan spesies khamir terpatogen dan menjadi penyebab utama kandidias. Khamir ini tumbuh sebagai kelompok-kelompok blastospora yang dirangkaikan oleh hifa semu (Budiyanto 2002). Universitas Sumatera Utara