BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Uraian

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
Uraian tumbuhan meliputi, sistematika tumbuhan, nama daerah, morfologi
tumbuhan, serta penggunaan tumbuhan.
2.1.1 Sistematika tumbuhan
Sistematika tumbuhan nipah menurut Tjitrosoepomo (2005), sebagai
berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Class
: Monocotyledoneae
Ordo
: Arecales
Famili
: Arecaceae
Genus
: Nypa
Spesies
: Nypa fruticans Wurmb.
2.1.2 Nama daerah
Pohon nipah mempunyai berbagai nama lokal di Indonesia seperti daon,
daonan, nipah, bhunjok, lipa, buyuk (Sunda, Jawa), buyuk (Bali), bhunyok
(Madura), bobo (Menado, Ternate, Tidore), boboro (Halmahera), palean, palenei,
pelene, pulene, puleanu, pulenu, puleno, pureno, parinan, parenga, (Maluku).
Nipah dikenal dengan nama attap palm (Singapura) dan nipa palm (Filipina)
(Siregar, 2012).
5
2.1.3 Morfologi tumbuhan
Batang nipah menjalar di tanah membentuk rimpang yang terendam oleh
lumpur. Hanya daunnya yang muncul di atas tanah, sehingga nipah tampak seolaholah tak berbatang. Akar serabut dapat mencapai panjang 13 meter. Dari rimpang
tumbuh daun majemuk setinggi 9 meter dengan tangkai daun sekitar 1-1,5 m.
Panjang anak daun dapat mencapai 100 cm dan lebar daun 4-7 cm. Daun nipah
yang masih muda berwarna kuning sedangkan yang tua berwarna hijau. Daunnya
seperti susunan daun kelapa (Siregar, 2012).
Bunga nipah majemuk muncul dari ketiak daun dengan bunga betina
terkumpul di ujung membentuk bola dan bunga jantan tersusun dalam malai
serupa untai merah, jingga atau kuning pada cabang di bawahnya. Panjang tangkai
bunga mencapai 100-170 cm. Tandan bunga inilah yang dapat disadap untuk
diambil niranya (Siregar, 2012).
Buah nipah berbentuk bulat telur dan gepeng, berwarna coklat kemerahan.
Panjang buahnya sekitar 13 cm dengan lebar 11 cm. Buah berkelompok
membentuk bola berdiameter sekitar 30 cm, dalam satu tandan dapat terdiri antara
30-50 butir buah (Siregar, 2012)
2.1.4 Penggunaan tumbuhan
Nipah merupakan tumbuhan yang telah dimanfaatkan secara luas di
kawasan Asia Tenggara. Cairan nipah yang di sadap dari tangkai bunga dikenal
dengan nama nira. Cairan nipah yang telah difermentasi digunakan sebagai sirup,
alkohol, cuka atau tuak yang dikonsumsi sebagai bir lokal. Daunnya dapat dibuat
sebagai atap rumah. Tulang daun digunakan untuk membuat sapu lidi, keranjang,
tikar dan topi. Endorsperma putih dari biji muda yang memiliki rasa manis seperti
6
jelly, dikonsumsi sebagai makanan ringan. Daun muda yang masih menggulung
digunakan untuk pembungkus rokok (Siregar, 2012).
Nipah selain bisa dijadikan makanan, juga mempunyai khasiat untuk
dijadikan obat-obatan seperti bagian tulang anak daun nipah yang masih muda
dapat mengobati sariawan atau sakit tenggorokan dengan menggigit tulang daun
tersebut dan menghisap airnya. Pucuk daun muda yang masih menguncup dapat
digunakan sebagai obat batuk. Pucuk daun tersebut dimemarkan dan ditumbuk lalu
diperas airnya, kemudian air perasan tersebut dicampur dengan madu dan
diminum. Arang dari akar nipah digunakan sebagai obat sakit gigi dan sakit kepala
(Siregar, 2012).
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut menggunakan pelarut cair. Simplisia
yang diekstraksi mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang
tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Senyawa aktif
yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan
minyak atsiri, alkaloida, flavonoida dan lain-lain. Mengetahui senyawa aktif yang
dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dengan cara yang tepat
(Ditjen POM, 2000).
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan
(Ditjen POM, 1995).
7
2.2.1 Metode ekstraksi
Menurut Ditjen POM (2000), ada beberapa metode ekstraksi yaitu:
1. Cara dingin
Ekstraksi dengan cara dingin terdiri dari:
a. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstraksian simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruang
(kamar). Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terusmenerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah
dilakukan penyaringan maserat pertama dan maserat selanjutnya..
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur
ruang. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara,
tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus
sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
2. Cara panas
Ekstraksi dengan cara panas terdiri dari:
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Umumnya pada metode ini dilakukan pengulangan proses
pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi
sempurna.
8
b. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan
jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 4050°C.
d. Infudasi
Infudasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90oC selama 15 menit.
e. Dekoktasi
Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90oC selama 30 menit.
2.3 Bakteri
2.3.1 Uraian umum
Nama bakteri berasal dari kata “bakterion” dari bahasa Yunani yang berarti
tongkat atau batang, sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok
mikroorganisme yang bersel satu, berkembangbiak dengan pembelahan diri serta
demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop (Dwidjoseputro,
1978). Spesies bakteri dapat dibedakan berdasarkan morfologi (bentuk), komposisi
kimia (umumnya dideteksi dengan reaksi kimia), kebutuhan nutrisi, aktivitas
biokimia dan sumber energi (sinar matahari atau bahan kimia) (Pratiwi, 2008).
9
Pertumbuhan dan perkembangan bakteri dipengaruhi oleh :
1. Zat makanan (nutrisi)
Sumber zat makanan bagi bakteri diperoleh dari senyawa karbon, nitrogen,
sulfur, fosfor, unsur logam, vitamin dan air untuk fungsi metabolik dan
pertumbuhannya (Pelczar, et al., 1988).
2. Keasaman dan kebasaan (pH)
Kebanyakan bakteri patogen mempunyai pH optimum pertumbuhan antara
7,2-7,6 (Staf Pengajar FK Universitas Indonesia, 1993).
3. Temperatur
Proses pertumbuhan bakteri tergantung pada reaksi kimiawi dan laju reaksi
kimia yang dipengaruhi oleh temperatur. Berdasarkan hal tersebut maka bakteri
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Bakteri psikofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur 0-30oC,
dengan temperatur optimum adalah 10-20oC.
b. Bakteri mesofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur 5-60oC,
temperatur optimum adalah 25-40oC.
c. Bakteri termofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur optimum
adalah 55-65oC (Pelczar, et al.,1988).
4. Oksigen
a. Aerobik, yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen dalam pertumbuhannya.
b. Anaerobik, yaitu bakteri yang dapat tumbuh tanpa oksigen.
c. Anaerobik fakultatif, yaitu bakteri yang dapat tumbuh dengan oksigen
ataupun tanpa oksigen.
10
d. Mikroaerofilik, yaitu bakteri yang dapat tumbuh baik dengan adanya
sedikit oksigen (Staf Pengajar FK Universitas Indonesia, 1993).
5. Tekanan osmosa
Medium yang baik bagi pertumbuhan bakteri adalah medium isotonis
terhadap isi sel bakteri (Pelczar, et al.,1988).
6. Kelembapan
Secara umum bakteri tumbuh dan berkembang biak dengan baik pada
lingkungan yang lembab. Kebutuhan akan air tergantung dari jenis bakterinya
(Pelczar, et al.,1988).
2.3.2 Staphylococcus aureus
Menurut Holt (1988), sistematika dari bakteri Staphylococcus aureus yaitu:
Divisi
: Schizophyta
Kelas
: Schizomycetes
Ordo
: Eubacteriales
Suku
: Micrococcaceae
Genus
: Staphylococcus
Spesies
: Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus termasuk dalam suku Micrococcaceae, merupakan
bakteri gram positif, berbentuk bulat (kokus) atau oval dengan diameter sekitar 1
μm, terdapat tunggal dan berpasangan, secara khas membelah diri pada lebih dari
satu bidang sehingga membentuk gerombolan yang tidak teratur dan menyerupai
buah anggur. Staphylococcus aureus tidak membentuk spora dan termasuk
anaerob fakultatif. Tumbuh lebih cepat dan lebih banyak dalam keadaan aerobik.
Staphylococcus aureus adalah bakteri mesofil dengan suhu pertumbuhan optimum
11
37oC. Staphylococcus aureushidup sebagai saprofit di dalam saluran-saluran
pengeluaran lendir dari tubuh manusia dan hewan seperti hidung, mulut,
tenggorokan dan dapat pula dikeluarkan pada waktu batuk atau bersin (Supardi
dan Sukamto, 1999).
Keracunan makanan yang disebabkan oleh enterotoksin Staphylococcus
aureus dapat menimbulkan berbagai gejala. Gejala-gejala tersebut yaitu meliputi
muntah, diare, mual, kejang dan kram pada abdominal serta sakit kepala (ICMSF,
1996).
2.3.3 Escherichia coli
Menurut Holt (1988), sistematika dari bakteri Escherichia coli adalah
sebagai berikut:
Divisi
: Schizophyta
Kelas
: Schizomycetes
Ordo
: Eubacteriales
Suku
: Enterobacteriaceae
Genus
: Escherichia
Spesies
: Escherichia coli
Bakteri Escherichia coli umumnya merupakan flora normal saluran
pencernaan tubuh manusia dan hewan. Escherichia coli merupakan bakteri gram
negative berbentuk batang, tidak berkapsul, umumnya mempunyai fimbria dan
bersifat motile. Sel Escherichia coli mempunyai ukuran panjang 2,0-6,0 μm dan
lebar 1,1-1,5 μm, tersusun tunggal, berpasangan, dengan flagella peritikus
(Supardi dan Sukamto, 1999).
12
Escherichia coli dapat memproduksi enterotoksin. Organ sasaran
enterotoksin adalah usus kecil dan menyebabkan diare sebagai akibat dari
pengeluaran cairan dan elektrolit (Tim Mikrobiologi FK Brawijaya, 2003).
2.4 Morfologi Bakteri
Berdasarkan morfologinya bakteri dapat dibedakan atas tiga bagian yaitu:
a. Bentuk basil
Basil adalah bakteri yang mempunyai bentuk batang atau silinder dan
membelah dalam satu bidang, berpasangan ataupun bentuk rantai pendek atau
panjang.
Basil dapat dibedakan atas:
- Monobasil yaitu basil yang terlepas satu sama lain dengan kedua ujung tumpul.
- Diplobasil yaitu basil yang bergandeng dua dan kedua ujungnya tumpul.
- Streptobasil yaitu basil yang bergandengan panjang dengan kedua ujung tajam.
Adapun contoh bakteri dengan bentuk basil yaitu Eschericia coli, Bacillus
anthracis, Salmonella typhimurium, Shigella dysentriae (Pelczar, et al., 1988).
b. Bentuk kokus
Kokus adalah bakteri yang bentuknya seperti bola-bola kecil, ada tunggal
dan ada yang berpasang-pasangan.
Bentuk kokus ini dapat dibedakan atas:
- Diplokokus yaitu kokus yang bergandeng dua.
- Tetrakokus yaitu kokus yang mengelompok empat.
- Stafilokokus yaitu kokus yang mengelompok dan membentuk anggur.
- Streptokokus yaitu kokus yang bergandengan panjang menyerupai rantai.
- Sarsina yaitu kokus yang mengelompok seperti kubus.
13
Adapun Contoh bakteri dengan bentuk kokus yaitu Staphylococcus aureus,
Sarcina luten, Diplococcus pneumonia (Volk and Wheeler, 1993).
c. Bentuk spiral
Spiral apat dibedakan atas:
- Spiral yaitu menyerupai spiral atau lilitan.
- Vibrio yaitu bentuk batang yang melengkung berupa koma.
- Spirochaeta yaitu menyerupai bentuk spiral, bedanya dengan spiral dalam
kemampuannya melenturkan dan melengkukkan tubuhnya sambil bergerak.
Adapun Contoh bateri dengan bentuk spiral yaitu Vibrio cholerae,
Spirochaeta palida (Volk and Wheeler, 1993).
2.5 Fase Pertumbuhan Mikroorganisme
Ada empat macam fase pertumbuhan mikroorganisme, yaitu fase lag, fase
log (fase esksponensial), fase stasioner dan fase kematian.
- Fase lag
Fase lag merupakan fase adaptasi, yaitu fase penyesuaian mikroorganisme
pada suatu lingkungan baru. Waktu penyesuaian ini umumnya berlangsung selama
2 jam. Kuman belum berkembang biak dalam fase ini, tetapi aktivitas
metabolismenya sangat tinggi. Fase ini merupakan persiapan untuk fase berikutnya
(Staf Pengajar FK Universitas Indonesia, 1993).
- Fase log (fase esksponensial)
Fase ini merupakan fase dimana mikroorganisme tumbuh dan membelah
pada kecepatan maksimum, tergantung pada genetika mikroorganisme, sifat
media, dan kondisi pertumbuhan. Sel baru terbentuk dengan laju konstan dan
massa yang bertambah secara eksponensial. Laju pertumbuhan akan terhambat bila
14
satu atau lebih nutrisi dalam kultur habis, sehingga hasil metabolisme yang bersifat
racun akan tertimbun dan menghambat pertumbuhan (Pratiwi, 2008).
- Fase stationer
Pada fase ini bakteri mulai ada yang mati dan pembelahan pun terhambat
seiring dengan meningkatnya bakteri, meningkat juga jumlah hasil metabolisme
yang toksis. Pada saat ini terjadi jumlah bakteri yang hidup tetap sama (Staf
Pengajar FK Universitas Indonesia, 1993).
- Fase kematian
Pada fase ini jumlah sel yang mati meningkat. Konsentrasi produk buangan
yang bersifat toksis meningkat dan ketersediaan makanan untuk bakteri menurun.
Jumlah bakteri yang mati meningkat dengan cepat. Sebagian bakteri terlihat
berbeda dari bakteri yang sehat pada fase log. Perubahan morfologi bakteri juga
terlihat seperti bakteri semakin panjang, terlihat bercabang, filamennya juga
berubah sehingga sulit untuk diidentifikasi (Engelkirk, 2010).
2.6 Pengujian Aktivitas Antimikroba
Pengukuran aktivitas antimikroba dapat dilakukan dengan metode difusi
atau dengan metode dilusi.
a. Cara difusi
Metode yang digunakan adalah cakram kertas, silinder gelas/logam dan
pencetak lubang yang diletakkan pada media agar padat yang telah dicampurkan
dengan mikroba uji dan zat yang bersifat antimikroba diteteskan ke dalam
pencadang kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Selanjutnya
diamati adanya area (zona) jernih di sekitar pencadang yang menunjukkan tidak
adanya pertumbuhan mikroba (Dzen,2003).
15
b. Cara dilusi
Metode ini digunakan untuk menentukan Kadar Hambat Minimum (KHM)
dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) dari zat antimikroba. Metode ini
menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi media cair dan sejumlah mikroba
uji. Tabung diuji dengan zat antimikroba yang telah diencerkan secara serial. Seri
tabung diinkubasi pada suhu ± 37oC selama 18-24 jam dan diamati terjadinya
kekeruhan pada tabung. Selanjutnya biakan dari semua tabung yang jernih
diinokulasikan pada media agar padat, diinkubasikan pada suhu ± 37oC selama 1824 jam. Lalu diamati ada tidaknya mikroba yang tumbuh (Dzen, 2003).
16
Download