35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Obyek

advertisement
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian
Obyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
perusahaan batubara. Perusahaan batubara yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia sampai dengan tahun 2013 berjumlah 22 perusahaan. Penentuan
sampel yang dilakukan yaitu dengan metode purposive sampling. Dengan
kriteria-kriteria pengambilan sampel sebagai berikut:
1.
Perusahaan batubarayang sudah listing di BEI sebelum ataupun sejak
tahun 2009-2013.
2.
Mempublikasikan laporan keuangan secara lengkap selama tahun
penelitian (2009-2013).
Dari kriteria tersebut, didapat 12 perusahaan dari 22 perusahaan
batubara yang terdaftar di BEI yang memenuhi kriteria sampel. Data-data
dalam penelitian ini didapakan dari Indonesia Stock Exchange (IDX). Berikut
adalah daftar nema perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini:
Tabel 4.1 Daftar Nama Perusahaan
No.
Nama Perusahaan
Kode Perusahaan
1
Adaro Energy Tbk
ADRO
2
ATPK Resources Tbk
ATPK
3
Bumi Resources Tbk
BUMI
4
Bayan Resources Tbk
BYAN
5
Darma Henwa Tbk
DEWA
35
36
6
Delta Dunia Makmur Tbk
DOID
7
Indo Tambangraya Megah Tbk
ITMG
8
Resource Alam Indonesia Tbk
KKGI
9
Samindo Resources Tbk
MYOH
10
Perdana Karya Perkasa Tbk
PKPK
11
Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk
PTBA
12
Petrosea Tbk
PTRO
Sumber: www.idx.co.id
4.2. Uji Asumsi Klasik
Untuk memperoleh model persamaan linear yang terbaik, maka
dilakukan beberapa pengujian asumsi klasik yang terdiri dari normalitas,
multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Namun pada uji asumsi
klasik dalam penelitian ini mengalami masalah pada uji heteroskedastisitas,
yaitu pada variabel PER. Untuk mengobatinya dilakukan transformasi dengan
menggunakan LN (Logaritma Natural) pada PER dan Return saham. Adapun
hasil asumsi klasik setelah proses tranformasi tersebut adalahn sebagai berikut:
4.2.1.
Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
variabel dependen dan independen, atau keduanya memiliki distribusi normal
atau tidak. Pengujian ini dilakukan untuk menghindari terjadinya bias pada
model regresi. Salah satu metode untuk mengetahui normalitas adalah dengan
menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Data yang terdistribusi normal
ditunjukkan dengan nilai signifikansi >0,05. Hasil dari uji KolmogorovSmirnov adalah sebagai berikut:
37
Tabel 4.2 Uji Kolmogorov-Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N
22
Normal Parameters
a
Mean
Std. Deviation
Most Extreme Differences
.0000000
.84721115
Absolute
.124
Positive
.069
Negative
-.124
Kolmogorov-Smirnov Z
.581
Asymp. Sig. (2-tailed)
.888
a. Test distribution is Normal.
Sumber: data sekunder yang diolah, 2015
Berdasarkan hasil pada tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa nilai
Komogorov-Smirnov adalah 0,581 dan dignifikansi pada 0,888 yang lebih
besar dari 0,05. Sehinggadapat dikatakan bahwa data pada penelitian ini
terdistribusi normal.
4.2.2.
Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji adanya korelasi antar
variabel bebas (independen) pada model regresi. Uji multikolinearitas dapat
dilihat dari nilai Tolerance dan VIF, dimana nilai tolerance >0,01 untuk semua
variabel dan nilai VIF <10 untuk semua variabel, sehingga dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat multikolinearitas pada semua variabel independen yang
ada atau bebas multikolinearitas (Sanusi, 2013). Dari uji yang telah dilakukan,
maka menunjukkan hasil sebagai berikut:
38
Tabel 4.3 Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Collinearity Statistics
Model
1
Tolerance
VIF
(Constant)
LN_PER
.802
1.246
CR
.982
1.018
DER
.817
1.225
TAT
.545
1.835
ROA
.481
2.078
a. Dependent Variable: LN_RS
Sumber: data sekunder yang diolah, 2015
Dari hasil uji tersebut menunjukkan bahwa nilai tolerance untuk
semua variabel >0,01 dan nilai VIF untuk semua variabel <10, sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat multikolinearitas pada semua variabel
independen yang ada. Atau dapat dikatakan bahwa model regresi bebas
multikolinearitas.
4.2.3.
Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1
(sebelumnya) pada model regresi. Untuk menguji autokorelasi pada penelitian
ini digunakan uji Durbin-Watson. Hasil perhitungan Durbin-Watson (d)
dibandingkan dengan nilai dtabel(Sanusi, 2013).Nilai dari uji autokorelasi dapat
dilihat pada tabel 4.4 berikut:
39
Tabel 4.4 Uji Durbin-Watson
b
Model Summary
Model
1
R
R Square
a
.687
.472
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.307
.97060
Durbin-Watson
1.515
a. Predictors: (Constant), ROA, CR, LN_PER, DER, TAT
b. Dependent Variable: LN_RS
Sumber: data sekunder yang diolah, 2015
Suatu hipotesis dikatakan tidak ada autokorelasi jika du < d < 4-du.
Dari hasil uji tersebut, diketahui bahwa nilai DW sebesar 1,515. Jumlah sampel
adalah 60 (n) dan jumlah variabel independen adalah 5 (k=5), maka didapatkan
du (batas dalam) sebesar 1,767dan dl (batas luar) sebesar 1,408. Karena DW
1,515 lebih kecil dari du 1,767 dan kurang dari kurang dari 4 – 1,767 (4 - du)
(2,232), maka dapat disimpulkan DW bahwa model berada di daerah ragu-ragu
(no decision).
Karena berada di daerah ragu-ragu, maka model regresi akan di uji
dengan Run test untuk menguji apakah antar residual tidak terdapat korelasi
yang tinggi. Jika antar residual tidak terdapat hubungan korelasi maka
dikatakan bahwa residual adalah acak atau random. Run test digunakan untuk
melihat apakah data residual terjadi secara random atau acak (sistematis)
(Ghozali, 2011). Berikut adalah hasil uji Run test:
40
Tabel 4.5 Uji Run Test
Runs Test
Unstandardized
Residual
a
Test Value
.02614
Cases < Test Value
11
Cases >= Test Value
11
Total Cases
22
Number of Runs
10
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
-.655
.512
a. Median
Sumber: data sekunder yang diolah, 2015
Berdasarkan hasil pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa nilai test
sebesar 0,02614 dengan probabilitas 0,512 yang lebih besar dari 0,05. Maka
dapat disimpulkan bahwa residual tidak acak atau tidak terjadi autokorelasi
antar nilai residual. Sehingga dapat dikatakan bahwa model regresi bebas
autokorelasi.
4.2.4.
Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari satu pengamatanke
pengamatan yang lain tetap, maka disebut Homokedastisitas, dansebaliknya
jika varians berbeda disebut Heteroskedastisitas(Ghozali, 2011). Untuk
mendeteksi heteroskedastisitas pada penelitian ini maka digunakan uji Glejser
untuk melihat hasil yang lebih detail. Hasil uji heteroskedastisitas
menggunakan uji Glejserditunjukkan pada gambar dibawah ini:
41
Tabel 4.6 Uji Glejser
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients
Model
B
1 (Constant)
Std. Error
83.301
25.020
CR
-.085
.087
DER
4.003
TAT
Coefficients
Beta
t
Sig.
3.329
.002
-.109
-.977
.333
1.481
.304
2.703
.009
-3.507
22.611
-.020
-.155
.877
ROA
-.187
.784
-.031
-.239
.812
PER
.795
.147
.605
5.421
.000
a. Dependent Variable: ABS_RES1
Sumber: data yang diolah, 2015
Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan hasil bahwa variabel CR, TAT
dan ROA memiliki nilai signifikansi >0,05 yang mengindikasikan bahwa
ketiga variabel ini tidak mengandung heteroskedastisitas. Namun, untuk
variabel DER dan PER nilai signifikansinya <0,05 yang mengindikasikan
adanya heteroskedastisitas. Untuk mengatasi masalah heteroskedastisitas, maka
dilakukan transformasi dengan menggunakan LN (Logaritma Natural) pada
PER dan return saham.
Setelah proses penanggulangan masalah heterokedastisitas, kemudian
dilakukan uji glejser. Hasil dari pengujian heteroskedastisitasmenggunakan uji
glejser dengan variabel yang sudah ditransformasi sebagai berikut:
42
Tabel 4.7Uji Glejser Setelah Transformasi Variabel
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients
Model
B
1 (Constant)
Std. Error
1.164
.541
CR
.000
.001
DER
.031
TAT
Coefficients
Beta
t
Sig.
2.150
.047
.095
.420
.680
.081
.095
.384
.706
.198
.297
.201
.665
.515
ROA
-.012
.014
-.276
-.857
.404
LN_PER
-.198
.126
-.390
-1.565
.137
a. Dependent Variable: ABS_RES4
Sumber: data sekunder yang diolah, 2015
Berdasarkan tabel 4.7 tersebut menunjukkan hasil bahwa variabel
independen(current ratio, debt to equity ratio, total asset turnover, return on
asset, price earning ratio)nilai signifikansinya >0,05. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa model regresi dalam penelitian ini
bebas gejala
heteroskedastisitas.
4.3. Uji Regresi Linier Berganda
Uji regresi linier berganda digunakan untuk mengukur kekuatan dua variabel
atau lebih dan juga menunjukkan arah hubungan antara variabel dependen dengan
variabel independen. Berdasarkan hasil penelitian, maka diperoleh output regresi
linier sebagai berikut:
43
Tabel 4.8 Uji Regresi Linier Berganda
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients
Model
1
B
Std. Error
(Constant)
3.397
.985
CR
-.003
.001
DER
-.039
TAT
Coefficients
Beta
t
Sig.
3.449
.003
-.382
-2.085
.053
.148
-.053
-.264
.795
-.327
.540
-.149
-.606
.553
ROA
.009
.026
.094
.361
.723
LN_PER
.598
.230
.529
2.607
.019
a. Dependent Variable: LN_RS
Sumber: data sekunder diolah, 2015
Berdasarkan tabel 4.8 tersebut, maka model regresi yang terbentuk adalah
sebagai berikut:
Return Saham = 3,397 - 0,003 CR - 0,039 DER - 0,327 TAT + 0,009 ROA +
0,598 PER
Penjelasan dari model regresi tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Konstanta sebesar 3,397 menyatakan bahwasebelum dipengaruhi oleh
variabel-variabel independen CR, DER, TAT, ROA dan PER, nilai return
saham adalah sebesar 3,397.
2.
Nilai koefisien regresi current ratio (b1) sebesar
-0,003,menyatakan
setiap peningkatan sebesar 1 satuan untuk current ratio,
maka akan
menurunkan variabel return sahamsebesar 0,003 satuan.
3.
Nilai koefisien regresi debt to equity
(b2) sebesar -0,039,menyatakan
setiap peningkatan sebesar 1 satuan untuk debt to equity,maka akan
menurunkan variabel return sahamsebesar 0,039 satuan.
44
4.
Nilai
koefisien
regresi
total
asset
turnover
(b3)
sebesar
-
0,327,menyatakan setiap peningkatan sebesar 1 satuan untuk total asset
turnover, maka akan menurunkan variabel return sahamsebesar 0,327
satuan.
5.
Nilai koefisien regresi return on asset (b4) sebesar 0,009,menyatakan
setiap peningkatan sebesar 1 satuan untuk return on asset, maka akan
meningkatkan variabel return sahamsebesar 0,009 satuan.
6.
Nilai koefisien regresi price earning ratio (b5) sebesar 0,598,menyatakan
setiap peningkatan sebesar 1 satuan untuk price earning ratio, maka akan
meningkatkan variabel return sahamsebesar 0,598 satuan.
4.4. Uji Model (Uji F)
Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen CR,
DER, TAT, ROA dan PER secara bersama-sama (simultan) mempengaruhi return
saham. Hasil uji F adalah sebagai berikut:
Tabel 4.9 Uji F
b
ANOVA
Model
Sum of Squares
df
Mean Square
1 Regression
13.483
5
2.697
Residual
15.073
16
.942
Total
28.556
21
F
2.862
Sig.
a
.049
a. Predictors: (Constant), ROA, CR, LN_PER, DER, TAT
b. Dependent Variable: LN_RS
Sumber: data sekunder yang diolah, 2015
Dari uji ANOVA atau F test pada tabel 4.9 tersebut didapat nilai F sebesar
2,862 dengan tingkat signifikan sebesar 0,049. Karena nilai signifikansinya
45
0,049lebih kecil dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen secara
bersama-sama berpengaruh terhadap return saham.
4.5. Uji Hipotesis (Uji t)
Uji t dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen CR,
DER, TAT, ROA dan PER secara individual (parsial) mempengaruhi return saham.
Hasil uji t adalah sebagai berikut:
Tabel 4.10 Uji t
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients
Model
1 (Constant)
B
Std. Error
3.397
.985
CR
-.003
.001
DER
-.039
TAT
Coefficients
Beta
t
Sig.
3.449
.003
-.382
-2.085
.053
.148
-.053
-.264
.795
-.327
.540
-.149
-.606
.553
ROA
.009
.026
.094
.361
.723
LN_PER
.598
.230
.529
2.607
.019
a. Dependent Variable: LN_RS
Sumber: data sekunder diolah, 2015
Berdasarkan dari tabel 4.10 diatas dapat disimpulkan hasil sebagai berikut:
1. H1yang menyatakan bahwa CR memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap return sahamditolak. Hasil dari pengujian secara parsial (individu)
menunjukkan bahwa variabel Current ratio (CR) menunjukkan tingkat
signifikansi 0,053 yang lebih besar dari 0,05 dan koefisien regresinya
menunjukkan arah negatif yaitu -0,003. Maka, dapat dikatakan bahwa CR
tidak memiliki pengaruh terhadap return saham.
46
2. H2 yang menyatakan bahwa DER memiliki pengaruh negatif terhadap
return sahamditolak. Hasil dari pengujian secara parsial (individu)
menunjukkan bahwa variabel Debt to equity ratio (DER) menunjukkan
tingkat signifikansi sebesar 0,795 yang lebih besar dari 0,05 dan koefisien
regresinya menunjukkan arah negatif sebesar -0,039. Maka, dapat dikatakan
bahwa DER tidak memiliki pengaruh terhadap return saham.
3. H3 yang menyatakanTAT memiliki pengaruh positif
dan signifikan
terhadap return sahamditolak. Hasil dari pengujian secara parsial (individu)
menunjukkan bahwa variabel Total asset turnover (TAT) menunjukkan
tingkat signifikansi sebesar 0,553 yang lebih besar dari 0,05 dan koefisien
regresinya menunjukkan arah negatif -0,327. Maka, dapat dikatakan bahwa
TAT tidak memiliki pengaruh terhadap return saham.
4. H4 yang menyatakan ROA memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap return saham ditolak. Hasil dari pengujian secara parsial
(individu) menunjukkan
bahwa
variabel Return on asset (ROA)
menunjukkan tingkat signifikansi sebesar 0,723 yang lebih kecil dari 0,05
dan koefisien regresinya menunjukkan arah positif 0,009. Maka, dapat
dikatakan bahwa ROA tidak memiliki pengaruh terhadap return saham.
5. H5 PER memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap return
sahamditerima.Hasil dari pengujian secara parsial (individu) menunjukkan
bahwa variabel Price earning
ratio (PER) menunjukkan tingkat
signifikasnsi sebesar 0,019 yang lebih kecil dari 0,05 dan koefisien
regresinya menunjukkan arah positif sebesar 0,598. Maka, dapat dikatakan
bahwa PER berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham.
47
4.6. Koefisiensi Determinansi (R2)
Koefisiensi determinansi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien
determinasi adalah antara nol dan satu. Untuk mengetahui koefisien determinasi bisa
dilihat dari nilai Adjusted R2. Hasil uji koefisien determinasi adalah sebgai berikut:
Tabel 4.11 Koefisien Determinansi
b
Model Summary
Model
1
R
R Square
a
.687
.472
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.307
.97060
Durbin-Watson
1.515
a. Predictors: (Constant), ROA, CR, LN_PER, DER, TAT
b. Dependent Variable: LN_RS
Sumber: data sekunder yang diolah, 2015
Berdasarkan tabel 4.11 diatas besarnya Adjusted R2adalah 0,307. Hal ini berarti
30,7% variasi return saham dapat dijelaskan oleh variasi dari kelima variabel
independen CR, DER, ROA, TAT dan PER. Sedangkan sisanya (100% - 30,7% =
69,3%) dijelaskan oleh sebab-sebab lain diluar model.Faktor-faktor lain itu misalnya
seperti kondisi ekonomi, pengumuman laporan keuangan, nama baik perusahaan
tersebut di mata investor, dan lain-lain. Adanya faktor eksternal perusahaan ini
secara tidak langsung dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi para investor untuk
melakukan investasi pada saham perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI)
48
4.7. Pembahasan
4.7.1.
Pengaruh Current Ratio terhadap Return Saham
Current
Ratiomencerminkan
kemampuan
perusahaan
dalam
memenuhi hutang jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar yang
dimilikinya.Current Ratioyang rendah biasanya dianggap menunjukkan
terjadinya masalah dalam likuiditas dan dapat diartikan sebagai indikator awal
mengenai ketidakmampuan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan jangka
pendeknya. Pada sisi lain, perusahaan yang memiliki Current Ratioyang terlalu
tinggi bukan berarti memiliki kinerja yang bagus. Current Ratio yang tinggi
menunjukkan bahwa perusahaan kurang mampu mengelola aset untuk
menghasilkan laba. Saham dengan tingkat likuiditas yang tinggi akan
mempermudah investor untuk membeli dan menjual saham tersebut. CR yang
terlalu tinggi belum tentu menjamin akan dapat dibayarnya hutang perusahaan
yang sudah jatuh tempo karena proporsi dari aktiva lancar yang tidak
menguntungkan apabila terdapat saldo kas yang berlebihan, jumlah piutang dan
persediaan yang terlalu besar. Hal ini menunjukkan bahwa investor akan
memperoleh return yang lebih rendah jika kemampuan perusahaan memenuhi
kewajiban jangka pendeknya semakin rendah.
Cina merupakan salah satu negara penghasil, pengkonsumsi dan
pengimpor batubara terbesar di dunia. Pada tahun 2012 lalu perekonomian
Cina melambat, dan berdampak pada menurunnya rata-rata harga batubara
dunia, termasuk harga batubara acuan Indonesia. Menurunnya harga batubara
dunia berdampak langsung terhadap kinerja bisnis perusahaan-perusahaan
batubara Indonesia (indoanalisis.co.id). Harga batubara yang menurun
49
menyebabkan permintaan batubara menurun, padahal produksinya tetap dan
stok batubara lebih dari cukup. Akibatnya, komponen dari aset lancar
perusahaan pertambangan yang secara umum didominansi oleh persediaan
mengalami penurunan sehingga kemampuan perusahaan dalam melunasi utang
lancar
dengan
menggunakan
aset
lancar
yang
dimiliki
juga
menurun.Rendahnya kemampuan perusahaan pertambangan dalam melunasi
utang lancar dengan menggunakan aset lancar yang dimiliki mengakibatnya
investor cendrung tidak menaruh perhatian yang lebih terhadap saham-saham
perusahaan
pertambangan
tersebut.
Hal
ini
berdampak
pada
tidak
berpengaruhnya CR terhadap return saham perusahaan pertambangan.
Dari penjelasan tersebut dan hasil dari uji parsial yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa CR tidak memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap return saham. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis dan
penelitian yang dilakukan oleh Tri Kahana dan Naning Margasari (2012) yang
menyatakan bahwa CR berpengaruh positif dan signifikan terhadap return
saham. Namun, hasil penelitian ini konsekuen dan mendukung penelitian dari
Farkhan dan Ika (2013),Risca Yuliana Thrisye dan Nicodemus Simu (2013)
yang menyatakan bahwa CR tidak memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap return saham.
4.7.2.
Pengaruh Debt to EquityRatio terhadap Return Saham
Debt to Equity Ratio menunjukkan hubungan antara jumlah pinjaman
jangka panjangyang diberikan oleh kreditur dengan jumlah modal sendiri yang
diberikan pemilik perusahaan. Sebagian investor menganggap DER merupakan
50
besarnya tanggung jawab perusahaan terhadap pihak ketiga yaitu kreditor yang
memberikan pinjaman kepada perusahaan. Sehingga semakin besar nilai DER
akan memperbesar tanggungan perusahaan. DER yang terlalu tinggi
mempunyai dampak buruk terhadap kinerja perusahaan, karena dengan tingkat
utang yang semakin tinggi berarti beban bunga perusahaan akan semakin besar
dan akan mengurangi keuntungan. DER mempengaruhi kinerja perusahaan
dan menyebabkan penurunan harga saham. Sebaliknya hutang akan
menguntungkan jika tingkat pengembalian dari hutang lebih besar dari biaya
bunga.
Perusahaan pertambangan merupakan industri yang penuh dengan
risiko, terutama pada tahap eksplorasi hingga konstruksi yang memiliki
ketidakpastian yang tinggi dan memerlukan modal yang sangat besar. Sebagian
besar pendanaan perusahaan diperoleh melalui utang, baik utang jangka pendek
maupun utang jangka panjang. Tingginya tingkat ketergantungan perusahaan
pertambangan
terhadap
utang
dalam
proses
bisnisnya
tentu
akan
mengakibatkan tingkat risiko yang diterima investor yang berinvestasi pada
saham perusahaan pertambangan juga akan tinggi.
Keadaan perekonomian Indonesia yang tidak stabil akibat krisis
keuangan global tahun 2008 maupun sesudah terjadinya krisis keuangan global
berdampak pada lesunya perekonomian di Indonesia. Krisis keuangan yang
bermula dari krisis kredit perumahan (subprime mortgage crisis) di Amerika
tersebut menimbulkan kemerosotan yang tajam pada bursa saham dunia sejak
awal tahun 2008. Lesunya perekonomian berpotensi menciptakan risiko kredit
bagi perbankan. Hal ini membuat pihak perbankan sangat selektif dalam
51
memberikan dukungan pendanaan tersebut. Hal senada juga dinyatakan oleh
ketua Perbanas (Persatuan Bank-Bank Nasional), Sigit Pramono. Sigit
menyatakan bahwa bank sebenarnya melihat bahwa sektor pertambangan ini
masih cukup menarik. Akan tetapi sejauh ini pertimbangan pembiayaan sektor
ini menjadi lebih dalam lagi yakni tergantung dari siapa yang mengajukan
kredit dan sektornya secara spesifik. Dia menjelaskan, perbankan pada
dasarnya tidak memilah-milah sektor-sektor tertentu dibiayai atau tidak. Akan
tetapi bank lebih memperhatikan dari sisi pelaku usahanya yang memang
dianggap layak atau tidak untuk dibiayai.Sigit juga tidak menutupi bahwa sejak
diberlakukan peraturan perundang-undangan dan peraturan pemerintah terkait
dengan Undang-undang (UU) Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara (Minerba), maka kini seluruh perusahaan pertambangan
mineral diwajibkan untuk memurnikan hasil tambangnya di dalam negeri yang
pelasanaannya
paling
lambat
tahun
2014(www.ipotnews.com).Hal
ini
menyebabkan profil resiko menurun, sehingga pertumbuhan pembiayaan kredit
di sektor tersebut semakin menurun.Selain itu, Citigroup yang merupakan salah
satu bank yang menjadi kreditor pada perusahaan batubara menyatakan bahwa
pembiayaan (pinjaman) untuk industri batubara sudah menurun sejak 2011. Hal
ini terkait dengan komitmennya terhadap perubahan iklim (www.bisnis.com).
Dalam penelitian ini juga kenaikan dan penurunan nilai DER tidak
direspon oleh return saham. Kenaikan DER tidak diikuti dengan penurunan
return saham,
begitupun
sebaliknya.
Hal ini berimbas
pada
tidak
berpengaruhnya DER terhadap return saham perusahaan. Hasil dari uji parsial
dalam penelitain ini menunjukkan bahwa variabel DER tidak memiliki
52
pengaruh signifikan terhadap return saham, yang sesuai dengan hasil dari
penelitian dari Farkhan dan Ika (2013),yang menyatakan bahwa DER tidak
memiliki pengaruh signifikan terhadap returnsaham. Hasil penelitian ini tidak
sesuai dengan hipotesis dan penelitian yang dilakukan oleh Desy Arista dan
Astohar (2012), Risca Yuliana Thrisye dan Nicodemus Simu (2013)
menyatakan bahwa DER berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return
saham.
4.7.3.
Pengaruh Total Asset Turnover terhadap Return Saham
Total Asset Turnover merupakan salah satu ukuran yang digunakan
untuk menilai efisiensi manajemen dalam menjalankan kegiatan perusahaan.
TAT yang tinggi mengindikasikan bahwa manajemen perusahaan mampu
menggunakan
seluruh
aktiva
yang
dimiliki
untuk
menghasilkan
revenue(penjualan) bagi perusahaan, sehingga dianggap mampu meningkatkan
keuntungan perusahaan. Namun asset yang dimiliki oleh setiap perusahaan
tidaklah sama, ada perusahaan yang memiliki asset yang tinggi pada aktiva
tetapnya, sebab membutuhkan mesin yang banyak dan gedung yang luas.
Sebaliknya, ada juga perusahaan yang memiliki asset tetap yang rendah dan
memiliki aktiva lancar yang lebih besar.
Cina mengalami krisis perekonomian pada 2012, yang mengakibatkan
harga batubara menurun. Harga yang menurun ini menyebabkan permintaan
batubara menurun, padahal produksinya tetap dan stok batubara lebih dari
cukup. Hal ini mengakibatkan kurang mampunya asset yang dimiliki
perusahaan untuk menghasilkan penjualan bagi perusahaan, karena penurunan
53
permintaan batubara. Dalam penelitian ini juga kenaikan dan penurunan nilai
TAT tidak direspon oleh return saham. Kenaikan TAT tidak diikuti dengan
penurunan return saham, begitupun sebaliknya.
Dengan kondisi tersebut, maka total asset turnover dalampenelitian
ini tidak di respon oleh investor, sebab dianggap bukan informasi yang bisa
berdampak pada tingkat pengembalian saham.Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa TAT tidak memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap return
saham. Hal ini konsekuen dan mendukung penelitian dari Farkhan dan Ika
(2013),Risca Yuliana Thrisye dan Nicodemus Simu (2013) yang menyatakan
bahwa TAT tidak memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap return
saham. Hasil penelitian ini tidak mendukung hipotesis penelitian dari Ni Nym
Ayu Y.W dan I ketut Sujana (2014) yang menyatakan bahwa TAT memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap return saham
4.7.4.
Pengaruh Return on Asset Terhadap Return Saham
Pada teorinya, ROA menunjukkan tingkat efektifitas perusahaan
memanfaatkan asetnya untuk menghasilkan laba bersih setelah pajak. Tingkat
profitabilitas perusahaan yang baik tentu akan menarik minat investor untuk
memiliki saham perusahan tersebut, oleh karena itu ROA yang tinggi akan
meningkatkan tingkat kembalian (return) yang dinikmati oleh investor. Jika
minat investor untuk membeli saham perusahaan pertambangan meningkat,
maka harga saham perusahaan pertambangan juga cenderung meningkat yang
diikuti oleh tingkat pengembalian (return) saham yang besar.
54
Krisis perekonomian global (2008) dan krisis yang dialami Cina
(2012) menyebabkan menurunnya aset perusahaan karena menurunnya
permintaan batubara. Menurunnya permintaan batubara meyebabkan penjualan
menurun. Penjualan yang menurun mengakibatkan menurunnya laba yang
didapat oleh perusahaan. Pada penelitian ini, penurunan pada ROA tidak
diikuti dengan penurunan return saham, begitu pula dengan sebaliknya. Hal ini
menyebabkan tidak berpengaruhnya ROA pada return saham. Dengan kata lain
ROA tidak memiliki pengaruh terhadap return saham.Hasil penelitian ini tidak
konsekuen dan mendukung penelitian dari Tri Kahana dan Naning Margasari
(2012), Suriani Ginting (2012), Farkhan dan Ika (2013) yang menyatakan
adanya pengaruh positif dan signifikan antara ROA dengan return saham.
Namun hasil penelitian ini konsekuen dan mendukung hasil penelitian
dariDesy Arista dan Astoar (2012), Satrio Adi Wibowo dan Sudarno (2013),
dan Rischa Yuliana Thrisye dan Nicodemus Semu (2013) yang menyatakan
bahwa ROAtidak memiliki pengaruh signifikan terhadap return saham.
4.7.5.
Pengaruh Price Earning Ratio Terhadap Return Saham
Price Earning Ratio (PER) menunjukan berapa banyak investor
bersedia membayar untuk tiap rupiah dari laba yang dilaporkan.Para investor
menggunakan rasio ini untuk memprediksi kemampuan perusahaan dalam
menghasilakan laba di masa yang akan datang.Makin besar PER suatu saham
maka menyatakan saham tersebut semakin mahal terhadap pendapatan bersih
per saham. PER yang semakin tinggi menunjukkan semakin mahal saham
tersebut terhadap pendapatannya. Pada penelitian ini, kenaikan yang dialami
55
oleh PER, maka diikuti dengan kenaikan return saham. Jika harga saham
semakin tinggi maka selisih harga saham periode sekarang dengan periode
sebelumnya semakin besar. Perusahaan yang memiliki PER yang tinggi
biasanya memiliki peluang tingkat pertumbuhan yang tinggi, sehingga
banyak investor yang memilih untuk membeli saham perusahaan tersebut.
Hal ini berdampak pada naiknya harga saham sehingga menjadikan return
saham akan naik.
Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
positif dan signifikan antara PER dengan return saham. Hasil penelitian
konsekuen dan mendukung penelitian dari FarahMargaretha dan Irma
Damayanti (2008), Farkhan dan Ika (2013) yang menyatakan bahwa PER
memiliki pengaruh signifikan terhadap return saham.
Download