BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian Obyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan batubara. Perusahaan batubara yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sampai dengan tahun 2013 berjumlah 22 perusahaan. Penentuan sampel yang dilakukan yaitu dengan metode purposive sampling. Dengan kriteria-kriteria pengambilan sampel sebagai berikut: 1. Perusahaan batubarayang sudah listing di BEI sebelum ataupun sejak tahun 2009-2013. 2. Mempublikasikan laporan keuangan secara lengkap selama tahun penelitian (2009-2013). Dari kriteria tersebut, didapat 12 perusahaan dari 22 perusahaan batubara yang terdaftar di BEI yang memenuhi kriteria sampel. Data-data dalam penelitian ini didapakan dari Indonesia Stock Exchange (IDX). Berikut adalah daftar nema perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini: Tabel 4.1 Daftar Nama Perusahaan No. Nama Perusahaan Kode Perusahaan 1 Adaro Energy Tbk ADRO 2 ATPK Resources Tbk ATPK 3 Bumi Resources Tbk BUMI 4 Bayan Resources Tbk BYAN 5 Darma Henwa Tbk DEWA 35 36 6 Delta Dunia Makmur Tbk DOID 7 Indo Tambangraya Megah Tbk ITMG 8 Resource Alam Indonesia Tbk KKGI 9 Samindo Resources Tbk MYOH 10 Perdana Karya Perkasa Tbk PKPK 11 Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk PTBA 12 Petrosea Tbk PTRO Sumber: www.idx.co.id 4.2. Uji Asumsi Klasik Untuk memperoleh model persamaan linear yang terbaik, maka dilakukan beberapa pengujian asumsi klasik yang terdiri dari normalitas, multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Namun pada uji asumsi klasik dalam penelitian ini mengalami masalah pada uji heteroskedastisitas, yaitu pada variabel PER. Untuk mengobatinya dilakukan transformasi dengan menggunakan LN (Logaritma Natural) pada PER dan Return saham. Adapun hasil asumsi klasik setelah proses tranformasi tersebut adalahn sebagai berikut: 4.2.1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel dependen dan independen, atau keduanya memiliki distribusi normal atau tidak. Pengujian ini dilakukan untuk menghindari terjadinya bias pada model regresi. Salah satu metode untuk mengetahui normalitas adalah dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Data yang terdistribusi normal ditunjukkan dengan nilai signifikansi >0,05. Hasil dari uji KolmogorovSmirnov adalah sebagai berikut: 37 Tabel 4.2 Uji Kolmogorov-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 22 Normal Parameters a Mean Std. Deviation Most Extreme Differences .0000000 .84721115 Absolute .124 Positive .069 Negative -.124 Kolmogorov-Smirnov Z .581 Asymp. Sig. (2-tailed) .888 a. Test distribution is Normal. Sumber: data sekunder yang diolah, 2015 Berdasarkan hasil pada tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa nilai Komogorov-Smirnov adalah 0,581 dan dignifikansi pada 0,888 yang lebih besar dari 0,05. Sehinggadapat dikatakan bahwa data pada penelitian ini terdistribusi normal. 4.2.2. Uji Multikolinearitas Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji adanya korelasi antar variabel bebas (independen) pada model regresi. Uji multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Tolerance dan VIF, dimana nilai tolerance >0,01 untuk semua variabel dan nilai VIF <10 untuk semua variabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat multikolinearitas pada semua variabel independen yang ada atau bebas multikolinearitas (Sanusi, 2013). Dari uji yang telah dilakukan, maka menunjukkan hasil sebagai berikut: 38 Tabel 4.3 Uji Multikolinearitas Coefficientsa Collinearity Statistics Model 1 Tolerance VIF (Constant) LN_PER .802 1.246 CR .982 1.018 DER .817 1.225 TAT .545 1.835 ROA .481 2.078 a. Dependent Variable: LN_RS Sumber: data sekunder yang diolah, 2015 Dari hasil uji tersebut menunjukkan bahwa nilai tolerance untuk semua variabel >0,01 dan nilai VIF untuk semua variabel <10, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat multikolinearitas pada semua variabel independen yang ada. Atau dapat dikatakan bahwa model regresi bebas multikolinearitas. 4.2.3. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya) pada model regresi. Untuk menguji autokorelasi pada penelitian ini digunakan uji Durbin-Watson. Hasil perhitungan Durbin-Watson (d) dibandingkan dengan nilai dtabel(Sanusi, 2013).Nilai dari uji autokorelasi dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut: 39 Tabel 4.4 Uji Durbin-Watson b Model Summary Model 1 R R Square a .687 .472 Adjusted R Std. Error of the Square Estimate .307 .97060 Durbin-Watson 1.515 a. Predictors: (Constant), ROA, CR, LN_PER, DER, TAT b. Dependent Variable: LN_RS Sumber: data sekunder yang diolah, 2015 Suatu hipotesis dikatakan tidak ada autokorelasi jika du < d < 4-du. Dari hasil uji tersebut, diketahui bahwa nilai DW sebesar 1,515. Jumlah sampel adalah 60 (n) dan jumlah variabel independen adalah 5 (k=5), maka didapatkan du (batas dalam) sebesar 1,767dan dl (batas luar) sebesar 1,408. Karena DW 1,515 lebih kecil dari du 1,767 dan kurang dari kurang dari 4 – 1,767 (4 - du) (2,232), maka dapat disimpulkan DW bahwa model berada di daerah ragu-ragu (no decision). Karena berada di daerah ragu-ragu, maka model regresi akan di uji dengan Run test untuk menguji apakah antar residual tidak terdapat korelasi yang tinggi. Jika antar residual tidak terdapat hubungan korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah acak atau random. Run test digunakan untuk melihat apakah data residual terjadi secara random atau acak (sistematis) (Ghozali, 2011). Berikut adalah hasil uji Run test: 40 Tabel 4.5 Uji Run Test Runs Test Unstandardized Residual a Test Value .02614 Cases < Test Value 11 Cases >= Test Value 11 Total Cases 22 Number of Runs 10 Z Asymp. Sig. (2-tailed) -.655 .512 a. Median Sumber: data sekunder yang diolah, 2015 Berdasarkan hasil pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa nilai test sebesar 0,02614 dengan probabilitas 0,512 yang lebih besar dari 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa residual tidak acak atau tidak terjadi autokorelasi antar nilai residual. Sehingga dapat dikatakan bahwa model regresi bebas autokorelasi. 4.2.4. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari satu pengamatanke pengamatan yang lain tetap, maka disebut Homokedastisitas, dansebaliknya jika varians berbeda disebut Heteroskedastisitas(Ghozali, 2011). Untuk mendeteksi heteroskedastisitas pada penelitian ini maka digunakan uji Glejser untuk melihat hasil yang lebih detail. Hasil uji heteroskedastisitas menggunakan uji Glejserditunjukkan pada gambar dibawah ini: 41 Tabel 4.6 Uji Glejser Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model B 1 (Constant) Std. Error 83.301 25.020 CR -.085 .087 DER 4.003 TAT Coefficients Beta t Sig. 3.329 .002 -.109 -.977 .333 1.481 .304 2.703 .009 -3.507 22.611 -.020 -.155 .877 ROA -.187 .784 -.031 -.239 .812 PER .795 .147 .605 5.421 .000 a. Dependent Variable: ABS_RES1 Sumber: data yang diolah, 2015 Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan hasil bahwa variabel CR, TAT dan ROA memiliki nilai signifikansi >0,05 yang mengindikasikan bahwa ketiga variabel ini tidak mengandung heteroskedastisitas. Namun, untuk variabel DER dan PER nilai signifikansinya <0,05 yang mengindikasikan adanya heteroskedastisitas. Untuk mengatasi masalah heteroskedastisitas, maka dilakukan transformasi dengan menggunakan LN (Logaritma Natural) pada PER dan return saham. Setelah proses penanggulangan masalah heterokedastisitas, kemudian dilakukan uji glejser. Hasil dari pengujian heteroskedastisitasmenggunakan uji glejser dengan variabel yang sudah ditransformasi sebagai berikut: 42 Tabel 4.7Uji Glejser Setelah Transformasi Variabel Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model B 1 (Constant) Std. Error 1.164 .541 CR .000 .001 DER .031 TAT Coefficients Beta t Sig. 2.150 .047 .095 .420 .680 .081 .095 .384 .706 .198 .297 .201 .665 .515 ROA -.012 .014 -.276 -.857 .404 LN_PER -.198 .126 -.390 -1.565 .137 a. Dependent Variable: ABS_RES4 Sumber: data sekunder yang diolah, 2015 Berdasarkan tabel 4.7 tersebut menunjukkan hasil bahwa variabel independen(current ratio, debt to equity ratio, total asset turnover, return on asset, price earning ratio)nilai signifikansinya >0,05. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa model regresi dalam penelitian ini bebas gejala heteroskedastisitas. 4.3. Uji Regresi Linier Berganda Uji regresi linier berganda digunakan untuk mengukur kekuatan dua variabel atau lebih dan juga menunjukkan arah hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen. Berdasarkan hasil penelitian, maka diperoleh output regresi linier sebagai berikut: 43 Tabel 4.8 Uji Regresi Linier Berganda Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1 B Std. Error (Constant) 3.397 .985 CR -.003 .001 DER -.039 TAT Coefficients Beta t Sig. 3.449 .003 -.382 -2.085 .053 .148 -.053 -.264 .795 -.327 .540 -.149 -.606 .553 ROA .009 .026 .094 .361 .723 LN_PER .598 .230 .529 2.607 .019 a. Dependent Variable: LN_RS Sumber: data sekunder diolah, 2015 Berdasarkan tabel 4.8 tersebut, maka model regresi yang terbentuk adalah sebagai berikut: Return Saham = 3,397 - 0,003 CR - 0,039 DER - 0,327 TAT + 0,009 ROA + 0,598 PER Penjelasan dari model regresi tersebut adalah sebagai berikut : 1. Konstanta sebesar 3,397 menyatakan bahwasebelum dipengaruhi oleh variabel-variabel independen CR, DER, TAT, ROA dan PER, nilai return saham adalah sebesar 3,397. 2. Nilai koefisien regresi current ratio (b1) sebesar -0,003,menyatakan setiap peningkatan sebesar 1 satuan untuk current ratio, maka akan menurunkan variabel return sahamsebesar 0,003 satuan. 3. Nilai koefisien regresi debt to equity (b2) sebesar -0,039,menyatakan setiap peningkatan sebesar 1 satuan untuk debt to equity,maka akan menurunkan variabel return sahamsebesar 0,039 satuan. 44 4. Nilai koefisien regresi total asset turnover (b3) sebesar - 0,327,menyatakan setiap peningkatan sebesar 1 satuan untuk total asset turnover, maka akan menurunkan variabel return sahamsebesar 0,327 satuan. 5. Nilai koefisien regresi return on asset (b4) sebesar 0,009,menyatakan setiap peningkatan sebesar 1 satuan untuk return on asset, maka akan meningkatkan variabel return sahamsebesar 0,009 satuan. 6. Nilai koefisien regresi price earning ratio (b5) sebesar 0,598,menyatakan setiap peningkatan sebesar 1 satuan untuk price earning ratio, maka akan meningkatkan variabel return sahamsebesar 0,598 satuan. 4.4. Uji Model (Uji F) Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen CR, DER, TAT, ROA dan PER secara bersama-sama (simultan) mempengaruhi return saham. Hasil uji F adalah sebagai berikut: Tabel 4.9 Uji F b ANOVA Model Sum of Squares df Mean Square 1 Regression 13.483 5 2.697 Residual 15.073 16 .942 Total 28.556 21 F 2.862 Sig. a .049 a. Predictors: (Constant), ROA, CR, LN_PER, DER, TAT b. Dependent Variable: LN_RS Sumber: data sekunder yang diolah, 2015 Dari uji ANOVA atau F test pada tabel 4.9 tersebut didapat nilai F sebesar 2,862 dengan tingkat signifikan sebesar 0,049. Karena nilai signifikansinya 45 0,049lebih kecil dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap return saham. 4.5. Uji Hipotesis (Uji t) Uji t dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen CR, DER, TAT, ROA dan PER secara individual (parsial) mempengaruhi return saham. Hasil uji t adalah sebagai berikut: Tabel 4.10 Uji t Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1 (Constant) B Std. Error 3.397 .985 CR -.003 .001 DER -.039 TAT Coefficients Beta t Sig. 3.449 .003 -.382 -2.085 .053 .148 -.053 -.264 .795 -.327 .540 -.149 -.606 .553 ROA .009 .026 .094 .361 .723 LN_PER .598 .230 .529 2.607 .019 a. Dependent Variable: LN_RS Sumber: data sekunder diolah, 2015 Berdasarkan dari tabel 4.10 diatas dapat disimpulkan hasil sebagai berikut: 1. H1yang menyatakan bahwa CR memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap return sahamditolak. Hasil dari pengujian secara parsial (individu) menunjukkan bahwa variabel Current ratio (CR) menunjukkan tingkat signifikansi 0,053 yang lebih besar dari 0,05 dan koefisien regresinya menunjukkan arah negatif yaitu -0,003. Maka, dapat dikatakan bahwa CR tidak memiliki pengaruh terhadap return saham. 46 2. H2 yang menyatakan bahwa DER memiliki pengaruh negatif terhadap return sahamditolak. Hasil dari pengujian secara parsial (individu) menunjukkan bahwa variabel Debt to equity ratio (DER) menunjukkan tingkat signifikansi sebesar 0,795 yang lebih besar dari 0,05 dan koefisien regresinya menunjukkan arah negatif sebesar -0,039. Maka, dapat dikatakan bahwa DER tidak memiliki pengaruh terhadap return saham. 3. H3 yang menyatakanTAT memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap return sahamditolak. Hasil dari pengujian secara parsial (individu) menunjukkan bahwa variabel Total asset turnover (TAT) menunjukkan tingkat signifikansi sebesar 0,553 yang lebih besar dari 0,05 dan koefisien regresinya menunjukkan arah negatif -0,327. Maka, dapat dikatakan bahwa TAT tidak memiliki pengaruh terhadap return saham. 4. H4 yang menyatakan ROA memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap return saham ditolak. Hasil dari pengujian secara parsial (individu) menunjukkan bahwa variabel Return on asset (ROA) menunjukkan tingkat signifikansi sebesar 0,723 yang lebih kecil dari 0,05 dan koefisien regresinya menunjukkan arah positif 0,009. Maka, dapat dikatakan bahwa ROA tidak memiliki pengaruh terhadap return saham. 5. H5 PER memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap return sahamditerima.Hasil dari pengujian secara parsial (individu) menunjukkan bahwa variabel Price earning ratio (PER) menunjukkan tingkat signifikasnsi sebesar 0,019 yang lebih kecil dari 0,05 dan koefisien regresinya menunjukkan arah positif sebesar 0,598. Maka, dapat dikatakan bahwa PER berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. 47 4.6. Koefisiensi Determinansi (R2) Koefisiensi determinansi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Untuk mengetahui koefisien determinasi bisa dilihat dari nilai Adjusted R2. Hasil uji koefisien determinasi adalah sebgai berikut: Tabel 4.11 Koefisien Determinansi b Model Summary Model 1 R R Square a .687 .472 Adjusted R Std. Error of the Square Estimate .307 .97060 Durbin-Watson 1.515 a. Predictors: (Constant), ROA, CR, LN_PER, DER, TAT b. Dependent Variable: LN_RS Sumber: data sekunder yang diolah, 2015 Berdasarkan tabel 4.11 diatas besarnya Adjusted R2adalah 0,307. Hal ini berarti 30,7% variasi return saham dapat dijelaskan oleh variasi dari kelima variabel independen CR, DER, ROA, TAT dan PER. Sedangkan sisanya (100% - 30,7% = 69,3%) dijelaskan oleh sebab-sebab lain diluar model.Faktor-faktor lain itu misalnya seperti kondisi ekonomi, pengumuman laporan keuangan, nama baik perusahaan tersebut di mata investor, dan lain-lain. Adanya faktor eksternal perusahaan ini secara tidak langsung dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi para investor untuk melakukan investasi pada saham perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) 48 4.7. Pembahasan 4.7.1. Pengaruh Current Ratio terhadap Return Saham Current Ratiomencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi hutang jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar yang dimilikinya.Current Ratioyang rendah biasanya dianggap menunjukkan terjadinya masalah dalam likuiditas dan dapat diartikan sebagai indikator awal mengenai ketidakmampuan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan jangka pendeknya. Pada sisi lain, perusahaan yang memiliki Current Ratioyang terlalu tinggi bukan berarti memiliki kinerja yang bagus. Current Ratio yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan kurang mampu mengelola aset untuk menghasilkan laba. Saham dengan tingkat likuiditas yang tinggi akan mempermudah investor untuk membeli dan menjual saham tersebut. CR yang terlalu tinggi belum tentu menjamin akan dapat dibayarnya hutang perusahaan yang sudah jatuh tempo karena proporsi dari aktiva lancar yang tidak menguntungkan apabila terdapat saldo kas yang berlebihan, jumlah piutang dan persediaan yang terlalu besar. Hal ini menunjukkan bahwa investor akan memperoleh return yang lebih rendah jika kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya semakin rendah. Cina merupakan salah satu negara penghasil, pengkonsumsi dan pengimpor batubara terbesar di dunia. Pada tahun 2012 lalu perekonomian Cina melambat, dan berdampak pada menurunnya rata-rata harga batubara dunia, termasuk harga batubara acuan Indonesia. Menurunnya harga batubara dunia berdampak langsung terhadap kinerja bisnis perusahaan-perusahaan batubara Indonesia (indoanalisis.co.id). Harga batubara yang menurun 49 menyebabkan permintaan batubara menurun, padahal produksinya tetap dan stok batubara lebih dari cukup. Akibatnya, komponen dari aset lancar perusahaan pertambangan yang secara umum didominansi oleh persediaan mengalami penurunan sehingga kemampuan perusahaan dalam melunasi utang lancar dengan menggunakan aset lancar yang dimiliki juga menurun.Rendahnya kemampuan perusahaan pertambangan dalam melunasi utang lancar dengan menggunakan aset lancar yang dimiliki mengakibatnya investor cendrung tidak menaruh perhatian yang lebih terhadap saham-saham perusahaan pertambangan tersebut. Hal ini berdampak pada tidak berpengaruhnya CR terhadap return saham perusahaan pertambangan. Dari penjelasan tersebut dan hasil dari uji parsial yang telah dilakukan menunjukkan bahwa CR tidak memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis dan penelitian yang dilakukan oleh Tri Kahana dan Naning Margasari (2012) yang menyatakan bahwa CR berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Namun, hasil penelitian ini konsekuen dan mendukung penelitian dari Farkhan dan Ika (2013),Risca Yuliana Thrisye dan Nicodemus Simu (2013) yang menyatakan bahwa CR tidak memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. 4.7.2. Pengaruh Debt to EquityRatio terhadap Return Saham Debt to Equity Ratio menunjukkan hubungan antara jumlah pinjaman jangka panjangyang diberikan oleh kreditur dengan jumlah modal sendiri yang diberikan pemilik perusahaan. Sebagian investor menganggap DER merupakan 50 besarnya tanggung jawab perusahaan terhadap pihak ketiga yaitu kreditor yang memberikan pinjaman kepada perusahaan. Sehingga semakin besar nilai DER akan memperbesar tanggungan perusahaan. DER yang terlalu tinggi mempunyai dampak buruk terhadap kinerja perusahaan, karena dengan tingkat utang yang semakin tinggi berarti beban bunga perusahaan akan semakin besar dan akan mengurangi keuntungan. DER mempengaruhi kinerja perusahaan dan menyebabkan penurunan harga saham. Sebaliknya hutang akan menguntungkan jika tingkat pengembalian dari hutang lebih besar dari biaya bunga. Perusahaan pertambangan merupakan industri yang penuh dengan risiko, terutama pada tahap eksplorasi hingga konstruksi yang memiliki ketidakpastian yang tinggi dan memerlukan modal yang sangat besar. Sebagian besar pendanaan perusahaan diperoleh melalui utang, baik utang jangka pendek maupun utang jangka panjang. Tingginya tingkat ketergantungan perusahaan pertambangan terhadap utang dalam proses bisnisnya tentu akan mengakibatkan tingkat risiko yang diterima investor yang berinvestasi pada saham perusahaan pertambangan juga akan tinggi. Keadaan perekonomian Indonesia yang tidak stabil akibat krisis keuangan global tahun 2008 maupun sesudah terjadinya krisis keuangan global berdampak pada lesunya perekonomian di Indonesia. Krisis keuangan yang bermula dari krisis kredit perumahan (subprime mortgage crisis) di Amerika tersebut menimbulkan kemerosotan yang tajam pada bursa saham dunia sejak awal tahun 2008. Lesunya perekonomian berpotensi menciptakan risiko kredit bagi perbankan. Hal ini membuat pihak perbankan sangat selektif dalam 51 memberikan dukungan pendanaan tersebut. Hal senada juga dinyatakan oleh ketua Perbanas (Persatuan Bank-Bank Nasional), Sigit Pramono. Sigit menyatakan bahwa bank sebenarnya melihat bahwa sektor pertambangan ini masih cukup menarik. Akan tetapi sejauh ini pertimbangan pembiayaan sektor ini menjadi lebih dalam lagi yakni tergantung dari siapa yang mengajukan kredit dan sektornya secara spesifik. Dia menjelaskan, perbankan pada dasarnya tidak memilah-milah sektor-sektor tertentu dibiayai atau tidak. Akan tetapi bank lebih memperhatikan dari sisi pelaku usahanya yang memang dianggap layak atau tidak untuk dibiayai.Sigit juga tidak menutupi bahwa sejak diberlakukan peraturan perundang-undangan dan peraturan pemerintah terkait dengan Undang-undang (UU) Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), maka kini seluruh perusahaan pertambangan mineral diwajibkan untuk memurnikan hasil tambangnya di dalam negeri yang pelasanaannya paling lambat tahun 2014(www.ipotnews.com).Hal ini menyebabkan profil resiko menurun, sehingga pertumbuhan pembiayaan kredit di sektor tersebut semakin menurun.Selain itu, Citigroup yang merupakan salah satu bank yang menjadi kreditor pada perusahaan batubara menyatakan bahwa pembiayaan (pinjaman) untuk industri batubara sudah menurun sejak 2011. Hal ini terkait dengan komitmennya terhadap perubahan iklim (www.bisnis.com). Dalam penelitian ini juga kenaikan dan penurunan nilai DER tidak direspon oleh return saham. Kenaikan DER tidak diikuti dengan penurunan return saham, begitupun sebaliknya. Hal ini berimbas pada tidak berpengaruhnya DER terhadap return saham perusahaan. Hasil dari uji parsial dalam penelitain ini menunjukkan bahwa variabel DER tidak memiliki 52 pengaruh signifikan terhadap return saham, yang sesuai dengan hasil dari penelitian dari Farkhan dan Ika (2013),yang menyatakan bahwa DER tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap returnsaham. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis dan penelitian yang dilakukan oleh Desy Arista dan Astohar (2012), Risca Yuliana Thrisye dan Nicodemus Simu (2013) menyatakan bahwa DER berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham. 4.7.3. Pengaruh Total Asset Turnover terhadap Return Saham Total Asset Turnover merupakan salah satu ukuran yang digunakan untuk menilai efisiensi manajemen dalam menjalankan kegiatan perusahaan. TAT yang tinggi mengindikasikan bahwa manajemen perusahaan mampu menggunakan seluruh aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan revenue(penjualan) bagi perusahaan, sehingga dianggap mampu meningkatkan keuntungan perusahaan. Namun asset yang dimiliki oleh setiap perusahaan tidaklah sama, ada perusahaan yang memiliki asset yang tinggi pada aktiva tetapnya, sebab membutuhkan mesin yang banyak dan gedung yang luas. Sebaliknya, ada juga perusahaan yang memiliki asset tetap yang rendah dan memiliki aktiva lancar yang lebih besar. Cina mengalami krisis perekonomian pada 2012, yang mengakibatkan harga batubara menurun. Harga yang menurun ini menyebabkan permintaan batubara menurun, padahal produksinya tetap dan stok batubara lebih dari cukup. Hal ini mengakibatkan kurang mampunya asset yang dimiliki perusahaan untuk menghasilkan penjualan bagi perusahaan, karena penurunan 53 permintaan batubara. Dalam penelitian ini juga kenaikan dan penurunan nilai TAT tidak direspon oleh return saham. Kenaikan TAT tidak diikuti dengan penurunan return saham, begitupun sebaliknya. Dengan kondisi tersebut, maka total asset turnover dalampenelitian ini tidak di respon oleh investor, sebab dianggap bukan informasi yang bisa berdampak pada tingkat pengembalian saham.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa TAT tidak memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Hal ini konsekuen dan mendukung penelitian dari Farkhan dan Ika (2013),Risca Yuliana Thrisye dan Nicodemus Simu (2013) yang menyatakan bahwa TAT tidak memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Hasil penelitian ini tidak mendukung hipotesis penelitian dari Ni Nym Ayu Y.W dan I ketut Sujana (2014) yang menyatakan bahwa TAT memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap return saham 4.7.4. Pengaruh Return on Asset Terhadap Return Saham Pada teorinya, ROA menunjukkan tingkat efektifitas perusahaan memanfaatkan asetnya untuk menghasilkan laba bersih setelah pajak. Tingkat profitabilitas perusahaan yang baik tentu akan menarik minat investor untuk memiliki saham perusahan tersebut, oleh karena itu ROA yang tinggi akan meningkatkan tingkat kembalian (return) yang dinikmati oleh investor. Jika minat investor untuk membeli saham perusahaan pertambangan meningkat, maka harga saham perusahaan pertambangan juga cenderung meningkat yang diikuti oleh tingkat pengembalian (return) saham yang besar. 54 Krisis perekonomian global (2008) dan krisis yang dialami Cina (2012) menyebabkan menurunnya aset perusahaan karena menurunnya permintaan batubara. Menurunnya permintaan batubara meyebabkan penjualan menurun. Penjualan yang menurun mengakibatkan menurunnya laba yang didapat oleh perusahaan. Pada penelitian ini, penurunan pada ROA tidak diikuti dengan penurunan return saham, begitu pula dengan sebaliknya. Hal ini menyebabkan tidak berpengaruhnya ROA pada return saham. Dengan kata lain ROA tidak memiliki pengaruh terhadap return saham.Hasil penelitian ini tidak konsekuen dan mendukung penelitian dari Tri Kahana dan Naning Margasari (2012), Suriani Ginting (2012), Farkhan dan Ika (2013) yang menyatakan adanya pengaruh positif dan signifikan antara ROA dengan return saham. Namun hasil penelitian ini konsekuen dan mendukung hasil penelitian dariDesy Arista dan Astoar (2012), Satrio Adi Wibowo dan Sudarno (2013), dan Rischa Yuliana Thrisye dan Nicodemus Semu (2013) yang menyatakan bahwa ROAtidak memiliki pengaruh signifikan terhadap return saham. 4.7.5. Pengaruh Price Earning Ratio Terhadap Return Saham Price Earning Ratio (PER) menunjukan berapa banyak investor bersedia membayar untuk tiap rupiah dari laba yang dilaporkan.Para investor menggunakan rasio ini untuk memprediksi kemampuan perusahaan dalam menghasilakan laba di masa yang akan datang.Makin besar PER suatu saham maka menyatakan saham tersebut semakin mahal terhadap pendapatan bersih per saham. PER yang semakin tinggi menunjukkan semakin mahal saham tersebut terhadap pendapatannya. Pada penelitian ini, kenaikan yang dialami 55 oleh PER, maka diikuti dengan kenaikan return saham. Jika harga saham semakin tinggi maka selisih harga saham periode sekarang dengan periode sebelumnya semakin besar. Perusahaan yang memiliki PER yang tinggi biasanya memiliki peluang tingkat pertumbuhan yang tinggi, sehingga banyak investor yang memilih untuk membeli saham perusahaan tersebut. Hal ini berdampak pada naiknya harga saham sehingga menjadikan return saham akan naik. Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antara PER dengan return saham. Hasil penelitian konsekuen dan mendukung penelitian dari FarahMargaretha dan Irma Damayanti (2008), Farkhan dan Ika (2013) yang menyatakan bahwa PER memiliki pengaruh signifikan terhadap return saham.