Budidaya bayam - IPB Repository

advertisement
38
PEMBAHASAN
Budidaya Bayam Secara Hidroponik
Budidaya bayam secara hidroponik yang dilakukan Kebun Parung
dibedakan menjadi dua tahap, yaitu penyemaian dan pembesaran bayam. Sistem
hidroponik yang digunakan pada penyemaian bayam adalah modifikasi NFT
dengan media kerikil, sedangkan di pembesaran bayam menggunakan sistem
aeroponik. Sistem deep flow technique (DFT), modifikasi NFT dengan kerikil,
dan modifikasi top feeding dengan arang sekam juga digunakan pada pembesaran
bayam, tetapi sistem tersebut lebih diutamakan untuk percobaan dan masingmasing sistem jumlahnya hanya satu bedeng.
Teknik budidaya pada beragam sistem hidroponik yang digunakan untuk
pembesaran bayam tidak sama. Perbedaan tersebut terlihat pada media tanam,
irigasi, bibit, jarak tanam hingga produk bayam yang dihasilkan, akan tetapi umur
tanaman sama untuk semua sistem hidroponik yaitu 13-15 hari di persemaian dan
15-18 hari di pembesaran. Perbedaan teknik budidaya bayam pada beragam sistem
hidroponik di Kebun Parung dapat dilihat pada Tabel 5.
Sistem Aeroponik. Bayam yang ditanam dengan sistem aeroponik
menggunakan udara sebagai media tanam. Ketinggian bedeng untuk penanaman
adalah 50 cm. Bibit bayam yang akan ditanam dibungkus menggunakan rockwool
dan jelly cup yang fungsinya untuk menopang bibit agar tidak jatuh saat ditanam
pada styrofoam. Banyaknya bibit yang digunakan adalah 3 bibit/jelly cup.
Pemberian larutan nutrisi pada sistem aeroponik diberikan dengan cara
pengabutan secara otomatis setiap satu menit selama 24 jam. Pengabutan secara
otomatis menyebabkan tingginya biaya produksi dan proses produksi sangat
bergantung pada listrik. Ketika terjadi listrik padam
di siang hari maksimal
selama setengah jam tanaman akan layu, sehingga harus segera diatasi dengan
penggunaan genset untuk pengabutan larutan nutrisi.
Bayam yang ditanam secara aeroponik memiliki akar panjang berwarna
coklat. Akar panjang disebabkan oleh perakaran yang menggantung, sedangkan
39
akar berwarna coklat dapat disebabkan oleh penggunaan timer dengan frekuensi
satu menit sehingga akar kering dan diduga kekurangan oksigen. Oksigen pada
sistem aeroponik diperoleh dari penyemprotan larutan nutrisi, semakin halus
semprotan maka oksigen yang dikandung juga semakin banyak (Sutiyoso, 2004).
Perakaran bayam yang berwarna coklat dapat menurunkan kualitas produk.
Tabel 5. Perbedaan Budidaya Bayam pada Beragam Sistem Hidroponik di
Kebun Parung
Keterangan
Media
tanam
Udara
Irigasi
Pengabutan
(otomatis)
Waktu
penyiraman
Bibit
Air
Modifikasi
NFT Kerikil
Modifikasi Top
Feeding
Arang Sekam
Kerikil
Arang sekam
Menggenang
dan mengalir Manual
(otomatis)
Setiap
15
Tiap 1 menit,
menit, dari
24 jam
selama 24 jam
pagi hingga
sore
Dibungkus
Dibungkus
Tanpa
menggunakan
menggunakan dibungkus
rockwool dan rockwool dan rockwool
jelly cup
jelly cup
dan jelly cup
Bibit
per
lubang
3
tanam
Jarak tanam
10 x 10
(cm)
Populasi/m² 81 lubang
tanam
(243 tanaman)
Perakaran
Panjang
*
Warna akar Coklat
***
Keterangan :
Deep Flow
Technique
(DFT)
Aeroponik
*
**
***
Flowrate
(otomatis)
2-3 kali dalam
sehari
Tanpa
dibungkus
rockwool dan
jelly cup
3
2
2
10 x 10
15 x 15
15 x 15
81
lubang
tanam
(243 tanaman)
Sedang
**
Putih
*
44
lubang
tanam
(88tanaman)
Pendek
***
Putih
*
44
lubang
tanam
(88 tanaman)
Panjang
*
Agak coklat
**
: Baik
: Sedang
: Kurang baik
Sistem Deep Flow Technique (DFT). Bayam yang ditanam dengan sistem
DFT menggunakan air sebagai media tanam. Air yang digunakan sebagai media
tanam kondisinya menggenang dan mengalir. Air yang selalu mengalir dapat
40
menjadi sumber oksigen bagi tanaman, jika oksigen kurang dapat digunakan
aerator untuk penambah oksigen (Sutiyoso, 2004). Ketinggian
bed tanam
sistem DFT adalah 15 cm dengan kedalaman larutan nutrisi 7 cm.
Bibit bayam yang ditanam pada sistem DFT dibungkus menggunakan
rockwool dan jelly cup. Rockwool dan jelly cup berfungsi untuk menopang
bibit agar tidak jatuh saat ditanam pada styrofoam. Jumlah bibit yang ditanam
adalah 3 bibit/jelly cup.
Nutrisi yang diberikan dicampur pada media tanam (air), sehingga air yang
kondisinya menggenang dan mengalir pada bedeng sudah mengandung nutrisi
yang dapat diserap tanaman untuk proses pertumbuhan. Jika terjadi listrik padam
kondisi air hanya menggenang tetapi tidak mengalir, oleh sebab itu saat listrik
padam tanaman tidak layu karena masih ada larutan nutrisi yang menggenang di
bedeng yang dapat diserap tanaman (Sutiyoso, 2004).
Bayam yang ditanam dengan sistem DFT memiliki warna akar putih dan
warna batang pucat. Warna akar putih dapat disebabkan oleh perakaran yang
selalu tergenang air, sedangkan warna batang pucat diduga karena kandungan
airnya tinggi.
Modifikasi NFT dan Kerikil. Media tanam yang digunakan pada sistem
modifikasi NFT kerikil adalah kerikil. Kedalaman media tanam adalah 3 cm.
Bentuk kerikil yang tidak sama dapat menjadi celah untuk masuknya oksigen. Jika
terjadi penurunan produksi akibat kotornya kerikil (berlumut), kerikil tidak perlu
diganti tetapi dapat diatasi dengan pencucian menggunakan air bersih (Lingga,
1999)
Bibit yang digunakan pada sistem modifikasi NFT dan kerikil sebanyak
2 bibit per lubang tanam, dengan jarak tanam 15 cm x 15 cm. Bibit tidak perlu
dibungkus dengan rockwool dan jelly cup, karena tanpa penggunaan rockwool dan
jelly cup bibit sudah dapat ditanam tegak.
Kerikil sebagai media tanam tidak mampu menyerap air dengan baik
sehingga untuk mengatasinya pengaliran nutrisi dilakukan secara terus menerus
(Lingga,
1999).
Pengaliran
larutan
nutrisi
dilakukan
secara
otomatis
41
menggunakan flowrate yang diatur setiap 15 menit. Pengaliran larutan nutrisi
dilakukan dari pukul 06.00-16.00 WIB. Jika terjadi listrik padam tanaman tidak
langsung layu karena masih ada larutan nutrisi yang menggenang di kerikil yang
dapat diserap tanaman.
Bayam yang ditanam pada media kerikil memiliki akar pendek berwarna
putih dengan batang agak keras. Akar yang pendek dikarenakan tumpukan kerikil
sebagai tempat menopang akar tidak terlalu tebal. Penggunaan kerikil yang terlalu
tebal akan menambah biaya produksi dan hasilnya pun tidak berbeda jauh. Bayam
yang ditanam dengan beragam sistem hidroponik dapat dilihat pada Gambar 20.
A
B
A1
C
A1
D
A1
Gambar 20. Hasil
Sistem Hidroponik
1 Bayam pada Beragam
1
1
A. Bayam dengan Sistem Aeroponik
B. Bayam dengan Sistem DFT
C. Bayam dengan Sistem Modifikasi NFT Kerikil
D. Bayam dengan Sistem Modifikasi Top Feeding dan
Arang Sekam
Modifikasi Top Feeding dan Arang Sekam. Media tanam yang
digunakan pada sistem modifikasi top feeding dan arang sekam adalah arang
sekam. Kedalaman media tanam yang digunakan adalah 5 cm. Arang sekam yang
telah dipakai perlu diganti dengan arang sekam baru setelah dua kali pemakaian,
karena setelah dua kali pemakaian arang sekam menjadi hancur (Lingga, 1999).
Pemberian larutan nutrisi pada sistem modifikasi top feeding dan arang
sekam masih manual, yaitu penyiraman menggunakan gembor. Penyiraman
dilakukan 2-3 kali dalam sehari. Penyiraman tidak menggunakan listrik tetapi
menggunakan tenaga manusia, sehingga jika listrik padam tidak berpengaruh
terhadap proses produksi.
42
Bayam yang ditanam dengan media arang sekam memiliki akar panjang
dan kurang putih. Ketika bayam dipanen, banyak arang sekam yang menempel di
akar sehingga akar perlu dicuci supaya bersih. Arang sekam yang menempel di
akar bayam sulit untuk dibersihkan, sehingga menyebabkan
akar rusak dan
banyak yang terbuang.
Produksi Bayam
Bobot bayam per tanaman untuk semua sistem yaitu 7-10 g per tanaman,
dengan bobot dari masing-masing sistem yang tidak berbeda nyata.
Bobot
masing-masing sistem hidroponik terdapat pada Gambar 21.
12
10
Bobot (g)
7.88
9.67
9.89
kerikil
sekam
8.14
8
6
4
2
0
aeroponik
DFT
Sistem Hidroponik
Gambar 21. Bobot Bayam per Tanaman Tiap Sistem Hidroponik
Bayam yang ditanam dengan beragam sistem hidroponik memiliki biaya
produksi, keuntungan, dan tingkat kepraktisan budidaya yang berbeda. Perbedaan
tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.
Sistem aeroponik mengeluarkan biaya produksi paling tinggi diantara semua
sistem hidroponik yang ada di Kebun Parung. Tingginya biaya disebabkan oleh
tingginya biaya investasi dan biaya operasional yang digunakan. Biaya yang
tinggi pada sistem aeroponik diikuti pula dengan lamanya waktu pengembalian
modal (payback period), yaitu selama 9.2 bulan. Sistem DFT mengeluarkan biaya
produksi yang cukup tinggi juga tetapi masih di bawah sistem aeroponik, dengan
payback period yang lebih cepat yaitu 5.3 bulan.
43
Tabel 6. Perbandingan Biaya Produksi, Keuntungan, dan Kepraktisan
Berbagai Sistem Hidroponik di Kebun Parung
Sistem
Hidroponik
Aeroponik
Deep Flow
Technique
Modifikasi
NFT Kerikil
Modifikasi
TopFeeding
Arang
Sekam
Biaya
Produksi
(Rp)
31 795 225
Keuntungan
(Rp)
Produktivitas
(g/m²)
Kepraktisan
2 476 775
Payback
Period
(bulan)
9.2
1913.9895 b
30 140 642
4 131 358
5.3
1978.2630 b
23 109 350
6 878 650
6.2
850.784 a
Kurang
praktis
Sangat
praktis
Praktis
20 305 725
9 682 275
4.4
870.4520 a
Tidak
praktis
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sarna pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
pada DMRT tarat 5 %
Sistem modifikasi top feeding dan arang sekam mengeluarkan biaya
produksi paling rendah dari semua sistem hidroponik yang ada karena biaya
operasional yang digunakan sedikit dengan payback period paling cepat, yaitu
4.4 bulan. Sistem modifikasi NFT kerikil juga memiliki biaya yang murah, tetapi
masih di atas biaya sistem modifikasi top feeding arang sekam. Payback period
pada sistem modifikasi NFT kerikil juga agak lama, yaitu 6.2 bulan.
Keuntungan paling besar diperoleh pada sistem modifikasi top feeding arang
sekam yaitu sebesar Rp 9 682 275/bulan. Tingginya keuntungan disebabkan oleh
tingginya harga jual, sedangkan biaya operasional yang dikeluarkan rendah.
Keuntungan cukup besar juga diperoleh pada sistem modifikasi NFT kerikil
dan DFT, keuntungannya yaitu Rp 6 878 650/bulan dan Rp 4 131 358/bulan.
Sistem aeroponik memiliki keuntungan paling rendah dari semua sistem
hidroponik yang ada, yaitu sebesar Rp 2 476 775/bulan. Rendahnya keuntungan
disebabkan oleh tingginya biaya operasional pada sistem aeroponik.
Produktivitas bayam yang ditanam dengan sistem aeroponik dan DFT
berbeda
nyata terhadap sistem modifikasi NFT kerikil dan modifikasi top
feeding arang sekam. Pada sistem aeroponik dan DFT produktivitasnya tidak
berbeda nyata, begitu pula pada sistem modifikasi NFT kerikil dan modifikasi
top feeding arang sekam. Produktivitas sistem aeroponik dan DFT lebih tinggi
44
dari sistem modifikasi NFT kerikil dan modifikasi top feeding arang sekam.
Produktivitas
sistem aeroponik adalah 1913.98 g/m² atau 1.91 kg/m² dan
produktivitas sistem DFT adalah 1978.26 g/m²
atau 1.97 kg/m², sedangkan
produktivitas modifikasi NFT kerikil adalah 850.78 g/m² atau 0.85 kg/m² dan
produktivitas modifikasi top feeding arang sekam adalah 870.45 g/m² atau
0.87 kg/m².
Sistem aeroponik dan DFT menggunakan 3 bibit per lubang tanam dengan
jarak tanam sempit sehingga populasi per meter banyak dan produktivitasnya
besar, sedangkan pada sistem modifikasi NFT kerikil dan modifikasi top feeding
arang sekam bibit yang digunakan adalah 2 bibit per lubang tanam dengan jarak
tanam 15 cm x 15 cm (lebih lebar) sehingga diperoleh populasinya lebih sedikit
dan produktivitasnya kecil.
Sistem DFT merupakan sistem yang paling praktis dari semua sistem
hidroponik yang ada di Parung Farm. Pengoperasian alat secara otomatis yaitu
hanya dengan menyalakan listrik. Apabila listrik padam dalam jangka waktu yang
lama tanaman juga tidak layu karena larutan nutrisi masih tersedia di bedeng
(Sutiyoso, 2004). Modifikasi sistem NFT kerikil juga merupakan sistem
hidroponik yang praktis, pengoperasiannya dilakukan secara otomatis. Apabila
listrik padam tanaman tidak langsung layu karena larutan nutrisi masih ada yang
bersisa di bedeng, tetapi jika listrik padam dalam jangka waktu yang lama perlu
digunakan genset untuk pengaliran nutrisi.
Sistem aeroponik juga termasuk sistem yang praktis, tetapi tingkat
kepraktisannya kurang jika dibandingkan sistem DFT dan modifikasi NFT kerikil.
Pengoperasian alat pada sistem aeroponik dilakukan secara otomatis, tetapi jika
terjadi listrik padam harus segera digunakan genset untuk penyemprotan larutan
nutrisi karena jika tidak digunakan genset tanaman akan layu.
Sistem modifikasi top feeding arang sekam merupakan sistem yang tidak
praktis. Pembudidayaan tanaman sangat bergantung pada manusia karena
perawatan tanaman menggunakan tenaga manusia. Pemakaian arang sekam juga
harus diganti setelah dua kali pemakaian karena setelah dua kali dipakai arang
sekam menjadi hancur (Lingga, 1999). Sistem modifikasi top feeding dengan
45
arang sekam tidak bergantung pada listrik, sehingga jika listrik padam tidak
berpengaruh pada proses produksi. Pada proses pasca panen, bayam yang ditanam
dengan sistem modifikasi top feeding arang sekam harus dicuci karena arang
sekam banyak yang menempel di akar, sedangkan pada sistem hidroponik yang
lain tidak dilakukan pencucian karena kondisinya bersih.
Berdasarkan hasil pengamatan, sistem yang paling tinggi memberikan
keuntungan adalah modifikasi top feeding arang sekam. Biaya produksi yang
dikeluarkan sistem ini paling sedikit dan waktu pengembalian modal cepat,
meskipun produktivitas yang dihasilkan sedikit. Sistem modifikasi top feeding
arang sekam merupakan sistem hidroponik yang tidak praktis karena
pemeliharaannya manual, arang sekam harus diganti setelah dua kali pemakaian,
dan bayam harus dicuci.
Kehilangan Hasil
Kehilangan hasil yang dialami kebun Parung setiap kali panen berbeda
setiap harinya. Rata-rata kehilangan hasil yang dialami kebun Parung sebanyak
47.32%. Sayuran yang tidak layak jual karena mengalami kehilangan hasil
dimanfaatkan untuk pakan ikan dan bebek. Banyaknya nilai kehilangan hasil
disebabkan oleh sayuran patah, sayuran berukuran kecil, serta serangan hama dan
penyakit.
a. Sayuran Patah
Pemanenan yang kurang hati-hati menyebabkan sayuran patah, sehingga
harus dibuang karena tidak layak jual. Banyaknya sayuran yang patah dapat
dikurangi dengan pemanenan yang lebih hati-hati.
b. Sayuran Kecil
Penggunaan jumlah bibit yang beragam dalam satu jelly cup menyebabkan
pertumbuhan tanaman tidak seragam, sedangkan saat pemanenan dilakukan
sekaligus dalam satu
dibuang.
jelly cup sehingga bayam yang berukuran kecil harus
46
c. Serangan Hama dan Penyakit
Sayuran yang rusak karena serangan hama dan penyakit harus dibuang
untuk menghindari penolakan pasar. Semakin banyak tanaman yang terbuang
semakin tinggi kehilangan hasil.
Kebun Parung melakukan pengendalian hama dan penyakit secara mekanis
dan tidak menggunakan pestisida dalam proses produksinya. Pengendalian secara
mekanis kurang ampuh dalam memberantas hama dan penyakit karena bersifat
tidak membunuh sehingga serangan hama dan penyakit dapat muncul kembali.
Faktor yang Mempengaruhi Produksi Bayam di Kebun Parung
Produksi bayam secara hidroponik di Kebun Parung berfluktuatif di setiap
bulannya. Kurang stabilnya produksi dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya yaitu intensitas cahaya matahari, hama dan penyakit, suhu udara, serta
kultur teknis.
1. Intensitas Cahaya Matahari
Intensitas cahaya matahari berpengaruh terhadap proses fotosintesis
tanaman. Berkurangnya intensitas cahaya matahari menyebabkan proses
fotosintesis kurang optimal sehingga pertumbuhan tanaman terganggu yang
mengakibatkan lamanya waktu panen (Lingga, 1999).
2500
2000
1500
Produksi
(kg)
1000
500
Curah hujan
(mm)
0
Bulan
Gambar 22. Pengaruh Intensitas Cahaya dan Curah Hujan terhadap Produksi
47
Intensitas cahaya matahari pada musim hujan (Oktober-Maret) lebih rendah
dibanding saat musim kemarau (April-September), karena pada musim hujan
cahaya matahari tertutup oleh mendung. Pada musim hujan dengan intensitas
cahaya matahari rendah bayam dapat dipanen pada umur 18 hari, sedangkan di
musim kemarau dengan intensitas cahaya matahari tinggi bayam dapat dipanen
pada umur 14-15 hari. Pengaruh curah hujan dan intensitas cahaya terhadap
produksi bayam disajikan pada Gambar 22.
2. Hama dan Penyakit
Parung Farm tidak menggunakan pestisida dalam budidaya sayurannya.
Hama, penyakit dan gulma yang menyerang tanaman hanya dikendalikan secara
mekanis, yaitu dengan membuang hama, penyakit dan gulma yang ada serta
membuang tanaman yang terserang agar tidak menular ke tanaman yang lain.
Pengendalian secara mekanis kurang ampuh karena bersifat tidak membunuh
pathogen sehingga serangan pathogen dapat muncul kembali.
Kerusakan pada tanaman terutama disebabkan oleh hama dan penyakit.
Jenis hama yang dominan menyerang tanaman adalah ulat grayak (Spodoptera
litura F.), ulat penggulung daun (Lamprosema indica F), ulat lompat (Plusia
chalsites Esper), kepik, dan belalang. Hama tersebut menyerang tanaman dengan
cara memakan daun yang menyebabkan daun berlubang, bahkan daun dimakan
hingga habis dan hanya bersisa tulang daunnya.
Penyakit yang sering menyerang bayam adalah bercak daun yang
disebabkan oleh cendawan Cercospora longissima Sacc, dan daun keriting yang
disebabkan oleh virus Ruga tabaci. Menurut Tim Penulis PS (1995) Cercospora
longissima Sacc menyerang tanaman (daun) yang menyebabkan munculnya
bercak kecil dan basah yang berkembang ke dalam jaringan dan berubah
menjadi kecoklatan, sedangan virus Ruga tabaci menyebabkan daun memiliki
warna yang tidak merata, permukaan daun berkerut, keriting, dan posisinya
terpuntir, warna daun hijau tua atau pucat dan terhambatnya pertumbuhan
tanaman.
48
3. Suhu Udara Tinggi
Suhu rata-rata di dalam greenhouse
kebun Parung berkisar 31°C,
sedangkan suhu yang optimal untuk pertumbuhan bayam adalah 25-27°C. Suhu
yang tinggi di dalam greenhouse menyebabkan udara di dalam greenhouse panas,
kelembaban berkurang, serta berubahnya pH larutan nutrisi yang menyebabkan
larutan nutrisi tidak dapat diserap akar sehingga diduga tanaman mengalami
defisiensi unsure hara (Sutiyoso, 2004).
Menurut Suhardiyanto (2009) tingginya suhu di dalam greenhouse dapat
diatasi dengan pemasangan peralatan seperti exhaust fan, evaporative pad, dan
instalasi pengabutan untuk menjaga kondisi lingkungan di dalam greenhouse tetap
optimum.
4. Kultur Teknis
a. Jumlah Bibit yang Beragam
Jumlah bibit yang digunakan adalah tiga bibit per jelly cup, tetapi jika bibit
melimpah dan pekerja terburu-buru dalam membungkus bibit maka jumlah bibit
yang digunakan lebih dari tiga per jelly cup. Semakin banyak jumlah bibit yang
digunakan, maka semakin besar kompetisi antar tanaman yang menyebabkan
pertumbuhan tanaman dalam satu jelly cup tidak seragam.
Pertumbuhan tanaman dalam satu jelly cup yang tidak seragam terlihat dari
ukuran tanaman yang berbeda, tanaman ada yang besar ada pula yang kecil.
Tanaman yang berukuran kecil harus dibuang karena tidak layak jual. Semakin
banyak tanaman yang terbuang semakin besar pula kehilangan hasil.
b. Penggunaan Timer Satu Menit
Penggunaan timer satu menit pada pengabutan sistem aeroponik
menyebabkan akar kering dan diduga kekurangan oksigen sehingga akar berwarna
coklat. Perakaran bayam yang berwarna coklat memang tidak menurunkan
produksi secara kuantitas tetapi menurunkan kualitas produk. Perakaran yang
berwarna coklat dapat diatasi dengan penggunaan frekuensi timer yang lebih
pendek.
Download